SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
SHIPPING PTE LTD dan PT. COTRANS ASIA; Selain itu, Pemohon mengajukan 3 tiga orang ahli, yakni Chandra Motik
Yusuf, Haula Rosdiana, dan Prof. Yusril Ihza Mahendra yang memberikan keterangan di bawah sumpahjanji dalam persidangan tanggal 6 Oktober 2014 dan
tanggal 23 Oktober 2014 danatau menyerahkan keterangan tertulis yang mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Chandra Motik Yusuf
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 merupakan perbaikan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Pengertian pelayaran
menurut dari Undang-Undang adalah satu kesatuan sistem yang terdiri angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan, dan keamanan, serta perlindungan
lingkungan maritim. Di dalam Pasal 1 angka 3, yang dijelaskan lagi dalam Undang- Undang Pelayaran angkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut danatau
memindahkan penumpang danatau barang dengan menggunakan kapal. Adapun Pasal 1 angka 36 disebutkan, “Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan
jenis tertentu yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga elektronik, energi lainnya, ditarik atau ditunda.” Ditarik dan ditunda termasuk kendaraan yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan berada di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Pada waktu membuat
Undang-Undang Pelayaran ini cukup alot. Ahli tidak ikut membuat Undang-Undang Pelayaran tetapai ahli diminta untuk membantu. Pengertian kapal ini diharapkan
tidak berubah-ubah. Jadi pebfertian kapal tetap kepada apa yang disebut di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
Pemohon adalah PT. Cotrans Asia adalah suatu perusahaan pelayaran yang diberikan izin dengan Surat Izin Usaha Pengangkutan Angkutan Laut
SIUPAL. Izin ini merupakan suatu izin yang khusus dan tidak dapat untuk hal-hal yang lain. Jadi, tidak dapat lagi suatu hal di luar yang disebutkan di dalam
peraturan dikategorikan sebagai pelayaran. Suatu usaha yang memindahkan barang, misalnya “batubara” dari satu tempat dengan menggunakan tugboat
boat, kapal tongkang dan penariknya termasuk dalam lingkup usaha pelayaran. Yang dimaksud jasa-jasa lain yang disebutkan dalam Pasal 23 Undang-Undang
Pajak Penghasilan tidak termasuk perusahaan pelayaran karena tidak masuk di dalam lingkup izin yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan Laut;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Usaha pelayaran diberikan kemudahan di dalam Pasal 15 karena usaha pelayaran tersebut banyak melibatkan kepentingan orang banyak, masyarakat,
dan rakyat. Hampir 90 angkutan barang diangkut melalui laut. Ahli sebagai orang yang bergelut di bidang maritim sangat senang Presiden Susilo Bambang
Yudoyono mengeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2005. Namun demikian, kini “menyewa” dikategorikan sebagai usaha pelayaran. Padahal jelas sekali bahwa
“menyewa” itu diatur di dalam KUHD Buku 2 Undang-Undang Pelayaran. Menurut ahli kegiatan bidang usaha Pemohon adalah menyewa kapal, dalam hal ini
tongkang, tugboat dari perusahaan lainnya, yang juga perusahaan-perusahaan pelayaran, yang menyewakan kapal. Bilamana usaha pelayaran dalam Pasal 15
UU Pelayaran dikenakan ketentuan Pasal 23 UU Pajak Panghasilan maka itu mengkhianati Undang-Undang sendiri;
2. Haula Rosdiana