MENINGKATKAN PERCAYA DIRI PADA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI METODE PEMBELAJARAN BONEKA KARAKTER DI TAMAN KANAK-KANAK

(1)

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI PADA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI METODE PEMBELAJARAN BONEKA KARAKTER DI TAMAN

KANAK-KANAK

SKRIPSI

Oleh : IKE WIJAYANTI

07810213

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2011


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Meningkatkan Percaya Diri Pada Pendidikan Karakter Melalui Metode Pembelajaran Boneka Karakter Ditaman Kanak-Kanak”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Tulus Winarsunu, M. Si, selaku dekan Fakultas Psikologi

2. Dra. Siti Suminarti F., M. Si, Psi dan Ari Firmanto, S. Psi selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ari Firmanto, S. Psi selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Murid-murid PG/RA Ramah Anak Cahya Hati yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

5. Papa dan mama, kakak dan adik yang selalu memberi dukungan, do’a dan kasih sayang sehingga penulis memiliki motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Seseorang yang special “Dicky Pranadipa H, S.E yang selalu memberi motivasi,

semangat serta doa saat mengerjakan sampai selesainya skripsi ini. 7. Mbk Vida, adek Yubi yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Teman-teman angkatan 2007 khususnya kelas D yang selalu memberikan semangat sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian,


(4)

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 20 Agustus 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iv

INTISARI ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Karakter Pengertian Pendidikan Karakter ... 9

B. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri……… ... 10

2. Karakteristik Kepercayaan Diri………... 10

3. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri………... 12

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Percaya Diri……… 13

5. Karakteristik atau Ciri-Ciri Individu yang Kurang Percaya Diri…... 14


(6)

C. Anak Usia Taman Kanak-Kanak………... ... . 15

D. Boneka Karakter 1. Pengertian Boneka………. 18

2. Keuntungan Penggunaan Boneka……….. 20

3. Petunjuk Penggunaan Boneka sebagai Media Pembelajaran…… 20

E. Pengaruh Pendidikan Karakter dengan Metode Pembelajaran Boneka Karakter……… 21

F. Kerangka Pikir……… 24

G. Hipotesis... ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian………. 26

B. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Eksperimen atau Variabel Bebas………. 28

2. Variabel Terikat…..……… 28

C. Definisi Operasional Penelitioan ... 28

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 29

2. Sampel ... 29

E. Sumber Data dan Jenis Data ... 29

F. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

G. Subyek Penelitian ... 30

H. Instrumen Penelitian... 30

I. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan ... 31

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 31

3. Pelaksanaan Membuat Boneka Karakter (tahap Penelitian) ... 32


(7)

K. Teknik Pengumpulan Data ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 35

B. Analisa Data ... 50

C. Pembahasan ... 52

BAB V. PENUTUPAN A.Kesimpulan ... 57

B.Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Lampiran 1 : Modul kepercayaan diri... 61

Lampiran 2 : Skala check list... 70

Lampiran 3 : Guide observasi... 74

Lampiran 4 : Blue Print “Skala Kepercayaan Diri”... 79

Lampiran 5 : Kurve normal... 79

Lampiran 6 : Independent samples test... 81

Lampiran 7 : Paired samples test... 83

Lampiran 8 : Test of normality……….. 85

Lampiran 9 : Frequencies………... 94

Lampiran 10 : Test of homogeneity of variances……… 97


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Aline. t-t. Pendidikan karakter. Diakses 17 Maret 2011 dari http:www//kemdiknas.go.id/list berita. html.

Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian. Malang : UMM Press.

Amriawan. t-t. Pentingnya pendidikan karakter di usia dini. Diakses 8 Juli 2010 dari http:www.org .com. html

Azwar, S. (2002). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. David Elkind, . (2004), Pendidikan karakter. (Online)

Fuat, Ihsan. (1995). Dasar-dasar pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Hakim, T. (2002). Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta : Puspa Swara

Handayani, N. M. (2001). Kiat menghadapi rendah diri.Diakses 31 Mei 2011 dari http//www. iqeq. web . id. html

Hurlock B, Hurlock. (1978). Perkembangan anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga ________________. (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta : Erlangga

Iswidharmanjaya, D. (2004). Satu hari menjadi lebih percaya diri. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Kerlinger, F.N. (2006). Azas-azas penelitian behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Latipun. (2002). Psikologi eksperimen. Malang : UMM Press. Lautser. P. (2004). Tes kepribaian. Jakarta : Gaya Media Pratama

Moly. t-t. Boneka adalah tiruan dari bentuk manusia. Diakses 1 Oktober 2010. dari :http: www. html.

Musfiroh, Tadkiroatun. et al. 2005. Cerita dan perkembangan anak. Yogyakarta: Novila.

Rahman, Hibana. 2002. Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: PGTKI Press.

Ratna Megawangi. t-t. Indonesia heritage foundation (Online).

Rini. J. F, 2002. Memupuk rasa percaya diri. Jakarta-Team e-psikologi Diakses 2 Juli 2010 dari http//www.e-psikologi.com/sosial/.html

Santoso, Soegeng. 2002. Pendidikan anak usia dini. Jakarta: Citra Pendidikan. Sugiyono.


(10)

Santrock. JW. (2003). Perkembangan remaja. Jakarta : Erlangga Singgih,S. (2001).SPSS Versi 10. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Sudrajat. (2010). Peran pendidikan dalam pembangunan karakter bangsa. Malang : UMM Press.

Winarsunu, T. (1996). Statistik : Teori dan aplikasinya dalam penelitian. Malang : UMM Press.

____________. (1996). Statistik : Dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang : UMM Press.

Yusuf Syamsu. (2006). Psikologi perkembangan pnak & pemaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakary.


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persainganpun semakin ketat, apalagi dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, untuk itu perlu disiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter, salah satu upaya meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur mendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber daya manusia karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang mampu memajukan bangsanya.

Pendidikan adalah persoalan yang khas pada manusia. Hal ini berarti bahwa hanya mahkluk manusia saja yang di dalam kehidupannya mempunyai masalah dengan pendidikan. Dengan pendidikan, kebutuhan manusia tentang perubahan dan perkembangan dapat dipenuhi. Manusia tanpa perubahan dan perkembangan tidak pernah bisa melangsungkan kehidupannya. Maka dari itu penting untuk memberikan pendidikan karakter mulai usia dini. Pendidikan yang berorientasi pada pembangunan karakter sangat di perlukan dalam rangka mengembangkan, memproseskan dan menguatkan sifat mulia kemanusiaan dengan tulus dan ikhlas dalam mencapai diri yang terbaik (excellent). Dari sudut pandang yang luas, dengan daya cipta, manusia mulai mengubah dan mengembangkan pendidikan dengan beraneka ragam konsep, teori, metode, dan sistem. Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan imajinasi. Pada usia taman kanak-kanak antara 4-6 tahun daya imajinasi anak cukup tinggi dan lebih beragam di banding orang dewasa. Saat usia tersebut anak sangat suka bermain peran sehingga dapat menghidupkan imajinasinya. Sifat seorang anak adalah meniru apa yang dilihat. Penulis Amerika James Baldwin pernah berkata “Anak-anak tidak pernah pandai mendengarkan orang tua mereka, tetapi mereka tidak pernah gagal meniru mereka.”

Dengan perkembangan zaman dan kemajuan tehnologi fenomena yang tejadi adalah perilaku kekerasan antar siswa seperti tawuran atau berkelahi dimana-mana. Ternyata apa yang telah di ajarkan melalui lembaga pendidikan tidak lah mengenai


(12)

2

sasaran. Pendidikan memiliki berbagai aspek yang berdampak luas pada tatanan sosial dan kualitas kehidupan masyarakat. Pembentukan karakter pada lembaga pendidikan sangat penting khususnya di ajarkan sejak anak usia dini.

Menurut (Sudrajat 2010) pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemampuan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan, maupun kebangsaan. Sehingga menjadi manusia insan kamil. Banyak kualitas karakter yang harus dikembangkan, namun untuk memudahkan pelaksanaan, mengembangkan konsep pendidikan 9 pilar Karakter yang merupakan nilai-nilai luhur universal (lintas agama, budaya dan suku). Diharapkan melalui internalisasi 9 pilar karakter ini, para siswa akan menjadi manusia yang cinta damai, tanggung jawab, jujur, dan serangkaian akhlak mulia lainnya. Adapun nilai-nilai 9 pilar karakter terdiri dari:

1. Cinta Tuhan dan alam beserta isinya

2. Tanggungjawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian 3. Kejujuran

4. Hormat dan Santun

5. Kasih Sayang, Kepedulian dan Kerjasama

6. Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah 7. Keadilan dan Kepemimpinan

8. Baik dan Rendah Hati

9. Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak (Kemdiknas 2011).


(13)

3

Peneliti dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada salah satu sub pilar yang ke 6, yaitu percaya diri. Kepercayaan diri merupakan sikap positif individu yang dapat meyakinkan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan dan stuasi yang dihadapinya. Kepercayaan diri sesungguhnya merupakan rujukan dari aspek kehidupan individu. Dimana ia memiliki kompetensi, keyakinan, kemampuan dan kepercayaan atas dirinya bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu karena adanya dukungan oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistis terhadap diri sendiri. Hal inilah yang menjadikan kepercayaan diri sangat dibutuhkan dalam meningkatkan potensi serta prestasi yang dimiliki untuk menjadi lebih baik (Rini,e-psikologi.com).

Menurut Maslow (dalam Iswidharmanjaya, 2004) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan modal dasar pengembangan dalam aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan dalam diri). Dengan kepercayaan diri yang tinggi, seseorang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurang memiliki kepercayaan diri dapat menghambat pengembangan potensi diri. Sehingga orang yang kurang memiliki kepercayaan diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.

Permasalahan kepercayaan diri sering melanda pada anak-anak, terutama pada anak pra sekolah yang lebih tepatnya lagi pada masa taman kanak-kanak. Oleh karena itu peneliti menerapkan pendidikan karakter percaya diri pada anak usia taman kanak-kanak. Karena seperti yang dijelaskan Hurlock (1978) bahwa usia prasekolah atau “Pra Kelompok” berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu masa dimana anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial. Taman Kanak-kanak (disingkat TK) jenjang pendidikan anak usia dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.


(14)

4

Dampak Pendidikan Karakter terhadap Akademi Anak. Dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri-St.Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).

Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action), maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa.

Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Pendidikan


(15)

5

karakter di sekolah sangat diperlukan, Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai.

Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress

berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata:

“Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan


(16)

6

bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). (Ratna Megawangi).

Melalui boneka karakter merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pendidikan, termasuk dalam mendidik karakter anak. Melalui boneka karakter, pendidik dapat mengenalkan dan menanamkan karakter pribadi yang diharapkan seperti percaya diri agar perilaku anak sesuai dengan standart dan harapan sosial. Sejak kecil kita sudah akrab dengan berbagai macam boneka, di sekolah dan dirumah kita sudah banyak mengenal boneka tapi apakah metode ini cukup efektif untuk mendidik karakter anak.

Saat ini pendidikan formal di sekolah saja tidak cukup, pengaruh lingkungan dan kehidupan modern yang berkembang membuat kita harus waspada terhadap hal-hal negatif yang bisa merasuki pikiran anak-anak kita. Agar anak-anak kita bisa menjadi anak yang baik, sholeh dan berhasil dalam kehidupan di masyarakat bukan hanya dibutuhkan kepandaian dan ilmu yang tinggi, tetapi juga harus diimbangi dengan pembentukan karakter anak yang baik dan sholeh. Pembentukan karakter inilah yang sangat penting kita lakukan pada saat anak kita masih usia dini, dan orangtua harus mempunyai visi untuk pembentukan ini. Jangan abaikan pendidikan karakter pada saat anak kita masih usia PG, TK dan SD, karena kita tidak bisa mengulanginya lagi setelah mereka dewasa.

Karena karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.

Menurut (Dorothy Law Nolte) pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah : Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi, jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri, jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri, jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri, jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai,


(17)

7

jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilanj, jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan, jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri, jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan (Amriawan 2010).

Dalam penggunaan boneka dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan cara dimainkan dalam sandiwara boneka. Boneka merupakan model dari manusia, atau yang menyerupai manusia, atau hewan. Sejak tahun 1940-an pemakaian boneka sebagai media pendidikan menjadi populer dan banyak digunakan di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan di Amerika. Di Eropa seni pembuatan boneka telah sangat tua dan sangat populer serta lebih tinggi tingkat keahliannya dibandingkan di Amerika. Di Indonesia penggunaan boneka sebagai media pendidikan massa bukan merupakan sesuatu yang asing. Di Jawa Barat dikenal boneka tongkat yang disebut “Wayang Golek” dipakai untuk memainkan cerita-cerita Mahabarata dan Ramayana. Di Jawa Timur dan di Jawa Tengah dibuat pula boneka tongkat dalam dua dimensi yang dibuat dari kayu dan disebut dengan nama “Wayang Krucil”. Di Jawa Tengah dan di Jawa Timur pula dikenal dengan boneka bayingbayang yang disebut “Wayang Kulit”. Untuk keperluan sekolah dapat dibuat boneka yang disesuaikan dengan cerita-cerita jaman sekarang.

Menurut Musfiroh (2005) cerita dapat menjadi metode pembelajaran yang menyenangkan. Selain karena mengandung hiburan (entertaint), cerita juga menjadi metode pembelajaran yang tidak menggurui dan fleksibel. Rahman (2002) mengungkapkan bahwa cerita adalah penggambaran tentang sesuatu secara verbal. Melalui bercerita anak diajak berkomunikasi, berfantasi, berkhayal, dan mengembangkan kognisinya. Bercerita merupakan suatu stimulant yang dapat membangkitkan anak terlibat secara mental. Menurut Santoso (2002) beberapa aspek yang perlu dikembangkan melalui cerita anak, yaitu : bermain, berdisiplin, berhati lembut, berinisiatif, bersahaja, bersyukur, bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, gigih, hemat, jujur, kemauan keras, kreatif, mandiri, menghargai orang lain, pemaaf, pemurah, pengabdi, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tegas, tekun, tetap janji dan ulet.


(18)

8

Maka sesuai dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, peneliti mengambil judul skripsi: “meningkatkan percaya diri pada pendidikan karakter melalui metode pembelajaran boneka karakter di taman kanak-kanak”. yang dianggap perlu untuk diteliti untuk mencetak bangsa yang optimis dimasa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil rumusan masalahnya sebagai berikut :

Apakah ada pengaruh, meningkatkan percaya diri pada pendidikan karakter melalui metode pembelajaran boneka karakter di taman kanak-kanak?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan mengadakan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter percaya diri melalui metode pembelajaran boneka karakter pada siswa taman kanak-kanak.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah: 1. Secara Teoritik

Secara umum diharapkan hasil penelitian ini, dapat memberikan informasi dan dapat menambah pengetahuan pendidik tentang metode pendidikan yang efektif dalam mewujutkan pendidikan yang berkarakter serta dapat mengetahui metode pendidikan yang memiliki karakter.

2. Secara Praktis a. Bagi Orang Tua

Diharapkan penelitian ini, dapat memberikan informasi dan pengetahuan pada orang tua tentang salah satu metode atau cara yang dapat meningkatkan kepercayaan diri pada anak taman kanak-kanak.

b. Bagi Guru

Sebagai salah satu acuan dan penanganan yang menarik serta menyenangtkan bagi anak untuk emningkatkan kepercayaan diri pada anak.


(1)

Peneliti dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada salah satu sub pilar yang ke 6, yaitu percaya diri. Kepercayaan diri merupakan sikap positif individu yang dapat meyakinkan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan dan stuasi yang dihadapinya. Kepercayaan diri sesungguhnya merupakan rujukan dari aspek kehidupan individu. Dimana ia memiliki kompetensi, keyakinan, kemampuan dan kepercayaan atas dirinya bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu karena adanya dukungan oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistis terhadap diri sendiri. Hal inilah yang menjadikan kepercayaan diri sangat dibutuhkan dalam meningkatkan potensi serta prestasi yang dimiliki untuk menjadi lebih baik (Rini,e-psikologi.com).

Menurut Maslow (dalam Iswidharmanjaya, 2004) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan modal dasar pengembangan dalam aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan dalam diri). Dengan kepercayaan diri yang tinggi, seseorang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurang memiliki kepercayaan diri dapat menghambat pengembangan potensi diri. Sehingga orang yang kurang memiliki kepercayaan diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.

Permasalahan kepercayaan diri sering melanda pada anak-anak, terutama pada anak pra sekolah yang lebih tepatnya lagi pada masa taman kanak-kanak. Oleh karena itu peneliti menerapkan pendidikan karakter percaya diri pada anak usia taman kanak-kanak. Karena seperti yang dijelaskan Hurlock (1978) bahwa usia prasekolah atau “Pra Kelompok” berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu masa dimana anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial. Taman Kanak-kanak (disingkat TK) jenjang pendidikan anak usia dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.


(2)

Dampak Pendidikan Karakter terhadap Akademi Anak. Dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri-St.Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).

Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action), maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa.

Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Pendidikan


(3)

karakter di sekolah sangat diperlukan, Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai.

Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress

berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata:

“Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan


(4)

bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). (Ratna Megawangi).

Melalui boneka karakter merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pendidikan, termasuk dalam mendidik karakter anak. Melalui boneka karakter, pendidik dapat mengenalkan dan menanamkan karakter pribadi yang diharapkan seperti percaya diri agar perilaku anak sesuai dengan standart dan harapan sosial. Sejak kecil kita sudah akrab dengan berbagai macam boneka, di sekolah dan dirumah kita sudah banyak mengenal boneka tapi apakah metode ini cukup efektif untuk mendidik karakter anak.

Saat ini pendidikan formal di sekolah saja tidak cukup, pengaruh lingkungan dan kehidupan modern yang berkembang membuat kita harus waspada terhadap hal-hal negatif yang bisa merasuki pikiran anak-anak kita. Agar anak-anak kita bisa menjadi anak yang baik, sholeh dan berhasil dalam kehidupan di masyarakat bukan hanya dibutuhkan kepandaian dan ilmu yang tinggi, tetapi juga harus diimbangi dengan pembentukan karakter anak yang baik dan sholeh. Pembentukan karakter inilah yang sangat penting kita lakukan pada saat anak kita masih usia dini, dan orangtua harus mempunyai visi untuk pembentukan ini. Jangan abaikan pendidikan karakter pada saat anak kita masih usia PG, TK dan SD, karena kita tidak bisa mengulanginya lagi setelah mereka dewasa.

Karena karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.

Menurut (Dorothy Law Nolte) pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah : Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi, jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri, jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri, jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri, jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai,


(5)

jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilanj, jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan, jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri, jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan (Amriawan 2010).

Dalam penggunaan boneka dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan cara dimainkan dalam sandiwara boneka. Boneka merupakan model dari manusia, atau yang menyerupai manusia, atau hewan. Sejak tahun 1940-an pemakaian boneka sebagai media pendidikan menjadi populer dan banyak digunakan di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan di Amerika. Di Eropa seni pembuatan boneka telah sangat tua dan sangat populer serta lebih tinggi tingkat keahliannya dibandingkan di Amerika. Di Indonesia penggunaan boneka sebagai media pendidikan massa bukan merupakan sesuatu yang asing. Di Jawa Barat dikenal boneka tongkat yang disebut “Wayang Golek” dipakai untuk memainkan cerita-cerita Mahabarata dan Ramayana. Di Jawa Timur dan di Jawa Tengah dibuat pula boneka tongkat dalam dua dimensi yang dibuat dari kayu dan disebut dengan nama “Wayang Krucil”. Di Jawa Tengah dan di Jawa Timur pula dikenal dengan boneka bayingbayang yang disebut “Wayang Kulit”. Untuk keperluan sekolah dapat dibuat boneka yang disesuaikan dengan cerita-cerita jaman sekarang.

Menurut Musfiroh (2005) cerita dapat menjadi metode pembelajaran yang menyenangkan. Selain karena mengandung hiburan (entertaint), cerita juga menjadi metode pembelajaran yang tidak menggurui dan fleksibel. Rahman (2002) mengungkapkan bahwa cerita adalah penggambaran tentang sesuatu secara verbal. Melalui bercerita anak diajak berkomunikasi, berfantasi, berkhayal, dan mengembangkan kognisinya. Bercerita merupakan suatu stimulant yang dapat membangkitkan anak terlibat secara mental. Menurut Santoso (2002) beberapa aspek yang perlu dikembangkan melalui cerita anak, yaitu : bermain, berdisiplin, berhati lembut, berinisiatif, bersahaja, bersyukur, bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, gigih, hemat, jujur, kemauan keras, kreatif, mandiri, menghargai orang lain, pemaaf, pemurah, pengabdi, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tegas, tekun, tetap janji dan ulet.


(6)

Maka sesuai dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, peneliti mengambil judul skripsi: “meningkatkan percaya diri pada pendidikan karakter melalui metode pembelajaran boneka karakter di taman kanak-kanak”. yang dianggap perlu untuk diteliti untuk mencetak bangsa yang optimis dimasa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil rumusan masalahnya sebagai berikut :

Apakah ada pengaruh, meningkatkan percaya diri pada pendidikan karakter melalui metode pembelajaran boneka karakter di taman kanak-kanak?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan mengadakan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter percaya diri melalui metode pembelajaran boneka karakter pada siswa taman kanak-kanak.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah: 1. Secara Teoritik

Secara umum diharapkan hasil penelitian ini, dapat memberikan informasi dan dapat menambah pengetahuan pendidik tentang metode pendidikan yang efektif dalam mewujutkan pendidikan yang berkarakter serta dapat mengetahui metode pendidikan yang memiliki karakter.

2. Secara Praktis a. Bagi Orang Tua

Diharapkan penelitian ini, dapat memberikan informasi dan pengetahuan pada orang tua tentang salah satu metode atau cara yang dapat meningkatkan kepercayaan diri pada anak taman kanak-kanak.

b. Bagi Guru

Sebagai salah satu acuan dan penanganan yang menarik serta menyenangtkan bagi anak untuk emningkatkan kepercayaan diri pada anak.