Pokok Permohonan Pemohon Kedudukan Hukum Legal Standing Pemohon

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id

I. Pokok Permohonan Pemohon

1. Bahwa dalam permohonannya, Pemohon pada pokoknya keberatan atas adanya frasa jenis jasa lain yang terdapat dalam ketentuan Pasal 23 ayat 2 UU PPh. Selengkapnya bunyi, Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2. Pemohon pada pokoknya keberatan dengan frasa jenis jasa lain yang terdapat dalam Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang PPh, karena dianggapnya frasa tersebut memiliki ruang lingkup yang terlalu luas serta mengandung bermacam-macam pengertian multitafsir, sehingga menyebabkan Menteri Keuangan dapat menafsirkan bahwa seluruh pengangkutan batubara di laut termasuk dalam jenis jasa lain sehingga setiap imbalan yang diterima sehubungan dengan jasa pengangkutan batubara di laut menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 yang tarifnya lebih tinggi dart tarif pemotongan PPh Pasal 15 final; 3. Hal tersebut menurut Pemohon, berpotensi merugikan hak konstitusionalnya sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran karena menghilangkan jaminan kepastian perlindungan hukum yang adil dan kepastian persamaan kedudukan di hadapan hukum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945;

II. Kedudukan Hukum Legal Standing Pemohon

Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2011, menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak danatau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara. Ketentuan di atas dipertegas dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan: a. Kualifikasinya dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; b. Hak danatau kewenangan konstitusionalnya dalam kualifikasi dimaksud yang dianggap telah dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang diuji; c. Kerugian hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon sebagai.akibat berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian dan batasan kumulatif tentang kerugian hak danatau kewenangan konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang menurut Pasal 51 ayat 1 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi vide Putusan Nomor 006PUU-III2005 dan putusan-putusan berikutnya, harus memenuhi 5 lima syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu dari Undang-Undang yang diuji; c. bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. adanya hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian dan berlakunya dari Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji; e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah menanggapi kedudukan hukum legal standing Pemohon sebagaimana dimaksud di bawah ini: 1. Bahwa terhadap dalil Pemohon yang mengajukan ketentuan Pasal 23 ayat 2 UU a quo sebagai ketentuan yang dianggap Pemohon telah merugikan hak- hak konstitusionalnya, Pemerintah berpendapat bahwa antara pasal a quo dengan posita Pemohon tidaklah relevan karena pasal ini tidak mengatur norma pengkategorian yang dimaksudkan pemohon, melainkan hanya mengatur tentang pendelegasian wewenang kepada peraturan yang lebih Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id rendah untuk mengatur jenis jasa lain. Sehingga tidak tepat Pemohon untuk mengajukan pasal ini sebagai dasar pertentangannya dengan UUD 1945; 2. Bahwa dalil Pemohon yang menganggap dengan adanya frasa jenis jasa lain dalam ketentuan a quo, telah menimbulkan kerugian yang nyata dan langsung, baik secara aktual maupun potensial kepada Pemohon, Pemerintah berpendapat: a. Syarat formal pengajuan permohonan uji materi, telah diatur dalam Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; b. Syarat formal tersebut di atas, secara konkrit telah diimplementasikan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006PUU-I1I2005 dan Putusan Nomor 11PUU-V2007, serta putusan-putusan selanjutnya, telah memberikan pengertian dan batasan secara kumulatif tentang kerugian hak danatau kewenangan konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang menurut Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi harus memenuhi 5 lima syarat yaitu: 1 adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; 2 bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu dari Undang-Undang yang diuji; 3 bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; 4 adanya hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian dan berlakunya dari Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji; 5 adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formal tersebut di atas, karena: a. Dalam kasus dimaksud, Pemohon dikenakan kewajiban pajak kurang bayar berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 Undang- Undang PPh yaitu Pemohon sebagai Wajib Pajak telah melakukan kegiatan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id harta, bukan berdasarkan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang PPh; b. Contoh kasus yang disampaikan Pemohon tersebut sebenarnya telah diputus oleh Pengadilan Pajak Nomor Put.33637PPM.122011 Tanggal 21 September 2011 dengan pertmbangan hukum yang menyatakan transaksi Pemohon dengan ketiga Bentuk Usaha Tetap BUT yaitu BUT Samika Shipping Ltd., BUT Kidecrane Transposes dan BUT Twinstar Shipping Ltd, dikategorikan termasuk dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 yaitu Wajib Pajak telah melakukan kegiatan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 4. Berdasarkan fakta tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa belum terdapat kerugian aktual yang dialami oleh Pemohon karena berlakunya ketentuan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang PPh, dengan alasan: a. Kewajiban pembayaran pajak yang harus dilakukan oleh Pemohon didasarkan atas ketentuan Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 Undang- Undang PPh, bukan ketentuan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang PPh; b. Seandainya Pemohon tetap merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena berlakunya ketentuan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang PPh, hal itu juga terlalu prematur karena, Mahkamah Agung dalam pemeriksaan tingkat Peninjauan Kembali belum menjatuhkan putusannya apakah kewajiban pembayaran pajak yang harus dilakukan oleh Pemohon berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat 2 atau tetap berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 sebagaimana telah diputuskan oleh Pengadilan Pajak tersebut di atas. c. Kerugian yang disampaikan Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan Pemohon dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi berdasarkan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang PPh dengan terbitnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 SKPKB PPh Pasal 23, merupakan penerapan atas norma yang terdapat dalam Undang-Undang PPh, yang apabila Pemohon merasa dirugikan, maka upaya penyelesaian sengketanya dengan cara mengajukan permohonan keberatan, atau mengajukan bandinggugatan ke Pengadilan Pajak, atau mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. 5. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah sepatutnya apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima niet ontvankelijk verklaard. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id Namun jika KetuaMajelis Hakim Mahkamah Konstitusi memberikan pendapat yang berbeda, maka Pemerintah menyerahkan kepada Yang Mulia KetuaMajelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menila apakah Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum legal standing atau tidak, sebagaimana ditentukan oleh ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu sejak Putusan Nomor 006PUU-III2005 dan Putusan Nomor 11PUU-V2007;

III. Keterangan Presiden Atas Materi Permohonan Yang Dimohonkan Pengujian