Kultivasi batch aerasi penuh 1 vvm Kultivasi batch terekayasa I Kultivasi batch terekayasa II

Gambar 14. Perbandingan biomassa X, Konsentrasi gula sisa S dan kadar etanol hasil kultivasi pada ketiga perlakuan dengan menggunakan sistem batch. 50 100 150 200 250 300 5 10 15 20 25 30 35 40 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 Ko n sen tr asi g u la sis a g L B io m ass a g L ; E tOH b v waktu jam

A. Kultivasi batch aerasi penuh 1 vvm

X gL EtOH bv S gL 50 100 150 200 250 300 5 10 15 20 25 30 35 40 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 Ko n se n tras i g u la sisa g L Bio m ass a k erin g g L ; Et OH b v waktu jam

B. Kultivasi batch terekayasa I

X gL EtOH bv S gL 50 100 150 200 250 300 5 10 15 20 25 30 35 40 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 Ko n sen tr asi g u la sis a g L B io m ass a g L ; E tOH b v waktu jam

C. Kultivasi batch terekayasa II

X gL EtOH S gL Pada Gambar 14 terlihat bahwa pola pertumbuhan dari Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides yang digunakan cenderung tidak sama pada perlakuan aerasi penuh 1 vvm dan terekayasa. Pada perlakuan aerasi penuh 1 vvm konsentrasi sel akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu kultivasi. Sedangkan pada perlakuan terkayasa I mengalami fase stasioner mulai jam ke-18. Pada saat memasuki fase stasioner ini, nilai dari biomassa mengalami kondisi yang maksimal yaitu 35,33 ± 0,49 gL. Fase eksponensial terjadi pada jam ke-18 pada batch aerasi penuh 1 vvm. Oleh karena itu, untuk perlakuan kedua dan ketiga, rekayasa bioproses dilakukan pada jam ke – 18 untuk perlakuan stop aerasi pada kondisi eksponensial dan perlakuan ke tiga dilakukan stop aerasi pada jam ke-30 pada kondisi stasioner. Pada perlakuan kedua dan ketiga, setelah dilakukan penghentian aerasi terlihat bahwa grafik pertumbuhan biomassa relatif konstan. Nilai biomassa yang konstan menunjukkan bahwa sel yang ada dalam media sudah tidak bertambah. Sesuai dengan daur hidup Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides itu sendiri yaitu khamir tersebut akan tumbuh baikmembentuk sel pada kondisi aerobik proses respirasi. Sedangkan pada saat kondisi dirubah menjadi anaerobik maka khamir akan membentuk etanol hal ini dikarenakan tidak tersedianya oksigen. Namun substrat yang digunakan semakin menurun diikuti dengan nilai laju pertumbuhan spesifik yang mula-mula naik dan akhirnya menurun. Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimal untuk batch aerasi penuh 1 vvm dan kedua perlakuan lainnya sama yaitu terjadi pada jam ke-6 yang masing-masing nilainya secara berturut-turut 0,31jam; 0,32jam dan 0,29jam. Hal ini dimungkinkan sel memanfaatkan substrat untuk proses pertumbuhan serta peningkatan jumlah sel. Penurunan jumlah substrat yang digunakan pada media menunjukkan bahwa pada kondisi yang tidak terdapat suplai oksigen, khamir akan melakukan proses kultivasi yang akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO 2 . Sedangkan pada kondisi yang terdapat oksigen, khamir akan melakukan proses respirasi membentuk karbondioksida dan air. Perbandingan kondisi akhir kultivasi batch, perlakuan kedua dan ketiga diperlihatkan kondisi pada saat terjadinya stop aerasi. Pada ketiga perlakuan tersebut untuk pertumbuhan biomassa akhir menunjukan bahwa nilainya tidak terlalu berbeda 3,62±0,01; 3,31±0,02; dan 3,26±0,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada kultivasi batch substrat yang digunakan selain untuk membentuk produk juga untuk pembentukan serta penambahan jumlah sel. Dilihat dari kadar etanol yang dihasilkan, maka perlakuan ketiga menghasilkan etanol yang paling tinggi yaitu 10,77 ± 1,60 bv dibandingkan dengan perlakuan yang lain 10,12 ± 0,11 dan 10,69 ± 0,00 bv dengan rendemen masing-masing perlakuan berturut-turut 68,15 vb, 71,15 vb dan 71,49 vb. sedangkan efisiensi kultivasi masing-masing perlakuan berturut-turut 87,68 , 91,55 dan 91,99 , serta pemanfaatan substrat untuk masing-masing perlakuan 94,37 , 95,46 dan 95,72 . Sedangkan substrat yang terkonsumsi untuk masing-masing perlakuan 225,86 gL, 228,50 gL dan 229,13 gL. Hal ini disebabkan karena pada saat penghentian aerasi pemanfaatan substrat yang tersisa semuanya tidak untuk pembentukan etanol melainkan pembentukan sel. Namun dari Gambar 14 pada perlakuan pertama dan kedua juga mengalami peningkatan produksi etanol. Kultivasi Fed-batch Aerasi Penuh 1 vvm dan Terekayasa Berbagai Konsentrasi 100 200 300 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 Ko n sen tr asi g u la sis a g L B io m ass a g L ; E tOH b v Waktu jam

A. Fed-batch aerasi penuh 1 vvm umpan TG

Dokumen yang terkait

Modifikasi In-Situ dan Karakterisasi Pati Termoplastik Sagu (Metroxylon Sagu) Dengan Difenilmetana Diisosianat Dan Minyak Jarak

0 72 164

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bioetanol dari Bonggol Pisang dengan Kapasitas Produksi 30.000 Ton/Tahun

18 115 325

Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Kulit Kakao (Theobroma Cacao, L)Menggunakan Fermipan

7 50 75

Imobilisasi Sel Saccharomyces Cerevisiae Menggunakan Alginat- Kitosan Dan Uji Stabilitasnya Untuk Produksi Etanol Dari Molase Secara Fermentasi Batch

10 129 93

Evaluasi dan Optimasi Produksi Bioetanol oleh Saccharomyces cereviseae Strain ATCC 9763, FNCC 3210 dan Batan pada Substrat Molases Gula Tebu

0 7 14

Evaluasi dan Optimasi Produksi Bioetanol oleh Saccharomyces cereviseae Strain ATCC 9763, FNCC 3210 dan Batan pada Substrat Molases Gula Tebu

0 5 14

Karakter Morfologi dan Potensi Produksi Beberapa Aksesi Sagu (Metroxylon spp.) di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Morphological Characteristics and Yield Potential of Sago Palm (Metroxylon spp.) Accessions in South Sorong District, West Papua

0 0 7

Optimasi Rasio Pati Terhadap Air dan Suhu Gelatinisasi untuk Pembentukan Pati Resisten Tipe III pada Pati Sagu (Metroxylon sagu) Ratio Optimization of Starch to Water and Gelatinization Temperature to Produce Resistant Starch Type III of Sago Starch (Metr

0 0 9

Karakteristik Pati Sagu yang Dimodifikasi dengan Perlakuan Gelatinisasi dan Retrogradasi Berulang Characteristics of Modified Sago (Metroxylon sagu) Starch by Gelatinization and Retrogradation Cycling

0 0 11

Potensi dan Pemanfaatan Pati Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat

0 1 10