Pemanfaatan Cendawan Endofit Sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Penyakit Daun Keriting Kuning Dan Serangga Vektor Bemisia Tabaci

PENGENDALIAN INFEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG
VANAME DENGAN EKSTRAK KUNYIT-SAMBILOTO
DALAM PAKAN DI KARAMBA JARING APUNG,
KEPULAUAN SERIBU

SHAVIKA MIRANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengendalian Infeksi
Vibrio harveyi pada Udang Vaname dengan Ekstrak Kunyit-Sambiloto dalam
Pakan di Karamba Jaring Apung, Kepulauan Seribu adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Shavika Miranti
NIM C151130291

RINGKASAN
SHAVIKA MIRANTI. Pengendalian Infeksi Vibrio harveyi pada Udang Vaname
dengan Ekstrak Kunyit-Sambiloto dalam Pakan di Karamba Jaring Apung,
Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan
TATAG BUDIARDI.
Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di karamba jaring apung
(KJA) laut adalah inovasi pemanfaatan potensi laut di Indonesia. Salah satu
keuntungannya adalah oksigen yang melimpah di laut sehingga menghemat energi
dan biaya produksi. Namun, dinamika kondisi lingkungan air laut terhadap ukuran
tebar yang masih kecil dan padat tebar tinggi dapat memicu faktor stres pada
udang. Meskipun hal tersebut diminimalkan lewat pemilihan lokasi (site selection)
yang baik, tetapi pada suatu perairan terbuka akan terdapat faktor lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan pada musim-musim tertentu. Hal tersebut dapat

mengganggu pertumbuhan, menurunkan sistem imun udang bahkan kematian dari
udang yang dipelihara. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas
campuran ekstrak kunyit-sambiloto dalam pakan untuk meningkatkan sistem imun
udang sebagai upaya pengendalian penyakit akibat bakteri V. harveyi pada udang
vaname. Selain itu, penelitian ini juga untuk membangun teknologi terapan
budidaya udang vaname di laut, khususnya dalam manajemen kesehatan udang.
Tahapan dari penelitian ini dimulai dengan menentukan dosis campuran
ekstrak kunyit-sambiloto yang tepat lewat uji in vitro, hasil yang terbaik terdapat
pada campuran ekstrak kunyit-sambiloto 4+2 g L-1. Setelah itu dilakukan
pembuatan pakan, menggunakan pakan komersil (protein 40%) yang dicetak
kembali (repelleting) setelah dicampur ekstrak kunyit-sambiloto 4+2 g kg-1 pakan
untuk pakan uji dan tanpa campuran tersebut untuk pakan kontrol. Tahap
selanjutnya yaitu uji pendahuluan di laboratorium selama 17 hari (10 hari sebelum
dan 7 hari setelah uji tantang), terdiri dari tiga perlakuan (kontrol negatif, kontrol
positif, pakan uji) masing-masing dengan tiga ulangan. Setelah itu, dilakukan uji
in vivo sebelum uji tantang di KJA laut (30 hari), terdiri dari dua perlakuan (pakan
kontrol dan pakan uji) masing-masing enam ulangan, selanjutnya uji tantang
dilakukan di laboratorium, pemeliharaan diteruskan selama 10 hari dengan empat
perlakuan (kontrol negatif, positif, pencegahan, dan pengendalian) masing-masing
tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan harian (LPH),

tingkat kelangsungan hidup (TKH), dan rasio konversi pakan (RKP) serta
parameter imunologi yaitu aktivitas prophenoloxidase (proPO) dan respiratory
burst (RB).
TKH pada uji pendahuluan di laboratorium (10 hari) untuk semua perlakuan
tidak berbeda nyata yaitu 100%, LPH dan RKP perlakuan pakan uji lebih baik
yaitu masing-masing 22.89±0.79% hari-1 dan 0.68±0.05 berbeda nyata
dibandingkan perlakuan kontrol. Setelah uji tantang (7 hari), perlakuan pakan uji
lebih baik dibanding kontrol positif untuk parameter TKH, LPH dan RKP bahkan
nilai RKP pakan uji tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif yang secara
berurutan 95.56±1.92%, 9.57±1.31% hari-1, dan 0.44±0.06. Pada uji in vivo di
KJA laut sebelum uji tantang (30 hari), TKH kedua perlakuan tidak berbeda nyata,
pakan kontrol 74.98±10.69% dan pakan uji 79.93±8.65%. LPH dan RKP pakan
uji memiliki nilai yang lebih baik dan berbeda nyata dengan pakan kontrol,

15.33±0.07% hari-1 dan 0.80±0.01. Pada uji in vivo setelah uji tantang (10 hari),
nilai terbaik terdapat pada perlakuan pengendalian, dengan parameter imunologi
yaitu proPO pada hari ketiga setelah uji tantang (H33) dan RB pada hari kedua
dan ketiga setelah uji tantang (H32 dan H33), serta parameter kinerja produksi
TKH, LPH, dan RKP yang secara berurutan, 88.15±1.28%, 3.80±0.07% hari-1,
dan 0.99±0.02. Pakan dengan campuran ekstrak kunyit-sambiloto 4+2 g kg-1

pakan, mampu meningkatkan sistem imun udang terhadap infeksi penyakit akibat
bakteri V. harveyi pada perlakuan pengendalian yang diberikan selama 30 hari di
awal pemeliharaan dan 10 hari setelah uji tantang.
Kata kunci: kunyit, sambiloto, udang vaname, karamba jaring apung

SUMMARY
SHAVIKA MIRANTI. Controlling of Vibrio harveyi infection on White Shrimp
with Curcuma longa-Andrographis paniculata Extract in Diets at Floating Cage
Culture, Thousand Islands. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM
and TATAG BUDIARDI.
White shrimp farming in floating cage in the sea is an innovative culture
technology for exploiting marine potential in Indonesia. The abundant of oxygen
in the sea is one of the advantages of this technique to saving the energy and
production cost. The high dynamic of seawater environmental conditions can
trigger stress factors to shrimp with high stocking density and small size.
Although it is minimized with the preparation of site selection, there will be
certain seasons an open water environment factors can not be controlled. It can
effect to growth, decrease the immune system of shrimp and even high mortality.
The aimed of this research was to evaluated the effectiveness mixture of Curcuma
longa-Andrographis paniculata extract in diets to increase the immune system of

shrimp as an effort to control the disease caused by V. harveyi in white shrimp. In
addition, to establish the apply technology in white shrimp farming in the sea,
especially in the healthy management of shrimp.
Stages of this research started with in vitro test to finded the dose of mixture
C. longa-A. paniculata extract, the best results was 4+2 g L-1. Furthermore,
commercial feed was repelleting after mixed with the extract, 4+2 g kg-1 for
treatment diet and without the extract mixture to control diet. The preliminary test
in the laboratory for 17 days (10 days before and 7 days after the challenged test),
consisted of three experimental design (the negative and positive control and also
treatment diet) with three replications. The in vivo test before the challenged test
in floating cage in the sea (30 days), two experimental design (controls and
treatment diet) with six replications, continued after challenged test in the
laboratory (10 days), four experimental design (negative, positive, preventive, and
controlling) with three replications. The survival rate (SR), specific growth rate
(SGR), and feeding convertion rasio (FCR) were evaluated in the in vivo test and
also immunology parameters, prophenoloxidase (proPO) activity and respiratory
burst (RB) after challenged test.
SR on preliminary test before the challenged test in the laboratory (10 days)
were not significant different, 100% for all treatment, SGR and FCR were better,
22.89 ± 0.79% day-1 and 0.68 ± 0.05 for treatment diet and significantly different

compared to the control. After the challenged test (7 days), all parameters, SR,
SGR, and FCR on treatment diet better than positive control and moreover the
value of FCR were not significant different with negative control, 95.56±1.92%,
9.57±1.31% days-1, and 0.44±0.06, respectively. The in vivo test in floating cage
in the sea before the challenged test (30 days) showed that SR were not significant
different, 74.98±10.69% control diet and 79.93±8.65% treatment diet. SGR and
FCR value were better and significant different on treatment diet, 15.33±0.07%
day-1 and 0.80±0.01 compared to control diet. The in vivo test after the challenged
test (10 days) showed that controlling was the best value of immunology and
production paramaters compared to positive, which the proPO was on days-3 after
challenged test dan RB was on days-2 and 3 after challenged test. The production

parameters, SR, SGR, and FCR of control, 88.15±1.28%, 3.80±0.07% day-1, and
0.99±0.02, respectively. Diets with mixture of C. longa-A. paniculata extract 4+2
g kg-1, can increase the immune system of shrimps againts the infection of
V.harveyi on controlling which feed during 30 days at early stage culture and 10
days after the challenged test.
Keywords: Curcuma longa, Andrographis paniculata, white shrimp, floating
cage


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGENDALIAN INFEKSI Vibrio harveyi PADA UDANG
VANAME DENGAN EKSTRAK KUNYIT-SAMBILOTO
DALAM PAKAN DI KARAMBA JARING APUNG,
KEPULAUAN SERIBU

SHAVIKA MIRANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Widanarni, MSi

PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian
yang berjudul “Pengendalian Infeksi Vibrio harveyi pada Udang Vaname dengan
Ekstrak Kunyit-Sambiloto dalam Pakan di Karamba Jaring Apung, Kepulauan
Seribu” ini dilaksanakan pada Maret 2015 hingga Juli 2015 di Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan pengujian skala lapangan dilakukan di
Balai Sea Farming, PKSPL, LPPM-IPB, Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu,
DKI Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum
dan Dr. Tatag Budiardi selaku komisi pembimbing atas kesabaran, arahan, dan
motivasi yang diberikan kepada Penulis selama penelitian dan penyusunan tesis.
Terima kasih untuk Ir. Irzal Effendi M.Si. atas izin, kepercayaan, saran dan
dukungan untuk ikut menjalankan penelitian yang merupakan bagian dari
Penelitian Institusi yang ketuai oleh beliau. Terima kasih juga penulis sampaikan
pada Dr. Widanarni yang telah besedia menjadi dosen penguji sekaligus selaku
Komisi Program Studi Ilmu Akuakultur. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh staf Balai Sea Farming (Widi, Anwar, Riky, Ibrohim)
dan bagian keuangan, PKSPL, LPPM, IPB (Vepryany Oktaviarty) yang
membantu sehingga penelitian ini berjalan lancar. Ungkapan terima kasih tidak
lupa juga Penulis sampaikan untuk Ayahanda Syaiful Anwar dan Ibunda Hafsah,
Adinda Shella Marlinda dan Keluarga Besar Alm. H. Kamohar Ratuloli atas doa
dan dukungannya, teman-teman terbaik T M Haja Al Muqarammah S.Pi, M.Si,
Fazril Saputra S.Kel, M.Si, Erni Susanti S.Pi, dan Abung Maruli Simanjuntak S.Pi,
M.Si yang telah membantu dalam penelitian ini. Terima kasih kepada
KEMENRISTEK DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPDN kepada
Penulis sehingga dapat melanjutkan program studi pascasarjana ini. Semoga
temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
di bidang perikanan, khususnya untuk manajemen kesehatan budidaya udang di

KJA laut.

Bogor, Januari 2016
Shavika Miranti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
3
3
3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Materi Uji
Rancangan Percobaan
Prosedur Penelitian
Parameter Penelitian
Analisis Data

3
3
4
5
6
8
11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

11
11
16

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 Diameter zona hambat pada media agar plate SWC sebagai hasil uji in
vitro ekstrak kunyit-sambiloto terhadap V. harveyi
2 Analisis parameter kinerja produksi pada uji pendahuluan penggunaan
ekstrak kunyit-sambiloto dalam pakan untuk pengendalian infeksi
bakteri V. harveyi pada udang vaname KN (pakan kontrol 10 hari,
imersi PBS, pakan kontrol 7 hari), KP (pakan kontrol 10 hari, imersi V.
harveyi, pakan kontrol 7 hari), dan PU (pakan uji 10 hari, imersi V.
harveyi, pakan kontrol 7 hari)
3 Analisis parameter kinerja produksi pada uji in vivo penggunaan
ekstrak kunyit-sambiloto dalam pakan untuk pengendalian infeksi
bakteri V. harveyi pada udang vaname KK (pakan kontrol 30 hari di
laut), KU (pakan uji 30 hari di laut), KKN (diimersi PBS, pakan
kontrol 10 hari di Lab), KKP (diimersi V. harveyi, pakan kontrol 10
hari di Lab), KUC (diimersi V. harveyi, pakan kontrol 10 hari di Lab),
dan KUK (diimersi V. harveyi, pakan uji 10 hari di Lab)

11

12

13

DAFTAR GAMBAR
1 Aktivitas prophenoloxidase (proPO) udang vaname yang diberi pakan
mengandung ekstrak kunyit-sambiloto untuk pengendalian infeksi
bakteri V. harveyi. O (analisis sebelum udang ditebar di KJA), KK
(pakan kontrol 30 hari di laut), KU (pakan uji 30 hari di laut), KKN
(diimersi PBS, pakan kontrol 10 hari di Lab), KKP (diimersi V.
harveyi, pakan kontrol 10 hari di Lab), KUC (diimersi V. harveyi,
pakan kontrol 10 hari di Lab), dan KUK (diimersi V. harveyi, pakan
uji 10 hari di Lab) ( uji tantang)
2 Aktivitas respiratory burst (RB) udang vaname yang diberi pakan
mengandung ekstrak kunyit-sambiloto untuk pengendalian infeksi
bakteri V. harveyi. O (analisis sebelum udang ditebar di KJA),KK
(pakan kontrol 30 hari di laut), KU (pakan uji 30 hari di laut), KKN
(diimersi PBS, pakan kontrol 10 hari di Lab), KKP (diimersi V.
harveyi, pakan kontrol 10 hari di Lab), KUC (diimersi V. harveyi,
pakan kontrol 10 hari di Lab), dan KUK (diimersi V. harveyi, pakan
uji 10 hari di Lab) ( uji tantang)
3 Glukosa plasma tubuh udang vaname yang diberi pakan mengandung
ekstrak kunyit-sambiloto untuk pengendalian infeksi bakteri V.
harveyi. O (analisis sebelum udang ditebar di KJA), KK (pakan
kontrol 30 hari di laut), KU (pakan uji 30 hari di laut), KKN (diimersi
PBS, pakan kontrol 10 hari di Lab), KKP (diimersi V. harveyi, pakan
kontrol 10 hari di Lab), KUC (diimersi V. harveyi, pakan kontrol 10
hari di Lab), dan KUK (diimersi V. harveyi, pakan uji 10 hari di Lab)
( uji tantang)

14

15

16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil identifikasi Vibrio harveyi
2 Proses ekstraksi kunyit dan sambiloto di Balittro (Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat) Cimanggu, Bogor, Jawa Barat
3 Hasil uji fitokimia ekstrak kunyit Curcuma longa
4 Hasil uji fitokimia ekstrak sambiloto Andrographis paniculata
5 Hasil uji proksimat pakan
6 Perhitungan LC50
7 Prosedur analisis kadar glukosa menggunakan KIT Glucose GOD FS
dari DiaSys International
8 Hasil analisis statistik

23
23
24
24
25
25
26
26

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi pengembangan perikanan budidaya yang sangat
besar, namun tingkat pemanfaatan potensi tersebut masih kecil. Potensi budidaya
laut (marikultur) diperkirakan mencapai 8.363.501 ha, namun baru dimanfaatkan
seluas 74.543 ha atau sekitar 0,9% (KKP 2011). Salah satu wilayah di Indonesia
yang dapat dikembangkan marikulturnya adalah laut Kepulauan Seribu. Laut
adalah sumber kehidupan dan menjadi aset produksi bagi kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Kepulauan Seribu yang 99% kawasannya berupa laut.
Memproduksi udang di perairan laut Kepulauan Seribu memiliki keuntungan
yaitu akan mendekatkan sentra produksi kepada pasar kota metropolitan DKI
Jakarta dan kawasan megapolitan Jabodetabek Bapunjur, sehingga rantai
pemasaran menjadi lebih efisien.
Budidaya udang di laut dalam KJA (karamba jaring apung) merupakan
sebuah inovasi dalam marikultur yang memiliki beberapa keuntungan, diantaranya
adalah untuk mengurangi konflik kepentingan pemanfaatan lahan di darat yang
semakin sempit dan juga sebagai upaya untuk memanfaatkan potensi marikultur
yang kita miliki. Selain itu, sistem ini juga dapat mengurangi biaya produksi
karena ketersediaan oksigen yang selalu tersedia akibat dinamisnya air laut
sehingga hemat energi dan padat tebar yang digunakan juga bisa diarahkan pada
intensifikasi. Inovasi ini juga dapat menjadi alternatif dalam menghadapi isu
negatif pengembangan tambak udang di pesisir yang berpotensi merusak hutan
mangrove (Lombardi et al. 2006). Saat ini, udang vaname (Litopenaeus
vannamei) memiliki harga yang tinggi dan pasar yang bagus (baik domestik
maupun ekspor), bahkan sudah ada pasar udang hidup dengan taste natural,
dengan harga yang jauh lebih tinggi (harga premium), yang digunakan untuk
sushi atau sashimi di kota besar di Indonesia dan dunia. Umumnya udang vaname
diproduksi dalam tambak air payau di darat (inland aquaculture), dan hampir
seluruhnya dipasarkan dalam kondisi segar dan beku. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa udang ini bisa dibudidayakan di laut (Zarain-Herzberg et al.
2010), dan udang vaname laut memiliki rasa, tekstur dan aroma yang lebih baik
dibandingkan dengan udang vaname tambak.
Upaya untuk membudidayakan udang vaname di laut dihadapkan pada
dinamika kondisi lingkungan air laut terhadap ukuran tebar yang masih kecil dan
padat tebar tinggi sehingga dapat memicu faktor stres pada udang. Meskipun hal
tersebut diminimalkan lewat pemilihan lokasi (site selection) yang baik, tetapi
pada suatu perairan terbuka akan terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan pada musim-musim tertentu. Hal tersebut dapat mengganggu
pertumbuhan, menurunkan sistem imun udang bahkan kematian dari udang yang
dipelihara. Ketidakseimbangan antara faktor lingkungan, kondisi udang dan
keberadaan mikroba patogen akan memicu terjadinya penyakit yang bersifat
infeksius. Udang juga sama dengan golongan ikan yang lain yaitu berpotensi
untuk diinfeksi oleh bakteri, virus, cendawan dan juga parasit. Bakteri famili
Vibrionaceae merupakan bakteri yang selalu mendominasi di air laut, plankton,
dan ikan (Tsukamoto et al. 1993). Jenis bakteri yang sering menyebabkan

2
penyakit pada udang vaname adalah Vibrio harveyi. Bakteri ini menyebabkan
penyakit vibriosis pada udang, dan sangat patogen bagi larva udang sehingga
menyebabkan kematian massal (Vandenberghe et al. 1999).
Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
antibiotik seperti oksitetrasiklin (OTC) (Nogueira-Lima et al. 2006). Namun,
pengendalian tersebut lebih bersifat pengobatan. Penggunaan antibiotik pada
budidaya udang juga mempunyai dampak negatif pada lingkungan akuatik dan
residunya membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Reed et al.
2003). Penggunaan antibiotik juga dapat menyebabkan berkembangnya strain
bakteri yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Bahkan V. harveyi telah
menunjukkan sifat resisten pada beberapa antibiotik seperti chloramphenicol,
erythromichin, dan furazolidone (Karunasagar et al. 1994)
Manajemen produksi yang tepat perlu dilakukan untuk menangani
permasalahan ini antara lain melalui manajemen kesehatan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan penggunaan bahan alami dalam pakan yang dapat berfungsi
meningkatkan sistem imun dan bersifat antibakteri, mempertahankan
kelangsungan hidup serta meningkatkan pertumbuhan. Bahan alami yang ramah
lingkungan dan tidak menimbulkan residu jika dikonsumsi udang dapat diperoleh
dari tanaman herbal yang telah diujikan pada beberapa penelitian, diantaranya
adalah kunyit (Curcuma longa) dan sambiloto (Andrographis paniculata). Kunyit
memiliki kandungan bahan aktif golongan phenolic yaitu diarylheptanoids,
dengan komponen yang paling banyak adalah curcuminoids yang terdiri dari
curcumin, monodemethyoxycurcumin dan bisdemethyoxycurcumin (Pfeiffer et al.
2003; Herebian et al. 2009). Curcuminoids memiliki manfaat sebagai antiinflamasi, antioksidan, antikarsinogenik,
antimutagenik, antikoagulan,
antidiabetik, antibakterial, antifungal, antiprotozoal, antiviral, antivenom, dan
antiradang (Kumar et al. 2011). Sambiloto memiliki tiga komponen senyawa aktif
utama golongan diterpenoid lakton dalam daunnya, yaitu andrografolide, neoandrografolid dan deoxyandrografolid (Chao and Lin 2010). Selain itu, ada
komponen lain yaitu saponin, flavonoid, dan tanin (Chatterjee et al. 2014).
Sambiloto memiliki manfaat sebagai anti-inflamasi, antioksidan, antikanker,
immunodulasi, anti-infeksi, antihepatotoksisitas, anti-aterosklerosis, dan
antihiperglicemia (Chao and Lin 2010).
Pemanfaatan kunyit dan sambiloto baik sebagai antibakteri, imunostimulan,
maupun penambah nafsu makan telah diujikan secara terpisah pada beberapa
hewan uji. Pada budidaya ikan air tawar, kunyit telah diujikan melalui pemberian
lewat pakan dengan dosis 1:1 (v/w) yaitu 1 liter ekstrak kunyit (100 g L-1) untuk 1
kg pakan pada perlakuan pengobatan ikan lele Clarias sp. yang diinfeksi dengan
bakteri Edwardsiella tarda dan hasilnya menunjukkan tingkat kelangsungan hidup
ikan lele sebesar 86,67% (Wahjuningrum et al. 2014). Begitu pula sambiloto
pernah diujikan dengan metode yang sama pada dosis 2 gr 60 ml-1 yang dicampur
pada 100 g pakan memberikan tingkat kelangsungan hidup 100% pada perlakuan
pencegahan dan 93,33% pada pengobatan ikan lele Clarias sp. yang diinfeksi
Aeromonas hydrophila (Angka 2005). Ekstrak kunyit (15 g kg-1 pakan) diberikan
selama 9 minggu pada udang vaname mampu mempertahankan tingkat
kelangsungan hidup (TKH) lebih baik saat diinfeksi V. harveyi dibandingkan
perlakuan kontrol, meningkatkan nilai THC (Total Hemocyte Count) dan proPO
(prophenoloxidase) (Lawhavinit et al. 2011). Bioenkapsulasi artemia dengan

3
ekstrak sambiloto (400 mg L-1) sebagai pakan alami udang windu Penaeus
monodon juga mampu mempertahankan TKH dan laju pertumbuhan harian (LPH)
tetap tinggi setelah diinfeksi Vibrio sp. (Citarasu et al. 2003). Penelitian
penggunaan campuran bahan alami seperti ekstrak kunyit-sambiloto pada pakan
udang perlu diteliti untuk menguji keefektifan kedua bahan tersebut ketika
diberikan secara bersaman untuk meningkatkan sistem imun udang yang
dipelihara di laut agar dapat menanggulangi permasalahan penyakit akibat bakteri.
Penelitian ini diharapkan akan menjadi salah satu teknologi terapan dalam
manajemen kesehatan udang vaname yang dibudidayakan di laut.
Perumusan Masalah
Dinamika air laut yang tinggi akan menjadi masalah pada ukuran tebar
udang yang kecil dan padat penebaran tinggi. Kondisi tersebut dapat memicu
faktor stres pada udang yang dapat mengganggu pertumbuhan dan menurunnya
sistem imun udang sehingga mudah terinfeksi penyakit akibat bakteri.
Penggunaan antibiotik sebagai pengendalian penyakit pada udang tidak lagi
diperbolehkan. Oleh karena itu, penelitian penggunaan campuran bahan alami
seperti ekstrak kunyit-sambiloto pada pakan udang perlu diteliti untuk
mengevaluasi keefektifannya dalam meningkatkan sistem imun udang agar dapat
menanggulangi permasalahan penyakit akibat bakteri V. harveyi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas campuran ekstrak
kunyit-sambiloto dalam pakan untuk meningkatkan sistem imun udang sebagai
upaya pengendalian penyakit akibat bakteri V. harveyi pada udang vaname. Selain
itu, penelitian ini juga untuk membangun teknologi terapan budidaya udang
vaname di laut, khususnya dalam manajemen kesehatan udang.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah campuran ekstrak kunyit-sambiloto dalam
pakan mampu meningkatkan sistem imun udang sehingga memberikan
kelangsungan hidup yang tinggi pada udang vaname yang diuji tantang dengan
bakteri V. harveyi.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari Maret sampai Juli 2015. Pengujian tahap lab
atau uji in vitro dan uji pendahuluan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instititut
Pertanian Bogor sedangkan pengujian skala lapangan atau uji in vivo dilakukan di
Balai Sea Farming, PKSPL, LPPM-IPB, Semak Daun, Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta.

4
Materi Uji
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Udang yang digunakan pada penelitian ini adalah benur pascalarva PL-10
yang berasal dari hatchery PT. Suri Tani Pemuka di Labuan, Banten. Udang PL10 digunakan pada uji pendahuluan dan uji in vivo di KJA laut sedangkan pada
uji in vivo di laboratorium (uji tantang) adalah udang yang sudah dipelihara
selama 30 hari pada uji in vivo di KJA laut.
Bakteri Uji
Jenis bakteri yang digunakan adalah Vibrio harveyi, isolat didapat dari hasil
isolasi pada sampel media pemeliharaan larva udang di PT. Suri Tani Pemuka,
Labuan, Banten. Air dari media pemeliharaan (100 µl) disebar pada media agar
thiosulphate citrate bile-salt sucrose (TCBS), diinkubasi 24 jam pada suhu 28oC.
Koloni yang tumbuh dengan warna hijau dan berpendar pada ruang gelap, dikultur
kembali dengan metode kuadran. Koloni yang tumbuh pada kuadran ketiga atau
keempat dikultur pada agar miring sea water complete (SWC), selanjutnya
diidentifikasi lewat pewarnaan Gram sekaligus untuk melihat kemurnian dari
koloni yang dipilih. Setelah mendapatkan isolat dengan Gram yang sesuai dan
murni, bakteri dikultur pada media agar miring SWC kemudian diuji fisiologi dan
biokimia dengan API 20E strips (BioMérieux) (Lampiran 1). Isolat yang sudah
teridentifikasi sebagai V. harveyi dikultur sebagai stok pada agar miring SWC.
Selanjutnya, isolat yang telah dimiliki juga diberi penanda resisten terhadap
antibiotik rifampicin sebagai penanda (marker) untuk membedakan bakteri yang
diinokulasikan pada udang uji dengan bakteri yang telah alami ada pada tubuh
udang tersebut (Widanarni et al. 2004). Sebanyak satu ose isolat V. harveyi
dikultur dalam 25 ml media SWC cair selama 18 jam dalam waterbath shaker 150
rpm pada suhu 28oC. Setelah itu 1 ml hasil kultur disentrifuse 6000 rpm 5 menit,
supernatannya dibuang, endapan disuspensi kembali dengan 100 µl phosphate
buffer saline (PBS), lalu disebar pada media agar TCBS yang mengandung
rifampicin 50 µg/ml media, koloni yang tetap tumbuh dikultur kembali pada
media agar miring SWC dan dijadikan isolat untuk digunakan pada uji selanjutnya
(modifikasi dari Widanarni et al. 2003). Selanjutnya satu ose isolat tersebut
dikultur kembali dalam 25 ml media SWC cair selama 18 jam dalam waterbath
shaker 150 rpm pada suhu 28oC, lalu dilakukan total plate count (TPC) untuk
menghitung kepadatan bakteri dari satu ose isolat tersebut.
Ekstrak Kunyit (Curcuma longa) – Sambiloto (Andrographis paniculata)
Ekstrak kunyit dan sambiloto digunakan sebagai bahan dasar untuk uji in
vitro dalam menentukan dosis yang nantinya akan dicampurkan dalam pakan.
Ekstrak tersebut diproses di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
(Balittro) Cimanggu, Bogor, Jawa Barat (Lampiran 2). Selain itu, dilakukan juga
analisis bahan aktif yang terkandung didalam ekstrak kunyit dan sambiloto yang
dibuat (Lampiran 3 dan 4).
Pakan
Pakan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pakan yang berasal dari
pakan komersil (protein 40%) tipe tepung untuk udang, kemudian dicetak kembali

5
(repelleting) setelah dicampurkan dengan bahan tambahan untuk masing-masing
pakan. Pakan tanpa campuran ekstrak kunyit-sambiloto dalam penelitian ini
disebut sebagai pakan kontrol dan pakan yang mengandung campuran ekstrak
kunyit-sambiloto disebut sebagai pakan uji.
Pakan kontrol pada penelitian ini mendapat tambahan vitamin C 0,1% dan
carboxyl methyl cellulose (CMC) sebagai binder 30 ppt/kg pakan. Pada pakan uji
ditambahkan ekstrak kunyit-sambiloto, dosis yang digunakan didapat dari hasil uji
in vitro. Selain itu, pada pakan ini juga ditambahkan vitamin C 0,1% dan CMC
sebagai binder 30 ppt/kg pakan. Setelah bahan tercampur rata, pakan dicetak lalu
dioven 24 jam pada suhu 60oC setelah itu ditepungkan kembali menggunakan
mesin penepung pakan. Selanjutnya dilakukan analisis proksimat pakan untuk
kedua pakan tersebut (Lampiran 5).
Rancangan Percobaan
Penelitian ini terdiri dari uji in vitro, uji pendahuluan skala laboratorium
selama 17 hari (10 hari sebelum dan 7 hari setelah uji tantang), dan uji in vivo
skala lapangan sebelum uji tantang di KJA laut (30 hari), dan uji in vivo di
laboratorium setelah uji tantang (10 hari). Uji in vitro dilakukan untuk
menentukan dosis ekstrak kunyit-sambiloto yang akan dicampurkan dalam pakan,
5 dosis dengan 2 ulangan. Uji pendahuluan skala laboratorium terdiri dari 3
perlakuan dan 3 ulangan untuk mengevalusi ekstrak kunyit-sambiloto dalam
pakan terhadap respons udang pada skala laboratorium. Pada uji in vivo skala
lapangan sebelum uji tantang di KJA laut, terdiri dari 2 perlakuan dan 6 ulangan
dan uji in vivo di laboratorium setelah uji tantang, 4 perlakuan dan 3 ulangan.
Rancangan perlakuan pada uji pendahuluan skala laboratorium diuraikan sebagai
berikut :
KN : Kontrol Negatif, udang diberi pakan kontrol selama 10 hari selanjutnya
udang diimersi (direndam) dengan PBS (phosphate buffer saline),
pemeliharaan dilanjutkan selama 7 hari, dan diberi pakan kontrol.
KP : Kontrol Positif, udang diberi pakan kontrol selama 10 hari selanjutnya
udang diimersi dengan V.harveyi, pemeliharaan dilanjutkan selama 7
hari, dan diberi pakan kontrol.
PU : Pakan Uji, udang diberi pakan uji selama 10 hari selanjutnya udang
diimersi dengan V.harveyi, pemeliharaan dilanjutkan selama 7 hari, dan
diberi pakan kontrol.

KN: H1

Pakan Kontrol

Imersi PBS
H10 ↓ H11

Pakan Kontrol

H17

Pakan Kontrol

H17

Pakan Kontrol

H17

KP:

H1

Pakan Kontrol

Imersi V.harveyi
H10 ↓ H11

PU:

H1

Pakan Uji

Imersi V.harveyi
H10 ↓ H11

6
Rancangan perlakuan pada uji in vivo di KJA laut sebelum uji tantang
diuraikan sebagai berikut :
KK : Karamba Kontrol, udang diberi pakan kontrol selama 30 hari
KU : Karamba Uji, udang diberi pakan uji selama 30 hari
Rancangan perlakuan pada uji in vivo di laboratorium setelah uji tantang
tersebut diuraikan sebagai berikut :
KKN : Karamba Kontrol Negatif, udang diimersi dengan PBS dan 10 hari
selanjutnya udang diberi pakan kontrol.
KKP : Karamba Kontrol Positif, udang diimersi dengan V.harveyi dan 10 hari
selanjutnya udang diberi pakan kontrol.
KUC : Karamba Udang Pencegahan, udang diimersi dengan V.harveyi dan 10
hari selanjutnya udang diberi pakan kontrol.
KUK : Karamba Udang Pengendalian, udang diimersi dengan V.harveyi dan 10
hari selanjutnya udang tetap diberi pakan uji.

KKN:

H1

Pakan Kontrol

Imersi PBS
H30 ↓ H31

Pakan Kontrol

H40

KKP:

H1

Pakan Kontrol

Imersi V.harveyi
H30 ↓ H31

Pakan Kontrol

H40

Pakan Kontrol

H40

Pakan Uji

H40

KUC:

H1

Pakan Uji

Imersi V.harveyi
H30 ↓ H31

KUK

H1

Pakan Uji

Imersi V.harveyi
H30 ↓ H31

Prosedur Penelitian
Peningkatan Virulensi Bakteri Uji
Bakteri uji (V. harveyi) ditingkatkan virulensinya melalui metode postulat
Koch sebelum digunakan pada uji tantang. Sebanyak satu ose bakteri diambil dari
hasil kultur pada media agar miring SWC terbaru berumur 24-48 jam dan
diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml media SWC cair, kemudian
diinkubasi selama 18 jam dengan suhu 28 oC pada inkubator bergoyang
(waterbath shaker) dengan kecepatan 150 rpm. Setelah itu diambil sebanyak 1 ml
dengan menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam mikrotube,
disentrifuse 6000 rpm sekitar 5 menit dan dibuang supernatannya. Endapan yang
diperoleh dicuci dengan 1 ml phosphate buffer saline (PBS) lalu dihomogenkan
dengan vortex dan disentrifuse kembali dan buang supernatannya (dilakukan
sebanyak 2 kali). Setelah itu 1 ml PBS dicampurkan kembali dengan endapan
yang sudah dicuci selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan diambil 0.1 ml
untuk diinjeksikan lewat ventral sinus cephalothorax (segmen kedua abdominal)
pada udang uji untuk menguji virulensinya. Setelah udang menunjukkan gejala
klinis, udang dibedah dan dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum
ose steril ke usus dan organ lainnya yang menunjukkan kelainan kemudian

7
dibiakkan di media thiosulphate citrate bile-salt sucrose (TCBS) yang
mengandung rifampicin 50 µg/ml dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28oC.
Untuk mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh
terpisah dan berlainan morfologinya dibiakkan kembali ke dalam agar miring
SWC dan diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam selanjutnya diidentifikasi
kembali yang meliputi uji oksidatif/fermentatif, uji oksidase, uji katalase, uji
motilitas dan pewarnaan Gram (Baumann et al. 1994) untuk memastikan kelainan
yang terjadi pada organ-organ tersebut disebabkan oleh bakteri yang dinjeksikan.
Setelah hasil identifikasinya sesuai, bakteri dikultur kembali pada agar miring
SWC. Bakteri inilah yang akan digunakan pada uji selanjutnya.
Penentuan Nilai LC50 (Lethal Concentration 50)
Penentuan nilai LC50 ini penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
bakteri V. harveyi yang akan digunakan pada uji tantang karena pada uji ini akan
diketahui konsentrasi bakteri yang dapat menyebabkan kematian hingga setengah
dari populasi udang uji. Untuk uji LC50 disiapkan 12 akuarium yang diisi masingmasing 10 ekor udang uji PL-40. Pada uji ini udang diimersi atau direndam dalam
1 liter air yang berisi bakteri uji dengan masing-masing konsentrasi yang
ditentukan selama 1 jam. Terdapat 4 konsentrasi yang diujikan yaitu 107, 106, 105,
dan 104 cfu/ml, setiap konsentrasi bakteri terdiri dari 3 ulangan. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah udang yang masih hidup dan yang mati
sampai hari ke-7. Kemudian dilakukan penghitungan dengan metode Reed
Muench (1938) untuk mengetahui nilai LC50-nya (Lampiran 6).
Uji In Vitro
Uji in vitro ini dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak
kunyit dan sambiloto yang digunakan terhadap bakteri V. harveyi dengan metode
Kirby-Bauer (Lay 1994). Sebelumnya dipersiapkan campuran ekstrak kunyit dan
sambiloto dalam beberapa kombinasi dosis. Hal ini dilakukan untuk melihat dosis
yang paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri uji dalam media agar plate
SWC yang digunakan. Selanjutnya V. harveyi yang telah dikultur pada SWC cair
disebar sebanyak 0,1 ml pada permukaan agar plate SWC menggunakan batang
penyebar agar merata. Kemudian kertas cakram (d=0,5 cm) direndam dalam
cairan yang mengandung ekstrak campuran kunyit dan sambiloto sesuai dosis
yang telah ditentukan selama 5 menit. Dosis kombinasi kunyit dan sambiloto
adalah 2+2 gr/L, 4+2 gr/L, 6+2 gr/L, 2+4 gr/L, dan 2+6 gr/L. Setelah itu, kertas
diambil dengan menggunakan pinset, diangin-anginkan dan ditempatkan pada
permukaan agar yang telah disebar bakteri lalu diinkubasi pada suhu 28 oC selama
24-48 jam. Masing-masing dosis yang diujikan tersebut dibuat dalam 3 ulangan.
Zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram diukur dengan
menggunakan penggaris (ketelitian 1 mm). Dosis yang menghasilkan zona hambat
dievaluasi dari segi hasil, efisiensi penggunaan ekstrak dalam jumlah besar, dan
faktor kandungan bahan aktif yang dapat bersifat toksik pada udang sebelum
diputuskan untuk digunakan dalam pakan pada pengujian in vivo.
Uji Pendahuluan (Skala Laboratorium)
Uji pendahuluan dilakukan untuk melihat respons udang terhadap pakan uji
yang diberikan. Uji ini dilakukan setelah dosis ekstrak kunyit-sambiloto diperoleh

8
dari hasil uji in vitro dan pakan uji telah siap. Uji pendahuluan pada skala
laboratorium menggunakan akuarium berukuran 30x20x20 cm3 dengan padat
tebar benur pascalarva PL-10 sebanyak 30 ekor/akuarium. Benur udang berasal
dari hatchery PT. Suri Tani Pemuka, Labuan, Banten. Uji pendahuluan terdiri
dari 3 perlakuan dan 3 ulangan, KN (kontrol negatif), KP (kontrol positif) dan PU
(pakan uji). Perlakuan KN dan KP diberi pakan kontrol, sedangkan PU diberi
pakan uji selama 10 hari pemeliharaan. Pakan diberikan 3 kali sehari secara at
satiation (sekenyangnya) yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Setelah itu udang
akan diuji tantang dengan bakteri V.harveyi lewat metode imersi (perendaman
selama 1 jam) dengan kepadatan V. harveyi yang digunakan adalah 106 CFU ml-1
(hasil penentuan nilai LC50). Kemudian pemeliharaan dilanjutkan selama 7 hari.
Parameter yang diamati pada uji pendahuluan adalah tingkat kelangsungan hidup
(TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), dan rasio konversi pakan (RKP).
Uji In Vivo (Skala Lapangan)
Uji in vivo sebelum uji tantang menggunakan karamba jaring apung (KJA)
di laut berukuran 1x1x2 m3 yang ada di Balai Sea Farming. Padat penebaran
benur di KJA adalah 700 ekor/m2. Udang dipelihara selama 30 hari yang dibagi
menjadi 2 perlakuan, yaitu 6 KJA untuk perlakuan pakan kontrol (KK) dan 6 KJA
untuk perlakuan pakan uji (KU). Pakan diberikan 3 kali sehari secara at satiation
(sekenyangnya) yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Setelah 30 hari, beberapa
sampel udang ditransportasikan dalam kondisi hidup untuk dilakukan uji tantang
di Laboratorium Kesehatan Ikan, BDP, FPIK, IPB. Udang dari perlakuan KK
dibagi menjadi perlakuan KKN dan KKP, sedangkan dari perlakuan KU dibagi
menjadi perlakuan KUC dan KUK. Setiap perlakuan tersebut terdiri dari 3
ulangan dengan padat penebaran udang 45 ekor/akuarium. Dilakukan adaptasi
selama 3 hari pasca transportasi tersebut. Setelah itu dilakukan uji tantang dengan
metode imersi (perendaman selama 1 jam), dengan kepadatan V. harveyi yang
digunakan adalah 106 CFU ml-1 (hasil penentuan nilai LC50), lalu pemeliharaan
dilanjutkan selama 10 hari dan dilakukan analisis parameter penelitian.
Parameter Penelitian
Analisis parameter penelitian pada uji in vivo skala lapangan terdiri dari
parameter imunologi yaitu, aktivitas prophenoloxidase (proPO) dan respiratory
burst (RB). Analisis glukosa plasma tubuh digunakan untuk melihat respons stres
pada udang akibat perlakuan yang diberikan. Parameter tersebut dianalisis
sebelum perlakuan (H0), sebelum uji tantang (H30) dan setelah uji tantang (H31,
H32, H33 dan H40). Selain itu, dilakukan analisis parameter kinerja produksi baik
pada uji in vivo skala laboratorium maupun lapangan, yang meliputi (1) tingkat
kelangsungan hidup (TKH) udang pada akhir perlakuan, (2) laju pertumbuhan
harian (LPH), dengan acuan bobot udang yang ditimbang saat awal dan akhir
perlakuan, serta (3) rasio konversi pakan (RKP), berdasarkan jumlah konsumsi
pakan yang dihitung dari awal sampai akhir perlakuan.

9
Parameter Imunologi
Pengambilan plasma tubuh udang dilakukan dengan menggerus udang
menggunakan mortar. Udang dibilas tiga kali dengan akuabides steril (ddH20)
dingin. Udang kemudian dicampurkan dengan 0.5 ml ddH20 lalu digerus. Setelah
halus sebanyak ± 1 ml dipindahkan dalam mikrotube lalu disentrifuse 8050 rpm
pada suhu 4oC selama 10 menit. Supernatan dipisahkan ke mikrotube lain sebagai
cairan tubuh udang yang siap dianalisis (Martin et al. 2012).
Aktivitas Prophenoloxidase (proPO)
Aktivitas phenoloxidase diukur dengan menggunakan spektrofotometrik
dengan mencatat perubahan bentuk dopachrome yang diproduksi dari Ldihidroxyphenylalanine (L-DOPA). Sebanyak 1 ml cairan tubuh disentrifuse 3500
rpm pada suhu 4oC selama 10 menit. Larutan supernatan yang dihasilkan dibuang
dan pellet dilarutkan kembali dengan cacodylate-citrate buffer (0,01M sodium
cacodylate; 0,45 M sodium chloride; 0,01 M trisodium citrate; pada pH 7,0) lalu
disentrifuse kembali 3500 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit. Supernatan
dibuang, pelet dilarutkan dengan 0.2 ml cacodylate buffer dan 0.1 ml dipisahkan
ke mikrotube lain kemudian diinkubasi dengan 0.05 ml trypsin (T-0303, Sigma, 1
mg/ml) yang berfungsi sebagai pengaktif selama 10 menit pada suhu 25-26oC;
kemudian ditambahkan 0.05 ml L-DOPA (3 mg/ml cacodylate buffer) diamkan
selama 5 menit, yang dilanjutkan dengan 0.8 ml cacodylate buffer. Sebanyak 0.2
ml dimasukkan ke microplate reader kemudian diukur optical density (OD) pada
panjang gelombang 490 nm (Hsieh et al. 2008).
Aktivitas Respiratory Burst (RB)
Aktivitas respiratory burst cairan tubuh udang dihitung menggunakan
reduksi Nitroblue Tetrazolium (NBT) menjadi formazan dalam kadar negatif
superoxide (Cheng et al. 2004). Sebanyak 300 μl cairan tubuh udang dimasukkan
kedalam mikrotube, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang.
Selanjutnya disentrifuse 3500 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang dan 100
μl NBT 0,3% ditambahkan dan dibiarkan bereaksi selama 2 jam pada suhu ruang.
Setelah itu, disentrifuse 3500 rpm selama 10 menit dan supernatan dibuang, lalu
ditambahkan 100 μl metanol absolut, disentrifuse kembali 3500 rpm selama 10
menit dan supernatan dibuang. Pelet yang terbentuk dicuci dua kali dengan
menggunakan 100 μl metanol 70%. Selanjutnya dilarutkan kedalam 120 μl 2 M
KOH dan 140 μl dimethyl sulfoxide (DMSO). Sebanyak 0.2 ml dimasukkan ke
microplate reader kemudian diukur optical density (OD) pada panjang gelombang
630 nm.
Parameter Stres
Glukosa Darah
Cairan tubuh yang diperoleh kemudian disentrifuse dengan kecepatan 6000
rpm selama 5 menit. Sebanyak 1 ml plasma tubuh (terletak pada bagian atas) lalu
masukkan ke mikrotube lainnya untuk dianalisis lebih lanjut (Lampiran 7). Kadar
glukosa darah :
[GD] =

Ab S

Ab Sp

Keterangan :
[GD] = Konsentrasi glukosa darah (mg/dl)

x [GSt]

10
AbsSp = Absorbansi sampel
AbsSt = Absorbansi standar
[GSt] = Konsentrasi glukosa standar (mg/dl)
Parameter Kinerja Produksi
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup udang diamati setiap hari hingga akhir perlakuan.
Perhitungan tingkat kelangsungan hidup (TKH) dilakukan di akhir perlakuan
dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :
TKH =

Nt
×
No

Keterangan :
TKH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt
= Jumlah udang akhir (ekor)
No
= Jumlah udang awal (ekor)

Laju Pertumbuhan Harian
Untuk mengetahui laju pertumbuhan harian (LPH), bobot udang ditimbang
saat awal dan akhir perlakuan dari setiap ulangan kemudian dihitung rataan
bobotnya. Laju pertumbuhan harian udang dapat dihitung menggunakan rumus
(Huisman 1987):
LPH =

n

W
W0



Keterangan :
LPH = Laju pertumbuhan harian (%/hari)
wt = bobot rata-rata akhir (g)
wo = bobot rata-rata awal (g)
n
= lama pemeliharaan (hari)

x

Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan (RKP) diukur pada setiap akhir perlakuan (uji
pendahuluan dan uji in vivo, baik sebelum dan sesudah uji tantang). Menurut
Zonneveld et al. (1991), rasio konversi pakan selama penelitian dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
RKP =

F
Bt + Bm − Bo

Keterangan:
FCR = Rasio konversi pakan
F
= Jumlah pakan (g)
Bt
= Biomassa udang pada akhir penelitian (g)
Bm
= Biomassa udang yang mati (g)
Bo
= Biomassa udang pada awal penelitian (g)

11
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Parameter
imunologi, stres, dan kinerja produksi dianalisis statistik secara kuantitatif. Data
diuji t-test sample (p=0.05) untuk uji in vivo di KJA laut dan yang lainnya diuji
ANOVA (p=0.05) dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan menggunakan
SPSS 16.0 (Lampiran 8). Pembuatan tabel dan gambar menggunakan bantuan
perangkat lunak MS Excel 2010.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji in vitro dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari bahan tanaman
yang digunakan terhadap bakteri V. harveyi dengan metode Kirby-Bauer (Lay
1994). Campuran ekstrak kunyit-sambiloto diujikan dalam beberapa kombinasi
dosis. Dosis yang rendah tetapi menunjukkan zona hambat yang besar (minimum
inhibitory concentration) menunjukkan hasil yang paling efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri V. harveyi yang disebar dalam media agar plate
Sea Water Complete (SWC)(Tabel 1).
Tabel 1 Diameter zona hambat pada media agar plate SWC sebagai hasil uji in
vitro ekstrak kunyit-sambiloto terhadap V. harveyi
Dosis Kunyit+Sambiloto
(g L-1)

Rata-Rata zona hambat
(mm)

2+2

11±0.00a

2+4

11±0.00a

2+6

11±0.00a

4+2

12±0.00b

6+2
12.5±0.71b
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P