Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Berbagai teori psikologi sosial menyatakan bahwa kekerasan di televisi atau dalam film dapat meningkatkan agresi penontonnya. Berikut adalah
pembahasan dari hasil penelitian kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan di media televisi terhadap perilaku agresif siswa SMP Negeri 29
Bandung Tahun Ajaran 20142015 yang akan di bahas setiap aspeknya. 1
Perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi, dengan kontribusi sebesar 0,016.
Sejauh ini, penelitian tentang waktu menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif masih kontroversial. Sebagian penelitian
menunjukkan hasil yang mendukung terdapat korelasi, namun pada hasil penelitian lainnya tidak terbukti adanya korelasi.
Waktu menonton tayangan kekerasan di televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah durasi dan frekuensi menonton tayangan yang mengandung
unsur kekerasn di televisi. Berbagai faktor lain dianggap dapat mempengaruhi kaitan waktu menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif.
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan,
sedangkan dalam penelitian ini keduanya menjadi responden penelitian. Seperti yang diungkapkan oleh Milla 2005, hlm.4 bahwa terdapat beberapa faktor lain
yang diidentifikasi dapat dijadikan sebagai prediktor dari efek media terhadap agresivitas adalah jenis kelamin, pendidikan orang tua dan prestasi akademik.
Selanjutnya, Bandura dalam Susantyo, 2011, hlm. 190 beranggapan bahwa, „Perilaku agresif merupakan sesuatu yang dipelajari dan bukannya
perilaku yang dibawa individu sejak lahir‟. Perilaku agresif ini dipelajari dari
lingkungan sosial seperti interaksi dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya dan media massa melalui
modelling
melihat dan meniru. Jika kita cermati pernyataan yang diungkapkan oleh Bandura maka
kecenderungan perilaku agresif pada seseorang bukan hanya ditimbulkan oleh media massa, namun lingkungan keluarga yang disfungsional dan lingkungan
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
teman sebaya juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Ormrod 2009, hlm. 296 bahwa “Banyak remaja agresif hidup
dalam lingkungan rumah tangga yang disfungsional, di mana konflik, amarah hukuman, kekerasan, kurangnya kasih sayang, dan perilaku sosial yang tidak tepat
menjadi hal yang umum dalam keluarga”, sehingga terbentuknya perilaku agresif pada individu dikarenakan individu tersebut sering melihat bentuk kekerasan di
antara orang tua atau bahkan menjadi korban kekerasan yang diberikan orang tua. Selanjutnya,
Krahe 2005, hlm. 89 mengungkapkan bahwa „Hubungan dengan teman sebaya merupakan sumber pengaruh sosial lain yang sangat relevan
dengan agresi‟. Hal ini terjadi karena salah satu perkembangan remaja ditandai dengan berkembanganya sikap konformitas yaitu kecenderungan untuk meniru
dan mengikuti kelompoknya. Faktor lainnya juga dapat dilihat dari cara seseorang menonton tayangan
televisi, karena setiap orang berbeda dalam meluangkan waktunya di depan televisi. Heath dalam Hutapea, 2010, hlm.3 membagi kelompok penonton
berdasarkan cara orang meluangkan waktunya untuk menonton televisi, yaitu:
1 Average Viewer
, orang yang menonton televisi untuk menghabiskan waktu luangnya..
2.Selective Viewer
, tipe penonton seperti ini lebih peduli pada acara- acara televisi. 3.
Addict,
tipe penonton seperti ini memiliki kebutuhan kompulsif untuk menonton acara apa saja yang ada di televisi. Dalam penelitian ini tidak
mengelompokkan tipe penonton, sehingga tidak tergambarkan secara jelas responden termasuk ke dalam kelompok penonton tertentu.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
2 Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam
kebiasaan menonton tayangan kekerasan dengan kontribusi sebesar 0,112. Televisi adalah media yang sangat potensial, berbagai program acara
ditayangkan di televisi yang dapat mempengaruhi seseorang, mulai dari tindakan fisik sederhana, sikap, dan pandangan.
Namun, disamping memberikan dampak positif, televisi juga memberikan dampak negatif bagi penontonnya, Rakhmat
2012, hlm. 240 menjelaskan bahwa “Televisi sering menyajikan adegan pembunuhan, pemerkosaan, perusakan”. Tayangan kekerasan di televisi muncul
secara fisik maupun verbal, secara rinci Sunarto dalam Muthmainah, 2012, hlm. 15 mengungkapkan bahwa
„Tayangan kekerasan adalah tayangan yang menempatkan tema anti sosial, seksualitas, atau tema supranatural, tayangan yang
menggunakan bahasa yang tidak pantas diucapkan dan didengar, dan tayangan yang tidak memperlihatlan batasan yang jelas antara yang baik dan buruk dan
mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan ‟.
Selanjutnya, Tamburaka 2013, hlm. 188 menambahkan bahwa “Tayangan kekerasan muncul secara fisik maupun verbal di televisi. Mulai adegan
kekerasan memukul, menendang, hingga dalam bentuk kata-kata kasar dan makian merupakan konstruksi kekerasan media massa. Kekerasan kadang
menunjukkan kekerasan pada diri sendiri, kekerasan kepada orang lain, dan kekerasan kolektif
”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tayangan kekerasan adalah tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang muncul
secara fisik maupun verbal seperti kekerasan pada diri sendiri, kekerasan pada orang lain, kekerasan kolektif, tayangan yang bertema seksualitas, dan tema
supranatural. Seorang individu akan terstimulus dan memiliki perasaan bermusuhan
yang lebih besar setelah menonton tayangan yang mengandung kekerasan dibandingkan dengan tayangan yang bersifat menghibur. Seperti yang
diungkapkan oleh Myers 2012, hlm. 96 bahwa “
Semakin berisi kekerasan acara televisi yang ditonton anak, maka semakin agresif anak tersebut”. Hal yang sama
juga diungkapkan oleh Bandura dalam Koeswara, 1988, hlm. 43 bahwa „Agresi
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
yang tampil dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam tontonan berpengaruh terhadap pembentukan agresi dikalangan individu-individu pengamat atau
penonton terutama yang masih kanak- kanak atau berusia muda‟.
Selain itu, terdapat kecenderungan respon agresif dan emosional yang terganggu karena terpengaruh oleh tayangan yang mengandung kekerasan di
media televisi. Bushman dalam Krahe, 2005, hlm. 163 memaparkan bahwa „Ciri
sifat agresif yang tinggi berkaitan dengan kebiasaan yang lebih tinggi dan preferensi yang lebih kuat untuk menonton tayangan media yang mengandung
kekerasan‟. Kembali Bushman dalam Krahe, 2005, hlm. 164 mengungkapkan bahwa „individu yang agresif lebih menyukai acara-acara yang mengandung
kekerasan, yang kemudian menguatkan kecenderungan agresif mere ka‟. Sebagai
daya tarik biasanya tayangan televisi menayangkan adegan-adegan seperti kekerasan fisik, seksual, dan mental agar dapat membangkitkan emosi penonton
karena dapat menjadi daya tarik untuk menonton tayangan yang sama. Saat ini banyak kasus ditemukan bahwa tayangan televisi mengandung
unsur kekerasan, mulai dari iklan, kartun, film, sinetron, horror, komedi, dan reality show seperti yang dilaporkan dalam situs berita Tempo Interaktif.com 11
Mei 2007, mengangkat judul “media massa penyumbang utama kekerasan anak”. Dalam laporan tersebut diungkap, Sekretaris Jendral Komisi Nasional
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, dari 35 judul acara atau film yang ditayangkan beberapa stasiun televisi, sekitar 62 menyajikan kekerasan dalam
Sumarjo, 2011, hlm. 104. Terkait hal tersebut, diharapkan orang tua dapat menemani dan membimbing anak-anak ketika sedang menonton televisi, dengan
cara tersebut dapat membantu anak untuk memilih tayangan yang sesuai dengan umurnya.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
3 Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan
menonton tayangan kekerasan, dengan kontribusi sebesar 0,111. Individu akan mengamati dan mengungkapkan atau mencontoh tingkah
laku yang ada dalam tayangan televisi apabila tayangan tersebut memiliki daya tarik serta isi dari tayangan memiliki efek yang menyenangkan. Pembentukan
perilaku agresi salah satunya melalui belajar observasional yang memiliki asumsi bahwa sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar
melalui pengamatan observasi atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu- individu lain yang menjadi model. Dalam belajar observasional, menurut Bandura
dalam Koeswara, E., 1988, hlm. 41, terdapat empat proses yaitu proses atensional, proses retensi, proses reproduksi, dan proses motivasional.
Empat proses satu sama lain saling berkaitan karena dalam proses atensional terdapat model berperilaku agresif yang menjadi daya tarik individu,
model tersebut biasanya sering tampil dan memiliki karakteristik sehingga dapat berpengaruh pada individu tersebut, selanjutnya proses retensi yang dilakukan
individu untuk menyimpan tingkah laku model berperilaku agresif berupa kode verbal atau kode imajinal di dalam memori, beralih pada proses selanjutnya yaitu
proses reproduksi yang di dalamnya terdapat proses pengulangan tingkah laku model yang pada mulanya bersifat kaku, namun dengan adanya pengulangan yang
terus menerus maka individu mampu meniru tingkah laku agresif dari model dengan sempurna. Proses terakhir yaitu dengan adanya motivasi dan perkuatan
maka individu tertarik untuk melihat dan mencontoh perilaku agresif apa yang dilakukan oleh model.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tayangan-tayangan yang disajikan televisi yang bertemakan atau berisi adegan-adegan kekerasan memiliki pengaruh
signifikan terhadap pembentukan dan atau peningkatan agresivitas pada penonton dari kalangan anak-anak dan remaja. Sama halnya yang diungkapkan oleh
Robinson dan Bachman dalam Koeswara, 1988, hlm. 47 penelitiannya mengungkapkan bahwa „Anak-anak yang sering menyaksikan film-film kekerasan
yang disajikan oleh televisi, rata-rata memiliki agresivitas yang lebih tinggi
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak suka atau jarang menyaksikan film- film kekerasan‟.
Banyak teori yang telah dipaparkan mengenai adanya kontribusi dari kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif.
Menurut Krahe 2005, hlm. 179 adanya proses meningkatnya perilaku agresif pada individu setelah menyaksikan tayangan kekerasan di televisi yaitu Pertama,
munculnya sebuah rangsangan agresif yang memfasilitasi individu untuk mengobservasi peristiwa kekerasan yang ditayangkan di televisi. Kedua,
menonton tayangan kekerasan di televisi dapat meningkatkan kemudahan untuk mengakses pikiran agresif dan perasaan agresif. Ketiga, seorang individu
menonton tayangan kekerasan maka dapat mendorong proses belajar sosial dan mengakibatkan didapatkannya bentuk perilaku agresif yang baru. Keempat,
intensitas yang tinggi menonton tayangan kekerasan dapat melemahkan hambatam penonton terhadap agresi sehingga agresi terlihat lumrah dan dapat
diterima dalam interaksi sosial. Kelima, terjadinya proses habituasi atau pembiasaan yang disebabkan berulang kali menyaksikan tayangan kekerasan di
televisi sehingga mengurangi sensitivitas terhadap penderitaan korban. Keenam, dampak ditayangkannya tayangan kekerasan di televisi juga dapat mempengaruhi
persepsi penontonnya bahwa dunia adalah tempat yang jahat dan penuh keker
asan, Parkes, dkk.2013, hlm.341 mengungkapkan “
Violent content may
also increase children’s perceptions that the world is a scary place, resulting in
trauma symptoms including depression and anxiety
”. Terakhir, jika seorang individu memiliki kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi, maka
perilaku agresif yang dimiliki oleh individu tersebut akan meningkat.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
4.3. Rancangan Pemberian Layanan Dasar RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN