“BUFFER STOCK APPROACH” DALAM KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
“BUFFER STOCK APPROACH” DALAM KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
Coki Ahmad Syahwier dan Rustam
Dosen FE USU [email protected]
Abstract: Money and monetary policy cannot be separated between each other. Monetary policy in Indonesia tends to affect the money primary (M0) dan M1, M2. There is potential to disparitas between a sum of money offered and the amount of money required to the public so that it could cause a disturbance liquidity economy especially if there is any excess amount of money offered. Buffer Stock Apparoach is a model to explain the behavior of the community in order to make money as an inventory. This approach is important to anticipate or being alternate in monitoring a monetary policy which will be executed in Indonesia.
Abstrak: Uang dan kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan lainnya. Kebijakan moneter di Indonesia cenderung untuk mempengaruhi uang primer (M0) dan M1, M2. Hal ini, berpotensi terjadinya disparitas antara jumlah uang yang ditawarkan dan jumlah uang yang diminta masyarakat sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap likuiditas perekonomian terutama apabila terjadi kelebihan jumlah uang yang ditawarkan. Buffer Stock Apparoach adalah suatu model untuk menjelaskan perilaku masyarakat untuk menjadikan uang sebagai inventori. Pendekatan ini penting untuk mengantisipasi atau menjadi alternatif dalam mencermati suatu kebijakan moneter yang akan dijalankan di Indonesia.
Kata kunci: kebijakan moneter, disparitas, perilaku masyarakat
PENDAHULUAN Peranan uang sangat penting dalam
suatu perekonomian termasuk dalam menjelaskan teori moneter, karena terdapat hubungan yang kuat antara persediaan uang dan tingkat harga agregat. Stok uang yang berlebihan akan menyebabkan jumlah likuiditas meningkat yang berpengaruh terhadap lonjakan harga-harga. Sebaliknya, stok uang yang rendah berpotensi melemahkan kapasitas perekonomian. Dengan demikian, diperlukan suatu pemahaman yang komprehensif mengenai pengertian uang dan hubungannya dengan perekonomian karena akan berpengaruh pada tingkat harga. Disamping itu, peranan uang menjadi sangat penting sehubungan dengan pencapaian kestabilan ekonomi. Peranan uang teramat menentukan efektivitas keberhasilan yang dicapai kebijakan moneter yang dijalankan. Sebab, suatu kebijakan moneter dapat dipengaruhi oleh permintaan uang dari masyarakat. Kebijakan moneter yang dimaksudkan adalah kebijakan moneter kuantitas. Dengan demikian, permintaan uang
merupakan suatu faktor yang penting dalam kebijakan moneter kuantitas terutama untuk memperkirakan pengaruh kebijakan moneter dalam menentukan target produksi nasional, tingkat inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar.
Berdasarkan aplikasi kebijakan moneter dalan sistem keuangan nasional sekarang ini, terdapat dua lembaga yang sangat besar pengaruhnya, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Undang-Undang, dua lembaga tersebut memiliki kewenangan yang independen untuk merumuskan kebijakan. Namun demikian, Bank Indonesia mempunyai kewenangan yang luas untuk mengendalikan jumlah uang beredar, menetapkan target inflasi, dan suku bunga acuan serta mengendalikan kestabilan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia memiliki fungsi dan peranan yang strategis dalam mendukung perkembangan perekonomian nasional. Tugas penting Bank Indonesia adalah mengendalikan peredaran uang dan suku bunga dalam perekonomian termasuk
1
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
menjaga kesehatan perbankan yang pada
akhirnya bersama-sama OJK akan
mempengaruhi perkembangan sektor
keuangan. Peranan Bank Indonesia dan
OJK diharapkan dapat menjelaskan
fenomena moneter yang berkembang saat
ini. Sebab, fenomena moneter terus
mengalami perubahan yang dapat merubah
kondisi moneter dan pasar uang di suatu
negara.
Kebijakan moneter yang dilakukan di
Indonesia selama ini, cenderung difokuskan
pada uang primer atau M0 dan uang beredar
M1 dan M2 karena dinilai sangat relevan
dengan kondisi di Indonesia. Mekanisme
kebijakan moneter di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh perubahan struktural dan
kebijakan ekonomi di bidang keuangan. Hal
tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya
aliran masuk modal luar negeri yang
diperkirakan
dapat
mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi
tersebut, peranan suku bunga dinilai bekerja
dengan baik terutama dalam
mentransmisikan pengaruh kebijakan
moneter pada perubahan suku bunga
simpanan dan pinjaman. Perubahan suku
bunga dipakai untuk mempengaruhi
besarnya pengeluaran investasi dan
konsumsi dalam perekonomian. Akan
tetapi, peranan suku bunga dalam
mentransmisikan kebijakan moneter untuk
mempengaruhi sektor riil dianggap belum
optimal termasuk pergerakan nilai tukar
yang justru mengalami depresiasi yang
dalam saat ini di Indonesia. Oleh sebab itu,
kebijakan moneter kuantitatif perlu terus
dibahas dan dikaji terutama hubungannya
dengan konsep uang, ekspektasi pasar,
peran OJK dalam mengoptimalkan peran
lembaga-lembaga keuangan, dan
mekanisme transmisi yang digunakan.
HASIL & PEMBAHASAN Teori Permintaan Uang
Dalam sejumlah literatur yang dikenal selama ini, fungsi uang adalah sebagai alat tukar yang tergambarkan pada penggunaan uang kartal dan uang giral dalam perekonomian. Faham pertama ini, pada dasarnya menyatakan uang sebagai media pertukaran yang memudahkan berjalannya transaksi dalam perekonomian. Tetapi menurut faham kedua, sebenarnya uang berfungsi sebagai store of value
2
sementara yang digambarkan pada penggunaan uang kartal dan semua time deposit yang berada di bank-bank umum. Faham kedua ini dikenal dengan teori permintaan uang yang dikemukakan oleh Prof.Milton Friedman. Teori permintaan uang Friedman ada kemiripan dengan teori permintaan menurut aliran klasik, dimana M = k.Y = (1/v).Y. Persamaan ini menjelaskan M adalah jumlah uang yang beredar, k adalah besar kecilnya keinginan masyarakat untuk memegang bagian dari pendapatan/kekayaannya dalam bentuk kas, Y adalah pendapatan nasional, v adalah velositas. Perbedaan teori ini dengan teori permintaan uang klasik bahwa yang dimaksud dengan Y adalah current income, sedangkan menurut Friedman, Y adlah permanent income yaitu pendapatan ratarata yang diharapkan masyarakat selama suatu periode tertentu. Berdasarkan teori klasik, yang diartikan M adalah M1, sedangkan teori Friedman M merupakan M2 yang terdiri dari M1 ditambah dengan time deposit. Sementara itu, menurut teori klasik, v adalah konstan, tetapi menurut Friedman, v merupakan variabel yang berfluktuasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : inflasi, tingkat harga umum, penghasilan (return) dari saham, penghasilan dari obligasi. Faham ketiga, justru melihat uang tidak dimasukkan dalam kategori uang dalam arti yang sempit, melainkan fungsi uang juga diartikan sebagai seluruh bentuk atau jenis benda yang dapat dijadikan sebagai pengganti uang. Faham keempat, menambahkan selain semua jenis uang yang ada seharusnya juga menyertakan semua pasiva yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan bukan bank sebagai bentuk sebagaimana fungsi uang.
Pemahaman fungsi uang seperti dijelaskan diatas menunjukkan adanya kemajuan yang cukup berarti bilamana fungsi uang dan arti uang dalam perekonomian harus dilihat berdasarkan perspektif menyesuaikan fungsi uang dengan perubahan-perubahan dalam fenomena moneter akhir-akhir ini. Fungsi uang dan arti uang harus diaplikasian dalam arti yang luas. Kebijakan moneter kuantitatif seperti digunakan sekarang ini harus lebih disempurnakan. Sebab, terlihat jelas bagaimana kebijakan moneter
Coki Ahmad Syahwier dan Rustam: “Buffer Stock Approach” dalam…
kuantitas yang diberlakukan di Indonesia
kurang efektif. Fakta menunjukkan, nilai
tukar rupiah pada Triwulan I Tahun 2014
terperosok ke level Rp 12.150 per dolar AS.
Sedangkan kebijakan suku bunga tidak lagi
mampu
mengangkat
kapasitas
perekonomian nasional yang tumbuh
lambat yakni pada kisaran 5,6 persen.
Defisit neraca transaksi berjalan terus
mengalami defisit yang tidak biasa lagi.
Bahkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dari tahun ke tahun
memikul beban subsidi yang sangat berat.
Demikian sama halnya dengan tingkat
inflasi yang cukup mengkhawatirkan pada
akhir Tahun 2014 yang diperkirakan akan
mendekati dua digit sebagai batas
psikologis. Akan tetapi, dengan
beroperasinya OJK kiranya dapat menjadi
pencerah bagi perkembangan sistem
keuangan nasional. Setiap kebijakan
moneter dapat dikontrol agar sesuai dengan
perencanaan moneter dan sasaran kebijakan
moneter yang ditetapkan.
Kebijakan Moneter di Indonesia Selama ini, kebijakan moneter yang
ditempuh Bank Indonesia selalu diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang di targetkan. Kemudian Bank Indonesia menyusun langkh-langkah sistemtis dan strategis untuk mencapai inflasi yang ditetapkan. Langkah-langkah kebijakan moneter tersebut diartikan sebagai kerangka kerja kebijakan moneter atau inflation targeting framework. Sehubungan dengan kerangka kerja ini, Bank Indonesia selalu menyampaikan kepada masyarakat mengenai target-target inflasi dan langkahlangkah yang akan diambil Bank Indonesia melalui kebijakan moneter.
Kerangka kerja yang disusun Bank Indonesia bertujuan agar kebijakan moneter yang dijalankan dapat efektif terutama dalam mencapai target inflasi yang telah ditetapkan. Sasaran dari kebijakan moneter adalah terbentuknya kestabilan harga dengan menentukan sasaran kebijakan moneter secara eksplisit berdasarkan proyeksi dan target inflasi pada masa depan. Menurut Mishkin (2001: 454-457), sasaran kebijakan moneter adalah tersedianya kesempatan kerja yang tinggi, pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, kestabilan suku bunga, kestabilan pasar
keuangan, dan kestabilan pasar valuta
asing. Dalam pelaksanaannya, kebijakan
moneter yang dijalankan sering
menimbulkan masalah ketika target inflasi
yang ditetapkan tidak sejalan dengan
kondisi ekonomi yang sebenarnya.
Misalnya, target inflasi pada level tertentu
untuk menetapkan pertumbuhan ekonomi
tidak sama dengan inflasi dalam
menentukan suku bunga.
Sesuai dengan penjelasan
sebelumnya, kebijakan moneter di
Indonesia adalah menggunakan uang
primer atau M0 sebagai sasaran
operasional, sedangkan sasaran antaran
adalah M1 dan M2. Secara teoritis bank
sentral selalu menetapkan sasaran M0
melalui sertifikat bank sentral, tetapi jika
sasaran uang primer tidak terealisasikan
maka bank sentral dapat melakukan
intervensi ke pasar uang. Intervensi bank
sentral dapat dilakukan dengan
mengerahkan likuiditas yang dimiliki agar
tercapat kesembangan di pasar uang. Bank
sentral juga dapat melakukan intervensi
dengan cara menyerap kelebihan likuiditas
yang dimiliki bank-bank umum sekaligus
untuk memelihara kestabilai nilai mata
uang. Kelebihan likuiditas di pasar uang
bisa saja disebabkan oleh adanya adanya
peningkatan pengeluaran pemerintah. Oleh
sebab itu, dalam mencapai kebijakan
moneter kuanttas yang efektif perlu
dilakukan
pengamatan
terhadap
perkembangan besaran moneter, seperti :
perputaran uang dari satu media ke media
yang in (velositas uang), angka multiplier
uang, dan permintaan uang. Ketiga besaran
moneter tersebut dapat menjelaskan
perilaku masyarakat di pasar uang terutama
permintaan uang. Besaran moneter
permintaan uang dapat menjadi faktor
determinan bagi kestabilan perekonomian.
Sebab, fluktuasi terhadap permintaan uang
dan ketidakmampuan memperkirakan
permintaan uang dapat membuat
pencapaian sasaran kebijakan moneter
berupa kestabilan ekonomi juga sulit untuk
diperkirakan. Dalam hal ini, maka
diperlukan suatu peninjauan terhadap
kebijakan moneter kuantitas melalui
pendekatan model ekonomi moneter atau
sebagaimana dijelaskan diatas yaitu dengan
inflation targeting framework.
3
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
Konsep Ekonomi Moneter
Pada dasarnya, fungsi uang
berpengaruh pada kebijakan moneter
termasuk dalam pembentukan model
ekonomi moneter. Fungsi uang yang
disinggung diatas, sebagai alat tukar dan
store of value. Fungsi uang sebagai alat
tukar menunjukkan perilaku masyarakat
yang berkeinginan mempunyai kemudahan
untuk bertransaksi dalam perekonomian.
Perilaku masyarakat ini menunjukkan
pengertian uang dalam arti sempit.
Sedangkan store of value menggambarkan
perilaku masyarakat untuk mengelola
resiko dan manfaat yang diciptakan uang.
Masyarakat menjadikan uang sebagai
sesuatu yang dapat menciptakan nilai
tambah baginya karena memberikan suatu
manfaat lebih dari sekedar nilai nominal
uang. Tetapi motif permintaan uang untuk
store of value yang dijalankan masyarakat
menyimpan resiko karena adanya unsur
yang tidak pasti. Berdasarkan proses
pembentukan model ekonomi, yang selalu
digunakan adalah variabel yang stabil
karena dapat diperkirakan. Berarti motif
permintaan uang untuk bertransaksi lebih
mudah untuk menyusun suatu model
ekonomi moneter. Menurut Insukrindo
(2003), konsep atau model permintaan uang
yang tepat untuk mencermati fenomena
moneter
adalah permintaan uang
berdasarkan pendekatan stok penyangga
(buffer stock approach). Pendekatan ini
menyatakan bahwa keinginan masyarakat
memegang uang hanya untuk bertransaksi
saja (motive transaction) adalah agar dapat
mengurangi kesenjangan antara ketika
menerima pendapatan dan saat melakukan
pengeluaran karena dapat menimbulkan
adanya biaya yang tidak diharapkan atau
biaya yang tidak dapat diantisipasi. Model
ini dimaksudkan juga untuk mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesenjangan atau penyebab utama
timbulnya perbedaan antara permintaan
uang yang diinginkan dan jumlah yang
yang dipegang serta untuk menjelaskan
ketidakstabilan fungsi permintaan uang.
Selanjutnya menurut Insukindro,
terdapat dua pendekatan untuk menjelaskan
pengaruh variabel kejutan dari sisi
penawaran terhadap permintaan uang.
Pertama, backward looking buffer stock
models yaitu model penyerapan kejutan
4
(Shock Absorber Model) atau SAM dan model koreksi kesalahan (Error Correction Model) atau ECM dengan variabel kejutan (I-ECM). Kedua, forward looking buffer stock models yakni melalui adjustment models parsial dengan PAM (Partial Adjustment Models) with Rational Expectations atau RE atau (PAM + RE) dan model koreksi kesalahan (Error Correction Models) atau ECM dan Rational Expectations atau (ECM + RE).
Menurut Carr dan Darby (1984) dalam Insukindro (2003), SAM merupakan salah satu model dinmik dengan pendekatan bekal penyangga permintaan uang. Rumus yang dikembangkan mereka adalah :
(1) Yt = αYt * + (1-α) LY + St + µt
Yt merupakan jumlah uang aktual yang dipegang, Yt * adalah jumlah uang yang diinginkan, α ialah rate of decay, (1 - α) meru[akan kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) dan L adalah operasi kelambanan (lag operator) dan µ merupakan variabel gangguan (residuals). Jika koefisien parameter penaksir ( ) komponen perubahan penawaran uang yang tidak diantisipasi (S) signifikan, berarti permintaan uang dapat dipandang sebagai bekal penyangga.
Cara yang sama juga pernah dilakukan Insukindro (1992, 1998) yang mengkombinasikan ECM dan variabel kejutan dari sisi penawaran uang (SM) seperti dijelaskan dalam persamaan (IECM) berikut ini :
(2) ∆Yt = 1 ∆Xt + 2 LECTt + δ1 ∆SMt + δ2 LSMt + µt
Dimana ∆Yt = (1-L) Yt , ECT adalah
komponen koreksi kesalahan atau
kesalahan
ketidakseimbangan
(disequilibrium error), X adalah komponen
vector variabel eksogen yang
mempengaruhi jumlah uang yang
diinginkan, 1 menunjukkan pengaruh X terhadap Y dalam jangka pendek, 2
merupakan kecepatan penyesuaian. Engle
dan Granger (1987) dan Thomas (1997)
dalam Insukindro (2003) memperjelas
dimasukkannya LECT ke dalam ECM
untuk memastikan bahwa tidak ada
informasi pada variabel yang diabaikan dan
Coki Ahmad Syahwier dan Rustam: “Buffer Stock Approach” dalam…
sekaligus digunakan untuk menguji keberadaan hubungan keseimbangan jangka panjang atau kointegrasi antar variabelvariabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi. Kemudian konsep buffer stock uang sebagaimana dijelaskan diatas, maka dapat dilakukan pengujian atas berlaku tidaknya konsep tersebut apabila δ1 tidak sama dengan nol berarti signifikan, sebaliknya apabila δ2 sama dengan nol berarti tidak signifikan. Hipotesis bahwa masyarakat memegang uang karena sebagai inventori terbukti jika kedua kendala linear parameter tersebut tidak terbukti. Dengan kata lain, bekal penyangga tidak dapat ditolak.
Menurut Insukindro (2003), dua model dinamik PAM + RE dan ECM + RE tidak dapat dipisahkan dari model makroekonomika karena terdapat rational expectation terhadap the forward looking buffer stock model. Melalui dua model tersebut, maka dapat disusun dua persamaan, yaitu : (3) Yt = λ LY1 + (1- λ)(1- λD) ∑ ( λD)i
Et-1 L-iYt + µt
(4) ∆Yt = φ1 ∆Xt + φ2 LECTt + (1- λ)(1λD) ∑ ( λD)i Et-1 L-iYt + µt
Pada persamaan (3) dan (4), D adalah
faktor diskonto dan E merupakan operasi
harapan. Terdapat kesulitan dalam
memperkirakan variabel yang diamati (Et1L-iYt) karena kesulitan data dan melakukan
observasi. Oleh karena itu diperlukan suatu
cara menggunakan Keenan’s two-step
method) yaitu pendekatan konvolusi ke
depan (forward convolution approach), AR
(autoregressive),
VAR
(vector
autoregressive), pendekatan kointegrasi
(cointegration approach) dan Kalman
Filter (Cuthbertson, 1988, Price dan
Insukindro, 1994: Bomhoff, 1994; Allen
dan Hall, 1997) dalam Indukindro (2003).
KESIMPULAN Dapat diperkirakan apabila terjadi
disparitas antara antara jumlah uang yang ditawarkan oleh otoritas moneter dan jumlah uang yang diminta oleh masyarakat, maka salah satu implikasi yang berpotensi terjadi adalah meningkatnya laju inflasi. Sebab, hal itu kemungkinan besar terjadi
apabila jumlah uang yang ditawarkan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang diminta masyarakat. Kondisi inilah yang dinamakan dengan adanya suatu kejutan dalam pasar uang.
Jumlah uang yang ditawarkan karena otoritas moneter dapat mempengaruhi sisi penawaran uang antara lain dengan memperbesar jumlah uang primer. Dengan demikian sangat penting bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menetapkan sasaran uang primer apalagi jika tidak dapat diantisipasi masyarakat. Keseimbangan antara jumlah uang yang ditawarkan dan jumlah uang yang diminta masyarakat sangat perlu diantisipasi agar dapat memperkuat fondasi likuiditas perekonomian. Disamping itu, dalam konteks pola perilaku masyarakat, maka dapat dikatakan konsep bekal penyangga uang (buffer stock approach) merupakan alternatif penting dalam kebijakan moneter di Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Allen, C and S.Hall. 1997, Macroeconomic Modelling in a Changing World, Towards a Common Approach, John Wiley & Son Ltd.
Bomhoff, E.J. 1994, Financial Forecasting for Business and Economics, Academic Press Limited, London.
Couthbertson, K. 1998, “The Demand for M1: a Forward Looking Buffer Stock Model”. Oxford Economic Papers, 40: 110-131.
Insukindro. 2003, Kebijakan Moneter Yang Tidak Diantisipasi Dan Pengaruhnya terhadap Komponen Pasar Uang Di Indonesia,Makalah Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia XV, Batu, Malang
Mishkin, F.S. 2001, The Economics of Money, Banking and Financial Markets, Addision Wesley.
Syahwier, Coki Ahmad. 1999, Analisis Ekonomi Indonesia, Kajian Terhadap Dimensi Krisis Di Indonesia, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan, Bandung.
5
Coki Ahmad Syahwier dan Rustam
Dosen FE USU [email protected]
Abstract: Money and monetary policy cannot be separated between each other. Monetary policy in Indonesia tends to affect the money primary (M0) dan M1, M2. There is potential to disparitas between a sum of money offered and the amount of money required to the public so that it could cause a disturbance liquidity economy especially if there is any excess amount of money offered. Buffer Stock Apparoach is a model to explain the behavior of the community in order to make money as an inventory. This approach is important to anticipate or being alternate in monitoring a monetary policy which will be executed in Indonesia.
Abstrak: Uang dan kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan lainnya. Kebijakan moneter di Indonesia cenderung untuk mempengaruhi uang primer (M0) dan M1, M2. Hal ini, berpotensi terjadinya disparitas antara jumlah uang yang ditawarkan dan jumlah uang yang diminta masyarakat sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap likuiditas perekonomian terutama apabila terjadi kelebihan jumlah uang yang ditawarkan. Buffer Stock Apparoach adalah suatu model untuk menjelaskan perilaku masyarakat untuk menjadikan uang sebagai inventori. Pendekatan ini penting untuk mengantisipasi atau menjadi alternatif dalam mencermati suatu kebijakan moneter yang akan dijalankan di Indonesia.
Kata kunci: kebijakan moneter, disparitas, perilaku masyarakat
PENDAHULUAN Peranan uang sangat penting dalam
suatu perekonomian termasuk dalam menjelaskan teori moneter, karena terdapat hubungan yang kuat antara persediaan uang dan tingkat harga agregat. Stok uang yang berlebihan akan menyebabkan jumlah likuiditas meningkat yang berpengaruh terhadap lonjakan harga-harga. Sebaliknya, stok uang yang rendah berpotensi melemahkan kapasitas perekonomian. Dengan demikian, diperlukan suatu pemahaman yang komprehensif mengenai pengertian uang dan hubungannya dengan perekonomian karena akan berpengaruh pada tingkat harga. Disamping itu, peranan uang menjadi sangat penting sehubungan dengan pencapaian kestabilan ekonomi. Peranan uang teramat menentukan efektivitas keberhasilan yang dicapai kebijakan moneter yang dijalankan. Sebab, suatu kebijakan moneter dapat dipengaruhi oleh permintaan uang dari masyarakat. Kebijakan moneter yang dimaksudkan adalah kebijakan moneter kuantitas. Dengan demikian, permintaan uang
merupakan suatu faktor yang penting dalam kebijakan moneter kuantitas terutama untuk memperkirakan pengaruh kebijakan moneter dalam menentukan target produksi nasional, tingkat inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar.
Berdasarkan aplikasi kebijakan moneter dalan sistem keuangan nasional sekarang ini, terdapat dua lembaga yang sangat besar pengaruhnya, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Undang-Undang, dua lembaga tersebut memiliki kewenangan yang independen untuk merumuskan kebijakan. Namun demikian, Bank Indonesia mempunyai kewenangan yang luas untuk mengendalikan jumlah uang beredar, menetapkan target inflasi, dan suku bunga acuan serta mengendalikan kestabilan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia memiliki fungsi dan peranan yang strategis dalam mendukung perkembangan perekonomian nasional. Tugas penting Bank Indonesia adalah mengendalikan peredaran uang dan suku bunga dalam perekonomian termasuk
1
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
menjaga kesehatan perbankan yang pada
akhirnya bersama-sama OJK akan
mempengaruhi perkembangan sektor
keuangan. Peranan Bank Indonesia dan
OJK diharapkan dapat menjelaskan
fenomena moneter yang berkembang saat
ini. Sebab, fenomena moneter terus
mengalami perubahan yang dapat merubah
kondisi moneter dan pasar uang di suatu
negara.
Kebijakan moneter yang dilakukan di
Indonesia selama ini, cenderung difokuskan
pada uang primer atau M0 dan uang beredar
M1 dan M2 karena dinilai sangat relevan
dengan kondisi di Indonesia. Mekanisme
kebijakan moneter di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh perubahan struktural dan
kebijakan ekonomi di bidang keuangan. Hal
tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya
aliran masuk modal luar negeri yang
diperkirakan
dapat
mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi
tersebut, peranan suku bunga dinilai bekerja
dengan baik terutama dalam
mentransmisikan pengaruh kebijakan
moneter pada perubahan suku bunga
simpanan dan pinjaman. Perubahan suku
bunga dipakai untuk mempengaruhi
besarnya pengeluaran investasi dan
konsumsi dalam perekonomian. Akan
tetapi, peranan suku bunga dalam
mentransmisikan kebijakan moneter untuk
mempengaruhi sektor riil dianggap belum
optimal termasuk pergerakan nilai tukar
yang justru mengalami depresiasi yang
dalam saat ini di Indonesia. Oleh sebab itu,
kebijakan moneter kuantitatif perlu terus
dibahas dan dikaji terutama hubungannya
dengan konsep uang, ekspektasi pasar,
peran OJK dalam mengoptimalkan peran
lembaga-lembaga keuangan, dan
mekanisme transmisi yang digunakan.
HASIL & PEMBAHASAN Teori Permintaan Uang
Dalam sejumlah literatur yang dikenal selama ini, fungsi uang adalah sebagai alat tukar yang tergambarkan pada penggunaan uang kartal dan uang giral dalam perekonomian. Faham pertama ini, pada dasarnya menyatakan uang sebagai media pertukaran yang memudahkan berjalannya transaksi dalam perekonomian. Tetapi menurut faham kedua, sebenarnya uang berfungsi sebagai store of value
2
sementara yang digambarkan pada penggunaan uang kartal dan semua time deposit yang berada di bank-bank umum. Faham kedua ini dikenal dengan teori permintaan uang yang dikemukakan oleh Prof.Milton Friedman. Teori permintaan uang Friedman ada kemiripan dengan teori permintaan menurut aliran klasik, dimana M = k.Y = (1/v).Y. Persamaan ini menjelaskan M adalah jumlah uang yang beredar, k adalah besar kecilnya keinginan masyarakat untuk memegang bagian dari pendapatan/kekayaannya dalam bentuk kas, Y adalah pendapatan nasional, v adalah velositas. Perbedaan teori ini dengan teori permintaan uang klasik bahwa yang dimaksud dengan Y adalah current income, sedangkan menurut Friedman, Y adlah permanent income yaitu pendapatan ratarata yang diharapkan masyarakat selama suatu periode tertentu. Berdasarkan teori klasik, yang diartikan M adalah M1, sedangkan teori Friedman M merupakan M2 yang terdiri dari M1 ditambah dengan time deposit. Sementara itu, menurut teori klasik, v adalah konstan, tetapi menurut Friedman, v merupakan variabel yang berfluktuasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : inflasi, tingkat harga umum, penghasilan (return) dari saham, penghasilan dari obligasi. Faham ketiga, justru melihat uang tidak dimasukkan dalam kategori uang dalam arti yang sempit, melainkan fungsi uang juga diartikan sebagai seluruh bentuk atau jenis benda yang dapat dijadikan sebagai pengganti uang. Faham keempat, menambahkan selain semua jenis uang yang ada seharusnya juga menyertakan semua pasiva yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan bukan bank sebagai bentuk sebagaimana fungsi uang.
Pemahaman fungsi uang seperti dijelaskan diatas menunjukkan adanya kemajuan yang cukup berarti bilamana fungsi uang dan arti uang dalam perekonomian harus dilihat berdasarkan perspektif menyesuaikan fungsi uang dengan perubahan-perubahan dalam fenomena moneter akhir-akhir ini. Fungsi uang dan arti uang harus diaplikasian dalam arti yang luas. Kebijakan moneter kuantitatif seperti digunakan sekarang ini harus lebih disempurnakan. Sebab, terlihat jelas bagaimana kebijakan moneter
Coki Ahmad Syahwier dan Rustam: “Buffer Stock Approach” dalam…
kuantitas yang diberlakukan di Indonesia
kurang efektif. Fakta menunjukkan, nilai
tukar rupiah pada Triwulan I Tahun 2014
terperosok ke level Rp 12.150 per dolar AS.
Sedangkan kebijakan suku bunga tidak lagi
mampu
mengangkat
kapasitas
perekonomian nasional yang tumbuh
lambat yakni pada kisaran 5,6 persen.
Defisit neraca transaksi berjalan terus
mengalami defisit yang tidak biasa lagi.
Bahkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dari tahun ke tahun
memikul beban subsidi yang sangat berat.
Demikian sama halnya dengan tingkat
inflasi yang cukup mengkhawatirkan pada
akhir Tahun 2014 yang diperkirakan akan
mendekati dua digit sebagai batas
psikologis. Akan tetapi, dengan
beroperasinya OJK kiranya dapat menjadi
pencerah bagi perkembangan sistem
keuangan nasional. Setiap kebijakan
moneter dapat dikontrol agar sesuai dengan
perencanaan moneter dan sasaran kebijakan
moneter yang ditetapkan.
Kebijakan Moneter di Indonesia Selama ini, kebijakan moneter yang
ditempuh Bank Indonesia selalu diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang di targetkan. Kemudian Bank Indonesia menyusun langkh-langkah sistemtis dan strategis untuk mencapai inflasi yang ditetapkan. Langkah-langkah kebijakan moneter tersebut diartikan sebagai kerangka kerja kebijakan moneter atau inflation targeting framework. Sehubungan dengan kerangka kerja ini, Bank Indonesia selalu menyampaikan kepada masyarakat mengenai target-target inflasi dan langkahlangkah yang akan diambil Bank Indonesia melalui kebijakan moneter.
Kerangka kerja yang disusun Bank Indonesia bertujuan agar kebijakan moneter yang dijalankan dapat efektif terutama dalam mencapai target inflasi yang telah ditetapkan. Sasaran dari kebijakan moneter adalah terbentuknya kestabilan harga dengan menentukan sasaran kebijakan moneter secara eksplisit berdasarkan proyeksi dan target inflasi pada masa depan. Menurut Mishkin (2001: 454-457), sasaran kebijakan moneter adalah tersedianya kesempatan kerja yang tinggi, pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, kestabilan suku bunga, kestabilan pasar
keuangan, dan kestabilan pasar valuta
asing. Dalam pelaksanaannya, kebijakan
moneter yang dijalankan sering
menimbulkan masalah ketika target inflasi
yang ditetapkan tidak sejalan dengan
kondisi ekonomi yang sebenarnya.
Misalnya, target inflasi pada level tertentu
untuk menetapkan pertumbuhan ekonomi
tidak sama dengan inflasi dalam
menentukan suku bunga.
Sesuai dengan penjelasan
sebelumnya, kebijakan moneter di
Indonesia adalah menggunakan uang
primer atau M0 sebagai sasaran
operasional, sedangkan sasaran antaran
adalah M1 dan M2. Secara teoritis bank
sentral selalu menetapkan sasaran M0
melalui sertifikat bank sentral, tetapi jika
sasaran uang primer tidak terealisasikan
maka bank sentral dapat melakukan
intervensi ke pasar uang. Intervensi bank
sentral dapat dilakukan dengan
mengerahkan likuiditas yang dimiliki agar
tercapat kesembangan di pasar uang. Bank
sentral juga dapat melakukan intervensi
dengan cara menyerap kelebihan likuiditas
yang dimiliki bank-bank umum sekaligus
untuk memelihara kestabilai nilai mata
uang. Kelebihan likuiditas di pasar uang
bisa saja disebabkan oleh adanya adanya
peningkatan pengeluaran pemerintah. Oleh
sebab itu, dalam mencapai kebijakan
moneter kuanttas yang efektif perlu
dilakukan
pengamatan
terhadap
perkembangan besaran moneter, seperti :
perputaran uang dari satu media ke media
yang in (velositas uang), angka multiplier
uang, dan permintaan uang. Ketiga besaran
moneter tersebut dapat menjelaskan
perilaku masyarakat di pasar uang terutama
permintaan uang. Besaran moneter
permintaan uang dapat menjadi faktor
determinan bagi kestabilan perekonomian.
Sebab, fluktuasi terhadap permintaan uang
dan ketidakmampuan memperkirakan
permintaan uang dapat membuat
pencapaian sasaran kebijakan moneter
berupa kestabilan ekonomi juga sulit untuk
diperkirakan. Dalam hal ini, maka
diperlukan suatu peninjauan terhadap
kebijakan moneter kuantitas melalui
pendekatan model ekonomi moneter atau
sebagaimana dijelaskan diatas yaitu dengan
inflation targeting framework.
3
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
Konsep Ekonomi Moneter
Pada dasarnya, fungsi uang
berpengaruh pada kebijakan moneter
termasuk dalam pembentukan model
ekonomi moneter. Fungsi uang yang
disinggung diatas, sebagai alat tukar dan
store of value. Fungsi uang sebagai alat
tukar menunjukkan perilaku masyarakat
yang berkeinginan mempunyai kemudahan
untuk bertransaksi dalam perekonomian.
Perilaku masyarakat ini menunjukkan
pengertian uang dalam arti sempit.
Sedangkan store of value menggambarkan
perilaku masyarakat untuk mengelola
resiko dan manfaat yang diciptakan uang.
Masyarakat menjadikan uang sebagai
sesuatu yang dapat menciptakan nilai
tambah baginya karena memberikan suatu
manfaat lebih dari sekedar nilai nominal
uang. Tetapi motif permintaan uang untuk
store of value yang dijalankan masyarakat
menyimpan resiko karena adanya unsur
yang tidak pasti. Berdasarkan proses
pembentukan model ekonomi, yang selalu
digunakan adalah variabel yang stabil
karena dapat diperkirakan. Berarti motif
permintaan uang untuk bertransaksi lebih
mudah untuk menyusun suatu model
ekonomi moneter. Menurut Insukrindo
(2003), konsep atau model permintaan uang
yang tepat untuk mencermati fenomena
moneter
adalah permintaan uang
berdasarkan pendekatan stok penyangga
(buffer stock approach). Pendekatan ini
menyatakan bahwa keinginan masyarakat
memegang uang hanya untuk bertransaksi
saja (motive transaction) adalah agar dapat
mengurangi kesenjangan antara ketika
menerima pendapatan dan saat melakukan
pengeluaran karena dapat menimbulkan
adanya biaya yang tidak diharapkan atau
biaya yang tidak dapat diantisipasi. Model
ini dimaksudkan juga untuk mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesenjangan atau penyebab utama
timbulnya perbedaan antara permintaan
uang yang diinginkan dan jumlah yang
yang dipegang serta untuk menjelaskan
ketidakstabilan fungsi permintaan uang.
Selanjutnya menurut Insukindro,
terdapat dua pendekatan untuk menjelaskan
pengaruh variabel kejutan dari sisi
penawaran terhadap permintaan uang.
Pertama, backward looking buffer stock
models yaitu model penyerapan kejutan
4
(Shock Absorber Model) atau SAM dan model koreksi kesalahan (Error Correction Model) atau ECM dengan variabel kejutan (I-ECM). Kedua, forward looking buffer stock models yakni melalui adjustment models parsial dengan PAM (Partial Adjustment Models) with Rational Expectations atau RE atau (PAM + RE) dan model koreksi kesalahan (Error Correction Models) atau ECM dan Rational Expectations atau (ECM + RE).
Menurut Carr dan Darby (1984) dalam Insukindro (2003), SAM merupakan salah satu model dinmik dengan pendekatan bekal penyangga permintaan uang. Rumus yang dikembangkan mereka adalah :
(1) Yt = αYt * + (1-α) LY + St + µt
Yt merupakan jumlah uang aktual yang dipegang, Yt * adalah jumlah uang yang diinginkan, α ialah rate of decay, (1 - α) meru[akan kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) dan L adalah operasi kelambanan (lag operator) dan µ merupakan variabel gangguan (residuals). Jika koefisien parameter penaksir ( ) komponen perubahan penawaran uang yang tidak diantisipasi (S) signifikan, berarti permintaan uang dapat dipandang sebagai bekal penyangga.
Cara yang sama juga pernah dilakukan Insukindro (1992, 1998) yang mengkombinasikan ECM dan variabel kejutan dari sisi penawaran uang (SM) seperti dijelaskan dalam persamaan (IECM) berikut ini :
(2) ∆Yt = 1 ∆Xt + 2 LECTt + δ1 ∆SMt + δ2 LSMt + µt
Dimana ∆Yt = (1-L) Yt , ECT adalah
komponen koreksi kesalahan atau
kesalahan
ketidakseimbangan
(disequilibrium error), X adalah komponen
vector variabel eksogen yang
mempengaruhi jumlah uang yang
diinginkan, 1 menunjukkan pengaruh X terhadap Y dalam jangka pendek, 2
merupakan kecepatan penyesuaian. Engle
dan Granger (1987) dan Thomas (1997)
dalam Insukindro (2003) memperjelas
dimasukkannya LECT ke dalam ECM
untuk memastikan bahwa tidak ada
informasi pada variabel yang diabaikan dan
Coki Ahmad Syahwier dan Rustam: “Buffer Stock Approach” dalam…
sekaligus digunakan untuk menguji keberadaan hubungan keseimbangan jangka panjang atau kointegrasi antar variabelvariabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi. Kemudian konsep buffer stock uang sebagaimana dijelaskan diatas, maka dapat dilakukan pengujian atas berlaku tidaknya konsep tersebut apabila δ1 tidak sama dengan nol berarti signifikan, sebaliknya apabila δ2 sama dengan nol berarti tidak signifikan. Hipotesis bahwa masyarakat memegang uang karena sebagai inventori terbukti jika kedua kendala linear parameter tersebut tidak terbukti. Dengan kata lain, bekal penyangga tidak dapat ditolak.
Menurut Insukindro (2003), dua model dinamik PAM + RE dan ECM + RE tidak dapat dipisahkan dari model makroekonomika karena terdapat rational expectation terhadap the forward looking buffer stock model. Melalui dua model tersebut, maka dapat disusun dua persamaan, yaitu : (3) Yt = λ LY1 + (1- λ)(1- λD) ∑ ( λD)i
Et-1 L-iYt + µt
(4) ∆Yt = φ1 ∆Xt + φ2 LECTt + (1- λ)(1λD) ∑ ( λD)i Et-1 L-iYt + µt
Pada persamaan (3) dan (4), D adalah
faktor diskonto dan E merupakan operasi
harapan. Terdapat kesulitan dalam
memperkirakan variabel yang diamati (Et1L-iYt) karena kesulitan data dan melakukan
observasi. Oleh karena itu diperlukan suatu
cara menggunakan Keenan’s two-step
method) yaitu pendekatan konvolusi ke
depan (forward convolution approach), AR
(autoregressive),
VAR
(vector
autoregressive), pendekatan kointegrasi
(cointegration approach) dan Kalman
Filter (Cuthbertson, 1988, Price dan
Insukindro, 1994: Bomhoff, 1994; Allen
dan Hall, 1997) dalam Indukindro (2003).
KESIMPULAN Dapat diperkirakan apabila terjadi
disparitas antara antara jumlah uang yang ditawarkan oleh otoritas moneter dan jumlah uang yang diminta oleh masyarakat, maka salah satu implikasi yang berpotensi terjadi adalah meningkatnya laju inflasi. Sebab, hal itu kemungkinan besar terjadi
apabila jumlah uang yang ditawarkan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang diminta masyarakat. Kondisi inilah yang dinamakan dengan adanya suatu kejutan dalam pasar uang.
Jumlah uang yang ditawarkan karena otoritas moneter dapat mempengaruhi sisi penawaran uang antara lain dengan memperbesar jumlah uang primer. Dengan demikian sangat penting bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menetapkan sasaran uang primer apalagi jika tidak dapat diantisipasi masyarakat. Keseimbangan antara jumlah uang yang ditawarkan dan jumlah uang yang diminta masyarakat sangat perlu diantisipasi agar dapat memperkuat fondasi likuiditas perekonomian. Disamping itu, dalam konteks pola perilaku masyarakat, maka dapat dikatakan konsep bekal penyangga uang (buffer stock approach) merupakan alternatif penting dalam kebijakan moneter di Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Allen, C and S.Hall. 1997, Macroeconomic Modelling in a Changing World, Towards a Common Approach, John Wiley & Son Ltd.
Bomhoff, E.J. 1994, Financial Forecasting for Business and Economics, Academic Press Limited, London.
Couthbertson, K. 1998, “The Demand for M1: a Forward Looking Buffer Stock Model”. Oxford Economic Papers, 40: 110-131.
Insukindro. 2003, Kebijakan Moneter Yang Tidak Diantisipasi Dan Pengaruhnya terhadap Komponen Pasar Uang Di Indonesia,Makalah Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia XV, Batu, Malang
Mishkin, F.S. 2001, The Economics of Money, Banking and Financial Markets, Addision Wesley.
Syahwier, Coki Ahmad. 1999, Analisis Ekonomi Indonesia, Kajian Terhadap Dimensi Krisis Di Indonesia, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan, Bandung.
5