Pengujian dan Karakterisasi Morfologi Bakteri Potensial Pendegradasi Dibenzothiophane pada Tanah yang Terkontaminasi Minyak Bumi di Samboja Kalimantan Timur.

(1)

i

PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI MORFOLOGI BAKTERI POTENSIAL PENDEGRADASI DIBENZOTHIOPHENE (DBT) PADA TANAH YANG TERKONTAMINASI MINYAK BUMI DI SAMBOJA KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Oleh:

BIMBY ISSASSAM 1011205034

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

ii

Bimby Issassam (1011205034). Pengujian dan karakterisasi morfologi bakteri potensial pendegradasi dibenzothiophene (DBT) yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak bumi di Samboja Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan Ir. Ida Bagus Wayan Gunam, MP., Ph.D dan Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat degradasi dan identifikasi bakteri pendegradasi sulfur minyak bumi yang potensial. Sepuluh Isolat diuji aktivitas biodesulfurisasinya dengan sistem dua fase, yaitu dengan menggunakan media Mineral Salt Sulfur Free dan Dibenzothiophene 200 ppm dalam Tetradecane sebagai model minyak bumi. Isolat tersebut diinkubasi selama 4 hari (96 jam) pada suhu 37oC dan residu Dibenzothiophene dianalisis menggunakan Gas Chromatography, Pengujian tersebut dilakukan dengan masing-masing ulangan sebanyak dua kali. Isolat yang memiliki tingkat degradasi tertinggi di uji morfologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat SBJ 8 memiliki tingkat degradsi dibenzothiophene teringgi dengan rata-rata nilai Optical Density pada panjang gelombang 660 nm sebesar 1.169 (OD660) serta dapat mendegradasi senyawa DBT 200 ppm dalam Tetradecane dengan rata-rata 80,82 %, Morfologi berbentuk bulat (cocus).


(3)

iii

Bimby Issassam (1011205034). An Experiment and Characteristic Morfology of potential degradation bacteria of dibenzothiophene (DBT) that had been isolated from the soil where were contaminated with the crude oil in Samboja Kalimantan Timur. Under supervision of Ir. Ida Bagus Wayan Gunan, MP., Ph.D and Ir. Ni Made Wartini, MP

Abstract

This study aimed to determine the level of degradation of potential sulfur aromatic degrading bacteria. 10 Isolates were tested for their biodesulfurization activity with a two-phase system. First, it used media Mineral Salt Sulfur-Free (the liquid phase) and Second, Dibenzothiophene 200 ppm in the Tetradecane as a model of aromatic (oil phase). Isolates were incubated for 4 days (96 hours) at 37°C and analyzed using Gas Chromatography, the experiment is carried out with every phase repeated twice. Isolate which has the highest rate of degradation test were identified with morphological of bacteria. The results showed that isolates the SBJ 8 has the highest rate of degradation of dibenzothiophene by the average absorbance (OD660 nm), 1.169 (OD 660 nm). and degrades the compounds DBT 200 ppm in Tetradecane, with average 80.82%. and test morphology shaped cocus

Keywords: Dibenzothipohene, Biodesulfurization, Bacteria Potential, Morphology, SBJ8


(4)

iv RINGKASAN

Minyak bumi telah digunakan oleh manusia sejak 5000 tahun SM, produksi dan konsumsi energi primer dunia menunjukkan peningkatan yang tinggi. Penggunaan energi fosil terutama minyak bumi diakui mempunyai manfaat yang luas yaitu sebagai bahan bakar utama pada kehidupan manusia namun juga mempunyai dampak yang negatif yaitu hasil pembakaran dari minyak bumi menghasilkan emisi NOx yang dapat menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan rasa pedih dan berair dan gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx mempunyai sifat reaktif dengan uap udara yang ada di udara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4.. Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan, terjadilah apa yang dikenal dengan acid rain atau hujan asam. Hujan asam sangat merugikan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah dan gangguan kesehatan.

Tingkatan senyawa sulfur organik dalam minyak bumi harus dikurangi, bahan bakar fosil seperti minyak bumi mengandung berbagai senyawa organosulfur heterosiklik, termasuk teralkilisasi bentuk dibenzothiophene. Senyawa tersebut adalah senyawa utama sulfur di dalam beberapa jenis minyak mentah yang tidak bisa sepenuhnya didesulfurisasi menggunakan proses katalis kimia Hidrodesulfurisasi. Proses hidrodesulfurisasi sulit dilakukan untuk memisahkan senyawa sulfur aromatik dalam minyak bumi sehingga dilakukan tahapan lanjutan dengan proses biologi yaitu biodesulfurisasi menggunakan mikroba untuk menghilangkan sulfur aromatik dibenzothiophene (Gunam et al., 2013).


(5)

v

Hasil penelitian dari (Gunam et al., 2014), menunjukkan bahwa dari puluhan isolat yang diperoleh dari sampel tanah yang terkontaminasi minyak bumi di Samboja Kalimantan Timur berpotensi mendegradasi senyawa sulfur aromatik dari minyak bumi, dua puluh sembilan diantaranya memiliki kestabilan untuk hidup pada media uji desulfurisasi. Sepuluh diantaranya berpotensi untuk mendegradasi sulfur aromatik dari minyak bumi. Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui isolat potensial pendegradasi sulfur aromatik minyak bumi tertinggi dari sepuluh isolat.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kemampuan isolat dalam mendegradasi sulfur aromatik dibenzothiophene, (2) menentukan isolat yang paling potensial pendegradasi sulfur aromatik dibenzithiophene, (3) mengetahui karakteristik morfologi isolat potensial pendegradasi sulfur aromatk dibenzothiophene.Variabel yang diamati yaitu Optical Density (OD)/tingkat kekeruhan, derajat keasaman (pH), dan kadar DBT sesudah proses desulfurisasi.

Prosedur percobaan penelitian ini melalui tahapan yaitu pembuatan media pertumbuhan dan media uji degradasi dibenzothiophene, peremajaan isolat, perbanyakan sel, preparasi sel, dan seleksi isolat.

Pengujian kesepuluh isolat potensial dalam media uji MSSF-DBT selama proses desulfurisasi selama 4 hari (96 jam) di dalam waterbath shaker pada kecepatan 150 rpm pada suhu 37oC menunjukkan bahwa hasil isolat potensial pendegradasi DBT yang paling tinggi kemampuannya dalam mendegradasi senyawa sulfur aromatik yaitu isolat SBJ 8 sebesar 80,82%, Karakteristik morfologi isolat SBJ 8 memiliki bentuk bulat (cocus) sendiri-sendiridan karaktersitik koloni berbentuk bulat, berukuran besar, berwarna kuning, bertepian rata, dan elevasi cembung.


(6)

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Bimby Issassam dilahirkan di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 14 Desember 1992. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan Riduan Pasaribu dan Tapitta Hutajulu.

Penulis mulai menempuh pendidikan di TK Pertiwi Jakasampurna, Bekasi Barat pada tahun 1997 dan dilanjutkan ke pendidikan sekolah dasar di SDN 3 Jakasampurna, Bekasi Barat tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Bekasi tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Pusaka Nusantara 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur SNMPTN dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Selama tercatat sebagai mahasiswa penulis aktif dibidang organisasi kemahasiswaan dan menjadi Anggota Pemula di Unit Kegiatan Mahasiswa “Mahasiswa Pecinta Alam Wanaprastha Dharma” Universitas Udayana pada tahun 2010 – 2014. Pada periode tahun 2011/2012 menjadi Anggota SAR dan menjabat sebagai Bendahara umum. Pada Periode 2012/2013 menjadi Anggota Inti Mountainerring dan menjabat WAKASATSAR. Periode 2013/2014 menjabat pada Posisi KASATSAR, periode 2014/2015 menjadi Anggota inti Diving dan menjabat sebagai seksi keterampilan.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengujian dan Karakterisasi Bakteri Potensial Pendegradasi Dibenzothiophene pada Tanah yang Terkontaminasi Minyak Bumi di Samboja Kalimantan Timur . dengan baik. Skripsi ini disusun berdasrkan hasil penelitian dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian studi di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis atas dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebear-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Ida Bagus Wayan Gunam, MP., Ph.D., selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP sebagai pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr.Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MS., selaku Dekan Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP., dan Bapak I Wayan Arnata, S.TP, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Udayana.

4. Komisi PKL, UP, Seminar Hasil di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana yang memungkinkan terselenggaranya Skripsi ini.

5. Seluruh staf dosen dan pegawai Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.


(9)

ix

6. Seluruh teknisi laboratorium Mikrobiologi Pangan, Peternakan, Biosains serta Lab Forensik POLDA Bali atas bimbingan, kemudahan dan petunjuknya selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai.

7. Seluruh keluarga dan orang tua yang telah memberikan semangat, doa dan uang saku kepada penulis dalam melaksanakan pendidikan sampai selesai di Universitas Udayana.

8. Teman Biodesulfurisasi terima kasih atas bantuannya dalam perkuliahan, membuat tugas, praktikum dan peneliti hingga akhir skripsi ini.

9. Keluarga besar Mapala Wanaprastha Dharma Universitas Udayana terima kasih atas bantuanya menemani begadang untuk menyusun skripsi khususnya Aceng, Fugu dan Sempler yang membantu meminjamkan printer dan laptop untuk meyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik ini dengan balasan yang lebih baik. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bukit Jimbaran, April 2016


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSYARATAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

RINGKASAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATAPENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I.PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Hipotesis... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Pengurangan Senyawa Sulfur dalam Minyak Bumi ... 5

2.2. Dibenzothiphene ... 7

2.3. Biodesulfurisasi (BDS) ... 7

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba ... 9


(11)

xi

2.4.2. Nutrisi ... 10

2.4.3. Nilai pH ... 10

2.4.4. Aktifitas Air ... 10

III. METODE PENELITIAN... 11

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

3.2. Bahan dan Alat ... 11

3.3. Prosedur Percobaan ... 12

3.3.1.Pembuatan Media Pertumbuhan dan Media Uji Degradasi DBT... 12

3.3.2. Peremajaan Isolat ... 13

3.3.3. Perbanyakan Sel dan Preparasi Sel ... 13

3.3.4. Karakterisasi Koloni ... 14

3.3.5. Seleksi Isolat ... 14

3.3.6. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ... 15

3.3.7. Variabel yang Diamati ... 15

3.3.7.1. Pengukuran Optical Density (OD) ... 15

3.3.7.2. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ... 16

3.3.7.3. Pengukuran Kadar DBT ... 16

3.3.7.4. Uji morfologi ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Seleksi Isolat Potensial ... 19

4.2. Uji Morfologi ... 22

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1. Kesimpulan ... 24

5.2.Saran ... 24


(12)

xii


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1. Karakteristik koloni yang tumbuh pada media MSSF-CA ... 19 2. Nilai OD10 isolat potensial setelah inkubasi selama 96 jam ... 20 3. Data hasil seleksi 6 isolat potensial pada media MSSF-DBT dengan konsentrasi

200 ppm dibenzothiphene ... 21 4. Data hasil seleksi 3 isolat potensial pada media MSSF-DBT dengan konsentrasi

200 ppm dibenzothiphene ... 21


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Struktur kimia dari senyawa sulfur organik dalam minyak bumi ... 5

2. Jalur desulfurisasi dibenzothiophene dengan Rhodococcus erythropolos IGTS8 (4S .athway) ... 7

3. Struktur kimia dibenzothiophene ... 8

4. Diagram alir penelitian ... 15

5. Isolat 10 terbaik setelah digores kuadran pada media selektif MSSF-CA ... 20


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pengujianaktivitas biodesulfurisasi ... 29

2. Pewarnaan Gram Isolat SBJ 8 ... 31

3. Kromatogram Isolat SBJ 8 ... 32


(16)

1

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak bumi telah digunakan oleh manusia sejak 5000 tahun SM, produksi dan konsumsi energi primer dunia menunjukkan peningkatan yang tinggi. Penggunaan energi fosil terutama minyak bumi diakui mempunyai manfaat yang luas yaitu sebagai bahan bakar utama pada kehidupan manusia namun juga mempunyai dampak yang negatif yaitu hasil pembakaran dari minyak bumi menghasilkan emisi NOx yang dapat menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan rasa pedih dan berair dan gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda.

Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar.Gas SO3 bersifat sangat reaktif karena mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4, mudah bereaksi dengan benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses korosi dan perubahan pH pada tanah. Penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar gas SOx di udara meningkat. Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan, terjadilah apa yang dikenal dengan acid rain atau hujan asam. Hujan asam sangat merugikan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah dan gangguan kesehatan. Pada beberapa negara industri, hujan asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul


(17)

2

akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan rusak seperti banjir dan tanah longsor (Pohan, 2002).

Mengurangi emisi gas sulfur, tingkatan senyawanya dalam minyak bumi harus dikurangi selama proses ”refining” (Gunam et al., 2006). Proses refining yaitu proses pemurnian/penyulingan minyak mentah (crude oil) dengan cara pemisahan berdasarkan titik didihnya (distilasi).

Bahan bakar fosil seperti minyak bumi mengandung berbagai senyawa organosulfur heterosiklik, termasuk teralkilisasi bentuk dibenzothiophene (DBT) senyawa tersebut adalah senyawa utama sulfur di dalam beberapa jenis minyak mentah yang tidak bisa sepenuhnya didesulfurisasi menggunakan proses katalis kimia Hidrodesulfurisasi (HDS). Proses hidrodesulfurisasi sulit dilakukan untuk memisahkan senyawa sulfur aromatik dalam minyak bumi sehingga dilakukan tahapan lanjutan dengan proses biologi yaitu biodesulfurisasi (Gunam et al., 2013) . Proses biodesulfurisasi memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan proses fisika dan kimia konvensional, karena proses dilakukan dalam kondisi suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan proses HDS (Monticello, 1998).

Biodesulfurisasi dengan menggunakan mikroba sebagai biokatalis pada beberapa tahun terakhir ini menjadi pusat perhatian cukup banyak peneliti. Metode ini dianggap mempunyai prospek yang cukup cerah di masa mendatang, karena prosesnya murah, tidak memerlukan instalasi yang kompleks dan sangat ramah lingkungan. Beberapa strain bakteri memiliki kemampuan dalamproses biodesulfurisasi sulfur organik seperti Corynebacterium. Sp, Pseudomonas. Sp dan Rhodococcus. sp ( Zhongxuan et al., 2002).


(18)

3

Telah dilakukan isolasi beberapa mikroba pendegradasi sulfur aromatik minyak bumi dari sampel tanah yang sudah lama terkontaminasi/tercemar minyak bumi di beberapa lokasi sumur minyak di desa Samboja, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur dan didapatkan 29 isolat yang potensial diantaranya 10 isolat terbaik yang memiliki kemampuan mendegradasi sulufur aromatik dibenzothiophene (Gunam et al., 2014). Kesepuluh isolat tersebut yaitu SBJ 4, SBJ 5A, SBJ 5B, SBJ 5C, SBJ 6, SBJ 7, SBJ 8, SBJ 10A, SBJ 10B, dan SBJ 10C dengan suhu 37oC.

Menentukan isolat mana yang paling potensial dalam mendegradasi senyawa sulfur aromatik (dibenzothiophene) yang ada pada minyak bumi maka perlu dilakukan sebuah penelitian untuk menguji dan mengidentifikasi kemampuan beberapa isolat dalam mendegradasi senyawa sulfur aromatik tersebut.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah kemampuan isolat dalam mendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene)?

2. Isolat yang manakah mempunyai kemampuan mendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene) tertinggi?

3. Bagaimanakah karakteristik morfologi isolat potensial pendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene)?

1.3. HIPOTESIS

1. Isolat mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene).


(19)

4

2. Isolat tertentu mempunyai kemampuan mendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene) tertinggi.

3. Isolat potensial pendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene) mempunyai karakteristik morfologi tertentu.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui kemampuan isolat dalam mendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene).

2. Untuk menentukan isolat yang paling potensial pendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene).

3. Untuk mengetahui karakteristik morfologi isolat potensial pendegradasi sulfur aromatik (dibenzothiophene).

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada pembaca bahwa beberapa isolat bakteri yang diperoleh dari tanah yang tercemar minyak bumi di Samboja, Kalimantan Timur berpotensi mendegradasi sulfur aromatik minyak bumi dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Isolat/strain yang paling berpotensi, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu mikroba dalam mendegradasi sulfur aromatik minyak bumi (dibenzothiophene).


(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengurangan Senyawa Sulfur dalam Minyak Bumi

Minyak bumi adalah campuran kompleks hidrokarbon ditambah senyawa anorganik dari sulfur, oksigen, nitrogen, dan senyawa-senyawa yang mengandung logam terutama nikel, besi, dan tembaga. Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang seragam, melainkan komposisi yang sangat bervariasi, tergantung pada lokasi, umur lapangan minyak, dan juga kedalaman sumur.

Amorelli (1992) melaporkan bahwa crude oil berisi sulfur dalam bentuk organik terlarut, ada beberapa senyawa sulfur dalam minyak yaitu (i) alifatik dan aromatik thiol dan produk oksidasinya, (ii) alifatik, aromatik dan campuran thioether, dan (iii) heterosiklik pada benzen thiophene: thiophene itu sendiri, benzothiophene (BT), dibenzothiophene (DBT), dan derivatnya. Struktur kimia dari senyawa sulfur organik dapat dilihat pada Gambar 1.


(21)

6

Keberadaan sulfur yang sangat sulit untuk dihilangkan pada bahan bakar cair seperti kerosene, gasoline, diesel fuel dan residu oil, sehingga menjadi perhatian yang penting untuk mencari metode yang tepat untuk menghilangkan kandungan sulfur dalam bahan bakar cair tersebut. Metode yang berkembang pada penghilangan sulfur pada bahan bakar cair seperti gasoline, diesel fuel, kerosene dan residu oil adalah metode hydrodesulfurization, oxidative desulfurization dan biodesulfurization. Hydrodesulfurization (HDS) adalah standar proses katalitik untuk menghilangkan sulfur dari produk minyak bumi. Dalam proses ini, sulfur dari minyak mentah dicampur dengan hidrogen dan katalis untuk bereaksi menjadi hidrogen sulfida. Metode hydrodesulfurization membutuhkan permintaan energi yang besar karena beroperasi pada tekanan dan temperature yang tinggi, sehingga diperlukan biaya yang besar (Anon, 2014)

Kelemahan proses kimia atau hidrodesulfurisasi yaitu biaya operasional yang tinggi, selain itu prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya sulfur poliaromatik heterosiklik. Salah satunya adalah dibenzothiophene (DBT) yang biasa digunakan sebagai senyawa heterosiklik yang mengandung sulfur organik untuk penelitian biodesulfurisasi (Zhongxuan et al., 2002). Maka para peneliti memfokuskan perhatiannya untuk mencari teknologi alternatif lain.

Selain metode alternatif hydrodesulfurization (HDS) dan oxidative desulfurization (ODS) terdapat pula metode lainya dalam penghilangan sulfur yaitu metode biodesulfurization. Metode biodesulfurization adalah penghilangan sulfur dengan menggunakan metode biologi, pada metode ini membutuhkan


(22)

7

mikroorganisme dan media untuk mikroorganisme yang sangat banyak untuk kelangsungan hidup dari mikroorganisme tersebut (Soleimani et al., 2007).

2.2. Dibenzothiphene

Biodesulfurisasi sulfur organik banyak menggunakan DBT sebagai senyawa model, dibenzothiophene (DBT) adalah sulfur heterosiklik yang ditemukan pada minyak mentah dan batubara (Kirimura et al, 2001), dan di pandang secara luas sebagai senyawa model yang dapat mewakili pecahan senyawa sulfur organik aromatik pada batubara dan minyak mentah (Gilbert et al, 1998). DBT telah digunakan sebagai model sulfur heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakteristisasi bakteri yang mampu mengubah senyawa sulfur oragnik yang di temukan dalam berbagai bahan bakar fosil (Izumi et al., 1994). Struktur kimia dibenzothiophene dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia dibenzothiophene (Kirimura et al., 2006)

2.3. Biodesulfurisasi (BDS)

Metode biodesulfurization adalah penghilangan sulfur dengan menggunakan metode biologi, pada metode ini mebutuhkan mikroorganisme dan media untuk mikroorganisme yang sangat banyak untuk kelangsungan hidup dari mikroorganisme tersebut (Soleimani et al., 2007). Untuk penanganan desulfurisasi secara biologis menggunakan mikroorganisme sebagai alternatif yang disebut


(23)

8

biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan proses HDS (Monticello, 1998). Pemanfaatan bakteri untuk biodesulfurisasi sebagai penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur organik yang sulit dihilangkan (Kayser et al., 1993).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mikroba dapat memetabolisme DBT melalui hydrogen degradative pathway (dengan merusak ikatan C-C) (Olfield et al., 1997). Sangat sedikit strain mikroba yang termasuk Rhodococcus, Bacillus, Corrynebacterium, dan Arthobacter, yang memperlihatkan kemampuan memisahkan sulfur dari DBT melalui sulfur-specific pathway, memotong sulfur dari DBT secara selektif tanpa merusak benzen sehingga dapat mempertahankan jumlah energi (Ohshiro et al., 2002). Jalur desulfurisasi dibenzothiophene menggunakan strain bakteri dapat dilihat pada Gambar 3.

.

Gambar 3. Jalur desulfurisasi dibenzothiophene dengan Rhodococcus erythropolos IGTS8 (4S pathway) (Li Fuli et al., 2003)


(24)

9

Saat ini penelitian tentang biodesulfurisasi lebih banyak difokuskan pada desulfurisasi sulfur organik sebagian besar kerja biodesulfurisasi telah menunjukan hasil desulfurisasi yang baik dimulai dengan DBT (Takashi dan Izumi, 1999).

Dari penelitian (Gunam et al., 2006) yang menggunakan Sphingomonas subartica T7b, mekanisme kerja enzim terbagi menjadi tiga tahap yaitu (i) enzim DszC bertugas untuk mengoksidasi senyawa DBT (dibenzothiophene) menjadi senyawa DBTO (dibenzothiophene sulfoxide) kemudian menjadi senyawa DBTO2 (dibenzothiophene sulfone), (ii) enzim DszA bertugas untuk memecah cincin thiophene (DBTO2) menjadi HBPSi (Hidroksifenil benzena sulfonat), dan (iii) DszB bertugas untuk memisahkan senyawa sulfonat (HBPS) menjadi 2-HBP (C12H10O) ditambah sulfit, senyawa 2-HBP kembali ke fase minyak sedangkan sulfit pindah ke fase air.

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu suhu, nutrisi, pH, dan aktifitas air.

2.4.1. Suhu

Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mepengaruhilaju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organism. Keragaman suhu dapat juga mengubah proses – proses metabolic tertentu serta morfologi sel.


(25)

10

Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikrofil, yang tumbuh pada 0oC sampai 30oC, mesofil yang tumbuh pada 25oC sampai 40oC, dan termofil yang tumbuh pada suhu 50oC atau lebih (Pelczar et al., 1986).

2.4.2. Nutrisi

Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel, dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba meliputi air, sumber energi, sumber karbon,sumber nitrogen, sumber aseptor elektron, sumber mineral dan faktor tumbuh (Pelczar et al., 1986).

2.4.3. Nilai pH

Pada umumnya untuk membunuh mikroba dengan pemanasan lebih mudah pada kondisi asam atau alkalis dibandingkan pH netral. Berdasarkan pH yaitu asidofil, neurofil, dan alkalifil, asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada pHanatara 2,0 – 5,0, neurofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 5,5 – 8,0, dan alkalifil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4 -9,5. Untuk bakteri memerlukan pH 6,5 -7,5 (Hidayat et al., 2006)

2.4.4. Aktifitas Air

Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya bakteri membuthkan kelembaban yang lebih tinggi. Tidak semua air dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat digunakan disebut air bebas. Air bebas larutan dinyatakan sebagai aw yaitu nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni. Nilai aw untuk bakteri antara 0,90 – 0,999 ( Hidayat et al., 2006).


(1)

5

2.1. Pengurangan Senyawa Sulfur dalam Minyak Bumi

Minyak bumi adalah campuran kompleks hidrokarbon ditambah senyawa anorganik dari sulfur, oksigen, nitrogen, dan senyawa-senyawa yang mengandung logam terutama nikel, besi, dan tembaga. Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang seragam, melainkan komposisi yang sangat bervariasi, tergantung pada lokasi, umur lapangan minyak, dan juga kedalaman sumur.

Amorelli (1992) melaporkan bahwa crude oil berisi sulfur dalam bentuk organik terlarut, ada beberapa senyawa sulfur dalam minyak yaitu (i) alifatik dan aromatik thiol dan produk oksidasinya, (ii) alifatik, aromatik dan campuran thioether, dan (iii) heterosiklik pada benzen thiophene: thiophene itu sendiri, benzothiophene (BT), dibenzothiophene (DBT), dan derivatnya. Struktur kimia dari senyawa sulfur organik dapat dilihat pada Gambar 1.


(2)

Keberadaan sulfur yang sangat sulit untuk dihilangkan pada bahan bakar cair seperti kerosene, gasoline, diesel fuel dan residu oil, sehingga menjadi perhatian yang penting untuk mencari metode yang tepat untuk menghilangkan kandungan sulfur dalam bahan bakar cair tersebut. Metode yang berkembang pada penghilangan sulfur pada bahan bakar cair seperti gasoline, diesel fuel, kerosene dan residu oil adalah metode hydrodesulfurization, oxidative desulfurization dan biodesulfurization. Hydrodesulfurization (HDS) adalah standar proses katalitik untuk menghilangkan sulfur dari produk minyak bumi. Dalam proses ini, sulfur dari minyak mentah dicampur dengan hidrogen dan katalis untuk bereaksi menjadi hidrogen sulfida. Metode hydrodesulfurization membutuhkan permintaan energi yang besar karena beroperasi pada tekanan dan temperature yang tinggi, sehingga diperlukan biaya yang besar (Anon, 2014)

Kelemahan proses kimia atau hidrodesulfurisasi yaitu biaya operasional yang tinggi, selain itu prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya sulfur poliaromatik heterosiklik. Salah satunya adalah dibenzothiophene (DBT) yang biasa digunakan sebagai senyawa heterosiklik yang mengandung sulfur organik untuk penelitian biodesulfurisasi (Zhongxuan et al., 2002). Maka para peneliti memfokuskan perhatiannya untuk mencari teknologi alternatif lain.

Selain metode alternatif hydrodesulfurization (HDS) dan oxidative desulfurization (ODS) terdapat pula metode lainya dalam penghilangan sulfur yaitu metode biodesulfurization. Metode biodesulfurization adalah penghilangan sulfur dengan menggunakan metode biologi, pada metode ini membutuhkan


(3)

mikroorganisme dan media untuk mikroorganisme yang sangat banyak untuk kelangsungan hidup dari mikroorganisme tersebut (Soleimani et al., 2007).

2.2. Dibenzothiphene

Biodesulfurisasi sulfur organik banyak menggunakan DBT sebagai senyawa model, dibenzothiophene (DBT) adalah sulfur heterosiklik yang ditemukan pada minyak mentah dan batubara (Kirimura et al, 2001), dan di pandang secara luas sebagai senyawa model yang dapat mewakili pecahan senyawa sulfur organik aromatik pada batubara dan minyak mentah (Gilbert et al, 1998). DBT telah digunakan sebagai model sulfur heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakteristisasi bakteri yang mampu mengubah senyawa sulfur oragnik yang di temukan dalam berbagai bahan bakar fosil (Izumi et al., 1994). Struktur kimia dibenzothiophene dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia dibenzothiophene (Kirimura et al., 2006)

2.3. Biodesulfurisasi (BDS)

Metode biodesulfurization adalah penghilangan sulfur dengan menggunakan metode biologi, pada metode ini mebutuhkan mikroorganisme dan media untuk mikroorganisme yang sangat banyak untuk kelangsungan hidup dari mikroorganisme tersebut (Soleimani et al., 2007). Untuk penanganan desulfurisasi secara biologis menggunakan mikroorganisme sebagai alternatif yang disebut


(4)

biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan proses HDS (Monticello, 1998). Pemanfaatan bakteri untuk biodesulfurisasi sebagai penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur organik yang sulit dihilangkan (Kayser et al., 1993).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mikroba dapat memetabolisme DBT melalui hydrogen degradative pathway (dengan merusak ikatan C-C) (Olfield et al., 1997). Sangat sedikit strain mikroba yang termasuk Rhodococcus, Bacillus, Corrynebacterium, dan Arthobacter, yang memperlihatkan kemampuan memisahkan sulfur dari DBT melalui sulfur-specific pathway, memotong sulfur dari DBT secara selektif tanpa merusak benzen sehingga dapat mempertahankan jumlah energi (Ohshiro et al., 2002). Jalur desulfurisasi dibenzothiophene menggunakan strain bakteri dapat dilihat pada Gambar 3.

.

Gambar 3. Jalur desulfurisasi dibenzothiophene dengan Rhodococcus erythropolos IGTS8 (4S pathway) (Li Fuli et al., 2003)


(5)

Saat ini penelitian tentang biodesulfurisasi lebih banyak difokuskan pada desulfurisasi sulfur organik sebagian besar kerja biodesulfurisasi telah menunjukan hasil desulfurisasi yang baik dimulai dengan DBT (Takashi dan Izumi, 1999).

Dari penelitian (Gunam et al., 2006) yang menggunakan Sphingomonas subartica T7b, mekanisme kerja enzim terbagi menjadi tiga tahap yaitu (i) enzim DszC bertugas untuk mengoksidasi senyawa DBT (dibenzothiophene) menjadi senyawa DBTO (dibenzothiophene sulfoxide) kemudian menjadi senyawa DBTO2

(dibenzothiophene sulfone), (ii) enzim DszA bertugas untuk memecah cincin thiophene (DBTO2) menjadi HBPSi (Hidroksifenil benzena sulfonat), dan (iii)

DszB bertugas untuk memisahkan senyawa sulfonat (HBPS) menjadi 2-HBP (C12H10O) ditambah sulfit, senyawa 2-HBP kembali ke fase minyak sedangkan

sulfit pindah ke fase air.

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu suhu, nutrisi, pH, dan aktifitas air.

2.4.1. Suhu

Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mepengaruhilaju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organism. Keragaman suhu dapat juga mengubah proses – proses metabolic tertentu serta morfologi sel.


(6)

Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikrofil, yang tumbuh pada 0oC sampai 30oC, mesofil yang tumbuh pada 25oC sampai 40oC, dan termofil yang tumbuh pada suhu 50oC atau lebih (Pelczar et al., 1986).

2.4.2. Nutrisi

Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel, dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba meliputi air, sumber energi, sumber karbon,sumber nitrogen, sumber aseptor elektron, sumber mineral dan faktor tumbuh (Pelczar et al., 1986).

2.4.3. Nilai pH

Pada umumnya untuk membunuh mikroba dengan pemanasan lebih mudah pada kondisi asam atau alkalis dibandingkan pH netral. Berdasarkan pH yaitu asidofil, neurofil, dan alkalifil, asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada pHanatara 2,0 – 5,0, neurofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 5,5 – 8,0, dan alkalifil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4 -9,5. Untuk bakteri memerlukan pH 6,5 -7,5 (Hidayat et al., 2006)

2.4.4. Aktifitas Air

Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya bakteri membuthkan kelembaban yang lebih tinggi. Tidak semua air dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat digunakan disebut air bebas. Air bebas larutan dinyatakan sebagai aw yaitu nilai perbandingan antara

tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni. Nilai aw untuk bakteri