Evaluasi Potensi Produksi Susu pada Kambing Saanen di PT Taurus Dairy Farm

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING
SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM

SKRIPSI
RISSA FAYUMA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

i

RINGKASAN
RISSA FAYUMA. 2008. Evaluasi Potensi Produksi Susu Pada Kambing Saanen
di PT Taurus Dairy Farm. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc
Pembimbing Anggota : Ir. Afton Atabany, M.Si.
Evaluasi potensi produksi susu dapat dilakukan melalui perhitungan
parameter genetik dari masing-masing individu. Parameter genetik ini kemudian

digunakan untuk menghitung indikator potensi produksi, yaitu Predicted Breeding
Value (PBV) dan Most Probable Producing Ability (MPPA). Untuk menghitung
PBV, diperlukan nilai heritabilitas, sementara untuk menghitung MPPA diperlukan
ripitabilitas. Dengan mengetahui indikator-indikator ini, maka dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan program pemuliaan.
Penelitian dilakukan pada populasi kambing Saanen di PT. Taurus Dairy
Farm, Cicurug-Sukabumi. Penelitian dilakukan selama dua bulan, dari AgustusSeptember 2007, dengan menggunakan data sekunder dari 118 ekor kambing mulai
tahun 1996 sampai 2007.
Sebelum menghitung nilai parameter genetik, produksi susu yang dihasilkan
distandarisasi untuk menghindari bias dalam perhitungan. Kambing dikelompokkan
berdasarkan tahun dan musim kelahiran. Hal ini dilakukan karena musim dan tahun
kelahiran berpengaruh sangat nyata terhadap produksi susu (P 0.4: tinggi. Sedangkan nilai ripitabilitas untuk produksi
susu adalah 0.5. Warwick et al.,(1995) dan

Martojo (1992) menyebutkan bahwa

ripitabilitas untuk produksi susu pada kambing perah adalah 40-70%.
MPPA dan PBV
Menurut Lasley (1978), Most Probable Producing Ability (MPPA) adalah regresi
dari pencatatan masa yang akan datang terhadap pencatatan saat ini, atau derajat dimana

suatu catatan berulang akan menghasilkan seleksi yang lebih efektif untuk laktasi yang
berikutnya. MPPA digunakan untuk mengestimasi kemampuan produksi pada masa
yang akan datang, serta untuk mengevaluasi superioritas seekor ternak dalam
menghasilkan susu.
Nilai pemuliaan atau breeding value (BV) merupakan faktor utama dalam
mengevaluasi keungulan individu dalam populasi ternak. Seleksi ternak sebagai tetua
tertuju pada ternak yang memiliki nilai pemuliaan yang lebih tinggi dari populasinya
(Lasley, 1978). Schmidt et al., (1988) menyatakan bahwa nilai pemuliaan menunjukkan
besarnya pengaruh gen yang ada pada induk yang dapat diwariskan kepada
keturunannya. Karena setiap individu menunjukkan hanya setengah dari gen yang
dimiliki kepada keturunannya, maka kemampuan mewariskan (transmiting ability)
individu hanya setengah dari nilai pemuliaannya. Nilai pemuliaan dugaan (Predicted
Breeding Value = PBV) sering dinyatakan sebagai simpangan dari rata-rata populasi.
Schmidt et al . (1988) menyatakan nilai pemuliaan menunjukkan besarnya pengaruh gen
yang ada pada induk yang dapat diwariskan kepada keturunannya. Setiap individu
menurunkan hanya setengah dari nilai pemuliaannya.
Nilai pemuliaan seekor ternak dapat dievaluasi berdasarkan kepada informasi :
catatan performans individu itu sendiri, catatan performans tetua atau kerabat kolateral
dari invididu atau catatan performans turunanya (Bourdon 1997 dan Pallawaruka 1999).
Pendugaan nilai pemuliaan sangat bergantung kepada populasi dimana individu ternak

12

berada, karena nilai ini merupakan perbedaan rataan nilai individu dari populasinya.
Falconer (1981) menyatakan bahwa suatu nilai tidak dapat dikatakan nilai pemuliaan
tanpa menyebut populasi dimana individu ternak tersebut dikawinkan. Johansson dan
Rendel (1968) menyatakan bahwa ada empat informasi dasar untuk menilai nilai
pemuliaan, yaitu : ternak itu sendiri, tetua, kerabat, dan keturunan. Semua sumber ini
menyediakan informasi mengenai mutu genetik ternak tersebut, karena semua individu
tersebut memiliki beberapa gen yang sama dengan ternak itu. Pendugaan nilai pemuliaan
sangat erat hubungannya dengan nilai heritabilitas karena nilai ini merupakan proporsi
perbedaan performans

(fenotipe) suatu sifat yang disebabkan oleh perbedaan nilai

pemuliaan sifat tersebut dalam suatu populasi atau merupakan keragaman nilai
pemuliaan terhadap keragaman nilai fenotipenya (Bourdon, 1997).
Menurut Pallawaruka (1999) ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai
heritabilitas dan ripitabilitas, yaitu : 1) mengupayakan lingkungan seseragam mungkin,
(2) pengukuran seakurat mungkin, 3) menstandarisasi pengaruh lingkungan, misalnya
produksi susu distandarisasi kedalam: panjang laktasi, frekuensi pemerahan dan umur

waktu beranak. 4) performans dinyatakan dalam beberapa deviasinya dari rata-rata
kelompok kontemporarinya (contemporary groups). Sering ditemukan bahwa kita tidak
dapat menanggani hewan-hewan dengan cara yang sama. Maka yang dapat dilakukan
adalah

membandingkan

performans

hewan

dengan

performans

kelompok

kontemporarinya. Kelompok ini juga mengalami lingkungan yang sama dengan hewan
yang dinilai. Biasanya kelompok itu dalam kandang/peternakan, tahun, musim dari
tahun, jenis kelamin, dan pengaruh manajemen yang sama dengan hewan yang dinilai.


13

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di PT. Taurus Dairy Farm, kecamatan Cicurug-Sukabumi,
Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama dua bulan, dari Agustus sampai September
2007.
Materi
Penelitian menggunakan data sekunder yaitu data dari 118 ekor kambing Saanen
pada PT. Taurus Dairy Farm, dengan rincian : 1) data produksi susu dari 18 ekor induk
awal yang didatangkan dari Australia pada tanggal 4 April 1996, 2) data produksi susu
dari 17 induk awal yang didatangkan dari Semarang pada bulan Februari 1999. 3) data
produksi susu dari 45 ekor anak keturunan induk Australia. 4) data produksi susu dari 38
ekor anak keturunan induk Semarang. Data dikumpulkan mulai tahun 1996-September
2007.
Rancangan
Data produksi susu kambing Saanen dianalisa secara deskriptif dan statistik.
Analisa data
1. Faktor koreksi produksi susu

Faktor koreksi dibuat untuk lama laktasi dan periode laktasi. Analisa data dengan
menggunakan analisa ragam dan deskriptif. Rataan kuadrat terkecil dari analisa Model
Linear Umum diturunkan dengan menetapkan musim, tahun beranak, lama laktasi dan
umur melahirkan sebagai model dalam analisa ragam. Kemudian didapatkan faktor
koreksi yang digunakan untuk menstandarisasi produksi total, sehingga diperoleh
produksi terkoreksi. Untuk mendapatkan titik standarisasi, dilihat sebaran data produksi
susu. Berdasarkan sebaran data, produksi susu distandarisasi ke lama laktasi 240 hari
dan periode laktasi keempat.
2. Heritabilitas
Untuk menduga nilai heritabilitas produksi susu dipergunakan metode saudara tiri
sebapak (Paternal Half Sib Correlation) dengan anak per pejantan tidak sama.
Kemudian dilakukan analisa ragam antar dan dalam pejantan. Model statistiknya:
14

Yik = μ + αi + εik

(Becker, 1975)

Keterangan:
Yik =

μ =
αi =
εik =

Nilai produksi susu individu anak ke-k pejantan ke -i
Rataan Populasi
Pengaruh Pejantan ke-i
Deviasi karena pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol individu anak
ke-k pejantan ke-i

Estimasi Heritabilitas:
h 2= 4σ2s
(Becker, 1975)
σ2s + σ2w
Keterangan:
σ2s = Pendugaan komponen ragam antar pejantan
σ2w = Pendugaan komponen ragam anak dalam pejantan
3. Ripitabilitas
Ripitabilitas diperoleh dengan melakukan analisa ragam antar dan dalam individu.
Model Statistiknya:

Ykm = u + αk+ ekm

(Becker, 1975)

Keterangan:
Ykm
u
αk
ekm

=
=
=
=

Hasil pengamatan pada individu ke-k, pengukuran ke-m
Rataan populasi
Pengaruh induk ke-k
Pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol


Estimasi Ripitabilitas
r =

σ2 w
σ w + σ2e

(Becker, 1975)

2

Keterangan:
σ2w = Pendugaan komponen ragam antar individu
σ2e = Pendugaan komponen ragam pengukuran dalam individu
4. MPPA
Nilai MPPA diperoleh berdasarkan rumus:

15

MPPA=H+


(C-H) (Lasley,1978)

Keterangan:
MPPA =
H
=
n
=
r
=
C
=

Most Probable Producing Ability
Average production/rataan produksi di peternakan tersebut
Jumlah laktasi
Ripitabilitas
Rataan induk yang ingin kita nilai produksi susunya

5. PBV

Nilai PBV diperoleh berdasarkan rumus:
PBV=H +

(C-H) ( Lasley,1978)

Keterangan:
PBV
H
n
r
h2
C

= Predicted Breeding Value
= Average production/rataan produksi di peternakan tersebut
= Jumlah laktasi
= Ripitabilitas
= Heritabilitas
= Rataan induk yang ingin dinilai produksi susunya

6. Korelasi MPPA dan PBV
Peringkat MPPA dan PBV dari masing-masing individu dilihat korelasinya
dengan menggunakan Pearson Correlation. Matjik (2000) menyatakan bahwa koefisien
korelasi sering dinotasikan sebagai r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1, nilai r yang
mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah
tersebut, sedangkan nilai r yang mendekati 0 menggambarkan hubungan kedua peubah
tersebut tidak linier.
Analisa statistik dan deskriptif dilakukan dengan menggunakan Minitab 14
Version for Window.
Prosedur
Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan di PT. Taurus Dairy Farm, Cicurug-Sukabumi. Data
sekunder yang dikumpulkan meliputi data produksi susu per laktasi dalam beberapa

16

masa laktasi, data perkawinan ternak, nomor dan nama pejantan, nomor dan nama induk,
nomor dan nama anak, tanggal lahir induk, tanggal beranak induk, tanggal pengeringan
induk, data keadaan dan lokasi pemeliharaan, data cuaca serta data pendukung lainnya.
Data curah hujan diperoleh dari Pos pengamatan Cicurug Sukabumi, dari tahun 1996
sampai bulan September 2007 yang diperlukan untuk menentukan musim pada waktu
kambing beranak.
Peubah yang diamati :
1. Faktor koreksi, yaitu nilai yang digunakan untuk melakukan standarisasi terhadap
produksi susu kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm.
2. Heritabilitas, yaitu daya pewarisan suatu sifat, dari tetua kepada keturunannya.
3. Ripitabilitas, yaitu daya pengulanggan suatu sifat.
4. MPPA, menunjukkan daya kemampuan berulang oleh seekor ternak dalam
berproduksi.
5. PBV, menunjukkan besarnya pengaruh gen yang ada pada induk yang dapat
diwariskan kepada keturunannya.
6. Korelasi MPPA dan PBV, yaitu seberapa erat hubungan antara produksi dengan
potensi genetik, dengan membandingkan peringkat suatu individu pada MPPA dan
pada PBV.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum PT. Taurus Dairy Farm
Lokasi dan Letak
Peternakan kambing Saanen terdapat di lingkungan PT. Taurus Dairy Farm di
desa Tenjo Ayu, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Luas Areal
untuk budidaya kambing Saanen sekitar 6200 m2, yang terdiri atas lapangan
pengembalaan 4200 m2 dan 2000 m2 untuk peralatan dan gudang. Namun, saat ini
lapangan pengembalaan tidak digunakan lagi, hal ini untuk mencegah induk terkena
penyakit cacingan. Untuk memenuhi kebutuhan hijauan tersedia kebun rumput yang
sama dengan kebun rumput untuk memenuhi kebutuhan hijauan sapi perah. Luas lahan
yang digunkaan untuk menanam hijauan ± 32 ha. Rumput yang ditanam adalah rumput
gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum thypoides)
Keadaan Geografis PT. Taurus Dairy Farm adalah sebelah utara berbatasan
dengan desa Manggis Hilir, sebelah selatan dengan desa Cilayur, sebelah timur
berbatasan dengan desa Manggis I dan sebelah barat berbatasan dengan PT.
Demina/LPTI.
Tabel 1. Keadaan Lokasi Peternakan PT. Taurus Dairy Farm
No
1

Keterangan
Ketinggian

Keadaan
450-500 meter dpl

2

Curah Hujan

3500 mm per tahun

3

Kelembaban

70-90%

4

Suhu Lingkungan

22-28 0C

5

Topografi

Bergelombang

6

Sumber Air

Mata Air Artesis

Peternakan Kambing Saanen
Kambing Saanen yang dipelihara berasal dari negara bagian Australia Barat
(Perth) dan New South Wales, yang didatangkan pada tanggal 4 April 1996. Kambing
Saanen yang didatangkan yaitu 20 ekor kambing betina berumur 8 bulan dan 4 ekor
kambing jantan berumur 1 tahun.
18

Gambar 1. Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm
Untuk memudahkan manajemen, baik manajemen pakan maupun reproduksi,
maka kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm diklasifikasikan berdasarkan jenis
kelamin dan berat badan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengklasifikasian Kambing Saanen di PT. Taurus Dairy Farm
Klasifikasi
Kambing masih susu (KMS)

Keterangan
kambing berumur 0-4 bulan

Kambing lepas sapih (KLS)

kambing berumur 4-6 bulan

Dara pra kawin I (DPK I)

kambing betina dengan berat badan 25 kg

Dara pra kawin II (DPK II)

kambing betina dengan berat badan > 25-30 kg

Dara pra kawin III (DPK III)

kambing betina dengan berat badan >30-38 kg

Dara siap kawin (DSK)

kambing betina dengan berat badan 39-40 kg

Induk

kambing betina dengan berat badan ± 45 kg

Jantan muda

kambing jantan lepas sapih sampai BB > 70 kg

Pejantan (Buck)

kambing jantan dengan berat badan ± 70-90 kg

Kambing Saanen yang terdapat di PT Taurus Dairy Farm selain berasal dari
Australia, juga berasal dari Semarang. Kambing Saanen yang berasal dari Semarang
didatangkan pada bulan Februari 1999 sebanyak 30 ekor kambing betina. Induk
kambing Saanen dari Semarang

merupakan kambing yang awalnya dipelihara di

19

TAPOS-Ciawi. Struktur popu