Aktivitas enzimatik dan respirasi pada tanah tercemar pestisida yang diberi serbuk jerami dan bakteri pendegradasi nitril

AKTIVITAS ENZIMATIK DAN
RESPIRASI PADA TANAH TERCEMAR
PESTISIDA YANG DIBERI SERBUK JERAMI DAN
BAKTERI PENDEGRADASI NITRIL

MAILANI

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

2

ABSTRAK
MAILANI. Aktivitas Enzimatik dan Respirasi pada Tanah yang Diberi Serbuk
Jerami dan Bakteri Pendegradasi Nitril. Dibimbing oleh Dr. ANNA P.
ROSWIEM, MS dan Dr. SARJIYA ANTONIUS.
Bahan organik seperti jerami diperlukan oleh mikrob tanah diperlukan untuk
memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat sistem pengelolaan tanah, misalnya

pemberian pestisida. Selain bahan organik, bakteri pendegradasi nitril juga
mempunyai peranan dalam memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat
pestisida. Bakteri ini menggunakan gugus nitril dari pestisida Decis dan Antracol
sebagai sumber energi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas fosfomonoesterase dan
urease pada tanah yang diberi serbuk jerami dan bakteri pendegradasi nitril. Tanah
diambil dari daerah pertanian Cipanas. Tanah tercemar pestisida jangka panjang
(A) dan jangka pendek (B) diberi perlakuan dengan jerami, bakteri pendegradasi
nitril, dan kombinasi keduanya, lalu diinkubasi selama 84 hari. Pengambilan tanah
A dilakukan pada hari ke-0 dan setiap 2 minggu sampai batas waktu penelitian.
Pengambilan sampel untuk tanah B dilakukan pada hari ke-0, 3, 7 dan setiap 2
minggu sampai batas waktu penelitian. Kemudian kedua sampel tanah ini
dianalisis tingkat respirasi, aktvititas fosfomonoesterase dan aktivitas urease.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat respirasi tanah yang tercemar
pestisida (A), tanah yang diberi bakteri pendegradasi nitril meningkat secara
signifikan. Tanah yang alami (B) yang diberi perlakuan dengan jerami dan yang
diberi pestisida dan jerami menghasilkan tingkat respirasi yang cukup tinggi.
Aktivitas fosfomonoesterase pada tanah A yang berpeluang untuk mengurangi
residu pestisida yaitu pada tanah yang diberi pestisida dan bakteri pendegradasi
nitril, sedangkan untuk tanah B yang berpeluang adalah tanah yang diberi

pestisida dan jerami. Bila dilihat dari aktivitas urease, perlakuan yang berpeluang
untuk mengurangi residu pestisida dalam tanah A adalah tanah yang diberi serbuk
jerami, sedangkan untuk tanah B yaitu tanah yang diberi pestisida dan serbuk
jerami.

3

ABSTRACT
MAILANI. Enzymatics Activity and Respiration in Pesticides Contaminated
Soil that were given Straw Dust and Nitrile Degradating Bacteria. Under the
direction of Dr.ANNA P.ROSWIEM, MS and Dr. SARJIYA ANTONIUS.
Organic compound such as straw is needed for soil microbe in repair soil
structure that damage caused by soil treatment like pesticides. Nitrile degradated
bacteria play in role in repair soil structure caused by pesticides. This bacteria use
the nitrile group as source energy.
The aim of this research was to know fosfomonoesterase and urease activity in
soil that were given straw dust and nitrile degradating bacteria. Soil was collected
from agricultural land in Cipanas. Long term pesticides contaminated soil (A) and
short term pesticides contaminated soil (B) were given with straw dust, nitrile
degradating bacteria and combinated both of it than incubated in green house for

84 days. Soil sampling for soil A were done in day 0 and every 2 weeks until day
84. Soil sampling for soil B were done in day 0, 3, 7 and evey 2 weeks until day
84. Respiration, phosphomonoesterase and urease activity were analyzed.
This study showed that soil contaminated pesticides (soil A) respiration that
used nitrile degradating bacteria significant increased. Nature soil (B) that used
straw dust and treatment used pesticides and straw dust made the highest soil
respiration. Phosphomonoesterase activity in soil A that could decreased pesticide
residues was soil with pesticides and nitrile degradating bacteria. UPTS could
reduced pesticide residues in soil B phosphomonoesterase activity. In urease
activity for soil A and soil B, soil with straw dust could decreased pesticides
residues.

4

Judul Skripsi : Aktivitas Enzimatik dan Respirasi pada Tanah Tercemar Pestisida
yang Diberi Jerami dan Bakteri Pendegradasi Nitril.
Nama
: Mailani
NIM


: G44101030

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Anna. P. Roswiem, MS
Ketua

Dr.Sarjiya Antonius
Anggota

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131473999

Tanggal lulus :

5


AKTIVITAS ENZIMATIK DAN RESPIRASI PADA
TANAH TERCEMAR PESTISIDA YANG DIBERI
SERBUK JERAMI DAN BAKTERI PENDEGRADASI
NITRIL

MAILANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2006


6

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho,
rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan bulan Januari
2006 di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor ini berjudul Aktivitas Enzimatik dan
Respirasi pada Tanah Tercemar Pestisida yang Diberi Serbuk Jerami dan Bakteri
Pendegradasi Nitril.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Anna P. Roswiem, MS, Bapak
Dr. Sarjiya Antonius selaku pembimbing, Bapak Drs. Maman Rahmanysah dan
Bapak Iwan Saskiawan yang telah banyak memberi saran. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh Ibu Nunik dari Laboratorium Ekologi
Puslit Juanda Bogor beserta staf Laboratorium Ekologi Kebun Raya Bogor.
Terima kasih juga untuk Mukti, Ika, Riya, Inel, Tri, Atik, Lisna, serta kepada
semua pihak yang telah membantu penulis. Keluargaku, Ibu dan Bapak terima
kasih atas doa, dorongan dan kasih sayang yang selalu diberikan setiap waktu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2006

Mailani

7

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batuphat, Aceh Utara pada tanggal 15 Mei 1983 sebagai
anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Sulaiman Ismail dan Siti Hasanah.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Swasta Tamansiswa Arun, AcehUtara dan
pada yang sama lulus seleksi masuk IPB malalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) pada Program Studi Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi DKM
Al-Ghiffari sebagai seketaris Biro Keputrian tahun kepengurusan 2003/2004.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum pada alih semester
2004/2005, asisten praktikum Biokimia II dan Struktur Fungsi Subseluler pada
alih semester 2005/2006. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Kerja Lapang
(PKL) di Laboratorium Biokimia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan
Makanan Bogor selama periode Juni sampai Agustus 2004, dan menulis laporan
ilmiah berjudul Aktivitas Enzimatik dan Respirasi pada Tanah Tercemar Pestisida
yang Diberi Serbuk Jerami dan Bakteri Pendegradasi Nitril.


8

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik Tanah ..................................................................................
Pestisida .......................................................................................................
Bakteri Pendegradasi Nitril ..........................................................................
Respirasi Tanah ............................................................................................
Enzim Tanah ................................................................................................

2
2
3
4

4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ............................................................................................. 6
Metode ......................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respirasi Tanah ............................................................................................ 9
Fosfomonoesterase (PMEase)....................................................................... 11
Urease ........................................................................................................... 12
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...................................................................................................... 14
Saran ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14
LAMPIRAN ....................................................................................................... 18

9

DAFTAR TABEL
Halaman
1

2

Tanah terpolusi (A) dengan berbagai perlakuan .................................... 7
Tanah tidak terpolusi (B) dengan berbagai perlakuan ........................... 7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8

Struktur kimia Deltamethrin ..................................................................
Struktur kimia Probineb .........................................................................
Respirasi tanah A ...................................................................................
Respirasi tanah B ...................................................................................

Aktivitas fosfomonoesterase (unit/g) tanah A .......................................
Fosfomonoesterase (unit/g) tanah B ......................................................
Aktivitas urease (unit/g) tanah A ...........................................................
Aktivitas urease (unit/g) tanah B ............................................................

3
3
10
10
12
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8

Kondisi fisik dan kimia jerami, sampel tanah A dan B .........................
Pembuatan larutan pereaksi yang digunakan dalam pengukuran
aktivitas urease dan fosfomonoesterase .................................................
Pengukuran respirasi ..............................................................................
Pengukuran aktivitas PMEase asam untuk standar dan
sampel tanah ...........................................................................................
Pengukuran aktivitas urease untuk standar dan sampel tanah ...............
Kadar CO2 yang dihasilkan dari respirasi ..............................................
Pengukuran aktivitas PMEase ................................................................
Pengukuran aktivitas urease ...................................................................

18
18
19
20
21
22
23
25

PENDAHULUAN
Secara umum lahan pertanian memiliki
peranan penting dalam kehidupan manusia.
Jika lahan ini tercemar, maka siklus alami
yang ada di dalam tanah akan tercemar.
Tanah berfungsi sebagai media tempat hidup
tumbuhan dan mikrob. Sistem tanah
merupakan campuran dari komponen padatan
organik, anorganik, udara, air, serta mikrob
yang saling mempengaruhi dan berhubungan
satu dengan yang lainnya. Bahan-bahan
organik akan mengalami dekomposisi oleh
mikrob sehingga bermanfaat bagi tumbuhan.
Proses yang alami ini dapat rusak karena
pengelolaan tanah yang disebabkan oleh
manusia dan perubahan iklim.
Mikrob tanah memiliki respon yang
sensitif terhadap praktek pengelolaan lahan
dan perubahan iklim. Selain itu kondisi
mikrob juga memiliki korelasi dengan fungsi
ekologis yang menggambarkan rantai sebab
akibat sehingga berguna dalam pengelolaan
lahan (Sarifuddin 2004). Status mikrob tanah
dapat menggambarkan kualitas dan kesehatan
tanah, oleh karena itu status tersebut bisa
menjadi salah satu penanda (marker) biologi
yang sangat berguna dan sensitif dalam
menilai gangguan dan kerusakan dalam
ekosistem, terutama kaitannya dengan proses
dekomposisi bahan organik dan mineralisasi
hara (Sparling 1997). Sifat mikrob sebagai
bioindikator dapat diukur melalui aktivitas
dari keseluruhan populasi mikrob, seperti
respirasi dan aktivitas enzimatik mikrob
tanah (Ropper & Keller 1997).
Penggunaan
pestisida
dapat
mempengaruhi aktivitas enzimatik mikrob
tanah, tergantung kepada konsentrasi
pestisida yang diberikan. Penggunaan
pestisida telah menjadi salah satu bagian pada
proses agronomi. Penggunaan jenis pestisida
baik yang menyangkut dosis maupun
intensitasnya sekalipun dilakukan memenuhi
petunjuk pemakaian akan tetap memberikan
cemaran kepada lahan dengan residu yang
ditinggalkannya.
Adanya penambahan bahan organik
dapat meningkatkan aktivitas enzimatik tanah
(Harianto 2004). Griafendra dan Bollag
(1996) serta Burns (1976) dalam Garzillo
(1996) menyatakan bahwa residu tanaman
dapat
menyumbangkan
aktivitas
fosfomonoesterase
dalam
tanah.
Fosfomonoesterase tersebut berikatan dengan
bahan organik pada tanah humat ataupun liat
dan akan bereaksi bila tersedia substrat dan
kofaktor dalam tanah. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Aslan dan Turkman (2005)
terhadap tanah yang mengalami cemaran
pestisida dengan memberikan bahan organik
serbuk jerami padi, menyatakan bahwa
serbuk jerami padi dapat mengurangi
cemaran tanah karena pestisida. Substrat
tersebut mampu menjerap mikroorganik
polutan dari pestisida (Sparling 1997).
Pestisida yang mengandung gugus nitril
merupakan salah satu contoh pestisida yang
bersifat toksik dan secara potensial dapat
menjadi pencemar lingkungan yang serius
(Tisdale
1985).
Pemberian
bakteri
pendegradasi nitril dapat mengurangi residu
pestisida di dalam tanah. Menurut Asano dan
Yamada (1989) bakteri pendegradasi nitril
memanfaatkan gugus karbon dan nitril
sebagai sumber energi. Sehingga dengan
adanya proses ini akan terjadi peningkatan
aktivitas urease dalam tanah.
Adanya fenomena yang mengakibatkan
tercemarnya
lahan
pertanian
karena
pengelolaan tanah dapat
diketahui dari
beberapa parameter antara lain biomassa
mikrob, respirasi, mineralisasi nitrogen, dan
aktivitas enzimatik mikrob (β-glikosidase,
fosfomonoesterase, urease dan protease).
Enzim tanah tersebut mempunyai peluang
dijadikan indikator efektif dalam menilai
berbagai perubahan sifat-sifat tanah termasuk
cemaran tanah akibat pestisida.
Pada
penelitian
ini
dilakukan
pengamatan terhadap tanah yang sudah
mendapat pestisida jangka panjang dan tanah
alami yang dicemarkan dengan pestisida
(mendapat perlakuan pestisida jangka
pendek). Sebagai usaha untuk meremediasi,
kedua tanah tersebut diberi perlakuan dengan
serbuk jerami dan bakteri pendegradasi nitril.
Golongan enzim yang diamati aktivitasnya
digunakan
sebagai
indikator
dalam
pencemaran tanah. Enzim tersebut yaitu
fosfomonoesterase
dan
urease.
Fosfomonoesterase adalah enzim yang
mengubah fosfat organik menjadi fosfat
anorganik. Sedangkan urease merupakan
enzim yang berperan menghidrolisis substrat
urea pada humus tanah sehingga tersedia
sumber N yang berguna bagi tumbuhan dan
mikrob. Parameter penelitian ini merupakan
sebagian dari penelitian terintegrasi dan
parameter lain seperti kelimpahan mikrob,
aktivitas denitrifikasi, tingkat residu pestisida
sebelum dan setelah percobaan diukur oleh
peneliti lain.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat respirasi dan aktivitas
enzimatik mikrob tanah, khususnya enzim

2

fosfomonoesterase dan urease terhadap tanah
yang diberi perlakuan serbuk jerami dan
bakteri pendegradasi nitril. Hipotesis
penelitian ini adalah serbuk jerami dan
bakteri
pendegradasi
nitril
dapat
mempengaruhi respirasi dan aktivitas
fosfomonoesterase dan urease tanah sebagai
refleksi dari cemaran pestisida. Enzim
fosfomonoesterase dan urease dapat dijadikan
sebagai indikator pencemaran lahan karena
pestisida. Hasil penelitian diharapkan agar
penambahan serbuk jerami dan bakteri
pendegradasi nitril dapat digunakan untuk
pemulihan lahan yang tercemar pestisida,
selain itu fosfomonoesterase dan urease dapat
dijadikan indikator terhadap lahan yang
tercemar pestisida.

TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik Tanah
Bahan organik merupakan bahan yang
terpenting dalam tanah. Hardjowigeno (1995)
mendefinisikan tanah sebagai kumpulan dari
benda alam di permukaan bumi yang tersusun
dalam horizon-horizon yang terdiri dari
campuran bahan mineral, bahan organik, air
dan udara serta merupakan media untuk
tumbuhnya tanaman. Tanah tersusun atas
empat komponen terbesar, yaitu air, udara,
substansi organik, dan populasi hidup (Foth
1988). Unsur hara esensial dalam tanah
sangat diperlukan oleh tanaman dan
fungsinya tidak dapat digantikan unsur lain.
Tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal
bila unsur hara esensial tidak terdapat dalam
jumlah yang cukup.
Kesuburan tanah merupakan kemampuan
tanah untuk menyediakan elemen atau unsur
hara esensial yang cocok untuk pertumbuhan
tanaman dalam jumlah yang cukup atau
seimbang dengan konsentrasi yang memadai
dan tidak menyebabkan keracunan bagi
tanaman tersebut dalam masing-masing
elemen yang dibutuhkan (Harianto 2004).
Kesuburan tanah dipengaruhi oleh status
bahan organik yang ditunjukkan dengan
status karbon (C) terhadap nitrogen (N).
Perubahan status C/N menggambarkan
aktivitas mikrob yang terjadi di dalam tanah
(Anderson 1990).
Asupan bahan organik ke tanah dapat
memicu terbentuknya berbagai komunitas
mikrob (Arsyad 2000). Salah satu asupan
tersebut yaitu dengan pemberian serbuk
jerami. Hal ini diperlukan untuk memperbaiki

struktur tanah, mengembalikan nutrisi tanah
dengan menyediakan unsur C sebagai salah
satu upaya rehabilitasi secara biologi
sehingga tanah kembali subur (Rahmansyah
2003). Bahan organik tanah merupakan
parameter yang relatif stabil karena
menggambarkan pengaruh pengelolaan lahan,
hal ini sangat penting untuk kualitas tanah
(Fitri 2002).
Mikrob dalam tanah sensitif terhadap
pengaruh pestisida yang berlebihan akan
menyebabkan terjadi penurunan biomassa
dan
respirasinya
(Sparling
1997).
Penggunaan serbuk jerami dapat mengurangi
residu pestisida di tanah. Hal ini dikarenakan
sumber karbon ini dapat berperan sebagai
penjerap mikroorganik polutan (Aslan &
Turkman 2005).
Untuk mendapatkan kesuburan tanah
diperlukan bahan-bahan yang mengandung
unsur hara (Hardjowigeno 1994). Salah satu
cara untuk mengembalikan kesuburan tanah
dilakukan dengan mengembalikan sisa hasil
panen ke sawah, namun daur limbah
pertanaman ini tidak cukup untuk
menggantikan keseluruhan unsur hara yang
hilang (Girvan et al. 2004). Perbaikan
kesuburan tanah dapat diusahakan dengan
membuat pupuk organik, misalnya dengan
serbuk jerami. Pemberian pupuk organik
seperti serbuk jerami pada tanah akan
memberikan makanan kepada mikrob dalam
tanah yang membantu menyediakan unsur
hara, membantu pelapukan bahan mineral,
memperbaiki struktur tanah sehingga
menyebabkan tanah mampu mengikat air
lebih banyak (Dick 1997).
Pestisida
Pestisida merupakan senyawa toksik
yang sering digunakan dalam produksi
pertanian. Sudarmo (1990) menerangkan
bahwa pestisida berasal dari kata “pest” yang
berarti hama dan “cida” yang berarti
pembunuh, sehingga pestisida merupakan
substansi kimia yang digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai
hama dan penyakit. Pestisida tersusun dari
unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang
dari 105 unsur, namun yang sering digunakan
adalah pestisida yang jumlahnya sebanyak 21
unsur (Trassar et al. 2000 ). Unsur atom yang
lebih sering dipakai adalah karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, fluor, klor, sulfur,
sedangkan yang berasal dari logam atau semi
logam adalah ferum, kuprum, merkuri, seng,
dan arsenik (Suherman 2000) .

3

Adanya variasi dosis penggunaan
pestisida sekecil apapun akan dapat
menimbulkan berbagai permasalahan karena
potensi racun (toksisitas) kimia tersebut, sifat
keawetan di alam, variasi dalam pemakaian,
persiapan, pengulangan atau penggunaan
yang
ceroboh.
Bahan-bahan
yang
terkontaminasi dengan pestisida dapat hilang
maupun berkurang daya racunnya karena
pengaruh faktor-faktor lingkungan dan proses
biologis. Hanya saja proses ini memakan
waktu lama.
Pemakaian pestisida dalam bentuk
penyemprotan
menyebabkan
sebagian
pestisida menempel pada daun tanaman, bijibijian, tanah, dan sebagian lagi masuk ke
dalam perairan. Hal ini menimbulkan residu
yang berkepanjangan dan dampaknya dapat
menimbulkan
pencemaran
lingkungan.
Residu pestisida bersifat akumulatif, yaitu
akan semakin menumpuk dalam sel
organisme seiring dengan semakin tingginya
tingkatan
organisme
tersebut
dalam
kehidupan.
Pestisida yang sering digunakan pada
lahan pertanian adalah Decis dan Antracol.
Decis
merupakan
insektisida
yang
mengandung senyawa aktif Deltamethrin.
Senyawa tersebut berbentuk bubuk kristal
dengan titik lebur 98-101 oC, mempunyai
bobot molekul 505.4 g/mol, dapat larut dalam
pelarut organik seperti sikloheksana, etanol
dan aseton (Bayer Cropscience 2004).
Insektisida ini berfungsi untuk membunuh
parasit seperti lalat Kacang (Ophiomya
phaseoli), ulat Jengkal Hijau (Phusia
chalcites), ulat Grayak (Prodanio litura),
penggerek Polong (Maruca testulalis), kutu
Aphis (Aphis craccivora), kepik Hijau
(Nezara viridula), dan kutu Thrips (Benusia
tabaci). Menurut Jamet dan Hascoet dalam
Walden 1982 residu deltamethrin berada
pada 2,5 cm dari permukaan tanah. Hanya
25-35 % Deltamethrin (Gambar 1) yang
terdegradasi dengan waktu paruh 260 hari
pada 35 oC (Kernoas dalam Walden 1982).
Antracol adalah salah satu jenis
fungisida yang mengandung senyawa aktif
Probineb (Gambar 2). Senyawa ini
mempunyai bobot molekul 289,8 g/mol,
berbentuk bubuk, mempunyai pH 5-7, larut
dalam air, dan melebur pada suhu 150 oC
(Bayer Cropscience 2004). Fungisida ini
dapat mengendalikan hama seperti busuk
batang (Phytophtora sp), busuk daun
(Fusarium sp), dan bercak daun (Cercospora
sesami).

Gambar 1 Struktur kimia Deltamethrin
yang digunakan pada pestisida
dengan merek dagang Decis.
(Sumber : www. inchem.or.id)

Gambar 2 Struktur kimia Probineb yang
digunakan pada pestisida
dengan merek dagang
Antracol.
(Sumber : www.inchem.org.id)
Bakteri Pendegradasi Nitril
Senyawa nitril (R-CN) merupakan
senyawa turunan asam karboksilat, dimana
gugus sianida menggantikan posisi gugus
karboksil (Sulistinah 2000). Senyawasenyawa nitril dan turunannya digunakan
secara luas dalam industri, misalnya
benzonitril digunakan sebagai bahan aktif
beberapa pestisida, prekursor untuk sintesis
poliakrilamida, plastik, dan juga sebagai
pelarut organik (Bremer 2001). Beberapa
mikrob dapat mendegradasi senyawa nitril
dan sianida, dengan demikian detoksifikasi
dari senyawa-senyawa tersebut secara prinsip
dapat dilakukan (Sunarko & Sulistinah 1999).
Penanggulangan dapat dilakukan, tetapi
membutuhkan biaya yang besar serta
persyaratan kondisi yang sulit dengan produk
pada tingkat kemurnian yang rendah, serta
adanya produk samping yang tidak
diinginkan dan tidak ramah lingkungan
(Yamada & Kobayashi 1996). Proses
biokonversi
merupakan
salah
satu
penanggulangan secara mikrobiologis yang
menghasilkan beberapa keuntungan antara
lain produk yang dihasilkan mempunyai
tingkat kemurnian yang tinggi, ramah
lingkungan, hemat energi, dan biaya produksi
rendah (Nagasawa & Yamada 1993).

4

Beberapa mikrob mampu menggunakan
senyawa nitril sebagai satu-satunya sumber
karbon, nitrogen, dan energi untuk
pertumbuhannya (Asano & Fujishiro 1982).
Mikrob-mikrob tersebut antara lain Fusarium
sp,
Klebsiella
pneumoniae,
dan
Corynebacterium sp. D5, Pseudomonas sp,
dan Flavobacterium sp. Metabolisme
senyawa nitril oleh mikrob melibatkan dua
alur reaksi (Asano & Yamada 1980). Secara
umum kedua alur reaksi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
RCN + H2O ⎯⎯⎯→ RCOOH + NH3
Nitrilase

RCN +H2O ⎯⎯⎯⎯
⎯→ RCONH2
Nitrilhidratase

RCONH2 ⎯⎯ ⎯→ RCOOH + NH3
amidase

Respirasi Tanah
Respirasi pada tanah didefinisikan
sebagai penggunaan O2 atau pelepasan CO2
oleh bakteri, fungi, alga, dan protozoa yang
melibatkan pertukaran gas dalam proses
metabolisme aerob (Anderson 1982).
Pembebasan CO2 merupakan akhir dari tahap
mineralisasi karbon. Analisis respirasi tanah
melalui pengukuran CO2 yang dibebaskan
dapat mengindikasikan aktivitas metabolisme
tanah (Gupta & Malik 1996). Pengukuran
respirasi mikrob tanah merupakan cara yang
pertama kali digunakan untuk menentukan
tingkat aktivitas mikrob tanah. Respirasi
mikrob tanah dihasilkan akibat proses
degradasi berbagai bahan organik (Da’dun
2001). Respirasi ini menunjukkan aktivitas
biologi dan populasi mikrob tanah secara
kuantitatif.
Aktivitas tanah secara biologis ini terdiri
dari beberapa aktivitas individu, dan CO2
merupakan tahap akhir mineralisasi karbon.
Pada tanah alami yang tidak terkontaminasi,
terdapat keseimbangan ekologi antara
mikroorganisme dan aktivitasnya (Fitri
2002). Besar kecilnya respirasi dapat diukur
dengan menentukan jumlah substrat yang
hilang, O2 yang diserap atau CO2 yang
dikeluarkan, dan energi yang dihasilkan. Cara
yang umum digunakan untuk mengetahui laju
respirasi adalah dengan mengukur jumlah O2
yang dikonsumsi atau jumlah CO2 yang
dikeluarkan.
Pengukuran
O2
jarang
dilakukan, karena jumlahnya relatif kecil
sehingga harus menggunakan instrumen yang
mempunyai nilai ketelitian tinggi dan peka
terhadap O2. Oleh karena itu, pengukuran laju
respirasi yang sering dilakukan adalah
dengan mengukur jumlah CO2 yang

dilepaskan. Banyaknya CO2 yang dilepaskan
menggambarkan aktivitas mikrob yang ada di
dalam tanah (Reid 2001).
Aktivitasnya tercermin pada kondisi
respirasi atau produk CO2 yang dihasilkan.
Oleh sebab itu pengukuran respirasi ini
dilakukan pada permulaan analisis sebelum
menentukan pengukuran aktivitas mikrob
lainnya, seperti dalam pengukuran aktivitas
urease dan fofomonoesterase. Pengukuran
respirasi ini dilakukan untuk keperluan
estimasi aktivitas mikrob tanah oleh sebab itu
persiapannya dilakukan melalui beberapa
tahapan
meliputi
pengeringan
tanah,
pembersihan dari unsur bukan tanah yang
secara jelas dapat dibedakan seperti batu,
serpihan bahan organik dan sebagainya.
Tanah
kemudian
disaring
sehingga
partikelnya menjadi seragam.
Penentuan respirasi tanah dilakukan
secara titrimetri dalam sistem tertutup dengan
menentukan CO2 yang dihasilkan dari
respirasi tanah tersebut. Dalam hal ini larutan
basa KOH berkemampuan menangkap gas
CO2 yang dihasilkan selama waktu inkubasi.
Reaksi yang terjadi pada proses pengukuran
respirasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
CO2 + 2KOH
KOH + HCl
K2CO3 + HCl
KHCO3 + HCl






K2CO3 + H2O
KCl + 2H2O
KHCO3 + HCl
KCl + H2CO3

(1)
(2)
(3)
(4)

Reaksi (1) merupakan reaksi yang terjadi
selama waktu inkubasi, yaitu gas CO2
diabsorpsi oleh larutan KOH selama proses
respirasi. Titik akhir pada titrasi dengan
indikator fenolftalein di tandai oleh hilangnya
warna merah, yaitu bersamaan dengan
banyaknya HCL yang dibutuhkan sebagai
penunjuk jumlah yang diperlukan untuk
reaksi (2) dan (3). Banyaknya HCl yang
terpakai setelah penambahan indikator jingga
metil menunjukkan jumlah HCl yang
dibutuhkan untuk reaksi (4).
Enzim Tanah
Setiap fraksi organik dan mineral di
dalam tanah dapat mempengaruhi aktivitas
enzim secara khusus. Enzim ekstraselular
berfungsi untuk melangsungkan perubahan perubahan seperlunya pada unsur hara
disekitarnya sehingga memungkinkan unsur
hara memasuki sel (Guo et al. 2000).
Sedangkan enzim intraselular berfungsi untuk
mensintesis bahan selular dan juga

5

menguraikan sumber makanan untuk
menyediakan energi yang dibutuhkan sel
(Gupta & Malik 1996).
Enzim tanah yang bersifat ekstraselular
biasanya bersifat stabil di tanah dan
menempati dua lokasi yang berbeda yaitu
teradsorbsi pada permukaaan liat dan
terkompleks pada koloid humik (Gupta &
Malik 1996). Pengujian enzim secara
kuantitatif dinyatakan dalam aktivitas (unit).
Unit didefinisikan sebagai jumlah mol
produk yang terbentuk sebagai hasil reaksi
enzim dengan substrat per menit pada kondisi
optimum (Lehninger 1982).
Pada penelitian ini digunakan dua jenis
enzim golongan hidrolase, yaitu enzim
fosfomonoesterase (PMEase) dan enzim
urease. Enzim PMEase berdasarkan reaksi
biokimia yang dikatalisis termasuk ke dalam
kelompok enzim hidrolase yang berperan
dalam penambahan H2O pada ikatan ester
fosfat. Enzim ini berfungsi untuk merubah
P-organik menjadi P-anorganik dalam tanah.
sedangkan enzim urease pada tanah berfungsi
untuk menghidrolisis urea menjadi amonia.
Fosfomonoesterase
Fosfomonoesterase (PMEase) adalah
enzim yang dominan dihasilkan pada
ketersediaan fosfor yang rendah. PMEase
dapat menghidrolisis berbagai ester fosfat
dan ditemukan secara ekstraseluler dan
intraseluler pada sel-sel hidup. Enzim-enzim
PMEase dieksresikan oleh akar-akar tanaman
dan mikrob (Schinner 1996). Berdasarkan
kekhususan substrat dan pH optimum, enzim
ini dibedakan menjadi 2 yaitu PMEase asam
dan PMEase basa. PMEase ekstraseluler
aktivitasnya tinggi pada lingkungan asam.
Aktivitas
PMEase
meningkat
ketika
lingkungan tanah memiliki kadar fosfat
terlarut rendah. Pada kondisi lain, tingkat
keasaman juga berpengaruh terhadap status
biologi dan kimiawi tanah. Sekalipun jamur
dan bakteri dapat menghasilkan PMEase
asam maupun basa, namun umumnya jamur
lebih berperan optimal ketika dalam kondisi
tanah asam (Tabatai & Bremer 1994).
PMEase merupakan salah satu enzim
yang penting dalam proses hidrolisis Porganik yang terkandung dalam tanah
menjadi bentuk P-anorganik
(H2PO42- dan
H2PO4-) sehingga menjadi lebih tersedia dan
dapat diambil tanaman dan mikroorganisme
(Speir & Ross 1975). Enzim bekerja pada
ikatan ester fosfat (Lehninger 1982). Tidak
semua bentuk P-organik dapat dihidrolisis
oleh enzim ini, bentuk P-organik yang dapat

dihidrolisis
umumnya
berbentuk
fosfomonoester seperti fenil fosfat, β-glisero
fosfat, β-naftil fosfat, dan ,β-nitrofenil fosfat.
Bahan organik yang ada di dalam tanah
selain berfungsi sebagai kompos, juga
berfungsi menstabilkan enzim ekstraseluler
seperti PMEase sehingga tidak mudah
terdegradasi oleh protease yang terdapat di
tanah (Rahmansyah 2003). Semakin banyak
bahan organik yang ada di dalam tanah, maka
aktivitas PMEase di dalam tanah akan
semakin tinggi (Speir & Ross 1975).
Mikrob berperan penting bagi degradasi
bahan organik fosfat karena dapat
menguraikannya menjadi elemen fosfat
anorganik yang dibutuhkan oleh fraksi tanah.
Mikrob-mikrob yang dilaporkan mempunyai
kemampuan melarutkan fosfat adalah
Pseudomonas,
Bacillus,
Klebsiella,
Azotobacter, Mycobacterium Micrococcus,
Flavobacterium, Penicillum, Sclerotium,
Fusarium, dan Aspergillus. Selain itu ragi
dan aktinomisetes dapat melarutkan fosfat
anorganik (Alexander 1971).
Asam fitat merupakan fraksi ester fosfat
organik terbesar di dalam tanah yang dapat
dihidrolisis oleh enzim PMEase, yaitu fitase.
Reaksinya sebagai berikut :

⎯→
Asam fitat + 6 H2O ⎯⎯
Inositol + 6 H3PO4
fitase

Adanya penambahan bahan organik pada
tanah yang terkontaminasi akan membantu
pendegradasian senyawa pestisida di dalam
tanah (Aslan & Turkman 2004). Pemberian
pestisida seperti pendimethalin, thiobencarb,
paraquat, atrazine, dan captafol dengan dosis
0,5-2,5 mg/kg tidak akan memberi perubahan
pada aktivitas enzim PMEase. Dalapon
dengan dosis 2,6 mg/kg menghambat
aktivitas PMEase, tetapi akan kembali seperti
semula setelah 2 minggu. Begitu juga dengan
malathion, parathion, chlordane, dieldrine,
dan thiram pada dosis 5 mg/kg juga akan
menghambat aktivitas PMEase (Jean 1999).
Kation Zn dan Cu dapat menghambat
aktivitas PMEase (Speir & Ros 1978).
Aktivitas PMEase dapat ditentukan
dengan menggunakan berbagai macam
substrat yang dihasilkan melalui mineralisasi
ester fosfat organik alami atau komponen
organik buatan yaitu p-nitrofenilfosfat (pNP)
yang mudah diurai oleh enzim menjadi
p-nitrofenol dan fosfat sebagai produknya.
Nilai aktivitas enzim akan sebanding dengan
produknya. Penetapan aktivitas PMEase
dilakukan berdasarkan produk p-nitrofenol.

6

Caranya adalah menggunakan pengekstrak
natrium
klorida,
kemudian
jumlah
p-nitrofenol yang terbentuk dapat diamati
dengan bantuan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 400 nm (Schinner 1996).
Urease
Urease merupakan enzim yang berperan
sebagai katalis dalam hidrolisis urea.
Evaluasi daya hidrolisis urea pada berbagai
macam tanah sangat penting terutama pada
tanah dengan kandungan C organik yang
rendah dan pH yang tinggi, seperti pada tanah
di daerah tropis (Lehninger 1982). Urea
dihidrolisis secara enzimatik oleh urease,
membentuk amoniak dan karbondioksida.
Amoniak dapat terhidrolisis lebih lanjut
menjadi amonium, dengan reaksi sebagai
berikut :
NH2
O=C

+ H2 O

⎯urease
⎯⎯→

NH2
2NH3 + CO2
2 NH3 + 2 H2O → 2 NH4+ + 2 OHHidrolisis urea terjadi pada rentang pH
antara 4 sampai 10, dengan tingkat hidrolisis
maksimum pada pH 7 sampai 8 (Schinner
1996). Aktivitas urease akan berubah akibat
pengaruh glifosfat, paraquat, triflurlin,
mancozeb dan atrazine (Suherman 2000).
Pestisida ini kemungkinan akan menjadi
penghambat bagi aktivitas urease, karena
bagian dari pestisida ini dapat berikatan
dengan protein. Interaksi penghambatan
karena pestisida secara tidak langsung dapat
dilihat dari fotosintesis pada algae, reduksi
biosintesis
protein
dan
nukleotida.
Penambahan pestisida akan mengubah
struktur senyawa nitrogen di dalam tanah
(Yeomans 1985). Penambahan bahan organik
dapat dijadikan sebagai sumber karbon untuk
mengendalikan penyerapan pestisida masuk
ke dalam tanah. Hal ini disebabkan karena
selain bahan organik yang ada di dalam tanah
atau yang diberi dari luar (seperti serbuk
jerami, kompos, dan lain-lain) berfungsi
sebagai penahan masuknya pestisida ke
dalam tanah, juga dapat berfungsi sebagai
sumber energi bagi mikrob-mikrob yang ada
di dalam tanah. Bakteri-bakteri pendegradasi
nitril akan mendegradasi gugus nitril dari
pestisida menjadi asam karboksilat dan
amoniak sebagai produk akhir. Amoniak ini
akan terhidrolisis kembali menjadi amonium.

Aktivitas enzim urease dapat ditentukan
dengan mengukur amonium yang dihasilkan.
Untuk menetapkan jumlah amonium yang
dihasilkan dapat digunakan pereaksi Nessler
(Girindra 1993). Setiap gugus amonium hasil
aktivitas urease diikat oleh larutan merkuri
iodida yang diindikasikan dengan adanya
perubahan intensitas warna. Perubahan
intensitas warna tersebut dapat diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
420 nm.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi bahan uji dan bahan
kimia. Bahan uji berupa sampel tanah yang
diambil dari areal pertanian daerah Cipanas,
serbuk jerami dan bakteri pendegradasi nitril
(Flavobacterim sp dan Pseudomonas sp).
Sampel diambil dari dua lokasi yang berbeda
yaitu tanah yang mendapat perlakuan
pestisida jangka panjang (A) ditanami brokoli
(Brassica oleracea italica) dan lokasi tanah
bebas pestisida (B) yang ditanami labu siam
(Sechium edule) dan ubi jalar (Ipomea
batatas). Bahan kimia yang digunakan adalah
akuades, KOH, HCl, indikator fenolftalein,
indikator jingga metil, CO(NH2)2, pereaksi
Nessler, tris(hidroksimetil) aminometan,
asam maleat, asam sitrat, asam borat, NaOH,
CaCl2, NH4Cl, dan p-nitrofenilfosfat (pNP).
Alat yang digunakan antara lain neraca
analitik, cool box, spektrofotometer, water
bath, pH meter, inkubator, vortex, shaker,
botol uji, labu takar, corong, gelas piala, pipet
Mohr, tabung reaksi, pipet tetes, batang
pengaduk, kain kasa dan kaca arloji.
Metode
Pengambilan Sampel Tanah
Tanah diambil dari lahan pertanian di
daerah Cipanas. Pada saat pengambilan
sampel juga dilakukan wawancara dengan
pemilik lahan mengenai jenis pestisida yang
paling sering digunakan. Informasi yang
didapatkan akan menjadi acuan dalam
perlakuan pestisida pada percobaan rumah
kaca. Tanah tersebut terdiri dari lahan yang
mendapat perlakuan pestisida (A) yaitu lahan
yang ditanami brokoli yang telah diberi
perlakuan pestisida jangka waktu lama dan
lahan yang bebas pestisida (B) yang ditanami
labu siam dan ubi jalar. Sampel tanah diambil
dari lima titik berbeda, lalu dicampur sampai

7

homogen, dimasukkan dalam polybag dan
disimpan dalam coolbox.
Sampel tanah yang telah diambil dari
lahan A dan B kemudian dibersihkan dari
batu dan kerikil sebelum diberi perlakuan.
Serbuk jerami yang digunakan untuk
perlakuan dihaluskan. Sedangkan bakteri
pendegradsi nitril (Flavobacterium sp dan
Pseudomonas sp) dibiakkan dalam media
mineral sampai pertumbuhan maksimum
(stasioner)
untuk
digunakan
sebagai
perlakuan pada kedua jenis tanah tersebut.
Perlakuan Tanah
Tanah A ditimbang sebanyak 1 kg,
dimasukkan ke dalam polybag. Tanah A
diberi perlakuan dengan serbuk serbuk jerami
20 g/kg tanah dan 1 ml suspensi bakteri
pendegradasi nitril (Tabel 1). Tanah tersebut
kemudian diinkubasi di rumah kaca sampai
waktu tertentu, tanah dikondisikan seperti di
alam, penambahan air dilakukan dengan
ditimbang setiap dua hari. Selanjutnya
perlakuan dibuat 3 ulangan.
Pengambilan sampel tanah A dilakukan
pada hari ke-0 dan setiap 2 minggu sampai 12
minggu waktu penelitian. Untuk setiap
pengambilan sampel tanah dilakukan
pengukuran repirasi tanah, aktivitas PMEase
dan urease.
Tabel 1 Tanah terpolusi (A) dengan
berbagai perlakuan.
No
Perlakuan
Kode
1
Tanah A (kontrol)
UP
2
Tanah A + serbuk
UPS
jerami
3
Tanah A + bakteri
UPB
4
Tanah A + serbuk
UPSB
jerami + bakteri
Tabel 2 Tanah tidak terpolusi (B) dengan
berbagai perlakuan.
No
Tanah
Kode
1
Tanah B (kontrol)
UNT
2
Tanah B + serbuk
UNTS
jerami
3
Tanah B + Decis +
UPT
Antracol
4
Tanah B + Decis +
UPTS
Antracol + serbuk
jerami
5
Tanah B + Decis +
UPTB
Antracol + Bakteri
6
Tanah B + Decis + UPTSB
Antracol + Serbuk
jerami + Bakteri

Tanah B diberi perlakuan seperti pada
tanah A. Namun ditambahkan dua macam
pestisida (Decis dan Antracol) masingmasing 11,3 mg/kg tanah. Pemilihan jenis
pestisida didasarkan atas data dari wawancara
dengan pemilik lahan (petani setempat).
Seluruh perlakuan untuk tanah B dirancang
seperti Tabel 2. Setiap perlakuan dibuat 3
ulangan.
Pengambilan sampel tanah B dilakukan
pada hari ke-0, hari ke-3, hari ke-7, dan setiap
2 minggu sampai 12 minggu waktu
penelitian. Waktu pengambilan sampel
berbeda dengan tanah A, tujuannya untuk
melihat efek adaptasi mikrob tanah terhadap
perlakuan. Untuk setiap pengambilan sampel
tanah dilakukan pengukuran respirasi tanah,
aktivitas PMEase dan urease.
Rancangan
pada
penelitian
ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Analisis data dilakukan dengan
metode ANOVA (Analysis of Variance). Jika
terdapat perbedaan dalam perlakuan, maka
dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Persamaan
umum statistik untuk rancangan ini sebagai
berikut :
Yijk = + αi + βj + (βα)ij + εijk
Keterangan :
i
= 1,2,3,4 (perlakuan)
j
= 1,2,3,4,5,6 (inkubasi)
k
= 1,2,3 (ulangan)
Yijk
= nilai pengamatan pada
perlakuan ke-i,inkubasi ke-j,
ulangan ke-k
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh inkubasi ke-j
(βα)ij
= pengaruh interaksi perlakuan
ke-i, inkubasi ke-j
εijk
= galat pada perlakuan ke-i,
inkubasi ke-j, ulangan ke-k
Respirasi Mikrob Tanah
Ditimbang 20 g sampel tanah segar,
kemudian dibungkus dengan kain tipis dan
digantungkan di dalam botol uji yang berisi
20 ml KOH 0,05 N. Botol ditutup rapat dan
didiamkan selama 2 jam pada suhu ruang,
setelah itu botol dibuka dan sampel
dikeluarkan. Segera ditambahkan 1 tetes
indikator fenolftalein ke dalam larutan dan
dititar dengan HCL 0,1 N sampai larutan
mengalami perubahan warna dari ungu
menjadi
tidak
berwarna,
kemudian
ditambahkan indikator jingga metil dan
dititar kembali dengan HCl 0,1 N sampai

8

mengalami perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi jingga. Banyaknya CO2
yang dihasilkan dapat diketahui melalui
rumus (Schinner 1996) :

unit/gram tanah, dihitung dengan rumus
menurut Schinner (1996).
Fosfomonoesterase =

Jumlah CO2 =

( S − C ).2,2.100
SW .%dm. A

Keterangan :
S
= volume HCl sampel (ml)
C
= volume HCl kontrol (ml)
2,2

= faktor konversi (1 ml HCl
0.1 N ~ 2,2 mg CO2)

100 %dm-1 = faktor konversi untuk berat
kering mutlak tanah (BKM)
SW
= bobot tanah (g)
A
= waktu inkubasi (jam)
Aktivitas Fosfomonoesterase
Pembuatan Larutan Standar pnitrofenol. Sebanyak 0,1 g pNP dilarutkan
dalam akuades, diencerkan sampai volume
100 ml dalam labu takar (larutan induk 1000
g p-nitrofenol.ml-1). Dari larutan induk
dibuat larutan standar 20 g p-nitrofenol.ml-1
dengan cara memipet 2 ml larutan induk ke
dalam labu takar 100 ml, kemudian
ditambahkan air suling sampai tanda tera.
Dipipet 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan standar
20 g p-nitrofenol ml-1 ke dalam tabung
reaksi, lalu diencerkan dengan air suling
sampai volumenya 5 ml. Kemudian
ditambahkan 1 ml kalsium klorida 0,5 M dan
4 ml natrium hidroksida 0,5 M. Setelah itu
dihomogenisasi dengan alat vortex, larutan
kemudian diukur absorbannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
400 nm. Hasil pengukuran standar dapat
dilihat pada Lampiran 7.
Metode Fosfomonoesterase Asam.
Sampel tanah sebanyak 1 g, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, setelah itu ditambahkan
1 ml substrat pNP (10,8366 mM) dan 4 ml
bufer asam (pH 6,5), di vortex, ditutup, dan
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam.
Setelah
diinkubasi
masing-masing
ditambahkan 1 ml CaCl2 0,5 M dan 4 ml
NaOH 0,5 M. Seluruh tabung di vortex,
kemudian disaring. Setiap filtrat kemudian
diencerkan sampai 10 ml dengan akuades.
Lalu
diukur
absorbannya
dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
400 nm. Aktivitasnya dinyatakan sebagai

( S − C ).10.100
%dm.a.b

Keterangan :
S
= konsentrasi sampel
(µgpNP)
C
= konsentrasi kontrol
(µg pNP)
100 % dm-1 = faktor konversi untuk berat
kering mutlak tanah (BKM)
10
= faktor pengenceran
a
= bobot molekul p-nitrofenol
(g/mol)
b
= waktu inkubasi (menit)
Penetapan Aktivitas Urease
Pembuatan
Larutan
Standar
Amonium. NH4Cl ditimbang sebanyak
0.3821 g, dilarutkan dengan air suling dalam
labu takar 100 ml (larutan induk 1000 l
NH4+ N.ml-1). Dipipet 0,00; 0,50; 0,75; 1,00;
1,25; dan 1,50 ml dari larutan induk ke dalam
labu takar 50 ml, dilarutkan dengan larutan
KCl 1 M sampai tanda tera. Dipipet 1 ml dari
setiap larutan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 9 ml air suling dan 0,2 ml
pereaksi Nessler. Kemudian di vortex sampai
homogen, dan setelah didiamkan selama 10
menit
diukur
absorbannya
dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
420 nm. Hasil pengukuran standar dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Metode Urease Unbuffer. Sampel tanah
yang telah dikeringkan digerus dan
dibersihkan dari kotoran. Sampel tanah
ditimbang sebanyak 5 g, dimasukkan ke
dalam botol uji, kemudian ditambahkan 2,5
ml substrat urea 79,9 mM ke dalam sampel
dan 25 ml akuades ke dalam kontrol. Botol
ditutup dan larutan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama dua jam. Setelah diinkubasi
ditambahkan 2,5 ml akuades ke dalam tabung
yang berisi sampel dan 2,5 ml substrat ke
dalam kontrol, lalu ditambahan 50 ml KCl
1 M, di shaker selama 30 menit dan disaring.
Dipipet 1 ml filtrat ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 0,2 ml pereaksi
Nessler dan diencerkan sampai 10 ml dengan
akuades. Lalu didiamkan selama 10 menit,
diukur absorbannya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 420 nm.
Pengukuran aktivitas enzim urease metode

9

Urease =

( S .C ).10. A.100
B.%dm.a.b

Keterangan :
S
= konsentrasi sampel ( g N)
C
= konsentrasi kontrol ( g N)
10
= faktor pengenceran
100 % dm-1 = faktor konversi untuk berat
kering mutlak tanah (BKM)
A
= volume ekstrak (ml)
B
= bobot tanah (g)
a
= bobot molekul NH4+
(g/mol)
b
= waktu inkubasi (menit)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Akibat perlakuan pestisida jangka
panjang dan pendek pada tanah pertanian
memberikan pengaruh yang beragam
terhadap parameter biologi tanah. Reaksi
enzimatis tanah dengan adanya perlakuan
penambahan
serbuk
jerami,
bakteri
pendegradasi nitril atau kombinasi keduanya
pada tanah tersebut juga memberikan reaksi
yang serupa. Bahkan kontrol (tanpa
perlakuan) pada beberapa parameter juga
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas.
Hal yang demikian dimungkinkan karena
lingkungan terkontrol (rumah kaca) memberi
efek kestabilan sifat fisika dan kimia tanah
yang mendukung kerja enzim.
Respirasi Tanah
Respirasi tanah terjadi karena adanya
proses degradasi bahan-bahan organik yang
ada di dalam tanah. Proses ini menandakan
adanya aktivitas mikrob tanah total yang
berperan dalam proses biologi.
Penentuan respirasi tanah dilakukan
secara titrimetri dalam sistem tertutup dengan
menentukan CO2 yang dihasilkan dari
respirasi tanah tersebut. Dalam hal ini larutan
basa KOH berkemampuan menangkap gas
CO2 yang dihasilkan selama waktu inkubasi.
Reaksi yang terjadi selama waktu inkubasi
adalah :

menggunakan bahan penitar HCl. Pada
percobaan rumah kaca, secara umum tingkat
respirasi tanah pertanian yang telah medapat
perlakuan pestisida dalam jangka panjang
(tanah A) mengalami peningkatan pada hari
ke-28 dan terjadi penurunan mulai hari ke-42
sampai akhir inkubasi (hari ke-84).
Perlakuan
kombinasi
penambahan
bakteri pendegradasi nitril dan serbuk jerami
ternyata (UPSB) tidak memberikan reaksi
yang signifikan terhadap respirasi. UPSB
menghasilkan tingkat respirasi sebesar
Hal
tersebut
1.1733
mgCO2/g/jam.
menunjukkan tidak adanya korelasi yang
positif antar kombinasi perlakuan yang masih
perlu diteliti lebih lanjut. Tendensi yang
terjadi bisa dimungkinkan karena konsentrasi
yang diberikan belum optimal.
Perlakuan
tanah
dengan
bakteri
pendegradasi nitril (UPB) hari ke-28
menunjukkan
tingkat
respirasi
yang
signifikan. Tingkat respirasi yang dihasilkan
pada
UPB
paling
tinggi
(3,3163
mgCO2/g/jam) melebihi perlakuan serbuk
jerami dan bakteri pendegradasi nitril
(UPSB) dan kontrol (UP). Bakteri
pendegradasi
nitril
berperan
dalam
mendegradasi residu pestisida yang terdapat
di dalam tanah. Tingkat respirasi UPB
menggambarkan adanya aktivitas biologi dan
dekomposisi bahan organik yang paling besar
bila dibandingkan dengan tanah yang lain
Pertambahan biomassa mikrob pada tanah
tersebut menyebabkan terjadinya proses
dekomposisi bahan organik yang besar untuk
mengurangi residu pestisida yang telah ada di
dalam tanah. Sedangkan tanah dengan
perlakuan serbuk jerami (UPS) menghasilkan
respirasi terendah. Hal ini dikarenakan belum
adanya proses pengomposan serbuk jerami
terhadap tanah, sehingga aktivitas mikrobmikrob tanah menurun (Gambar 3) dan pada
inkubasi selanjutnya UPS mengalami
peningkatan aktivitas.
3,5
3
m g C O 2/g /jam

unbuffer dinyatakan sebagai unit/gram tanah,
dihitung berdasarkan rumus (Schinner 1996).

2,5
2
1,5
1
0,5
0
0

2KOH + CO2 → K2CO3 + H2O
Setelah waktu inkubasi, jumlah CO2 yang
dihasilkan
ditentukan
dengan
titrasi

10

20

30

40

50

60

70

80

Inkubasi (hari)

Gambar 3 Respirasi tanah A. Keterangan :
UP ( ), UPB ( ), UPS ( ),
UPSB ( ).

10

9
8
7

m g C O 2 /g /jam

Pada hari ke-42, tingkat respirasi mikrob
tanah mulai menurun. Tingkat respirasi UP
menurun karena berkurangnya jumlah bahan
organik di dalam tanah, begitu juga dengan
UPB. Tanah yang diberi perlakuan serbuk
jerami dan bakteri pendegradasi nitril
(UPSB) menghasilkan tingkat respirasi yang
rendah (1,0160 mgCO2/gram/jam) dan
berbeda nyata dengan perlakuan serbuk
jerami (UPS) dimana perlakuan tersebut yang
tertinggi (1,9096 mgCO2/g/jam). Serbuk
jerami yang telah menjadi kompos digunakan
oleh mikrob tanah sebagai sumber energi dan
digunakan untuk menjerap residu pestisida
yang ada di dalam tanah.
Mulai hari ke-56 inkubasi perlakuan
dengan
serbuk
jerami
dan
bakteri
pendegradasi nitril (UPSB) memberikan hasil
respirasi terendah bila dibandingkan dengan
perlakuan serbuk jerami (UPS). Pada akhir
inkubasi, keempat perlakuan tersebut tidak
beda nyata, hanya tingkat respirasi yang
tertinggi pada tanah yang tidak diberi
perlakuan. Tingkat respirasi tanah untuk
semua perlakuan menurun, hal ini disebabkan
oleh berkurangnya sumber makanan dan
populasi mikrob yang ada di dalam tanah.
Selama 2 minggu terjadi fluktuasi yang
signifikan terhadap respirasi tanah B yang
merupakan refleksi dari efek pestisida pada
jangka pendek. Sesuai yang diharapkan, pada
hari ke-3 tanah dengan perlakuan serbuk
jerami (UNTS) tanpa mendapat pengaruh
pestisida berbeda nyata dan menghasilkan
respirasi tertinggi yaitu 8,4333 mgCO2/g/jam
(Gambar 4). Fluktuasi ini selain disebabkan
karena
proses
adaptasi,
sehingga
menunjukkan aktivitas total mikrob tanah
yang berbeda dari setiap perlakuan yang
diberikan. Fenomena yang menarik bahwa
tanah yang mendapat perlakuan pestisida
yang dikombinasikan dengan serbuk serbuk
jerami (UPS) menunjukkan aktivitas yang
hampir sama dengan tanah tanpa perlakuan
pestisida. Serbuk jerami sebagai bahan
organik berpeluang untuk mengurangi residu
pestisida yang ada di dalam tanah sebagai
penjerap, sehingga pestisida yang ada di
dalam tanah tidak terlalu berpengaruh
terhadap aktivitas biologi tanah. Meskipun
aktivitasnya lebih rendah, tendensi yang
serupa juga bisa dilihat pada kombinasi
perlakuan pestisida, serbuk jerami dan bakteri
pedegradasi nitril (UPSB).

6
5
4
3
2
1
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

Inkubasi (hari)

Gambar 4 Respirasi tanah B.
Keterangan :UNT ( ),
UNTS ( ), UPT ( ),
UPTB ( ), UPTS ( ),
UPTSB ( ).
Asupan bahan organik ke tanah dapat
memicu terbentuknya berbagai komunitas
mikrob (Arsyad 2000). Mikrob menggunakan
bahan organik untuk kemudian menghasilkan
CO2. Sehingga tingkat respirasi yang
dihasilkan cukup besar.
Pada hari ke-7 tingkat respirasi tanah
dengan perlakuan pestisida dan serbuk jerami
(UPTS) menghasilkan respirasi yang cukup
tinggi dan beda nyata yaitu 6,7283
mgCO2/g/jam. Tanah yang dicemarkan
dengan pestisida dan diberi perlakuan dengan
serbuk jerami menunjukkan aktivitas biologi
yang tinggi dibandingkan tanah yang lain.
Serbuk jerami sebagai bahan organik
berperan langsung sebagai sumber energi dan
penjerap terhadap pestisida sebagai senyawa
toksik bagi mikrob-mikrob tanah. Dalam hal
ini jerami dapat digunakan untuk mengurangi
residu pestisida jangka pendek.
Hari ke-14 tingkat respirasi tanah dengan
semua perlakuan menurun dan tidak beda
nyata dengan perlakuan lainnya. Pestisida
yang ada di dalam tanah menghambat
mikrob-mikrob tanah untuk mendegradasi
bahan organik sebagai sumber makanan,