RUMINATION DAN FORGIVENESS REMAJA AKHIR DALAM HUBUNGAN PERSAHABATAN

RUMINATION DAN FORGIVENESS REMAJA AKHIR DALAM
HUBUNGAN PERSAHABATAN

SKRIPSI

Kumala Ayu Wardani
NIM : 201210230311163

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

RUMINATION DAN FORGIVENESS REMAJA AKHIR DALAM
HUBUNGAN PERSAHABATAN

SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai
Salah Satu Persyaratan Untuk Meraih Gelar Sarjanan Psikologi

Kumala Ayu Wardani
NIM : 201210230311163


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatan sebanyak-banyaknya kehadirat Allah SWT yang mana berkat
limpahan karuniaNya peneliti dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “rumination dan
forgiveness remaja akhir dalam hubungan persahabatan”, sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak sekali mendapat bimbingan, petunjuk, dan juga
bantuan yang sangat bermanfaat dari berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini
peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang dan sebagai dosen pembimbing I yang telah menyempatkan banyak waktu untuk
memberikan bimbingan serta arahan yang sangat berguna bagi peneliti untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Diana Savitri Hidayati, M.Psi selaku dosen pembimbing II dimana selalu memberikan
masukan-masukan yang sangat berguna untuk peneliti sehingga penelitian yang dilakukan
dapat berjalan lancar dan bermanfaat bagi studi psikologi nantinya.

3. Ayah Sumani Kuntoro, S.H dan Mamah Pudji Winarti, S.Pd serta keluaga penulis yang
tidak pernah berhenti memberikan masukan berupa doa, dukungan, nasihat, serta cinta
yang selalu bisa membangkitkan semangat penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi seseuai dengan waktu yang ditargetkan yaitu wisuda pada bulan Februari 2016.
4. Dwi Felisia, Endah, Mutiara Sakina, Diah Fitriasih, Miftah, Nita, Aya, Nurul, Widya, Lia,
Ainun, Rahmah Fitrah dan teman-teman lainnya. Terima kasih telah membantu penulis
untuk menyebarkan alat ukur penelitian.
5. Teman-teman Fakultas Psikologi khususnya angatan 2012 kelas C. Dimana sudah
berjuang bersama-sama dengan penulis dari semester 1 hingga semester 7.
6. Teman-teman LISFA, untuk setiap dukungan dan apresiasi terhadap penulis.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tiada satupun karya yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi
perbaikan karya ini sangat penulis harapkan. Disatu sisi, penulis berharap bahwa karya yang
telah dibuat dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembacanya.
Malang, 28 Januari 2016
Penulis

Kumala Ayu Wardani


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama

: Kumala Ayu Wardani

Nim

: 201210230311163

Fakultas/Jurusan

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Rumination dan forgiveness remaja akhir dalam hubungan persahabatan
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebgain maupun keseluruhan kecuali bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skirpsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak
bebas Royalti non ekslusif, apabila digunaan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, aka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 28 Januari 2016
Mengetahui
Ketua Program Studi

Yang menyatakan
Materai
Rp. 6000

Yuni Nurhamida, S.Psi.,M.Si

Kumala Ayu Wardani


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI. ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 2
LANDASAN TEORI ................................................................................................ 4
Forgiveness....................................................................................................... 4
Faktor forgiveness. ........................................................................................... 5
Rumination ....................................................................................................... 6
Faktor rumunation ............................................................................................ 7
Tahapan rumination.......................................................................................... 7
Forgiveness dan rumination ............................................................................. 7
Hipotesa ............................................................................................................ 8
METODE PENELITIAN .......................................................................................... 8
Rancangan Penelitian ...................................................................................... 8
Subjek Penelitian ............................................................................................. 8
Variabel dan Instrumen Penelitian. ................................................................. 9
Prosedur dan Analisa Data Penelitian ............................................................. 10

HASIL PENELITIAN ............................................................................................... 10
DISKUSI ................................................................................................................... 11
SIMPULAN DAN IMPLIKASI................................................................................ 13
REFERANSI ............................................................................................................. 13
LAMPIRAN .............................................................................................................. 16

i

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian..................................................................... 9

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ..................................................... 9
Tabel. 3 Kategori Rumination ................................................................................... 10
Tabel. 4 Kategori Forgiveness. ................................................................................. 10
Tabel. 5 Uji Korelasi Rumination dan Forgiveness ................................................. 11

ii

DAFTAR LAMPIRAN


LAMPIRAN 1
Skala Rumination Dan Forgiveness .......................................................................... 15
LAMPIRAN 2
Analisa Validitas Dan Reliabilitas............................................................................. 21
LAMPIRAN 3
Data Tryout................................................................................................................ 24
LAMPIRAN 4
Hasil Penelitian.......................................................................................................... 69

iii

RUMINATION DAN FORGIVENESS REMAJA AKHIR DALAM
HUBUNGAN PERSAHABATAN
Kumala Ayu Wardani
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Ephilia01@gmail.com
Pemberian forgiveness adalah suatu hal yang positif dimana dapat dijadikana cara
agar dapat menjaga hubungan persahabatan. Pemberian forgiveness dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah rumination. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui hubungan antara rumination dan forgiveness remaja akhir
dalam hubungan persahabatan. Metode yang digunakan adalah kuantitatif
korelasional dengan menggunakan skala adaptasi dari Transregression-Related
Interpersonal Motivation untuk forgiveness dan Impact Scale of Events Scale untuk
variabel rumination. Jumlah subjek sebanyak 183 remaja akhir dengan karakteristik
berumur 18-21 tahun, memiliki sahabat, dan pernah mengalami pengalaman
pelanggaran dari sahabat. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara
rumination dan forgiveness nilai r sebesar -0,289 dan nilai p= 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin rendah rumination maka semakin tinggi forgiveness.
Kata Kunci: Rumination, Forgiveness, Sahabat
Forgiveness is a positive thing that can be used as a way to maintain friendship.
Forgiveness can be affected by several factors and one of them is rumiantion. The
purpose of this research was to know the relationship between rumiantion and
forgiveness late adolescene in a relationship of friendship. The reasearch used is
correlation quantitative with transgression related interpersonal motivator for
forgiveness and the scale of impact of events for rumination. The subject were 183
late adolescene with charateristic aged 18-21 years, friendship, and had experience
with transgression so that cause offend. The research used purposisve sampling. The
result showed that there negative correlation between rumiantion and forgiveness

from r value equal to -0,289 an p=0,000. It mean that lower rumination then
forgiveness is higher.
Keyword: Rumination, Forgiveness, Friendship

1

Dewasa ini, dunia remaja tidak terlepas dari hubungan sosial yang kuat. Seorang
remaja akan mencari individu yang sama atau teman sebaya, sehingga dapat
dijadikan seorang teman dan sebagai tempat untuk bergabung dalam suatu kelompok
(peer group). Aktivitas mencari individu yang sama atau teman sebaya bagi seorang
remaja, memiliki tujuan agar seorang remaja mendapatkan dukungan dalam hubungan
sosial di lingkungan tempat remaja tinggal. Dalam kelompok tersebut, seorang remaja
akan mencari sosok yang dapat memahami dirinya dan dapat dijadikan sebagai
pendukung hubungan sosial. Hubungan dan dukungan sosial bagi remaja yang baik
dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri sehingga dapat lebih optimal dalam
menghadapi lingkungan, sedangkan hubungan dan dukungan sosial yang kurang baik
dapat mengahasilkan hasil yang kurang optimal dalam pembentukan identitas diri
sehingga dapat mempengaruhi suatu hubungan atau lingkungan dukungan sosial
remaja tersebut (Ristianti, 2012).
Pada masa remaja akhir, salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah

berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggalnya dan menjalin
hubungan sosial. Selain itu, hal terpenting dan tersulit yang dialami oleh seorang
remaja adalah menghadapi penyesuaian diri dalam upaya meningkatkan pengaruh
kelompok sosial sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelempokkan sosial di
lingkungan-lingkungan baru, nilai-nilai dalam seleksi hubungan persahabatan, dan
nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan lingkungan sosial (Hurlock, 1980).
Menyangkut lingkungan dan dukungan sosial pada remaja akhir, tidak terlepas dari
adanya peran seorang sahabat. Peran seorang sahabat sering dijadikan sebagai sosok
yang lebih dekat. Sahabat dijadikan sebagai individu yang akan menjadi pendegar
terbaik dan sosok yang lebih dapat dipercaya ketika individu butuh diskusi untuk
menemukan pemecahan masalah. Sosok sahabat akan menjalani pengalamanpengalaman bersama, saling mendukung satu sama lain, dan memiliki keakraban.
Hubungan persahabatan cenderung mencari sosok atau individu yang memiliki
beberapa karakteristik yang sama (Aini, 2014). Sahabat juga dapat dijadikan tempat
untuk mendapatkan dukungan emosi. Dimana sahabat merupakan pribadi yang dapat
diajak saling untuk mengungkapkan perasaan-perasaan subjektif (Nashori, 2008).
Namun di dalam hubungan persahabatan, tidak terlepas dari adanya permasalahanpermasalahan. Seperti kasus yang terjadi di Kota Pekanbaru pada tahun 2014, dua
remaja akhir dengan inisial BR (19) dan NS (22) tega membunuh sahabatnya sendiri.
Alasan mereka berdua tega membunuh sahabatnya sendiri dikarenakan korban pernah
berkata bahwa BR dan NS adalah orang-orang yang berasal dari keluarga tidak
mampu. BR dan NS tidak memilih untuk memaafkan akan tetapi memilih untuk

membunuh sahabat karibnya (okezone, 2014). Permasalahan yang dianggap sebagai
pelanggaran yang dialami oleh ketiga remaja ini begitu rumit dan serius. Sedangkan,
forgiveness adalah sejumlah usaha untuk mengahapus luka atau ingatan buruk dalam
hati.
Ada 4 faktor individu dapat memaafkan individu lainnya, yaitu : empati, atribusi
terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat kelukaan, karekteristik kepribadian, dan
kualitas hubungan (Wardhati & Faturochman, 2010). Memberi forgiveness kepada
orang lain sejatinya tidak mudah untuk langsung bisa memberikan forgiveness, hal
tersebut dapat dilihat dari kedalaman kesalahan yang telah dilakukan. Dalam
hubungan persahabatan yang dijalani seorang remaja, remaja tersebut sudah pasti
2

pernah melewati banyak pengalaman-pengalaman yang banyak menimbulkan
kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang telah terjadi sebenarnya memiliki
kedalaman masing-masing. Melakukan kesalahan-kesalahan dapat menimbulkan
emosi negatif untuk korban yang pada gilirannya dapat mengaktifkan struktur kognitif
dan motivasi lainnya seperti perasaan, bias persepsi, motivasi , dan bahkan motorik
yang terhubung dalam jaringan asosiatif. Kesalahan-kesalahan yang dapat
menimbulkan emosi negatif, bekerja dan berdasarkan proses kognitif (Miller et
al.2003). Proses kognitif ini memproses pengalaman-pengalaman yang selalu
mengingat kesalahan-kesalahan yang telah terjadi atau bisa dikatakan hal tersebut
adalah proses rumination (perenungan).
Sedangkan Menurut Enright et al (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) forgiveness
didefinisikan sebagai kesediaan individu (yang disakiti/dilanggar) untuk
meninggalkan hak yang dimilikinya untuk membenci, menilai negatif dan berperilaku
tidak peduli kepada orang lain. Sakit hati dan berusaha memaafkan individu
cenderung terjadi karena akibat telah terjadinya konflik. Kedalaman masalah dalam
suatu konflik dapat mempengaruhi individu dalam merencanakan memberikan
forgiveness.
Menurut teori gaya respon, rumination (perenungan) adalah cara menanggapi
penderitaan yang terus berulang-ulang dan secara pasif sehingga berfokus pada gejala
distress dan kemungkinan dapat menyebabkan konsekuensi dari gejala-gejala negatif.
Rumination (perenungan) tidak memberikan suatu pemecahan masalah yang baik.
Sebaliknya, ketika individu melakukan rumination (perenungan) maka efek yang
ditimbulkan yaitu individu akan terpaku pada masalah dan perasaan negatif untuk
mengambil suatu tindakan. Rumination (perenuangan) akan muncul pada individu
yang berpikir lebih negatif tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan (NolenHoeksema, Wisco, Lyubomirsky, 2008).
Tampaknya kecenderungan individu merenung tentang kesalahan-kesalahan dari
orang lain (rumination) dapat mengganggu kemampuan individu untuk memaafkan
kesalahan atau pelanggaran yang jenisnya lebih interpersonal (hubungan antar
individu yang lebih dekat) (McCullough dkk, 1998, Metts & Cupach, 1998). Ketika
individu selalu merenung (rumination) kesalahan-kesalahan orang lain, apalagi orang
tersebut adalah orang yang paling dekat seperti sahabat, maka hal tersebut dapat
mempengaruhi seberapa dalam orang lain untuk memberikan forgiveness (Root,
2007). Sebab hubungan persahabatan dikalangan remaja akhir memiliki kedalaman
hubungan. Terkadang kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam hubungan persahabatan
remaja akhir adalah tidak menepati janji (ingkar), merasa dikhianati, iri hati, dan lain
–lain. Individu yang selalu merenungkan kesalahan orang lain akan memunculkan
keinginan untuk membalas dendam. Ketika muncul niat untuk membalas dendam,
individu akan semakin sulit untuk memberikan forgiveness. Merenung (rumination)
atas dasar kesalahan orang lain secara terus-menerus, akan meningkatkan motivasi
menghindar dan ada keinginan untuk membalas dendam terhadap orang yang telah
melakukan kesalahan (McCullough, Bono, Root 2007 ). Bahkan merenung atas
kesalahan-kesalahan orang lain (rumination) dengan serius dapat mengasosiasikan
sejauh mana orang dapat berbuat agresi terhadap mereka yang telah mengancam
harga diri. Sehingga semakin sulit memberikan forgiveness.

3

CNA (Cognitive Neoassociation) menjelaskan perenungan (rumination) bisa memiliki
hubungan negatif dengan perihal rencana memberikan forgiveness (Berkowitz, 1990)
dan suatu pelanggaran (telah merasakan disakiti orang lain) dapat menimbulkan
emosi negatif pada individu. Sehingga seorang individu yang merasakan suatu
pelanggaran atau telah disakiti, akan mengalami pengaktifkan struktur kognitif dan
motivasi lainnya (termasuk pikiran, perasaan, bias persepsi, motivasi, dan bahkan
program untuk perilaku motorik) yang terhubung dalam kesatuan peristiwa (Miller et
al, 2003).
Kesimpulannya adalah rumination dan forgiveness memiliki hubungan, sehingga
dapat diamati serta bereaksi terhadap bahaya interpersonal. Misalnya, kemarahan
yang disebabkan oleh peristiwa pelanggaran dapat memicu kenangan pelanggaran
yang telah terjadi dengan demikian dapat menimbulkan kesiapan fisiologis seihngga
ada dilema untuk melawan atau membiarkan tetap didalam pikiran sehingga
melayang-melayang dalam pikiran untuk menanggapi pelanggaran tersebut. Kekuatan
asosiasi antara keduanya dapat mempengaruhi dan ada kemungkinan peristiwa
rumination dan memaafakanakan dapat aktif kembali bila suatu saat pelanggaran
(peristiwa disakiti) masih terjadi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan diangkat dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan rumination (perenungan) dan forgiveness
dalam hubungan persahabatan dimasa remaja akhir? Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui seberapa signifikan hubungan variabel rumination (perenungan) dan
forgiveness dalam hubungan persahabatan pada remaja akhir. Manfaat penelitian
yaitu memberikan pengetahuan kepada remaja akhir bahwa mengingat-ingat
kesalahan atas masa lalu yang dilakukan oleh sahabat dapat mempengaruhi
pemberian forgiveness (forgiveness), dimana hal tersebut dapat menimbulkan emosi
negatif yaitu marah, rasa benci, kekecewaan yang akhirnya dapat menyebabkan
perasaaan pada diri sendiri tidak tenang, sehingga sulit untuk memberikan forgiveness
kepada sahabat dan dapat menyebabkan hubungan persahabatan semakin renggang.
Forgiveness
Enright dan koleganya (1992), serta Human Development Study Group (lihat Ransley
& Spy, 2004 dalam Dayakisni, Hudaniah. 2009 ) mendefinisikan forgiveness adalah
suatu keadaan dimana individu yang sebelumnya merasa kecewa atau tersakiti karena
individu tersebut telah merasakan kebencian, adanya pikiran negatif dan berperilaku
tidak peduli kepada orang lain dan merupakan respon positif dan sehat yang
melibatkan keputusan untuk melepaskan kemarahan (Pingleton, 1989) dan tidak
membalas dendam (Hope, 1987 dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009 ). Dengan kata
lain, forgiveness mengandung makna mengatasi efek dengan menyangkal hak mereka
sendiri atas afek dan penilaian sehingga seorang individu berusaha lebih keras untuk
memandang orang yang telah menyakiti atau memberikan respon kecewa dengan
belas kasihan, kebajikan, dan cinta (Dayakisni & Hudaniah, 2009).
Sedangkan McCullough (1997) mendefinisikan forgiveness adalah usaha untuk
merubah motivasi (dari rasa sait hati dan penghindaran menuju kebajikan atau
kebaikan), sebuah proses yang utama dan dipicu oleh peningkatan empati terhadap
pelaku (Bono & McCullough, 1998). Demikian juga, forgiveness telah
dikonseptualisasikan sebagai “hadiah” yang diberikan tanpa pamrih atau syarat ke
4

pelaku (Al-Mabuk, Enright, & Cardis, 1995). Berbeda dengan ini konseptualisasi
lainnya berorientasi bahwa motivasi pengampunan, digambarkan sebagai alat utama
dari sebagian besar diri untuk mempertahankan hubungan yang sangat penting
(Ashton, Paunonen, Helmes, & Jackson, 1998 dalam McCullough, Bono, & M. Root.
2007).
Faktor – Faktor Forgiveness
McCullough et al. dalam Dayakisni & Hudaniah (2009) mengemukakan faktor-faktor
penyebab forgiveness dalam variabel kognisi sosial:
Variabel kognisi sosial (atau afektif) yang berkaitan dengan cara berpikir dan merasa
dari individu yang dilukai (korban) tentang penyeranganya dan serangan. Variabel ini
merupakan faktor yang kuat dan langsung pengaruhnya pada pemafaan.
Faktor yang termasuk dalam variabel kognisi sosial adalah empati afektif, penilaian
tentang tanggung jawab dan kesalahan niat yang dipersepsikan, merenungkan tentang
serangan (rumination).
Sedangkan faktor forgiveness menurut Latifah Tri Wardhati & Faturochman, (2010) :
1. Empati adalah kemampuan individu untuk ikut merasakan perasaan atau
pengalaman orang lain. Secara khusus, dapat disimpulkan bahwa empati dapat
melemahkan dorongan individu untuk melakukan balas dendam ketika telah
merasa dikhianati ketika dirasa orang lain telah melakukan tindakan pelanggaran.
Perubahan dorongan ini dapat terjadi karena empati dapat menyebabkan penerima
pelanggaran atas dasar, membayangkan rasa bersalah pelanggar atau kesusahan
atas perilakunya, pelanggar yang dibayangkan untuk memulihakan kembali sebuah
hubungan, atau keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan pelaku
pelanggaran (dalam Kremans, Lange, OuwerkerkKluwer 2003).
2. Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya. Atribusi adalah adanya pengetahuan
yang cukup baik tentang peristiwa kekerasan terhadap pelaku kejahatan. Penilaian
akan mempengaruhi setiap perilaku individu. Artinya, bahwa setiap perilaku itu
ada penyebabnya dan penilaian dapat mengubah perilaku individu (termasuk
forgiveness) di masa mendatang. Dibandingkan dengan orang yang tidak
memaafkan pelaku, orang yang memaafkan cenderung menilai pihak yang bersalah
lebih baik dan penjelasan akan kesalahan yang diperbuatnya cukup adekuat dan
jujur (A1-Mabuk dkk., 1998).
3. Tingkat Kelukaan. Terkadang rasa sakit dapat membuat individu merasa takut,
seperti halnya orang yang dikhianati dan diperlakukan secara kejam. Individu yang
merasa takut akan dapat mengakui rasa sakit hati yang dirasakan, karena rasa sakit
hati dapat mengakibatkan mereka membenci orang yang sangat dicintainya. Selain
itu, individu akan menggunakan berbagai cara untuk menyangkal rasa sakit hati
mereka. Pada sisi lain, banyak orang yang merasa sakit hati ketika mendapatkan
bukti bahwa hubungan interpersonal yang mereka kira akan bertahan lama ternyata
hanya bersifat sementara. Hal ini sering kali menimbulkan kesedihan yang
mendalam. Ketika hal ini terjadi, maka forgiveness tidak bisa atau sulit
terwujudkan (Smedes, 1984 dalam Wardhati & Faturochman, 2010 ).
5

4.

Karekteristik kepribadian. Ciri kepribadian tententu seperti ekstravert
menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi,
dan asertif. Karakter yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri,
menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi
empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah cerdas,
analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan (McCullough dkk., 2001).

5.

Kualitas Hubungan. Individu yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat
dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan
mengapa kualitas hubungan dapat berpengaruh terhadap perilaku memaafkan
dalam hubungan interpersonal. Pertama, seseoarang yang akan mau memaafkan
pada dasarnya mempunyai motivasi tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam
hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di
antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu
orang dan kepentingan pasangannya menyatu. Keempat, kualitas hubungan
mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat
untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka (McCullough
dkk., 1998).

Rumination
Rumination adalah sikap merenung sebagai pemikiran yang berulang-ulang tentang
kesedihan, dan terkait dengan kesedihan individu (Conway, Csank, Holm, & Blake,
2000 dalam Whitmer & Gotlib. 2011). Namun, Rumination memliki korelasi dengan
berbagai gaya kognitif maladaptif, termasuk atribusi gaya negatif, sikap
disfungsional, pesimisme, otokritik, penguasaan diri yang rendah, ketergantungan,
dan neurotisisme (Nolen-Hoeksema, Wisco, & Lyubomrisky, 2008).
Rumination dapat dihubungkan dengan keadaan individu dalam melihat efek dari
sebab-akibat dan membuat penilaian-penilaian yang baru. Artinya sebelum individu
merencanakan untuk memaafkan orang lain, maka terlebih dahulu akan memikirkan
kekurangan dan merenungi sebuah kejadian yang telah dikaitkan dengan banyak
pikiran negatif atau pada kasus pelanggaran maka indiviu cenderung akan mengingat
kesalalahan-kesalahan yang terjadi.
Menurut temuan teori gaya respon, rumination dapat mempertahankan dan
memperburuk depresi dengan cara meningkatkan individu untuk memikirkan hal-hal
yang negatif, merusak pemecahan masalah, mengganggu perilaku, dan mengikis
dukungan sosial. (Lyubomirsky, Tkach, Mor, Winquist, & Nolen-Hoeksema, 2004).
Faktor Rumination
Rumination memiliki 2 faktor yaitu Refleksi (reflection) yaitu proses dimana individu
individu terlibat dalam masalah kognitif sehingga berusaha agar dapat menenemukan
proses pemecahan, dimana hal ini merupakan upaya dalam meringankan gejala sedih
namun dengan cara menekan permasalahan yang dirasakan (Treynor, Gonzalez, &
Nolen-Hoeksema, 2003). Kemudian brooding yaitu memikirkan hal-hal yang dapat
membuat sedih (brooding), dengan melakukan proses dimana seorang individu berada
6

dalam keadaan pasif dan terus membandingkan situasi mereka saat ini untuk tujuan
yang belum terpenuhi. Proses perenungan yang mencakup pikiran negatif dan
melibatkan brooding dan reflection, sering mengakibatkan dampak negatif (Thomsen,
2006 dalam Anderson, 2012)
Tahapan Rumination
Menurut Nolen- Hoeksema (1991) dari Response Styles Theory, ada empat tahapan
rumination (merenung) dapat menjadi hal negatif sehingga dapat mempengaruhi
individu yaitu dengan diawali oleh penarikan kembali pikiran atau kenangan yang
negatif sehingga memiliki dampak terhadap meningkatkatkan perasaan negatif, lalu
adanya kesulitan dalam memecahkan masalah, kemudian adanya kesulitan dalam
menemukan strategi pemecahan masalah, kurangnya dukungan sosial, dan akhirnya
individu akan terus berada pada kondisi rumination.
Forgiveness dan Rumination
Forgivness merupakan kesediaan yang terus bergerak agar meninggalkan kekeliruan
yang dialami pada masa lalu yang dianggap menyakitkan, saat itu juga memilih
untuk tidak lagi mencari-cari amarah dan rasa benci, dan menepis keinginan untuk
menyakiti orang lain atau membalas dendam agar pelaku yang membuat sakit hati
dapat merasakan hal yang sama. (Tri & Faturochman, 2010).
Faktor faktor yang menyangkut pemberian forgiveness seseorang kepada seseorang
adalah empati, atribusi terhadap perilaku, tingkat keluakaan, dan karakteristik
kepribadian. Namun, individu yang selalu melakukan rumination terhadap masa lalu,
cenderung memberikan hasil negatif terhadap sikap ingin memaafkan. Individu akan
memikirkan penyebab-penyebab mengapa ia telah merasakan kekecewaan, rasa benci,
dan marah.
Pada awalnya individu telah merasakan suatu pelanggaran atau telah disakiti,
kemudian individu tersebut akan mengalami pengaktifkan struktur kognitif dan
motivasi lainnya (yaitu pikiran, perasaan, bias persepsi, motivasi, dan bahkan
mekanisme untuk motorik) yang terhubung dalam kesatuan peristiwa dimana
peristiwa yang diingat adalah peristiwa-peristiwa yang menyakitkan, lalu timbul rasa
kurangnya empati yang merupakan salah satu dari faktor memaafkan, dan akhirnya
individu akan sulit memaafkan seseroang karena peristiwa menyakitkan dari orang
lain (Miller et al, 2003).
Rumination dan forgiveness memiliki hubungan negatif dan dapat diamati serta
bereaksi terhadap bahaya interpersonal. Misalnya, kemarahan yang disebabkan oleh
peristiwa pelanggaran dapat memicu kembali kenangan pelanggaran yang telah
terjadi, dengan demikian dapat menimbulkan kesiapan fisiologis sehingga ada dilema
untuk melawan atau membiarkan berada tetap didalam pikiran. Mengingat kembali
peristiwa pelanggaran dapat mempengaruhi kemungkinan besar peristiwa rumination
dan sulitnya memaafakan, sehingga dapat mengaktifkan kembali jika suatu saat nanti
pelanggaran (peristiwa disakiti) masih tetap terjadi.
Banyak individu yang terjebak dan memilih untuk merenungi semua kesalahankesalahan yang telah terjadi. Sehingga yang didapatkan adalah rumination
7

(merenung) tidak dapat membantu individu memecahkan masalah dan menimbulkan
pikiran negatif kemudian hal tersebut muncul secara berulang-ulang. Akhirnya
individu akan memfokuskan perhatian pada suasana hati, kemudian kembali
memperkuat mood yang negatif. Proses rumination (merenung) sering menyebabkan
hal yang negatif, dimana ada kemungkinan termasuk gejala depresi,
ketidakberdayaan, dan menimbulkan gejala stress juga (Thomsen, 2006 dalam NolenHoeksema, & E. Wisco, 2008 ).
Dampak dari merenungkan masa lalu yang dialami oleh seorang individu, akan
memunculkan peristiwa disakiti atau merasakan kembali sebuah pelanggaran
sehingga akan mempengaruhi tingat seseorang dalam memberikan forgiveness kepada
orang lain, apa lagi seseorang yang menjadi korban peristiwa menyakitkan memiliki
hubungan interpersonal pada pelaku pelanggaran (McCullogh, et al., 1997).
Hipotesa
Ada korelasi negatif antara rumination dengan forgiveness yang dialami seorang
remaja dalam pemberian forgiveness kepada sahabatnya. Semakin tinggi rumination
yang terjadi maka semakin rendah perilaku forgiveness.
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional karena peneliti ingin
melihat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini mengambil mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
yang memiliki karakterisiktik usia 18-21 tahun, memiliki sahabat, dan pernah
mengalami pengalaman pelanggaran dari sahabat. Selain itu, peneliti mengambil
sampel dengan 183 mahasiswa. Untuk studi korelasi, sampel dapat diambil sebanyak
minimal 50 subjek untuk menetapkan sebuah hubungan pada penelitian yang akan
dilakukan (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 1996).
Teknik pengambilan sampel menggunakn teknik purposive sampling. Purposive
sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga
relevan dengan struktur penelitian, dimana pengembalian sampel dengan mengambil
sampel dari orang-orang yang dipilih menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik
tertentu (Djarwanto dalam Putra, 2006).
Variabel
Variabel terikat (dependent/Y) dalam penelitian ini adalah forgiveness. Forgiveness
adalah kemampuan individu untuk mengurangi perilaku membalas dendam sehingga
dapat membuat individu merasa tenang, tidak merasa sedih, dan melepas kemarahan.
Sedangkan variabel bebasnya (independent) adalah rumination. Rumination adalah
individu yang terus-menerus memikirkan hal-hal yang negatif seperti mengingat-ingat
8

kesalahan orang lain atau keselahan yang dibuatnya sendiri sehingga menimbulkan
stress, depresi atau perilaku-perilaku maldaptif.
Metode pengumpulan data variabel forgiveness memakai Transregression-Related
Interpersonal Motivation (TRIM) inventory yang dikembangkan oleh McCullough, et
al (1998) yang mengungkapkan tiga aspek yaitu pembalasan, penghindaran, dan
berbuat baik. Skala yang digunakan diadaptasi dari skala forgiveness yang disusun
oleh Abriansyah (2013). Sejumlah 21 item. Aspek-aspek yang digunakan adalah :
pembalasan, penghindaran, perbuatan baik. Selanjutnya untuk rumination memakai
Impact Scale of Events Scale dari Horowitz, Wilner, & Alvarez, 1979 dengan
menggunakan 2 aspek dasar yaitu avoidance (usaha untuk menghindari pikiran,
emosi, dan ingatan yang berkatain dengan kejadian tertentu di maa lalu) dan intrusion
(mengalami pikran, emosi, dan ingatan yang mengganggu yang berkaitan dengan
kejadian tertentu di masa lalu.
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala forgiveness
Skala Rumination

Jumlah
Item Valid
21
14

Indeks Validitas
0,266-0,641
0,301-0,525

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala forgiveness
Skala Rumination

Alpha
0,879
0,649

Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Prosedur penelitian diawali dengan menyusun instrument dengan menggunakan skala
likert. Skala pertama yaitu skala forgiveness dibuat berdasarkan tiga aspek tiga aspek
yaitu pembalasan, penghindaran, dan berbuat baik. Skala yang digunakan diadaptasi
dari skala forgiveness yang disusun oleh Abriansyah (2013) forgiveness menurut
McCullough, et al (1998). Kemudian skala kedua yaitu skala rumination menurut
Horowitz, Wilner, & Alvarez, 1979 dengn 2 aspek yaitu avoidance (usaha untuk
menghindari pikiran, emosi, dan ingatan yang berkatain dengan kejadian tertentu di
maa lalu) dan intrusion (mengalami pikran, emosi, dan ingatan yang mengganggu
yang berkaitan dengan kejadian tertentu di masa lalu.
Skala ini kemudian di tryout kan pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Malang sebanyak 100 orang dan kemudian dianalisis. Untuk analisa data peneliti
memakai analisa korelasi product moment pearsons untuk melihat hubungan antara
variabel bebas dan terikat. Dalam proses ini peneliti menggunakan software
perhitungan statistic SPSS for window versi 21.

9

HASIL PENELITIAN
Penjelasan mengenai hasil penelitian kepada 183 subjek yang memenuhi kriteria
dalam hubungan forgiveness dan rumination dijelaskan dengan tabel-tabel sebagi
berikut:
Tabel. 3 Kategori Rumination
Interval
Kategori
16,08 – 42,11
Rendah
42,12 – 68,14
Sedang
68,15 – 94,17
Tinggi
TOTAL

Frekuensi
36
142
5
183

Presentase
19,7%
77,6%
2,7%
100%

Berdasarkan tabel diatas, dimana dari hasil analisa uji T- Score. Diketahui bahwa 183
subjek, yang termasuk dalam kategori sedang jauh lebih banyak dibandingkan
kategori rendah dan kategori tinggi. Untuk variabel rumination yang termasuk dalam
kategori rendah sebanyak 36 subjek, kategori sedang sebanyak 142 subjek, dan
kategori tinggi sebanyak 5 subjek. Sehingga 36 subjek memiliki presentase
rumination sebesar 19,7%, 142 subjek memiliki presentase rumination sebesar 77,6%,
dan 5 subjek memiliki presentase rumination sebesar 2,7%
Tabel. 4 Kategori Forgiveness
Interval
23,31-43,1
43,2-62,88
62,89-82,66

TOTAL

Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi

Frekuensi
36
132
15
183

Presentase
19,7%
72,1%
8,2%
100%

Dari tabel diatas dapat, dimana dari hasil analisa uji T- Score. Diketahui bahwa 183
subjek, yang termasuk dalam kategori sedang jauh lebih banyak dibandingkan
kategori rendah dan kategori tinggi. Untuk variabel forgiveness yang termasuk dalam
kategori rendah sebanyak 36 subjek, kategori sedang sebanyak 132 subjek, dan
kategori tinggi sebanyak 15 subjek. Sehingga 36 subjek memiliki presentase
rumination sebesar 19,7%, 142 subjek memiliki presentase forgiveness sebesar
77,6%, dan 5 subjek memiliki presentase forgiveness sebesar 2,7%.

10

Tabel. 5 Uji Korelasi Rumination dan Forgiveness
Lambang
Koefisien Korelasi
R
Koefisien Determinasi
r2 => %
Taraf
Kemungkinan %
Kesalahan
p
Signifikan

Indeks Analisis
-0,289
0,08=> 8%
1% (0,01)
0,000

Dari hasil analisa yang dilakukan dengan menggunakan analisa korelasi productmoment pearsons diperoleh angka koefisen r sebesar 0,000 yang mengartikan bahwa
nilai tersebut lebih kecil dari taraf signifikan 1% dengan angka 0,01. Hal ini
menunjukan bahwa hubungan yang sangat signifikan antara rumination dan
forgiveness (0,000 < 0,01). Nilai koefisien korelasi mengarah negatif yaitu -0,289
yang mengartikan bahwa ada hubungan negatif antara kedua variabel. Hal ini
membuktikan bahwa, semakin tinggi rumination maka semakin rendah forgiveness
yang dilakukan oleh individu. Sebaliknya jika rumination semakin tinggi maka
forgiveness yang dilakukan oleh individu semakin rendah. Selain itu, sumbangan dari
forgiveness terhadap rumination dari hasil koefisien (r2) sebesar 0,08 yang jika
dipresentasikan sebesar 8%. Hal ini menjelaskan bahwa sumbangan efektif dari
variabel rumination kepada variabel forgiveness hanya 8% dan 92% lainnya
dipengaruhi oleh faktor lain.
DISKUSI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan
negatif antara rumination dan forgiveness setelah merasakan peristiwa pelanggaran
atau tindakan menyakiti. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi rumination
maka semakin rendah dalam pemberian forgiveness (forgiveness), begitu juga
sebaliknya semakin rendah rumination maka semakin tinggi juga pemberian
forgiveness (forgiveness). Ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh
peneliti diterima.
Mengapa rumination dapat mempengaruhi forgiveness dalam hubungan
persahabatan? Pada hubungan persahabatan individu akan terlibat pada keseluruhan
pribadi berdasarkan kepercayaan yang mendalam dengan saling berbagi (Mussen
dkk., 1980 dalam Nashori, 2008). Kepercayaan yang mendalam pada hubungan
persahabatan akan menuntut individu untuk saling mengerti pada kondisi masingmasing pribadi. Hubungan persahabatan yang berkualitas ditandai dengan beberapa
faktor, yaitu niat mempertahankan hubungan yang mendalam, adanya kelekatan
interpersonal yang kuat, dan memiliki keinginan agar hubungan persahabatan yang
dijalani bertahan lama (Abriansyah, 2012). Hubungan persahabatan tidak terlepas
dengan adanya masalah. Masalah yang terjadi dapat dinilai sebagai pelanggaran yang
membuat sakit hati atau termasuk masalah yang biasa saja, sesuai dengan tingkat
peristiwa pelanggaran yang terjadi.
The CNA model of aggression, membantu dalam menjelaskan mengapa rumination
dapat memiliki hubungan negatif dengan forgiveness. Pelanggaran yang terjadi dapat
menimbulkan emosi negatif kepada korban, sehingga mengaktifkan struktur kognitif
dan motivasi lainnya seperti pikiran, perasaan, bias persepsi, motivasi dan perilaku
11

sehingga dapat mempengaruhi satu kesatuan perilaku yang akan dilakukan. Misalnya,
seseoarang yang marah karena telah merasakan pelanggaran, akan memunculkan
kenangan pelanggaran yang telah dirasakan sebelumnya sehingga fisiologis individu
tersebut akan menimbulkan perasaan melawan atau bertarung dalam merespon
pelanggaran yang telah dirasakan. Hal ini dapat menyebabkan pelanggaran yang
sudah terajadi diaktifkan kembali dalam suatu ingatan. (Berowitz, 1990) dan (Miller
et.al , 2003).
Rumination yang selalu muncul dalam setiap kurun waktu, padahal peristiwa yang
terjadi sudah lama terjadi. Menandakan bahwa adanya pengaktifkan kembali jaringan
asosiatif terhadap rumination yang diakibatkan dari pelanggaran tersebut. Individu
yang mengalami rumination akan mengalami kembalinya kenangan buruk sehingga
menimbulkan perasaan negatif dan mempengaruhi kognisi, motivasi, dan kesiapan
fisiologis untuk menanggapi kemudian melawan perasaan negatif yang ditimbulkan
dari dampak pelanggaran yang dirasakan, sehingga rumination termasuk didalam
taraf kognitif individu. Individu yang mengingat kembali kenangan karena
pelanggaran akan merasakan peristiwa pelanggaran seolah-olah terjadi kembali.
Tingkat selanjutnya ketika sudah mengingat kembali ingatan buruk atas pelanggaran
orang lain, individu yang merasa menjadi korban pelanggaran akan merasa bahwa
peristiwa pelanggraran belum selesai atau belum tuntas. Sehingga ada keinginan
untuk membalas dendam terhadap orang lain yang dianggap sebagai pelaku atas
peristiwa pelanggaran yang telah dilakukan.
Pada beberapa kasus dalam hubungan persahabatan, ada peristiwa yang telah
memberikan pelanggaran dan menimbulkan rasa sakit hati kepada korban. Adapun
serangan tersebut yaitu tidak dihargai, dikhianati, dan tidak dipedulikan oleh sahabat
yang sudah dianggap sebagai individu yang sangat dekat. Untuk beberapa alasan,
beratnya pelanggaran mungkin dapat mempengaruhi individu dalam memberikan
forgiveness. Pelanggaran yang dianggap berat akan terasa sulit untuk disikapi dengan
bersabar karena peristiwa pelanggaran tersebut dapat mempengaruhi kehidupan
individu yang merasakan pelanggaran. Akibatnya, pelanggaran yang cenderung dirasa
berat dapat mendorong individu bertindak menghindar kemudian mencari cara agar
mengurangi hal-hal negatif dimasa depan. Keparahan pelanggaran dapat
mempengaruhi individu dalam mempengaruhi pengampunan. Pelanggaran yang berat
cenderung memiliki konsekuensi abadi dalam mengingat kesalahan orang lain
sehingga sulit untuk memberhikan forgiveness (Miller et.al .2003).
Selain itu, hubungan antara keduanya dipresentasikan sebesar 8% yang mengartikan
bahwa kontribusi hubungan kedua variabel relatif lemah karena masih terdapat 92%
faktor lainnya yang dapat mempengaruhi. Sedangkan rumination sendiri merupakan
faktor yang berada dalam variabel kognisi (ada proses kognitif), sehingga
menunjukkan bahwa rumination berada pada faktor dalam variabel yang paling jauh
hubungannya dengan forgiveness (Dayakisni & Hudaniah, 2009).
Adapun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi individu dalam pemberian
forgiveness yaitu empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat
kelukaan, karakteristik kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas dan rumination.
Penelitian lainnya juga menguraikan alasan-alasan mengapa individu tidak mau
memaafkan yaitu individu merespon dengan alasan “karena dia mengkhianati
kepercayaan saya!” tanggapan ini diartikan sebagai sebuah pelanggaran sehingga
12

menjadi alasan yang cukup untuk tidak memaafkan orang lain, selain itu individu
merasa tidak mendapatkan permintaan forgiveness, pelaku tidak menyesal dengan apa
yang telah dilakukan, beberapa orang juga mengaggap bahwa pelaku tidak layak
diberikan forgiveness karena pelaku adalah orang yang tercela, pelanggaran yang
dilakukan masih terus dilakukan, dan ada pemikiran bahwa korban pantas untuk tidak
memaafkan atas pelanggaran yang telah dilakukan (Younger, Piferi, Jobe, Lawler,
2004).
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rumination memiliki hubungan yang
sangat signifikan dengan forgiveness, hubungan yang didapatkan dari kedua variabel
adalah negatif, sehingga sesuai dengan hipotesa peneliti. Kontribusi variabel
rumination terhadap forgiveness cenderung lemah yaitu 8% artinya ada 92% faktor
lain yang mempengaruhi forgiveness selain rumination.
Implikasi untuk subjek yaitu remaja akhir disarankan agar tidak terus memikirkan
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh orang lain, tujuannya agar tidak
mengalami pikiran-pikiran negatif sehingga nantinya dapat memiliki mood yang baik
dalam menyikapi suatu permasalahan dan yang paling utama adalah mudah dalam
memberikan maaf terhadap orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengalihkan perhatian yaitu dengan mencari kegiatan yang dapat mengalihkan
pikiran-pikran negatif seperti menyibukkan diri dengan aktivitas-aktivitas positif,
berolahraga, dan bersosialisasi dengan teman-teman lainnya. Kemudian diharapkan
individu segera mendapatkan pemecahan yang baik dalam menyikapi pelanggaran
atau kesalahan-kesalahan yang terjadi.
Implikasi untuk penelitian selanjutnya adalah dapat menggunakan variabel lainnya
yaitu atribusi, tingkat kelukaan, karateristik kepribadian, dan kualitas hubungan.

REFERENSI
Anderson, K.S. (2012) "Transdiagnostic factors: the mediating role of rumination in
health anxiety and premenstrual distress" Honors College. Paper 38.
Angelina. (2012). Hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada
remaja akhir. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Aini, R.N. (2014) . Peran komunikasi antara pribadi sebagai pencegah terjadinya
konflik pada hubungan persahabatan remaja di Samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 2014 2 (1) 290-304 ISNN 0000-0000, ejournal.ilkom.fisipunmul.ac.id
Arif, T.A. (2013). Komitmen dengan forgiveness dalam hubungan persahabatan.
Jurnal Online Psikologi . Fakultas Psikologi : UMM

13

Hurlock . B., Elizabeth. (1980). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Penerbit : Erlangga. Jakarta
McCullough., Bono., & Root M. 2007. Rumination, emotion, and forgiveness: three
longitudinal studies. Journal of Personality and Social Psychology the American
Psychological Association 2007, Vol. 92, No. 3, 490–505
Mccullough., Bellah., Kilpatrick., & Johnson. (2001). Vengefulness: relationships
with forgiveness, rumination, well-being, and the big five. PSPB, Vol. 27 No. 5,
May 2001 601-610
Smit M., & Alloy B. (2009.) A roadmap to rumination: a review of the definition,
assessment, and conceptualization of this multifaceted constrte. Clin Psychol
Rev. doi:10.1016/j.cpr.2008.10.003. Temple University, Psychology
Department, 6th Floor, Weiss Hall, 1701 N. 13th Street, Philadelphia, PA
19122, United States, March ; 29(2): 116–128
Ristianti , A .(2012). Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan
identitas diri pada remaja akhir di SMA Pusaka Jakarta. Fakultas Psikologi :
Universitas Gunadarma
Nolen-Hoeksema., & Wisco E.( 2008). Rethinking rumination. Perspectives On
Psychological Science . Department of Psychology, Yale University.
Tanjung, B.H. (2014). Sakit hati, gadis ini dibunuh dua sahabatnya. Okezone, 17 Juli
2014.

Treynor., Gonzalez., & Nolen-Hoeksema. 2003. Rumination reconsidered: a
psychometric analysis. Cognitive Therapy and Research, Vol. 27, No. 3, June 2003 (

C

2003), pp. 247 259

Utami, D. A. (2015). Kepercayaan interpersonal dengan forgiveness dalam
hubungan persahabatan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang
Wardhati L, T., & Faturochman. (2006). Psikologi forgiveness (The psychology of
forgiveness). Buletin Psikologi.
Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi & pendidikan. Malang:
UMM Press
Whitmer & Gotlib. (2011). Brooding and reflection reconsidered: a factor analytic
examination of rumination in currently depressed, formerly depressed, and
never depressed individuals. Ogn Ther Res (2011) 35:99 107
Younger, J.W., Piferi, R.L., Jobe R.L., & Lawler ,K.A. (2004). Dimension of
forgiveness: the views of laypersons. Journal of Social and Personal
Relationship. Vol 21 (6 ): 837-855

14

LAMPIRAN 1
SKALA RUMINATION DAN
FORGIVENESS

15

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Jl Raya Tlogomas No. 246, Malang, Jawa Timur
Dalam rangka menyelesaikan studi S1, Kumala Ayu Wardani Mahasiswa Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang angkatan tahun 2012 diharuskan untuk melakukan
penelitian. Oleh karena itu saya mengharapkan bantuan teman-teman untuk dapat
bekerja sama memberikan keterangan dan penilaian pada penyataan-pernyataan yang ada
dibawah ini yang berdasarkan diri teman-teman. Semua keterangan dan jawaban yang
teman-teman berikan akan dijamin kerahasiaannya dan digunakan sebaik-baiknya hanya
untuk kepentingan penelitian ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas kerjasama yang baik ini

Peneliti,
Kumala Ayu Wardani
Nama/ Inisial :
Jurusan
:

1.
2.
3.

4.

Usia
:
Jenis Kelamin : L / P

PETUNJUK PENGISIAN 1
Baca dan pahami setiap pernyataan yang ada
Kemudian pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan diri temanteman dengan memberi tanda centang (√) pada kolom yang telah disediakan
Pilihan jawabannya adalah:
SS
: Sangat Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
N
: Netral
S
: Sesuai
STS :Sangat Tidak Sesuai
Apabila ingin memperbaii jawaban, berilah tanda samadengan (=) pada pilihan
jawaban yang alah, kemudian beri tanda centang (√) pada pilihan jawaban
yang baru.

16

4. Contoh Pengisian:
NO
.
1.

Pernyataan
Saya akan
membuat dia
membayar rasa
sakit yang saya
rasakan.

Sangat
Tidak
Sesuai

Tidak
sesuai

Netral

Sesuai

Sangat
Sesuai



*Ket: Apabila anda memberikan tanda centang  pada kolom S, maka berarti
Anda merasa pernyataan ‘Saya tetap mengerjakan sendiri soal ujian sekalipun
soal-soalnya sangat sulit’, sesuai dengan diri anda
6. Jawablah secara jujur karena tidak ada jawaban yang salah.
7. Sebelum anda menyerahkan lembar ini, harap diperiksa kembali agar tidak ada
pernyataan yang terlewat.
8. Selamat Mengerjakan, Good Luck 
Dibawah ini adalah pernyataan-pernyataan tentang pemberian forgiveness kepada
sahabat anda, silahkan menjawab seseuai dengan diri anda sendiri.
NO.

Pernyataan

1.

Saya akan membuat dia
membayar rasa sakit yang
saya rasakan.
Saya akan menjaga jarak
dengan dirinya sejauh
mungkin dan sebisa
mungkin.
Walaupun tingkah
lakunya menyakitiku, saya
akan tetap baik
dengannya.
Saya berharap sesuatu
yang buruk terjadi
dengannya.
Saya akan tetap semangat
hidup walaupun dia tidak
ada disampingku.
Saya ingin melupakan
masalah ini dan terus
melangkah kedepan.
Saya tidak akan percaya
lagi dengannya.

2.
3.
4.
5.
6.
7

Sangat
Tidak
Sesuai

Tidak
Sesuai

Netral

Sesuai

Sangat
Sesuai

17

8
9
10
11.
12.

13.
NO.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Walaupun yang telah
dilakukannya telah
menyakitiku, saya tetap
ingin kita dapat memulai
lagi persahabatan kita.
Saya ingin dia
mendapatkan apa yang
pantas dia dapatkan
setelah menyakiti saya.
Walaupun dia telah
menyakitiku, saya akan
tetap rendah hati sehingga
kita dapat memeulai lagi
persahabatan kita.
Saya akan memutuskan
persahabatn dengannya.
Saya dapat
menghilangkan
kemarahan saya sehingga
saya bisa memulihkan
persahabatn saya menjadi
baik.
Saya ingin melihat dia
tersakiti dan merasakan
kesengsaraan.
PERNYATAAN

Saya akan menarik diri
dari kehidupannya.
Saya tidak akan meghidari
teman saya yang telah
melakukan kesalahan.
Saya akan
mempermalukan sahabat
saya yang telah menyakiti
hati saya saat didepan
umum.
Saya akan selalu
mendo’akan yang terbaik
untuk sahabat saya
walaupun dia telah
menyakiti perasaan saya.
Saya akan tetap bermain
dengan sahabat saya
wlauapun dia telah
menyakiti hati saya.
Saya akan

Sangat
Tidak
Sesuai

Tidak
Sesuai

Netral

Sesuai

Sangat
Sesuai

18

20.
21.

mempermalukan sahabat
yang telah menyakiti hati
saya saat didepan umum.
Saya akan mencelakai
sahabat saya.
Saya tidak peduli dengan
apa saja yang
dilakukannya.

Nama/ Ini