Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla sebagai Penyerap Amonia dari Limbah Cair Peternakan di Simalingkar B Medan
PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI
PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN
DI SIMALINGKAR B MEDAN
TESIS
Oleh
SERMAIDA HOTMARIA HARAHAP 117006030/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI
PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN
DI SIMALINGKAR B MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
SERMAIDA HOTMARIA HARAHAP 117006030/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(3)
Judul Tesis : PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLAH SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI
LIMBAH CAIR PETERNAKAN DI
SIMALINGKAR B MEDAN Nama Mahasiswa : Sermaida Hotmaria Harahap
Nomor Pokok : 117006030
Program Studi : Magister Ilmu Kimia
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Harlem Marpaung Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Prof. Basuki Wirjosentono, MS.Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 27 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung
Anggota : 1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil 2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Jamahir Gultom, Ph.D
4. Dr. Darwin Yunus Nasution, MS 5. Prof.Dr. Yunazar Manjang
(5)
PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN
DI SIMALINGKAR B MEDAN TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 27 April 2013
(6)
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap berikut gelar : Sermaida Hotmaria Harahap, S.Pd Tempat dan Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 17 Nopember 1970 Alamat Rumah : Jl. Pelita IV Gg. Pelita No. 1 Medan Telepon / HP : (061) 6610757 / 082167772556
Email : [email protected]
Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan Alamat Kantor : Jln. Irian Barat No. 37 Sampali Telepon / Faks / HP :
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Swasta HKBP Padangsidimpuan Tamat : 1983 SMP : SMP Negeri 6 Padangsidimpuan Tamat : 1986 SMA : SMA Negeri 2 Padangsidimpuan Tamat : 1989 D-3 : Pendidikan Kimia IKIP Negeri Medan Tamat : 1992 Strata-1 : Pendidikan Kimia IKIP Negeri Medan Tamat : 1999 Strata-2 : Program Studi Magister Ilmu Kimia USU Tamat : 2013
(7)
PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN
DI SIMALINGKAR B MEDAN
ABSTRAK
Pemanfaatan zeolit alam Sarulla yang telah diaktivasi pada suhu 3000C selama 3 jam untuk menyerap ammonia dari limbah cair peternakan babi, telah dilakukan dengan berbagai variasi massa zeolit. Massa zeolit yang digunakan 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Metode analisis terhadap daya adsorpsi zeolit dilakukan dengan metode impregnasi basa, zeolit direndam selama 3 jam dalam 100 ml sampel limbah cair peternakan babi. Analisis ammonia dalam filtrat hasil impregnasi zeolit menggunakan spektofotometer visibel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi mula-mula sebesar 427,23 mg/L setelah penambahan zeolit didapat Z1 (281,6 mg/L), Z2 (224,73 mg/L), Z3 (175,1434 mg/L), Z4 (132,7595 mg/L), Z5 (96,244 mg/L), Z6 (92,9838 mg/L), Z7 (54,4256 mg/L) dan Z8 (8,203 mg/L). maka didapat kapasitas adsorpsi optimum pada penambahan 100 g zeolit alam Sarulla dengan daya serap 98,08%. Karakterisasi zeolit alam Sarulla hasil impregnasi menggunakan spektofotometer FTIR nampak puncak / spectra baru pada 1537 cm-1 merupakan ammonium yang terperangkap oleh zeolit alam Sarulla. Karakterisasi zeolit awal (Z0) dengan difraksi sinar – X menunjukkan bahwa deposit zeolit alam Sarulla yang digunakan adalah jenis anortit – monmorilonit.
Kata Kunci : Zeolit alam, Ammonia, limbah cair peternakan.
(8)
UTILIZATION OF NATURAL ZEOLITE SARULLA AS AMMONIA ADSORB FROM FARM WASTE WATER AT SIMALINGKAR B MEDAN
ABSTRACT
Utilization of natural zeolite Sarulla which has been activated at a temperature of 3000C for 3 hours to absorb ammonia in pig farm waste water has performed with a variety of zeolite mass. The zeolit mass which used are 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Methods of analysis of the zeolite adsorption performed with alkaline impregnation method, zeolite soaked for 3 hours in a 100 ml sample of pig farm wastewater. Analysis of ammonia in the filtrate of zeolite impregnation results is using visible spectrophotometer. The results showed that the initial concentration of ammonia in the effluent pig farm samples is 427.23 mg / L after the addition of zeolite obtained Z1 (281.6 mg / L), Z2 (224.73 mg / L), Z3 (175, 1434 mg / L), Z4 (132.7595 mg / L), Z5 (96.244 mg / L), Z6 (92.9838 mg / L), Z7 (54.4256 mg / L) and Z8 (8.203 mg / L ). It is then obtained the optimum adsorption capacity of addition 100 g of natural zeolite Sarulla with absorption of 98.08%. Characterization of natural zeolite Sarulla impregnation result using FTIR spectrophotometer visible peak / new spectra at 1537 cm-1 represents ammonium trapped by natural zeolite Sarulla. Initial zeolite (Z0) characterization with diffraction - X ray indicates that the natural zeolite Sarulla deposits used is the anortit – montmorillonite type.
(9)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla Sebagai Penyerap Ammonia Dari Limbah Cair Peternakan di Simalingkar B Medan” ini dapat diselesaikan.
Dengan diselesaikannya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Dr. Sutarman, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia Dr. Hamonangan, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya ditujukan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.
2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Bapak Jamahir Gultom, Ph.D, dan Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.
3. Ir. P. Pakpahan suami tercinta serta anak-anak saya yang tersayang Porman Pakpahan, Daniel Pakpahan, Johannes Pakpahan, dan Jonatan Pakpahan, yang telah memberi doa restu serta dorongan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
(10)
4. Bella dan Indah, serta teman-temannya selaku Asisten Laboratorium Analitik FMIPA USU.
5. Rekan-rekan angkatan 2011, Kakak Susilawati, Boston Pasaribu, Pantas Silaban, Ria Nasution, Nelly Sihombing, Puji Purworini, Kakak Rislima Sihombing, Kakak Terkelin Ginting, dan kawan-kawan lain yang tidak bisa kusebutkan satu persatu atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik selama perkuliahan maupun selama penelitian, dan rekan-rekan guru SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan yang telah banyak memberikan motivasi, dorongan, dan doa.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Lokasi Penelitian 3
1.7 Metodologi Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Peternakan Babi 6
2.2 Limbah Peternakan Babi 6
2.3 Manur Babi 6
2.4 Proses Pembentukan ammonia dan hidrogen sulfida 8 2.4.1 Proses Pembentukan ammonia dalam peternakan babi 8 2.4.2 Proses pembentukan hidrogen sulfida dalam peternakan babi 9 2.5 Dampak negatif ammonia dan hidrogen sulfida terhadap kesehatan 9
2.6 Zeolit 11
2.7 Aktivasi Zeolit Alam 13
2.8 Sifat-sifat zeolit 14
(12)
2.8.1.1 Luas Permukaan Zeolit 17
2.8.2 Sifat pertukaran ion dari zeolit 16
2.9 Zeolit alam Sarulla 16
2.10 Penentuan Ammonia 18
2.10.1 Metode Nessler 18
2.10.2 Spektofotometri UV – Vis 18
2.11 Pemanfaatan zeolit alam 19
BAB 3 METODE PENELITIAN 20
3.1 Bahan 20
3.2 Alat 20
3.3 Prosedur Penelitian 20
3.3.1 Pembuatan Reagent 20
3.3.1.1 Larutan NaOH 6 N 20
3.3.1.2 Reagent Nessler 21
3.3.1.3 Larutan ammonia 1000 mg/L 21
3.3.1.4 Larutan Standar ammonia 100 mg/L 21 3.3.1.5 Larutan Seri standar ammonia 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ;
10 mg/L 21
3.3.1.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar
Amm7nia 21
3.3.2 Pengambilan Sampel Zeolit 22
3.3.3 Pengambilan sampel limbah cair peternakan babi 22 3.3.4 Preparasi Zeolit alam Sarulla dan aktivasi 22 3.3.5 Preparasi sampel limbah cair peternakan babi 23 3.3.6 Penentuan ammonia yang diserap oleh zeolit aktif 23
3.3.7 Karakterisasi zeolit 23
3.4 Bagan Penelitian 24
3.4.1 Pengolahan zeolit 24
(13)
3.4.1.2 Aktivasi Zeolit 24 3.4.1.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan seri standar ammonia 25 3.4.1.4 Penentuan ammonia yang diserap oleh zeolit aktif 26
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27
4.1 Hasil Penelitian 27
4.1.1 Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva
kalibrasi 27
4.1.1.1 Penurunan Persamaan garis regresi 27 4.1.1.2 Perhitungan Koefisien Korelasi 28 4.1.2 Hasil data pengukuran kapasitas adsorpsi zeolit alam Sarulla 28
4.1.3 Perhitungan 30
4.1.3.1 Penentuan kadar Ammonia di dalam sampel limbah cair peternakan babi sebelum penambahan zeolit
alam Sarulla 30
4.1.3.2 Penentuan Kadar Amonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10g zeolit
alam Sarulla 30
4.1.3.3 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 20 g zeolit
alam Sarulla 30
4.1.3.4 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10 g zeolit
alam Sarulla 31
4.1.3.5 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi penembahan 40 g zeolit alam
Sarulla 31
4.1.3.6 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 50 g zeolit
alam Sarulla 32
4.1.3.7 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah Cair peternakan babi penambahan 60 g zeolit alam
Sarulla 32
4.1.3.8 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 80 g zeolit
(14)
4.1.3.9 Penentuan Kadar ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi setelah penambahan 100 g zeolit
alam Sarulla 33
4.1.4 Penentuan Persen Penyerapan ammonia 34 4.1.4.1 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
10 g zeolit alam Sarulla 34
4.1.4.2 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
20 g zeolit alam Sarulla 34
4.1.4.3 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
30 g zeolit alam Sarulla 34
cair peternakan babi setelah penambahan 100 g zeolit
alam Sarulla 34
4.1.4.4 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
40 g eolit alam Sarulla 34
4.1.4.5 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
50 g zeolit alam Sarulla 34
4.1.4.6 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
60 g zeolit alam Sarulla 35
4.1.4.7 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
80 g zeolit alam Sarulla 35
4.1.4.8 Persen penyerapan ammonium setelah penambahan
100% zeolit alam Sarulla 35
4.2 Pembahasan 35
4.2.1 Preparasi Zeolit 35
4.2.2 Preparasi Sampel limbah cair peternakan 36
4.2.3 Uji Adsorpsi 37
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 40
5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul
Halaman
Tabel 2.1 Jumlah Manur yang Dihasilkan Oleh Seekor Ternak Babi 8 Tabel 2.2 Kandungan Zat Makanan di Dalam Manur Ternak Babi 8 Tabel 2.3 Dampak Terpaparnya Gas Ammonia pada Manusia 10 Tabel 2.4 Dampak Terpaparnya Gas Hidrogen Sulfida pada Manusia 11 Tabel 2.5 Baku Mutu Ambien dan Emisi Ammonia dan H2S 11 Tabel 2.6 Komposisi Kimia Zeolit Alam Sarulla 17 Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Persamaan Garis Regresi Untuk Larutan
Standar Ammonia 27
Tabel 4.2 Konsentrasi Ammonia Dalam Sampel Limbah Cair Peternakan
Babi Sebelum Penambahan Zeolit 29
Tabel 4.3 Konsentrasi Ammonia Dalam Sampel Limbah Cair Peternakan
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit 12
Gambar 2.2 Proses adsorpsi – desorpsi berbagai kation dalam zeolit 15
Gambar 2.3 Bagan Spektofotometer UV/Vis 19
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran1. Hasil Pengukuran Larutan Standar Ammonia Secara
Spektofotometri Visibel 49
Lampiran 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Ammonia Hasil Penukuran 49 Lampiran 3 Pengukuran Konsentrasi Ammonia (mg/L) dengan
Penambahan Zeolit Alam Sarulla pada Waktu Kontak
Selama 3 Jam 50
Lampiran 4. Kurva Daya Serap Zeolit Alam Sarulla Dengan Variasi
Massa 50
Lampiran 5. Grafik Kapasitas Adsorpsi Zeolit Alam Sarulla 51 Lampiran 6. Specta – FTIR Zeolit Alam Sarulla Setelah diimpregnasi 52 Lampiran 7. Komposisi Zeolit Alam Sarulla Hasil Pengujian Teknologi
(18)
PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA SEBAGAI PENYERAP AMMONIA DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN
DI SIMALINGKAR B MEDAN
ABSTRAK
Pemanfaatan zeolit alam Sarulla yang telah diaktivasi pada suhu 3000C selama 3 jam untuk menyerap ammonia dari limbah cair peternakan babi, telah dilakukan dengan berbagai variasi massa zeolit. Massa zeolit yang digunakan 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Metode analisis terhadap daya adsorpsi zeolit dilakukan dengan metode impregnasi basa, zeolit direndam selama 3 jam dalam 100 ml sampel limbah cair peternakan babi. Analisis ammonia dalam filtrat hasil impregnasi zeolit menggunakan spektofotometer visibel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi mula-mula sebesar 427,23 mg/L setelah penambahan zeolit didapat Z1 (281,6 mg/L), Z2 (224,73 mg/L), Z3 (175,1434 mg/L), Z4 (132,7595 mg/L), Z5 (96,244 mg/L), Z6 (92,9838 mg/L), Z7 (54,4256 mg/L) dan Z8 (8,203 mg/L). maka didapat kapasitas adsorpsi optimum pada penambahan 100 g zeolit alam Sarulla dengan daya serap 98,08%. Karakterisasi zeolit alam Sarulla hasil impregnasi menggunakan spektofotometer FTIR nampak puncak / spectra baru pada 1537 cm-1 merupakan ammonium yang terperangkap oleh zeolit alam Sarulla. Karakterisasi zeolit awal (Z0) dengan difraksi sinar – X menunjukkan bahwa deposit zeolit alam Sarulla yang digunakan adalah jenis anortit – monmorilonit.
Kata Kunci : Zeolit alam, Ammonia, limbah cair peternakan.
(19)
UTILIZATION OF NATURAL ZEOLITE SARULLA AS AMMONIA ADSORB FROM FARM WASTE WATER AT SIMALINGKAR B MEDAN
ABSTRACT
Utilization of natural zeolite Sarulla which has been activated at a temperature of 3000C for 3 hours to absorb ammonia in pig farm waste water has performed with a variety of zeolite mass. The zeolit mass which used are 10 g (Z1), 20 g (Z2), 30 g (Z3), 40 g (Z4), 50 g (Z5), 60 g (Z6), 80 g (Z7) dan 100 g (Z8). Methods of analysis of the zeolite adsorption performed with alkaline impregnation method, zeolite soaked for 3 hours in a 100 ml sample of pig farm wastewater. Analysis of ammonia in the filtrate of zeolite impregnation results is using visible spectrophotometer. The results showed that the initial concentration of ammonia in the effluent pig farm samples is 427.23 mg / L after the addition of zeolite obtained Z1 (281.6 mg / L), Z2 (224.73 mg / L), Z3 (175, 1434 mg / L), Z4 (132.7595 mg / L), Z5 (96.244 mg / L), Z6 (92.9838 mg / L), Z7 (54.4256 mg / L) and Z8 (8.203 mg / L ). It is then obtained the optimum adsorption capacity of addition 100 g of natural zeolite Sarulla with absorption of 98.08%. Characterization of natural zeolite Sarulla impregnation result using FTIR spectrophotometer visible peak / new spectra at 1537 cm-1 represents ammonium trapped by natural zeolite Sarulla. Initial zeolite (Z0) characterization with diffraction - X ray indicates that the natural zeolite Sarulla deposits used is the anortit – montmorillonite type.
(20)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Ternak babi merupakan komoditi peternakan yang diusahakan oleh sebagian masyarakat di Sumatera Utara, sebab ternak babi mempunyai pemasaran dan harga yang baik, serta produk olahnya cukup potensial sebagai komoditas ekspor nasional. Sehingga usaha ini berperan cukup besar dalam menunjang ekonomi keluarga. Disamping itu, pemeliharaannya relatif mudah dan perkembangbiakannya cepat (Firdaustkubh – 2003).
Menurut data statistik peternakan Sumatera Utara – 2007, jumlah produk ternak babi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Besarnya permintaan akan ternak babi disamping sebagai pemenuhan permintaan konsumsi rumah tangga, tetapi juga dikarenakan masyarakatnya (khususnya suku Batak) membutuhkan dalam segala kegiatannya, baik dibidang agama, sosial kemasyarakatan, adat budaya, maupun dalam relasi persahabatan (Sihombing, D.T., 1997).
Ada dua tipe pemeliharaan ternak babi yang dilakukan oleh masyarakat di Sumatera Utara, yaitu pemeliharaan usaha besar dengan jumlah lebih dari 10 ekor dan usaha rumah tangga dengan jumlah berkisar antara 2 – 10 ekor. Sebagian besar masyarakat di Sumatera Utara memelihara ternak babinya dalam usaha rumah tangga (Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2007). Pemeliharaan secara rumah tangga ini dilakukan dengan mengandangkan ternak babinya di pekarangan rumah, kandang dibuat secara permanen berlantai semen. Pengandangan dan peningkatan populasi ternak babi ini menimbulkan masalah yaitu pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan, baik kesehatan masyarakat maupun ternak itu sendiri. Kedua masalah tersebut terutama disebabkan gas-gas perombakan senyawa organik dari kotoran (manur) ternak babi oleh mikro organisme di udara. Bau tidak enak/ menyengat sering menimbulkan protes dari masyarakat yang disekitar rumahnya terdapat kandang ternak babi (Sihombing, 1997). Bau tidak enak/ menyengat ini berasal dari sisa perombakan
(21)
protein yang tidak sempurna dalam kotoran (manur) ternak babi yang diubah menjadi ammonia (NH3) atau ammonium.
Ammonia dalam konsentrasi kecil menimbulkan bau tidak enak/ menyengat. Namun dalam konsentrasi yang besar dapat berdampak pada masalah pernapasan, iritasi, bahkan kematian (Weillinger, 84). Oleh karena itu perlu dicari cara pencegahan / penanggulangan bau tidak enak / menyengat dari kotoran (manur) ternak babi tersebut. Salah satu ide / pemikiran adalah dengan memanfaatkan sifat daya serap yang tinggi dari bahan zeolit alam, yang telah sering dipakai sebagai bahan adsorben untuk beberapa gas berbahaya. Keuntungan lain penggunaan zeolit terletak pada sifat lemahnya ikatan ion-ion logam alkali / alkali tanah yang dapat digantikan oleh ion ammonium.
Secara alami terdapat deposit zeolit di beberapa wilayah bumi Indonesia, termasuk di Sumatera Utara, endapan zeolit tersebar luas didaerah (termasuk daerah Sarulla) dengan jumlah cadangan yang diperkirakan cukup besar akan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal (Balitbang SU – 2004).
Penelitian penggunaan zeolit alam sebagai penyerap telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti pengaruh suhu aktivasi terhadap struktur zeolit alam Sarulla, dimana suhu aktivasi zeolit alam sarulla optimal pada suhu 3000 C (Anita Sipayung, 1994). Adsorpsi nitrogen dari limbah cair dengan zeolit alam ternyata dengan aktivasi zeolit, dapat meningkatkan daya adsorpsi terhadap nitrogen dalam limbah cair (Widjajanti E, 2008). Analisa kadar ammonia, nitrat, TSS dan TDS dari limbah cair peternakan babi, ternyata kadar ammonia tinggi dalam limbah cair ternak babi (Tampubolon R.H, 2010). Optimasi pH dan waktu perendapan pada penyerapan ammonium klorida dan natrium sulfida oleh zeolit alam aktif, ternyata penyerapan ammonia yang optimum oleh zeolit alam Sarulla berada pada pH 6 dalam waktu 3 jam perendaman. (Nasution, D.S, 2004).
1.2.Permasalahan
(22)
Bagaimana kemampuan Zeolit Alam Sarulla sebagai penyerap ammonia dari limbah cairpeternakan babi.
1.3.Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini menggunakan Zeolit Alam Sarulla jenis anortit – monmorilonit yang diaktivasi pada suhu 3000C selama 3 jam.
2. Variasi massa aktif yang digunakan sebagai penyerap adalah 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g, dalam 100 ml limbah cair peternakan babi.
3. Sampel limbah cairpeternakan babi yang diambil tidak mempermasalahkan waktu,jeniskelamin,dan umur.
1.4.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan zeolit alam Sarulla sebagai penyerap ammonia dari limbah cair peternakan babi dengan suhu aktivasi 3000C dan massa zeolit yang optimum.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam pemanfaatan zeolit alam untuk menyerap ammonia dari limbah cairpeternakan babi.
1.6Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
1.7 Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian ini merupakan penelitian laboratorium,sampel diambil secara purposif
2. Pada penelitian digunakan metode impregnasi basah, yaitu perendaman zeolit dalam limbah cairpeternakan babi selama 3 jam, dengan berbagai variasi massa zeolit
(23)
3. Zeolit yang digunakan diambil dari Sarullah Kecamatan Pahae Kabupaten Tapanuli Utara
4. Zeolit diayak pada 100 mesh.
5. Aktivasi Zeolit dilakukan secara fisika yaitu pemanasan pada suhu 3000C selama 3 jam.
6. Sampel yang digunakan adalah limbah cair peternakan babi dari limbah kandang peternakan Simalingkar B Medan
7. Karakterisasi zeolit dengan menggunakan Analisis Difraksi Sinar-X dan Spektrofotometer FTIR.
8. Analisis ammonia/ amonium menggunakan spektrofotometer visibel dengan λmaks = 410 nm
(24)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Peternakan Babi
Ternak babi adalah binatang omnivora, yang artinya mereka mengkonsumsi tumbuhan dan hewan. Satu tipe babi memiliki kepala besar dengan moncong yang panjang dan diperkuat dengan tulang prenasal tertentu dengan cakra cartilage diujung. Ternak babi memiliki 44 buah gigi, gigi taring yang disebut tusk, tumbuh secara berkesinambungan dan dipertajam oleh gesekan satu sama lain antara taring bawah dan atas. Perkembangbiakan babi terjadi sepanjang tahun di daerah tropis, tapi puncak kelahiran terjadi sekitar musim hujan. Babi betina bisa hamil pada umur sekitar 8 – 18 bulan. Dia akan mengalami estrus setiap 21 hari, jika tidak dibiakkan. Babi jantan aktif secara seksual pada usia 8 – 10 bulan. Seperindukan babi antara 6 dan 12 anak babi. Setelah yang mudah disapih, dua atau lebih keluarga mungkin datang bersamaan sampai musim kawin berikutnya. Ternak babi tidak memiliki kelenjar keringat fungsionil, jadi ternak babi mendinginkan dirinya sendiri menggunakan air atau lumpur selama cuaca panas. Mereka juga menggunakan lumpur untuk melindungi kulit dari terbakar oleh sinar matahari.
Ternak babi telah dijadikan hewan domestik sejak zaman purbakala. Ternak babi didiami parasit dan penyakit yang dapat ditularkan pada manusia, mencakup trichinosis, taenia solium (Firdaustkubh – 2009).
Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan, karena ternak babi dan produk olahannya cukup baik sebagai komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara seperti Singapore dan Hongkong (Fauzil, 2011). Berdasarkan data statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi tertinggi setelah Nusatenggara Timur adalah Sumatera Utara, permintaan ternak babi tidak hanya berasal dari dalam propinsi bahkan dari luar propinsi cukup besar seperti Jakarta dan Pekan Baru.
(25)
2.2 Limbah Peternakan Babi
Peternakan babi memiliki potensi pencemaran lingkungan udara dan air. Sumber pencemaran/ kegiatan penyebab pencemaran lingkungan dalam usaha peternakan babi adalah berupa kotoran (feces dan urine), ceceran pakan dan minum ternak babi, dan air cucian untuk memandikan ternak babi atau pembersihan kandang (Wanatabe, 1996).
Pencemaran udara oleh peternakan babi berupa bau yang tidak enak/ menyengat dan penyebaran virus. Bau yang menyengat berasal dari gas-gas produk perombakan senyawa organik dari kotoran babi oleh mikroorganisme di udara. Senyawa organik yang dirombak mikroorganisme adalah senyawa multikompleks, diantaranya asam-asam amino protein sehingga menyebar bau menyengat/ tidak enak. Untuk orang-orang yang tidak terbiasa, bau yang ditimbulkan oleh peternakan babi bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah. Selain menimbulkan bau yang menyengat/tidak enak, gas-gas produk perombakan kotoran ternak babi (hidrokarbon ringan terutama CH4, CO2 dan NOx) terakumulasi di udara dan memberi kontribusi bagi pemanasan global (Firdaustkubh, 2009).
Pencemaran air terutama terjadi pada musim hujan akibat kotoran, darah, dan urine ternak babi yang mengalir terbawa air hujan. Yang mengandung senyawa organik, limbah cair ini akan meningkatkan BOD air, yang menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air. Jika kadar oksigen suatu perairan turun, maka kehidupan biota air seperti ikan terancam. Selain itu, air tercemar limbah peternakan babi tidak sehat digunakan untuk kebutuhan MCK, karena akan mengakibatkan gatal-gatal (Aritonang, D. 1993).
2.3 Manur Babi
Manur babi terdiri dari limbah cair dan feces yang merupakan sisa dari pencernaan makanan yang dikeluarkan oleh tubuh ternak babi,melalui proses defikasi dan limbah cairasi. Seekor babi menghasilkan manur yang berbeda-beda,tergantung pada berat badan ternak babi dan jenis makanan yang dimakannya (Maramba,1981).
(26)
Tabel 2.1. Jumlah manur yang dihasilkan oleh seekor babi Bobot Badan (kg) Jumlah Manur segar (kg/ekor/hari)
Maramba (1978) Sihombing dkk (1981) 20
20 – 45 45 – 60 60 – 90 90 – 120 > 120 (induk /
pejantan) 1,09 1,89 3,24 4,75 5,85 7,95 0,98 1,35 2,75 4,50 5,30 7,00
Bahan makanan yang masuk ke tubuh babi tidak semuanya dapatdicerna,sehingga didalam manur(limbah cair dan feces) ternak babi masih terkandung zat makanan.Kandungan zat makanan tersisa dalam manur babi dapat dilihat pada tabel2.1.
Tabel 2.2 Kandungan Zat Makanan di dalam Manur Babi
Zat makanan Manur babi
Basah(%) Kering (%)
Serat kasar Lemak kasar Protein kasar BETN Abu N P K 12,67 12,75 26,46 31,81 13,31 4,24 2,08 1,72 14,03 9,02 22,33 39,06 15,56 3,57 2,27 1,40 Sumber : Day, 1999
Adanya zat-zat makanan di dalam manur,menjadikannya sebagai media yang baik untuk perkembatngbiakan mikroorganisme.Aktivitas mikroorganisme memecah
(27)
bahan-bahan dalam manur (limbah cair dan feces) ternak babi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Gas ammonia dan hydrogen sulfide terbentuk dari protein dalam manur(limbah cair dan feces).Kedua gas ini menimbulkan bau tidak enak (Noren,1977;Curtis,1983).
2.4.Proses Pembentukan ammoniadan Hidrogen Sulfida 2.4.1 Proses Pembentukan ammonia dalam peternakan babi
Menurut Swingle dan Walter (1997),gas ammonia terbentuk dengan tiga cara yaitu: 1. Dekomposisi Protein.Protein diuraikan oleh bakteri proteolitik menjadi asam
amino.Asam amino mengalami deaminasi menghasilkan ammonia dan melalui proses ini dihasilkan ammonia paling banyak.
2. Hidrolisis Urea.Urea yang sebagian besar berasal dari limbah cair bersama asam urat dihidrolisis oleh enzim urease membentuk ammonium karbonat,yang mudah terurai menjadi gas ammonia,karbon dioksida dan air.
3. Reduksi Nitrat.Nitrat tereduksi menjadi Nitrit dan selanjutnya Nitrit tereduksi menjadi gas ammonia.
Munculnya ammonia dalam kotoran merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur Nitrogen (N) didalam kotoran yang selanjutnya sisa protein itu diubah menjadi ammonia (NH3) atau ammonium. Ammonia dalam konsentrasi yang kecil akan menimbulkan bau yang tidak enak, namun dalam konsentrasi yang besar dapat berdampak pada masalah pernapasan, iritasi, serta dalam menyebabkan kematian.
Adanya siklus Nitrogen (nitrifikasi) akan menyebabkan ammonia teroksidasi menjadi nitrit oleh Bakteri Nitrosomonas yang kemudian teroksidasi menjadi nitrat oleh Bakteri Nitrobacter yang berlangsung secara anaerob. Nitrat yang terbentuk merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan alga di perairan sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang selanjutnya dapat memacu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Hal ini dapat mengurangi dan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam perairan. Nitrat yang terdapat dalam perairan dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kelangsungan hidup makhluk didalamnya.
(28)
Kandungan nitrat yang banyak juga dapat menyebabkan depresi, sakit kepala dan dapat menyebabkan kematian (Banon C, 2008).
2.4.2 Proses Pembentukan Hidrogen Sulfida dalam peternakan babi
Gas hidrogen sulfida terbentuk dari asam amino yang memiliki ikatan dengan atom sulfur seperti sistein dan metionin. Dalam kondisi anaerob atau sedikit oksigen, bakteri genus Desulfobibria menguraikan sistein dan metionin menjadi hidrogen sulfida, ammonia, asam asetat dan asam formiat. Sedangkan dalam kondisi aerob sistein dan metionin mengalami desimilasi menjadi gas hidrogen sulfida.
2.5 Dampak Negatif Ammoniadan Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan
Gas Ammonia merupakan gas yang bersifat racun dan berbau tidak enak (Weillinger,1984).Keberadaan gas Ammonia menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia.Terutama gangguan terhadap saluran pernafasan ( Headon,1992). Gas Ammonia berbau menyengat keras dan pedas.Baunya mulai tercium pada konsentrasi 5 ppm(Kavanagh,1992).Konsentrasi gas Ammonia pada peternakan babi yang intensif dapat mencapai 30-50 ppm (Curtis, 1983).Gas Ammonia paling banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia dan dapat menyebabkan pencemaran udara(Cole,Schuerink,dan Koning,1996).
Pada babi, ammonia dapat mengganggu produksi, menyebabkan penurunan berat badan dan meningkatkan kepekaan babi terhadap penyakit.
Menurut Maleyer,Brandt, Geen,(1988) Konsentrasi 20 ppm gas ammonia menyebabkan kemauan kawin babi jantan tertunda.Penundaan itu diakibatkan bau gas ammonia lebih tajam dan mengalahkan bau feromon yang dikeluarkan oleh ternak babi betina sehingga hormon tersebut tidak tercium oleh ternak babi jantan.
Gas Ammonia pada konsentrasi 25 ppm menyebabkan penurunan produksi dan pada konsentrasi 50 ppm menyebabkan gangguan saluran pernapasan ternak (Andreason,Baekbo,dan Niealsen (1994). Secara lebih terperinci melaporkan bahwa ternak babi yang terpapar 50 ppm gas ammonia selama 20 menit per hari dalam 4 kali keterpaparan mengalami penurunan berat badan antara 37 – 90 kg. Ternak babi
(29)
tersebut juga lebih peka terhadap penyakit septicaemia epizooticae (SE) dan mycoplasma induced respiratory diseases complex (MIRD-Complex).
Bau tidak enak / menyengat dapat mengganggu kenyamanan masyarakatyang tinggal di sekitar kandang karena menimbulkan reaksi fisiologik tubuh seperti timbulnya rasa muntah,mual,sakit kepala,pernapasan dangkal,batuk batuk,tidur tidak nyenyak dan kehilangan selera makan(Wanatabe, 1996).Konsentrasi gas ammonia tertinggi yang dapat diterima oleh manusia adalah 25 ppm selama 8 jam atau 35 ppm selama 10 menit (Andreason,1991). Dampak yang dihasilkan akibat terpapar gas ammonia pada manusia diuraikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Dampak Terpapar Gas Ammonia pada Manusia Konsentrasi gas ammonia
(ppm/jam)
Gejala yang ditimbulkan
2 – 20 40 100 400
Iritasi mata, gangguan pernafasan
Sakit kepala, mual, nafsu makan menurun Iritasi pada permukaan mukosa
Iritasi pada hidung dan tenggorokan Sumber : Pauzenga, 1991
Gas hidrogen sulfida berbau tidak enak (seperti telur busuk). Baunya mulai tercium pada konsentrasi 0,1 ppm. Keterpaparan yang terus menerus pada konsentrasi rendah atau keterpaparan pada konsentrasi tinggi selama 30 menit sampai 1 jam dapat mematikan manusia. Gas ini sangat berbahaya karena pada konsentrasi lebih dari 30 ppm melumpuhkan indra penciuman sehingga keberadaannya tidak disadari (Noren, 1977). Dampaknya pada kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel 2.4.
(30)
Tabel 2.4 dampak terpapar gas hidrogen sulfida pada manusia Konsentrasi gas hidrogen sulfida
(ppm/jam)
Gejala yang ditimbulkan
10 20 50 – 100
200
500 per menit 600 per menit
Iritasi mata
Iritasi mata, hidung dan tenggorokan Mual, muntah, diare
Pusing, depresi, rentan pneumonia Mual, muntah, pingsan
Mati Sumber : Pauzenga, 1991
Di Indonesia, baku mutu ammonia dan gas hidrogen sulfida di udara ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Baku Mutu Ambien dan Emisi Ammonia dan H2S Konsentrasi gas
ammonia H2S
Baku mutu udara ambien Baku mutu udara emisi :
Ringan Ketat
2,00 ppm/24 jam 5,00 ppm 1,00 ppm
0,03 ppm/30 menit 6,25 ppm (v/v) 5,00 ppm (v/v)
Sumber : Wardhana, 1995
2.6 Zeolit
Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan. Zeolit telah banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion dan sebagai katalis. Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5- yang saling terhubung oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa, sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal dan rongga-rongga, yang didalamnya terisi oleh
(31)
ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Chetam, 1992).
Kerangka / Struktur Zeolit
Tetrahedral silika Tetrahedral alumina
Struktur kerangka zeolit disusun dari gabungan unit-unit tersebut yang tersambung oleh ion oksigen yang digunakan secara bersama-sama. Karena atom Si dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan sedangkan atom Al mempunyai kelebihan muatan negatif maka struktur alumina silika tersebut harus dinetralkan oleh kation (seperti Na+, Ca2+, K+, dll).
O O O
Si Al- Si
O O O O
Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit
Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan alam. Para ahli geokimia dan minerologi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. Anggapan lain menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari debu-debu gunung berapi yang
(32)
beterbangan kemudian mengendap didasar danau dan dasar lautan. Debu-debu vulkanik tersebut selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau atau air laut sehingga terbentuk sedimen-sedimen yang mengandung zeolit di dasar danau atau lautan (Setyawan, 2002).
Zeolit alam dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Zeolit yang terdapat diantara celah-celah batuan atau diantara lapisan batuan. Zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit dan mineral sulfida. b. Zeolit yang berupa batuan, hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk zeolit,
diantaranya adalah : klinoptiolit, analsium, laumantit, modernit, filipsit, erlonit, kabasit, dan heulandit.
Zeolit alam langsung ditambang dari alam, oleh karena itu zeolit alam ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit, untuk memperbaiki karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, absorben, atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu. (Yunita, 2010).
2.7 Aktivasi Zeolit Alam
Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika maupun secara kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan melalui pengecilan ukuran butir, pengayakan dan pemanasan pada suhu tinggi, tujuannya untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik, memperbesar pori dan memperluas permukaan. Sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan melalui pengasaman. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik. Pengasaman ini akan menyebabkan terjadinya pertukaran kation dengan H+. Disamping aktivasi untuk memperbaiki karakter zeolit dilakukan modifikasi zeolit, yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk kation dan komposisi kerangka yang berbeda. Modifikasi zeolit alam yang umum dilakukan adalah Dealuminasi zeolit. Dealuminasi zeolit dilakukan bertujuan untuk mendapatkan jumlah AI yang diinginkan pada suatu zeolit alam. Kenaikan rasio Si/AI akan memberikan perubahan medan
(33)
magnet elektrostatik dalam zeolit, sehingga mempengaruhi interaksi adsorpsi zeolit. Zeolit bersilika rendah akan bersifat hidrofilik, sementara zeolit bersilika tinggi bersifat hidrofobik (dan lipofilik) (Ertan, 2005).
2.8 Sifat-sifat Zeolit
Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik diantaranya mampu menyerap (adsorpsi) zat organik maupun anorganik, sebagai penukar kation (ion exchanger), katalisator (catalyst), dan penyaring molekul berukuran halus (molecular sieving), (Dixon dan Weed, 1989).
2.8.1 Sifat-sifat adsorpsi dari zeolit
Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan suatu zat oleh zat lainnya, yang hanya terjadi pada permukaan. Zat yang diserap disebut fase terserap (adsorbat) dan zat yang menyerap disebut adsorben. Struktur zeolit mempunyai sistem mikropori yang biasanya diisi oleh kation dan air. Molekul tersebut bebas bergerak sehingga dapat disubsitusi secara reversible oleh molekul lain. (Park dan Komarneni, 1997).
Menurut Perrich dalam Efendi (2005), faktor yang paling menentukan daya adsorpsiadalah kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi, karena memperkirakan adsorpsi secara akurat dalam suatu sistem baik untuk satu atau lebih absorbat sangatlah sulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi diantaranya : luas area permukaan, ukuran pori, kelarutan absorbat, pH dan suhu.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi diantarnaya ukuran partikel, konsentrasi adsorbat dalam larutan, suhu larutan dan agitasi (pengadukan) (Efendi, 2005). Proses adsorpsi pada adsorban yang berongga terjadi karena terjebaknya molekul-molekul adsorbat dalam rongga mengalami penyaringan sedangkan pada sisi aktifnya terjadi interaksi dengan molekul adsorbat (Sharma, 1986).
Menyerap Kation : NH4, K, Ca, Mg, Na, dll
(34)
Gambar 2.2 Proses adsorpsi– desorpsi berbagai kation dalam zeolit
Kation-kation dalam kerangka zeolit dapat ditukar dan disubsitusi tanpa merubah struktur kerangka (isomorfis) dan dapat menimbulkan gadien medan listrik dalam kanal-kanal dan ruangan-ruangan zeolit. Gadien ini akan dialami semua adsorbat yang masuk kepori zeolit, karena kecilnya diameter pori yang ukurannya beberapa angstrom. Sebagai akibatnya kelakuan-kelakuan zat teradsorpsi seperti tingkat disosiasi, konduktivitas akan berbeda dari kelakuan zat yang bersangkutan dalam keadaan normalnya.
Molekul yang polar (misalnya ammonia atau air) akan berinteraksi lebih kuat dengan gadien medan elektronik intrakristal, dibandingkan molekul-molekul non polar (Smith, 1992).
(35)
Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir sebagian besar merupakan kanal dari pori, menyebabkan zeolit memiliki luas permukaan yang besar. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pori dan kanal dalam maupun antar kristal dianggap berbentuk silinder, maka luas permukaan total zeoit adalah akumulasi dari luas permukaan (dinding) pori dan kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total yang dimiliki zeolit, luas permukaan internal zeolit dapat mencapai puluhan bahkan ratusan kali lebih besar dibanding permukaan luarnya. Luas permukaan yang besar ini sangat menguntungkan dalam pemanfaatan zeolit sebagai adsorben (Dyer, 1988).
2.8.2 Sifat Pertukaran Ion dari Zeolit
Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan salah satu para meter yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya dinyatakan sebagai KTK (Kemampuan Tukar Kation). KTK adalah jumlah mengion logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit dalam kondisi kesetimbangan. Nilai KTK zeolit ini banyak bergantung pada jumlah ion AI dalam struktur zeolit. Setiap jenis zeoit juga mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk, sifat kation, suhu dan jenis anion (Poerwadio dan Masduqi, 2004).
2.9 Zeolit Alam Sarulla
Pengendapan zeolit alam di daerah Sarulla merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensial zeolit alam yang cukup besar di Sumatera – Utara. Penambangan zeolit di daerah ini umumnya dilakukan dengan tambang terbuka (open cut) dengan terlebih dahulu mengupas tanah penutupnya.
Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minieral dan Batubara Bandung, maka zeolit alam Sarulla yang digunakan dalam penelitian ini memiliki komposisi kimia sebagai berikut :
(36)
No Senyawa Konsentrasi (%) 1
2 3 4 5 6 7 8 9
SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO K2O Na2O TiO2 LOI
65,2 14,91
1,80 4,46 1,84 1,49 1,29 0,75 7,60
Deposit zeolit alam Sarulla adalah jenis anortit – monmorilonit. Struktur zeolit jenis monmorilonit terdari dari 3 lapisan selang seling tetrahedral silika – oktahedral alumina – tetrahedral silika. Lapisan silika dan alumina terikat sangat longgar oleh penghubung oksigen, sehingga kisi kristalnya mudah mengembang. Luas total permukaan yang aktif adalah 700 – 800 m2/g.oleh karena itu zeolit jenis ini memiliki kemampuan yang besar untuk mengadsorbsi ion dan molekul-molekul polar. Zeolit yang mengandung 85 – 90 % monmorilonit dalam dunia perdagangan dikenal sebagai bentonit.
Di Indonesia zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung, dalam jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah Pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di Kec. Bayah (Jawa Barat), Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Propinsi Lampung.
Di Sumatera Utara endapan zeolit tersebar luas di daerah dengan jumlah cadangan yang diperkirakan cukup besar akan tetapi mineral zeolit tersebut belum dimanfaatkan secara baik dan optimal. Berdasarkan hasil analisis kegiatan dan pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku sektor industri di Propinsi Sumatera Utara (Balitbang SU, 2004) disimpulkan bahwa sebagian besar bahan baku
(37)
utama dan bahan baku tambahan yang digunakan pada sektor industri masih banyak didatangkan dari daerah luar propinsi Sumatera Utara (termasuk zeolit alam).
2.10 Penentuan Ammonia
Ada beberapa metode standart dalam penentuan ammonia dalam larutan yaitu Kalorimeter, Titrimetri, dan metode instrumental dengan elektroda membran selektif terhadap ammonia. Pada cara kalorimeter ada dua macam metode yang dapat digunakan yaitu metode nessler dan phenat.
2.10.1 Metode Nessler
Metode Nessler lebih umum digunakan dalam penentuan ammonia, karena metode Nessler telah teruji dan prosesnya cukup cepat prinsif penentuan kadar ammonia dengan metode Nessler adalah ammonia direaksikan dengan reagens nessler (K2HgI4) dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks yang berwarna kunign hingga kuning kecoklatan. Reagens dibuat dari campuran KI dan HgI2. Intensitas warna yang terjadi akan sebanding dengan konsentrasi ammonia dalam sampel dan serapannya diukur pada spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm (Cole, D.J.A, 1996). 2.10.2 Spetrofotometri UV – VIS
Spetrofotometri UV – VIS adalah metode yang banyak digunakan dalam analisis lingkungan karena luas penggunaannya yaitu bahan kimia anorganik dan organik menyerap pada daerah UV, memiliki sensitivitas, akurasi, dan selektivitas yang tinggi, sederhana mudah untuk digunakan.
Spetrofotometri UV – VIS merupakan gabungan Spetrofotometer UV dan visible. Pada Spetrofotometri UV – VIS menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda yakni sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Spetrofotometri UV – VIS termasuk Spetrofotometri berkas ganda.
Pada Spetrofotometri berkas ganda blanko dan sampel dimasukkan atau disinari secara terpisah. Zat yang dapat dianalisis dengan Spetrofotometri UV – VIS yaitu zat dalam bentuk larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna. (Cole, D.J.A, 1996).
(38)
Bagan
Gambar 2.3 Bagan Spektofotometer UV/Vis
2.11 Pemanfaatan Zeolit Alam
Peran zeolit memiliki aplikasi multiguna diantaranya adalah bidang pertanian yakni dapat meningkatkan kesuburan dan mengurangi dosis pupuk urea sebanyak 20 – 30% sehingga produksi dan mutu pertanian meningkat, ini dikarenakan zeolit sebagai mineral penukar ion/ kation memiliki daya tahan tinggi untuk menahan ion ammonium/ ammonia dan kalium yang terdapat dalam air.
Dalam bidang peternakan dapat meningkatkan efisiensi nitrogen, dapat mereduksi penyakit lambung pada hewan ruminensia. Pengontrol kelembaban kotoran hewan dan kandungan ammonia kotoran hewan.
Bidang perikanan dapat membersihkan air kolam ikan yang mempunyai sistem resirkulasi air, dapat mengurangi kadar nitrogen pada kolam ikan. Dalam bidang energi sebagai katalis pada proses pemecahan hidrokarbon minyak bumi, sebagai panel-panel pada pengembangan energi matahari dan penyerap gas treon. Pada bidang industri dapat sebagai pengisi (filter) pada industri kertas, semen, beton, kayu lapis, besi baja, dan besi tuang, adsorben dalam industri tekstil dan minya sawit, bahan baku pembuat keramik (Harjanto, S. 1987).
(39)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
a. Zeolit Alam Sarulla b. Akuades bebas ammonia c. Limbah cair ternak babi d. HgI2(s) p.a.
e. KI(s) p.a. f. NaOH(s) p.a. g. NH4Cl p.a. h. H3BO3(s) p.a.
3.2 Alat
a. Spektrofotometer Sprktronik 20 Milton Roy
b. Neraca analitik Mettler AE 200
c. Botol Akuades d. Alu dan Lumpang
e. Oven Fisher
f. Furnace Fisher
g. Siever (Ayakan) 100 mesh
h. Peralatan gelas Pyrex
i. Kertas Saring Whatman no. 42
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Reagent 3.3.1.1. Larutan NaOH 6 N
Sebanyak 250 g NaOH pellet dimasukkan ke dalam beaker glass 600 mL lalu dilarutkan dalam 500 mL aquadest dan didinginkan sampai suhu kamar. Kemudian
(40)
dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.2. Reagent Nessler
Sebanyak 25 g kristal HgI2 dan 17,5 g kristal KI dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL yang telah diisi 50 mL aquadest, kemudian diaduk hingga seluruh kristal larut. Larutan ini kemudian dicampurkan dengan larutan yang telah dingin dari 16 g NaOH dalam 50 mL aquadest. Campuran larutan ini kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca yang gelap dan dihindarkan terkena sinar matahari.
3.3.1.3. Larutan ammonia 1000 mg/L
Sebanyak 3,819 g kristal NH4Cl yang telah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 100°Cdimasukkan ke dalam beaker glass lalu dilarutkan dengan 200 mL aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.4. Larutan Standar ammonia 100 mg/L
Sebanyak 10 mL larutan induk ammonia 1000 mg/L diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda.
3.3.1.5. Larutan Seri Standar ammonia 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ; 10,0 mg/L
Masing-masing sebanyak 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ; 10,0 mL larutan standar ammonia 100 mg/L diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda.
3.3.1.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Ammonia
Dipipet masing-masing sebanyak 50 mL larutan seri standar 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 ; 10,0 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Kemudian ditambahkan 2,0
(41)
reagen Nessler lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Diukur % transmitansinya pada maks = 410 nm dengan spektofotometer visibel.
3.3.2 Pengambilan Sampel Zeolit
Penelitian dimulai dari pengambilan sampel zeolit alam yang tersedia di daerah Sarulla Kec. Pahae Kabupaten Tapanuli Utara. Sampel zeolit yang berwarna abu-abu kekuningan tersebut masih termasuk pada lapisan permukaan tanah dan dapat dilihat jelas perbedaannya dari mineral lain yang ada di dalam tanah. Oleh karena itu, pengambilannya dapat langsung dari permukaan tanah dengan tangan atau menggunakan alat penggali. Zeolit dibersihkan dengan cara memisahkannya dari tanah, pasir dan kerikil atau sisa-sisa tumbuhan. Zeolit yang bersih dibungkus dengan plastik, dalam pengambilan zeolit dan transportasi sampai ke laboratorium tidak memerlukan perlakuan khusus.
3.3.3 Pengambilan Sampel Limbah Cair Peternakan Babi
Pengambilan Sampel Limbah Cair Peternakan Babi dilakukan secara purposif. Yaitu sampel diambil langsung dari kandang peternakan babi tanpa membagi populasi berdasarkan kelompok-kelompok. Jadi dengan tehnik ini sampel dianggap mewakili populasinya. Sampel limbah cair yang digunakan berasal kandang peternakan babi di Simalingkar B Medan. Sampel ditampung di dalam botol tanpa gelembung dan diawetkan dengan penambahan HCl 10%, kemudian disimpan pada suhu ± 40C.
3.3.4 Preparasi Zeolit Alam Sarulla dan Aktivasi
Zeolit alam Sarulla dibuat ganular dengan cara mekanik selanjutnya dicuci dengan air biasa hingga air sisa pencucian tidak terlihat keruh, kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan didalam oven pada suhu 100 – 1100C selama 3 jam. Zeolit kering yang sudah bersih dari kotoran secara fisika, ditumbuk dan diayak dengan pengayak berukuran 100 mesh. Zeolit hasil pengayakan sebanyak 1000 g diaktivasi dengan cara pemanasan dalam oven kontroller pada suhu 3000C selama 3 jam.
(42)
3.3.5 Preparasi Sampel limbah cair peternakan babi
Sebanyak 500 ml limbah cair peternakan babi yang sudah ditambahkan dengan larutan HCl 10%, diencerkan kemudian ditambahkan NaOH 6N sampai pH menjadi 6. Kemudian diambil 100 ml sampel limbah cair tersebut diencerkan dengan faktor pengenceran 500 kali kemudian ditambahkan 2,0 ml reagen Nessler lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit untuk ditentukan konsentrasi ammonia awal. Penentuan konsentrasi ammonia awal pada limbah cair dengan spektofotometer UV/Vis sebelum diimpregnasi zeolit.
3.3.6 Penentuan Ammonia yang diserap oleh zeolit aktif
Ke dalam 8 buah labu takar 250 ml yang sudah bersih dan kering diisi dengan masing-masing 100 ml sampel limbah cair peternakan babi hasil preparasi. Kemudian ditambahkan zeolit aktif 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g. diaduk selama 3 jam kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42 dan filtratnya ditampung dalam labu erlemeyer. Dipipet masing-masing sebanyak 25 ml filtrat hasil perendaman zeolit aktif dimasukkan dalam labu takar 50 ml kemudian ditambahkan 2,0 ml Reagen Nessler lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit diukur % transmitansinya pada maks= 410 nm denganspektofotometer visibel. 3.3.7 Karakterisasi Zeolit
Penentuan karakterisasi zeolit alam Sarulla dilakukan sebelum dan sesudah proses impregnasi. Sebanyak 5 g zeolit hasil impregnasi diambil dari percobaan di atas pada konsentrasi optimum kemudian dikalsinasi pada suhu 2500C selama 4 jam didalam oven. Setelah didinginkan pada suhu kamar (250C) kemudian dikarakterisasi dengan spektofotometer inframerah (FTIR).
(43)
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1. Pengolahan Zeolit 3.4.1.1. Preparasi Zeolit
3.4.1.2. Aktivasi Zeolit (Anita S. 1994) Batuan zeolit alam Sarulla
Serbuk zeolit 100 mesh
Dipanaskan di dalam oven pada suhu 100 ± 100C selama 3 jam
didinginkan dihaluskan
diayak dengan ayakan 100 mesh
1000 gram serbuk zeolit alam Sarulla (100 mesh)
Zeolit aktif
Dipanaskan pada suhu 3000C selama 3 jam
(44)
3.4.1.3. Pembuatan kurva kalibrasi larutan seri standar ammonia (Cole, D.J.A, 1996)
Catatan : - Dilakukuan prosedur yang sama untuk larutan seri standar 4,0 ; 6,0 ; 8,0; 10,0 mg/L.
- Pengukuran juga dilakukan untuk blanko yang mendapat perlakuan yang sama.
50 mL larutan seri standar 2,0 mg/L
Hasil
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL ditambahkan 2,0 mL larutan reagen Nessler ditambahkan 2,0 mL larutan reagen Nessler dikocok
didiamkan selama 10 menit
(45)
3.4.1.4Penentuan ammonia yang Diserap oleh Zeolit Aktif
Catatan : - Dilakukuan prosedur yang sama untuk penambahan zeolit aktif sebanyak 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g.
100 mL sampel limbah cair peternakan babi
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL diatur pH-nya = 6 dengan penambahan NaOH 6 N
dimasukkan 10 g zeolit aktif diaduk
didiamkan selama 3 jam
Disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42
Filtrat Zeolit
dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur ukuran 50 mL
ditambahkan dengan 2,0 mL larutan reagen Nessler dikocok
didiamkan selama 10 menit
diukur % transmitansi pada maks = 410 nm Hasil
dinetralkan dengan penambahan NaOH 6 N Karakterisasi
Spektofotometer – FTIR
(46)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Penentuan persamaan garis regresi denganmetode kurva kalibrasi
Hasil pengukuran absorbansi dari larutan seri standar ammonia diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada lampiran 1. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dengan metode Least Square dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Persamaan Regresi untuk larutan seri standar ammonia
No Xi Yi (Xi – Xi) (Xi – Xi)2
(Yi - Y) (Yi - Y)2 (Xi – Xi)(Yi - Y ) 1 2 3 4 5 6 ∑ 0 0,5 1 1,5 2 2,5 7,5 0,236 0,334 0,414 0,535 0,617 0,713 2,849 -1,25 -0,75 -0,25 0,25 0,75 1,25 0 1,5625 0,5625 0,0625 0,0625 0,5625 1,5625 4,375 -0,2388 -0,1408 -0,0608 0,0602 0,1422 0,2382 0,0002 0,057025 0,019528 0,003697 0,003624 0,020221 0,056739 0,161131 0,2985 0,1056 0,0152 0,015 0,1066 0,2977 0,08386
Dari tabel diatas diperoleh :
25 , 1 6 5 , 7
n xi X 4748 , 0 8 849 , 2
n Yi Y4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi
Persamaan garis regesi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis : b
X a Y
(47)
b = intersept
0,1917375 , 4 8386 , 0
2
Xi X X Xi aHarga intersept (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut : b
X a Y
2352 , 0 25 , 1 1917 , 0 4748 , 0 Y aX bSehingga diperoleh harga intersept (b) = 0,2352 Maka persamaan garis regesi yang diperoleh adalah :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
4.1.1.2 Perhitungan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (r) untuk kurva kalibrasi ammonium dapat ditentukan :
0,839 0,9982985 , 0 7045 , 4 8386 , 0 1611 , 0 375 , 4 8386 , 0 2 1 2 1 2 1 2 2
y yi x xi y yi x xi rJadi koefisien korelasi (r) pada penetapan konsentrasi Ammonia dengan spektofotometer UV/Vis adalah (r) = 0,998.
4.1.2 Hasil data pengukuran kapasitas adsorpsi zeolit alam Sarulla
Analisis mengenai kapasitas adsorpsi zeolit alam Sarulla terhadap ammonia dalam limbah cair peternakan babi dengan menggunakan spektofotometer visibel diperoleh signal berupa absorbansi. Konsentrasi ammonia ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan cara mengsubsitusikan nilai Y sebagai absorbansi yang
(48)
diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi 2352 , 0 1917 , 0 X
Y , sehingga diperoleh konsentrasi ammonia seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi sebelum penambahan zeolit
Label Sampel
Rata-rata Absorbansi
A Konsentrasi ammonium (mg/L)Sebelum
penambahan zeolit 0,399 427,23 mg / L
Hasil pengukuran penyerapan zeolit alam Sarulla aktif dalam 100 ml sampel limbah cair peternakan babi dengan variasi massa zeolit alam Sarulla aktif 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g dan waktu perendaman selama 3 jam diperoleh penyerapan optimum dengan massa zeolit alam Sarulla 100 g sebesar 8,2 mg/L atau 98,08% dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Konsentrasi ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi dengan penambahan zeolit alam Sarulla
Massa zeolit alam Sarulla (gram) Waktu kontak (jam) Rata-rata absorbansi
AKonsentrasi ammonium (mg/L) Persen penurunan kadar ammonia (%) 10 20 30 40 50 60 80 100
3
0,340 0,666 0,370 0,337 0,309 0,307 0,396 0,298 281,684 224,730 175,143 132,760 96,244 92,984 52,426 8,203 34,19% 47,39% 59,00% 68,93% 77,47% 78,24% 87,73% 98,08%(49)
4.1.3 Perhitungan
4.1.3.1 Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi sebelum penambahan zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,396 A2 = 0,402
399 , 0 A 8544 , 0 1917 , 0 2352 , 0 399 ,
0
X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 500 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 427,23 mg / L.
4.1.3.2Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,340 A2 = 0,346
343 , 0 A 85623 , 0 1917 , 0 2352 , 0 343 ,
0
X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 500 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 281,684 mg / L.
4.1.3.3Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 20 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
(50)
Maka diperoleh : A1 = 0,673 A2 = 0,659
666 , 0 A 2473 , 2 1917 , 0 2352 , 0 666 , 0 X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 100 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 224,73 mg / L.
4.1.3.4Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 10 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,366 A2 = 0,373
3695 , 0 A 7006 , 0 1917 , 0 2352 , 0 3695 ,
0
X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 175,1434 mg / L.
4.1.3.5Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 40 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,333 A2 = 0,341
337 , 0
A
(51)
5310 , 0 1917 , 0 2352 , 0 337 , 0 X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 132,7595 mg / L.
4.1.3.5Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 50 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,305 A2 = 0,313
309 , 0 A 3849 , 0 1917 , 0 2352 , 0 309 , 0 X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 96,244 mg / L.
4.1.3.6Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 60 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,306 A2 = 0,307
3065 , 0 A 3719 , 0 1917 , 0 2352 , 0 3065 ,
0
X
(52)
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 250 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 92,9838 mg / L.
4.1.3.7Penentuan Kadar Ammonium didalam sampel Limbah cair peternakan babi setelah penambahan 80 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh : A1 = 0,398 A2 = 0,394
396 , 0 A 8388 , 0 1917 , 0 2352 , 0 396 , 0 X
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 62,5 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonium sisa yang sebenarnya = 54,4256 mg / L.
4.1.3.8 Penentuan Kadar ammonia dalam sampel limbah cair peternakan babi setelah penambahan 100 g zeolit alam Sarulla
Dengan mensubtitusikan nilai Y (adsorbansi) ke persamaan garis regesi berikut :
2352 , 0 1917 , 0 X Y
Maka diperoleh :
3281 , 0 1917 , 0 2352 , 0 2981 ,
0
A
Hasil ini dikalikan dengan faktor pengencerannya yaitu 25 kali sehingga diperoleh konsentrasi ammonia sisa yang sebenarnya = 8,203 mg / L.
4.1.4 Penentuan Persen penyerapan ammonium oleh zeolit alam Sarulla Persen penyerapan ammonium dihitung dengan menggunakan persamaan :
(53)
100%% x awal Ammonium sisa Ammonium awal Ammonium terserap
Ammonium
4.1.4.1Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 10 g zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 1684 , 281 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 34,18%
4.1.4.2Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 20 g zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 73 , 224 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 47,3983 %
4.1.4.3Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 30 g zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 1434 , 175 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 59,0048 %
4.1.4.4Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 40 g zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 7595 , 132 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 68,92 %
4.1.4.5Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 50 g zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 2441 , 96 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 77,47 %
4.1.4.6Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 60 g zeolit alam Sarulla
(54)
% 100 / 23 , 427 / 9838 , 96 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 78,23%
4.1.4.7Persen penyerapan ammonium setelah penambahan 80 g zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 4256 , 52 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 87,72 %
4.1.4.8 Persen penyerapan ammonia stelah penambahan 100% zeolit alam Sarulla % 100 / 23 , 427 / 2036 , 8 / 23 , 427 % x L mg L mg L mg terserap
Ammonium
= 98,08%
4.2 Pembahasan 4.2.1 Preparasi Zeolit
Zeolit alam diambil dari Sarulla Kec. Pahae Kabupaten Tapanuli Utara. Zeolit alam tersebut kemudian ditumbuk dan diayak dengan menggunakan ukuran lolos 100 mesh. Hal ini bertujuan untuk homogenitas ukuran permukaan zeolit dan untuk memperbesar luas permukaan zeolit sehingga kemampuan adsorpsinya dapat lebih optimal.
Aktivasi terhadap zeolit pada penelitian ini dilakukan aktivasi secara fisika yaitu berupa pemanasan pada suhu 3000C selama 3 jam dengan tujuan menghilangkan molekul air dari dalam rongga permukaan/ pori-pori kristal zeolit. Hal ini akan menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif berinteraksi dengan absorbat.
Ukuran pori-pori merupakan faktor yang cukup penting yang berperan dalam proses absorbsi. Molekul dengan ukuran besar sulit dapat masuk ke dalam pori atau rongga-rongga yang terdapat dalam zeolit jika ukuran porinya lebih kecil dibanding
(55)
molekulnya. Disamping itu, zeolit juga mampu memisahkan molekul-molekul berdasarkan kepolarannya, dimana molekul-molekul akan masuk ke dalam rongga zeolit dan akan diserap.
4.2.2 Preparasi Sampel limbah cair peternakan babi
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari, tanpa memisahkan populasi sampel berdasarka kelompok-kelompok. Hal ini dilakukan karena situasi pengandangan tidak memungkinkan dan menurut peneliti sebelumnya (Ni Wajan L.P, 1998) bahwa kandungan ammonia dalam ternak babi jantan atau betina, kecil atau besar tidak berpengaruh secara signifikan. Sesaat sampel limbah cair diambil segera ditambahkan larutan HCl 10% dan disimpan pada suhu ± 40C. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penguapan ammonia dari sampel. Ammonia (NH3) dalam sampel limbah cair berubah menjadi ammonium (NH4+), dengan reaksi sebagai berikut :
NH3(g) + HCl(aq) NH4Cl(aq)
Ammonia berubah menjadi garam NH4Cl (garamnya) sehingga terbentuk larutan penyangga.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan spektofotometer UV/Vis diketahui konsentrasi ammonium awal pada sampel limbah cair peternakan babi yaitu 427,23 mg/L (tabel 4.2). Setelah impregnasi (perendaman) zeolit alam dalam berbagai variasi massa 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g menunjukkan nilai konsentrasi ammoniumnya menjadi berkurang dari konsentrasi awal. Ini menunjukkan bahwa ammonium terperangkap dalam zeolit. Konsentrasi ammonia terkecil terdapat pada penyerapan zeolit alam Sarulla dengan massa 100 g yaitu 8,2 mg/L (tabel 4.3) sehingga di dapat kapasitas adsorpsi zeolit optimum dengan persen penurunan kadar ammonia 98,08%. Hal ini disebabkan karena garam (ammonium) terdispersi ke dalam penyangga dengan cara perendaman. Adanya gaya kapiler disebabkan oleh perbedaan tekanan antar lapisan permukaan, larutan garam akan masuk ke dalam pori-pori penyangga dan didistribusikan ke seluruh bagian intra kristalin. Secara teororitis jumlah air yang terkandung dalam zeolit sesuai dengan banyaknya volume pori, tetapi terkadang rendahnya kekentalan dari pelarut
(56)
menyebabkan dipusi pelarut lebih cepat daripada zat terlarut sehingga dibutuhkan waktu perendaman cukup lama untuk mencapai homogen. (Deni, S, 2009)
Terserapnya ammonium pada zeolit alam Sarulla juga dipertegas dengan hasil karakterisasi zeolit menggunakan FTIR zeolit dari hasil Spektra-IR antara zeolit mula-mula dan zeolit optimum diketahui bahwa ammonium (NH4+) terserap dalam zeolit, hal ini terbukti dengan munculnya bilangan gelombang baru pada zeolit optimum pada 1527 cm-1 dalam bentuk garam ammonia (Puslitbang LIPI Bandung, 2007). Kemudian pada hasil spektra – IR zeolit optimum muncul gelombang 1643 cm-1 dimana menurut Park dan Komarneni (1997), pada bilangan gelombang ini menunjukkan senyawa H2O walaupun diaktifkan pada suhu 3000C hanya sebahagian molekul air yang terlepas masih ada yang terserap dalam pori-pori dan saluran zeolit sehingga akan menyerap energi radiasi pada bilangan gelombang tersebut.
Dari interprestasi spektra itu mengindikasikan imprenagsi (perendaman) zeolit alam Sarulla dalam limbah cair peternakan babi tidak menyebabkan perubahan struktur zeolit dan ammonium terserap dalam zeolit. Hal ini memungkinkan karena zeolit mempunyai struktur berongga sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben ion atau molekul yang ada disekitarnya. Ion atau molekul yang cocok terdifusi ke dalam sistim rongga zeolit dan didistribusikan ke seluruh bagian intra kristalin sehingga terperangkan didalamnya, sehingga zeolit dapat berperan sebagai adsorben. (Setiadi dan Pratiwi, 2007).
4.2.3 Uji adsorpsi
Uji adsorpsi zeolit dilakukan terhadap Ammonia dari limbah cair peternakan babi. Dalam uji ini zeolit alam Sarulla yang telah diaktivasi secara fisika dalam suhu 3000C digunakan untuk mengadsorpsi Ammonia dengan variasi massa 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 80 g, dan 100 g. Hal ini dibuat mengingat tingginya konsentrasi Ammonia dalam sampel awal yaitu 427,23 mg / L, telah dilakukan dengan massa zeolit 2 g, hasil adsorpsi tidak terlalu terlihat penurunan konsentrasi ammoniuanya.
Setelah sampel limbah cair diimpregnasi (perendaman) dengan zeolit selama 3 jam dengan variasi massa zeolit dilakukan penyaringan. Filtrat hasil penyaringan
(57)
sebelum diukur transmitansinya dengan spektofotometer UV/Vis terlebih dahulu dinetralkan dengan NaOH 6 N dan ditambahkan Reagens Nessler 2,0 ml. Hal ini bertujuan untuk membentuk senyawa kompleks (berwarna), jika Reagens Nessler ditambah pada ammonia akan membentuk warna kuning kecoklatan. Intensitas warna yang timbul inilah yang diukur oleh spektofotometer UV/Vis. Intensitas warna yang terjadi akan sebanding dengan konsentrasi ammonium dalam sampel (Cole, D.J.A, 1996). Reaksi yang terjadi pada sampel limbah cair setelah ditambah Reagen Nessler: HgI2(s) + KI(s) K2[HgI4]
Reagens Nessler
2K2 [HgI4] + 2NH4+ NH2HgI3 + 4KI + NH4I + 2H+
Hasil pengukuran persentase adsorpsi ammonium optimum berada pada 98,08% dengan massa zeolit 100 g. Hal ini sesuai dengan sifat daripada zeolit itu sendiri sebagai pengadsorpsi dimana zeolit mempunyai kemampuan menyerap sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan atau gas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi diantaranya : luas permukaan, ukuran pori, kelarutan adsorbat, pH dan suhu. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi diantaranya : ukuran partikel, konsentrasi adsorbat dalam larutan, suhu larutan, dan agitasi (pengadukan). Adsorpsi zeolit yang terjadi termasuk adsorpsi fisikal karena tidak terjadi perubahan struktur fisik zeolit. (Setyawan, P.H.D, 2002).
Sifat yang kedua yaitu sebagai penukar kation artinya kation-kation dalam zeolit dapat dipertukarkan dengan kation lain. Hal ini dilihat zeolit mengandung kation dan molekul air yang dapat menjaga kesetimbangan subsitusi Si4+ dan Al3+ sehingga tidak menyebabkan zeolit bermuatan negatif. Kation tersebut dapat bergerak bebas dalam saluran rongga zeolit sehingga dapat dipertukarkan dengan kation lain. Proses pertukaran ion tidak menyebabkan perubahan struktur dari zeolit alam.
(58)
Gambar 4.1 Pertukaran Kation antara Ammonium dengan Kation Zeolit
Zeolit mempunyai keselektifan yang tinggi, sehingga sering digunakan untuk mengisolasi kation yang diikat secara selektif. Zeolit alam dapat mereduksi secara signifikan kandungan ammonium yang bisa digunakan dalam menghilangkan bau dalam peternakan. Di samping itu, ammonium yang diabsorpsi oleh zeolit dapat digunakan sebagai pupuk pelepas lambat. Tingginya kapasitas absorpsi terhadap ammonium menyebabkan zeolit sangat efektif secara alami dalam mengontrol tingginya konsentrasi ammonium yang dihasilkan dalam peternakan. Dengan demikian terlihat bahwa ammonium dapat diadsorpsi oleh zeolit dalam berbagai aplikasi dan cenderung untuk melakukan pertukaran kation dengan zeolit (Poerwadion dan Masduqi, 2004).
(59)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyerapan ammonia (NH3) dari limbah cair peternakan babi oleh zeolit alam Sarulla dengan perendaman selama 3 jam dan suhu aktivasi 3000C secara keseluruhan dapat disimpulan bahwa :Zeolit alam Sarulla mampu menyerap ammonia dari limbah cair peternakan babi, dan penambahan massa zeolit alam Sarulla 100 g merupakan massa optimum dari adsorpsi zeolit dengan nilai kapasitas adsorpsi 98,08%. Terbukti pada nilai konsentrasi ammonium pada filtrat berkurang dari konsentrasi ammonium limbah cair awal yaitu dari 427,23 mg / L menjadi 8,2 mg / L.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan penulis menyarankan :
1. Perlu diadakan studi kelayakan secara ekonomi dan disosialisasikan kepada masyarakat peternak babi untuk menggunakan zeolit alam Sarulla aktif dalam pengamanan bau yang ditimbulkan oleh limbah ternak.
2. Perlu dilakukan penelitian regenerasi zeolit alam Sarulla sebagai penyerap ammonia dari limbah cair peternakan.
3. Perlu dilakukan penelitian pengaplikasian zeolit alam Sarulla yang terserap ammonia terhadap kesuburan tanah.
(60)
DAFTAR PUSTAKA
Andreason, M.P. Baekbo and K. Nielsen. 1994. The Effect of Aerial Ammonia on The MIRD Complex. Proc. 13th Int. IPVS Congress. Bangkok, Thailand p : 429. Amstrong. W.J. 1998. Air Kehidupan. Jakarta : Gedia Pustaka Utama
Aritonang. D, 1993. Pencemaran dan Pengolahan Usaha Ternak Babi, Penebar Swadaya. Jakarta
Army, H.R. dkk, 2006, Teaching Materials Heat Matter : An Interactive Multi – Media Module on Zeolit in General Chemistry, Journals.
Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara, 2006, Kajian Bahan Galian Zeolit untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk.
Banon, C. dan Suharto, T.E, 2008. Adsorpsi Ammonia oleh Adsorben Zeolit Alam yang Diaktivasi dengan Larutan Ammonia Nitrat, Jurnal Gradien Vol 4 No. 354 – 360
Cheetam, D, A, 1992, Solid State Compound, Oxford University Press, 234 – 237. Cole, D.J.A.G. Scheurink and W.J. de Koning, 1996. Ammonia in Pig Buildings in the
Netherlands. In Lyons, T.P. and K.K. Jacques, 1996. Biotechnology in the Feed
Industry. Proc. Of Alltech’s 12 th Annual symp. Nottingham University Press. Ames. 409. P
Curtis, S.E. 1983. Environmental Management in Annual Agriculture. Iowa State University Press. Ames. 409.P
Day, D.L. 1977. Utilization of Livestock waste as feed and other dietary products. In Taiganides, E.P 1997. Animal Waste Applied Science Publisher Ltd. London. P : 295 – 314.
Deni. S, dkk, 2009, Adsorpsi Fenol dalam Limbah dengan Zeolit Alam Terkalsinasi, Jurnal Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, November 2009.
Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2010, 2007 Data Statistik Ternak Babi.
(61)
Dyer, A. 1988, An Introduction to Zeolite Molecular Sieves, Jhon Wiley and Sons Ltd, Chichester, England.
Efendi. E. 2005. Adsorpsi Besi dari Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Zeolit Alam. Bandung : Skripsi FMIPA UPI.
Erthan, A, and Ozkan, 2005, CO2 and N2 Adsoption on The Acid (HCl, HNO3, and H3PO4) Treated Zeolites Adsorption, Vol 11, 151 – 156.
Fauzi, L., 2011. Pedoman Penataan Usaha Budidaya Babi Ramah Lingkungan. Jakarta.
Fidaustkubh, 2009. Pencemaran Lingkungan oleh Peternakan Babi dan Upaya Penanggulangannya.
Harjanto, S., 1987 : Lempung Zeolit, Dolomit, dan Magnesit. Publikasi Khusus, Direktorat Sumber Daya Mineral, 108 – 119.
Headon, D.R. 1992. Biotechnology : A Case Study in Identifying Glycocomponents and Enymes to Assist in Reducing Pollution Asia Pasific Lecture Tour, August 17 – 28 , 1992 Alltech Inc. Kentucky P 59 – 60.
Maramba, F.D. 1978 Biogas and Waste Recycling. Maya farm Division. Liberty Flour Milss Inc. Metro, Manila.
Meleyer, J.R., K.E. Brand, M.L. Green, DT. Kelly, A.L. Sutton and M.A. Diekman, 1988. Influence of Manure Gases on the onset on Puberty in Replacement Gilts. Anim. Prod 46 – 82.
Ni Wajan L.P, 1998. Penambahan Mikroorganisme Pengurai Limbah Pada Manur dalam Upaya Mengurangi dampak bau dari usaha peternakan babi di Bali, Tesis Institut Pertanian Bogor.
Noren, O. 1977. Noxious Gases and Odor. In Taiganides, E.P. 1977. Animal Wastes. Applied Science Publisher Ltd. London p : 111-129.
Park dan Komarneni, 1997, Occlusion of KNO3 and NH4NO3 in Natural Zeolites, USA : Penerbit ITB.
Pauzega, 1991. Animal Production in the go’s in Harmony with nature : A case study
in the Netherlands, In Biotecnology in the Feed Industry. Proc. Allech’s 7th ann. Symp. Nicholosville. Kentucky.
(1)
Lampiran 1
Data hasil pengukuran larutan standar NH3 secara spektofotometri visibel
No. Kadar (ppm) Absorbansi (A)
1 2 3 4 5 6
0 0.5
1 1.5
2 2.5
0.236 0.334 0.414 0.535 0.617 0.713
Lampiran 2
Kurva Kalibrasi Larutan Standar NH3
(2)
Alam Sarulla pada waktu kontak 3 jam secara spektofotometri Visibel
Lampiran 3 Massa zeolit alam
Sarulla (gram)
Waktu kontak (jam)
Konsentrasi ammonium (mg/L)
Persen penurunan kadar ammonia (%) 0 10 20 30 40 50 60 80 100
3
427,230 281,684 224,730 175,143 132,760 96,244 92,984 52,426 8,203 0 34,19% 47,39% 59,00% 68,93% 77,47% 78,24% 87,73% 98,08% Lampiran 4Kurva Penentuan Daya Serap Zeolit Alam Sarulla dengan Variasi Massa Zeolit Alam Sarulla pada waktu kontak 3 jam
(3)
427.23 281.684 224.73 175.1434 132.7595 96.244 92.9838 52.4256 8.2 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Zawal 10 20 30 40 50 60 80 100 110 Lampiran 5
Hubungan antara massa zeolit alam Sarulla dengan kapasitas adsorpsi (Konsentrasi ammonia mg/L)
Variasi massa zeolit (g)
Lampiran 6 Ads or ps i ze oli t (mg /L )
(4)
Lampiran 6
(5)
Lampiran 7
(6)