Pengaruh media multiplikasi terhadap pembentukan akar pada tunas in vitro nenas, Ananas comosus (L.) Merr. cv. Smooth Cayenne di media pengakaran

PENGARUH MEDIA MULTIPLIKASI TERHADAP PEMBENTUKAN
AKAR PADA TUNAS IN VITRO NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.)
cv. SMOOTH CAYENNE DI MEDIA PENGAKARAN

Oleh
Nurfathanah Anwar
A34402014

PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

PENGARUH MEDIA MULTIPLIKASI TERHADAP PEMBENTUKAN
AKAR PADA TUNAS IN VITRO NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.)
cv. SMOOTH CAYENNE Di MEDIA PENGAKARAN

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut pertanian Bogor


Oleh
Nurfathanah Anwar
A34402014

PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN

NURFATHANAH ANWAR. Pengaruh Media Multiplikasi terhadap
Pembentukan Akar Pada Tunas In Vitro Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.)
cv. Smooth Cayenne Di Media Pengakaran. (Dibimbing oleh M. R.
SUHARTANTO dan DINY DINARTI).
Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh media multiplikasi
tunas terhadap kemampuan tunas untuk membentuk akar pada media pengakarann
serta keberhasilannya dalam aklimatisasi yang dilaksanakan di laboratorium

Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Lembaga Penelitian
dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor pada bulan
Juni hingga Oktober 2006.
Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dua
faktor yaitu konsentrasi TDZ dan NAA pada media multiplikasi tunas. Faktor
pertama adalah TDZ dengan 4 taraf konsentrasi, yaitu 0 µM, 0.05 µM, 0.1 µM,
dan 0.5 µM. Faktor kedua adalah NAA dengan 4 taraf konsentrasi, yaitu 0 µM,
0.5 µM, 1 µM, dan 2 µM. Terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan
untuk setiap kombinasi perlakuan. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 6 botol
kultur dengan 1 eksplan per botol kultur. Sehingga terdapat 288 unit percobaan.
Bahan tanaman (propagula) yang digunakan adalah bagian pangkal batang
tunas nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) kultivar Smooth Cayenne, hasil
perbanyakan kultur jaringan di laboratorium kultur jaringan PKBT pada media
multiplikasi tunas. Media multiplikasi tunas nenas yang digunakan adalah MS
padat ditambah dengan sitokinin (TDZ) dan auksin (NAA). Media untuk
pengakaran MS padat diperkaya dengan 0.5 µM NAA.
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman di dalam botol kultur dan di
lapangan (aklimatisasi). Pengamatan di dalam botol kultur dilakukan setiap
seminggu sekali selama 5 minggu, peubah yang diamati adalah : persentase kultur
yang terkontaminasi, persentase tunas yang berakar, dan jumlah akar. Peubah

yang diamati pada akhir pengamatan di botol kultur adalah : panjang akar, jumlah
daun, dan tinggi tanaman. Pengamatan di lapangan (aklimatisasi) dilakukan setiap
minggu selama 4 minggu, peubah yang diamati adalah : persentase planlet hidup,
jumlah daun, dan tinggi tanaman.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada pembentukan akar pada tunas
yang berasal dari media multiplikasi dengan berbagai taraf konsentrasi TDZ tidak
menunjukkan adanya perbedaan dengan persentase tunas berakar yang berasal
dari media multiplikasi tanpa penambahan TDZ. Pada konsentrasi TDZ 0.1-0.5
μM yang disertai dengan penambahan konsentrasi NAA yang semakin tinggi
cenderung menurunkan panjang akar. Begitupun pada perlakuan 2 μM NAA,
semakin tinggi konsentrasi TDZ yang ditambahkan maka akar semakin tertekan
pertumbuhannya. Tunas yang berasal dari media multiplikasi tanpa ZPT
menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan tunas yang berasal dari
media multiplikasi dengan penambahan TDZ atau NAA. Pada perlakuan 2 µM
NAA yang disertai dengan penambahan konsentrasi TDZ yang tinggi cenderung
menekan pertumbuhan tanaman.

Planlet hidup dipengaruhi oleh interaksi antara TDZ dan NAA pada 1
MSA. Tunas yang berasal dari media multiplikasi dengan berbagai taraf
konsentrasi TDZ dan NAA menghasilkan persentase planlet hidup yang cukup

tinggi di atas 85% pada 1 MSA, kemudian terus mengalami penurunan pada
minggu pengamatan selanjutnya. Tinggi tanaman pada 2 MSA dipengaruhi oleh
interaksi antara TDZ dengan NAA dari media multiplikasi sebelumnya. Pada
konsentrasi NAA 1 dan 2 µM yang disertai penambahan TDZ cenderung
menurunkan tinggi tanaman pada 2 MSA, pada minggu selanjutnya pengaruh
pemberian TDZ dan NAA tidak nyata.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa semua media multiplikasi
mampu menginduksi munculnya akar pada media pengakaran MS + 0.5 μM
NAA. Tunas yang berasal dari media multiplikasi dengan penambahan TDZ (0.10.5 μM) dan NAA (2 μM) yang tinggi menghasilkan panjang akar dan tinggi
tanaman yang cenderung menurun. Pada tahap aklimatisasi, Tunas yang berasal
dari media multiplikasi dengan berbagai taraf konsentrasi TDZ dan NAA
menghasilkan persentase planlet hidup yang cukup tinggi di atas 85% pada 1
MSA. Pada konsentrasi NAA 1-2 μM yang disertai penambahan TDZ yang tinggi
cenderung menurunkan tinggi tanaman.

Judul

: PENGARUH

MEDIA


MULTIPLIKASI

TERHADAP

PEMBENTUKAN AKAR PADA TUNAS IN VITRO NENAS
(Ananas comosus (L.) Merr.) cv. SMOOTH CAYENNE DI
MEDIA PENGAKARAN
Nama

: Nurfathanah Anwar

NRP

: A34402014

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. Ir. M. R. Suhartanto, MSi

Ir. Diny Dinarti, MSi

NIP : 131 803 641

NIP : 131 999 963

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP : 130 422 698

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Indramayu, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 18
November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari
Bapak Saeful Anwaruddin D dan Ibu Lianah.
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari TK Kenari Jatibarang pada
tahun 1989. Tahun 1996 penulis lulus dari SD Negeri Bulak I, kemudian pada
tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri I Jatibarang, Indramayu.
Selanjutnya penulis lulus dari SMU Negeri I Indramayu pada tahun 2002.
Tahun 2002 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya
tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan
Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek Kerja
Liburan di Balai Teknologi Pembenihan, Ciheulet, Bogor pada tahun 2004.
Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Indramayu IKADA
Bogor sebagai staff Departemen Sosial tahun 2004-2006.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian yang berjudul
“Pengaruh Media Multiplikasi terhadap Pembentukan Akar Pada Tunas In vitro
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) cv. Smooth Cayenne di Media Pengakaran”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Papa, Mama, Ceuk Fifik, Aa Ihya, De Ridha, kalian adalah keluarga terbaik
yang Allah SWT telah berikan. Aku belajar serta menerima kebaikan dan
kasih sayang dari kalian, bagi kalianlah skripsi ini kupersembahkan.

2.

Dr. Ir. M. R. Suhartanto, MSi dan Ir. Diny Dinarti, MSi sebagai dosen
pembimbing skripsi yang banyak memberikan bimbingan dan bantuan
kepada penulis. Terima kasih banyak atas waktu dan perhatian yang Bapak
dan Ibu berikan di tengah segala kesibukan Bapak dan Ibu selama ini.

3.


Dr. Ir. Memen surahman, MSc atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan
saran yang telah diberikan.

4.

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku dosen pembimbing akademik penulis.

5.

Dosen Fakultas Pertanian khususnya dosen Departemen Agronomi dan
Hortikultura atas pengajaran dan ilmu yang diberikan selama penulis
menjadi mahasiswa.

6.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika atas dana dan sarana penelitian yang
diberikan kepada penulis serta kesempatan untuk melakukan penelitian
dengan topik ini.


7.

Keluarga besar mamah di Bulak dan papah di Wanasalam terima kasih atas
bantuan, doa dan dorongan semangatnya.

8.

Kru dan pengguna Laboratorium Kuljar PKBT, Mbak Lassih, Mbak Pipit,
Mbak Imay, Bu Liza, Mika, Luluk, Yulis dan Iis, terima kasih atas bantuan
dan dukungannya.

9.

Feti, Cempaka, Indri, Dini, Warti, Oci, Yayah, kalian adalah sahabat terbaik
yang mengajariku arti dari persaudaraan dan persahabatan yang jujur, tulus
dan apa adanya, aku berharap persahabatan kita langgeng.

10. Kru APD dan Arsida 4 (Devi, Retno, Siska, Kismi, Wage, Peni, Dewi dan
Bella) terima kasih ukhuwah dan pinjaman komputernya selama penulisan
skripsi ini.

11. Mute ’39, Anti, Endah, Atin, Heni, Emi, Cici, Eev, Nuni, Misnen, Ray,
Yogo, Jajang, Rofik, Susi, Hardi, dan seluruh teman-temanku yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas bantuan dan
dukungannya.
12. Aa yang minta dipanggil mas terima kasih atas segala pengertian dan
semangatnya. You are my spirit and love.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Akhirnya
penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, April 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
PENDAHULUAN …………………………………………………………
1
Latar Belakang ………………………………………………………… 1
Tujuan ………………………………………………………………….
3
Hipotesis ……………………………………………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………...
Taksonomi dan Botani Nenas ………………………………………….
Syarat Tumbuh Nenas ………………………………………………….
Perbanyakan Nenas …………………………………………………….
Kultur Jaringan …………………………………………………………
Zat Pengatur Tumbuh ………………………………………………….
Aklimatisasi ……………………………………………………………

4
4
5
6
6
8
9

BAHAN DAN METODE …………………………………………………
Tempat dan Waktu …………………………………………………….
Bahan dan Alat ………………………………………………………...
Metode …………………………………………………………………
Pelaksanaan ……………………………………………………………
Pengamatan ……………………………………………………………

11
11
11
11
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………
Kondisi Umum ………………………………………………………....
Pembentukan Akar pada Tunas Nenas…………………………………
Aklimatisasi ............................................................................................

16
16
16
21

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………
Kesimpulan …………………………………………………………….
Saran …………………………………………………………………...

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

27

LAMPIRAN ……………………………………………………………….

30

DAFTAR TABEL

No.
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

No.

Teks

Halaman

Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan
NAA terhadap Peubah yang Diamati .............................................

18

Pengaruh TDZ terhadap Persentase Tunas Berakar pada Media
Pengakaran 1-5 MST ……………………………………………..

19

Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Panjang
Akar pada Media Pengakaran 5 MST …………………………….

19

Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Tinggi
Tanaman pada Media Pengakaran 5 MST ………………………..

21

Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan
NAA terhadap Peubah yang Diamati

22

Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Persentase
Planlet Hidup pada 1 MSA ……………………………………….

23

Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Tinggi
Tanaman pada 2 MSA ....................................................................

25

Lampiran

Halaman

1.

Komposisi Media Murashige-Skoog (MS) ………………………

31

2.

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap
Persentase Tunas Berakar pada Media Pengakaran ……………...

32

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap Jumlah
Akar pada Media Pengakaran …………………………………….

33

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap Panjang
Akar pada Media Pengakaran …………………………………….

34

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap Jumlah
Daun pada Media Pengakaran ........................................................

34

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap Tinggi
Tanaman pada Media Pengakaran ..................................................

34

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap
Persentase Planlet Hidup saat Aklimatisasi ....................................

35

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap Jumlah
Daun saat Aklimatisasi …………………………………………..

36

Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA terhadap Tinggi
Tanaman saat Aklimatisasi ……………………………………….

37

DAFTAR GAMBAR

No.

Teks

Halaman

1.

Struktur Molekul Thidiazuron (Gunawan, 1992) ………………..

8

2.

Bagan Alur Penelitian ....................................................................

12

3.

Bentuk Akar di Media Pengakaran 5 MST pada Tunas yang
Berasal dari Media Multiplikasi dengan perlakuan (A) Kontrol
(tanpa penambahan ZPT), (B) 0.1 μM TDZ + 0.5 μM NAA, dan
(C) 0.5 μM TDZ + 2 μM NAA ......................................................

17

Mikroorganisme Penyebab Kontaminasi (A) Bakteri (B)
Cendawan ......................................................................................

17

Grafik Pengaruh Penambahan TDZ dan NAA terhadap
Persentase Planlet Hidup pada 1-4 MSA........................................

24

4.

5.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan buah tropika ketiga
setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty, Stirling dan
Bartholomew, 2002) dalam bentuk nenas segar atau olahan. Nenas sebagai produk
olahan dapat berupa buah kaleng, juice (konsentrat) dan keripik. Nenas
mempunyai manfaat yang tinggi selain buahnya yaitu limbah dari buah berupa
serat dapat digunakan untuk pakan ternak sedangkan cairannya untuk produksi
asam organik (seperti asam sitrat, asam askorbat, asam malat) dan alkohol.
Daunnya dapat diambil serat untuk digunakan sebagai bahan tekstil. Ekstrak buah
nenas juga menghasilkan enzim protease yaitu bromelin digunakan untuk industri
makanan dan kosmetik (Wee dan Thongtham, 1997) serta obat-obatan (Nakasone
dan Paull, 1999).
Penyediaan bibit yang baik merupakan tahap yang sangat penting dalam
produksi nenas terutama untuk memenuhi permintaan perusahaan industri skala
besar yang menghendaki bibit dalam jumlah besar, seragam, cepat dan kontinyu.
Smooth Cayenne merupakan kultivar tanaman nenas yang digunakan untuk
industri pengalengan. Kelebihan Cayenne adalah produksi tinggi, ukuran, bentuk,
tekstur, warna dan rasa buah sesuai dengan karakter industri terutama sebagai
bahan bahan baku kalengan. Kebutuhan bibit nenas untuk memproduksi buah
segar adalah 60000-80000 bibit/ha sedangkan untuk pengalengan buah adalah
40000-50000 bibit/ha (Samson, 1980). Namun sampai sejauh ini tanaman nenas
jenis Smooth Cayenne diketahui memiliki jumlah anakan di lapangan yang sedikit
(maksimal 3-4 anakan), berbeda dengan jenis Queen yang dapat mencapai anakan
20 anakan (PKBT, 2004).
Masalah penyediaan bibit tersebut diharapkan dapat diatasi melalui
perbanyakan in vitro. Zepeda dan Sagawa (1981) melaporkan bahwa akan
diperoleh 3 tunas aksilar/bulan dengan menggunakan media ½ MS + 1 mg/l BAP,
sehingga dapat diperkirakan dalam waktu satu tahun dapat diproduksi 5000
planlet dari satu buah mahkota nenas dengan 23 mata tunas. Hasil penelitian
Nursandi (2006) pada nenas kultivar Smooth Cayenne menunjukkan bahwa

2

penambahan Thidiazuron (TDZ) 0.23-0.46 μM menghasilkan 17-24 tunas/eksplan
selama 24 minggu.
Perbanyakan tanaman nenas dengan teknik kultur jaringan diharapkan
memiliki keberhasilan aklimatisasi yang tinggi. Keberhasilan aklimatisasi antara
lain dipengaruhi oleh kondisi eksplan, salah satunya keberhasilan perakaran.
Tunas yang dihasilkan dari tahap multiplikasi belum memiliki akar yang cukup,
sehingga tidak dapat segera diaklimatisasi. Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh jumlah akar yang optimum secara in vitro pada media pengakaran
(MS + 0.5 μM NAA), sehingga akan diperoleh planlet nenas dengan jumlah akar
yang optimum dan perakaran yang kompak. Wetherell (1982) mengemukakan
bahwa auksin (NAA) sebagai hormon akar digunakan dengan konsentrasi rendah
karena kelebihan auksin justru akan menghambat pertumbuhan akar.
Penggunaan hormon perakaran pada nenas telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti. Penelitian yang menggunakan kuncup apikal mahkota nenas kultivar
Smooth Cayenne menunjukkan bahwa interaksi antara NAA dan IBA dalam
media pengakaran dengan konsentrasi rendah dapat menghasilkan jumlah akar
terbanyak, yaitu MS + NAA 0.5 mg/l + IBA 0.5 mg/l (Firoozabady dan Gutterson,
2003) juga pada media MS tanpa ZPT (Kiss et al., 1995). Penelitian Marbun
(2006) menyatakan bahwa media MS + 2 mg/l NAA dapat menghasilkan jumlah
akar terbanyak pada kultivar Queen asal kepulauan Bangka.
Penambahan zat pengatur tumbuh ke dalam media merupakan salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan ke dalam media multiplikasi pada penelitian
sebelumnya adalah TDZ dan NAA. NAA merupakan jenis auksin sintetis yang
mempunyai sifat merangsang pertumbuhan dan berpengaruh terhadap fase
pemanjangan tunas (Salibury dan Ross, 1995). TDZ merupakan sitokinin sintesis
turunan dari phenylurea. Lu (1993) menyatakan bahwa senyawa tersebut dapat
menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi tunas aksilar.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh media multiplikasi
tunas terhadap kemampuan tunas untuk membentuk akar pada media pengakaran
serta keberhasilannya dalam aklimatisasi.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah media multiplikasi
berpengaruh terhadap pembentukan akar tunas nenas (Ananas comosus (L.)
Merr.) pada media pengakaran in vitro serta menentukan keberhasilan
aklimatisasi.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Botani Nenas
Nenas merupakan anggota Bromeliaceae atau bromeliad. Famili ini terdiri
atas 45 genus dan 2000 spesies, yang semuanya berasal dari Amerika Selatan,
kecuali satu spesies Pitcairnia felicana (Aug. Chev.) Harms & Mildbr., berasal
dari Afrika Barat (Nakasone dan Paull, 1999). Menurut taksonomi tumbuhan,
nenas diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana, 1996):
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Ordo

: Farionsae (Bromeliales)

Famili

: Bromeliaceae

Genus

: Ananas

Spesies

: Ananas comosus (L.) Merr.

Ananas comosus (L.) Merr. adalah nenas budidaya yang merupakan
tanaman herba tahunan (perenial), sukulen dan serofit, steril bila menyerbuk
sendiri, monokotil, epifit atau terestrial (Wee dan Thongtham, 1997; Nakasone
dan Paull, 1999). Tanaman nenas mempunyai tinggi 50-100 cm, tinggi batang
tanaman dewasa 30-35 cm, diameter 6.5-7.5 cm dengan ruas pendek 1-10 mm
(Nakasone dan Paull, 1999).
Menurut Collins (1960) tanaman nenas memiliki perakaran terbatas,
tumbuh pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi dan dapat menyimpan
air pada ketiak daun. Oleh karena itu, tanaman ini dapat bertahan pada keadaan
kering dalam waktu relatif lama. Daun nenas berukuran panjang dan sempit,
tersusun secara spiral pada batang yang pendek sehingga membentuk roset.
Panjang daun sekitar 60-120 cm dan jumlah daun yang terbentuk 70-80 helai.
Tanaman nenas memiliki banyak bunga tak bertangkai (sampai 200
kuntum) yang berwarna lembayung kemerah-merahan, masing-masing bunga
dibarengi oleh satu braktea yang lancip; daun kelopaknya tiga helai, pendek dan
berdaging; daun mahkotanya juga tiga helai, membentuk tabung yang

5

mengelilingi enam lembar benang sari dan satu lembar tangkai putik yang sempit
berisi kepala putik yang bercabang tiga (Wee dan Thongtham, 1997).
Buah nenas berupa senokarp (coenocarpium) yang terbentuk dari
penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan dari peleburan masingmasing bunga kecil, buahnya berbentuk buah buni, kulit buahnya yang keras
terbentuk dari kelopak-kelopak dan braktea yang tidak rontok, buahnya berbentuk
silinder, panjang ± 20 cm, diameter ± 14 cm, berat 1-2.5 kg, dan daging buahnya
kuning pucat sampai kuning keemasan (Wee dan Thongtham, 1997).
Kultivar nenas yang telah dibudidayakan di Indonesia adalah Cayenne,
Queen, Spanish dan Abacaxi. Kultivar Cayenne memiliki buah berbentuk silindris
berwarna jingga, salah satunya adalah Smooth Cayenne. Kultivar Queen memiliki
buah berbentuk kerucut berwarna kuning dan memiliki daun pendek. Kultivar
Spanish memiliki buah berbentuk bulat berwarna kuning kemerahan, contohnya
Red Spanish dan Singapore Spanish, sedangkan kultivar Abacaxi berbentuk
kerucut berwarna kuning. Masing-masing kultivar memiliki duri kecuali kultivar
Cayenne, bahkan kultivar Queen berduri tajam dan durinya membelah ke
belakang (Nakasone dan Paull, 1999).

Syarat Tumbuh Nenas
Tanaman nenas dibudidayakan di daerah yang tersebar di wilayah antara
25° LU dan 25° LS. Suhu di areal penanamannya antara 23-32°C. Tanaman nenas
ini ternyata dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai 10°C, akan
tetapi tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju dan buahnya sensitif terhadap
terik matahari (Wee dan Thongtham, 1997).
Tanaman nenas dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi
(pegunungan) lebih kurang 1200 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis
Indonesia, nenas cocok dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 800 m
dpl dengan iklim basah maupun kering. Jenis Cayenne dapat tumbuh dari
ketinggian 100-1100 m dpl (Ashari, 1995). Curah hujan yang optimum untuk
pertumbuhan nenas yaitu berkisar antara 1000-1500 mm per tahun (Wee dan
Thongtham, 1997; Nakasone dan Paull, 1999).

6

Tanaman nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan akan tumbuh
baik pada tanah liat berpasir dan mengandung bahan organik tinggi dengan pH
4.5-6.5 (Collins, 1960; Wee dan Thongtham, 1997). Menurut Samson (1980)
Smooth Cayenne lebih baik tumbuh pada pH 5-6, jenis tanah merah coklat oxisol
yang mengandung persentase besi dan mangan yang tinggi.

Perbanyakan Nenas
Tanaman nenas dapat diperbanyak secara vegetatif maupun generatif.
Perbanyakan secara generatif (biji) jarang digunakan karena nenas tidak dapat
melakukan penyerbukan sendiri, selain itu pembibitan dari biji membutuhkan
waktu yang sangat lama dan memiliki keragaman yang tinggi akibat segregasi
(Harjadi, 1996).
Menurut Collins (1960), bahan tanaman yang dapat dijadikan bibit nenas
adalah:
1. Sucker yaitu tunas yang timbul dari batang yang terletak di bawah permukaan
tanah dan berakar.
2. Shoot yaitu tunas yang tumbuh dari mata tunas aksilar pada batang.
3. Hapas yaitu tunas yang tumbuh dari pangkal tangkai buah.
4. Slip yaitu tunas yang tumbuh di bawah (dasar) buah, perkembangan dari mata
tunas pada tangkai buah.
5. Crown yaitu tunas yang tumbuh di atas (pucuk) buah.
Smooth Cayenne membentuk sedikit tunas batang yaitu kurang dari tiga sehingga
untuk perbanyakannya lebih sering digunakan tunas ketiak daun (sucker)
(Nakasone dan Paull, 1999).

Kultur Jaringan
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan pada dasarnya merupakan
pembuktian konsep totipotensi sel. Totipotensi merupakan suatu fenomena
dimana sel tanaman mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman
utuh bila ditumbuhkan pada lingkungan yang cocok (Pierik, 1987). Menurut
Gunawan (1992) kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagianbagian tanaman seperti sel, protoplasma, jaringan, organ serta menumbuhkannya

7

dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri
dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
Pada prinsipnya kultur jaringan memerlukan tiga tahap utama. Tahap
pertama meliputi usaha-usaha untuk menjaga agar kultur yang ditumbuhkan dapat
berkembang dengan baik dalam kondisi aseptik. Tahap kedua adalah melakukan
usaha agar dapat terjadi multiplikasi (penggandaan) propagula dengan cepat,
sehingga diperoleh tanaman dalam jumlah besar. Tahap ketiga merupakan tahap
persiapan pemindahan planlet ke media tanam dalam pot/tanah (Murashige,
1997). Perkembangan teknik perbanyakan klon melalui kultur in vitro mengarah
kepada optimasi beberapa aspek penting, yaitu genotipe dari sumber bahan
tanaman yang digunakan; media, meliputi komposisi media dan zat pengatur
pertumbuhan tanaman yang digunakan; lingkungan tumbuh kultur dan fisiologi
jaringan tanaman sebagai eksplan (Wattimena et al., 1992).
Menurut Gunawan (1992) keberhasilan dalam penggunaan metode kultur
jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan
tanaman menyediakan tidak hanya unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga
karbohidarat yang umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang
biasanya

didapat

dari

atmosfer

melalui

fotosintesis.

Wetherell

(1982)

menambahkan satu atau dua macam vitamin dan hormon tanaman untuk
merangsang terjadinya pertumbuhan dan atau pengaturan jenis pertumbuhan.
Salah satu formulasi yang sering dipakai sebagai media kultur adalah
Murashige-Skoog (MS) yang ditemukan oleh Toshio Murashige. Formulasi dasar
mineral dari MS dapat digunakan untuk sejumlah besar spesies tanaman pada
perbanyakan secara in vitro (Wetherell, 1982).
Cahaya dalam kultur jaringan berguna untuk mengatur proses-proses
morfogenetik tertentu seperti pembentukan pucuk dan akar, dan tidak untuk
fotosintesis karena sumber energi bagi eksplan telah tersedia dari sukrosa (George
dan Sherrington, 1984). Intensitas cahaya optimal yang dibutuhkan oleh berbagai
kultur organ dan kultur jaringan berbeda tergantung dari taraf perkembangan dan
pertumbuhan in vitro (Murashige, 1997).

8

Zat Pengatur Tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1 mM) dapat mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wattimena,
1988). ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah dari golongan
auksin dan sitokinin.
Auksin digunakan untuk merangsang pertumbuhan kalus, perpanjangan
tunas dan pembentukan akar. Pada konsentrasi rendah akan memacu akar adventif
sedangkan konsentrasi tinggi mendorong terbentuknya kalus (Pierik, 1997).
Auksin yang secara alami terdapat dalam tumbuhan adalah Indole-3-Acetic Acid
(IAA) sedang auksin sintetik yang sering digunakan adalah Naphthalene Acetic
Acid (NAA). NAA memiliki sifat yang lebih tahan, tidak terdegradasi dan lebih
murah. Menurut Zaer dan Mapes (1985), NAA memiliki sifat kimia lebih stabil
dibanding IAA dan tidak mudah teroksidasi oleh enzim.
Sitokinin merupakan ZPT yang banyak digunakan untuk memacu inisiasi
dan proliferasi tunas. Aktivitas yang terutama ialah mendorong pembelahan sel,
menginduksi tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi menghambat inisiasi
akar (Pierik, 1987). Baik efek mendorong maupun menghambat proses
pembelahan tergantung dari adanya fitohormon lainnya, terutama auksin
(Wattimena, 1988). Interaksi keduanya dapat meningkatkan pertumbuhan dan
ukuran sel (Hartman dan Kester, 1983).
Diantara beberapa jenis sitokinin, sitokinin tipe urea memiliki aktivitas
lebih kuat dibanding tipe purin atau adenin (Huetteman dan Preece, 1993). Nphenyl-N’-1,2,3,-thidiazol-5-ylurea, Thidiazuron (TDZ) merupakan sitokinin
sintesis turunan dari phenylurea. TDZ mempunyai berat molekul 220.25 dengan
rumus molekul C9H8N4OS (Gunawan, 1992). Struktur molekul TDZ dapat dilihat
pada Gambar 1.
N
N
S

N

N

H

H

Gambar 1. Struktur Molekul Thidiazuron (Gunawan, 1992)

9

TDZ yang pada awalnya digunakan untuk merontokkan daun-daun pada
tanaman kapas pada saat akan panen, dilaporkan mempunyai aktivitas sitokinin
pada kacang (Mok et al., 1982). Konsentrasi di atas 5 nM dan 0.4 μM
menstimulasi perkembangan kalus pada kedelai dan pembesaran kotiledon pada
bit (Thomas dan Katterman, 1986). TDZ sebagai substitusi 6-benzylaminopurine
(BAP), terbukti meningkatkan kapasitas pembentukan tunas pada anggrek bulan
(Chen dan Piluek, 1995).
Sitokinin BAP dan TDZ menghambat pembentukan akar secara spontan
pada konsentrasi yang berbeda, yaitu BAP dengan konsentrasi 17.76 µM
sedangkan TDZ dengan konsentrasi 4.54 x 10-2 µM. Akar dapat diinduksi dengan
mensubkultur ke media pengakaran yaitu MS + 0.54 µM NAA untuk yang berasal
dari BAP, sedangkan yang berasal dari TDZ sebelumnya disubkultur ke media
MS0 dua kali atau lebih tergantung konsentrasi TDZ yang digunakan pada tahap
induksi baru selanjutnya disubkultur ke media pengakaran (Nursandi, 2006).

Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap pemindahan planlet dari kondisi buatan (in
vitro) ke kondisi lapang (ex vitro) atau dari keadaan heterotrop ke keadaan
autotrop.

Aklimatisasi

merupakan

tahap

yang

sangat

penting

karena

mengindikasikan keberhasilan dalam perbanyakan tanaman melalui in vitro secara
keseluruhan.
Tahap aklimatisasi merupakan masa yang kritis bagi tanaman, karena
tanaman in vitro menunjukkan keadaan yang kurang menguntungkan bagi
tanaman itu sendiri. Beberapa hal yang terjadi pada tanaman hasil in vitro
praaklimatisasi antara lain daun tanaman tipis, lunak dan proses fotosintesis
belum berjalan baik, lapisan lilin belum berkembang dengan baik, lignifikasi
batang kurang, sel-sel palisade daun sedikit, jaringan pembuluh dari akar ke
pucuk kurang berkembang dan stomata seringkali tidak berfungsi (Gunawan,
1992).
Akar yang berasal dari tanaman in vitro masih lemah dan belum berfungsi
baik, sehingga akar menjadi cepat mati dan mungkin akan digantikan dengan akar
baru yang tumbuh ketika planlet ditanam pada media aklimatisasi. Aklimatisasi

10

mensyaratkan kondisi lingkungan yang terjaga baik pada kelembaban dan
naungan yang tinggi. Hal ini dikarenakan tanaman hasil in vitro peka terhadap
evapotranspirasi, serangan cendawan dan bakteri serta intensitas cahaya yang
tinggi (Gunawan, 1992).
Kadlecek et al. (2001) menyatakan bahwa kemampuan tanaman untuk
mempertahankan hidupnya pada tahap aklimatisasi sangat bervariasi. Plantlet
avokad mampu tumbuh pada tahap aklimatisasi sampai 70%. Budi et al. (2000)
menyebutkan bahwa aklimatisasi plantlet gerbera yang berumur 6 minggu
menghasilkan persentase hidup sebesar 71%. Sukawan (2000) melaporkan bahwa
persentase tanaman hidup nenas variegata setelah periode aklimatisasi 4 minggu
dari 135 tunas yang diaklimatisasi hanya 81 tunas (60%) yang mampu bertahan
hidup.

11

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian
Buah-buahan

Tropika

(PKBT),

Lembaga

Penelitian

dan

Pemberdayaan

Masyarakat (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan
Juni hingga Oktober 2006.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman (propagula) yang digunakan adalah bagian pangkal batang
tunas nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) kultivar Smooth Cayenne, hasil
perbanyakan kultur jaringan di laboratorium kultur jaringan PKBT pada media
multiplikasi tunas.
Media multiplikasi tunas nenas yang digunakan adalah MS padat ditambah
dengan sitokinin (TDZ) dan auksin (NAA). Media untuk pengakaran MS padat
diperkaya dengan 0.5 µM NAA. Pengaturan pH media dengan menambahkan
KOH atau HCl 0.1 N. Bahan untuk sterilisasi berupa alkohol 70% atau 90%.
Bahan lainnya seperti agar, gula, karet gelang, plastik, kertas buram, tissue dan
label.
Alat yang digunakan antara lain botol kultur, pipet, cawan petri, labu
takar, alat ukur gelas, pinset, pisau, timbangan, hand sprayer, bunsen, autoklaf
dan laminar air flow cabinet. Rak penyimpanan kultur dilengkapi dengan lampu
fluorescence yang mempunyai intensitas 1000-2000 lux sebagai sumber
penyinaran selama 16 jam dengan suhu ruang 20°C.

Metode
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Rosmaina (2006). Tunas
hasil perbanyakan kultur jaringan pada media multiplikasi tunas dipindahkan ke
dalam media pengakaran MS padat + 0.5 µM NAA (Gambar 2). Penelitian ini
disusun berdasarkan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua
faktor yaitu konsentrasi TDZ dan NAA pada media multiplikasi tunas. Faktor
pertama adalah TDZ dengan 4 taraf konsentrasi, yaitu 0 µM, 0.05 µM, 0.1 µM,

12

dan 0.5 µM. Faktor kedua adalah NAA dengan 4 taraf konsentrasi, yaitu 0 µM,
0.5 µM, 1 µM, dan 2 µM. Terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan
untuk setiap kombinasi perlakuan. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 6 botol
kultur dengan 1 eksplan per botol kultur, sehingga terdapat 288 unit percobaan.

Eksplan BrMC

MS0
Penelitian
Rosmaina (2006)*
Media
Multiplikasi Tunas
(MS + TDZ dan NAA)

MS0

Media Pengakaran
(MS + 0.5 µM NAA)

Keterangan :
MS0 = Media MS tanpa ZPT
TDZ = 0, 0.05, 0.1 dan 0.5 µM
NAA = 0, 0.5, 1, dan 2 µM

Aklimatisasi

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Model linier aditif yang digunakan dalam rancangan di atas adalah :
Yijk = µ +

i+

αj +

k

+ (α )jk + εijk

Dimana,
Yijk

= Nilai pengamatan unit percobaan pada taraf perlakuan TDZ ke-j,
NAA ke-k dan kelompok ke-i

µ
i

= Nilai tengah umum
= Pengaruh kelompok ke-i

13

αj
k

= Pengaruh TDZ ke-j
= Pengaruh NAA ke-k

(α )jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan TDZ ke-j dan NAA ke-k
εijk

= Galat percobaan

i

= 1,2,3

j

= 1,2,3,4

k

= 1,2,3,4

Data yang diperoleh dianalisa dengan uji F. Jika berbeda nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
5%.

Pelaksanaan
Sterilisasi peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk penanaman dicuci dengan detergen hingga
bersih kemudian disterilkan di dalam autoklaf dengan tekanan 17.5 psi dan suhu
121°C selama 30 menit. Alat-alat yang disterilkan adalah botol kultur, alat tanam,
dan cawan petri.

Pembuatan media
Larutan stok baku dibuat untuk memudahkan dalam pembuatan media.
Konsentrasi garam organik, vitamin, myoinositol dan zat pengatur tumbuh dalam
larutan baku dipekatkan sehingga pada saat pembuatan media hanya memipet
sejumlah volume tertentu dari larutan baku tersebut, sesuai konsentrasi yang
dibutuhkan.
Pembuatan media pengakaran dilakukan dengan memipet larutan stok ke
dalam labu takar. Zat pengatur tumbuh NAA diberikan sesuai perlakuan, yaitu 0.5
µM. Kemasaman media diukur dengan pH meter dan dipertahankan sekitar 5.7
dengan menggunakan KOH dan HCl.
Larutan media yang pH-nya telah diatur tersebut kemudian dipindahkan ke
dalam wadah yang lebih besar, lalu ditambahkan gula dan agar sebanyak 30 g/l
dan 6.5 g/l. Media tersebut dipanaskan sampai seluruh agar larut dan larutan
menjadi bening. Media dimasukan ke dalam botol-botol kultur dan ditutup plastik.

14

Media kemudian diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 17.5 psi selama 20
menit.

Penanaman
Penanaman dilakukan dalam laminar air flow cabinet yang telah
dibersihkan dengan alkohol 70% dan disinari dengan ultraviolet selama 60 menit.
Alat tanam yang digunakan harus steril. Pisau dan pinset dimasukkan ke dalam
botol berisi alkohol dan sebelum digunakan dibakar dahulu dan setelah dingin
dimasukkan kembali ke dalam alkohol.
Eksplan yang digunakan adalah pangkal batang planlet nenas sepanjang
0.5-1 cm dari pangkal batang tanpa akar. Eksplan kemudian ditanam pada media
pengakaran.

Aklimatisasi
Planlet dikeluarkan dari botol kultur dan dicuci untuk menghilangkan agar
yang melekat, kemudian ditanam pada gelas plastik yang berisi campuran pasir
dan kompos dengan perbandingan 1:3. Planlet dipelihara dalam screen house
dengan naungan paranet 75%.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman di dalam botol kultur dan di
lapangan (aklimatisasi). Pengamatan di dalam botol kultur dilakukan setiap
seminggu sekali selama 5 minggu, peubah yang diamati :
1. Tunas terkontaminasi (%) =

2. Tunas berakar (%) =

∑ tunas terkontaminasi x 100%
∑ tunas yang ditanam

∑ tunas berakar

∑ tunas yang ditanam

x 100%

3. Jumlah akar per eksplan
Peubah yang diamati pada akhir pengamatan di botol kultur adalah :
1.

Panjang akar, planlet dikeluarkan dari botol dan diukur dari pangkal akar
hingga ujung akar yang terpanjang.

15

2.

Jumlah daun, planlet dikeluarkan dari botol dan dihitung jumlah daun yang
telah membuka sempurna.

3.

Tinggi tanaman, planlet dikeluarkan dari botol dan diukur dari pangkal
batang hingga ujung daun yang terpanjang.

Pengamatan di lapangan (aklimatisasi) dilakukan setiap minggu selama 4 minggu,
peubah yang diamati :
1.

Jumlah planlet saat aklimatisasi

2.

Planlet Hidup (%) =

3.

Jumlah daun, jumlah daun yang telah membuka sempurna.

4.

Tinggi tanaman, diukur dari permukaan media hingga ujung daun terpanjang.

∑ planlet hidup

∑ planlet yang ditanam

x 100%

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Tunas hasil multiplikasi sebelum disubkultur ke media pengakaran (MS
padat + 0.5 µM NAA) terlebih dahulu disubkultur ke media MS tanpa zat
pengatur tumbuh (MS0) dua kali untuk pembesaran tunas dan merangsang
pembentukan akar. Tunas telah menunjukkan pertumbuhan pada umur satu
minggu setelah tanam (MST), ditandai dengan pemanjangan daun-daun yang
terpotong dan terbentuknya daun baru. Daun-daun baru yang terbentuk berwarna
hijau pada hampir semua perlakuan. Pada semua perlakuan, akar mulai terbentuk
pada 2 MST. Pembentukan akar terjadi secara langsung tanpa melalui
pembentukan kalus terlebih dahulu. Akar yang terbentuk pendek, tipis dan tanpa
rambut akar (Gambar 3).
Kultur yang terkontaminasi oleh mikroorganisme pada percobaan ini
tergolong rendah yaitu 4.17% dari total populasi. Rendahnya kontaminasi ini
karena eksplan yang dipergunakan berasal dari tunas yang steril. Kontaminan
yang paling banyak ditemukan ialah bakteri dan cendawan (Gambar 4). Ciri awal
media yang terserang bakteri yaitu adanya lendir putih yang ada di permukaan
media atau di dalam media sedangkan ciri awal media yang terserang cendawan
yaitu adanya spora yang menempel di permukaan media. Kontaminasi muncul
pada bagian tepian media yang kontak langsung dengan dinding wadah kultur,
dengan demikian diduga bahwa mikroorganisme penyebab kontaminasi berasal
dari wadah kultur yang kurang steril, alat tanam atau terbawa oleh sirkulasi udara
yang terjadi dari laminar air flow cabinet pada saat penanaman dilakukan.

Pembentukan Akar pada Tunas Nenas
Tabel 1 merupakan rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh TDZ
dan NAA dari Tabel Lampiran 2 sampai dengan Tabel Lampiran 6. Berdasarkan
hasil analisis ragam pemberian TDZ berpengaruh nyata terhadap persentase tunas
berakar pada 1 MST, panjang akar dan tinggi tanaman pada 5 MST. Pemberian

17

NAA berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar dan tinggi tanaman pada 5
MST. Interaksi antara TDZ dan NAA berpengaruh nyata terhadap panjang akar
dan tinggi tanaman pada 5 MST (Tabel 1).

(A)

(B)

(C)

Gambar 3. Bentuk Akar di Media Pengakaran 5 MST pada Tunas yang Berasal
dari Media Multiplikasi dengan Perlakuan (A) Kontrol (tanpa
Penambahan ZPT), (B) 0.1 μM TDZ + 0.5 μM NAA, dan (C) 0.5 μM
TDZ + 2 μM NAA

(A)

(B)

Gambar 4. Mikroorganisme Penyebab Kontaminasi (A) Bakteri (B) Cendawan

18

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA
terhadap Peubah yang Diamati
Peubah

MST

Persentase Tunas berakar

Jumlah Akar

Panjang Akar
Jumlah Daun
Tinggi Tanaman
Keterangan:

*
**
tn
MST

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
5
5
5

TDZ
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
**

Perlakuan
NAA
TDZ X NAA
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
*
tn
tn
**
**

= Berbeda nyata pada uji DMRT 5%
= Berbeda sangat nyata pada uji DMRT 1%
= Tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
= Minggu Setelah Tanam

Persentase Tunas Berakar
Pada media pengakaran 1 MST tunas yang berasal dari media multiplikasi
dengan berbagai taraf konsentrasi TDZ tidak menunjukkan adanya perbedaan
dengan persentase tunas berakar yang berasal dari media multiplikasi tanpa
penambahan TDZ, meskipun terjadi fluktuasi pertumbuhan akar pada konsentrasi
antara TDZ 0.05 dan 0.1 μM. Hal ini diduga karena tunas yang berasal dari media
multiplikasi dengan berbagai perlakuan TDZ mulai memasuki masa transisi. Pada
masa transisi ini terjadi keseimbangan hormon endogen tunas, sehingga pada
minggu pengamatan selanjutnya (2-5 MST) pengaruh penambahan TDZ ke dalam
media multiplikasi tidak terlihat dikarenakan terjadi kestabilan hormon endogen
tunas (Tabel 2).
Pada tahap pembentukan akar, semua tunas yang berasal dari media
multiplikasi mampu menginduksi munculnya akar pada media pengakaran yang
diperkaya 0.5 μM NAA. Pada media pengakaran 2-5 MST, tunas yang berasal

19

dari media multiplikasi dengan konsentrasi 0-0.5 μM TDZ mampu meningkatkan
persentase tunas berakar di atas 97%, bahkan pada tunas yang berasal dari media
multiplikasi dengan konsentrasi TDZ 0.1 μM mampu meningkatkan persentase
tunas berakar hingga 100% (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh TDZ terhadap Persentase Tunas Berakar pada Media
Pengakaran 1-5 MST
TDZ
(µM)
0
0.05
0.1
0.5
Keterangan:

Tunas Berakar (%)
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
84.72ab
95.83a
98.61a
98.61a
98.61a
62.50b
94.44a
97.22a
97.22a
97.22a
87.50a
100.00a
100.00a
100.00a
100.00a
63.89b
94.44a
97.22a
97.22a
97.22a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Panjang Akar
Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem
ujung (Gardner et al., 1991). Pengamatan terhadap panjang akar dilakukan pada
akhir percobaan, yaitu pengamatan minggu ke-5. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa panjang akar dipengaruhi oleh TDZ, NAA, serta interaksi
antara TDZ dengan NAA (Tabel 1).
Interaksi antara TDZ dan NAA berpengaruh nyata terhadap panjang akar.
Gunawan (1992) menyatakan bahwa interaksi dan perimbangan antara zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media dan yang diproduksi oleh sel
secara endogen akan menentukan arah perkembangan suatu kultur.

Tabel 3. Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Panjang Akar pada
Media Pengakaran 5 MST
NAA (µM)

TDZ (µM)
0

0.5
1
2
---------------------- cm -------------------0
3.67ab
2.97ab
3.32ab
3.55ab
0.05
3.33ab
3.67ab
3.20ab
3.36ab
0.1
3.46ab
2.59bc
3.20ab
1.91c
0.5
3.12ab
2.54bc
3.79a
1.79c
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom tidak
berbeda nyata pada uji DMRT 5%

20

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa tunas yang berasal dari media
multiplikasi tanpa ZPT menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda dengan
tunas yang berasal dari media multiplikasi dengan penambahan TDZ atau NAA
pada media pengakaran 5 MST. Pada konsentrasi TDZ 0.1-0.5 μM yang disertai
dengan penambahan konsentrasi NAA yang semakin tinggi cenderung
menurunkan panjang akar. Begitupun pada perlakuan 2 μM NAA, semakin tinggi
konsentrasi TDZ yang ditambahkan maka akar semakin tertekan pertumbuhannya.
Hal ini diduga karena tunas masih membawa pengaruh rasio sitokinin dan auksin
yang tinggi dari media tunas sebelumnya sehingga pertumbuhan akar terhambat.
Menurut Taiz dan Zeiger (1991) pada konsentrasi yang lebih tinggi auksin
akan menghambat pertumbuhan tanaman karena auksin akan menginduksi
produksi etilen dan menekan pertumbuhan tanaman. Begitupun dengan TDZ
dilaporkan dapat menstimulasi biosintesis etilen yang dapat menghambat
pengakaran (Hutchinson et al., 1997; Suttle, 1984; Yip dan Yang, 1986).
Khalafalla dan Hattori (2000) melakukan penelitian tentang efek senyawa
penghasil etilen 1-aminocyclopropane-1-1 carboxylic acid (ACC) dan tiga
senyawa penghambat etilen yaitu perak nitrat (AgNO3), asam asetil salisilat
(ASA) dan kobal klorida (CoCl2) terhadap pembentukan akar dengan
menggunakan TDZ pada Vicia faba L. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penambahan ACC 3-10 mg/l menurunkan efisiensi pengakaran, sebaliknya
dengan menambahka AgNO3 meningkatkan efisiensi pengakaran. AgNO3
menghambat etilen melalui ion Ag2+ yang akan mengurangi kapasitas reseptor
untuk berikatan dengan etilen. Peningkatan konsentrasi TDZ berarti terjadi juga
peningkatan konsentrasi etilen sehingga pada selang konsentrasi TDZ tertentu
dapat menghambat pembentukan akar.

Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman meupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik
sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai peubah yang digunakan untuk
mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan
yang paling mudah dilihat. Menurut Heddy (1991) penambahan tinggi eksplan

21

disebabkan oleh dua proses, yaitu pembelahan dan pemanjangan sel. Kedua
proses ini terjadi pada jaringan meristem, yaitu pada titik tumbuh batang.
Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan pada akhir percobaan,
yaitu pengamatan minggu ke-5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
konsentrasi TDZ, NAA, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 1).
Tinggi tanaman pada 5 MST dipengaruhi oleh interaksi antara TDZ
dengan NAA. Tunas yang berasal dari media multiplikasi tanpa ZPT
menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan tunas yang berasal dari
media multiplikasi dengan penambahan TDZ atau NAA. Pada perlakuan 2 µM
NAA yang disertai dengan penambahan konsentrasi TDZ yang tinggi cenderung
menekan pertumbuhan tanaman (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman
pada Media Pengakaran 5 MST
NAA (µM)

TDZ (µM)
0

0.5
1
2
---------------------- cm -------------------0
5.33a-c
4.73b-e
5.37a-c
4.65a
0.05
5.64a
4.94a-d
4.57c-e
4.92a-d
0.1
5.53ab
4.31d-f
4.02ef
4.24d-f
0.5
5.00a-d
4.31d-f
5.23a-c
3.68f
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom tidak
berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap pemindahan planlet dari kondisi buatan (in
vitro) ke kondisi lapang (ex vitro) atau dari keadaan heterotrop ke keadaan
autotrop. Tahapan ini diperlukan karena planlet yang berasal dari kultur in vitro
tidak dapat beradaptasi atau tidak sesuai untuk kondisi ex vitro.
Tunas yang telah membentuk akar pada media pengakaran dicuci dengan
air untuk menghilangkan agar dan ditransfer ke gelas plastik yang berisi pasir dan
kompos kemudian ditempatkan di screen house. Tahap aklimatisasi dilakukan
selama empat minggu karena diduga masa kritis tahap aklimatisasi adalah sekitar
1-4 minggu.

22

Tabel 5 di bawah merupakan rekapitulasi hasil analisis sidik ragam
pengaruh TDZ dan NAA dari Tabel Lampiran 7 sampai dengan Tabel Lampiran
9. Berdasarkan hasil analisis ragam pemberian TDZ berpengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tanaman pada 1, 2 dan 3 minggu setelah aklimatisasi (MSA).
Interaksi antara TDZ dan NAA berpengaruh nyata terhadap persentase planlet
hidup pada 1 MSA namun pada minggu pengamatan selanjutnya tidak
berpengaruh nyata. Pada Tinggi tanaman interaksi antara TDZ dan NAA
berpengaruh sangat nyata pada 2 MSA. Pemberian NAA tidak berpengaruh nyata
terhadap semua peubah (Tabel 5).

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan NAA
terhadap Peubah yang Diamati
Peubah

MSA

Persentase Planlet Hidup

Jumlah Daun

Tinggi Tanaman

Keterangan : *
**
tn
MSA

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

TDZ
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
**
*
tn

Perlakuan
NAA
TDZ X NAA
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
tn
tn
tn

= Berbeda nyata pada uji DMRT 5%
= Berbeda sangat nyata pada uji DMRT 1%
= Tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
= Minggu Setelah Aklimatisasi

23

Persentase Planlet Hidup
Planlet diaklimatisasi setelah 5 minggu di media pengakaran. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa persentase planlet hidup dipengaruhi oleh
interaksi antara TDZ dan NAA pada 1 MSA (Tabel 5), namun pola interaksi
tersebut tidak jelas.

Tabel 6. Pengaruh Interaksi TDZ dan NAA terhadap Rata-rata Persentase Planlet
Hidup pada 1 MSA
NAA (µM)
TDZ (µM)

0

0.5
1
2
---------------------- % ---------------------0
100.00a
100.00a
86.67b
93.33ab
0.05
100.00a
100.00a
100.00a
100.00a
0.1
100.00a
100.00a
100.00a
100.00a
0.5
100.00a
93.33ab
100.00a
100.00a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom tidak
berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Tunas yang berasal dari media multiplikasi dengan berbagai taraf
konsentrasi TDZ dan NAA menghasilkan persentase planlet hidup yang cukup
tinggi di atas 85% pada 1 MSA (Tabel 6), kemudian terus mengalami penurunan
pada minggu pengamatan selanjutnya (Gambar 5). Penurunan persentase planlet
hidup ini diduga karena pada tahap aklimatisasi sudah banyak faktor yang
mempengaruhinya, seperti kondisi lingkungan fisik. Lingkungan seperti cahaya,
suhu, kelembaban dan sirkulasi udara sangat perlu diperhatikan, karena planlet
yang baru dipindahkan sangat rentan terhadap setiap perubahan lingkungan yang
terjadi. Suhu di dalam screen house sekitar 29-340C dan paranet yang
dipergunakan kurang dari 75%. Suhu yang tinggi dan kurangnya naungan
menyebabkan terjadinya penguapan yang cukup tinggi sehingga daun menjadi
layu dan kemampuan fotosintesis planlet menurun.
Menurut Sutiyoso (1986) pada tahap aklimatisasi cahaya yang diperlukan
sekitar 15-20%, suhu 27-300C dan kelembaban yang diperlukan oleh planlet yang
masih kecil antara 70-90%, dengan sirkulasi udara yang lembut dan terus
menerus.

24

120,00

Planlet Hidup (%)

100,00
80,00
1 MSA
2 MSA

60,00

3 MSA
4 MSA

40,00
20,00

T0
N
T0 0
N
T0 1
N
T0 2
N
T1 3
N
T1 0
N
T1 1
N
T1 2
N
T2 3
N
T2 0
N
T2 1
N
T2 2
N
T3 3
N
T3 0
N
T3 1
N
T3 2
N
3

0,00

Perlakuan

Keterangan:
T0
= 0 μM TDZ
T1
= 0.05 μM TDZ
T2
= 0.1 μM TDZ
T3
= 0.5 μM TDZ

N0
N1
N2
N3

= 0 μM NAA
= 0.5 μM NAA
= 1 μM NAA
= 2 μM NAA

Gambar 5. Grafik Pengaruh Penamba

Dokumen yang terkait

Perbanyakan tanaman nenas (ananas comosus•(l) merr) cv. Smoot cayenne dengan teknik etiolasi secara in vitro

0 3 12

Pengaruh media multiplikasi terhadap pembentukan akar dari tunas in vitro nenas (Ananas comosus (L.)) Merr. cv. smooth cayenne pada media pengakaran

0 10 33

Pengaruh sitokinin dan auksin terhadap multiplikasi nenas (Ananas comosus (L) Merr.) CV. Smooth Cavenne secara in vitro

0 9 36

Optimasi BA/TDZ dan NAA untuk perbanyakan masal nenas (Ananas comosus L. (Merr) Smooth Cayenne melalui teknik In-Vitro

1 12 192

Pengaruh Konsentrasi BA dan NAA Tahap Multiplikasi secara In Vitro terhadap Keberhasilan Aklimatisasi Nenas (Ananas comosus(L)Merr) Kulitivar Smooth Cayenne [Publikasi]

0 13 7

Pengaruh Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet terhadap Pertumbuhan Plantlet Nenas (Ananas comosus L. Merr) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro.

0 4 94

Optimasi BA TDZ dan NAA untuk perbanyakan masal nenas (Ananas comosus L (Merr) Smooth Cayenne melalui teknik In Vitro

0 3 91

Kata Kunci: Ananas comosus, IBA, In Vitro, multiplication, TDZ PENDAHULUAN - PENGARUH INDOL-3-BUTIRIC-ACID DAN THIDIAZURON TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS NENAS (Ananas comosus (L) Merr) CV. SMOOTH CAYYENE SECARA IN VITRO

0 0 9

LAJU MULTIPLIKASI TUNAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) PADA MEDIA DASAR MURASHIGE AND SKOOG HASIL PERLAKUAN BA DAN NAA SECARA IN VITRO

0 9 6

Pengaruh Perlakuan BA dan NAA terhadap Pembentukan Akar Nenas (Ananas comosus (L). Merr.) cv. Smooth Cayenne Secara In Vitro (Effect Of BA and NAA Treatments on rooting formation of Pineapple (Ananas comosus (L). Merr.) cv. Smooth Cayenne by In Vitro Cult

0 0 7