Analisis kebijakan moneter dalam menstabilkan inflasi dan pengangguran di Indonesia

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

OLEH AZWAR ANAS

H14102016

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

AZWAR ANAS. Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya di antaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Upaya menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter, telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi

Inflation Targeting Framework (ITF) dengan instrumen suku bunga.

Pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan kondisi perekonomian. Sebelum krisis 1997 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, nilai tukar yang stabil dan tingkat inflasi yang rendah. Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun, bahkan menjadi negatif di tahun 1998, nilai tukar Rupiah terus terdepresiasi, inflasi meninggi dan terjadi ledakan pengangguran pada tahun 1998 dimana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru.

Kondisi perekonomian negara dapat mengalami siklus naik turun, sehingga pada saat tertentu mengalami pertumbuhan yang pesat dan di saat yang lain mengalami penurunan. Untuk mengelola dan mempengaruhi perekonomian agar berada dalam kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan pengangguran hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana variabel variabel makroekonomi bereaksi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia. Dan yang kedua untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia.

Untuk melihat bagaimana kebijakan moneter berpengaruh terhadap inflasi, nilai tukar dan pengangguran, digunakan analisis Structural Vector Auto regression (SVAR) yang dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM) dengan software Eviews 4.1. Data yang


(3)

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, publikasi

International Financial Statistics dari International Monetary Fund, dan data publikasi Badan Pusat Satistik. Data-data yang digunakan adalah data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang yang beredar, Consumer Price Index (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah dan data pengangguran.

Pada penelitian ini dilihat bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap guncangan SBI. Respon pada dua kuartal awal (periode ke-1 dan periode ke-2) menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar, dan pengangguran mengalami penurunan, SBI dan inflasi mengalami peningkatan dan nilai tukar mengalami apresiasi. Secara umum respon jumlah uang yang beredar dan inflasi mengalami peningkatan, sedangkan respon nilai tukar cenderung mengalami depresiasi dan respon pengangguran mengalami penurunan. Setelah terjadi guncangan SBI, variabel yang lebih cepat menunjukkan respon permanen adalah variabel SBI itu sendiri, nilai tukar, pengangguran, inflasi dan yang membutuhkan waktu paling lama adalah jumlah uang yang beredar. Cukup lamanya respon variabel tersebut menuju ke arah kestabilan (mulai periode dua puluh sembilan sampai empat puluh empat atau tujuh sampai sebelas tahun setelah guncangan) menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan, dan kebijakan moneter yang diterapkan kurang mampu untuk menstabilkan perekonomian.

Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) terhadap inflasi menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada awal periode adalah inovasi inflasi itu sendiri, dalam jangka panjang faktor yang paling berpengaruh adalah kebijakan moneter. Sedangkan hasil FEVD pengangguran menunjukkan bahwa dari awal hingga akhir periode peramalan, faktor yang paling berpengaruh terhadap variabel pengangguran adalah inovasi dalam pengangguran itu sendiri. Pengaruh kebijakan moneter yang besar terjadi pada periode ke-60 atau 15 tahun setelah terjadi guncangan, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter kurang mampu mengendalikan laju inflasi dan tingkat pengangguran dalam jangka pendek.


(4)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

Oleh AZWAR ANAS

H14102016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Azwar Anas

Nomor Registrasi Pokok : H14102016 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Sripsi :

Analisis Kebijakan Moneter dalam

Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran

di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI

YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 5 September 2006

Azwar Anas


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Azwar Anas lahir pada tanggal 23 Mei 1984 di Jakarta. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Dayat dan Nur Aisyah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Pondok Pinang 07 Pagi Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SMPN 161 Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkn pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi dan kegiatan akademik. Penulis pernah menjadi Staf Departemen Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM, Ketua Komisi I Advokasi Aspirasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM. Dan mengikuti kegiatan organisasi eksternal HMI, dengan menjadi Wasekum Penelitian dan Pengembangan HMI Komisariat FEM.

Penulis juga aktif dalam kegiatan akademik yaitu menjadi tutor dalam kegiatan BEM FEM, tutor dalam kegiatan HIPOTESA, Asisten Mata Kuliah Ekonomi Dasar II dan Asisten Ekonomi Umum. Penulis juga pernah menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi di Departemen Ilmu Ekonomi dan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2005. Penulis pernah mengikuti kejuaraan tingkat nasional yaitu Young Economic Icon 2005, National Talk Show dan LKTI di Universitas Padjajaran Mei 2006 dan PIMNAS XIX di Universitas Muhammadiyah Malang Juli 2006.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia”. Kebijakan moneter dan pengangguran merupakan topik yang sangat menarik, diharapkan dengan adanya kebijakan moneter yang tepat maka perekonomian Indonesia menjadi stabil. Di samping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan hormat kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec yang telah menjadi dosen pembimbing skripsi atas dorongan, dan arahannya selama proses pembuatan skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D dan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. Semua saran dan kritikannya menjadi masukan yang berharga bagi penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mba Yati Nuryati, S.Pi, M.Si dan Moc. Iqbal Irfani SE yang telah membantu dalam metode penelitian skripsi ini. Dan ucapan terimakasih kepada para Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen beserta staf yang telah membantu proses pendidikan bagi penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga saat ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan memberikan perlindungan di dunia maupun di akhirat kelak. Kepada Ka Nina tersayang terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya, dan terima kasih kepada adik-adik penulis Mega dan Rifki atas segala keceriaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman sepenelitian Nova Mardianti, Mardi Efriza dan Ade Holis atas segala dukungan yang diberikan, kepada sahabat F2nE Ipa, Sari, Hasni, May, dan Jun, teman seperjuangan Ary,


(9)

ii

Fikri, Edi, Nina, Nilam, Diyah, Selda dan Firman atas bantuan dan perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman IE 39 dan para peserta seminar yang telah ikut memberi kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 5 September 2006

Azwar Anas H14102016


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Pengertian dan Definisi... 8

2.1.1. Kebijakan Moneter ... 8

2.1.2. Kebijakan Stabilisasi ... 8

2.1.3. Suku Bunga ... 9

2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar ... 9

2.1.5. Inflasi ... 10

2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)... 11

2.1.7. Nilai Tukar... 11

2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap... 12

2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas... 13

2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali ... 13

2.1.8. Pengangguran ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)... 15

2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005) ... 16

2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006) ... 17


(11)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

OLEH AZWAR ANAS

H14102016

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

RINGKASAN

AZWAR ANAS. Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya di antaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Upaya menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter, telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi

Inflation Targeting Framework (ITF) dengan instrumen suku bunga.

Pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan kondisi perekonomian. Sebelum krisis 1997 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, nilai tukar yang stabil dan tingkat inflasi yang rendah. Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun, bahkan menjadi negatif di tahun 1998, nilai tukar Rupiah terus terdepresiasi, inflasi meninggi dan terjadi ledakan pengangguran pada tahun 1998 dimana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru.

Kondisi perekonomian negara dapat mengalami siklus naik turun, sehingga pada saat tertentu mengalami pertumbuhan yang pesat dan di saat yang lain mengalami penurunan. Untuk mengelola dan mempengaruhi perekonomian agar berada dalam kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan pengangguran hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana variabel variabel makroekonomi bereaksi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia. Dan yang kedua untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia.

Untuk melihat bagaimana kebijakan moneter berpengaruh terhadap inflasi, nilai tukar dan pengangguran, digunakan analisis Structural Vector Auto regression (SVAR) yang dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM) dengan software Eviews 4.1. Data yang


(13)

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, publikasi

International Financial Statistics dari International Monetary Fund, dan data publikasi Badan Pusat Satistik. Data-data yang digunakan adalah data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang yang beredar, Consumer Price Index (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah dan data pengangguran.

Pada penelitian ini dilihat bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap guncangan SBI. Respon pada dua kuartal awal (periode ke-1 dan periode ke-2) menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar, dan pengangguran mengalami penurunan, SBI dan inflasi mengalami peningkatan dan nilai tukar mengalami apresiasi. Secara umum respon jumlah uang yang beredar dan inflasi mengalami peningkatan, sedangkan respon nilai tukar cenderung mengalami depresiasi dan respon pengangguran mengalami penurunan. Setelah terjadi guncangan SBI, variabel yang lebih cepat menunjukkan respon permanen adalah variabel SBI itu sendiri, nilai tukar, pengangguran, inflasi dan yang membutuhkan waktu paling lama adalah jumlah uang yang beredar. Cukup lamanya respon variabel tersebut menuju ke arah kestabilan (mulai periode dua puluh sembilan sampai empat puluh empat atau tujuh sampai sebelas tahun setelah guncangan) menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan, dan kebijakan moneter yang diterapkan kurang mampu untuk menstabilkan perekonomian.

Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) terhadap inflasi menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada awal periode adalah inovasi inflasi itu sendiri, dalam jangka panjang faktor yang paling berpengaruh adalah kebijakan moneter. Sedangkan hasil FEVD pengangguran menunjukkan bahwa dari awal hingga akhir periode peramalan, faktor yang paling berpengaruh terhadap variabel pengangguran adalah inovasi dalam pengangguran itu sendiri. Pengaruh kebijakan moneter yang besar terjadi pada periode ke-60 atau 15 tahun setelah terjadi guncangan, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter kurang mampu mengendalikan laju inflasi dan tingkat pengangguran dalam jangka pendek.


(14)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

Oleh AZWAR ANAS

H14102016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Azwar Anas

Nomor Registrasi Pokok : H14102016 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Sripsi :

Analisis Kebijakan Moneter dalam

Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran

di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI

YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 5 September 2006

Azwar Anas


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Azwar Anas lahir pada tanggal 23 Mei 1984 di Jakarta. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Dayat dan Nur Aisyah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Pondok Pinang 07 Pagi Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SMPN 161 Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkn pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi dan kegiatan akademik. Penulis pernah menjadi Staf Departemen Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM, Ketua Komisi I Advokasi Aspirasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM. Dan mengikuti kegiatan organisasi eksternal HMI, dengan menjadi Wasekum Penelitian dan Pengembangan HMI Komisariat FEM.

Penulis juga aktif dalam kegiatan akademik yaitu menjadi tutor dalam kegiatan BEM FEM, tutor dalam kegiatan HIPOTESA, Asisten Mata Kuliah Ekonomi Dasar II dan Asisten Ekonomi Umum. Penulis juga pernah menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi di Departemen Ilmu Ekonomi dan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2005. Penulis pernah mengikuti kejuaraan tingkat nasional yaitu Young Economic Icon 2005, National Talk Show dan LKTI di Universitas Padjajaran Mei 2006 dan PIMNAS XIX di Universitas Muhammadiyah Malang Juli 2006.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia”. Kebijakan moneter dan pengangguran merupakan topik yang sangat menarik, diharapkan dengan adanya kebijakan moneter yang tepat maka perekonomian Indonesia menjadi stabil. Di samping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan hormat kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec yang telah menjadi dosen pembimbing skripsi atas dorongan, dan arahannya selama proses pembuatan skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D dan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. Semua saran dan kritikannya menjadi masukan yang berharga bagi penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mba Yati Nuryati, S.Pi, M.Si dan Moc. Iqbal Irfani SE yang telah membantu dalam metode penelitian skripsi ini. Dan ucapan terimakasih kepada para Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen beserta staf yang telah membantu proses pendidikan bagi penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga saat ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan memberikan perlindungan di dunia maupun di akhirat kelak. Kepada Ka Nina tersayang terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya, dan terima kasih kepada adik-adik penulis Mega dan Rifki atas segala keceriaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman sepenelitian Nova Mardianti, Mardi Efriza dan Ade Holis atas segala dukungan yang diberikan, kepada sahabat F2nE Ipa, Sari, Hasni, May, dan Jun, teman seperjuangan Ary,


(19)

ii

Fikri, Edi, Nina, Nilam, Diyah, Selda dan Firman atas bantuan dan perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman IE 39 dan para peserta seminar yang telah ikut memberi kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 5 September 2006

Azwar Anas H14102016


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Pengertian dan Definisi... 8

2.1.1. Kebijakan Moneter ... 8

2.1.2. Kebijakan Stabilisasi ... 8

2.1.3. Suku Bunga ... 9

2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar ... 9

2.1.5. Inflasi ... 10

2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)... 11

2.1.7. Nilai Tukar... 11

2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap... 12

2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas... 13

2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali ... 13

2.1.8. Pengangguran ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)... 15

2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005) ... 16

2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006) ... 17


(21)

iv

2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga... 18

2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian... 19

2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM 20 2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga ... 22

2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan ... 22

2.3.6. Inflasi Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter... 23

2.3.7. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Tetap 24 2.3.8. Kebijakan Moneter Ekspansioner Sistem Kurs Mengambang 25 2.3.9. Kurva Phillips ... 25

2.4. Kerangka Pemikiran... 27

III. GAMBARAN UMUM ... 30

3.1. Gambaran Inflation Targeting Framework... 30

3.2. Perkembangan Indikator-Indikator Makroekonomi di Indonesia... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 38

4.1. Jenis dan Sumber Data... 38

4.2. Model Penelitian... 39

4.3. Metode Analisis Data ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1. Kestasioneran Data ... 53

5.2. Uji Lag Optimal ... 54

5.3. Uji Stabilitas VAR ... 55

5.4. Uji Kointegrasi... 55

5.5. Impulse Response Function (IRF) ... 57

5.6. Forecast ErrorVariance Decomposition (FEVD) ... 63

5.6.1. Faktor-Faktor Determinan Inflasi... 63

5.6.2. Faktor-Faktor Determinan Pengangguran ... 65

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

3.1. Jumlah Pengangguran di Indonesia Periode 1998-2005... 37 4.1. Data, Satuan, Simbol dan Sumber Data... 38 5.1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level... 53 5.2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference... 54 5.3. Nilai Lag Optimal ... 55 5.4. Hasil Uji Kointegrasi ... 56 5.5. Faktor-Faktor Determinan Inflasi ... 64 5.6. Faktor-Faktor Determinan Pengangguran ... 66


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Perubahan Penawaran Uang ... 18 2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi... 19 2.3. Model IS-LM (a) dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat (b) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang. . ... 21 2.4. Inflasi Gejolak Permintaan ... 23 2.5. Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi ... 24 2.6. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Tetap... 25 2.7. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang ... 25 2.8. Kurva Phillips ... 26 2.9. Kerangka Pemikiran. ... 27 3.1. Perkembangan BI rate Periode Januari-Agustus 2006 ... 31 3.2. Perkembangan SBI Periode 1996-2005... 33 3.3. Jumlah Uang yang Beredar Periode 1996-2005 ... 34 3.4. Inflasi YOY dari Tahun 1990-2005 ... 35 3.5. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dari Tahun 1996-2005. ... 36 5.1. Respon Variabel Makroekonomi terhadap Guncangan SBI... 58


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level... 73 2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference... 77 3. Hasil Pengujian Lag Optimal... 81 4. Hasil Pengujian Stabilitas VAR... 82 5. Hasil Estimasi Struktural VAR... 84 6. Hasil Pengujian Johansen dengan ”Asumsi Summary” ... 86 7. Hasil Pengujian Johansen dengan ”Asumsi 5” ... 87 8. Impulse Response Function (IRF) ... 90 9. Forecast ErrorVariance Decomposition (FEVD) ... 92


(25)

DAFTAR SINGKATAN

AD = Aggregate Demand

ADF = Aughmented Dickey Fuller

AIC = Akaike Information Criteria

AS = Aggregate Supply

BI = Bank Indonesia BPS = Badan Pusat Statistik CPI = Consumer Price Index

ECM = Error-Correction Model

FEVD = Forecast Error Variance Decomposition

HQ = Hannan-Quinn Information Criterion

IFS = International Financial Statistic

ITF = Inflation Targeting Framework

IHK = Indeks Harga Konsumen

ILO = International Labor Organization

IMF = International Monetary Fund

IRF = Impulse Response Function

LRAS = Long-Run Agreggate Supply

OLS = Ordinary Least Squares

RDG = Rapat Dewan Gubernur SBI = Sertifikat Bank Indonesia SC = Schwarz Criterion

SEKI = Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia SRAS = Short-Run Agreggate Supply

SVAR = Strctural Vector Autoregression

VAR = Vector Autoregression

VECM = Vector Error CorrectionModel

VMA = Vector Moving Average


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha.

Stabilitas makroekonomi dapat dilihat dari dampak guncangan suatu variabel makroekonomi terhadap variabel makroekonomi lainnya. Apabila dampak suatu guncangan menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel makroekonomi dan diperlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang, maka dapat dikatakan bahwa stabilitas makroekonomi rentan terhadap perubahan. Namun apabila dampak guncangan indikator itu menunjukkan fluktuasi yang kecil dan waktu untuk mencapai keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama maka dapat dikatakan kondisi makroekonomi relatif stabil (Siregar, et al., 2006).

Menurut Siregar et al. (2006), upaya menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal maupun melalui kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter, sejak pertengahan 2005 telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi Inflation Targeting Framework (ITF) dengan menggunakan instrumen suku bunga.


(27)

2

Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran. Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, penetapan SBI dilakukan untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya inflasi.

Saat krisis tingkat inflasi di Indonesia meningkat tajam, dan pernah mencapai 82,40 persen pada September 1998. Tingkat inflasi yang tinggi pada saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja mengurangi daya beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi jumlah uang yang beredar meningkat hal ini akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar.

Nilai tukar Rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada kisaran 2.110–2.383 Rupiah per US Dollar. Ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada pertengahan 1997 perekonomian Indonesia terkena dampak negatifnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia ini diawali dengan melemahnya Bath Thailand yang melahirkan contagion-effect (efek menular ke negara lain) dan menyebabkan krisis mata uang yang merambat ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia.

Krisis mata uang yang melanda Indonesia ditandai dengan melemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar pada pertengahan tahun 1997. Rupiah yang bernilai 2.450 Rupiah per US Dollar pada bulan Juni 1997 mengalami depresiasi


(28)

3

secara terus menerus hingga pada akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar Untuk menahan laju nilai tukar Rupiah, pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (managed floating system) dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating system). Namun memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar pada Juni 1998.

Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat inflasi yang tinggi, bank sentral meningkatkan tingkat suku bunga SBI yang pada bulan November 1998 menyentuh angka 61 persen per tiga bulan. Langkah ini disatu sisi memang berhasil menurunkan laju inflasi dari 77,63 persen pada tahun 1998 menjadi 2 persen pada akhir tahun 1999. Namun di sisi lain keadaan ini berdampak buruk pada tingkat investasi di Indonesia, pada tahun 1997 pelarian arus modal keluar mencapai 3,5 milyar Dollar, sementara pada tahun 1998 dan 1999 masing-masing mencapai 19.7 milyar Dollar dan 11,3 milyar Dollar (Salim, 2001).

Pelarian modal tentu mengakibatkan dana untuk investasi menurun secara tajam, akibatnya tidak terjadi perputaran dana di sektor riil, dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Akibat krisis finansial banyak para pengusaha yang bangkrut karena dililit hutang bank, sehingga banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK oleh perusahaan untuk mengurangi cost yang dipakai untuk membayar gaji pekerjanya. Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif


(29)

4

singkat. Ledakan pengangguran terjadi di tahun 1998 di mana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru (Limongan, 2001).

Berbagai indikator ekonomi makro moneter sepanjang tahun 2005 menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil, ini berarti ekonomi Indonesia masih rawan terhadap berbagai guncangan, ketidakstabilan indikator makro dapat dilihat dari adanya peningkatan inflasi dan suku bunga, volatilitas nilai tukar dan adanya kecenderungan kenaikan tingkat pengangguran.

Inflasi IHK 2005 mencapai 17,11 persen, jauh di atas inflasi tahun 2004 yang mencapai 6,4 persen, inflasi tahun 2005 merupakan inflasi tertinggi sejak pasca krisis. Tingginya laju inflasi disebabkan kenaikan administered prices

khususnya harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 dan administered prices lainnya seperti tarif angkutan, elpiji, cukai rokok, dan tarif tol. Inflasi

administered prices hingga Desember 2005 tercatat sebesar 42,01 persen year on year (yoy). Laju inflasi juga disebabkan adanya gangguan pasokan dan distribusi sehingga menyebabkan tingginya harga bahan makanan (volatile foods) sebesar 15,18 persen, adanya peningkatan ekpektasi inflasi yang didorong oleh kenaikan harga BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Dan penyebab terakhir karena adanya depresiasi nilai tukar Rupiah selama tahun 2005 sebesar 8,6 persen yoy

(Sitorus, 2006).

Ketidakstabilan mata uang Rupiah mulai terjadi sejak bulan Januari 2004. Sejak bulan itu Rupiah terdepresiasi tidak hanya dengan mata uang Dollar, tetapi juga dengan mata uang Euro dan Yen. Ini mengindikasikan pengaruh internal lebih menentukan dibandingkan dengan pengaruh eksternal. Dengan kata lain


(30)

5

kondisi Indonesialah yang membuat mata uang Rupiah menjadi melemah. Ketika Bank Indonesia merespon dengan meningkatkan suku bunga dalam negeri untuk disesuaikan dengan suku bunga internasional, langkah penyesuaian yang diambil sudah terlambat. Terjadinya peningkatan suku bunga domestik merupakan respon atas meningkatnya suku bunga internasional yang mengalami pembalikan trend

sejak the Fed menaikkan suku bunganya di pertengahan 2004. Kenaikan suku bunga SBI, segera akan diikuti oleh kenaikan suku bunga simpanan dan kredit. Kenaikan yang terlalu cepat ini tentu akan menyulitkan perbankan dan sektor riil (Sugema, et al., 2006).

Fenomena perekonomian secara global pada tahun 2005-2006 memperlihatkan bahwa kondisi eksternal belum menunjukkan kondisi yang kondusif, seperti adanya kecenderungan kenaikan suku bunga internasional, kenaikan harga minyak dunia, dan masih tingginya inflasi dunia. Kondisi-kondisi tersebut tentu saja harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan untuk memperbaiki kondisi perekonomian.

Kondisi kestabilan perekonomian negara dapat mengalami siklus naik turun. Sehingga agar perekonomian berada dalam kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan pengangguran. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.


(31)

6

1.2. Perumusan Masalah

Perubahan-perubahan dan fluktuasi ekonomi yang terjadi terkadang menimbulkan guncangan yang besar pada sektor moneter dan sektor riil di Indonesia, seperti saat krisis 1997 Indonesia mengalami masalah yang multi dimensi dan pemerintah melakukan berbagai upaya perbaikan untuk membawa Indonesia keluar dari krisis tersebut. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisa empiris mengenai dampak perubahan kebijakan moneter di Indonesia terhadap kestabilan harga dan dalam mengatasi pengangguran. Oleh karena itu penulis merumuskan permasalahan dengan lingkup waktu analisis dari tahun 1990:1 sampai tahun 2005:4, dan membagi permasalahan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia.


(32)

7

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perubahan kebijakan moneter dalam menstabilkan inflasi dan pengangguran di Indonesia, manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai proses belajar yang dapat memberikan tambahan pengetahuan, terutama dalam mengaplikasikan ilmu yang telah penulis dapatkan. Untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi penelitian sejenis.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

2.1.1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian itu berupa terjaganya stabilitas ekonomi makro, yaitu adanya stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta terbukanya kesempatan kerja yang besar.

Kebijakan Moneter yang dikenal terdapat dua macam yaitu, kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar. Sedangkan kebijakan kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar (Warjiyo, 2004).

2.1.2. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi (stabilization policy) mengacu pada tindakan kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Karena fluktuasi output dan kesempatan kerja di sekeliling tingkat wajar jangka panjangnya, maka kebijakan stabilisasi dilakukan untuk memperkecil siklus bisnis dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat mungkin dengan tingkat wajarnya (Mankiw, 2000).


(34)

9

2.1.3. Suku Bunga

Para ekonom membedakan antara suku bunga nominal dan suku bunga riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Suku bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan, tingkat bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Suku bunga riil (real interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi (Mankiw, 2000).

Bank Indonesia selalu menetapkan tingkat suku bunga tertentu dari waktu ke waktu, suku bunga tersebut dinamakan suku bunga SBI. Suku bunga SBI dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dan memperhitungkan bobot volume transaksi yang terjadi pada periode yang bersangkutan (Bank Indonesia, 2005).

2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar

Kewajiban sistem moneter yang terdiri atas uang kartal dan uang giral dalam arti sempit atau narrow money (M1). Adapun kewajiban yang meliputi uang kartal, uang giral dan uang kuasi disebut uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah. Uang giral adalah simpanan Rupiah milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas rekening giro, kiriman uang (transfer) dan kewajiban segera lainnya antara lain simpanan berjangka yang telah jatuh waktu. Uang kuasi merupakan simpanan Rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang untuk sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar. Uang kuasi terdiri atas


(35)

10

simpan berjangka dan tabungan dalam Rupiah, serta simpanan dalam valuta asing lainnya (Bank Indonesia, 2005).

Menurut Nopirin (2000), M1 bersifat liquid sebab proses menjadikanya uang kas sangat cepat. Sedangkan M2 karena mencakup deposito berjangka maka liquiditasnya lebih rendah, untuk menjadikannya uang kas, deposito berjangka memerlukan waktu (3, 6, 12 bulan). Dan apabila dijadikan uang kas sebelum jangka waktu tersebut maka kena penalty atau denda.

2.1.5. Inflasi

Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, inflasi dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Inflasi dari sisi permintaan (demand inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi karena menyebabkan naiknya harga output. Peristiwa ini dinamakan demand inflation.

Sebaliknya apabila secara agregat terjadi penurunan penawaran terhadap barang-barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi, maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi disertai kelesuan usaha dalam perekonomian yang ditunjukkan dengan menurunnya sejumlah output. Kondisi ini dinamakan inflasi dari sisi penawaran atau cost push inflation (Mankiw, 2000).


(36)

11

2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Ukuran mengenai tingkat harga yang paling banyak digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). IHK adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar. Perhitungan ini dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa, IHK mengubah harga berbagai barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga (Mankiw, 2000). Sedangkan menurut Lipsey, et al. (1997) CPI adalah suatu ukuran harga rata-rata dari berbagai komoditi yang biasanya dibeli rumah tangga, dikompilasi setiap bulan oleh BPS.

2.1.7. Nilai Tukar

Nilai tukar didefinisikan sebagai nilai suatu mata uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu unit mata uang lainnya (Lipsey, et al., 1997). Sedangkan menurut Mishkin (2001), nilai tukar mata uang suatu negara adalah harga mata uang suatu negara tersebut yang dihitung dalam mata uang negara lain.

Menurut Hossain dan Chowdhury (1998), kurs nominal adalah harga dari mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik, kurs nominal dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

e = Pd / Pf (2.1)

dimana:

e = kurs nominal, Pd = harga domestik, Pf = harga luar negeri.


(37)

12

Berdasarkan Mankiw (2000), nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate). nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Hubungan antara nilai tukar riil dan nilai tukar nominal adalah sebagai berikut:

E = e • P /P* (2.2) dimana :

E = nilai tukar riil, e = nilai tukar nominal, P* = harga luar negeri, P = harga dalam negeri.

Setiap negara memiliki sistem nilai tukar yang berbeda sesuai dengan keinginan pemerintah negara untuk menstabilkan nilai tukar tersebut. Kestabilan nilai tukar itu dapat melalui intervensi bank sentral atau melalui mekanisme pasar. Secara umum sistem nilai tukar yang diterapkan saat ini dapat dibagi atas tiga sistem, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali dan mengambang bebas.

2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) merupakan sistem mata uang yang konvertibel di dalam suatu negara. Dalam sistem ini setiap individu bebas melakukan jual beli valuta asing yang dinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya, pemerintah melalui bank sentral melakukan jual beli valuta asing.


(38)

13

Pada sistem ini nilai tukar ditetapkan pada nilai tertentu, bank sentral akan selalu siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang telah ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak dapat lagi dipertahankan maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan (Warjiyo, 2004).

2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Menurut Warjiyo (2004), Pada sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di pasar valuta asing. Kelebihan sistem ini yaitu sebuah negara tidak harus mempunyai cadangan devisa yang besar sebab bank sentral tidak harus mempertahankan nilai tukar pada level tertentu.

2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Otoritas moneter dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali (free floating exchange rate) memiliki wewenang untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing. Hal ini dilakukan untuk melunakkan fluktuasi jangka pendek tanpa bermaksud mempengaruhi trend kurs jangka panjang. Otoritas moneter ini menggunakan cadangan devisa untuk mengatasi kelebihan valuta asing jangka pendek, sehingga mengurangi tekanan depresiasi yang berlebihan.

Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut ’intervention band’ atau batas pita intervensi. Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas atas


(39)

14

atau batas bawah dari kisaran tersebut, jika nilai tukar melewati batas tersebut maka bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam pita intervensi (Warjiyo, 2004).

2.1.8. Pengangguran

Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Pengangguran siklis mengacu kepada pengangguran yang terjadi bilamana permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran potensial ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih kecil daripada keluaran potensial. Orang–orang yang menganggur secara siklis dikatakan sebagai orang ynag mengganggur terpaksa (involuntarily unemployed) dalam arti mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaan tidak tersedia.

Penganguran struktural dapat didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan struktur permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran (turn-over) normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Sumber lainnya adalah orang-orang yang keluar dari pekerjaannya, baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena dipecat. Menurut Mankiw (2000), pengangguran friksional (frictional


(40)

15

unemployment) yaitu pengangguran yang disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan orang untuk mencari pekerjaan. Perubahan dalam komposisi permintaan di antara industri atau wilayah selalu terjadi, dan karena perlu waktu bagi para pekerja untuk mengubah sektor maka pengangguran friksional selalu muncul.

Menurut BPS (2004), konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan mengacu pada the labour force concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Definisi pengangguran terbuka terdiri dari : (a) mereka yang mencari pekerjaan, (b) mereka yang mempersiapkan usaha, (c) mereka yang tidak mencari pekerjan dan (d) mereka yang sudah punya pekerjaan. Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada saat survey orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka : (a) yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan; (b) yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan (BPS, 2004).

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)

Djivre dan Ribon (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Inflation, Unemployment, The Exchange Rate, and Monetary Policy in Israel, 1990-99: a SVAR Approach”, menjelaskan efek kebijakan moneter pada perekonomian Israel, tingkat pengangguran dan evolusi harga pada periode 1990-1999, dengan menggunakan pendekatan Structural Vector Autoregression (SVAR). Untuk menjelaskan penelitian ini digunakan empat variabel endogen yaitu tingkat pengangguran, inflasi, suku bunga nominal Bank of Israel dan nilai tukar. Analisis


(41)

16

IRF pada model penelitian mengindikasikan bahwa kebijakan moneter ketat yang tidak diharapkan akan diikuti oleh penurunan inflasi secara lambat dan tingkat pengangguran akan meningkat. Dengan analisis shock struktural aktual, diketahui bahwa guncangan suplay merupakan penyebab utama mengapa pengangguran menyimpang dari long term levelnya.

2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005)

Siregar dan Ward (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Can Monetary policy / Shocks Stabilize Indonesian Macroeconomic Fluctuations ?”, penelitiannya bertujuan untuk melihat respon dari variabel-variabel makroekonomi kuartalan terhadap shock kebijakan moneter dan shock nilai tukar. Untuk menjawabnya digunakan teori Mundell-Fleming yang dikontruksi untuk makroekonomi Indonesia, dan dianalisis dengan metode Structural Vectorautoregression (SVAR) yang dikombinasikan dengan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM) atau kointegrasi SVAR.

Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar nominal, money stock nominal, suku bunga jangka pendek, output riil, IHK, suku bunga nominal dunia jangka pendek dan IHK dunia. Data yang digunakan merupakan data seasonally unadjusted dalam periode 1984:2 sampai dengan 1999:1.

Hasil penelitiannya, diketahui bahwa guncangan kebijakan moneter mempengaruhi output tidak melalui keseimbangan real money tetapi melalui suku bunga domestik dalam nilai tukar. Selain itu, guncangan terhadap nilai tukar lebih berperan daripada shock kebijakan moneter dalam mempengaruhi fluktuasi


(42)

17

makroekonomi. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa penggunaan kebijakan moneter saja tidak dapat mengatasi fluktuasi makroekonomi Indonesia, seperti saat terjadi krisis keuangan Asia. Kestabilan makroekonomi akan lebih efektif jika kebijakan moneter dipadukan dengan kebijakan fiskal, ini dipercaya lebih mampu mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil.

2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006)

International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) dan Bank Indonesia mengadakan penelitian yang berjudul “Paradoks Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran: Indentifikasi, Implikasi, dan Solusi”. Secara umum tujuan peneliltian ini untuk mengetahui event penting dalam perekonomian Indonesia yang menunjukkan gejala paradoks pertumbuhan dan pengangguran serta menganalisis faktor-faktor penyebab munculnya paradoks tersebut dan menelaah dampak sumber-sumber guncangan perekonomian terhadap variabel tenaga kerja kondisi masing-masing sektor sesuai dengan tingkat, pengangguran dan produktivitas.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian selanjutnya dirumuskan implikasi kebijakan untuk sistem ketenagakerjaan baik secara agregat maupun sektor industri dan pertanian, serta beberapa implikasi kebijakan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan Hodrick-Prescott Filter (HPF), Cross-correlation dan pemodelan Structural Vectorautoregression (cointegrated SVAR) dengan melakukan inovasi acounting Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).


(43)

18

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak duapuluh buah, dengan menggunakan data dari periode 1980:1 sampai 2005:2. Berdasarkan hasil ordering (peringkat) terhadap masing-masing variabel, dikelompokkan dua model, yaitu model agregat (pengangguran, tenaga kerja, dan produktivitas) dan model sektoral (tenaga kerja dan produktivitas persektor yang meliputi sektor pertanian, industri dan jasa). Hasil penelitian ini di antaranya menyimpulkan bahwa paradoks antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak terjadi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka pengangguran melalui kesempatan kerja dalam jangka panjang. Terdapat tiga periode penting yang menunjukkan tingkat pengangguran meningkat yaitu 1982-1983, 1994-1995 dan 2000-2005. Faktor penyebab munculnya paradoks secara agregat adalah guncangan suku bunga, guncangan agregat suplai, guncangan produktivitas tenaga kerja dan guncangan upah.

2.3. Kerangka Teori

2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga i

MS1 MS2

i1

i0

LP M1 M2

Gambar 2.1.Perubahan Penawaran Uang Sumber : Mankiw, 2000.


(44)

19

Gambar 2.1 menunjukkan kebijakan moneter yang dilakukan melalui penurunan jumlah uang yang beredar untuk mempengaruhi keseimbangan suku bunga. Jumlah uang yang beredar ditunjukkan dengan kurva vertikal MS2, dan permintaan uang diperlihatkan dengan kurva berkemiringan negatif LP, keseimbangan awal tingkat suku bunga io. Penurunan jumlah uang yang beredar menyebabkan kurva jumlah uang yang beredar bergeser ke kiri dari MS1 ke MS2, terjadi keseimbangan suku bunga baru yang lebih tinggi yaitu, di i1.

2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian Efektivitas kebijakan moneter dapat digambarkan melalui kurva IS-LM. Berdasarkan pada kurva tersebut, efektivitas kebijakan moneter ditentukan oleh (1) kemiringan kurva IS, yaitu menunjukkan elastisitas pengeluaran investasi terhadap suku bunga dan (2) kemiringan kurva LM, yaitu elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga (Gambar 2.2).

Tingkat Bunga Tingkat Bunga (r) (r)

LMTo LMT1 LM0 LMD0 LM1 ro

ro LMD1 r1’

r1 r1

IS datar

IS

IS tegak

Y0 Y1 Y2 Y Yo Y1 Y2 Y

Gambar 2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian.


(45)

20

Bila Bank Indonesia melakukan ekspansi moneter dengan menambah jumlah uang beredar maka kebijakan ini akan efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (output) pada kurva IS yang datar yaitu sebesar Y2 tetapi apabila kurva IS tegak pertumbuhan ekonomi sebesar Y1. Kebijakan moneter kurang efektif dalam mempengaruhi output (Y0–Y1) bila kurva LM datar (LMD), dan apabila kurva LM tegak (LMT) maka berpengaruh efektif terhadap perekonomian sebesar (Y0–Y2). Apabila kurva LM horizontal, kebijakan moneter tidak efektif sama sekali karena Y tidak berubah dan menyebabkan terjadinya liquidy trap yaitu kebijakan moneter gagal mempengaruhi output tetapi justru menimbulkan dampak terhadap inflasi.

2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM

Kurva permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional. Keseimbangan makroekonomi secara simultan ditentukan oleh bertemunya permintaan agregat (AD) dan penawaran agregat (AS). Teori ini memperlihatkan posisi kurva IS-LM ketika harga dibiarkan berubah-ubah. Guncangan yang terjadi pada permintaan agregat akan menyebabkan terjadinya perubahan harga. Guncangan ini dapat diantisipasi melalui kebijakan moneter yang mempengaruhi kurva LM.

Perekonomian berada pada keseimbangan jangka pendek pada titik K dan tingkat harga P1 , kondisi ini menunjukkan perekonomian sedang resesi. Apabila dalam jangka pendek diasumsikan tingkat harga tetap, terjadi penurunan biaya input maka output dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah sehingga biaya output turun. Kondisi ini menggeser kurva AS jangka pendek ke bawah


(46)

21

pada tingkat harga yang lebih murah P2. Keseimbangan jangka panjang pada kurva IS-LM terjadi ketika harga turun menyebabkan keseimbangan uang riil (daya beli) meningkat melalui pergeseran kurva LM ke kanan bawah LM (P2) dengan suku bunga yang lebih rendah. Biaya output yang lebih murah meningkatkan kembali perekonomian pada tingkat kesimbangan alamiah di titik C pada kurva SRAS2. Uraian ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.3.

Tingkat LRAS P LRAS bunga, r LM (P1)

r1 LM (P2) P1 SRAS1

r2 P2 SRAS2 IS AD

K C

Y Pendapatan (Y) Y Pendapatan (Y) Gambar 2.3. Model IS-LM (a) dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan

Agregat (b) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sumber : Mankiw, 2000.

Analisis ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, proses penyesuaian belum sempurna karena harga masih kaku terhadap adanya perubahan (shock) dalam perekonomian. Sementara itu, dalam jangka panjang penyesuaian terjadi secara sempurna karena adanya penyesuaian pada tingkat harga sehingga keseimbangan perekonomian kembali pada posisi alamiah atau pada titik keseimbangan baru.

Guncangan kebijakan moneter dalam mempengaruhi permintaan agregat dalam perekonomian sangat tergantung pada posisi kurva penawaran agregat (AS). Apabila kurva AS vertikal (asumsi klasik), shock kebijakan moneter akan


(47)

22

menyebabkan tingkat harga berubah dan pendapatan nasional tetap, tetapi apabila kurva AS horisontal (asumsi Keynesian) maka shock kebijakan moneter akan menyebabkan perubahan pada tingkat pendapatan dari posisi alamiah sementara tingkat harga tetap.

2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga

Kebijakan moneter dalam konsep pendekatan harga diset untuk mencapai sasaran, yaitu pengendalian inflasi melalui pendekatan operasional suku bunga. UU No.23/1999 melandasi tugas Bank Indonesia, yaitu pencapaian inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang terkendali.

Konsep dasar kebijakan moneter dalam pentargetan inflasi, meliputi sasaran inflasi, kebijakan moneter yang mengarah kedepan, transparansi, akuntabilitas dan kredibilitas. Dalam penetapannya, sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro terutama kerugian sosial yang diakibatkan oleh adanya trade-off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi merupakan dasar bagi pelaksanaan kebijakan moneter dan penetapannya dilakukan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Kebijakan pentargetan inflasi merupakan langkah untuk mengantisipasi inflasi yang akan terjadi (forward looking) akibat pengaruh kebijakan moneter terhadap kestabilan harga dimana terdapat tenggang waktu atau lag (Warjiyo, 2004).

2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan

Inflasi gejolak permintaan (demand shockinflation) terjadi bila pergeseran ke kanan pada kurva AD menyebabkan permintaan agregat melebihi penawaran


(48)

23

agregat pada tingkat pendapatan kesempatan kerja penuh. Pergeseran kurva AD dapat disebabkan oleh pengurangan pajak, kenaikan mata pembelanjaan otonom seperti investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto atau kenaikan jumlah uang yang beredar.

LRAS Tingkat harga SRAS P

AD2

AD1

Yf Ya Y riil Gambar 2.4. Inflasi Gejolak Permintaan

Sumber : Lipsey, et al., 1997.

Berdasarkan Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa ketika terjadi pergeseran kurva AD ke kanan, terjadi peningkatan output melebihi tingkat kerja penuh (Ya >Yf), pada kondisi ini tingkat pengangguran turun dan tingkat harga akan naik.

2.3.6. Inflasi Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter

Setiap kenaikan tingkat harga yang bermula dari kenaikan biaya yang tidak disebabkan oleh kelebihan permintaan di pasar akan faktor-faktor produksi dinamakan inflasi gejolak penawaran atau inflasi desakan biaya (cost-push inflation), contoh gejolak sisi penawaran adalah kenaikan biaya bahan baku impor atau kenaikan biaya upah domestik perunit keluaran. Gejolak penawaran inflasioner pada Gambar 2.5 awalnya menaikkan harga bersamaan dengan


(49)

24

menurunkan pendapatan. Gejolak penawaran menyebabkan kurva SRAS bergeser ke kiri dari SRAS1 ke SRAS2 seperti diperlihatkan oleh anak panah 1.

LRAS Tingkat harga, P SRAS2

2 SRAS1

P1

AD2

1 AD1

Yf Ya Y riil

Gambar 2.5.Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter

Sumber : Lipsey, et al., 1997.

Jika tidak ada validasi moneter, pengangguran akan menimbulkan tekanan ke bawah terhadap upah dan biaya lain-lain, menyebabkan kurva SRAS2 bergeser lambat kembali ke kanan, ke SRAS1, harga akan turun dan output akan kembali ke keseimbangan semula di Yf. Jika ada validasi moneter, kurva AD bergeser dari AD1 ke AD2, seperti ditunjukkan oleh anak panah 2. Ini memulihkan kembali menuju keseimbangan kesempatan kerja penuh dengan tingkat harga yang lebih tinggi.

2.3.7. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Tetap

Bila bank sentral meningkatkan penawaran uang (membeli obligasi dari masyarakat) pada sistem kurs tetap, maka akan terjadi tekanan ke bawah pada kurs, dari ê menuju keseimbangan baru di e. Untuk mempertahankan kurs tetap (ê) maka bank sentral menurunkan penawaran uang sehingga kurva LM2 bergeser kembali ke kiri, dan tingkat kurs tetap (ê) dapat dicapai kembali.


(50)

25

Kurs, e LM1 LM2

Pendapatan, Y

ê

e

Pendapatan, Y

Gambar 2.6. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Tetap Sumber : Mankiw, 2000.

2.3.8. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Mengambang Dengan asumsi tingkat harga tetap, ketika bank sentral meningkatkan penawaran uang, maka keseimbangan uang riil akan meningkat sehingga kurva LM1 bergeser ke kanan, pendapatan (Y) naik dan kurs akan turun (Gambar 2.7).

Kurs, e LM1 LM2 e1

e2

Y1 Y2

Gambar 2.7. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang Sumber : Mankiw, 2000.

2.3.9. Kurva Phillips

Para ekonom sering menampilkan penawaran agregat atau Aggregate Supply (AS) dalam hubungan yanng disebut Kurva Phillips. Kurva ini menyatakan bahwa inflasi tergantung pada inflasi yang di harapkan, deviasi pengangguran dari tingkat alamiah, dan guncangan penawaran. Menurut kurva


(51)

26

Phillips, para pembuat kebijakan yang mengendalikan permintaan agregat menghadapi trade-off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran.

Inflasi, π

π1 π0

Pengangguran, U Gambar 2.8. Kurva Phillips

Sumber : Mankiw, 2000.

Kurva Phillips menunjukkan bahwa dengan adanya guncangan ynag menguntungkan, menurunkan inflasi memerlukan periode pengangguran tinggi dan menurunnya output. Berdasarkan Gambar 2.8 dapat diketahui trade off dalam jangka pendek dimana terdapat hubungan yang negatif antara inflasi dan pengangguran. yang tergantung pada inflasi yang diharapkan. Kurva tersebut lebih tinggi bila inflasi yang diharapkan semakin tinggi.

Menurut Lipsey, et al. (1997), kurva Phillips dapat diterjemahkan ke dalam kurva yang mengaitkan perubahan upah dengan senjang keluaran dengan memperhatikan bahwa pengangguran mempunyai hubungan negatif. Senjang resesi berkaitan dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan senjang inflasi berkaitan dengan tingkat pengangguran yang rendah.


(52)

27

2.4. Kerangka Pemikiran Latar Belakang Masalah:

ƒPerekonomian Indonesia mengalami fluktuasi naik turun dalam periode 1990-2005, sehingga terdapat kebijakan yang berbeda pada setiap siklus perekonomian.

ƒKetika krisis 1997/1998, Indonesia mengalami inflasi sebesar 77,63 persen pada tahun 1998, BI menerapkan suku bunga pada Juli 1998 hingga menyentuh angka 61 persen, tingkat pengangguran meningkat 1,4 juta orang dan Rupiah terdepresiasi hingga pernah mencapai level 14.900 Rupaih per Dollar pada Juni 1998.

ƒAgar perekonomian stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrument kebijakan moneter.

Dari sejumlah masalah yang dirumuskan kemudian dibuat tujaun penelitian:

1.Menganalisis bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia?

2.Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia?

Model Penelitian: i t k i t i k i i t i i t k i i i t k i i i t k i i

t i M CPI E U D e

x =

Γ +

Φ +

Ψ +

+

+ +

= − = − − = − = − = 1 1 1 1 1 1 θ η

Metode Penelitian : Structural

Vector Autoregression (SVAR)

yang dikombinasikan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM)

Variabel Endogen : SBI, jumlah uang beredar, CPI, nilai tukar, penggangguran.

Variabel Eksogen : dummy krisis-perubahan rezim nilai tukar

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(53)

28

Dengan sejumlah permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam penelitian ini, secara garis besar tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 2.9. Untuk menjawab permasalahan dan penelitian yang dirumuskan, maka sebagai langkah awal dilakukan studi literatur melaui berbagai sumber mengenai teori-teori ekonomi dan hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan kebijakan moneter yaitu penetapan tingkat suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Untuk mendapatkan hasil penelitian, variabel-variabel penelitian diolah dengan metode SVAR yang dikombinasikan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM), variabel-variabel tersebut diurutkan (ordering) berdasarkan teori ekonomi, yaitu menghubungkan keterkaitan antara kebijakan moneter berupa penetapan tingkat suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Pengurutan variabel atau ordering dengan faktorisasi cholesky berdasarkan teori ekonomi, yaitu dengan menempatkan variabel yang relatif paling sulit dipengaruhi oleh variabel lain diletakkan paling awal, sementara variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan dibelakang, sedangkan variabel yang memiliki korelasi prediksi terhadap variabel lain diletakkan berdampingan satu sama lain. Variabel tersebut diurutkan dari variabel yang moneter sampai menuju variabel yang riil.

Ordering penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bank sentral menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen suku bunga SBI, untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlah uang yang


(54)

29

beredar akan mempengaruhi tingkat inflasi yang terjadi. Perubahan jumlah uang yang beredar juga berdampak pada terdepresiasi atau terapresiasinya nilai tukar Rupiah. Yang terakhir yaitu menempatkan variabel pengangguran pada akhir pengurutan. Setelah variabel-variabel penelitian diurutkan (ordering), kemudian diolah melalui berbagai tahapan pengujian, lalu dianalisis untuk menarik kesimpulan dan saran.


(55)

BAB III. GAMBARAN UMUM

3.1. Gambaran Inflation Targeting Framework

Bank Indonesia mulai bulan Juli 2005 mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru, yaitu ITF (Inflation Targeting Framework), ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan.

Menurut Mishkin dalam Bank Indonesia (2005) penggunaan ITF bermanfaat untuk: (1) menurunkan inflasi; (2) membuat kebijakan moneter lebih terfokus; (3) memperkuat komunikasi, transparansi dan akuntabilitas; (4) membantu menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam mengatasi kejutan inflasi; (5) membantu menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah; (6) teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan; (7) kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Dan manfaat yang terakhir untuk memperkuat independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter.

Menurut Bank Indonesia (2005), sasaran inflasi yang telah ditetapkan Pemerintah untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing sebesar 6 persen ± 1 persen, 5,5 persen ± 1 persen, dan 5 persen ± 1 persen. Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka


(56)

31

menengah panjang sebesar 3 persen agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya.

Salah satu isu jangka pendek yang perlu diperhatikan adalah prakiraan inflasi tahun 2006 yang cenderung lebih tinggi dari sasaran, terutama karena dampak administered prices, volatile foods, dan melemahnya nilai tukar yang lebih besar dari perkiraan semula. Dan dalam pembahasan asumsi makro APBN-P 2005 dan RAPN 2006 juga disepakati angka inflasi yang lebih tinggi, yaitu 7,5 persen untuk tahun 2005, dan 6,5 persen sampai 8 persen untuk tahun 2006.

ITF mencakup empat elemen mendasar: penggunaan suku bunga BI rate

sebagai sasaran operasional, proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

12.75 12.75 12.75 12.75

12.5 12.5 12.25 11.75 11.2 11.4 11.6 11.8 12 12.2 12.4 12.6 12.8 13 9-Jan -06 7-F eb-06 7 M are t 200 6 5-A p r-06 9 M ei 2 006

6 Ju ni 2 006 6 J uli 2006 8 A gus t 20 06 Periode Per sen ( % ) BI Rate

Gambar 3.1. Perkembangan BI rate periode Januari-Agustus 2006.


(57)

32

BI rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG). Dalam Gambar 3.1 dapat dilihat perkembangan BI rate

periode Januari-Agustus 2006. BI rate yang diumumkan pada bulan Januari-April bernilai sama yaitu sebesar 12,75 persen. Kemudian mulai diturunkan pada bulan berikutnya menjadi sebesar 12,50 persen dan pada bulan Agustus nilainya ditetapkan sebesar 11,75 persen. BI rate tersebut ditetapkan sebagai sinyal stance kebijakan moneter dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

3.2. Perkembangan Indikator-Indikator Makroekonomi di Indonesia

Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran. Berikut ini merupakan perkembangan indikator-indikator makroekonomi di Indonesia dari tahun ke tahun.

a. Suku Bunga SBI

Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, dari Gambar 3.2 dapat dilihat perkembangan SBI mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2005.

Sebelum terjadi krisis ekonomi terjadi, tingkat SBI yang ditetapkan otoritas moneter berkisar antara 11-14 persen, kemudian meningkat tajam pada bulan Mei-September 1998 yaitu sebesar 39 persen, penetapan tingkat SBI yang tinggi ini merupakan langkah yang diambil otoritas moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar yang terlalu banyak dimasyarakat. Di tahun 2005 tingkat SBI


(1)

Lampiran 9.

Forecast Error

Variance Decomposition

(FEVD)

Hasil Pengujian FEVD terhadap Inflasi

Period S.E. SBI LOG_M LOG_CPI LOG_KURS LOG_U

1 1.784785 5.255915 18.64711 76.09698 0.000000 0.000000 2 2.461517 7.027959 24.39368 52.99521 0.019378 15.56378 3 3.064447 4.243829 17.88361 39.22601 0.344800 38.30175 4 3.581595 2.910924 12.09918 27.73241 0.241670 57.01582 5 4.212851 2.312209 10.04451 22.67846 0.427801 64.53702 6 4.509581 2.127628 8.734805 20.36194 2.974684 65.80094 7 4.723253 2.146911 8.442851 20.08129 4.308498 65.02045 8 5.216345 2.283673 9.180961 20.41711 4.892699 63.22555 9 5.649402 2.170362 11.15258 21.81112 5.019601 59.84634 10 5.916055 2.071591 13.88814 22.00576 5.336382 56.69813 11 6.182096 2.014263 15.32127 22.76713 5.342857 54.55447 12 6.331099 2.169476 16.46709 23.69452 5.274973 52.39393 13 6.470413 2.828523 17.33970 24.85325 5.103252 49.87527 14 6.582723 3.576727 18.27429 25.26914 5.053258 47.82658 15 6.666048 4.465359 18.34224 25.72656 4.933142 46.53270 16 6.739550 5.641034 18.25044 25.98997 4.822538 45.29601 17 6.816068 7.002041 18.16679 26.27805 4.732803 43.82031 18 6.883612 8.161565 18.24043 26.19935 4.748663 42.64999 19 6.983460 9.084608 18.15338 26.29178 4.691988 41.77824 20 7.095279 10.00927 18.18633 26.40856 4.647713 40.74812 21 7.219414 10.93042 18.34340 26.54663 4.620074 39.55947 22 7.338919 11.70112 18.60438 26.53104 4.622191 38.54127 23 7.456104 12.49249 18.64549 26.66304 4.530985 37.66800 24 7.562666 13.44582 18.74719 26.74136 4.426086 36.63955 25 7.659282 14.45917 18.85912 26.77038 4.323782 35.58755 26 7.739183 15.42209 18.91347 26.67498 4.241295 34.74816 27 7.820395 16.38394 18.79617 26.66111 4.141530 34.01725 28 7.899411 17.37103 18.73776 26.62118 4.057867 33.21218 29 7.980791 18.28036 18.70851 26.56792 3.996564 32.44664 30 8.063395 19.06980 18.67664 26.48828 3.947362 31.81792 31 8.153242 19.82746 18.58323 26.49062 3.877163 31.22153 32 8.241873 20.58898 18.56996 26.46084 3.818492 30.56172 33 8.329057 21.30263 18.57369 26.40899 3.763753 29.95093 34 8.411780 21.97365 18.55016 26.33430 3.705308 29.43658 35 8.495423 22.64804 18.47989 26.30339 3.634548 28.93413 36 8.575501 23.31783 18.46650 26.24218 3.576487 28.39701 37 8.654064 23.93933 18.44762 26.17527 3.525642 27.91214 38 8.731840 24.52128 18.40436 26.11367 3.475322 27.48537 39 8.812127 25.09345 18.34432 26.09159 3.420590 27.05005 40 8.890417 25.64963 18.33141 26.04568 3.377577 26.59570 41 8.967839 26.17176 18.30832 25.99606 3.335377 26.18849 42 9.044026 26.67652 18.26582 25.94896 3.289737 25.81897 43 9.120578 27.17844 18.21833 25.91873 3.241519 25.44298 44 9.194678 27.66344 18.20268 25.86466 3.202222 25.06700 45 9.268181 28.11867 18.17276 25.81200 3.163497 24.73307 46 9.341707 28.55574 18.13160 25.76853 3.123795 24.42033 47 9.416189 28.98066 18.09646 25.73930 3.085153 24.09844


(2)

49 9.562064 29.77071 18.05855 25.65769 3.020536 23.49252 50 9.634448 30.14750 18.02611 25.62627 2.985774 23.21436 51 9.706385 30.51828 18.00053 25.59868 2.952051 22.93046 52 9.776403 30.87636 17.98650 25.55753 2.922644 22.65696 53 9.845969 31.22087 17.95830 25.52114 2.891790 22.40790 54 9.915315 31.55720 17.92769 25.49023 2.860933 22.16394 55 9.984572 31.88297 17.90542 25.46151 2.832535 21.91756 56 10.05291 32.19424 17.89015 25.42592 2.807427 21.68227 57 10.12138 32.49348 17.86487 25.39729 2.780885 21.46347 58 10.18970 32.78578 17.84120 25.37282 2.754524 21.24568 59 10.25750 33.07000 17.82467 25.34752 2.729961 21.02785 60 10.32419 33.34501 17.81005 25.31679 2.706861 20.82129 Cholesky Ordering: SBI LOG_M LOG_CPI LOG_KURS LOG_U


(3)

Lampiran 9. Lanjutan

Hasil Pengujian FEVD terhadap Pengangguran

Period S.E. SBI LOG_M LOG_CPI LOG_KURS LOG_U

1 1.784785 31.12669 2.747585 10.56803 7.995924 47.56177 2 2.461517 28.82973 0.894260 4.717750 9.289693 56.26857 3 3.064447 28.42975 0.243228 2.624437 9.898356 58.80423 4 3.581595 28.53971 0.103195 2.394781 11.24323 57.71908 5 4.212851 28.72947 0.085257 2.625266 12.36666 56.19335 6 4.509581 29.46662 0.188684 2.890957 12.84437 54.60937 7 4.723253 30.59291 0.448006 3.121857 12.71852 53.11871 8 5.216345 31.85928 0.727780 3.145044 12.27451 51.99339 9 5.649402 33.22289 0.932764 3.035943 11.81605 50.99235 10 5.916055 34.56411 1.052042 2.881495 11.53891 49.96344 11 6.182096 35.78838 1.118786 2.755712 11.48479 48.85233 12 6.331099 36.74011 1.200324 2.731264 11.59613 47.73218 13 6.470413 37.29575 1.323587 2.829805 11.72697 46.82389 14 6.582723 37.51012 1.467370 2.987254 11.75232 46.28294 15 6.666048 37.52862 1.589076 3.134665 11.64544 46.10220 16 6.739550 37.47780 1.663227 3.216004 11.46189 46.18108 17 6.816068 37.45853 1.688225 3.223926 11.26647 46.36285 18 6.883612 37.51888 1.677917 3.179386 11.10826 46.51556 19 6.983460 37.66228 1.648396 3.113635 11.01251 46.56318 20 7.095279 37.85528 1.619483 3.053888 10.99092 46.48043 21 7.219414 38.05425 1.606591 3.020394 11.02686 46.29190 22 7.338919 38.22665 1.617856 3.019415 11.07804 46.05803 23 7.456104 38.35556 1.651126 3.046460 11.10210 45.84475 24 7.562666 38.43740 1.695578 3.082562 11.08429 45.70017 25 7.659282 38.49085 1.734854 3.108284 11.03222 45.63379 26 7.739183 38.53786 1.758156 3.114554 10.96556 45.62387 27 7.820395 38.58987 1.764512 3.105086 10.90387 45.63666 28 7.899411 38.64745 1.760584 3.087539 10.86221 45.64222 29 7.980791 38.70889 1.753353 3.070258 10.84452 45.62298 30 8.063395 38.76958 1.748515 3.059338 10.84424 45.57832 31 8.153242 38.82281 1.749849 3.058296 10.84918 45.51986 32 8.241873 38.86434 1.758271 3.064653 10.84911 45.46363 33 8.329057 38.89819 1.770378 3.072796 10.83795 45.42068 34 8.411780 38.93008 1.781688 3.077773 10.81648 45.39399 35 8.495423 38.96283 1.789426 3.077946 10.79043 45.37936 36 8.575501 38.99722 1.793278 3.073559 10.76700 45.36894 37 8.654064 39.03390 1.794061 3.066872 10.75027 45.35490 38 8.731840 39.07087 1.793695 3.060836 10.74092 45.33368 39 8.812127 39.10434 1.794344 3.057898 10.73681 45.30661 40 8.890417 39.13209 1.797256 3.058202 10.73429 45.27816 41 8.967839 39.15527 1.801904 3.060492 10.72935 45.25298 42 9.044026 39.17553 1.807111 3.063006 10.72028 45.23407 43 9.120578 39.19427 1.811769 3.064352 10.70807 45.22154 44 9.194678 39.21323 1.815122 3.063586 10.69514 45.21292 45 9.268181 39.23394 1.816855 3.061067 10.68354 45.20459 46 9.341707 39.25581 1.817555 3.057970 10.67472 45.19395 47 9.416189 39.27719 1.818205 3.055520 10.66894 45.18015


(4)

49 9.562064 39.31503 1.821574 3.054150 10.66163 45.14762 50 9.634448 39.33099 1.824275 3.054906 10.65693 45.13290 51 9.706385 39.34515 1.827221 3.055761 10.65077 45.12110 52 9.776403 39.35858 1.829850 3.055942 10.64357 45.11206 53 9.845969 39.37227 1.831745 3.055279 10.63608 45.10463 54 9.915315 39.38622 1.832988 3.054043 10.62930 45.09745 55 9.984572 39.40009 1.833903 3.052657 10.62386 45.08948 56 10.05291 39.41372 1.834790 3.051459 10.61971 45.08033 57 10.12138 39.42681 1.835858 3.050768 10.61622 45.07035 58 10.18970 39.43888 1.837277 3.050627 10.61282 45.06040 59 10.25750 39.44989 1.838982 3.050779 10.60906 45.05129 60 10.32419 39.46031 1.840715 3.050858 10.60474 45.04337 Cholesky Ordering: SBI LOG_M LOG_CPI LOG_KURS LOG_U


(5)

Lampiran 10. Data-Data Penelitian

BI

BI

IMF

BI

BPS

SBI

M1

CPI

KURS

U

DUMMY

Kuartal

Persen Milyar Rp -

US $ per

Rp

Orang -

Q1 1990

13.9 22155 27.6

0.000549

2054502 0

Q2 1990

17.4 23205 28.2

0.000542

2019196 0

Q3 1990

17.8 22982 29.3

0.000536

1983011 0

Q4 1990

19.9 23819 29.9

0.000526

1951684 0

Q1 1991

24.7 23570 30.2

0.000518

1941293 0

Q2 1991

19.9 24610 30.9

0.000512

1947365 0

Q3 1991

19.6 25805 32.0

0.000508

1975769 0

Q4 1991

19.6 26342 32.7

0.000502

2032369 0

Q1 1992

19 27318 33.2

0.000496

2095299 0

Q2 1992

16.5 26845 33.7

0.000492

2162006 0

Q3 1992

15.2 27626 34.0

0.000491

2202202 0

Q4 1992

13.8 28779 34.4

0.000485

2185602 0

Q1 1993

12.8 30592 36.2

0.000483

2140547 0

Q2 1993

10.5 31142 36.9

0.000479

2084674 0

Q3 1993

9.6 34802 37.4

0.000474

2094248 0

Q4 1993

9.3 36805 37.9

0.000474

2245536 0

Q1 1994

10.5 37908 39.1

0.000466

2557570 0

Q2 1994

11.6 39886 39.7

0.000463

2981180 0

Q3 1994

10.39 42195 40.7

0.000459

3409966 0

Q4 1994

10.85 45374 41.5

0.000455

3737524 0

Q1 1995

14.3 44908 42.7

0.000451

3885149 0

Q2 1995

14.2 47046 43.9

0.000445

3924185 0

Q3 1995

14.88 48981 44.5

0.000439

3953671 0

Q4 1995

14.95 52677 45.2

0.000433

4072647 0

Q1 1996

14.96 53162 47.2

0.000428

4280073 0

Q2 1996

15.08 56448 47.4

0.000427

4513452 0

Q3 1996

14.58 59685 47.6

0.000427

4610209 0

Q4 1996

13.8 64089 48.0

0.00042

4407769 0

Q1 1997

11.9 63565 49.3

0.000413

3907340 0

Q2 1997

11.3 69950 49.7

0.000408

3211539 0

Q3 1997

11.2 66258 50.6

0.000305

2586764 1

Q4 1997

11.2 78343 52.4

0.000215

2299414 1

Q1 1998

11.2 98270 62.8

0.00012

2593398 1


(6)

Q3 1998

39 102563 89.3

9.35E-05

4178514 1

Q4 1998

39 101197 93.6

0.000125

5062483 1

Q1 1999

38 105705 98.0

0.000115

5598204 1

Q2 1999

23.8 105964 97.4

0.000149

5932220 1

Q3 1999

13.3 118124 95.2

0.000119

6073326 1

Q4 1999

12.8 124633 95.1

0.000141

6030319 1

Q1 2000

11 124663 97.5

0.000132

5943235 1

Q2 2000

11.1 133832 98.4

0.000114

5799149 1

Q3 2000

13.3 135431 100.6

0.000114

5716376 1

Q4 2000

14.3 162185 103.5

0.000104

5813231 1

Q1 2001

14.9 148375 106.6

9.62E-05

6180901 1

Q2 2001

16.3 160143 109.4

8.74E-05

6739860 1

Q3 2001

17.6 164237 113.5

0.000103

7383455 1

Q4 2001

17.6 177731 116.6

9.62E-05

8005031 1

Q1 2002

16.9 166173 122.1

0.000104

8438393 1

Q2 2002

15.2 174017 123.1

0.000115

8759649 1

Q3 2002

14.1 181791 125.2

0.000111

8985364 1

Q4 2002

13.1 191939 128.6

0.000112

9132104 1

Q1 2003

12 181239 131.5

0.000112

9257216 1

Q2 2003

10.2 195219 131.8

0.000121

9347218 1

Q3 2003

8.7 207587 132.9

0.000119

9429410 1

Q4 2003

8.3 223799 135.7

0.000118

9531090 1

Q1 2004

7.3 219087 137.9

0.000116

9681966 1

Q2 2004

7.3 233726 140.6

0.000106

9863233 1

Q3 2004

7.3 240911 142.1

0.000109

10058494 1

Q4 2004

7.3 253818 144.4

0.000108

10251351 1

Q1 2005

7.3 250492 148.6

0.000105

10418527 1

Q2 2005

8.1 267635 151.4

0.000103

10571603 1

Q3 2005

9.3 273954 154.1

9.7E-05

10715278 1

Q4 2005

12.8

281905

170.0

0.000102

10854254 1

Keterangan :

SBI

= Suku bunga SBI tiga bulanan,

M1

= Jumlah uang yang beredar,

CPI

= Consumer Price Index,

KURS = US Dollar per Rupiah,

U

= Pengangguran,

DUMMY = Sebelum krisis dan pergantian rezim nilai tukar bernilai 0,