Kajian Pengering Rotari Tipe Co Current untuk Pengeringan Sawut Ubijalar

(1)

KAJIAN PENGERING ROTARI TIPE

CO-CURRENT

UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBIJALAR

HENDRI SYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Pengering Rotari Tipe Co-Current untuk Pengeringan Sawut Ubijalar” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Hendri Syah


(3)

ABSTRACT

HENDRI SYAH. Study on Co-Current Rotary Dryer for Sweet Potato Grates. Under supervision of I WAYAN BUDIASTRA, SUROSO, and LEOPOLD OSCAR NELWAN.

Rotary drying is a very complicated process that implies not only thermal drying but also movement of wet material within the dryer. The objective of this research were to evaluate performance of rotary dryer, to identify amount of energy consumption which are used during the drying process, to develop model of rotary drying and to identify drying cost per kg of sweet potato grates. Drying characterisctics of product need to be established because of important information for the design, prediction, and modelling. The model of rotary drying was constructed based on energy and mass balance. The differential equations were solved by simultaneous-numerically. This model applied to predict temperature dryer chamber, temperature product, moisture content and RH.

The result showed that the performance of rotary dryer depends on feed rate sweet potato grates into drying chamber. High feed rate could decrease temperature in drying chamber. The residence time of all experiments were 18 minutes.Hold-up of all experiments in this study were relatively low that ranges 9-36 kg. The specific energy consumption in all of the experiments was between 5.51-14.26 MJ/kg H2O. The high feed rate (3 kg/1 min) had the lowest specific energy consumption. Conversely, the lowest feed rate (3 kg/4 min) had the highest specific energy consumption for all experiments. The high total efficiency could be found from high feed rate, the feed rate (3 kg/1 min) is highest total efficiency for all experiments. The model can be used to obtain temperature profiles of air and the product in dryer chamber. Using the model, change of air temperature and product during drying were successfully predicted. Coefficient of determination (COD) between measured and calculated ranges 0.819-0.992, respectively. However, the model could not predict moisture content and RH accurately. The drying cost of grates is Rp 1 494 per kg wet grates. It is relatively expensive for drying.

Key words : co-current rotary dyer, specific energy consumption, feed rate, efficiecy


(4)

RINGKASAN

HENDRI SYAH. Kajian Pengering Rotari Tipe Co-current untuk Pengeringan Sawut Ubijalar. Dibawah bimbingan I WAYAN BUDIASTRA, SUROSO, dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.

Pengeringan sawut merupakan salah satu rantai pengolahan tepung ubijalar yang kritis karena proses ini sangat mempengaruhi mutu dan daya guna untuk pengolahan selanjutnya serta penyimpanan. Pengering tipe kontinyu merupakan pengering buatan yang sesuai digunakan untuk kebutuhan industri pengolahan tepung yang menekankan kepada kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi. Dalam kajian ini digunakan pengering rotari tipe co-current sebagai alternatif pengering tipe kotinyu untuk pengeringan sawut ubijalar. Pengering dengan kapasitas yang besar akan banyak menghadapi berbagai masalah seperti kinerja, konsumsi energi, serta biaya yang dikeluarkan untuk pengeringan. Pengunaan model matematik diperlukan untuk menduga distribusi suhu udara, suhu bahan, kadar air dan RH di dalam ruang pengering yang sulit diukur secara langsung.

Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dan menentukan konsumsi energi pengering rotariuntuk pengeringan sawut ubijalar, mengembangkan model matematika pengering rotari dan melakukan simulasi serta menentukan biaya pokok pengeringan sawut ubijalar.

Penelitian ini didahului dengan pengukuran sifat termofisik dari sawut ubijalar sebagai parameter pengeringan. Penentuan kadar air keseimbangan (Me) dan konstanta pengeringan (k) menggunakan pengeringan lapisan tipis sedangkan perhitungannya dipecahkan menggunakan metode non linear least square. Uji kinerja pengering rotari didahului dengan menguji suhu inlet dan ruang pengering tanpa menggunakan kontrol suhu dan tanpa beban. Pengujian selanjutnya adalah mengunakan kontrol suhu yang terbagi dua pengujian yaitu pengujian tanpa beban dan menggunakan beban (pengeringan sawut ubijalar). Pengujian tersebut diiringi dengan pengukuran laju konsumsi bahan bakar, listrik, dan parameter pengeringan lain untuk menghitung konsumsi energi. Pengujian dengan menggunakan kontrol suhu dan beban dibagi menjadi 4 percobaan berdasarkan laju pengumpanan sawut yaitu 3 kg/1 menit, 3 kg/2 menit, 3 kg/3 menit, dan 3 kg/4 menit. Model matematik pengering rotari dibagun dengan acuan keseimbangan massa dan


(5)

energi, persamaan diferensial diselesaikan secara numerik dengan metode beda hingga Euler secara simultan. Biaya pokok pengeringan setiap percobaan didasarkan kepada biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Pada penelitian ini waktu tinggal (waktu pengeringan) semua percobaan adalah sama sebesar 18 menit, dengan hold-up berkisar antara 9-36 kg sawut. Laju pengumpanan sawut ke ruang pengering menyebabkan penurunan suhu di ruang pengering. Semakin besar laju pengumpanan maka semakin besar juga penurunan suhunya dan sebaliknya. Kadar air sawut kering rata-rata yang diperoleh pada percobaan I, II, III, dan IV masing-masing 64.98, 36.23, 19.29, dan 9.01%bk. Semakin kecil laju pengumpanan maka semakin rendah kadar air sawut kering yang dihasilkan.

Konsumsi minyak tanah pada semua percobaan berkisar antara 0.183-0.207 lt/menit, lebih rendah daripada konsumsi minyak tanah tanpa kontrol suhu yaitu sebesar 0.256 lt/menit. Konsumsi energi spesifik merupakan total jumlah energi per jumlah air yang diuapkan selama proses pengeringan, Konsumsi energi terendah dihasilkan dari laju pengumpanan yang tinggi (3 kg/1 menit) sebesar 5.09 MJ/kg H2O. Efisiensi total tertinggi juga dihasilkan dari percobaan dengan laju pengumpanan yang tinggi yaitu 43.91%. Kebalikannya, percobaan dengan laju pengumpanan yang rendah (3 kg/4 menit) memiliki mutu fisik sawut kering yang paling baik dengan kadar air rata-rata 8.26%bb dan nilai L sebesar 82.76.

Model matematik dapat digunakan untuk memprediksi suhu ruang pengering, hal ini terlihat dari nilai Coefficient of Determination (COD) berkisar antara 0.819-0.992. Demikian pula dengan suhu sawut juga dapat diduga profil suhunya, dimana error yang dihasilkan cukup rendah berkisar antara 0.6-1.3 oC. Tetapi, model tidak dapat menduga distribusi kadar air dan RH secara akurat.

Biaya pokok pengeringan yang diperoleh sebesar Rp 1 494/kg sawut basah atau Rp 4 747/kg sawut kering. Ini merupakan biaya pokok pengeringan yang ideal karena sawut yang dihasilkan sudah kering atau kadar airnya rendah.

Kata kunci: pengering rotari tipe co-current, sawut, laju pengumpanan, kinerja, konsumsi energi spesifik, Coefficient of Determination.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

KAJIAN PENGERING ROTARI TIPE

CO-CURRENT

UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBIJALAR

HENDRI SYAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

(9)

Judul Tesis : Kajian Pengering Rotari Tipe Co-Current untuk Pengeringan Sawut Ubijalar

Nama : Hendri Syah NIM : F151050041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Suroso, M.Agr Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof.Dr.Ir.Armansyah H Tambunan Prof.Dr.Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul dari tesis ini ialah “Kajian Pengering Rotari Tipe Co-Current untuk Pengeringan Sawut Ubijalar ”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Suroso, M.Agr dan Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan kontribusi yang sangat berharga terhadap tesis ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Program kemitraan Agro-MachineryIndustrial Interface Unit (AMIn unit) Departemen TEP dan Program RUSNAS Diversifikasi Pangan Departemen ITP IPB yang telah membantu penelitian ini, Bapak Pen Supendi dan Bapak Edi di KUD Jasa Mukti Cibungbulang Bogor, Bapak Harto, Mas Firman, dan Mas Darma di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Departemen TEP IPB atas bantuan dan dukungan tempat dan peralatan penelitian, serta kepada teman-teman seangkatan S2 TEP 2005 dan S2 TPP 2006 atas kebersamaan dan persahabatan.

Ungkapan rasa terima kasih yang mendalam disampaikan kepada ayahanda (Abdullah Y), ibunda tercinta (Sitti Hasanah), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2008


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tapaktuan (Aceh Selatan), 5 April 1977. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Abdullah Y dan Sitti Hasanah.

Pada tahun 1995, penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur USMI dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian dengan beasiswa dari Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Tinggi melalui BPPS.

Penulis bekerja sebagai dosen tetap sejak tahun 2002 di Universitas Syiah Kuala, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... i

DAFTAR TABEL ... ... ii

DAFTAR GAMBAR ... ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... v

DAFTAR SIMBOL ... ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ubijalar ... 4

Mekanisme Pengeringan ... 6

Termofisik Udara Pengering ... 8

Kadar Air Keseimbangan (Me) dan Konstanta Pengeringan (k) ... 9

Pengering Rotari (Rotary Dryer) ... 11

PENDEKATAN TEORI ... 15

Sistem Pengering Rotari ... 15

Kebutuhan Energi dan Efisiensi Pengering Rotari ... 18

Model Fisik Pengering Rotari ... 20

METODOLOGI PENELITIAN ... 23

Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Deskripsi dan Spesifikasi Pengering Rotari ... 23

Metode Penelitian ... 27

Simulasi Model dan Validasi ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Sifat Termofisik ... 35

Suhu dan RH Lingkungan ... 41

Performansi Pengering Rotari ... 43

Kebutuhan Energi Pengering Rotari ... 59

Mutu Pengeringan ... 64

Validasi Model ... 65

Biaya Pokok Pengeringan ... 73

SIMPULAN DAN SARAN ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sifat fisik ubijalar berdasarkan varietas (Hilman 2005) ... 5

2. Mutu Ubijalar (SNI 01- 4493-1998) ... 5

3. Perbandingan antara pengering rotari dengan pengering pesaingnya (Mujumdar dan Devastin 2001) ... 13

4. Spesifikasi silinder dan flight ... 24

5. Bagian dan spesifikasi dari penukar panas ... 26

6. Perlakuan pengumpanan bahan ... 31

7. Neraca massa ubijalar pra pengeringan ... 37

8. Nilai Me, k, dan faktor bentuk (A) hasil perhitungan ... 39

9. Laju aliran massa udara pada burner ... 44

10.Efisiensi tungku ... 44

11.Analisis dan kinerja penukar panas ... 46

12.Perhitungan penurunan tekanan pada penukar panas... 47

13.Waktu operasi pengeringan dan waktu tinggal ... 57

14.Laju aliran massa rata-rata uap air dan padatan ... 59

15.Konsumsi minyak tanah ... 60

16.Pemanfatan energi untuk pengeringan sawut ubijalar ... 61

17.Konsumsi energi dan efisiensi pengering rotari ... 63

18.Mutu fisik sawut kering ... 64

19.Berat sawut kering dan susut ... 64

20.Faktor koreksi yang digunakan pada model ... 71


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ubijalar (Ipomoea batatas L.) ... 4

2. Diagram alir pengolahan ubijalar (Widowati et al. 2000) ... 6

3. Kurva karakteristik pengeringan ... 7

4. Proses pengeringan dalam grafik psikrometrik ... 8

5. Aliran bahan dan udara pada pengering rotari tipe co-current (Barr-Rosin 1996) ... 12

6. Perubahan suhu udara dan bahan pada pengering rotari tipe co-current (Barr-Rossin 1996) ... 12

7. Sistem pengering rotari ... 15

8. Susunan pipa penukar panas (Staggered arrangement) ... 18

9. Grafik faktor f dan x (Zukauskas 1985 dalam Cengel 2003) ... 18

10.Model fisik pengering rotari... 20

11.Volume Kendali ... 20

12.Silinder (a) dan Flight (b) ... 24

13.Motor penggerak (a) dan burner pada tungku (b) ... 25

14.Penukar panas (a) dan kipas (b) ... 27

15.Diagram alir pengeringan lapisan tipis sawut ubijalar ... 28

16.Algoritma perhitungan A, k, dan Me (Abdullah et al. 2007) ... 29

17.Proses penyawutan (a) dan penirisan (b) ... 30

18.Diagram alir proses pengeringan sawut ubijalar ... 31

19.Pengukuran suhu: (a) sawut, (b) ruang pengering, dan (c) pembakaran ... 33

20.Densitas curah sawut ubijalar... 36

21.Penurunan kadar air sawut ubijalar pada pengeringan lapisan tipis ... 39

22.Hubungan antara suhu absolut dengan konstanta pengeringan ... 40

23.Suhu dan RH lingkungan setiap percobaan: (a) percobaan I, (b) percobaan II, (c) percobaan III dan (d) percobaan IV ... 42

24.Suhu, RH dan H rata-rata lingkungan selama proses pengeringan ... 43

25.Suhu pembakaran dalam tungku ... 45

26.Suhu inlet tanpa kontrol suhu ... 49

27.Suhu ruang pengering tanpa kontrol suhu ... 50

28.Suhu rata-rata sepanjang silinder (tanpa kontrol) ... 51

29.Suhu inlet dan ruang pengering dengan kontrol suhu dan tanpa beban ... 52

30.Suhu rata-rata sepanjang silinder (kontrol suhu dan tanpa beban) ... 53

31.Profil suhu ruang pengering pada pengumpanan 3 kg/2 menit ... 54

32.Profil suhu ruang pengering pada pengumpanan 3 kg/4 menit ... 55

33.Kadar air awal dan akhir sawut ... 58

34.Konsumsi energi spesifik ... 62

35.Suhu ruang pengering (model dan pengukuran) pada pengumpanan 3 kg/1 menit ... 66

36.Suhu ruang pengering (model dan pengukuran) pada pengumpanan 3 kg/2 menit ... 66

37.Suhu ruang pengering (model dan pengukuran) pada pengumpanan 3 kg/3 menit ... 67


(15)

38.Suhu ruang pengering (model dan pengukuran) pada pengumpanan

3 kg/4 menit ... 67 39.Pengukuan suhu sawut pada bagian outlet a) laju pengumpanan 3 kg/3

menit dan b) laju pengumpanan 3 kg/4 menit ... 69 40.Suhu sawut hasil simulasi ... 69 41.Hasil simulasi penurunan kadar air setiap pengumpanan (faktor koreksi) ... 72 42.Biaya pokok pengeringan sawut ubijalar ... 75


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar pengering rotari tipe co-current ... 81

2. Penukar panas (Heat Exchanger) ... 82

3. Mesin penyawut mekanis ... 83

4. Data warna umbi ubijalar ... 84

5. Data hasil pengukuran penurunan kadar air pada pengeringan lapisan tipis sawut ubijalar ... 85

6. Sifat termofisik udara lingkungan tiap percobaan ... 86

7. Suhu pembakaran di dalam tungku ... 87

8. Perhitungan penurunan tekanan ... 89

9. Suhu inlet dan ruang pengering dengan kontrol suhu dan tanpa beban (pengujian I) ... 91

10.Grafik suhu ruang pengering pada pengumpanan 3 kg/1 menit (a) dan Pengumpanan 3 kg/3 menit (b) ... 93

11.Fluktuasi RH pada outlet ... 94

12.Grafik kecepatan udara dalam ruang pengering ... 95

13.Hasil pengukuran kadar air umbi dan sawut ubijalar ... 96

14.Data warna sawut kering ... 97

15.Tampilan hasil simulasi ... 98


(17)

DAFTAR SIMBOL

Simbol

A Luas permukaan panas (m2) AL Luas penampang saluran (m2) Cpu Panas spesifik udara (kJkg-1 oC-1) Cpp Panas spesifik sawut (kJkg-1 oC-1) Cpl Panas spesifik uap air (kJkg-1 oC-1) Cpw Panas spesifik air (kJkg-1 oC-1) c1 dan c2 Konstanta pada persamaan Arhenius. D Diameter saluran (m)

f Faktor gesekan

Gu Debit udara (m3/s)

hf Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg) hfg Panas laten penguapan air (kJ/kg)

hcv Koefisien perpidahan panas volumetrik (W/oCm3) H Kelembaban mutlak (kg H20)/kg udara kering) k Konstanta pengeringan (s-1)

L Panjang silinder (m) Lu Panas laten uap air (kJ/kg) Lp Panas laten produk (kJ/kg)

LMTD Logarithmic Mean temperature Difference muap Massa uap air (kg H2O)

Me Kadar air keseimbangan (%bk) M Kadar air bahan (%bk)

m Kadar air bahan (%bb)

NL Jumlah tube dalam shell secara tranversal (unit) N Jumlah tube pada penukar panas

n Parameter pengeringan pada persamaan Page P Tekanan udara (Pa)

Pv Tekanan uap air (Pa) Ps Tekanan uap air jenuh (Pa)

Qu Panas untuk menguapkan air pada produk (J) Qp Panas untuk memanaskan produk (J)

Qd Panas untuk pengeringan (J) Qt Panas total (J)

Qm Energi mekanik (J) Q Laju aliran udara (m3/s m2) Re Bilangan reynold

ST Jarak antar tube pada penukar panas (m)

S1,2,..n Volume kendali pada model fisik pengering rotari Tu Suhu udara pengering (oC)

Tp Suhu sawut (oC) Ts Suhu pembakaran (oC) Ta Suhu lingkungan (oC) tr Waktu tinggal (s)


(18)

U Koefisien perpindahan panas konveksi menyeluruh (W/oCm2) ΔP Penurunan tekanan (Pa)

ρu Kerapatan udara (kg/m3) ε Faktor kekasaran pipa (mm) υ Kecepatan udara (m/s)

u m

Laju aliran massa udara (kg/s)

uk m

Laju aliran massa udara kering (kg/s)

p m

Laju aliran massa produk (kg/s)

pd m

Laju aliran massa padatan (kg/s)

f

m


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketergantungan terigu sebagai sumber karbohidrat non beras dan bahan baku produk pangan olahan oleh masyarakat dan industri pangan cukup tinggi. Hal ini sangat rawan karena jumlah penduduk Indonesia terus meningkat, sedangkan gandum sebagai bahan baku terigu merupakan komoditas impor yang hampir tidak diproduksi di dalam negeri. Harga jual tepung terigu mengikuti harga jual gandum di pasar internasional yang sangat berfluktuatif. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) mencatat pertengahan Mei 2006, harga gandum dunia mencapai angka tertinggi dalam 4 tahun terakhir sebesar US$ 201 per ton. Naiknya harga dan ketergantungan terhadap impor merupakan ancaman bagi ketahanan pangan nasional. Diversifikasi pangan yang berbasis pada potensi lokal dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu.

Ubijalar merupakan salah satu produk pangan lokal yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan sebagai produk diversifikasi pangan. Kelebihan ubijalar adalah memiliki kandungan karbohidrat dan kalsium cukup tinggi, umur panen relatif pendek 3-4 bulan serta produktifitas 10-30 ton/hektar. Di Indonesia ubijalar termasuk palawija terpenting ke-3 setelah jagung dan singkong (Widowati

et al. 2002). Ubijalar juga dapat diolah menjadi beranekaragam produk dan bahan baku industri seperti pati, tepung, saos dan alkohol. Menurut Sarwono (2005), subtitusi terigu dengan tepung ubijalar pada industri makanan olahan akan mengurangi penggunaan terigu 1.4 juta ton per tahun, disamping dapat menghemat penggunaan gula hingga 20%.

Permintaan ubijalar dari sektor industri mengalami pertumbuhan positif sebesar 30.4% per tahun. Meningkatnya permintaan tersebut, mengindikasikan bahwa permintaan ubijalar untuk industri pengolahan semakin meningkat, sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya industri olahan. (Hafsah 2004). Ironisnya, produksi ubijalar di Indonesia belum mengembirakan, dimana produksinya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari BPS (2007), produksi ubijalar pada tahun 2004 tercatat sebesar 1 901 802 ton menurun


(20)

menjadi 1 856 969 ton pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penurunan produksi ubijalar relatif kecil dengan produksi sebesar 1 854 238 ton.

Salah satu rantai pengolahan tepung ubijalar yang kritis adalah pengeringan. Hal ini dikarenakan proses pengeringan sangat mempengaruhi mutu dan daya guna untuk pengolahan selanjutnya serta penyimpanan. Oleh karena itu dibutuhkan metode pengeringan sawut ubijalar yang sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi.

Pengeringan sawut ubijalar dengan penjemuran memiliki banyak kendala walaupun biaya operasionalnya cukup murah. Kendala yang dihadapi adalah cuaca yang berubah setiap waktu sehingga menyebabkan suhu dan kelembaban relatif (RH) udara berfluktuatif. Kendala yang lain adalah dibutuhkan lahan yang luas, proses pengadukan, serta bahan terkontaminasi dengan debu. Pengeringan sawut dengan pengering buatan tipe batch seperti tray dryer, ERK (efek rumah kaca) dan sebagainya dirasa tidak sesuai lagi untuk bahan baku industri tepung karena kapasitas pengering yang terbatas walaupun mutu sawut kering dapat dijaga. Alternatif pengering buatan yang cocok untuk proses pengeringan sawut ubijalar adalah pengering tipe kontinyu.

Pengering rotari (Rotary dryer) merupakan salah satu pengering tipe kontinyu. Menurut Mujumdar (2001), pengering rotari adalah pengering kontak langsung yang beroperasi secara kontinyu dan terdiri dari cangkang silinder yang berputar perlahan serta biasanya dimiringkan beberapa derajat dari bidang horizontal untuk membantu perpindahan umpan basah yang dimasukan pada ujung atas silinder. Dalam perkembangannya, penggunaan pengering rotari tidak hanya digunakan untuk mengeringkan bahan mineral dan limbah tapi juga digunakan untuk mengeringkan bahan pertanian. Alvarez dan Shene (1994) melakukan penelitian tentang kajian eksperimental residence time pada sebuah pengering rotari, dimana bahan yang digunakan untuk pengeringan adalah tepung ikan, tepung kedelai, serbuk gergaji dan pasir. Variabel yang diukur adalah kecepatan rotasi dan laju pengumpanan bahan.

Pengering rotari merupakan pengering berkapasitas besar. Masalah yang akan timbul pada pengering dengan kapasitas besar adalah kinerja pengering serta konsumsi energi yang besar, serta biaya pengeringan yang dikeluarkan juga lebih


(21)

besar. Untuk itu diperlukan pengujian dan perhitungan biaya pokok pengeringan agar masalah yang akan dihadapi dapat ditangani.

Penyusunan model dan simulasi merupakan bagian penting dalam mendesain proses. Pemodelan yang dimaksudkan untuk meniru suatu sistem sebenarnya dalam bentuk hubungan matematis (Stoecker 1971). Pengembangan model matematis untuk menerangkan proses pengeringan merupakan topik yang telah banyak diteliti selama beberapa dekade. Sekarang ini, lebih banyak model pengeringan tersedia yang terdiri dari kira-kira tiga aspek utama dari sebuah model yaitu sifat termofisik, kinetika pengeringan, dan keseimbangan massa dan energi. Model pengeringan keseluruhan terdiri dari keseimbangan massa dan energi di dalam pengering yang dikombinasikan dengan model kinetika pengering dan termofisik yang cocok (Kouris et al. 1996). Distribusi suhu udara, bahan, kadar air dan RH di dalam pengering rotari sulit diukur secara langsung, maka diperlukan model matematis untuk menduganya.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi kinerja dan menentukan konsumsi energi pengering rotariuntuk pengeringan sawut ubijalar.

2. Mengembangkan model matematika pengering rotari dan melakukan simulasi pengeringan sawut ubijalar.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ubijalar (Ipomoea batatas L.)

Ubijalar merupakan salah satu komoditas utama yang mempunyai daya adaptasi yang luas, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di seluruh nusantara. Komoditas ini merupakan tanaman umbi-umbian penting ke-2 setelah ubikayu yang mempunyai manfaat beragam (Hafsah 2004). Menurut Sarwono (2005), ubijalar dapat dibudidayakan di berbagai tempat, baik di dataran rendah (0 m dpl) maupun di dataran tinggi (1700 m dpl). Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubijalar yaitu daerah yang bersuhu 21-27 oC, kelembaban udara 50-60%, mendapatkan sinar matahari 11-12 jam per hari, dan curah hujan 750-1500 mm per tahun. Klasifikasi lengkap taksonomi tanaman ubijalar adalah sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Tubiflorae Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Species : Ipomoea batatas L.

Gambar 1. Ubijalar (Ipomoea batatas L.)

Ubijalar dapat dipanen jika umbi sudah tua dan besar, secara fisik ubijalar siap dipanen apabila daun dan batang mulai menguning. Di dataran rendah, ubijalar umumnya dipanen pada umur 3.5-5 bulan. Sedangkan di dataran tinggi


(23)

ubijalar dipanen pada umur 5-8 bulan (Hilman 2005). Ubijalar yang siap dipanen dan ubijalar setelah dibersihkan dapat dilihat pada Gambar 1.

Sifat fisik ubijalar seperti bentuk, warna kulit dan daging, kandungan bahan kering serta kandungan pati bervariasi setiap varietas. Sifat fisik ubijalar berdasarkan varietas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik ubijalar berdasarkan varietas (Hilman 2005)

Varietas Bentuk umbi

Warna Kandungan (%)

Kulit Daging Padatan

kering Pati

Sari bulat telur merah kuning 28 32

Sukuh elip membulat kuning putih 35 31

Boko elip memanjang merah krem 32 32

Jago bulat putih kuning muda 33 31

Kidal bulat merah kuning tua 31 32.85

Menurut Badan Standardisasi Nasional (1998), Mutu ubijalar dapat dilihat dari keseragaman bentuk dan berat umbi. Keseragaman bentuk umbi adalah keseragaman ratio panjang (P)/lebar (L) dari ubijalar, seperti bulat (P/L berkisar 1-1.5), elip (P/L berkisar 1.6-2.0), panjang (P/L > 2.0) sesuai dengan varietasnya. Keseragaman berat umbi adalah keseragaman sesuai dengan tiga macam penggolongan berat yaitu: golongan A (berat > 200 gram per umbi), golongan B (berat 100-200 gram per umbi), dan golongan C (berat < 100 gram per umbi), toleransi di atas dan di bawah ukuran berat masing-masing 5% (biji) maksimum.

Mutu ubijalar dapat digolongkan menjadi 3 golongan mutu berdasarkan komponen mutu. Penggolongan mutu ubijalar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Mutu Ubijalar (SNI 01-4493-1998)

No Komponen Mutu Mutu

I II III

1 Berat umbi (gram/umbi) > 200 100-200 75-100

2 Umbi cacat (per 50 biji) maks tidak ada 3 biji 5 biji

3 Kadar air (% bb min) 65 60 60

4 Kadar serat (% bb maks) 2 2.5 > 3.0

5 Kadar pati (%bb min) 30 25 25

Pengolahan ubijalar segar menjadi produk setengah jadi sangat penting guna pengamanan ubijalar segar yang tidak tahan disimpan. Widowati et al. (2002) menyebutkan proses pembuatan ubijalar menjadi tepung didahului oleh proses


(24)

pengupasan dan pencucian, kemudian ubijalar disawut atau dirajang tipis. Sawut basah direndam dalam sodium bisulfit 0.3% selama ± 1 jam lalu dipress, diremahkan, dan kemudian dikeringkan sampai kadar air 12-14%. Sawut ubijalar kering dapat langsung ditepungkan atau disimpan pada kemasan yang kedap udara. Agar lebih efisien, penepungan dilakukan dua tahap yaitu penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan penggilingan/penepungan dengan saringan lebih halus (80 mesh). Diagram alir pengolahan ubijalar menjadi tepung dan pati dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pengolahan ubijalar (Harnowo et al. 1994)

Mekanisme Pengeringan

Menurut Mujumdar dan Devastin (2001), pengeringan adalah operasi yang rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa secara transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau mekanisme perpindahan panas dan massa. Pergerakan air di dalam padatan dapat terjadi melalui salah satu atau lebih dari mekanisme pindah massa berikut; 1) Difusi cairan, jika padatan basah berada pada suhu di bawah titik didih cairan tersebut, 2) Difusi uap, jika cairan tersebut


(25)

menguap dalam bahan, 3) Difusi Knudsen, jika pengeringan berlangsung pada suhu dan tekanan sangat rendah, misal pada pengeringan beku, 4) Difusi permukaan (mungkin terjadi, meskipun belum terbukti), 5) Beda tekanan hidrostatik, jika laju penguapan internal melampaui laju pergerakan uap melalui padatan ke lingkungan sekitar, 6) Kombinasi dari mekanisme di atas.

Pengeringan lapisan tipis merupakan pengeringan yang seluruh bahan terkena udara pengering. Proses pengeringan lapisan tipis dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun (Henderson et al. 1997). Grafik laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik laju pengeringan

Periode laju pengeringan tetap ditandai oleh kecepatan pengeringan yang tidak tergantung pada bahan. Selama periode ini, permukaan bahan begitu basah sehingga seluruh permukaan ditutupi oleh film air yang kontinyu (Sagara 1990). Pengurangan kadar air yang signifikan akan terjadi pada laju pengeringan konstan dan pada temperatur yang tetap. Dalam kebanyakan situasi, laju pengeringan konstan akan berhenti pada kadar air kritis (Heldman & Singh 1993). Laju pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu pergerakan air di dalam bahan ke permukaan dan pengeluaran air dari permukaan (Henderson et al. 1997). Menurut Sharma et al. (2000), produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan menurun pertama terjadi pada kondisi dimana seluruh permukaan film sudah diuapkan semua dan laju


(26)

pengeringan dikendalikan oleh laju pergerakan air melewati padatan. Periode laju pengeringan menurun kedua menjelaskan kondisi dimana laju pengeringan sebagian besar dikendalikan oleh pergerakan air di dalam padatan dan bebas dari kondisi luar dari padatan. Pergerakan air dapat terjadi oleh kombinasi dari faktor-faktor seperti difusi cairan, pergerakan kapiler, dan difusi uap.

Psikrometri Udara Pengering

Udara pada atmosfir normal merupakan campuran udara kering dan uap air. Sifat-sifat fisik dan panas udara atmosfir disajikan dengan sebuah grafik yaitu psikrometrik (Henderson & Perry 1976). Proses pengeringan di dalam grafik psikrometrik dapat dilihat pada Gambar 4. Parameter yang digunakan pada proses pengeringan adalah suhu bola kering, suhu bola basah, kelembaban relatif, kelembaban absolut, volume spesifik, dan entalpi.

Gambar 4. Proses pengeringan dalam grafik psikrometrik

Proses pemanasan udara menyebabkan peningkatan suhu udara, selama proses pemanasan berlangsung tidak ada perubahan pada kelembaban mutlak (H). Menurut Heldman dan Singh (1993), selama proses adiabatik, suhu bola kering menurun dan entalpi tetap konstan. Udara pengering memperoleh uap air dari produk sehingga kelembaban mutlak meningkat.


(27)

Kelembaban mutlak didefinisikan sebagai massa uap air per massa udara kering. Persamaannya (Singh & Heldman 1993) :

v v P P P H

=0.622 ...1)

Dimana Pv didefinisikan secara empiris (ASAE 1994)

2 4 3 2 ln GT FT ET DT CT BT A R Pv − + + + + = ...2) Dimana ; R = 22105649.25, A = -27405.526, B = 97.5413, C = -0.146244, D = 0.12558 x 10-3, E = -0.48502 x 10-7, F = 4.34903, G = 0.39381 x 10-2

Kadar air keseimbangan (Me) dan Konstanta Pengeringan (k)

Menurut Somantri (2003), kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan yang seimbang dengan kandungan uap air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu).

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kadar air keseimbangan adalah kecepatan udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara, dan kematangan bahan. Kadar air keseimbangan dibedakan menjadi dua yaitu kadar air keseimbangan dinamis dan kadar keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam. Sedangkan, kadar air keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan/atau udara pengering dalam keadaan bergerak (Hall 1957).

Persamaan Lewis (Lewis 1921 dalam Tan et al. 2001) digunakan untuk menerangkan laju pengeringan pada bahan solid :

) (

exp kt

MR= − ...3)

) ( ) ( 0 e e M M M M MR − − = ...4)

Modifikasi persamaan Page (Page 1949; Overhults et al. 1973) dalam Tan et al. (2001) diperoleh persamaan berikut :


(28)

n kt

MR =exp(− ) ...5) Henderson dan Perry (1976), menyatakan bahwa nilai k hanya dipengraruhi oleh suhu udara pengering. Penentuan nilai k dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan suhu bahan terhadap waktu dan suhu udara pengering adalah eksponensial. Untuk menduga nilai k, model yang digunakan mengikuti persamaan Arhenius :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = T c c

k 1exp 2 ………...…....……..6)

Tan et al. (2001) melakukan penelitian pengeringan lapisan tipis (thin-layer drying) untuk chips dan sawut ubijalar, dimana hanya dua parameter yang digunakan sebagai parameter percobaan yaitu temperatur dan laju aliran udara. Persamaan yang digunakan adalah modifikasi persamaan Page.

Hasil dari analisis regresi diperoleh: Chips ubijalar: 2 0000156 . 0 000088 . 0 001404 .

0 T QT

k=− + + ...7)

2 2 0000554 . 0 036700 . 6 004342 . 0 178382 .

1 T Q T

n= − − + ...8)

Sawut ubijalar: 2 2 2 000541 . 0 017321 . 0 000331 .

0 Q T Q T

k= + + ...9)

2 2 2 2 0040356 . 0 487037 . 0 580319 . 4 210810 .

1 Q Q T Q T

n= + − + ...10)

Persamaan 6) sampai 9) diaplikasikan pada temperatur 33-70 oC dan laju aliran udara antara 0.08-0.145 m3/(s.m2). Nilai k dan n untuk chips ubijalar dan nilai k untuk sawut ubijalar dipengaruhi oleh temperatur dan laju aliran udara.


(29)

Pengering Rotari (Rotary Dryer)

Definisi dan Prinsip Kerja

Pengering rotari merupakan tipe pengering industrial yang umum digunakan. Pengering rotari biasanya terdiri dari sebuah silinder baja (tromel) yang agak dimiringkan, dan memiliki diameter 0.3-5 m dan panjang 5-90 m. Bahan diumpankan dari bagian silinder yang paling tinggi dan bahan bergerak sepanjang silinder ke ujung lainnya. Pengering rotari ada dua fungsi yaitu pengangkutan bahan dan pengeringan (Jover & Alastruey 2006)

Pengering rotari secara umum menggunakan flight sepanjang silinder untuk mengangkat dan membuat bahan tercurah pada bagian pengering. Desain flight

yang baik penting untuk meningkatkan kontak gas dan bahan, hal ini dibutuhkan untuk pengeringan yang cepat dan seragam (Revol et al. 2001). Menurut Mujumdar dan Devahastin (2001), bahwa bagian-bagian internal khusus sering dibutuhkan bagi bahan yang cenderung membentuk gumpalan besar dan harus dipecahkan untuk menghindari masalah pada tahap akhir pengeringan. Bahan diangkat ke bagian atas drum oleh pengangkat dan mencurahkannya seperti air terjun. Proses pindah panas dan massa terutama berlangsung selama pengangkutan partikel dari atas ke bawah secara gravitasi di dalam drum.

Menurut Kelly (1995), proses-proses yang terjadi di dalam pengering rotari meliputi gerakan atau perpindahan partikel, perpindahan panas dari udara panas ke partikel dan perpindahan massa uap air dari dalam partikel ke permukaan yang kemudian ke udara panas di dalam silinder.

Pengering Rotari Tipe Co-Current

Berdasarkan aliran bahan dan udara pengering, pengering rotari dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu rotary dryer co-current (aliran bahan searah dengan udara pengering) dan Rotary dryer counter-current (aliran bahan berlawanan arah dengan udara pengering). Pengering rotari tipe co-current banyak digunakan secara luas dan khusus untuk mengeringkan bahan yang mengandung kadar air yang tinggi serta sensitif terhadap panas dan memiliki kecendrungan lengket. Ilustrasi aliran bahan dan udara pengering dapat dilihat pada Gambar 5.


(30)

Gambar 5. Aliran bahan dan udara pada pengering rotari tipe co-current (Barr-Rosin 1996)

Suhu

Waktu

Gambar 6. Perubahan suhu udara dan bahan pada pengering rotari tipe co-current (Barr-Rosin 1996)

Bahan basah kontak dengan udara yang suhunya tertinggi, kemudian menguapkan dengan cepat kadar air bebas pada bahan. Laju perpindahan panas awal yang tinggi (cepat) menyebabkan penurunan suhu udara pengering dengan segera. Penurunan suhu udara pengering dapat mencegah pemanasan yang berlebihan pada bahan dan silinder pengering, hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Produk akhir kontak dengan udara yang suhunya sangat rendah, hal ini memungkinkan kadar air dikontrol dengan mudah. Pengering rotari tipe co-current cocok digunakan untuk mengeringkan pupuk, pulp bit gula, batu bara/arang, posphat, pakan ternak dan lumpur (Barr-Rosin 1996).

Kinerja Pengering Rotari

Perbandingan kinerja pegering rotari dengan pengering lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Suhu udara Suhu produk


(31)

Tabel 3. Perbandingan antara pengering rotari dengan pengering pesaingnya (Mujumdar & Devastin 2001)

Kriteria Rotary Dryer Flash Konveyor Fluidisasi

Ukuran partikel Kisaran besar Partikel halus 50 µm-10 mm 100-2000 µm Distribusi ukuran

partikel Fleksibel

Distribusi

ukuran terbatas Fleksibel

Distribusi ukuran terbatas Waktu

pengeringan

Mencapai 60

menit 10-30 detik

Mencapai 120 menit

Mencapai 60 menit

Luas lantai Besar Panjang besar Besar Kecil

Kebutuhan daya Tinggi Rendah Rendah Sedang

Pemeliharaan Tinggi Sedang Sedang Sedang

Efsiensi energi Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Kemudahan

pengendalian Rendah Sedang Tinggi Tinggi

Kapasitas Tinggi Sedang Sedang Sedang

Efisiensi termal pengering rotari berkisar antara 30-60%. Untuk efisiensi yang baik, penampung bahan (10-15% volume) harus sedemikian rupa sehingga menutupi pengambang dan pengangkat secara penuh. Pengangkat harus dirancang dengan baik untuk mendapatkan aksi cascade yang baik dan mencegah gumpalan bahan yang besar jatuh dari pengambang. Perbandingan panjang terhadap diameter antara 4 sampai 10 umum digunakan di industri (Mujumdar & Devahastin 2001).

Residence Time (Waktu Tinggal) dan Hold-Up

Menurut Jover dan Alastruey (2006), waktu tinggal merupakan sebuah akibat dari pengangkutan bahan sepanjang pengering dan waktu tinggal tergantung dari beberapa mekanisme yaitu tingginya bahan pada pengering (melintang), pergerakan bahan karena aliran udara, bahan meluncur pada dinding pengering atau bahan yang terkumpul pada bagian bawah pengering dan terakhir, pergerakan bahan karena tabrakan antar bahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tinggal (Liu & Specht 2006) yaitu: (1) dimensi dari silinder: diameter dan panjang, (2) operasional pengering rotari: laju pengumpanan, kecepatan putar, dan kemiringan dari silinder (3) sifat bahan:


(32)

pengering atau laju bahan keluar dari silinder. Kecepatan putar silinder memiliki pengaruh yang nyata terhadap waktu tinggal daripada laju pengumpanan, peningkatan rpm silinder dari 1 rpm menjadi 2.5 rpm menyebabkan waktu tinggal menurun dengan cepat sebesar 64% dari 50 menit menjadi 18 menit. Sebaliknya, waktu tinggal menunjukan hanya sedikit peningkatan dengan laju aliran massa. Sebagai contoh, pada kecepatan putar silinder 2.5 rpm perbedaan waktu tinggal kurang dari 7% pada setiap laju aliran masa (60-150 kg/jam).

Hold-up atau jumlah bahan di dalam ruang pengering mempunyai pengaruh yang besar pada operasi pengeringan. Hold-up yang rendah akan mengurangi laju produksi tetapi hold-up yang terlalu banyak akan menyebabkan bahan berlalu di bagian bawah silinder sehingga kadar air yang diinginkan tidak akan tercapai (Yliniemi 1999). Menurut Jover dan Alastruey (2006), kuantitas bahan yang optimum di dalam ruang pengering sebesar 3-7% dari total volume silinder pengering.

Dalam menganalisa operasi dari pengering rotari komersial, jumlah bahan dalam silinder selama keadaan steady state yang dikenal hold-up merupakan parameter penting, persamaan hold-up (Kelly 1995) :

(

Waktutinggal

)

x(Lajupengumpanan)

up

Hold− = ...11)

Peningkatan laju pengumpanan menyebabkan peningkatan hold-up ketika kecepatan rotasi dijaga konstan, jika kecepatan rotasi ditingkatkan dan laju pengumpanan dijaga konstan maka bahan dapat diangkut lebih cepat keluar dari silinder dan hold-up mejadi lebih rendah.

Liu dan Specht (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara laju pengumpanan dan kecepatan rotasi terhadap hold-up. Sebuah variabel baru didefinisikan sebagai massa pengumpanan per jumlah rotasi silinder. Persamaan linear hubungan antara diperoleh yaitu :

2 . 6 tan

56 ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ = −

rotasi Kecepa

n pengumpana Massa

up


(33)

PENDEKATAN TEORITIS

Sistem Pengering Rotari

Sistem pengering rotari dapat dibagi menjadi 4 subsistem yaitu tungku, penukar panas, kipas, dan ruang pengering. Energi panas yang dihasilkan pada pengering berasal dari pembakaran minyak tanah di dalam tungku. Udara panas yang dihasilkan, kemudian masuk ke tube-tube penukar panas. Udara lingkungan ditarik oleh kipas dan ditiup masuk ke penukar panas, pada bagian ini terjadi perpindahan panas karena udara lingkungan melewati tube-tube yang telah dipanaskan oleh udara panas dari tungku. Udara panas yang dihasilkan dari penukar panas bergerak menuju silinder (ruang pengering). Udara panas ini digunakan untuk menguapkan sebagian kadar air pada bahan basah yang diumpankan secara kontinyu ke dalam silinder, selain proses pengeringan juga terjadi proses pengangkutan bahan dari feeder ke outlet bahan. Selama proses pegangkutan, bahan mengalami proses cascading akibat dari perputaran silinder, proses ini bertujuan untuk memperbesar kontak bahan dengan udara pengering. Akhirnya, bahan kering dikeluarkan dari silinder bersamaan dengan udara lembab. Diagram sistem pengering rotari dapat dilihat pada Gambar 7.


(34)

Energi panas yang digunakan untuk proses pengeringan dihasilkan dari pembakaran minyak tanah di dalam tungku. Jumlah panas yang dihasilkan dari udara lingkungan yang masuk ke dalam tungku dihitung dengan persamaan 13).

(

s a

)

u u

s m Cp T T

Q = −

...13 )

Energi yang dihasilkan dari proses pembakaran minyak tanah adalah

f f

f m h

Q

= ...14 )

Laju aliran massa udara yang masuk ke dalam tungku diperoleh dari kecepatan rata-rata aliran udara yang dihasilkan blower pada burner, dan luas penampang bukaan udara. Laju aliran massa udara dihitung dengan rumus ;

u u

u xG

m

...15 )

Transfer energi sebanyak mungkin dari penukar panas dapat dilakukan dengan memperbanyak laluan dari salah satu atau kedua fluida. Konfigurasi yang sangat populer digunakan pada penukar panas adalah susunan selubung dan pipa (shell and tube). Penambahan penghalang (baffle) pada penukar panas dapat juga memperbesar perpindahan panas antar fluida.

Perpindahan panas untuk berbagai tipe penukar panas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Holdman, 1986) :

LMTD A

U

QHE = × L× ...16) Pada kondisi steady state, dengan mengabaikan kehilangan panas disepanjang aliran yang dilaluinya, maka panas yang dipindahkan dari udara hasil pembakaran (Qs) sama dengan udara panas yang diterima oleh udara pengering (Qd).

Jumlah akumulasi panas sama dengan nol pada kondisi tunak, maka jumlah panas masuk sama dengan jumlah panas keluar

(

u a

)

u u d

s Q m Cp T T

Q = = × × −


(35)

Logarithmic Mean temperature Difference (LMTD) merupakan pendekatan untuk menentukan nilai perbedaan suhu antara dua fluida dalam alat penukar panas keseluruhan. LMTD dapat dihitung dengan persamaan 18.

(

) (

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − − − = a c u s a c u s T T T T T T T T LMTD ln ...18)

Untuk menentukan laju perpindahan panas yang tidak menyangkut suhu keluar yang manapun digunakan nilai efektifitas penukar panas. Keefektifan penukar panas adalah perbandingan laju perpindahan panas yang sebenarnya dalam penukar panas terhadap laju pertukaran panas yang mungkin terjadi (Kreith, 1973). terjadi mungkin yang panas pindah laju sebenarnya panas pindah laju s

Efektivnes =ε = ...19)

Laju pindah panas sebenarnya = Cmin (Tu – Ta)...20) Laju pindah panas yang mungkin terjadi = Cmin (Ts – Ta)...21) Nilai efektifitas penukar panas untuk aliran berlawanan dapat dihitung dengan persamaan (Holman, 1986):

(

)

(

(

(

(

(

(

)

)

12

)

)

)

)

1

2 2 1 2 2 1 2 1 exp 1 1 exp 1 1 1 2 − ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ + − − + − + × + + + = C NTU C NTU C C ε ………..……..22) min C A U

NTU = × ………..…...23)

max min max min ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × = = pu u pu u C m C m C C C ………..…24)

NTU (number of heat transfer units) adalah jumlah satuan perpindahan panas yang merupakan tolak ukur perpindahan panas suatu penukar panas. Harga NTU semakin besar maka penukar panas mendekati batas termodinamikanya (Kreith, 1973).

Penurunan tekanan pada penukar panas merupakan perbedaan antara tekanan pada inlet dan outlet dari kumpulan pipa (tube bank). Persamaan penurunan tekanan pada penukar panas sebagai berikut :


(36)

2

2

mak L f x N

P= ρν

Δ ...25)

ν ν

D S

S T

T

mak = ...26)

Gambar 8. Susunan pipa penukar panas (staggered arrangement)

Penentuan nilai faktor gesekan f dan faktor x untuk kumpulan pipa dengan penyusunan bersilangan (staggered arrangement) dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik faktor f dan x (Zukauskas, 1985 dalam Cengel, 2003)

Kebutuhan Energi dan Efisiensi Pengering Rotari

Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar di tungku digunakan untuk memanaskan udara yang selanjutnya digunakan untuk memanaskan produk dan menguapkan air pada produk. Jumlah panas untuk menaikkan suhu produk adalah sebagai berikut


(37)

) ( u p p

p

p m Cp T T

Q = × × −

……….……….27) Dimana panas jenis produk (Cpp) dihitung dengan menggunakan persamaan

Siebel (1892) dalam Heldman dan Singh (1980). ) ( 034 . 0 837 . 0 m

Cpp = + ………...….…...28)

Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air pada produk dapat menggunakan persamaan 29).

fg u

u

m

h

Q

=

×

………..……….…29) Energi yang digunakan untuk pengeringan produk adalah :

u p

d Q Q

Q = + ……….….30)

Energi total (Qt) merupakan keseluruhan energi yang digunakan pada proses pengeringan, energi yang masuk ke dalam sistem adalah energi pembakaran bahan bakar dan energi listrik. Konsumsi energi total yang digunakan untuk menguapkan air disebut dengan konsumsi energi spesifik (KES)

uap t m

Q

KES = ……….………...……31)

Konsumsi energi panas yang digunakan untuk menguapkan air pada bahan disebut dengan konsumsi energi panas spesifik (KEPS)

KEPS = uap p m Q ………...32) Konsumsi Energi Mekanik Spesifik (KEMS) adalah total energi mekanik yang dipakai untuk menguapkan air pada bahan.

KEMS = uap m m Q ………..………33) Efisiensi total pengering rotari adalah perbandingan energi total yang dipakai untuk memanaskan bahan dan menguapkan air pada bahan.

% 100 × + = t u p termal Q Q Q η ……….……..……...….34)


(38)

Model Fisik Pengering Rotari

Dalam mengembangkan model, pengering dibagi secara transversal menjadi beberapa volume kendali, dimana produk dan udara bergerak pada setiap volume kendali. Gambar 10 menunjukkan model fisik pengering rotari, sedangkan parameter-parameter pada volume kendali dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 10. Model fisik pengering rotari

Gambar 11. Volume kendali Keseimbangan Massa

Persamaan keseimbangan massa produk dan udara di dalam volume kendali sebagai berikut: 0 = + • • dx dM m dx dH

muk pd ………..35)

dx dM m dx dH

muk pd

• • − = ………...36) Udara Tu H u m • Produk Tp M p m • S3 S2

S1 Sn-2 Sn-1 Sn

H(x+dx) u m • Tu (x+dx) M(x+dx) p m • Tp (x+dx) M(x) p m • Tp (x) H(x) u m • Tu (x) dx Udara Bahan


(39)

dx dM m m dx dH uk pd • • − = ……….……….…..37) dx dt dt dM dx dM = ……….38) Keseimbangan Energi

Perubahan entalpi udara sama dengan panas yang ditransferkan secara konveksi ke bahan dan yang di suplai ke udara dalam bentuk uap air. Panas yang masuk ke volume kendali adalah :

( )

(

)

( ) ( )

[

pu pw x ux u x

]

u C C H T L H

m + +

………...…..39) Panas yang keluar dari volume kendali adalah

( )

(

)

( ) ( )

[

pu pw x dx u x dx u x dx

]

u C C H T L H

m + + +

+

+ ………...……..40)

Keseimbangan energi yang terjadi adalah : ( )

(

)

( ) ( )

[

pu pw x dx u x dx u x dx

]

u

[

(

pu pw ( )x

)

u( )x u ( )x

]

u C C H T L H m C C H T L H

m + + − + +

• + +

+ •

(

u p

)

cvAT T

h

= ………...…….41)

(

)

u

(

pw u u

)

cv

(

u p

)

u pw pu

u C T L h AT T

dx dH m dx dT H C C

m + + + =− −

• •

...……..42)

(

)

(

)

)

(C C H

m L T C dx dH m T T A h dx dT pw pu u u u pw u p u cv u + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − = • ………43) Panas yang mengalir ke dalam volume kendali karena pergerakan bahan adalah

( )

(

pp pl x

)

p( )x

p C C M T

m +

……….44) Panas yang keluar dari volume kendali adalah

( )

(

pp pl x dx

)

p(x dx)

p C C M T

m + +

+ ………..45)

Perubahan entalpi ini adalah hasil dari panas yang di konveksikan dari udara

(

u p

)

cvAT T

h − dan panas desorpsi yang disuplai ke bahan : u

(

CpwTp Lp

)

dx

dH

m +

Konservasi panas adalah ( )

(

pp pl x dx

)

p(x dx) p

(

pp pl ( )x

)

p( )x

p C C M T m C C M T

m + − +

• + +


(40)

(

u p

)

u

(

pw p p

)

cv C T L

dx dH m T T A

h − +

= • ……….………...…….…...46)

(

)

p pl p cv

(

u p

)

u

(

pw p p

)

p pl pp

p C T L

dx dH m T T A h T C dx dM m dx dT M C C

m + + =− − + +

• •

...47)

(

)

u pl p cv

(

u p

)

u

(

pw p p

)

p pl pp

p C T L

dx dH m T T A h T C dx dH m dx dT M C C

m + − =− − + +

• • • ....48)

(

)

(

(

)

)

)

(C C M

m T C C L dx dH m T T A h dx dT pl pp p p pl pw p u p u cv p + − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − = • ..…...………....…49)

Dalam mengembangkan model pengeringan maka dibutuhkan persamaan laju pengeringan sebagai berikut

(

M Me

)

k dt

dM =


(41)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, FATETA IPB dan Gudang Pengolahan KUD Jasa Mukti Cibungbulang Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan Desember 2006 sampai Agustus 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah ubijalar yang diperoleh dari pedagang pengumpul di Bogor. Bahan lain yang dipakai adalah natrium bisulfit

serta minyak tanah sebagai bahan bakar.

Peralatan yang digunakan adalah oil bath, oven pegering type SS-204D, timbangan digital Adam type AQT-200, anemomaster Kanomax, chromameter, temokopel (tipe CC dan CA), chino recorder Yokogawa, multimeter YF-3503,

clampmeter, termometer air raksa, mesin penyawut mekanis, mesin peniris mekanis, gelas ukur, timbangan (10 kg), timbangan (50 kg), stop watch, mistar, jangka sorong, pisau stainless, ember, sikat, drum perendaman, pengering biji-bijian udara terkendali (PBUT), dan pengering rotari.

Deskripsi dan Spesifikasi Pengering Rotari

Jenis pengering rotari yang digunakan pada penelitian ini adalah cascade rotary dryer dengan aliran bahan dan udara pengering searah atau co-current. Gambar pengering dapat dilihat pada Lampiran 1. Bagian-bagian pengering rotari berserta fungsi dan spesifkasinya sebagai berikut:

Silinder

Silinder pada pengering rotari merupakan ruang pengeringan bahan. Silinder ini terbuat dari bahan stainless steel yang dilapisi glass wool dan plat aluminium. Silinder diatur dengan kemiringan tertentu dimana slope yang terbentuk terhadap bidang horizontal yaitu 0.419o.

Pada bagian pangkal silinder terdapat wadah pengumpanan bahan (feeder) dan inlet udara pengering. Wadah feeder dimiringkan dengan tujuan umpan lebih


(42)

mudah masuk ke dalam ruang pengering. Kemiringan wadah feeder adalah 20.05o. Lubang inlet berfungsi sebagai tempat masuknya udara pengering dari penukar panas ke ruang pengering. Pada bagian ujung slinder terdapat outlet udara dari silinder dan outlet bahan kering. Lubang outlet udara berfungsi sebagai tempat keluarnya udara lembab dari ruang pengering, sedangkan bahan kering dikeluarkan melalui outlet bahan.

Bagian dalam dari silinder terdapat flight yang berfungsi sebagai pengangkat dan pengambang bahan sehingga bahan tercurah di bagian tengah ruang pengering. Terdapat dua ukuran flight yaitu flight besar dan kecil. Spesifikasi silinder dan

fight dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan gambar silinder dan flight dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 4. Spesifikasi Silinder dan flight

Komponen Dimensi Satuan Jumlah

Silinder : panjang diameter luar diameter dalam wadah umpan

diameter inlet udara pengering diameter outlet udara

outlet bahan

1230 106

98 37 x 34 x 13

30 25 7 x 7

cm cm cm cm cm cm cm 1 1 1 1 12

Flight :

panjang flight besar

ukuran (stem x tip) flight besar sudut flight besar

panjang flight kecil

ukuran (stem x tip) flight kecil sudut flight kecil

50 10 x 10

90o 40 4 x 3.5

130o cm cm cm cm 82 82

(a) (b) Gambar 12. Silinder (a) dan flight (b)


(43)

Motor Penggerak

Silinder diputar dengan menggunakan motor listrik dengan spesifikasi: 3 phase, 11000 Watt, 415 volt, frekuensi 50 Hz, dan 1460 rpm. Motor listrik ini akan menggerakkan gear pada gearbox, yang kemudian menggerakkan silinder. Arah perputaran silinder adalah berlawanan arah jarum jam. Motor penggerak silinder dapat dilihat pada Gambar 13 (a).

Burner dan Tungku

Kompor bertekanan atau burner berfungsi sebagai pensuplai bahan bakar (minyak tanah) secara teratur untuk proses pembakaran. Pada burner terdiri dari beberapa bagian yaitu nosel, blower, dan pencatat tekanan. Fungsi dari nosel adalah untuk mengabutkan bahan bakar sehingga lebih mudah terbakar pada saat pengapian secara listrik. Blower pada burner berfungsi untuk mensuplai udara untuk pembakaran sehingga diperoleh pembakaran yang sempurna. Spesifikasi dari burner sebagai berikut: Merk Olympia Oil Burner, Model LT 20, 1 phase, 220 V, 0.25 kW, konsumsi bahan bakar 8-20 kg/jam, diameter api 140-160 mm dan panjang api 350-400 mm.

Tungku merupakan tempat terjadinya pembakaran sehingga diperoleh udara panas yang kemudian masuk ke penukar panas. Tungku dilapisi oleh bata api di bagian dalam dan plat besi di bagian luar. Dimensi dari tungku adalah 79 x 83 x 55 cm. Tungku juga dilengkapi dengan kerangka penyangga tungku yang memiliki dimensi 94 x 90 x 80 cm. Posisi burner pada tungku dapat dilihat pada Gambar 13 (b).

(a) (b)


(44)

Penukar Panas (Heat Exchanger)

Penukar panas merupakan tempat terjadinya pemanasan udara lingkungan yang akan digunakan sebagai udara pengering pada proses pengeringan. Penukar panas terdiri dari pipa-pipa (tube) dan selubung (shell). Penukar panas berbentuk kotak yang bagian dalamnya terdapat pipa-pipa penukar panas, baffle, lubang inlet, outlet dan cerobong. Pipa-pipa yang berada di dalam selubung berfungsi sebagai tempat mengalirnya udara panas hasil pembakaran. Fungsi dari baffle adalah sebagai penghalang dan pembelokan udara sehingga perpindahan panas ke udara semakin besar. Pada penukar panas terdapat 2 lubang yaitu inlet dan outlet Lubang inlet berfungsi sebagai lubang pemasukan udara lingkungan ke penukar panas sedangkan lubang outlet berfungsi sebagai lubang pengeluaran udara panas dari penukar panas ke ruang pengering. Hasil pembakaran di tungku dikeluarkan melalui cerobong. Penukar panas dapat dilihat pada Gambar 14 (a), sedangkan gambar tekniknya dapat dilihat pada Lampiran 2. Bagian dan dimensi penukar panas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bagian dan spesifikasi dari penukar panas

Bagian Jumlah Dimensi Bahan

tube 175 1” x 1010 mm carbon steel

shell 1 766 x 726 x 1000 mm mild steel

lubang outlet 1 Ǿ 300 x 100 mm mild steel

lubang inlet 1 Ǿ 300 x 100 mm mild steel

lubang cerobong 1 Ǿ 195 x 100 mm mild steel

baffle 2 754 x 365 mm mild steel

Kipas (fan)

Kipas berfungsi menarik udara dari lingkungan ke penukar panas dan kemudian menghembuskannya melewati pipa-pipa panas menuju ke ruang pengeringan. Jenis kipas yang digunakan pada pengering rotari adalah kipas aliran sumbu atau aksial. Spesifikasi kipas sebagai berikut: Type AFD-500, kapasitas 10.000 CMH, 2800 rpm, 3 HP, 3 phase, static pressure 78 mmH2O dan jumlah daun kipas 10 buah. Rumah kipas memiliki diameter 57 cm dan panjang 42 cm. Gambar kipas pada pengering rotari dapat dilihat pada Gambar 14 (b).


(45)

(a) (b) Gambar 14. Penukar panas (a) dan Kipas (b)

Metode Penelitian

Pengukuran sifat termofisik (Me dan k)

Pengambilan data untuk sifat termofisik ubijalar (Me dan k) dilakukan dengan menggunakan PBUT dengan 10 tingkat suhu dan RH yang terbentuk dijaga konstan. Tahap pertama adalah mempersiapkan sampel (sawut ubijalar), kemudian ditimbang massa awalnya (± 100 gram) dan kadar air awalnya. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam ruang pengering yang suhu dan RH pengeringnya konstan.

Produk ditimbang setiap interval waktu tertentu, dimana interval ini semakin diperbesar setelah waktu tertentu, karena perubahannya semakin berkurang. Setelah perubahan massanya menjadi sangat kecil, maka pengeringan dihentikan (Nelwan 1997). Diagram alir proses pengeringan lapisan tipis ubijalar dapat dilihat pada Gambar 15. Perhitungan nilai Me dan k menggunakan metode non linear least square. Algoritma perhitungan A, K, Me dapat dilihat pada Gambar 16.


(46)

Gambar 15. Diagram alir proses pengeringan lapisan tipis sawut ubijalar

Pengujian awal

Pengujian awal pengering rotari bertujuan untuk melihat kinerja dari pengering rotari dengan penukar panas baru yang menggantikan penukar panas sebelumnya. Parameter yang diukur adalah temperatur inlet dan ruang pengering. Pengujian awal ini tanpa menggunakan termostat dan beban.


(47)

Gambar 16. Algoritma perhitungan A, k, dan Me (Abdullah et al. 2007)

Pengujian performansi pengering rotari

Pengujian ini terdiri dari pengujian dengan beban dan tanpa beban. Pengujian tanpa beban hanya mengukur suhu inlet dan ruang pengering dalam keadaan kosong. Pengujian dengan beban menggunakan sawut ubijalar untuk proses pengeringannya. Tahapan proses pengeringan terdiri dari tahap persiapan sawut basah (pra pengeringan), pengumpanan, dan pengeringan. Pengujian tahap ini menggunakan termostat sebagai pengontrol suhu.

Pra pengeringan

Proses persiapan sawut basah didahului dengan penimbangan ubijalar segar, dimana setiap perlakuan menggunakan 200 kg ubijalar. Selanjutnya, ubijalar


(48)

dicuci secara manual, pada proses ini juga dilakukan pemotongan pangkal dan ujung umbi serta daging yang terkena boleng atau lanas. Kemudian, ubijalar bersih disawut untuk menghasilkan ukuran yang lebih kecil dan tipis. Proses penyawutan dilakukan secara mekanis dengan mesin penyawut. Mesin penyawut mekanis dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil penyawutan direndam ke dalam air yang telah dilarutkan natrium bisulfit 0.3% (± 30 menit), proses perendaman bertujuan untuk menghilangkan getah yang masih menempel pada sawut. Pada proses ini juga meliputi pembuangan kotoran dan kulit ubijalar yang mengapung. Proses perendaman menyebabkan sawut menjadi lebih basah, sehingga untuk meghilangkan air dan larutan tersebut dilakukan proses penirisan. Proses penirisan menggunakan peniris mekanis, dimana sawut dimasukkan ke dalam wadah berpori yang berputar pada porosnya. Proses pelepasan air dari sawut karena sentrifugasi, proses ini dilakukan selama ± 3 menit. Penirisan yang terlalu lama dikuatirkan pati dari sawut akan ikut terlepas bersama air. Sawut basah siap diumpankan ke pengering. Massa bahan dari setiap proses dilakukan penimbangan untuk mengetahui rendemennya. Proses penyawutan dan penirisan sawut basah dapat dilihat pada Gambar 17.

(a) (b)

Gambar 17. Proses penyawutan (a) dan penirisan (b)

Pengumpanan (feeding)

Parameter yang diukur pada proses pengumpanan adalah laju pengumpanan. Sebelum sawut basah diumpankan ke ruang pengering, sawut dimasukkan ke dalam timba kemudian ditimbang beratnya. Lamanya pengumpanan diukur menggunakan stop watch. Laju pengumpanan dihitung bedasarkan perbandingan berat sawut dengan lama pengumpanan. Ada empat perlakuan pengumpanan yang digunakan pada penelitian ini. Perlakuan pengumpanan dapat dilihat pada Tabel 6.


(49)

Tabel 6. Perlakuan pengumpanan sawut

Percobaan Laju pengumpanan

1 2 3 4

3 kg/1 menit 3 kg/2 menit 3 kg/3 menit 3 kg/4 menit

Pengeringan

Pengeringan dilakukan sebanyak 4 kali percobaan berdasarkan laju pengumpanan. Tahapan pengeringan sawut ubijalar dapat dilihat pada Gambar 18.


(50)

Parameter Pengukuran

• Pengukuran kadar air bahan meliputi kadar air ubijalar segar, sawut basah, dan sawut kering. Pengukuran kadar air ubijalar berdasarkan SNI 01-4493-1998. Kadar air ditentukan dengan metode oven.

• Massa bahan yang ditimbang meliputi massa ubijalar segar, ubijalar bersih, sawut basah, dan sawut kering. Susut selama proses pengumpanan dan pengeringan juga ditimbang massanya. Pengukuran massa dilakukan untuk mencari rendemen.

• Pengukuran densitas curah atau bulk density dilakukan hanya untuk sawut basah dan kering, dimana sawut dimasukkan ke wadah yang telah diketahui volumenya, kemudian sawut tersebut ditimbang massanya. Hasil bagi antara berat dan volume sawut merupakan densitas curah sawut. Dimensi wadah yang digunakan untuk pengukuran densitas curah yaitu 25 x 23 x 25 cm.

• Pengukuran warna menggunakan chromameter, dimana hasil pengukuran dikonversi ke sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L, a, dan b. Warna yang diukur meliputi warna daging umbi dan sawut kering.

• Dimensi sawut dari proses penyawutan sangat beragam ukurannya tergantung dari ukuran umbi ubijalar. Untuk mengetahui dimensi dari sawut, maka sampel umbi ubijalar diukur panjang dan diameternya terlebih dahulu dengan jangka sorong, kemudian umbi disawut dengan mesin penyawut. Kemudian, sawut ubijalar diambil masing-masing cuplikannya untuk diukur panjang, lebar dan tebal dari sawut.

• Pengukuran suhu pada percobaan ini meliputi pengukuran suhu udara lingkungan, suhu sawut basah, pembakaran di tungku, cerobong, inlet, outlet, dan ruang pengering. Letak titik pengukuran di sepanjang silinder adalah 1.36 m, 8.22 m, 9.58 m, dan 10.94 m. Pengukuran RH meliputi RH lingkungan (suhu bola basah) dan outlet. Pengukuran suhu sawut, ruang pengering dan pembakaran di tungku dapat dilihat pada Gambar 19.


(51)

(a) (b) (c)

Gambar 19. Pengukuran suhu : (a) sawut, (b) ruang pengering dan (c) pembakaran

• Bahan bakar yang terpakai diperoleh dari pengurangan jumlah bahan bakar awal dengan sisa bahan bakar pada drum setelah proses selesai. Laju aliran bahan bakar merupakan nisbah antara jumlah bahan bakar yang terpakai terhadap lama pemakaian.

• Pencatatan waktu meliputi lama pengoperasian alat, lama pengeringan, dan waktu tinggal.

• Kecepatan udara diukur sepanjang ruang pengering dengan interval 1.23 m, inlet, outlet dan feeder.

• Kondisi dari pengering rotari yang diperhatikan selama proses pengeringan yaitu rpm silinder dan kemiringan silinder.

Simulasi Model dan Validasi

Simulasi model pengeringan rotari digunakan untuk menduga suhu ruang pengering, suhu sawut, kadar air, dan RH. Simulasi model pindah panas dan massa dilakukan untuk menyelesaikan persamaan 37), 43), 49) secara simultan dengan menggunakan metode beda hingga Euler. Model diselesaikan dengan bahasa pemograman Visual Basic 6.

Model masing-masing parameter dari udara dan produk diselesaikan secara numerik dengan metode Euler.

Kelembaban Mutlak

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎢ ⎣ ⎡ Δ +

=

• +

dx dt dt dM m m x H H

uk pd j

j 1


(52)

Suhu Udara

(

)

(

)

(

)

⎥⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − + Δ + = • + j u j u j pw j u j p j u cv j j pw pu u j u j

u C T L

dx dH m T T A h H C C m x T

T 1 .…52)

Suhu Produk

(

)

(

)

(

(

)

)

⎥⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − + Δ + = • + j p pl j pw j p j u j p j u cv j pl j pp u j p j

p L C C T

dx dH m T T A h M C C m x T

T 1 ..53)

Kadar Air

Model untuk kadar air bahan menggunakan persamaan 38), yang dijabarkan menjadi ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ Δ + = + dx dt dt dM x M

M j1 j ………..54)

Kelembaban Relatif (RH) (ASAE 1994)

s P H P H RH ) 622 . 0 ( + = ………...…...55)

Dimana tekanan statis (Ps) menggunakan persamaan (56) (Bala 1997)

[

52.576 6796 5.0281ln( )

]

exp T

T

Ps= − − ………...……...…..56)

Validasi model dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dengan hasil simulasi yang diperoleh pada titik-titik pengukuran. Acuan yang digunakan menganalisis hasil vaidasi adalah kurva fitting dan COD (Coefficient of Determination.


(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Termofisik Sifat fisik umbi dan sawut ubijalar

Umbi ubijalar yang akan diproses untuk menghasilkan sawut, terlebih dahulu ditentukan sifat fisiknya yaitu berat, kadar air umbi dan warna daging umbi. Umbi ubijalar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air berkisar 60.76-61.64% bb dengan rata-rata 61.1% bb. Ubijalar yang digunakan merupakan ubijalar mutu II (SNI 01-4493-1998) berdasarkan kadar air umbinya. Salah satu kriteria mutu II menurut SNI adalah kadar air umbi minimum 60% bb. Penyebab rendahnya mutu ubijalar yang digunakan dalam penelitian ini adalah karena ubijalar diperoleh dari pedagang pengumpul, dimana rantai pascapanennya lebih panjang. Semakin panjang rantai pascapanen ubijalar maka semakin besar penurunan mutu dari ubijalar. Penurunan kadar air ubijalar selama penyimpanan menguntungkan untuk proses pengeringan tetapi ada komponen lain dari ubijalar yang turut berkurang selama penyimpanan seperti pati. Menurut Winarno (2001) penurunan pati pada umbi-umbian setelah panen meskipun terjadi tapi sangat lambat. Pada suhu 40 oF, proses hidrolisa pati akan terstimulasikan dan penurunan pati berlangsung lebih cepat.

Sifat fisik lain yang diukur pada umbi ubijalar adalah wana daging umbi. Pengukuran warna umbi menggunakan chromameter. Nilai L (lightness) rata-rata umbi adalah 87.47. Nilai L menyatakan parameter kecerahan dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Dilihat dari nilai L menunjukan warna daging umbi ubijalar mendekati putih. Data warna daging umbi ubijalar dapat dilihat pada Lampiran 4.

Ubijalar segar dikecilkan ukurannya menjadi sawut, hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasio ukuran luas permukaan terhadap volume bahan sehingga dapat meningkatkan kontak bahan dengan udara pengering. Sawut basah ubijalar yang diukur sifat fisiknya adalah sawut setelah perendaman bukan sawut setelah penyawutan, hal ini dilakukan karena ubijalar sangat mudah terjadi browning jika tidak langsung ditangani. Menurut Hoover dan Miller (1973) seperti yang dikutip oleh Jenie et al. (1978), kerusakan warna pada produk ubi jalar disebabkan oleh adanya aktivitas enzim catechol oksidase jika terdapat tanin atau zat semacam


(54)

tanin. Telah lama diketahui bahwa reaksi browning ini dipengaruhi oleh oksigen, air dan suhu.

Sifat fisik sawut basah yang diukur adalah kadar air, bulk density, dan berat. Kadar air sawut basah berkisar antara 66.6-68.8% bb dengan rata-rata 67.9% bb. Peningkatan kadar air sawut basah karena proses pembasahan (wetting) pada saat perendaman. Proses perendaman yang lama menyebabkan kadar air sawut akan bertambah. Menurut Widowati et al. (2002) untuk mengurangi air yang berlebih pada sawut pasca perendaman dilakukan proses pengepresan.

Bentuk dan dimensi sawut sangat beragam tergantung dari hasil sawutan dan ukuran umbi ubijalar yang disawut. Berdasarkan pengujian dimensi sawut diperoleh bahwa umbi jalar yang memiliki diameter rata-rata 7.81 ± 1.40 cm dan panjang rata-rata 8.84 ± 1.70 cm diperoleh dimensi awut dengan lebar 0.57 ± 0.10 cm, panjang 5.95 ± 2.01 cm, dan tebal 0.4-2.8 mm. Berdasarkan standar deviasi terlihat bahwa panjang sawut sangat beragam jika dibandingkan dengan lebar sawut. Diameter lubang-lubang piring penyawut mempengaruhi ukuran lebar sawut. Diameter lubang-lubang piring penyawut adalah 0.7 cm.

Gambar 20, memperlihatkan bulk density dari sawut sebelum dan sesudah pengeringan. Bulk density sawut basah ubijalar berkisar antara 351.3-388.2 kg/m3, sedangkan bulk density sawut kering lebih dipengaruhi oleh kadar air sawut kering. Pada percobaan IV nilai bulk density sawut keringnya paling rendah dibandingkan percobaan lain, hal ini dikarenakan kadar air sawut kering pada percobaan IV paling rendah dibandingkan percobaan lain.

375.65 388.17 379.13

351.30 330.43

253.91 243.48

236.52

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

I II III IV

Percobaan

B

u

lk

de

ns

it

y

(

k

g/

m

3

)

Sebelum pengeringan Sesudah pengeringan Gambar 20. Bulk density sawut ubijalar


(55)

Semakin rendah kadar air sawut maka semakin rendah nilai bulk densitynya,

hal ini berarti sawut kering memiliki nilai bulk density yang rendah. Informasi

bulk density sawut kering perlu diketahui untuk pengemasan dan penyimpanan setelah pengeringan, sedangkan pada sawut basah untuk mengetahui volume sawut di dalam silinder (ruang pengering).

Neraca massa bahan sebelum pengeringan sawut perlu diketahui untuk mencari rendemen masing-masing penanganan pra pengeringan. Neraca massa pra pengeringan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Neraca massa ubijalar pra pengeringan

Percobaan ubijalar ubijalar bersih rendemen

(%) sawut basah

rendemen (%)

1 200 198.85 99.4 187.45 94.3 2 200 198.55 99.3 185.85 93.6 3 200 198.45 99.2 188.25 94.9 4 200 191.45 95.7 185.6 96,9

Sebelum proses penyawutan, ubijalar melewati proses pembersihan yang meliputi (1) pencucian kulit umbi yang bertujuan menghilangkan pasir, debu dan sebagainya yang menempel pada kulit, (2) pembuangan ujung dan pangkal umbi, dan (3) pembuangan bagian umbi yang telah terserang penyakit (boleng atau lanas). Rendemen proses pencucian masing-masing percobaan masih tinggi yaitu lebih dari 99%, kecuali percobaan IV dengan rendemen sebesar 95.7%. Total susut pada proses pembersihan setiap percobaan berturut-turut adalah I (1.15 kg), II (1.45 kg), III (1.55 kg), dan IV (8.55 kg). Rendahnya rendemen atau tingginya susut pada percobaan IV disebabkan lamanya waktu tunggu ubijalar untuk diproses yaitu 5 hari sehingga diduga bagian umbi banyak terbuang karena penyebaran lanas atau boleng pada saat penyimpanan.

Proses selanjutnya adalah penyawutan, perendaman, dan penirisan. Ketiga proses tersebut merupakan kesatuan proses untuk menghasilkan sawut basah. Rendemen pada proses ini berkisar antara 93.6-96.9%. Rendemen pada proses ini tergantung dari cara penanganannya, berbeda dengan proses sebelumnya yang banyak tergantung pada bahan dan cara penanganannya. Rata-rata susut berat pada proses ini adalah 10.04 kg. Tingginya susut berat dikarenakan terbuangnya bagian umbi yang tidak tersawut pada saat penyawutan, pembuangan kulit ubijalar yang mengapung pada saat proses perendaman, serta sawut yang tercecer pada


(1)

Lampiran 11. Fluktuasi RH pada outlet

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 50 100 150 200 250 300

Waktu (menit)

RH

(

%

)


(2)

Lampiran 12. Grafik kecepatan udara dalam ruang pengering

0 2 4 6 8 10 12

0 1.23 2.46 3.69 4.92 6.15 7.38 8.61 9.84 11.07 12.3

Jarak (m)

K

ecepat

an (

m

/s


(3)

Lampiran 13. Hasil pengukuran kadar air umbi dan sawut ubijalar

Percobaan sampel

Kadar air (%bb)

awal akhir

I K1

68.10

37.86

K2

68.31

42.53

K3

68.90

37.77

rata-rata

68.44 39.39

II K1

63.41

25.65

K2

71.66

27.01

K3

64.81

27.13

rata-rata

66.63 26.6

III K1 68.10

15.88

K2

68.31

16.16

K3

68.90

16.48

Rata-rata

68.44 16.17

IV K1 68.78

7.88

K2

69.39

8.26

K3

68.27

8.29

rata-rata

68.81 8.26

Umbi K1 61.05 -

K2

61.64

-

K3

60.76

-

K4

60.96

-


(4)

Lampiran 14. Data warna sawut kering

Percobaan Sampel ulangan

Y

x

y

L

a

b

I

FR11

I

46.38

0.3376

0.3539

73.8

-3.6 -25.4

II 46.7

0.3379

0.3543

74

-3.6

-25.3

III

46.72

0.3381

0.3545

74

-3.6 -25.3

rata-rata

46.6

0.3379

0.3542 73.93

-3.6 -25.33

II

FR21

I 56.11

0.3409

0.3475

79.67

4.42

10.34

II 55.44

0.3399

0.3468

79.29

4.26

9.92

III 56.62

0.3411

0.3476

79.96

4.46

10.43

FR22

I 56.46

0.3412

0.3483

79.87

4.21

10.66

II

55.15

0.3406

0.3474

79.12

4.25 10.21

III 55.87

0.341

0.3478

79.53

4.31

10.42

FR23

I 57.6

0.3408

0.3477

80.51

4.31

10.46

II 54.23

0.3414

0.3482

78.59

4.27

10.52

III 58.97

0.3401

0.3471

81.27

4.31

10.25

rata-rata

56.27 0.3408

0.3476 79.76

4.31

10.36

III

FR31

I

55.49

0.3391

0.3455

79.32

4.43 9.4

II 54.46

0.3397

0.3456

78.72

4.63

9.44

III

56.73

0.3387

0.3449

80.02

4.54 9.19

FR32

I 53.71

0.3387

0.345

78.28

4.43

9.08

II 54.27

0.3381

0.3434

78.61

4.84

8.48

III 55.35

0.3375

0.3435

79.23

4.57

8.49

FR33

I 55.24

0.3386

0.3448

79.17

4.51

9.08

II 53.35

0.3392

0.3449

78.08

4.66

9.11

III 55.93

0.3391

0.345

79.57

4.65

9.27

rata-rata

54.95 0.3387

0.3447 79.00

4.58

9.06

IV

FR41

I

61.6

0.3486

0.3554

82.69

4.48 14.55

II 61.89

0.3493

0.3563

82.85

4.44

14.97

III

61.62 0.3501

0.3565 82.7 4.69 15.16

FR42

I 60.4

0.3481

0.3557

82.05

4.15

14.47

II 61.36

0.3477

0.3551

82.57

4.26

14.29

III 60.64

0.3499

0.3571

82.18

4.3

15.24

FR43

I 60.91

0.3493

0.3565

82.32

4.34

14.99

II 64.22

0.3474

0.3549

84.08

4.29

14.37

III 62.88

0.3489

0.3558

83.37

4.5

14.81

rata-rata

61.72 0.3488

0.3559 82.76

4.38

14.76


(5)

Lampiran 15. Tampilan hasil simulasi

a. Percobaan I


(6)

Lampiran 16. Asumsi-asumsi perhitungan biaya pokok pengeringan

No Uraian Percobaan

I II III IV

1 Harga pengering rotari

Konstruksi pengering dan motor 90 000 000 90 000 000 90 000 000 90 000 000

Kipas 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000

Burner 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000

Corong penampungan 4 750 000 4 750 000 4 750 000 4 750 000

Penukar panas + tungku 20 000 000 20 000 000 20 000 000 20 000 000

Total 123 350 000 123 350 000 123 350 000 123 350 000

2 Jumlah hari kerja per tahun (hari) 360 360 360 360

3 Jam kerja per orang (jam) 12 12 12 12

4 Kapasitas alat (kg/jam) 101.32 72.41 56.19 43.67

6 Umur ekonomi (tahun) 5 5 5 5

7 Bunga modal (%/tahun) 12 12 12 12

8 Nilai akhir alat (%) 10 10 10 10

9 Konsumsi minyak tanah (lt/jam) 12.44 11.02 11.05 10.99

10 Konsumsi listrik (kWh/kg) 0.1 0.14 0.18 0.23

11 Harga ubijalar (Rp/kg) 1500 1500 1500 1500

12 Harga minyak tanah (Rp/liter) 3500 3500 3500 3500

13 Harga listrik (Rp/kWH) 675 675 675 675

14 Upah tenaga kerja (Rp/jam) 3000 3000 3000 3000

15 Jumlah tenaga kerja (orang) 4 4 4 4

16 Jam tenaga kerja/thn (jam/thn) 4320 4320 4320 4320

17 Pemeliharaan (Rp/jam) 286 286 286 286

18 Pajak (%/tahun) 1.5 1.5 1.5 1.5

Komponen Biaya Percobaan

I II III IV

Biaya tetap

Biaya penyusutan (Rp/tahun) 22 203 000 22 203 000 22 203 000 22 203 000 Biaya bunga modal (Rp/tahun) 8 881 200 8 881 200 8 881 200 8 881 200

Pajak (Rp/tahun) 1 850 250 1 850 250 1 850 250 1 850 250

Total biaya tetap (Rp/tahun) 32 934 450 32 934 450 32 934 450 32 934 450

Total biaya tetap (Rp/jam) 7 624 7 624 7 624 7 624

Biaya tidak tetap

Biaya bahan bakar (Rp/jam) 43 540 38 570 38 675 38 465

Biaya listrik (Rp/jam) 6 851 6 851 6 851 6 851

Biaya tenaga kerja (Rp/jam) 12 000 12 000 12 000 12 000

Biaya pemeliharaan (Rp/jam) 286 286 286 286

Total biaya tidak tetap (Rp/jam) 62 677 57 707 57 812 57 602

Biaya pokok pengeringan

(Rp/kg sawut basah) 694 902 1 165 1 494

Biaya pokok pengeringan