Pemanfaatan Zeolit Alam Sebagai Carrier Unsur Hara Mikro (Cu Dan Zn ) Dalam Formulasi Pupuk Lambat Tersedia

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI CARRIER
UNSUR HARA MIKRO (Cu dan Zn) DALAM FORMULASI
PUPUK LAMBAT TERSEDIA

EVI MUTIARA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Zeolit Alam
sebagai Carrier Unsur Hara Mikro (Cu dan Zn ) dalam Formulasi Pupuk
Lambat Tersedia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Evi Mutiara Dewi
NIM A152120061

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

RINGKASAN
EVI MUTIARA DEWI. Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Carrier Unsur Hara
Mikro (Cu dan Zn ) dalam Formulasi Pupuk Lambat Tersedia. Pembimbing
SUWARDI, DYAH TJAHYANDARI S and SYAIFUL ANWAR.
Meningkatkan ketersediaan unsur mikro dalam tanah dapat dilakukan melalui
pemupukan yang efisien. Hal ini salahsatunya dapat diatasi dengan membuat pupuk
lambat tersedia (slow release fertilizer). Slow release fertilizer (SRF) dapat dibuat
dengan memasukan unsur mikro tersebut kedalam suatu bahan sebagai carrier.
Bahan alami yang dapat digunakan sebagai carrier ialah zeolit alam. Penelitian ini
bertujuan untuk 1) mengidentifikasi karakteristik fisik dan kimia zeolit alam
Lampung, Bayah, dan Tasikmalaya, 2) menghitung daya adsorpsi zeolit terhadap
unsur hara mikro Cu dan Zn, Serta 3) menguji kelarutan/ekstraksi dan pencucian

unsur hara dari produk SRF. Penelitian dilakukan dengan analisis karakteristik
zeolit seperti jenis dan morfologi mineral, pH, kapasitas tukar kation (KTK),
kejenuhan basa (KB), kadar Cu dan Zn dalam zeolit. Selanjutnya dilakukan
pengukuran kapasitas jerapan zeolit terhadap bahan humat dan unsur mikro.
Pengukuran kapasitas jerapan zeolit terhadap bahan humat dilakukan menggunakan
metode gravimetri. Sedangkan pengukuran kapasitas jerapan zeolit terhadap unsur
mikro dilakukan dengan sistem batch. Interpretasi data adsorpsi tersebut
menggunakan persamaan jerapan isotermal Langmuir, Freundlich dan BET
(Brunauer–Emmett–Teller). Pembuatan pupuk lambat tersedia dilakukan dengan
teknik granulasi. Pupuk lambat tersedia yang dihasilkan diuji kelarutan/ekstraksi
dan uji pencucian hara dengan metode perkolasi. Hasil analisis karakteristik
menunjukkan bahwa zeolit Bayah dan Tasikmalaya merupakan jenis mordenit,
sedangkan zeolit Lampung merupakan jenis klinoptilolit. Kapasitas tukar kation
zeolit mordenit berkisar 96.75 me 100 g-1 - 137.58 me 100 g-1 lebih besar
dibandingkan dengan zeolit klinoptilolit yaitu 87.72 me 100 g-1. Perbedaan nilai
KTK tersebut berpengaruh terhadap perbedaan kapasitas jerapan zeolit terhadap
unsur mikro menurut persamaan Langmuir dan BET. Kapasitas jerapan Cu (II)
zeolit mordenit sekitar 28.6 mg. g-1 - 47.6 mg. g-1 sedangkan zeolit klinoptilolit
sebesar 33.3 mg. g-1. Jerapan efektif terhadap Zn (II) zeolit mordenit sebesar 1.4
mg. g-1 - 19.4 mg. g-1 lebih besar dibandingkan zeolit klinoptilolit (16.9 mg.g-1).

Berdasarkan uji pelarutan dan pencucian unsur hara di dalam zeolit dilepaskan
secara perlahan dan tidak mudah tercuci.
Kata kunci: Jerapan, pupuk lambat tersedia, unsur mikro, zeolit

SUMMARY

EVI MUTIARA DEWI. The Utilization of The Natural Zeolites as Carrier of Cu
and Zn Micronutrients in Slow Release Fertilizer Formulation. Supervised by
SUWARDI, DYAH TJAHYANDARI S and SYAIFUL ANWAR.
Increasing of micronutrients availability in soils can be achieved by
application of slow release fertilizer (SRF). SRF can be formulated by filling
micronutrients into a substance as carrier. A natural substance that can be used as a
carrier is zeolite. This study was aimed to: 1) identify the physical and chemical
characteristics of natural zeolites of Lampung, Bayah, and Tasikmalaya, 2)
investigate zeolite adsorption capacity of micronutrients, and 3) obtain the
dissolution and releasing rate of nutrients from the formulated SRF. This research
was carried out by analyzing zeolites characterization included some variables i.e.
mineral types and morphology, pH, cation exchange capacity (CEC), base
saturation (BS), Cu and Zn content of zeolites. Measurement of zeolite adsorption
capacity of humic substance were also carried out by gravimetric method.

Measurement of zeolite adsorption capacity of micronutrients were carried out by
batch method. Data interpretation were carried out by using the isothermal
adsorption equations of Langmuir, Freundlich and Brunauer-Emmett-Teller (BET).
SRF was made by granulating technique. SRF was analysed by measuring of the
dissolution and releasing rate of nutrients by percolation method. The
characterization analysis showed that Bayah and Tasikmalaya zeolites are
mordenite type while Lampung zeolite is clinoptilolite type. CEC of mordenite
about 96.75 me.100g-1 - 137.58 me.100g-1 were higher than that of clinoptilolite
zeolite (87.72 me.100g-1). The differences in zeolites CEC related to difference in
adsorpstion capacity according to Langmuir and BET ishothermal equations.
Mordenite zeolite had higher adsorption capability of Cu (II) than clinoptilolite
zeolite. Mordenite adsorption on Cu (II) was about 28.6 mg. g-1 - 47.6 mg. g-1, while
that of clinoptilolite was 33.3 mg. g-1. Effective adsorption of mordenite on Zn (II)
(1.4 mg.g-1 - 19.4 mg. g-1) was higher than that of clinoptilolite (16.9 mg.g-1).
Micronutrients in the natural zeolites could be released slowly and could not easily
be leached out.
Keyword: Adsorption, micronutrient, slow release fertilizer, zeolite

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI CARRIER
UNSUR HARA MIKRO (Cu dan Zn) DALAM FORMULASI
PUPUK LAMBAT TERSEDIA

EVI MUTIARA DEWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agroteknologi Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Atang Sutandi, MSi

Judul Tesis : Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Carrier Unsur Hara Mikro (Cu
dan Zn) dalam Formulasi Pupuk Lambat Tersedia
: Evi Mutiara Dewi
Nama
: A152120061
NIM

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Dr Ir Suwardi, MAgr
Ketua

Dr Ir A Dyah Tjahyandari S, Mp.Sc

Anggota

Sc
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Agroteknologi Tanah

Dr Ir A Dyah Tjahyandari S, Mp.Sc

Tanggal Ujian: t" NOV.MB£� O,
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus: 0
8 FEB 2017
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan
judul Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Carrier Pupuk Mikro Cu dan Zn. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Agroteknologi Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir RA Dyah Tjahyandari S,
MAppl.Sc selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah sekaligus sebagai
pembimbing, Bapak Dr Ir Suwardi, MAgr dan Bapak Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
selaku pembimbing atas segala bimbingan, saran, motivasi, dan bantuannya selama
penelitian dan penyusunan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Atang Sutandi, MSi selaku selaku
penguji yang telah memberikan saran dan masukan sehingga membantu tesis ini
menjadi lebih baik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua
orangtua, mertua, suami, serta buah hati tercinta atas segala doa, kasih sayang,
pengorbanan, bimbingan, kepercayaan, kesabaran, serta perjuangan yang tulus dan
tiada hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang
S2.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teknisi/laboran di
Laboratorium Sumberdaya Lahan, sahabat-sahabat penulis, teman-teman

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Laboratorium Agroteknologi
Tanah, serta semua pihak yang namanya tidak dapat tertulis satu persatu, tanpa
bermaksud mengecilkan arti bantuan dan kebaikan yang telah diberikan. SemAllah
memberikan balasan amal baik kepada mereka dengan pahala yang tidak terhingga.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan
kontribusi positif bagi kalangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pertanian.

Bogor, Februari 2017
Evi Mutiara Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Zeolit
Bahan Humat
Unsur Hara Mikro
Adsorpsi Isoterm
Pupuk Lambat Tersedia

2
2
8
12
13

15

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Analisis Data

17
17
17
17
19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pendahuluan
Hasil Formulasi Pupuk Lambat Tersedia dan Karakteristik Fisiknya
Pengujian Kelarutan/Ekstraksi dan Pencucian SRF

22
22
30
33

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1 Contoh jenis mineral zeolit (Barer 1992)
2 Unit bangun primer dan sekunder struktur zeolit (Breck 1974)
3 Karakterisasi fisik dan kimia zeolit alam Lampung, Bayah, dan
Tasikmalaya
4 Karakterisasi bahan humat
5 Karakteristik kimia zeolit
6 Kadar unsur mikro Cu dan Zn dalam pupuk
7 Sifat-sifat kimia tanah Latosol
8 Adsorpsi zeolit terhadap bahan humat
9 Nilai parameter jerapan terhadap Cu (II) menurut persamaan isotermal
Langmuir, Freundlich dan BET
10 Nilai parameter jerapan terhadap Zn (II) menurut persamaan isotermal
Langmuir, Freundlich dan BET
11 Uji pelepasan unsur hara Cu melalui perkolasi
12 Uji pelepasan unsur hara Zn melalui perkolasi
13 Perbandingan serapan dan pelepasan unsur Cu dan Zn selama 4 minggu

4
4
18
18
24
26
26
26
28
29
34
34
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15

Kerangka dasar struktur zeolit (Smart and Elaine 1992)
Struktur umum kerangka zeolit (Smart and Elaine 1992)
Struktur stereotip klinoptilolit
Struktur stereotip mordenit
Diagram alur pemisahan senyawa humat menjadi berbagai fraksi humat
(Tan 1993)
Model interaksi ion logam dengan bahan humat dan fulvat
(Schnitzer 1986)
Proses adsorpsi
Pola berbagai jenis adsorpsi
Ilustrasi adsorpsi pada persamaan Langmuir
Ilustrasi adsorpsi pada persamaan BET
Formulasi pupuk lambat tersedia
Uji pencucian/pelepasan hara dengan metode perkolasi
Foto kristal yang terbentuk menggunakan SEM zeolit Lampung (a),
zeolit Bayah(b) dan zeolit Tasikmalaya (c) dengan perbesaran 10.000x.
zeolit Lampung (d), zeolit Bayah (e) dan zeolit Tasikmalaya (f) dengan
perbesaran 20.000x
Adsorpsi zeolit terhadap bahan humat
Topografi permukaan zeolit Lampung (a), formulasi zeolit Lampung +
unsur mikro = P1 (b) dan formulasi zeolit Lampung + unsur mikro +
bahan humat = P2 (c) dengan pembesaran 20.000x

3
3
5
5
10
11
13
14
14
15
20
21

23
27
30

16 Topografi permukaan zeolit Bayah (a), formulasi zeolit Bayah +
unsur mikro = P3 (b) dan formulasi zeolit Bayah + unsur mikro +
bahan humat = P4 (c) dengan pembesaran 20.000x
17 Topografi permukaan zeolit Tasikmalaya (a), formulasi zeolit
Tasikmalaya + unsur mikro = P3 (b) dan formulasi zeolit Tasikmalaya
+ unsur mikro + bahan humat = P4 (c) dengan pembesaran 20.000x
18 Grafik uji pelarutan terhadap unsur Cu dan Zn
19 Grafik uji perkolasi terhadap unsur Cu
20 Grafik uji perkolasi terhadap unsur Zn

30
31
33
34
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir proses pembuatan SRF
2 Gambar tahap formulasi SRF
3 Grafik difraksi zeolit Lampung (a), Bayah (b), Tasikmalaya(c), dan
(d) Grafik difraksi gabungan ketiga zeolit alam
4 Gambar uji pencucian pupuk dengan metode perkolasi
5 Gambar difraktogram P1 (Zeolit Lampung=ZA +unsur mikro)
6 Gambar difraktogram P2 (Zeolit Lampung=ZA +unsur mikro+ Bahan
humat)
7 Gambar difraktogram P3 (Zeolit Bayah=ZB +unsur mikro)
8 Gambar difraktogram P4 (Zeolit Bayah=ZB +unsur mikro+ Bahan
humat)
9 Gambar difraktogram P5 (Zeolit Tasikmalaya=ZC +unsur
mikro)
10 Gambar difraktogram P6 (Zeolit Tasikmalaya=ZC +unsur mikro+ Bahan
humat)
11 Linearisasi Cu Persamaan Langmuir (a), Freudlich (b), dan BET (c)
12 Linearisasi Zn Persamaan Langmuir (a), Freudlich (b), dan BET (c)
13 Karakteristik bahan humat
14 Perubahan sudut difraksi zeolit sebelum dan sesudah formulasi SRF
15 Hasil analisis difraktogram jenis mineral dari zeolit alam Lampung
16 Hasil analisis difraktogram jenis mineral dari zeolit alam Bayah
17 Hasil analisis difraktogram jenis mineral dari zeolit alam Tasikmalaya

43
44
45

46

46

47
47
48
48
49
50
51
52
52
52
53
53

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan pertanian berkelanjutan salahsatunya berdasarkan pada
peningkatan efisiensi pemupukan. Pemupukan merupakan salah satu usaha untuk
menambah kekurangan unsur hara yang diperlukan tanaman hingga mencapai
pertumbuhan dan hasil maksimal. Efisiensi pemupukan menunjukkan hubungan
antara biaya (bahan pupuk, alat kerja, dan upah) dengan tingkat produksi yang
dihasilkan. Di perkebunan biasanya menerapkan teknik pemupukan dengan dosis
yang cukup tinggi dan dilakukan beberapa kali selama masa tanam. Kegiatan
pemupukan berkali-kali tentu dapat memperbesar biaya produksi, sehingga fungsi
biaya lebih besar dibandingkan tingkat produksinya (efisiensi rendah). Selain itu,
unsur hara yang dilepaskan dari pupuk tidak semuanya dapat diserap oleh tanaman.
Berbagai reaksi tanah dapat mempengaruhi serapan hara oleh tanaman. Sebagai
contoh kekurangan unsur mikro seperti Cu dan Zn sering terjadi pada tanah masam
berpasir akibat pencucian. Pada tanah alkalin kekurangan Cu dan Zn biasanya
terjadi karena adanya ikatan logam tersebut dengan ion OH membentuk hidroksida
yang lebih sukar larut. Pada tanah masam biasanya Zn banyak tercuci. Pada tanah
gambut, kadar bahan organik tinggi menjadi penyebab ketidaktersediaan unsur
mikro. Hal ini terjadi karena adanya ikatan logam-organik (khelat) yg relatif sukar
lepas. Teknik pemupukan tersebut sebenarnya belum tepat apalagi diterapkan
untuk pemupukan unsur mikro. Unsur mikro dibutuhkan sedikit demi sedikit dan
perlahan sesuai yang diserap tanaman. Hal ini dapat diatasi dengan pembuatan
pupuk lambat tersedia.
Pupuk lambat tersedia (Slow Release Fertilizer = SRF) mampu
mengendalikan pelepasan unsur-unsur hara sehingga lebih efisien diserap tanaman.
Prinsip SRF yang memperlambat pelepasan hara ini juga dapat digunakan untuk
mengatasi masalah pemupukan unsur mikro (bersifat toksik jika diberikan berlebih
dan secara serentak). Pembuatan SRF ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,
seperti mengendalikan kelarutan bahan di dalam air (melalui pelapisan
semipermeabel, oklusi, bahan protein, polimer, atau dalam bentuk senyawa kimia
lainnya), hidrolisis lambat, dan sebagainya (UNIDO & IFDC 1998). Pada penelitian
ini SRF dibuat dengan cara mengendalikan kelarutan bahan di dalam air melalui
suatu carrier (pembawa). Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai carrier
unsur hara pada pembuatan pupuk lambat tersedia (SRF) ialah zeolit. Zeolit
merupakan mineral berongga yang memiliki kapasitas tukar kation (KTK) dan daya
adsorpsi yang tinggi. Zeolit memiliki nilai KTK antara 120-180 me/100 yang
berguna sebagai pengadsorbsi, pengikat dan penukar kation (Suwardi 2000). Styana
(2010) membuat formulasi dari campuran zeolit dan pati sebagai coating untuk
meningkatkan keterikatan nitrogen dan kekuatan pada pupuk granul. Deposit zeolit
di Indonesia melimpah dengan jenis mineral yang beragam. Perbedaan jenis
mineral dapat mempengaruhi karakteristik jerapan dan kapasitas tukar kation zeolit.
Keragaman jenis zeolit tersebut yang menjadi dasar penelitian ini menggunakan
tiga zeolit alam yang berbeda sumber depositnya. Hal ini untuk mengetahui
perbedaan karakteristik jerapannya dalam pembuatan pupuk lambat tersedia.
Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat bahan aktif lain yang dapat digunakan

2

dalam formulasi SRF. Bahan tersebut ialah bahan humat yang merupakan fraksi
utama dari bahan organik tanah dalam memperbaiki kesuburan tanah (Bama et al.
2003). Bahan tersebut mempunyai sifat yang spesifik antara lain memiliki muatan
negatif yang tinggi (500-700 me/100g), kemampuan khelat yang tinggi dan
memiliki sifat buffer yang tinggi. Sifat-sifat tersebut memungkinkan bahan humat
digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk lambat tersedia. Penelitian Nainggolan
et al. (2009) memanfaatkan zeolit dan bahan humat pada pembuatan pupuk lambat
tersedia urea. Penambahan unsur mikro (Cu dan Zn) dan bahan humat dengan
carrier zeolit diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur-unsur
tersebut secara efisien.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik fisik dan kimia zeolit alam Lampung, Bayah,
dan Tasikmalaya.
2. Mengukur daya adsorpsi zeolit terhadap unsur hara mikro Cu dan Zn.
3. Menguji kelarutan/ekstraksi dan pencucian unsur hara dari produk slow
release fertilizer (SRF) hasil formulasi zeolit dan unsur hara mikro Cu dan
Zn.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Zeolit
Zeolit pertama kali ditemukan oleh ahli mineral Swedia yaitu Freiher Axel
Fredrick Cronsted pada tahun 1756. Nama Zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu
dari kata zein dan lithos yang artinya batu mendidih. Disebut demikian karena
mineral ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang apabila dipanaskan.
Dimana air dalam rongga-rongga zeolit akan mendidih bila dipanaskan pada suhu
100oC. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks
dari batu-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para ahli
geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung
berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan
metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas
dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. Anggapan lain
menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari debu-debu gunung berapi yang
beterbangan kemudian mengendap di dasar danau dan dasar lautan. Debu-debu
vulkanik tersebut selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau
atau air laut sehingga terbentuk sedimen-sedimen yang mengandung zeolit di dasar

3

danau atau laut tersebut (Setyawan 2002). Jenis zeolit alam dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu:
a. Zeolit yang terdapat di antara celah-celah batuan atau di antara lapisan batuan
zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama
dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, klorit, fluorit dan mineral sulfida.
b. Zeolit yang berupa batuan; hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk batuan,
diantaranya adalah: klinoptilolit, analsim, laumontit, mordenit, filipsit, erionit,
kabasit dan heulandit.Zeolit alam adalah zeolit yang ditambang langsung dari
alam. Dengan demikian harganya jauh lebih murah daripada zeolit sintetis.
Zeolit alam merupakan mineral yang jumlahnya banyak tetapi distribusinya
tidak merata, seperti klinoptilolit, mordenit, phillipsit, chabazit dan laumontit.
Namun zeolit alam memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung
banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik.
Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit.
Upaya memperbaiki karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai
katalis, absorben, atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan aktivasi dan
modifikasi terlebih dahulu. Selain untuk menghilangkan pengotor-pengotor
yang terdapat pada zeolit alam, proses aktivasi zeolit juga ditujukan untuk
memodifikasi sifat-sifat dari zeolit, seperti luas permukaan dan keasaman. Luas
permukaan dan keasaman yang meningkat akan menyebabkan aktivitas katalitik
dari zeolit meningkat. Salah satu kelebihan dari zeolit adalah memiliki luas
permukaan dan keasaman yang mudah dimodifikasi (Yuanita 2010).
Zeolit merupakan kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation
alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Kerangka dasar struktur zeolit
terdiri dari unit tetrahedral AlO2 dan SiO2 yang saling berhubungan melalui atom
O seperti pada Gambar 1 atau diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 1 Kerangka dasar struktur zeolit (Smart and Elaine 1992)

Gambar 2 Struktur umum kerangka zeolit (Smart and Elaine 1992)

4

Unit pembangun utama yaitu SiO2 dan Al2O3 membentuk tetrahedral,
dimana setiap atom oksigen menempati/berada pada keempat sudutnya. Struktur
yang terbetuk adalah jaringan tiga dimensi dengan setiap atom oksigen digunakan
bersama oleh dua tetrahidral seperti dalam gambar 2.
Struktur rangka utama zeolit ditempati oleh atom silikon atau aluminium
dengan empat atom oksigen di setiap sudutnya. Ini merupakan sisi aktis zeolit yang
menyebabkan zeolit memiliki kemapuan sebagai penukar ion, adsorben dan katalis.
Atom oksigen yang terdapat dalam struktur zeolit terbagi antara dua tetrahedral,
sehingga membentuk suatu rangka yang bersambung. Penggantian Si4+ dengan Al3+
dalam kerangka zeolit menyebabkan kerangka bermuatan negatif. Zeolit
mempunyai rumus empiris sebagai berikut: Mx/n[(AlO2)x.(SiO2)y]⋅zH2O.
Komponen pertama, M adalah kation logam alkali atau alkali tanah, n = valensi dari
kation M, z = jumlah melukul air per unit sel, X dan y = jumlah tetrahedron per unit
sel. Menurut Minato (1988), pembentukan deposit mineral zeolit di alam
berlangsung pada jutaan tahun yang lalu, dalam lebih dari 1.000 macam cara yaitu
di dalam gunung berapi dan batuan sedimen.
Sumber zeolit alam di Indonesia pada umumnya mengandung topologi zeolit
Mordenit dan klinoptilolit (Suminta 2005). Lestari (2010) menyatakan zeolit alam
dari Turki dan Slovenia mayoritas kandungannya klinoptilolit sedangkan zeolit
alam Indonesia (Malang dan Wonosari) banyak mengandung mordenit dan
klinoptilolit. Kemurnian yang rendah dari zeolit alam menyebabkan
pemanfaatannya yang tidak optimal dibandingkan dengan zeolit sintetik (Barrer
1982). Beberapa contoh jenis mineral zeolit beserta rumus kimianya:
Nama mineral
Analsim
Kabasit
Klinoptilolit
Erionit
Ferrierit
Heulandit
Laumonit
Mordenit
Filipsit
Natrolit
Wairakit

Tabel 1 Contoh jenis mineral zeolit (Barrer 1982)
Rumus kimia unit sel
Na16(Al16Si32O96).16H2O
(Na2,Ca)6 (Al12Si24O72). 40H2O
(Na4K4)(Al8Si40O96). 24H2O
(Na,Ca5,K) (Al9Si27O72). 18H2O
(Na2Mg2)(Al6Si30O72). 18H2O
Ca4(Al8Si28O72). 24H2O
Ca(Al8Si16O48). 16H2O
Na8(Al8Si40O96). 24H2O
(Na,K)10(Al10Si22O64). 20H2O
Na4(Al4Si6O20). 4H2O
Ca(Al2Si4O12). 12H2O

Tabel 2 Unit bangun primer dan sekunder struktur zeolit (Breck 1974)
Unit bangun struktur
Keterangan
Unit bangun primer (TO4)
Tetrahedra dari 4 atom oksigen dengan
pusat atom Si atau Al
Unit bangun sekunder (SBU)
Lingkar tunggal: S4R, S6R, S8R
Lingkar ganda: D4R, D6R dan D8R
Kompleks T5O10(4-1), T8O16b(5-1) dan
T10O20 (4-4-1)

5

Breck (1974) mengklasifikasi zeolit berdasarkan ikatan lingkar tunggal 4,
6, 8 dan ikatan lingkar ganda 4, 6 dan 8 dan kompleks tetrahedra yang disebut
dengan unit bangun sekunder (UBS) yang merupakan konfigurasi beberapa
tetrahedra Si dan Al atau (TO4) sebagai unit bangun primer sebagaimana terlihat
pada Tabel 2.
Pada tahun 1923, Schaller menemukan mineral di Hoodoo Mountain
Wyoming, Amerika Serikat, dan menamakannya dengan klinoptilolit. Klinoptilolit
mempunyai struktur complex 4-4-1 (T10O20), dengan dua ukuran saluran 0,35 x
0,79 nm dan 0,44x0,30 nm (Gambar 3). Mordernit dikenal dari tahun 1858, ketika
How menemukan mineral di Morden, Kings County, Nova Scotia. Mordenit
mempunyai struktur kompleks 5-1 (T8O16) dengan ukuran saluran 0,67 x 0,70 nm
dan 0,29 x 0,57 nm (Gambar 4). Rasio Si/Al klinoptilolit adalah 4,0-5,1 dan
mempunyai kandungan ion K>Na>Ca>Mg. Modernit mempunyai rasio Si/Al
antara 4,3-5,3 dan mengandung ion Na>K>Ca>Mg. Keduanya diklasifikasi
sebagai zeolit dengan kandungan silika tinggi, sedangkan mordenit juga dikenal
dengan jenis “large pore” atau “small pore” disebabkan perbedaan posisi atom
alkali (K dan Na) dalam struktur kristal, sedangkan semua mordenit alam adalah
“small pore”.

Gambar 3 Struktur stereotip klinoptilolit

Gambar 4 Struktur stereotip mordenit
Klinoptilolit dan mordenit terdapat pada beberapa jenis batuan yang tesebar
di daerah dengan kebasaan yang tinggi (saline, alkaline soil), permukaan tanah,
endapan lautan dalam (deep-sediment), sistim hidrologi terbuka (open hydrologic
system), daerah alterasi panas bumi (hydrothermal alteration zones) dan di daerah
dengan batuan metamorfosa (Las dan Husen 2002).
Sifat-sifat kimia yang penting dari zeolit adalah kapasitas tukar kation (KTK),
basa-basa yang dapat dipertukarkan, dan susunan kimia. Nilai KTK yang dimiliki
oleh zeolit merupakan dasar dari berbagai penggunaan zeolit pada berbagai bidang,
termasuk pemanfaatan untuk meningkatkan KTK pada tanah-tanah yang memiliki
KTK rendah. Perbedaan nilai KTK dari beberapa jenis zeolit disebabkan oleh
rendahnya kadar zeolit pada depositnya dan pengaruh mineral pengotor (Suwardi
1999).

6

Pengaplikasian zeolit di sektor pertanian dapat meningkatkan produksi
tanaman, mengurangi jumlah penggunaan pupuk, dan serapan hara (Castaldi et al.
2005), oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai pupuk, selain itu zeolit juga
dapat digunakan sebagai carrier, stabilizer, dan khelator tanpa mengubah struktur
kristalnya (Perez-Caballero et al.2008).
Mineral zeolit merupakan suatu alternatif baru yang berdasarkan sifat-sifat
dimilikinya mempunyai prospek untuk dipergunakan dalam sektor pertanian. Sifat
pertukaran kation, kapasitas pertukaran kation (KTK) yang tinggi, kemampuan
menahan air atau unsur hara yang tinggi memungkinkan zeolit alam dapat
dipergunakan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia dan fisik yang kurang baik dari
sebagian besar lahan pertanian di Indonesia.
Mineral ini memiliki sifat-sifat unik meliputi dehidrasi, adsorben dan
penyaring molekul, katalisator, dan penukar ion. Zeolit mempunyai sifat dehidrasi
(melepaskan molekul H2O) apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka
zeolit akan menyusut. Tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara
nyata. Disini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik dandapat
dikeluarkan secara reversibel. Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul,
dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu
menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan
ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan
adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.
Adsorpsi Zeolit terhadap Logam (Cu dan Zn)
Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu
larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu
(adsorbent). Adsorpsi melibatkan perpindahan massa dan menghasilkan
kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.
Permukaan adsorben pada umumnya secara fisika maupun kimia heterogen dan
energi ikatan sangat mungkin berbeda antara satu titik dengan titik lainnya.
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari
air limbah adalah adsorpsi. Zat yang teradsorpsi merupakan fase teradsorpsi
(adsorbat) dan zat yang mengadsorpsi disebut adsorben. Adsorben pada umumnya
adalah zat padat yang berongga, seperti zeolit (Agustiningtyas 2012). Dua metode
adsorpsi yaitu batch dan fixed bed. Pada metode batch larutan contoh dicampurkan
dan dikocok dengan bahan penyerap sampai tercapai kesetimbangan. Metode fixed
bed merupakan metode adsorpsi dengan menempatkan adsorben dalam kolom
sebagai lapik dan adsorbat dialirkan ke dalam kolom tersebut sebagai influen.
Larutan yang keluar dari kolom merupakan sisa larutan yang tidak teradsorpsi yang
disebut efluen (Agustiningtyas 2012).
Peningkatan mutu zeolit alam melalui proses aktivasi dan modifikasi
dimaksudkan untuk memperbesar kemampuan zeolit baik dari segi daya katalis,
adsorben, maupun pertukaran kation. Proses aktivasi zeolit alam dapat
dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu aktivasi secara fisika dan aktivasi secara
kimia (Fatimah dan Lenny 2003). Pada zeolit alam, adanya molekul air dalam pori
dan oksida bebas di permukaan seperti Al2O3, SiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O dapat
menutupi pori-pori atau situs aktif dari zeolit sehingga dapat menurunkan kapasitas
adsorpsi maupun sifat katalisis dari zeolit tersebut. Inilah alasan mengapa zeolit

7

alam perlu diaktivasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Aktivasi secara fisika
dapat dilakukan dengan pemanasan pada suhu 300 - 400oC dengan udara panas atau
dengan sistem vakum untuk melepaskan molekul air. Sedangkan aktivasi secara
kimia dilakukan melalui pencucian zeolit dengan larutan asam-asam organik seperti
HF, HCl dan H2SO4 atau Na2EDTA untuk menghilangkan oksida-oksida pengotor
yang menutupi permukaan pori. Aktivasi dengan perlakuan asam menyebabkan
terjadinya dealuminasi dan dekationasi. Aktivasi dengan HCl menyebabkan
keluarnya Al dan kation-kation (Mn+) dalam kerangka menjadi Al dan kation-kation
non kerangka. Begitu pula dengan HNO3, H2SO4, dan H3PO4 juga mengalami
dealuminasi dan dekationisasi pada kerangka zeolit. Zeolit dapat terdealuminasi
dengan perlakuan asam menggunakan HCl pada konsentrasi 0,1 N sampai 11 N,
sedangkan asam nitrat memberikan dealuminasi terbesar pada konsentrasi 4-10 N
dengan berkurangnya sebagian besar alumunium kerangka. Terjadinya proses
dealuminasi akan menyebabkan bertambahnya luas permukaan zeolit karena
berkurangnya logam pengotor yang menutupi pori-pori zeolit. Bertambahnya luas
permukaan tersebut maka akan mengakibatkan proses penyerapan yang terjadi
semakin besar (Heraldy 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Heraldy (2003) juga
menunjukkan bahwa aktivasi zeolit alam yang paling efektif sebagai adsorben
logam Zn dalam limbah elektroplating adalah dengan penambahan HCl. Dimana
aktivasi dengan perlakuan asam akan meningkatkan karakter rasio Si/Al, keasaman,
luas permukaan, dan pengurangan sebagian komposisi logamnya. Tingkat
keasaman dari suatu adsorben akan menunjukkan banyaknya H+ yang terikat pada
struktur zeolit. Hasil analisis keasaaman menunjukkan bahwa pengaruh aktivasi
dengan perlakuan asam akan meningkatkan keasaman dari zeolit alam. Semakin
besar keasaman akan meningkatkan situs aktif dari adsorpsi. Hal ini dibuktikan
dengan bertambahnya konsentrasi Zn yang teradsorpsi oleh zeolit alam aktif.
Zeolit terutama terdiri dari SiO2, Al2O3, K2O, CaO, Na2O, MnO, Fe2O3, dan
MgO. Zeolit dari Indonesia kaya akan K2O dan CaO. Sifat kimia zeolit terpenting
yang dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat adsorpsi dan sifat pertukaran
kation. Adsorpsi dapat diartikan sebagai suatu proses melekatnya molekul-molekul
atau zat pada permukaan zat yang lain atau terkonsentrasinya berbagai substansi
terlarut dalam larutan antara dua buah permukaan. Zeolit memiliki kemampuan
dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas.
Adsorpsi molekul oleh zeolit dapat terjadi bila air dihilangkan dari kristal zeolit
melalui pemanasan dengan suhu antara 350-4000C (Mumpton 1984). Dalam hal ini,
berbagai molekul adsorbat yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter
rongga dapat diadsorpsi, sedangkan molekul yang berdiameter lebih besar dari poripori zeolit akan tertahan. Akibat dari pemanasan maka air akan menguap, pada
keadaan demikian, rongga maupun saluran-saluran dalam zeolit akan dapat
berfungsi sebagai penyaring molekul (Astiana 1993). Berkaitan dengan sifat zeolit
sebagai adsorben, zeolit telah banyak digunakan di berbagai bidang. Penelitian
terdahulu menyebutkan zeolit alam seperti natrolit terbukti dapat digunakan sebagai
adsorbent berkelanjutan untuk menghilangkan berbagai logam berat di limbah
perairan ( Gholikandi et al. 2010). Khachatryan (2014) menyatakan adsorpsi logam
berat oleh zeolit alam Armenian mampu menjerap 41.6% Pb dan 45% dari limbah
cair. Woinarski et al. (2006) memperkuat bahwa zeolit alam memiliki kapasitas
menjerap logam berat Cu hampir sebanyak 50% dari air terkontaminasi di
Antartica. Berdasarkan studi pustaka dari beberapa penelitian tersebut, maka sangat

8

mungkin zeolit digunakan sebagai adsorben unsur mikro seperti Cu dan Zn dalam
keperluan pembuatan pupuk lambat tersedia.
Zeolit sebagai Campuran Pupuk
Salah satu aspek penggunaan zeolit dalam bidang pertanian adalah sebagai
bahan campuran pupuk, khususnya pupuk nitrogen. Hal ini berdasarkan pada
selektivitas adsorpsi zeolit yang tinggi terhadap ion amonium yang mampu
mengefisiensikan penggunaan pupuk kimia nitrogen sehingga penyerapan pupuk
menjadi lebih efisien. Oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai bahan pupuk
tersedia lambat (slow release fertilizer = SRF). Penambahan zeolit pada pupuk
nitrogen akan menjerap amonium yang dikeluarkan oleh pupuk. Jika konsentrasi
nitrat dalam tanah menurun, amonium yang telah dijerap oleh zeolit akan
dilepaskan kembali kedalam larutan tanah, dengan cara demikian N yang diberikan
kedalam tanah dapat tersedia dalam waktu yang lama. Pupuk dalam bentuk, dapat
mengoptimalkan penyerapan hara oleh tanaman dan mempertahankan keberadaan
hara dalam tanah, karena SRF dapat mengendalikan pelepasan unsur sesuai dengan
waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Melalui cara ini, pemupukan tanaman,
yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam satu kali musim tanam, cukup
dilakukan sekali sehingga menghemat penggunaan pupuk dan tenaga kerja
(Suwardi 1991). Zeolit dapat mencegah terjadinya nitrifikasi karena mineral zeolit
dapat menjerap NH4+pada kisi-kisinya (diameter rongga klinoptilotit 3.9-5.4 Ao
sedangkan diameter NH4+ 1.4 Ao), sehingga bakteri nitrifikasi tidak dapat masuk
karena ukuran tubuh dari bakteri tersebut 1000 kali lebih besar dari diameter rongga
zeolit (Alexander 1997).
Bahan Humat
Bahan organik tanah sering dibedakan menjadi bahan terhumifikasi dan tak
terhumifikasi. Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah senyawa-senyawa dalam
tanaman dan organisme lain yang memiliki ciri khas seperti karbohidrat, asam
amino, protein, lipid, asam nukleat, dan lignin. Sedangkan fraksi terhumifikasi
dikenal sebagai humus ataupun bahan humat, yang dianggap sebagai hasil akhir
dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah (Tan 1993).
Istilah senyawa humat pertama kali dikemukakan oleh Berzelius pada tahun
1830. Senyawa humat merupakan senyawa makromolekul dengan berat molekul
tinggi sebagai hasil peruraian bahan organik tanaman dan berperan penting dalam
mempengaruhi sifat-sifat tanah dan spesies kimia dalam tanah dan perairan.
Senyawa humat didefinisikan oleh Aiken et al. (1985) sebagai kategori umum dari
bahan organik tanah heterogen yang terjadi secara alami. Secara umum, senyawa
humat dikarakterisasikan berwarna kuning hingga hitam dengan berat molekul
besar dan bersifat refraktori. Struktur kimianya tidak dapat digambarkan sebagai
satu bentuk tunggal karena merupakan campuran yang kompleks dari polielektrolit
fenol dan karbohidrat yang bervariasi dari satu molekul ke molekul yang lain
(Hayes dan Himes 1986).
Bahan humat ialah fraksi utama dari bahan organik tanah yang merupakan
faktor penting untuk pemeliharaan kesuburan tanah (Bama et al. 2003). Menurut

9

Stevenson (1982), bahan humat adalah senyawa organik hasil proses penguraian
dan modifikasi sisa organisme yang berasal dari tanaman dan hewan dalam tanah.
Bahan humat bersifat amorf, berwarna gelap dan tahan terhadap degradasi mikroba.
Bahan humat adalah hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik,
merupakan fraksi yang larut dalam basa (Kononova 1966). Bahan humat
merupakan bahan koloid terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat
kehitaman dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan 1993). Karakteristik
lainnya adalah memiliki beban elektrositas yang tinggi, kapasitas tukar yang tinggi,
menjadi hidrofil dan asam secara alami (Orlov 1985). Asam humat bukanlah pupuk,
tetapi merupakan bagian dari pupuk. Pupuk adalah sumber hara untuk tanaman dan
mikto-nutrien dari tanah ke tanaman (Sahala et al. 2006).
Senyawa humat terdiri atas kerangka karbon dengan karakter aromatis yang
tinggi dan memiliki gugus-gugus fungsional yang sebagian besar mengandung
atom oksigen (Manahan 2000). Karakteristik terpenting dari senyawa humat adalah
kualitas dan kuantitas gugus fungsionalnya, ukuran molekulnya serta aromatisnya,
karena parameter-parameter ini akan menentukan sifat-sifat kimia dan biologi
senyawa humat.
Bahan humat biasanya kaya akan karbon, yang berkisar antara 41 dan 57%.
bahan humat mengandung kadar oksigen yang tinggi, sedangkan kadar hidrogennya
rendah serta mengandung nitrogen. Kadar oksigen sekitar 33-46% dan mengandung
2-5% N. Kemasaman total atau kapasitas tukar senyawa-senyawa humat tanah
dikarenakan oleh kehadiran proton yang dapat terdisosiasi atau ion-ion H pada
gugus-gugus karboksil dan alifatik dan gugus hidroksil fenolik. Bahan humat
dicirikan oleh kemasaman total dan kadar karboksil yang lebih rendah daripada
asam fulvat (Tan 1993).
Gugus karboksil asam humat pada umumnya lebih rendah daripada asam
fulvat. Selain gugus karboksil, asam humat juga mengandung sejumlah ragam
gugus hidroksil, namun untuk karakterisasi asam humat umumnya hanya tiga jenis
gugus OH yang dibedakan yaitu: (1) hidroksil total adalah gugus OH yang berkaitan
dengan semua gugus fungsional seperti fenol, alkohol, etanol, dan hidrokuinon.
Akan tetapi, dalam banyak kasus hidroksil total mengacu hanya pada jumlah gugus
OH-fenolik dan alkoholik. (2) gugus OH-fenolik adalah OH yang terikat pada
lingkar benzena. (3) gugus OH-alkoholik adalah OH yang berkaitan dengan gugus
alkoholik. Adapun prosedur yang paling umum untuk pemisahan asam humat dari
bahan asalnya didasarkan atas kelarutannya dalam alkali dan asam. Diagram alur
untuk pemisahan senyawa-senyawa humat ke dalam fraksi-fraksi humat yang
berbeda terdapat pada Gambar 5 berikut.
Menurut Tan (1993), tiga tahap dasar yang terlibat dalam pembentukan asam
humat: pembentukan satuan-satuan struktur dari dekomposisi jaringan tanaman,
kondensasi dari satuan-satuan tersebut, dan polimerisasi dari produk-produk
kondensasi. Hasilnya adalah suatu sistem multi komponen, yang disebut asam
humat atau asam fulvat. Keduanya menunjukkan pola struktur yang mirip, tetapi
dapat berbeda dalam rincian komposisi struktur dan kimia misalnya asam fulvat
mempunyai inti aromatik yang kurang padat, tetapi mempunyai komponen
peripheral yang lebih berkembang. Asam fulvat dapat merupakan pendahulu atau
produk dekomposisi dari asam humat.

10

Gambar 5 Diagram alur pemisahan senyawa humat menjadi berbagai
fraksi humat (Tan 1993)
Senyawa humat memiliki kemampuan berinteraksi dengan logam.
Kemampuan senyawa humat berinteraksi dengan kation logam disebabkan oleh
sebagian besar gugus-gugus fungsional bahan humat mengandung atom oksigen
seperti –COOH, fenolat, enolat, -OH alkoholat dan –C=O. Berdasarkan keberadaan
senyawa humat yang heterogen, interaksi kation logam dengan senyawa humat
terjadi pada sejumlah besar sisi aktif, dengan afinitas yang berbeda. Interaksi ion
logam divalen maupun trivalen dengan asam humat atau asam fulvat dalam medium
air pada pH mendekati 7, dapat berlangsung melalui pembentukan ikatan hidrogen
atau jembatan air, interaksi elektrostatik atau pertukaran ion, ikatan koordinasi dan
melalui struktur cincin khelat, seperti dimodelkan pada Gambar 6. Mekanisme
interaksi yang terjadi dapat melalui salah satu atau lebih dari keempat model
tersebut, bahkan kemungkinan melibatkan keempat model mekanisme tersebut
secara simultan (Schnitzer 1986). Menurut reaksi (1), salah satu gugus –COOH
bereaksi dengan ion logam membentuk suatu garam anorganik atau kompleks
monodentat. Persamaan reaksi (2) menggambarkan suatu reaksi dimana satu gugus
–COOH dan satu gugus –OH bereaksi secara simultan dengan ion logam
membentuk kompleks bidentat atau khelat. Pada persamaan reaksi (3) dua gugus –
COOH terdekat bereaksi secara simultan dengan ion logam untuk membentuk kelat
bidentat. Persamaan (4) menunjukkan suatu situasi dimana ion logam terikat
dengan asam fulvat melalui pengikatan elektrostatik dan juga melalui molekul air
dalam bungkus hidrasi primernya lewat suatu ikatan hidrogen ke gugus C=O.
Interaksi jenis ini sangat penting jika kation memiliki energi pemecahan yang
tinggi, dengan demikian dapat mempertahankan bungkus hidrasi primernya.

11

Gambar 6 Model interaksi ion logam dengan bahan humat dan fulvat
(Schnitzer 1986)
Humus dan bahan humat merupakan komponen tanah yang sangat penting.
Berdasarkan kemampuannya berinteraksi dengan logam, tak jarang bahan humat
digunakan sebagai adsorben unsur mikro. Penelitian Rahmawati dan Sri (2012)
berhasil mengadsorpsi logam Pb(II) sebesar 1,66x10-3 mol/g dan Cd(II) 3,83x10-3
mol/g oleh bahan humat hasil isolasi tanah gambut yang berasal dari Desa
Sambutan, Kalimantan Timur.
Bahan humat dengan klei tanah berperan atas sejumlah aktivitas kimia dalam
tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruhnya secara tidak langsung diketahui dapat memperbaiki
kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah.
Secara langsung, bahan-bahan humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman
melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan proses fisiologi lainnya. Senyawa
humat dan sejenisnya dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung
dengan mempercepat proses respirasi, dengan meningkatkan permeabilitas sel, atau
melalui kegiatan hormon pertumbuhan. Senyawa humat juga berperan serta dalam
pembentukan tanah dan berperan penting dalam translokasi atau metabolisme
lempung, alumunium, dan besi yang menghasilkan horizon spodik dan horizon
argilik (Tan 1993). Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa asam humat
berpengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman, diantaranya mempercepat
perkecambahan benih, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pemanjangan
sel akar, dan mempercepat pertumbuhan tunas dan akar tanaman jika diberikan
dalam jumlah yang tepat. Hasil penelitian sebelumnya, bahan humat yang
diaplikasikan pada tanaman padi dengan dosis 15 l/ha dapat meningkatkan produksi
padi (Ihdaryanti 2011). Melalui kemampuannya tersebut diharapkan bahan humat
dapat memberikan pengaruh terhadap pelepasan hara lambat tersedia pada
pembuatan pupuk lambat tersedia.

12

Unsur Hara Mikro
Unsur hara mikro (Fe, Zn, Cu, Mo, Cl dan B) termasuk unsur hara esensial
sehingga harus selalu tersedia bagi tanaman meskipun dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah sedikit. Karena unsur hara mikro mempunyai fungsi yang spesifik
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta fungsinya tidak dapat
digantikan secara sempurna oleh unsur hara lain. Oleh karena itu untuk menjaga
pertumbuhan tanaman secara normal supaya tidak mengganggu produksi dan mutu,
maka dalam budidaya tanaman selain ditambahkan unsur hara makro (pupuk N, P,
K) juga perlu ditambahkan unsur hara mikro, terutama pada keadaan-keadaan
dimana unsur hara mikro dapat membatasi pertumbuhan tanaman.
Tembaga (Cu)
Unsur tembaga (Cu) seperti juga unsur-unsur mikro lainnya bersumber dari
hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan.
Alloway (1995) mengemukakan bahwa ada 10 jenis bebatuan dan 19 mineral utama
yang mengandung Cu. Kandungan Cu dalam bebatuan berkisar 2-200 ppm
(Adriano 1986). Unsur tembaga diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+.
Tembaga sangat diperlukan dalam pembentukan enzim-enzim dan juga
pembentukan hijau daun (klorofil). Pada umumnya tanah jarang sekali kekurangan
Cu, apabila terjadi maka akan berpengaruh pada daun yaitu daun bercoreng-coreng
(belang), ujung daun memutih, dan juga pada pertumbuhan tanaman menjadi tidak
normal (pelayuan cepat disertai batang-batang tanaman melemah). Gejala khusus
yaitu tumbuhan kerdil, ruas memendek, dan dedaunan yang berwarna kekuningan,
mudah remuk dan mengeriting. Tanaman yang tumbuh pada tanah mineral dengan
kadar Cu kurang dari 4 mg/kg, atau pada tanah organik dengan kadar Cu kurang
dari 20 – 30 mg/kg akan mengalami kekurangan Cu. Konsentrasi Cu pada tanaman
yang mengalami defisiensi bervariasi tetapi umumnya ditemukan pada konsentrasi
di bawah 2 – 3 mg/kg bahan kering (Stevenson dan Cole 1999). Pemupukan Cu
pada umumnya berkisar antara 2 – 7 kg/ha/th.
Seng (Zn)
Seng (Zn) merupakan unsur mikro esensial bagi manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan tingkat tingkat tinggi. Kandungan Zn total rataan pada litosfir
sekitar 80 mg/kg. Mineral-mineral sebagai sumber utama yang kaya Zn dalam tanah
adalah sphalerite dan wurtzite (ZnS), dan sumber yang sangat kecil dari mineralmineral smithsonites (ZnCO3), willemite (Zn2SiO4), zincite (ZnO), zinkosite
(ZnSO4), franklinite (ZnFe2O4), dan hopeite (Zn3(PO4)2.4H2O (Lindsay 1972).
Pada batuan magnetik Zn terdistribusi merata, dan kandungannya berbeda pada
batuan asam dan basik yaitu dari 40 mg/kg dalam batuan granit dan 100 mg/kg
dalam batuan basaltik. Pelarutan mineral-mineral tersebut dapat terjadi secara alami
sehingga unsur-unsur yang terkandung di dalamnya terbebas dalam bentuk ion. Ion
Zn2+ yang terbebas mengalami proses lebih lanjut, terkait dengan matriks tanah atau
bereaksi dengan unsur-unsur lain. Sehingga Zn dalam tanah dikelompokkan dalam
bentuk-bentuk kelompok mudah tersedia sampai tidak tersedia bagi tanaman, yaitu
bentuk terlarut dalam air, dapat dipertukarkan (terikat pada koloid-koloid
bermuatan listrik), teradsorpsi dalam bentuk khelat atau bentuk senyawa kompleks
(ikatan logam pada ligand organik), liat mineral sekunder dan oksida metalik tidak

13

larut, serta dalam bentuk mineral primer (Alloway 1995). Endapan Zn dapat
terbentuk dengan senyawa-senyawa hidroksida, karbonat, fosfat, sulfide, molibdat,
dan asam-asam organik yang terdiri dari humat, fulvat, dan ligand organik. Asamasam organik berasal dari dekomposisi senyawa-senyawa organik yang terdapat
dalam bahan organik. Adsorpsi Zn2+ yang kuat dalam tanah dapat terjadi dengan
adanya bagan organik dan mineral liat, dan hal ini berhubungan dengan kapasitas
kation tanah dan keasaman tanah (Warneke and Stanley 1973).
Dalam keadaan yang sedikit Zn sudah cukup untuk tanaman dan apabila
kelebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Kekurangan Zn terjadi pada tanahtanah yang asam sampai sedikit netral. Defisiensi Zn dapat menyebabkan
pertumbuhan vegetatif terhambat selain juga dapat menghambat pertumbuhan biji.
Keracunaan Zn menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar tanaman dan
pelebaran daun diikuti klorosis atau bercak-bercak. Kadar Zn yang tinggi menekan
serapan P dan Fe oleh tanaman. Di dalam tanah, seng terdapat dalam bentuk terlarut,
dapat dipertukarkan dan kompleks yang segera tersedia bagi tanaman. Kadar Zn
dalam tanah bervariasi dari 10 – 300 ppm dengan titik kritis bagi tanaman antara 15
– 20 ppm.

Adsorpsi Isotermal
Adsorpsi adalah proses akumulasi suatu zat dipermukaan. Dalam prosesnya
adsorpsi yang terjadi pada kondisi suhu konstan. Adsorpsi yang terjadi harus dalam
keadaan setimbang, yaitu laju adsorpsi dan desorpsi berlangsung relatif sama.
Ilustrasi proses adsorpsi terlihat pada Gambar 7.
Dalam menentukan persamaan yang digunakan, harus terlebih dahulu
mengetahui pola yang dihasilkan terhadap jenis konsentrasinya. Berikut adalah pola
jenis adsorbsi yang dilakukan oleh adsorben disajikan pada Gambar 8. Terdapat
beberapa jenis persamaan yang sering digunakan dalam menentukan kapasitas
adsorpsi zeolit.

Gambar 7 Proses adsorpsi

14

Gambar 8 Pola berbagai jenis adsorpsi
Persamaan Langmuir
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan
menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada
permukaannya. Model ini mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum
terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) jenuh dari adsorbat pada dinding
adsorben.
Lapisan
adsorbat

Adsorben
Gambar 9 Ilustrasi adsorpsi pada persamaan Langmuir
Persamaan Langmuir ditulis sebagai berikut
Langmuir
Bentuk Linear

:q =

q e K Ce
1+K Ce

q

K qe

:

Ce

=

1

+

1

qe

C

Dimana (q) merupakan jumlah kapasitas adsorpsi, (Ce) Konsentrasi larutan
saat setimbang. (qe) jumlah kapasitas adsorpsi saat setimbang yang dihasilkan
secara matematis dan (K) merupakan konstanta keseimbangan larutan dimana
kapasitas adsorpsi berbanding lurus dengan kemampuan desorpsinya.
Persamaan Freundlich
Menurut Metcalf (2003), model jerapan Freundlich menggunakan asumsi
bahwa jerapan berjalan secara fisika (tergantung pada jenis adsorben dan suhu).
Freundlich menyebutkan, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben (q) dan
(c) adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Dari konsep tersebut dapat
diturunkan persamaan sebagai berikut :

15

1

Freundlich
Bentuk Linear

: q = K Cen

1
n

: log q = log K +

log C

Dari persamaan linear dapat dibuat kurva linear jerapan isoterm freundlich
yang dapat diketahui nilai konstanta Freundlich dengan pendekatan dan plot nilai
log (q) merupakan log dari jumlah kapasitas adsorbsi, (Ce) Konsentrasi larutan saat
setimbang. dengan log (Ce) sehingga akan didapatkan kemiringan 1/n dan intercept
log (K).
Persamaan BET (Brunauer–Emmett–Teller)
Model adsorpsi isoterm BET menggunakan asumsi bahwa terdapat pengaruh
dalam jenis adsorben dan bentuk yang dihasilkan dalam serapan tidak hanya satu
layer melainkan banyak. Dalam penentuannya dapat diketahui jumlah yang terjerap
pada monolayer.

Gambar 10 Ilustrasi adsorpsi pada persamaan BET

Secara umum persamaan BET ditulis