MENUNGGU IJTIHAD BARU MUHAMMADIYAH DI ABAD KEDUA

KOLOM

MENUNGGU IJTIHAD BARU
MUHAMMADIYAH DI ABAD KEDUA
BUDI ASYHARI-AFWAN, MA.

w.

pd

fsp

litm
erg
er.
co
m)

formalisme agama. Konservatifisme dan formalisme agama
bertentangan dengan jargon Muhammadiyah tentang “Islam yang
Berkemajuan”. Konservatifisme agama memiliki potensi timbulnya

beberapa masalah keagamaan dan kebangsaan. Beberapa
masalah tersebut di antaranya adalah munculnya kekeliruan
identifikasi Islam dengan Arab, beragama secara kaku,
memunculkan eksklusivisme, dan formalisasi agama.
Ketiga, Muhammadiyah menerima dan menyadari tentang
adanya kemajemukan agama. Bahwa kemajemukan agama
adalah realitas obyektif dan Sunnatullah. Sikap penolakan terhadap
kemajemukan ini akan dapat melahirkan sikap tidak toleran,
menafikan pihak lain, dan mungkin saja akan berdampak pada
perpecahan umat. Meskipun demikian, dalam proses
penghargaan terhadap kemajemukan ini, Muhammadiyah
mengajak semua kalangan untuk menghindari tindakan dan
perilaku keagamaan yang berakibat pada konflik antar (dan intra)
pemeluk agama. Keempat, Muhammadiyah melihat, salah satu
jalan penting untuk memecah berbagai persoalan keagamaan
dan kebudayaan adalah dengan dialog dan kerja sama antar
agama (interfaith) dan antar kebudayaan (intercivilization). Dialog
dan kerjasama ini sangat bermakna untuk menghadapi gelombang
fundamentalisme, benturan antaragama dan antarperadaban,
sekaligus menghilangkan Islamophobia terutama pasca peristiwa

11 September.
Jika Ahmad Dahlan ketika mendirikan Persyarikatan ini pada
1912 lalu sangat kental dengan jargon “Islam yang Ringkes” dan
“Islam yang Berkemajuan” beserta teologi Al-Maun dan Q.s. Ali
Imran: 104, apakah kepemimpinan yang terbentuk dalam
Muktamar ke-46 mampu memodifikasi dua jargon tersebut dengan
ijtihad baru? Jika dilihat lebih mendalam, nilai-nilai yang tersaji
dalam rumusan di atas mencerminkan pemikiran Ahmad Dahlan
ketika mendirikan Muhammadiyah yang mengajak orang
melakukan ibadah dengan sangat mudah, tidak merepotkan. Agar
seimbang antara keshalihan personal dengan keshalihan sosial,
ia pun mengajak murid-muridnya membantu, mengentaskan, dan
memberdayakan masyarakat. Lebih dari itu, ia juga menyarankan
orang Islam agar sering berkomunikasi dan berdialog dengan
siapa pun yang dapat diambil kemanfaatannya (dan ilmunya) untuk
kemajuan Islam. Nah, seperti apakah wujud dari nilai-nilai yang
diwariskan Ahmad Dahlan tersebut dalam usia Muhammadiyah
yang memasuki abad kedua ini?l
_____________________________________________________
Peninjau Muktamar Muhammadiyah ke-46, Peneliti pada

Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) Pascasarjana
UGM Yogyakarta, Alumni Pondok Modern Muhammadiyah
Paciran Lamongan.

H

Vi
sit

htt
p:/
/w
w

Dalam usianya yang ke seratus,
Muhammadiyah diakui kontribusi
dan geliatnya dalam ikut
menyemarakkan hidup beragama
yang penuh kedamaian. Ia juga aktif
membangun kebudayaan bangsa

melalui lembaga pendidikan yang
jumlahnya ratusan ribu. Demikian
halnya dengan amal usaha kesehatan
yang hampir di setiap kabupaten dan
kota di Indonesia memberikan
pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat. Pun, dalam amal usaha
lain berupa Panti Asuhan, Panti
Jompo, dan lembaga pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan
“memerangi” kemiskinan dengan
teologi al-Maun-nya.

46

De
mo
(

arus diakui, meskipun selama ini Muhammadiyah sudah

bergerak membangun peradaban bangsa, rupanya masih
saja bangsa ini diliputi oleh penyakit kronis baik dalam
aspek politik, ekonomi, moralitas, maupun penyalahgunaan
amanat. Sementara, tingkat kemiskinan dan keberdayaan
masyarakat masih belum tampak kemajuannya secara signifikan.
Hal itu berbanding terbalik dengan utang luar negeri yang
membengkak, maraknya korupsi dan penyuapan di segala lini
aparatur pemerintahan. Selain itu, kehidupan keagamaan pun
sesekali masih diliputi oleh arus kontra produktif yang cenderung
kurang menghargai kemajemukan. Toleransi sebagai salah satu
muatan moderatisme Islam, yang selama ini didengungkan
Muhammadiyah, makin berkurang.
Hasil refleksi di atas amat menarik ketika dirumuskan dalam
Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan,
dan Kemanusiaan Universal. Dalam rumusan ini, selain berisi
refleksi terhadap kerja pemerintah, ada empat hal penting yang
cukup menonjol. Pertama, bahwa Persyarikatan akan tetap
melawan segala bentuk komoditisasi dan komodifikasi agama,
apalagi jika dikaitkan dengan kepentingan bisnis dan politik. Kedua,
ketidaksetujuan Muhammadiyah dengan konservatifisme dan

22 RAMADLAN - 6 SYAWAL 1431 H