Teori Tentang Negara Teori Pembagian Kekuasaan

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemberian landasan berpijak dalam penulisan penelitian ini, maka akan Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri pembahasan dalam penelitian ini. Sehingga pada akhirnya akan di dapati pembahasan yang sistematis dan komprehensif dengan data-data yang valid. Adapun rangkaian konseptualnya adalah sebagai berikut:

A. Teori Tentang Negara

Negara merupakan subyek Hukum Internasional yang terpenting Par excellence dibanding dengan subyek-subyek Hukum Internasional lainnya, Mochtar Kusumaatmadja, 1981; 89. Sebagai subyek Hukum Internasional Negara memiliki Hak dan Kewajiban menurut Hukum Internasional. Fenwick , mendefinisikan Negara sebagai suatu masyarakat Politik yang di organisasikan secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut, bebas dari pengawasan negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka bumi. Berbeda dengan Fenwick, Henry C. Black , mendefinisikan Negara sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh Ketentuan-ketentuan Hukum yang melalui pemerintahannya mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakatnya dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu mengadakan perang dan damai serta mampu mengadakan 12 13 hubungan Internasional dengan masyarakat Internasional lainnya, Huala Adolf, 1991; 1-2. Unsur-unsur Negara secara umum telah diatur dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, tentang Hak dan Kewajiban Negara yaitu setiap Negara harus memiliki, penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat, dan kemampuan untuk berhubungan dengan subyek Hukum Internasional lainnya. Dalam Konvensi Montevideo 28 Desember 1933, mengenai Hak-hak dan Kewajiban Negara menyebutkan bahwa unsur keempat bagi pembentukan Negera adalah capacity to enter into relation with other state. Konsepsi Klasik Pembentukan Negara ada 3 tiga unsur Konstitutif yaitu Penduduk, Wilayah, dan Pemerintah. Menurut konvensi ini dari ketiga unsur itu belum cukup menjadikan suatu entitas sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat. Diperlukan unsur tambahan yaitu kapasitas untuk mengadakan hubungan dengan Negara-negara lain.

B. Teori Pembagian Kekuasaan

Karl W. Deustche , mengatakan bahwa penyelenggaraan Negara diibaratkan orang yang membawa kapal di samudra yang luas, yang dibutuhkan kondisi fisik yang prima dan kecakapan ataupun kemampuan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi di masyarakat, Ryaas Rasyid, 2007; 229-232. Pemerintahan dalam arti luas menyangkut Kekuasaan dan Kewenangan dalam bidang Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Tugas Eksekutif hanyalah kegiatan pemerintahan dalam arti yang sempit, secara Tradisional, dipahami bahwa ada Pembagian Kekuasaan yang sangat tegas di antara Ketiga lembaga 14 tersebut. Legislatif melakukan pengaturan, membuat kebijaksanaan. Sementara pihak Eksekutif melaksanakan atau mengimplementasikan apa yang diatur atau diputuskan oleh pihak Legislatif, dan Kekuasaan Yudikatif memberikan sanksi atas penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Kekuasaan Eksekutif terhadap apa yang sudah diputuskan oleh Kekuasaan Legislative,Ryaas Rasyid, 2007; 233. Sedangkan menurut Gabriel Almond, mengatakan bahwa pihak Legislatif fungsinya adalah rule making, Kekuasaan Eksekutif pada dasarnya melakukan apa yang disebut mengaplikasikan rule application dari apa yang sudah ditentukan dan ditetapkan, serta pihak Yudikatif memiliki kewengangan ajudikasi terhadap penyimpangan atau penyelewengan dalam mengeksekusikan keputusan dan aturan yang sudah ditetapkan rule adjudication, Ryaas Rasyid, 2007. Tugas Eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah to excute atau melaksanakan apa yang sudah disepakati atau diputuskan oleh pihak Legislatif dan Yudikatif. Tugas tersebut tidak terlepas dari kewenangan Politik yaitu perwujudan dari kewenangan seorang Kepala Eksekutif yang secara langsung membawa implikasi Politik yang meluas pembentukan kebijakasanaan publik dan semua aspek yang terkait dengan kebijaksanaan public, Ryaas Rasyid, 2007; 236. Pada dasarnya dalam kaitan dengan tugas dan kewenangan Politik Eksekutif mempunyai tugas membuat, merumuskan, menghantar mengimplementasi, melakukan evaluasi terhadap kebijaksanaan publik dalam sebuah negara. Pemerintah eksekutif juga mempunyai tugas dan kewenangan 15 untuk memutuskan apakah sebuah kebijaksanaan itu dapat dilanjutkan atau dibatalkan, Ibid, Ryaas Rasyid, 2007.

C. Teori Tentang Desentralisasi

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN PERANAN KEPALA ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT SUKU WOMBONDA UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN SUPIORI PROVINSI PAPUA.

0 7 23

TINJAUAN PUSTAKA PERANAN KEPALA ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT SUKU WOMBONDA UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN SUPIORI PROVINSI PAPUA.

1 58 28

TINJAUAN PUSTAKA PENYELESIAN SENGKETA PENGUASAAN TANAH HAK ULAYAT KERET RUMBIAK SEBAGAI KEPASTIAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KANTOR BUPATI DI KABUPATEN BIAK NUMFOR PROVINSI PAPUA.

0 5 35

TINJAUAN PUSTAKA EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PERPAJAKAN DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM MEMPEROLEH PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SUPIORI PROVINSI PAPUA.

0 3 66

TESIS PERANAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH ANTARA KABUPATEN BIAK NUMFOR DENGAN KABUPATEN SUPIORI.

0 4 12

PENDAHULUAN PERANAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH ANTARA KABUPATEN BIAK NUMFOR DENGAN KABUPATEN SUPIORI.

0 3 11

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PERANAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH ANTARA KABUPATEN BIAK NUMFOR DENGAN KABUPATEN SUPIORI.

0 9 48

PENUTUP PERANAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH ANTARA KABUPATEN BIAK NUMFOR DENGAN KABUPATEN SUPIORI.

0 3 11

INVENTARISASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN BIAK NUMFOR DAN KABUPATEN SUPIORI PROVINSI PAPUA

0 0 10

PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA

0 0 16