KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN CHIP UBI KAYU

(1)

KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK UNTUK

PENGERINGAN CHIP UBI KAYU

(Skripsi)

Oleh

Nurfitrianitha

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010


(2)

ABSTRAK

KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN CHIP UBI KAYU

Oleh

NURFITRIANITHA

Provinsi Lampung merupakan produsen terbesar ubi kayu di Indonesia. Ubi kayu mempunyai kelemahan yaitu mudah rusak dan tidak tahan disimpan lama. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya suatu proses pengeringan yang efektif agar ubi kayu tersebut dapat diolah menjadi bahan lain yang lebih tinggi daya gunanya maupun nilai ekonominya. Pengeringan sistem hybrid merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan chip ubi kayu. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Januari 2010 sampai Maret 2010. Proses pengeringan chip

ubi kayu dilakukan menggunakan tiga taraf perlakuan dengan tiga ulangan, ketiga taraf perlakuan itu yaitu pengeringan menggunakan sinar matahari, pengeringan menggunakan energi listrik, pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik dengan beban masukan 30 kg chip ubi kayu,

Pengujian alat dilakukan dengan 2 pengujian, pertama yaitu pengujian suhu tanpa beban. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan kipas penghisap tidak berpengaruh besar terhadap perubahan suhu. Pengujian kedua yaitu pengujian suhu dengan bahan. Berdasarkan pengujian diketahui suhu rata-rata tertinggi terdapat pada pengeringan bahan menggunakan sinar matahari dan energi listrik yaitu 41,27 oC.

Pola penurunan kadar air pada masing-masing perlakuan tidak merata. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan chip ubi kayu hingga mencapai kadar air 10% - 12% pada pengeringan bahan menggunakan sinar matahari selama 18 jam,


(3)

menggunakan energi listrik selama 16 jam dan menggunakan sinar matahari dan energi listrik selama 12 jam. Semakin tinggi suhu yang dihasilkan maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan. Energi listrik yang dibutuhkan untuk proses pengeringan menggunakan energi listrik sebesar 91.440 kJ dan pengeringan menggunakan energi listrik dan sinar matahari sebesar sebesar 68.600 kJ.


(4)

KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK

UNTUK PENGERINGAN CHIP UBI KAYU

Oleh

NURFITRIANITHA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010


(5)

Judul Skripsi : KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN CHIP UBI KAYU

Nama Mahasiswa : Nurfitrianitha

N P M : 0614071010

Jurusan : Teknik Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Budianto Lanya, M.T. Warji, S.T.P, M.Si. NIP. 19580523 198603 1 002 NIP. 19780102 200312 1 001

2. A.n. Ketua Jurusan Teknik Pertanian Sekretaris,

Ir. Budianto Lanya, M.T.


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Budianto Lanya, M.T. ...

Sekretaris : Warji, S.T.P, M.Si. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Sandi Asmara, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S.

NIP. 19610826 198702 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 Mei 1988, merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. H. Riflin dan Ibu Dra. H. Erlin Susilowati.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Azhar II Bandar Lampung pada tahun 1994, pendidikan dasar di SD Al-Azhar Bandar Lampung pada tahun 2000, pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur PKAB. Pada bulan Juli 2009, Penulis melaksanakan Praktik Umum di PTPN VII Unit Usaha Rejosari Natar Lampung Selatan dengan Judul “Pengawasan Mutu pada Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Inti Sawit (Palm Kernel) di PTPN VII Unit Usaha Rejosari Natar Lampung Selatan”.


(8)

Sebagai Wujud Ungkapan Rasa Cinta, Kasih dan Sayang

Serta Bakti yang Tulus,

Kupersembahkan Karya Kecil Terindah ini

Teruntuk :

Papa dan MamaQu

Yang Selalu Memberi Kasih Sepanjang Jalan Tanpa

Keluh, Kesah dan Kesabaran

Adik-adikku tersayang

Guru-guruku, Keluarga Besarku, dan Sahabat-sahabatku,

Serta

Almamaterku Tercinta

Terima kasih karena sebagian perjalanan hidupku telah aku

selesaikan disini


(9)

...ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman

di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat... (QS. Al Mujadilah : 11)

Orang yang mengatakan tidak punya waktu adalah orang

yang pemalas.

Lichterberg

Succes is about 99 % focus and hardworking, then 1 % is

about luck factor. -qq

Penyesalan akan hari kemaren, dan ketakutan akan hari

esok adalah dua pencuri yang mengambil kebahagiaan saat

ini

Kalau ada yang melempar saya dengan batu-bata, saya

tidak akan membalas, tapi saya akan menyusunnya menjadi

pondasi yang kokoh untuk membuat saya lebih tinggi lagi.

Agnes Monica


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Kinerja Alat Pengering Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Chip

Ubi Kayu” .

Penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Budianto Lanya, M.T., selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, nasehat, dan motivasi selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan skripsi.

2. Bapak Warji, S.T.P, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan saran, nasehat, motivasi, dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Sandi Asmara, M.Si., selaku penguji yang telah memberikan saran, kritik, nasehat, motivasi dan bimbingan yang diberikan dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian dan pembimbing akademik, atas izin, saran, nasehat, motivasi dan


(11)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Pertanian atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa.

7. Papa dan mama, yang menjadi panutan penulis yang selalu memberikan yang terbaik untuk penulis.

8. Adik-adikku, agis, caca dan faiz terima kasih untuk keceriannya.

9. Teman-teman ’06, Indy, Zana, Meri, Yuni, Anggi, Rahma, Lany, Heni, Santi, Lestari, Nova, Venti, Endang, Nina, Yosi, Leni, Gusti, Anggun, Dewi,

Trinita, Bravo, Raden, Rio, Aprial, Wahyu, Toni, Yudi, Erwin,Yadi, Aji, Mulyanto, Fauzan, Harbi, Akif, Imam, Ari, Octer, Agus, Ricky, Sofyan, Ngadi, Suparni, Viqhy, Andika, Hendra, Agung, Rahman.

10. Hutama Wiranegara G, terima kasih atas kesabarannya.

11. Keluarga Besar Teknik Pertanian, Angkatan 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Mei 2010


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Kayu ... 4

B. Chip Ubi Kayu ... 6

C. Pengeringan ... 7

1. Pengeringan Alami ... 7

2. Pengeringan Buatan ... 8

D. Kadar Air Bahan ... 9

E Alat Pengering Surya ... 10

F. Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid ... 13

1. Alat Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)- Hybrid dengan Pengering Silinder Berputar ... 13

2. Alat Pengering Hybrid Tipe Rak ... 14

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18


(13)

ii

B. Alat dan Bahan ... 18

C. Metode Penelitian ... 18

1. Persiapan Bahan ... 19

2. Persiapan Alat ... 19

3. Pelaksanaan Penelitian ... 20

D. Pengamatan ... 23

1. Pengukuran Kadar air ... 23

2. Pengukuran Suhu Udara Pengering ... 23

3. Lama Pengeringan ... 23

4. Konsumsi Energi Listrik ... 24

5. Analisis Efisiensi ... 24

E. Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Alat tanpa Beban ... 27

1. Pengujian Menggunakan Sinar Matahari ... 27

2. Pengujian Menggunakan Energi Listrik ... 29

3. Pengujian Menggunakan Energi Listrik dan Sinar Matahari. ... 31

B. Pengujian Alat dengan Beban ... 32

1. Suhu Pengeringan ... 33

2. Penurunan Kadar Air ... 38

3. Analisis Efisiensi ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel halaman Teks

1. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram ubi kayu dan berbagai produk olahan ... 5 2. Perbandingan alat pengering surya dengan pengering sederhana ... 12 3. Laju pengeringan ... 43

Lampiran

4. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan sinar

matahari dengan kipas pendorong dan kipas penghisap ... 50 5. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan sinar

matahari dengan kipas pendorong tanpa kipas penghisap ... 50 6. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan energi

listrik dengan kipas pendorong dan kipas penghisap ... 51 7. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan energi

listrik dengan kipas pendorong tanpa kipas penghisap ... 51 8. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan sinar

dan energi listrik dengan kipas pendorong dan kipas

penghisap... 52 9. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan sinar

matahari dan energi listrik dengan kipas pendorong tanpa kipas

penghisap ... 52 10. Perubahan suhu pada pengujian dengan bbeban menggunakansinar


(15)

iv

11. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan sinar

matahari ulangan 2 ... 54 12. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan sinar

matahari ulangan 3 ... 55 13. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan energi

listrik ulangan 1 ... 56 14. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan energi

listrik ulangan 2 ... 57 15. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan energi

listrik ulangan 3 ... 58 16. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan sinar

matahari energi listrik ulangan 1 ... 59 17. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan sinar

matahari energi listrik ulangan 2 ... 60 18. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan sinar

matahari energi listrik ulangan 3 ... 61 19. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan sinar matahari

ulangan 1 ... 61 20. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan sinar matahari

ulangan 2 ... 62 21. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan sinar matahari

ulangan 3 ... 62 22. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan energi listrik

ulangan 1 ... 63 23. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan energi listrik

ulangan 2 ... 63 24. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan energi listrik

ulangan 3 ... 64 25. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan sinar matahari

dan energi listrik ulangan 1 ... 64 26. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan sinar matahari


(16)

v

27. Perubahan kadar air pada pengeringan menggunakan sinar matahari

dan energi listrik ulangan 3 ... 65 28. Rata-rata kadar air awal sampel pada pengeringan dengan sinar

matahari ... 67 29. Rata-rata kadar air awal sampel pada pengeringan dengan energi

listrik ... 70 30. Rata-rata kadar air awal sampel pada pengeringan menggunakan energi


(17)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman Teks

1. Contoh alat pengering surya kombinasi ... 12

2. Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder ... 14

3. Alat pengering hybrid tipe rak ... 17

4. Penamaan rak pada ruang pengering ... 20

5. Diagram alir pengeringan chip ubi kayu ... 22

6. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan sinar matahari dengan kipas pendorong dan kipas penghisap ... 28

7. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan sinar matahari dengan kipas pendorong tanpa kipas penghisap ... 28

8. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan energi listrik dengan kipas pendorong dan kipas penghisap ... 30

9. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan energi listrik dengan kipas pendorong tanpa kipas penghisap ... 30

10. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan energi listrik dan sinar matahari dengan kipas pendorong dan kipas penghisap ... 31

11. Perubahan suhu pada pengujian tanpa beban menggunakan energi listrik dan sinar matahari dengan kipas pendorong tanpa kipas penghisap ... 32

12. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan sinar matahari ... 33


(18)

vii

13. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan energi

listrik ... 35

14. Perubahan suhu pada pengujian dengan beban menggunakan energi listrik dan sinar matahari ... 36

15. Rata-rata perubahan suhu pada tiga perlakuan ... 37

16. Rata-rata penurunan kadar air pada pegeringan menggunakan sinar matahari ... 39

17. Rata-rata penurunan kadar air pada pegeringan menggunakan energi listrik ... 40

18. Rata-rata penurunan kadar air pada pegeringan menggunakan energi listrik dan sinar matahari ... 41

19. Rata-rata perubahan suhu pada tiga perlakuan ... 41

20. Histogram lama waktu pengeringan ... 43

Lampiran 21. Penempatan thermometer pada rak ... 83

22. Penempatan thermometer di luar alat ... 83

23. Proses pengeringan chip ubi kayu ... 84

24. Ubi kayu kupas ... 84

25. Chip ubi kayu basah ... 85

26. Chip ubi kayu basah pada rak ... 85

27. Chip ubi kayu kering pada rak ... 86

28. Chip ubi kayu kering ... 86

29. Timbangan ... 87

30. Alat perajang ubi kayu ... 87

31. Timbangan digital ... 88

32. Dessicator ... 88


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia, ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas

pertanian yang sangat penting untuk dijadikan bahan pangan pokok pengganti setelah beras dan jagung (Rukmana, 1997). Selain itu ubi kayu adalah komoditas pertanian yang memiliki peluang bisnis yang baik dalam perekonomian. Untuk meningkatkan nilai ekonomi tersebut maka diperlukan diversifikasi produk olahan ubi kayu yang dapat meningkatkan nilai jual ubi kayu itu sendiri.

Provinsi Lampung merupakan produsen terbesar ubi kayu di Indonesia. Data lengkap 2008 mencatat luas panen ubi kayu di Lampung seluas 318.969 hektar dengan produksi 7.721.882 ton. Sementara produksi ubi kayu pada tahun 2009 sebesar 7.649.536 ton dengan tingkat produktivitas rata-rata mencapai 24,21 ton/hektare (Zaki, 2009).

Tingkat produksi tanaman ubi kayu yang besar ini menyebabkan harga ubi kayu dapat menurun pada masa panen raya dan memaksa petani menjual dengan harga yang rendah atau membiarkan tanamannya membusuk di kebun karena ongkos panen lebih tinggi dari harga jualnya. Ubi kayu mempunyai kelemahan, antara lain menempati ruang yang besar dan memiliki kandungan air yang tinggi (40% -


(20)

2

70%) sehingga mudah rusak/tidak tahan disimpan karena selama tiga hari dalam suhu ruang mutu ubi kayu sudah menurun (Lidiasari dkk., 2006). Untuk

mengatasi hal ini, perlu adanya suatu proses untuk mengolah bahan mentah tersebut menjadi bahan lain yang lebih tinggi daya gunanya maupun nilai ekonominya.

Di Indonesia ubi kayu dimanfaatkan sebagai bahan makanan tambahan, baik dikonsumsi langsung maupun diolah menjadi bahan campuran makanan lain. Salah satu contoh dari produk olahan tersebut adalah tepung cassava. Proses pembuatan tepung cassava melalui beberapa tahap yaitu pengupasan,

pengeringan, dan penggilingan.

Pengeringan pada dasarnya adalah proses pemindahan atau pengeluaran kandungan air dari bahan baku yang dikeringkan hingga mencapai kandungan tertentu agar bahan tersebut tidak mudah rusak. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran yang memanfaatkan sinar matahari atau dengan menggunakan alat buatan. Pengeringan ubi kayu akan lebih cepat jika ubi kayu dirajang terlebih dahulu. Chip ubi kayu yang dapat diolah untuk proses pembuatan tepung harus dikeringkan hingga berkadar air 12 % - 14%.

Pengeringan chip ubi kayu yang optimal akan menghasilkan suatu produk tepung yang berkualitas baik dan dapat meningkatkan nilai ekonomis ubi kayu itu sendiri. Pengeringan chip ubi kayu bertujuan agar chip dapat bertahan terhadap

kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti halnya kerusakan komponen-komponen kimiawi di dalamnya yang juga mengurangi nilai gizi bahan tersebut.


(21)

3

Mengingat begitu pentingnya proses pengeringan chip ubi kayu maka diperlukan teknologi dalam pengeringan tersebut. Untuk itu telah dirancang bangun alat pengering hybrid tipe rak. Pengeringan system hybrid memanfaatkan energi surya dengan tambahan sumber energi lain (listrik, bahan bakar, dan lain-lain).

Sementara untuk mengetahui dan sebagai bahan kajian terhadap perbaikan rancangan pada penelitian ini dilakukan pengukuran/uji kinerja alat mesin hasil rancangan tersebut. Uji kinerja dilakukan guna mengetahui kesesuaian kinerja alat terhadap hasil pengeringan yang diinginkan. Dari penggunaan pengeringan dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain :

1. Tidak memerlukan tempat yang luas dan dapat diawasi dengan alat ukur 2. Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan chip ubi kayu dengan tiga perlakuan yaitu pengeringan menggunakan sinar matahari, pengeringan menggunakan energi listrik dan pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik.

C. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan chip


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Kayu

Ubi kayu atau ketela pohon atau Cassava sudah lama dikenal dan ditanam oleh penduduk di dunia. Bagian tanaman ubi kayu yang umum digunakan sebagai bahan makanan manusia adalah umbinya dan daun-daun muda (pucuk). Ubi kayu dapat diolah menjadi berbagai macam (jenis) produk. Aneka jenis makanan dari bahan baku ubi kayu, antara lain, adalah ubi kayu rebus (kukus), ubi kayu bakar, ubi kayu goreng, kolak, keripik, opak, tape, dan enyek-enyek. Di samping itu ubi kayu dapat diolah menjadi produk setengah jadi (intermediate product), seperti gaplek dan tepung tapioka (Rukmana, 1997).

Ubi kayu dan berbagai produk olahannya mengandung gizi (nutrisi) cukup tinggi dan komposisinya lengkap. Kandungan gizi ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1.

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping du) Ordo : Euphorbiales


(23)

5

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz sin. M. utilissima Pohl (Rukmana, 1997).

Ada dua jenis ubi kayu yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung tapioka yaitu: ubi kayu manis (tidak beracun) dan ubi kayu pahit (beracun) seperti varietas Aldira, Basira, M-30, M-31 dan Faroka. Ubi kayu yang baik untuk bahan baku tapioka yaitu ubi kayu yang dipanan pada usia 8 - 10 bulan karena pada umur tersebut kandungan pati ubi kayu maksimal 20% - 25%

Tabel 1. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram ubi kayu dan berbagai produk olahan.

No Kandungan gizi

Banyaknya dalam Ubi kayu

biasa

Ubi kayu

kuning Gaplek Tapioka

Tepung gaplek 1 Kalori (kal) 146,00 157,00 338,00 362,00 363,00

2 Protein (g) 1,20 0,80 1,50 0,50 1,10

3 Lemak (g) 0,30 0,30 0,7 0,30 0,50

4 Karbohidrat (g) 34,70 37,90 81,30 86,90 88,20 5 Kalsium (mg) 33,00 33,00 80,00 0 84,00 6 Fosfor (mg) 40,00 40,00 60,00 0 125,00 7 Zat Besi (mg) 0,70 0,70 1,90 0 1,00 8 Vitamin A (SI) 0 385,00 0 0 0 9 Vitamn B1 (mg) 0,06 0,06 0,04 0 0,04 10 Vitamin C (mg) 30,00 30,00 0 0 0

11 Air (g) 62,50 60,00 14,50 12,00 9,10

12 Bagian yang dapat 75,00 75,00 100,00 100,00 100,00

dimakan (%)

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)

Ubi kayu memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi, lebih tinggi dibandingkan beras, jagung dan sagu. Sehingga ubi kayu (dan produk


(24)

6

Keunggulan ubi kayu sebagai sumber kalori utama adalah (i) keunggulan

berdasarkan aspek nutrisi lebih lengkap, (ii) biaya produksi kalori murah dan (iii) sumber kalori yang potensial (Misgiyarta, 2008).

B. Chip Ubi Kayu

Ubi kayu dapat diolah atau diawetkan menjadi berbagai macam (jenis) produk. Untuk sasaran pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri (ekspor), ubi kayu biasanya diolah menjadi ubi kayu kering (gaplek) dan tepung tapioka (Rukmana, 1997). Proses pembuatan gaplek menjadi lebih cepat jika ubi kayu terlebih dahulu dirajang, sebagaimana menurut Warji dkk (2010) bahwa chip ubi kayu akan cepat kering dibandingkan dengan ubi kayu utuh atau atau ubi kayu belah.

Berikut ini adalah proses pengolahan gaplek irisan (chip) : Pertama-tama kulit ubi kayu dikupas hingga bersih, kemudian daging ubi dicuci dalam air mengalir atau airnya disemprotkan, kemudian ditiriskan. Setelah itu ubi kayu dirajang kecil-kecil dan tipis kemudian di keringkan. Gaplek irisan (chip) yang dapat diolah untuk proses pembuatan tepung harus dikeringkan hingga berkadar air 12 % - 14% (Rukmana,1997). Menurut Warji dkk (2010) pengeringan ubi kayu yang dirajang dengan ketebalan 2 mm penurunan kadar airnya akan lebih cepat daripada ubi kayu utuh atau ubi kayu dengan ketebalan lebih dari 2 mm.


(25)

7

C. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Pengeringan pangan berarti pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan (Earle, 1969 dalam Johanes, 2007). Sedangkan Lidiasari dkk (2006) menyatakan bahwa pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan hingga mencapai jumlah tertentu.

Menurut Nababan (2007) pengeringan adalah suatu proses penguapan kandungan air dari suatu produk, sampai mencapai kandungan air kesetimbangan. Air yang diuapkan tersebut, merupakan air bebas yang terdapat pada permukaan produk maupun air terikat yang berada dalam produk. Pada proses penguapan air tersebut, membutuhkan energi. Dengan meningkatnya energi dalam wadah pengeringan produk, maka terjadi penguapan yang diikuti dengan pengikatan kandungan air pada udara pengering. Pada prinsipnya, pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan udara pengering, suhu udara pengering dan kelembaban udara. Berdasarkan proses dikenal dua macam pengeringan yaitu pengeringan secara alami dan secara mekanis.

1. Pengeringan Alami

Pengeringan alami yang sederhana adalah dengan menggunakan sinar matahari langsung atau tidak langsung. Menurut Taib dkk (1988), pengeringan alami memanfaatkan radiasi surya, suhu dan kelembaban udara sekitar serta kecepatan


(26)

8

angin untuk proses pengeringan. Pengeringan dengan cara penjemuran mempunyai beberapa kelemahan antara lain tergantung dengan cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama.

Alat pengering hasil pertanian yang menggunakan energi surya terdiri atas dua jenis berdasarkan prinsip kerja alat dalam memanfaatkan radiasi untuk proses pengeringan yaitu sistem pasif dan sistem hybrid. Pengeringan sistem pasif memanfatkan radiasi surya dan kecepatan angin tanpa tambahan sumber energi selain energi surya. Pengeringan sistem hybrid memanfatkan energi surya dengan tambahan sumber energi lain (listrik, bahan bakar dan lain-lain) (Setyahartini, 1980).

2. Pengeringan Buatan

Pengeringan buatan dapat menggunakan udara yang dipanaskan. Udara yang dipanaskan tersebut dialirkan ke bahan yang akan dikeringkan dengan

menggunakan alat penghembus kipas.

Pengeringan dengan menggunakan alat mekanis (pengeringan buatan) yang menggunakan tambahan panas memberikan beberapa keuntungan, diantaranya : tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, serta kondisi pengeringan dapat dikontrol. Pengeringan mekanis ini memerlukan energi untuk memanaskan alat pengering, mengimbangi radiasi panas yang keluar dari alat, memanaskan bahan, menguapkan air bahan serta menggerakkan udara (Kartasapoetra, 1994).


(27)

9

Alat pengering buatan pada umumnya terdiri atas tenaga penggerak dan kipas, unit pemanas (heater), serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk mengalirkan udara penggerak dapat digunakan motor listrik atau motor bakar. Alat pengering dengan unit pemanas, sumber energi panas yang digunakan pada pengering dengan unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara atau elemen pemanas listrik (Setyahartini, 1980). Sumber energi panas pengeringan buatan dapat diperoleh dari listrik, kayu, minyak bumi dan gas.

D. Kadar Air Bahan

Kadar air merupakan salah satu faktor yang menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga pasar. Demikian juga mutu hasil pengeringan pada musim penghujan lebih rendah dari musim kemarau. Untuk mengatasi hal ini dilakukan pengeringan yang dapat dikendalikan, baik yang menggunakan bahan bakar minyak maupun sumber-sumber lainnya, selain mengatasi masalah pengeringan menggunakan alat pengering juga hendaknya meningkatkan mutu daripada hasil pengeringan (Damardjati dkk., 1982 dalam Daulay, 2005).

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam perhitungannya berlaku rumus sebagai berikut (Adawyah, 2007):

100 x W W m

b a b 


(28)

10

Keterangan:

mb = Kadar air bahan berdasarkan bobot basah (%) Wa = Bobot air bahan (g)

Wb = Bobot bahan basah (g)

Penentuan bobot kering suatu bahan dengan melakukan penimbangan.

Penimbangan dilakukan setelah bobot bahan tersersebut tidak berubah lagi selama pengeringan berlangsung. Untuk mengatasi masalah tersebut biasanya dilakukan pengeringan dengan menggunakan suhu 105oC minimal selama 2 jam.

Analisis kadar air bahan biasanya ditentukan berdasarkan sistem bobot kering. Penyebabnya karena perhitungan berdasarkan bobot basah mempunyai

kelemahan, yaitu bobot basah bahan selalu berubah-ubah setiap saat. Berdasarkan bobot kering, hal itu tidak akan terjadi karena bobot kering bahan selalu tetap. Perhitungan kadar air bahan berdasarkan bobot kering berlaku rumus sebagai berikut (Adawyah, 2007).

100 x W W m

k a k 

(2) Keterangan:

mk = Kadar air bahan berdasarkan bobot kering (%) Wa = Bobot air bahan (g)

Wk = Bobot bahan kering (g)

E. Alat Pengering Surya

Secara teknis, alat pengering surya dapat mempersingkat masa pengeringan, kebersihan dan mutu produk lebih terjamin. Secara ekonomis, alat pengering ini sederhana dalam pembuatan dengan biaya yang relatif murah, mudah digunakan dan dipindah-pindahkan, serta massa pakai yang cukup lama.


(29)

11

Abdullah (2003) dalam Handoyo dkk (2006) menyebutkan bahwa pengering surya dapat berupa ruang kaca yang memanfaatkan efek rumah kaca ( green-houseeffect) dan dapat pula menggunakan kolektor surya yang dihubungkan dengan ruang pengering.

Kelebihan dari alat pengering surya bila dibandingkan pengering sederhana antara lain :

1. Tidak tergantung cuaca, sebab dengan sinar matahari kurang terik, alat ini tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena suhu yang ada di dalam lebih tinggi dari suhu di luar.

2. Dapat dibuat dari bahan apa adanya dan relatif murah. Rangka dapat terbuat dari bambu atau kayu, sedangkan dinding terbuat dari lembaran plastik bening dan plastik buram. Plastik bening berfungsi sebagai penutup, sedangkan plastik hitam untuk menyerap sinar matahari.

3. Bahan yang dikeringkan terlindung dari curah hujan, dan dapat mencegah kerumunan lalat. Bahkan karena suhu di dalam alat ini cukup tinggi maka secara otomatis dapat mematikan lalat dan belatung.

Lebih jelasnya perbandingan alat pengering surya dengan pengering sederhana disajikan pada Tabel 2.


(30)

12

Tabel 2. Perbandingan alat pengering surya dengan pengering sederhana

No Alat Pengering Surya Pengeringan Sederhana 1. Suhu ruangan yang panas sehingga

bahan lebih cepat kering

Sangat tergantung kepada intensitas cahaya matahari

2. Ruangan yang tertutup sehingga produk yang dihasilkan relatif lebih bersih

Dilakukan ditempat terbuka sehingga produk yang dihasilkan terkesan kotor (berdebu)

3. Apabila terjadi hujan, produk yang dikeringkan tidak perlu dipindahkan atau diangkat

Apabila terjadi hujan, produk yang dikeringkan harus segera

dipindahkan atau diangkat

4. Ruangan yang tertutup sehingga produk terjamin mutunya karena terhindar dari jangkauan serangga

Bahan mudah tercemar karena serangga sehingga mutu kurang terjamin

Gambar 1. Contoh alat pengering surya kombinasi

Gambar 1 merupakan alat pengering surya sederhana yang dikombinasikan dengan seng (dicat hitam) guna menghasilkan panas yang lebih tinggi. Dari hasil uji coba, suhu ruangan bisa mencapai 55 oC - 60 oC. Dengan tingginya suhu

Atap dan dinding dilapisi plastik bening

Rak-rak disusun bertingkat

Papan Seng


(31)

13

ruangan tersebut, proses pengeringan dapat berlangsung lebih singkat (BPTP, 2001).

F. Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid

Pengering efek rumah kaca merupakan pengering yang mengunakan sumber energi surya untuk memanaskan udara pengering. Energi surya yang masuk ke ruang pengering terperangkap dalam ruang pengering, sehingga meningkatkan suhu plat beserta bagian-bagian pembangun ruang pengering. Energi panas yang diterima tersebut, dipindahkan ke udara pengering secara konveksi, sehingga suhu udara yang masuk dari lingkungan ke ruang pengering terjadi peningkatan. Energi panas yang bersumber dari surya, walaupun melimpah, tetapi sangat tergantung pada keadaan cuaca dan tidak seragam setiap waktu, oleh karena itu diperlukan pemanas tambahan maupun penyimpan energi panas. Pada saat

iradiasi surya yang diterima sangat rendah atau tidak ada sama sekali, maka energi tambahan dapat didistibusikan dari sumber energi tambahan yang digunakan untuk mempertahankan suhu pengering yang diharapkan (Nababan, 2007).

1. Alat Pengering Surya Tipe Efek rumah kaca (ERK)- Hybrid dengan pengering silinder berputar

Pengeringan dan penyimpanan merupakan tahapan pascapanen dari produk pertanian yang sangat berkaitan erat dengan kualitas, biaya dan dengan sendirinya kestabilan harga. Efek rumah kaca (ERK) merupakan tipe pengering yang

memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi termal. Pengering ERK merupakan pengering dengan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan


(32)

14

wadah produk yang dikeringkan. Umumnya pengering ini selalu menggunakan energi biomassa sebagai sumber energi termal lainnya sehingga disebut juga ERK-Hybrid. Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder dapat dilihat pada Gambar 2 (Mulyantara dkk., 2008).

Keterangan :

A : Sub-sistem tangki air 6 : Pipa outlet-1 B : Sub-sistem penukar panas 7 : Pipa outlet-2 C : Sub-sistem silinder pengering 8 : Penukar panas D : Sub-sistem ruang pengering ERK 9 : Kipas inlet 1 : Tongkol jagung 10 : Motor penggerak

2 : Cerobong 11 : Silinder pengering

3 : Tungku 12 : Kipas outlet

4 : Tangki air 13 : Inlet udara

5 : Pompa air 14 : Sistem pengering ERK

Gambar 2. Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder

2. Alat Pengering Hybrid Tipe Rak

Menurut Warji (2009), alat pengering hybrid tipe rak dapat digunakan untuk pengeringan bahan-bahan pangan, adapun spesifikasinya dijelaskan di bawah ini :

10 B 8 9 1 1 A 4 3 2 5 6 7 Aliran b.

Aliran udara Aliran air

Gel. Pendek Gel. Panjang

D 14 12 11 13 C b. bakar


(33)

15

a. Ruang Pengering

Ruang pengeringan hasil rancangan terbuat dari rangka besi siku dan dinding transparan polycarbonate dengan ketebalan ± 1 mm. Ruang pengering berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 150 cm x 100 cm x 130 cm menggunakan besi siku dengan ukuran tebal 5 mm dan lebar 5 cm. Ruang pengering diberi penutup/atap melengkung dengan ukuran 190 cm x 137 cm dan tinggi dari rangka atas 22 cm. Pada salah satu sisinya dibuat pintu pengeluaran. Di dalam ruang pengering terdapat dudukan rak pengering.

b. Rak Pengering

Rak pengering ini berjumlah 10 buah yang berbentuk persegi panjang dengan sisi 96 cm x 74 cm. Rak pengering dipasang bertingkat sebanyak 5 tingkat. Salah satu rak di setiap tingkatnya dibuat celah berukuran 10 cm yang bertujuan untuk tempat lewatnya aliran udara panas yang dihasilkan oleh sinar matahari dan energi listrik sebagai sumber panas. Rak ini adalah tempat menaruh chip ubi kayu yang akan dikeringkan. Pada rak pengering ini terdapat beberapa bagian penting antara lain rangka, kassa, dan pegangan. Pemasangan kassa pada rak pengering datar mengikuti bentuk rangka.

c. Pintu Pemasukkan dan Pengeluaran

Pintu pemasukkan dan pengeluaran merupakan bagian dari alat pengering pada sisi bagian depan alat. Pintu ini berfungsi sebagai tempat keluar masuknya rak pengering dengan dimensi 99 cm x 75 cm.


(34)

16

d. Kipas

Kipas yang digunakan pada alat pengering sistem hybrid ini mempunyai dimensi 15 cm x 14 cm. Dan mempunyai spesifikasi nya adalah 230 V – 50/60 Hz, 14/12 W, 0,08/0,07 A. Pada penelitian ini menggunakan 2 (dua) buah kipas. Kipas ke-1 dipasang pada sisi luar pada ruang pembakaran yang menghadap ke saluran udara sehingga berfungsi sebagai penghembus udara panas yang dihasilkan ruang pembakaran untuk selanjutnya dihembuskan ke ruang pengering. Kipas ini berfungsi sebagai kipas penghembus jika sumber panas yang digunakan adalah energi listrik dan jika menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas, kipas ini berfungsi sebagai kipas penghisap.

Selanjutnya kipas ke-2 dipasang pada salah satu sisi dinding alat pengering. Kipas ini berfungsi sebagai penghembus udara panas jika sumber panas yang digunakan adalah sinar matahari dan berfungsi sebagai kipas penghisap jika sumber panas yang digunakan adalah energi listrik berupa elemem pemanas. Elemen pemanas yang dipakai berupa kumparan. Elemen pemanas tersebut terdiri dari 3 set bahan baku elemen pemans oven, yang masing-masing memiliki daya pemanas sebesar 600 Watt. Elemen pemanas dililitkan pada sebuah pipa besi bulat yang disambung pada sebuah kabel listrik sebagai penghubung utama ke sumber energi listrik yang digunakan. Alat pengering sistem hybrid tipe rak dapat dilihat pada Gambar 3.


(35)

17

Keterangan Gambar :

a. Ruang pengering d. Kipas

b. Rak pengering e. Pintu pengeluaran c. Saluran udara

Gambar 3. Alat pengering sistem hybrid tipe rak

Untuk pengeringan ubi kayu dalam penelitian ini, menggunakan alat pengering tipe rak. Umumnya pengering tipe rak digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan hasil pertanian yang termasuk dalam kategori biji-bijian (grain) seperti jagung, padi, kopi, dan lain-lain. Pengering tipe rak merupakan jenis pengering yang rancangannya tersusun atas rak-rak yang ditata secara bertingkat di dalam sebuah lemari pengering. Alat pengering tipe rak memiliki ciri-ciri utama yaitu, produk yang akan dikeringkan ditumpuk diatas rak-rak pengering dan

menggunakan blower sebagai pembawa udara panas.

e

d

b a


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Januari 2010 sampai Maret 2010.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering hybrid tipe rak, perajang ubi kayu, pisau, ember, timbangan digital, timbangan manual, oven, alumunium foil, tabung dessicator, cawan, thermometer dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu dalam bentuk chip dan air.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap perlakuan dengan tiga kali ulangan. Ketiga taraf perlakuan tersebut adalah :

A = Pengeringan menggunakan sinar matahari B = Pengeringan menggunakan energi listrik


(37)

19

Jumlah bahan baku yang digunakan pada masing-masing perlakuan untuk setiap kali ulangannya adalah 30 kg. Setelah itu dilakukan pengamatan berupa perubahan suhu pengeringan, penurunan kadar air, total waktu pengeringan, laju pengeringan dan perhitungan banyaknya energi yang dibutuhkan pada proses pengeringan.

1. Persiapan Bahan

Pada tahap persiapan bahan ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu : a. Pertama-tama dilakukan penyortiran terhadap ubi kayu yang bebas dari

gangguan hama, penyakit, serta kerusakan lainnya (cacat atau luka).

b. Ubi kayu dikupas kulitnya dengan pisau kemudian dicuci hingga bersih. Setelah didapat ubi kayu kupas, ubi kayu dirajang dengan ketebalan ± 2 mm

menggunakan alat perajang untuk memperoleh bentuk chip.

c. Menimbang ubi kayu yang telah berbentuk chip sebanyak 30 kg, lalu chip ubi kayu dibagi menjadi sepuluh bagian dengan masing-masing bagian adalah 3 kg.

2. Persiapan Alat

Pada alat pengering terdapat 10 rak, panamaan rak dapat dilihat pada Gambar 4. Dalam tahap persiapan alat, hal yang dipersiapkan yaitu memasukkan chip ubi kayu pada masing-masing rak sebanyak 3 kg, ubi kayu yang dimasukkan pada rak

diusahakan tidak terjadi tumpukan. Setelah itu meletakkan thermometer di bagian tengah di setiap raknya dan kondisikan bahwa pemanas, kipas penghisap dan kipas pendorong dapat berfungsi dengan baik.


(38)

20

Gambar 4. Penamaan rak pada ruang pengering

3. Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan cara :

a. Setelah semua bahan dan peralatan siap, kemudian dilakukan pencatatan suhu awal. Pencatatan suhu dilakukan dengan cara melihat thermometer di setiap raknya dan thermometer yang diletakkan di luar alat sebagai suhu lingkungan. Pada dua jam pertama suhu dilihat setiap 15 menit sekali, hal tersebut

dilakukan untuk mengetahui peningkatan kenaikan suhu pada pada alat pengering dan selanjutya suhu dilihat setiap 1 jam sekali sampai bahan

mengering dengan kadar air 10% - 12%. Thermometer yang diletakkan di luar alat dan thermometer diletakkan di dalam alat diberi penghalang berupa kertas yang berfungsi untuk menghalangi panas matahari langsung. Proses

pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan pada pukul 08.00 - 17.00 Rak 1A

Rak 2A Rak 1B

Rak 2B Rak 3B Rak 4B Rak 5B

Rak 3A Rak 4A Rak 5A


(39)

21

WIB, apabila terjadi hujan, pengeringan dihentikan dan dilanjutkan esok harinya.

b. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengambilan sampel untuk perhitungan kadar air chip ubi kayu yang diambil pada masing-masing rak. Sampel yang diambil adalah sampel yag berada di tengah-tengah rak. Pengambilan sampel

dilakukan sebelum bahan mulai dikeringkan dan setiap 2 jam sekali. Setelah itu sampel dibungkus dengan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam tabung

dessicator, hal ini bertujuan agar kandungan air pada bahan tidak berubah. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara sampel tersebut ditimbang lalu ditaruh dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 24 jam kemudian ditimbang lagi. Proses pengeringan chip ubi kayu dilakukan dengan tiga taraf perlakuan yaitu pengeringan menggunakan sinar matahari, pengeringan menggunakan energi listrik dan pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik dengan tiga kali ulangan, kemudian diamati. Ulangan berikutnya dilakukan dengan cara yang sama pada waktu yang berbeda. Proses pengeringan chip ubi kayu dapat dilihat pada Gambar 5.


(40)

22

Gambar 5. Diagram alir pengeringan chip ubi kayu Ubi Kayu

Dikupas dan dicuci Mulai

Ubi kayu kupas (kg)

Pengirisan/ perajangan dengan ketebalan yang sama

Chip ubi kayu kering dengan kadar air

10% - 12%.

Selesai

Chip

ubi kayu

Pengeringan menggunakan sinar matahari Pengeringan

menggunakan energi listrik

Pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik


(41)

23

D. Pengamatan

1. Pengukuran Kadar Air

Kadar air dihitung sebelum pengeringan dan setiap 1 jam sekali yang bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang teruapkan dari bahan. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara sampel chip ubi kayu ditimbang lalu ditaruh dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 24 jam kemudian ditimbang lagi. Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan

berdasarkan bobot basah (wet basis). Pada penelitian ini, kadar air yang digunakan berdasarkan bobot basah (bb). Penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam perhitungannya berlaku rumus (1).

2. Pengukuran Suhu Udara Pengering

Pencatatan suhu dilakukan dengan cara melihat thermometer di setiap raknya dan

thermometer yang diletakkan di luar alat. Pada dua jam pertama suhu dilihat setiap 15 menit sekali, selanjutnya suhu dilihat setiap 1 jam sekali.

3. Lama Pengeringan

Lama waktu pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan chip

ubi kayu dimulai saat bahan terkena sinar matahari atau saat alat dihidupkan hingga bahan kering dengan kadar air rata-rata sampel mencapai 10% - 12 % basis basah. Data yang disajikan dalam bentuk tabel.


(42)

24

4. Konsumsi Energi Listrik

Konsumsi energi listrik dicatat selama proses pengeringan berlangsung. Persamaan yang digunakan adalah :

EL = t x E (3)

Keterangan :

EL = Energi listrik yang terpakai, (J)

t = Lama waktu pemakaian energi listrik (s)

E = Besarnya energi yang dipergunakan (watt atau J/s)

5. Analisis Efisiensi

a. Beban Uap air

Beban uap air chip ubi kayu adalah jumlah air yang harus diuapkan hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Untuk menghitung beban uap air dihitung berdasarkan persamaan berikut :

d b2

b1 b2

b1 x W

) m (100 ) m -(100 100 ) m (m E  

 (4)

dimana : E = beban uap air (kg H2O) mb1 = kadar air awal (%) mb2 = kadar air akhir (%) Wd = berat padatan awal (kg)

b. Laju Pengeringan

Laju perpindahan air (W) dihitung berdasarkan 2 (dua) persamaan:

θ

E

W1  , dan (5)

θ

m m


(43)

25

dimana : W1 = laju perpindahan air (kg H2O/jam) W2 = laju perpindahan air (% bb/jam) mb1 = kadar air awal (%)

mb2 = kadar air akhir (%)

θ = waktu pengeringan (jam)

c. Energi yang Dibutuhkan untuk Proses Pengeringan

Energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan dihitung berdasarkan persamaan: q = qkumparan + qkipas atas + qkipas bawah (7)

d. Energi yang Terpakai untuk Mengeringkan Bahan

Jumlah energi yang terpakai untuk mengeringkan bahan selama pengeringan dapat dihitung dengan persamaan (Taib dkk, 1988):

Q = Q1 + Q2 (8)

dimana : Q = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air bahan (kJ)

Q1 = jumlah panas yang digunakan untuk menguapkan air bahan (kJ) Q2 = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan bahan (kJ)

Q1 = E x Hlb (9)

dimana : Q1 = energi untuk menguapkan air (kJ) E = beban uap air (kg H2O)

Hlb = panas laten (kJ kg) T ) 10 x (2,361 2,501 H 3 lb  

 (10)

dimana : Hlb = panas Laten (MJ) T = suhu bahan (oC)

Q2 = m x Cpx ∆T (11)

dimana : m = massa bahan yang dikeringkan (kg)

Cp = panas jenis bahan yang dikeringkan (kJ/kg oC)

∆T = kenaikan suhu bahan (o C)


(44)

26

e. Efisiensi pengeringan

Efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah energi untuk menguapkan air bahan dengan energi yang dihasilkan oleh pemanas, dengan menggunakan persamaan :

100 x q

Eff  Q (12)

dimana : Eff = efisiensi pemanasan, %

Q = energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan, kJ/jam q = energi yang terpakai untuk mengeringkan bahan, kJ/jam

E. Analisis Data


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan chip ubi kayu adalah sebagai berikut :

1. Alat pengering dapat mengeringkan chip ubi kayu sebanyak 30 kg dengan kadar air awal rata-rata 60% menjadi 10% - 12%, pada perlakuan pengeringan bahan dengan alat menggunakan sinar matahari selama 18 jam, pada

pengeringan bahan menggunakan energi listrik selama 16 jam, pada

pengeringan bahan menggunakan energi listrik dan sinar matahari selama 12 jam.

2. Pengeringan yang paling efisien yaitu pengeringan menggunakan energi listrik dan sinar matahari berdasarkan kapasitas bahan yang digunakan dan lama pengeringan.

3. Suhu tertinggi pada pengujian alat pengering hybrid terdapat pada perlakuan pengeringan bahan dengan alat menggunakan sinar matahari dan energi listrik, yaitu 61 0C dengan rata-rata suhunya adalah 41,29 0C

4. Laju pengeringan rata-rata pada pengeringan bahan menggunakan sinar matahari, pengeringan bahan menggunakan energi listrik dan pengeringan bahan menggunakan energi listrik dan sinar matahari adalah sebesar 2,788 % bb/jam, 3,058 % bb/jam dan 4,145 % bb/jam


(46)

47

5. Efisiensi pengeringan rata-rata pada pengeringan menggunakan energi listrik dan pengeringan menggunakan energi listrik dan sinar matahari, adalah sebesar 42,67 % dan 59,95 %

B. Saran

Dari hasil pengamatan, pembahasan, dan kesimpulan, penulis menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Pada proses pengeringan perlu dilakukan pergiliran rak agar hasil pengeringan bahan lebih merata dan waktu pengeringan lebih singkat. 2. Diperlukan adanya perbaikan pada alat agar bisa digunakan lebih dinamis


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. Afrikil, B. dan F. YS. Mamengko. 2001. Alat Pengering Biji Kakoa Tipe Semi

Lingkaran.

http://fmipa.unipa.ac.id/Buku%20dan%20Journal/alat%20pengering%20bi ji%20kakoa.doc. [12 Maret 2010].

Apriza, H. 2004. Uji Penampilan Alat Pengering Tipe Rak dengan Sumber Pemanas Kompor Berbahan Bakar Minyak Tanah pada Pengering Cabai Merah. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung.

Anonim. 2001. Alat Pengering Surya Sederhana yang Serbaguna. BPTP.

Kalimantan Timur. http://www.pustaka-deptan.go.id [9 Desember 2009]. Daulay, S.B. 2005. Pengeringan Padi (Metode dan Peralatan). Jurusan

Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Handoyo E., P. Kristanto. dan S. Alwi. 2003. Disain dan Pengujian Sistem Sistem Pengering Ikan Bertenagan Surya.

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/91-021/Pengering%20Ikan.pdf. [12 Maret 2010].

Johanes. 2007. Uji Kinerja Alat Pengering Tipe Rak pada Pengeringan Pati Ubi Kayu. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung.

Kartasapoetra, A. G., 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta.

Lidiasari E., M. I. Syafutri. dan F. Saiful. 2006. Pengaruh Perubahan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 8. Universitas Sriwijaya.

Misgiyarta, Suismono, dan Suyanti. 2008. Tepung Kasava Bimo Kian Prospektif. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id [9 Desember 2009].


(48)

49

Mulyantara, L.T., L.O. Nelwan., S.E Agustina., dan T.W. Widodo. 2008.

Simulasi Pengeringan Jagung Pipilan Menggunakan Alat Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) – Hybrid Dengan Pengring Silinder Berputar. Jurnal Enjiniring Pertanian, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Vol VI No. 2.

Nababan B. 2007. Simulasi Sebaran Suhu Udara Ruang Pengering Pada Sistem Efek Rumah Kaca. http://jurnal.bl.ac.id [9 Desember 2009].

Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Santosa, C., Chatib dan E. Susandi. 2003. Analisis kinerja alat pengering tipe rak dengan sumber energi solar sel untuk pengeringan gabah.

http://www.scribd.com/doc/7450969/Makalah-Jurnal-TP-Pengeringan-Eva-NET#fullscreen:on. [1 Mei 2010].

Setijahartini, S. 1980. Pengeringan Jurusan Teknologi Industri. FATETA. Institut Pertanian Bogor.

Taib, G., G. Said dan S. Wiraatmadja. 1987. Operasi Pengeringan Pada Hasil Pertanian. Medyatama Perkasa. Jakarta.

Tanjung, A. 2008. Rancang Bangun Alat Pengering Gabah Tipe Bak Segitiga. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung.

Warji., S. Asmara dan S. Suharyatun. 2009. Rancang Bangun Produksi Tiwul Instan dalam Mendukung Keahanan Pangan Nasional. Lembaga Polinela. Unila. Lampung

Warji., S. Asmara dan S. Suharyatun. 2010. Rekayasa Mesin Perajang Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Agroindustri. Polinela.

Zaki. 2009. Lampung Produsen Ubi Kayu Terbesar Indonesia. Tribun Lampung [9 November 2009].


(1)

25

dimana : W1 = laju perpindahan air (kg H2O/jam) W2 = laju perpindahan air (% bb/jam) mb1 = kadar air awal (%)

mb2 = kadar air akhir (%) θ = waktu pengeringan (jam)

c. Energi yang Dibutuhkan untuk Proses Pengeringan

Energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan dihitung berdasarkan persamaan: q = qkumparan + qkipas atas + qkipas bawah (7)

d. Energi yang Terpakai untuk Mengeringkan Bahan

Jumlah energi yang terpakai untuk mengeringkan bahan selama pengeringan dapat dihitung dengan persamaan (Taib dkk, 1988):

Q = Q1 + Q2 (8)

dimana : Q = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air bahan (kJ)

Q1 = jumlah panas yang digunakan untuk menguapkan air bahan (kJ) Q2 = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan bahan (kJ)

Q1 = E x Hlb (9)

dimana : Q1 = energi untuk menguapkan air (kJ) E = beban uap air (kg H2O)

Hlb = panas laten (kJ kg) T ) 10 x (2,361 2,501 H 3 lb  

 (10)

dimana : Hlb = panas Laten (MJ) T = suhu bahan (oC)

Q2 = m x Cpx ∆T (11)

dimana : m = massa bahan yang dikeringkan (kg)

Cp = panas jenis bahan yang dikeringkan (kJ/kg oC) ∆T = kenaikan suhu bahan (o


(2)

26

e. Efisiensi pengeringan

Efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah energi untuk menguapkan air bahan dengan energi yang dihasilkan oleh pemanas, dengan menggunakan persamaan :

100 x q

Eff  Q (12)

dimana : Eff = efisiensi pemanasan, %

Q = energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan, kJ/jam q = energi yang terpakai untuk mengeringkan bahan, kJ/jam

E. Analisis Data


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan chip ubi kayu adalah sebagai berikut :

1. Alat pengering dapat mengeringkan chip ubi kayu sebanyak 30 kg dengan kadar air awal rata-rata 60% menjadi 10% - 12%, pada perlakuan pengeringan bahan dengan alat menggunakan sinar matahari selama 18 jam, pada

pengeringan bahan menggunakan energi listrik selama 16 jam, pada

pengeringan bahan menggunakan energi listrik dan sinar matahari selama 12 jam.

2. Pengeringan yang paling efisien yaitu pengeringan menggunakan energi listrik dan sinar matahari berdasarkan kapasitas bahan yang digunakan dan lama pengeringan.

3. Suhu tertinggi pada pengujian alat pengering hybrid terdapat pada perlakuan pengeringan bahan dengan alat menggunakan sinar matahari dan energi listrik, yaitu 61 0C dengan rata-rata suhunya adalah 41,29 0C

4. Laju pengeringan rata-rata pada pengeringan bahan menggunakan sinar matahari, pengeringan bahan menggunakan energi listrik dan pengeringan bahan menggunakan energi listrik dan sinar matahari adalah sebesar 2,788 % bb/jam, 3,058 % bb/jam dan 4,145 % bb/jam


(4)

47

5. Efisiensi pengeringan rata-rata pada pengeringan menggunakan energi listrik dan pengeringan menggunakan energi listrik dan sinar matahari, adalah sebesar 42,67 % dan 59,95 %

B. Saran

Dari hasil pengamatan, pembahasan, dan kesimpulan, penulis menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Pada proses pengeringan perlu dilakukan pergiliran rak agar hasil pengeringan bahan lebih merata dan waktu pengeringan lebih singkat. 2. Diperlukan adanya perbaikan pada alat agar bisa digunakan lebih dinamis


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. Afrikil, B. dan F. YS. Mamengko. 2001. Alat Pengering Biji Kakoa Tipe Semi

Lingkaran.

http://fmipa.unipa.ac.id/Buku%20dan%20Journal/alat%20pengering%20bi ji%20kakoa.doc. [12 Maret 2010].

Apriza, H. 2004. Uji Penampilan Alat Pengering Tipe Rak dengan Sumber Pemanas Kompor Berbahan Bakar Minyak Tanah pada Pengering Cabai Merah. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung.

Anonim. 2001. Alat Pengering Surya Sederhana yang Serbaguna. BPTP.

Kalimantan Timur. http://www.pustaka-deptan.go.id [9 Desember 2009]. Daulay, S.B. 2005. Pengeringan Padi (Metode dan Peralatan). Jurusan

Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Handoyo E., P. Kristanto. dan S. Alwi. 2003. Disain dan Pengujian Sistem Sistem Pengering Ikan Bertenagan Surya.

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/91-021/Pengering%20Ikan.pdf. [12 Maret 2010].

Johanes. 2007. Uji Kinerja Alat Pengering Tipe Rak pada Pengeringan Pati Ubi Kayu. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung.

Kartasapoetra, A. G., 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta.

Lidiasari E., M. I. Syafutri. dan F. Saiful. 2006. Pengaruh Perubahan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 8. Universitas Sriwijaya.

Misgiyarta, Suismono, dan Suyanti. 2008. Tepung Kasava Bimo Kian Prospektif. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id [9 Desember 2009].


(6)

49

Mulyantara, L.T., L.O. Nelwan., S.E Agustina., dan T.W. Widodo. 2008. Simulasi Pengeringan Jagung Pipilan Menggunakan Alat Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) – Hybrid Dengan Pengring Silinder Berputar. Jurnal Enjiniring Pertanian, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Vol VI No. 2.

Nababan B. 2007. Simulasi Sebaran Suhu Udara Ruang Pengering Pada Sistem Efek Rumah Kaca. http://jurnal.bl.ac.id [9 Desember 2009].

Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Santosa, C., Chatib dan E. Susandi. 2003. Analisis kinerja alat pengering tipe rak dengan sumber energi solar sel untuk pengeringan gabah.

http://www.scribd.com/doc/7450969/Makalah-Jurnal-TP-Pengeringan-Eva-NET#fullscreen:on. [1 Mei 2010].

Setijahartini, S. 1980. Pengeringan Jurusan Teknologi Industri. FATETA. Institut Pertanian Bogor.

Taib, G., G. Said dan S. Wiraatmadja. 1987. Operasi Pengeringan Pada Hasil Pertanian. Medyatama Perkasa. Jakarta.

Tanjung, A. 2008. Rancang Bangun Alat Pengering Gabah Tipe Bak Segitiga. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung.

Warji., S. Asmara dan S. Suharyatun. 2009. Rancang Bangun Produksi Tiwul Instan dalam Mendukung Keahanan Pangan Nasional. Lembaga Polinela. Unila. Lampung

Warji., S. Asmara dan S. Suharyatun. 2010. Rekayasa Mesin Perajang Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Agroindustri. Polinela.

Zaki. 2009. Lampung Produsen Ubi Kayu Terbesar Indonesia. Tribun Lampung [9 November 2009].