Evaluasi Keberadaan Mikoriza Dari Residu Aplikasi Mikoriza Dan Kompos Jerami Serta Efektivitasnya Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max) Pada Tanah Ultisol

EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA EFEKTIVITASNYA PADA
TANAMAN KEDELAI (Glycine max) PADA TANAH ULTISOL SKRIPSI
OLEH : T. IRZA HANDOKO O5O3O3OO6/ ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009 EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA EFEKTIVITASNYA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max)
PADA TANAH ULTISOL
SKRIPSI
OLEH : T. IRZA HANDOKO O5O3O3OO6/ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi

2009
:EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA EFEKTIVITASNYA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max) PADA TANAH ULTISOL
: T. IRZA HANDOKO
: 050303006

: Ilmu Tanah

Ketua

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Anggota

Ir. Hardy Guchi, MP NIP : 131 640 225

Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP NIP : 132 102 229

Kepala Departemen
Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP NIP : 131 653 982

ABSTRACT
The aim of this research was study the evaluated of mycorrhiza from residu of aplication mycorrhiza and residu of aplication straw compost to effectivities soybean growth in Ultisols. The research was conducted at Laboratory of soil Biology at Departement of Soil Science in Agricultural Faculty, University of North Sumatera from Juny until November 2008. The research designed by Multipled Random Factorial with two factors and three replication. The first factor was the residu of aplication mycorrhiza with four levels : M0 = 0 g/pot, M1 = 7.5 g/pot, M2 = 15 g/pot, M3 = 22.5 g/pot. The second factors was the residu of aplication straw campost with four levels : J0 = 0 g/pot (0 ton/ha), J1 = 25 g/pot (5 ton/ha), J2 = 50 g/pot (10 ton/ha), J3 = 75 g/pot (15 ton/ha). The result showed the effect of straw compost given increased significant to dry weight of stem. Mycorrhiza from residu of planting gogo rices which residu of aplication straw compost and residu of aplication of mycorrhiza not given influenced to soybean growth.
Keywords: Mycorrhiza, Straw compost, Soybean growth, and Ultisols

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami dan efektivitasnya pada pertanaman kedelai pada tanah Ultisol. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juni – November 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan, yaitu: Residu M0 = 0 g/pot, Residu M1 = 7,5 g/pot, Residu M2 = 15 g/pot, Residu M3 = 22,5 g/pot dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan: Residu J0 = 0 g/pot (setara 0 ton/ha), Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha), Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha), Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tunggal pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap berat kering batang. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo yang diaplikasikan kompos jerami dan mikoriza tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
Kata kunci : Mikoriza, Kompos jerami, Tanaman Kedelai, dan Tanah Ultisol

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Keberadaan Mikoriza dari Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami dan Efektivitasnya pada Tanaman Kedelai (Glycine max) pada Tanah Ultisol”, yang berfungsi sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Hardy Guchi, MP, dan ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penulis menyadari usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu saran dan kritik penulis harapkan demi kesempurnaan usulan penelitian di masa yang akan datang.
Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Agustus 2009
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. 1 Tujuan Penelitian............................................................................... 3 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 3 Kegunaan Penelitian.......................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol ............................................................... 4 Mikoriza Vesikular Arbuskula........................................................... 5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inokulum MVA ................................................................................. 7 Tanaman Jagung (Zea mays L.) ......................................................... 9 Metode MPN untuk Penetapan Berbagai Populasi Mikroorganisme Tanah...................................................................... 10
BAHAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 14 Bahan dan Alat .................................................................................. 14 Metodelogi Penelitian........................................................................ 14 Pelaksanaan Penelitian....................................................................... 16 Peubah Amatan ................................................................................. 17 Analisis Data ..................................................................................... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil.................................................................................................. 19 Jumlah Spora ......................................................................... 19 Derajat Infeksi ....................................................................... 19 Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai ......................... 20 Berat Kering Batang Tanaman Kedelai .................................. 21 Berat Kering Akar Tanaman Kedelai ..................................... 22 Pembahasan....................................................................................... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... 27 Saran ................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
1. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Lima Ulangan bagi Setiap Pengenceran (Halvorson dan Ziegler, 1933) .................... 11
2. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Tiga Ulangan bagi Setiap Pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981) ..................... 12
3. Faktor untuk Menghitung Selang Kepercayaan 95 persen Batas Bawah dan Batas Atas.............................................................. 12
4. Data Jumlah Spora Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo ..................................... 19
5. Data Jumlah Propagul Mikoriza Metode MPN Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo ......................................................................................... 20
6. Data Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai ............................ 21
7. Data Berat Kering Batang Tanaman Kedelai ..................................... 22
8. Data Berat Kering Akar Tanaman Kedelai......................................... 23

DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Analisis Sampel Tanah Awal di Bangun Purba .................................... 30
Data Derajat Infeksi Mikoriza pada Penentuan Kualitas Inokulum Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo dengan Metode MPN pada Tanaman Uji Jagung Ulangan I....................................... 31
Data Derajat Infeksi Mikoriza pada Penentuan Kualitas Inokulum Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo dengan Metode MPN pada Tanaman Uji Jagung Ulangan II ..................................... 32
Data Derajat Infeksi Mikoriza pada Penentuan Kualitas Inokulum Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo dengan Metode MPN pada Tanaman Uji Jagung Ulangan III .................................... 33

Efek Residu Pemberian Mikoriza dan Kompos Jerami Terhadap Jumlah Spora Tanah Ultisol pada Pertanaman Padi Gogo..................................................................................................... 34
Data Selang Kepercayaan 95 % Derajat Infeksi Mikoriza untuk Metode MPN ...................................................................................... 34
Data Derajat Infeksi Mikoriza dalam Analisis Jumlah Propagul Akibat Residu Pemberian Kompos Jerami dan Mikoriza pada Pertanaman Padi Gogo.................................................................................. 35
Data Pengamatan Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman Kedelai............ 36
Hasil Analisa Sidik Ragam Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman Kedelai .......................................................................................... 36
Data Pengamatan Berat Kering Batang Tanaman Kedelai ............................. 37
Hasil Analisa Sidik Ragam Berat Kering Batang Tanaman Kedelai............... 37
Data Pengamatan Berat Kering Akar Tanaman Kedelai ................................ 38
Hasil Analisa Sidik Ragam Berat Kering Akar Tanaman Kedelai.................. 38

ABSTRACT
The aim of this research was study the evaluated of mycorrhiza from residu of aplication mycorrhiza and residu of aplication straw compost to effectivities soybean growth in Ultisols. The research was conducted at Laboratory of soil Biology at Departement of Soil Science in Agricultural Faculty, University of North Sumatera from Juny until November 2008. The research designed by Multipled Random Factorial with two factors and three replication. The first factor was the residu of aplication mycorrhiza with four levels : M0 = 0 g/pot, M1 = 7.5 g/pot, M2 = 15 g/pot, M3 = 22.5 g/pot. The second factors was the residu of aplication straw campost with four levels : J0 = 0 g/pot (0 ton/ha), J1 = 25 g/pot (5 ton/ha), J2 = 50 g/pot (10 ton/ha), J3 = 75 g/pot (15 ton/ha). The result showed the effect of straw compost given increased significant to dry weight of stem. Mycorrhiza from residu of planting gogo rices which residu of aplication straw compost and residu of aplication of mycorrhiza not given influenced to soybean growth.
Keywords: Mycorrhiza, Straw compost, Soybean growth, and Ultisols

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami dan efektivitasnya pada pertanaman kedelai pada tanah Ultisol. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juni – November 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan, yaitu: Residu M0 = 0 g/pot, Residu M1 = 7,5 g/pot, Residu M2 = 15 g/pot, Residu M3 = 22,5 g/pot dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan: Residu J0 = 0 g/pot (setara 0 ton/ha), Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha), Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha), Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tunggal pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap berat kering batang. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo yang diaplikasikan kompos jerami dan mikoriza tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
Kata kunci : Mikoriza, Kompos jerami, Tanaman Kedelai, dan Tanah Ultisol

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi kedelai terbesar didunia. Olahan pangan asal kedelai dominan di Indonesia adalah tahu dan tempe. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan makanan sehat dan baku industri non-pangan (Adie dan Krisnawati, 2008). Puslitbang Sosek Pertanian tahun 2000 melakukan proyeksi penawaran dan permintaan kedelai nasional antara tahun 2002 sampai tahun 2010, dimana diperkirakan bahwa laju pertumbuhan penawaran mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 0,8 % per tahun, sementara permintaan mengalami pertumbuhan sebesar 2,3 % per tahun. Kebutuhan nasional kedelai dewasa ini telah mencapai 2,2 ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 35-40%, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor. Sedangkan produksi kedelai pada 2004 hingga 2006 sempat meningkat. Namun pergerakannya sangat lambat, pada 2004 hanya 723.483 ton, 808.353 ton (2005) dan 746.611 ton (2006). Bahkan pada 2007 kembali turun menjadi sekitar 608.000 ton (Wikipedia, 2008).
Perluasan areal tanam akan lebih besar kontribusinya terhadap peningkatan produksi kedelai, mengingat selama ini fluktuasi produksi nasional hampir selalu mengikuti fluktuasi areal panen. Perluasan areal tanam kedelai dapat diarahkan pada lahan sawah, lahan kering, dan lahan pasang surut. Ditinjau dari segi luas, kesesuaian dan permasalahan biofisik lahan, infrastruktur, dan sosial-budaya masyakarat maka lahan kering, terutama lahan kering masam, yaitu termasuk tanah Ultisol, paling potensial dikembangkan untuk usahatani kedelai. Pada sistem pertanaman yaitu rotasi tanaman, biasanya tanaman kedelai ditanam setelah tanaman padi gogo yang umumnya dilakukan pada tanah Ultisol (Wikipedia, 2008).

Problema yang umum terdapat pada tanah Ultisol adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Sarief (1986) Ultisol memiliki kejenuhan basa yang rendah, termasuk unsur K, memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan memiliki sifat fisik yang juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Ini juga sesuai dengan USDA ( 1998) yang menyatakan bahwa Ultisol merupakan tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terakhir. Ultisol memiliki horison argilik dengan kejenuhan basa yang rendah, yang kurang dari 35 persen. Biasanya terdapat jumlah aluminium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi.
Untuk itu dilakukan penambahan kompos jerami dan mikoriza yang dapat meningkatkan kadar bahan organik dan penambahan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Selain itu dapat juga memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Kompos jerami merupakan pupuk organik yang dibuat dari pengomposan jerami-jerami padi, berupa batang dan daun padi dari sisa hasil panen. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik di dalam tanah dapat meningkatkan KTK dan ketersediaan P dan Fe untuk tanaman, serta pemberian jerami padi ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan K tanah (Sutanto, 2002). Pada hasil penelitian yang dilakukan Chairuman (2008) menunjukkan bahwa pemberian kompos jerami pada padi gogo dapat meningkatkan P-tersedia tanah, P-total tanah, serapan P dan C-organik tanah Ultisol. Pada dasarnya mikoriza akan tetap terdapat pada tanah bekas pertanaman padi gogo tersebut akibat residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza. Karena mikoriza adalah jamur, maka akan membentuk spora jika kondisi ekstrim kering dan tidak adanya tanaman inang.
Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Seperti yang disampaikan oleh Yusnaini (1998), bahwa CMA dapat membantu meningkatkan produksi kedelai pada tanah Ultisol di Lampung. Bahkan pada penelitian lebih lanjut dilaporkan bahwa penggunaan CMA ini dapat

meningkatkan produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase vegetatif dan generatif (Yusnaini et al., 1999). Setiadi (2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam berat.
Pada penelitian ini penulis mencoba mengevalusi keberadaan mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada tanaman padi gogo dan efektivitas mikoriza pada tanaman kedelai pada tanah ultisol.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberadaan mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami dan efektivitasnya pada pertanaman kedelai pada tanah ultisol.
Hipotesis Penelitian
1. Masih terdapat mikoriza pada tanah dari residu kompos jerami dan CMA pada pertanaman padi gogo.
2. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo masih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai.
Kegunaan Penelitian
– Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan oleh petani untuk menerapkan pertanian organik dan berkelanjutan.
– Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat dan Ciri Tanah Ultisol
Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa, dkk, 2006).
Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kationkation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990).
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah (Prasetya dan Suriadikarta, 2006).
Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik, dengan reaksi agak masam sampai masam dengan kandungan basa-basa rendah yang diukur dengan kejenuhan basa pH 7 < 50 % pada kedalaman 125 cm dibawah atas horizon argilik/kandik atau 180 cm dari permukaan tanah (USDA, 2006).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Mikoriza sesuai dengan asal katanya yaitu myces dan rhiza, adalah struktur simbiosis mutualisme yang dibentuk antara cendawan dan perakaran tanaman. Disebut simbiosis mutualisme karena cendawan mikoriza, yang hidup didalam sel akar, mendapatkan sebagian karbon hasil fotosintesis tanaman dan tanaman mendapatkan hara dan keuntungan lain dari cendawan mikoriza (Nusantara, 2006).
Bentuk cendawan mikoriza vesikular - arbuskular atau yang disingkat dengan cma lebih banyak terdapat mulai dari jenis, famili dan ordo tanaman dari pada tipe endo dan ektomikoriza bersama-sama. Telah diperlihatkan bahwa kebanyakan phanerogams mempunyai endo (hampir semuanya va) mikoriza, tetapi kira-kira hanya mempunyai ektomikoriza 3%. Karena penyebaran mva yang merata, mikoriza ini mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan mempunyai potensi yang penting baik secara ekonomi maupun ekologi. CMA terdapat pada sebagian besar tanaman pangan dan didalam kebanyakan jenis tanaman yang tumbuh dalam ekosistem alam. Tanaman yang penting dan mempunyai cendawan mva meliputi gandum, jagung, kapas, tembakau, teh, kopi, coklat, tebu, dan pohon serat (Fakuara, 1988).
Diagnostik ciri-ciri utama CMA adalah adanya vesikel dan arbuskul didalam korteks akar. Endodermis batang dan meristem akar tidak diserang. Hifa inter dan intraseluler juga ada disisi akar secara langsung berhubungan dengan miselium bagian luar yang menyebar dan bercabang-cabang didalam tanah (Fakuara, 1988).
Mikoriza merupakan jenis fungi yang menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah yang mengalami kekahatan P. Mikoriza tidak hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman, tetapi juga menekan kebutuhan pupuk P sampai 20%-30% (Sutanto, 2002).
Dalam beberapa percobaan pertumbuhan CMA yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai negara, pada kondisi tanah yang kekurangan fosfat untuk pertumbuhan tanaman, lebih banyak P yang diambil oleh tanaman bermikoriza dari pada tanaman tak bermikoriza. Infeksi CMA meningkatkan pengambilan P dan sumber P ekstra masuk ke tanaman bermikoriza dari tanah. Percobaan ini dapat diterangkan berdasarkan pada perubahan fisiologi akar, meningkatnya permukaan penyerapan dan penggunaan fosfat tak larut yang lebih baik (Fakuara, 1988).
Keberadaan mikoriza sangat berperan besar baik terhadap tanaman itu sendiri juga terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Peranan tersebut antara lain :

a. Kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik mikro maupun makro. Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan kedalam hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel tanaman. Efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza (Khairul, 2006). Menurut Sylvia (1999) dalam Nusantara (2006), meningkatnya serapan hara akibat kolonisasi mikoriza disebabkan sedikitnya oleh tiga hal, yaitu i) mikoriza mampu mengurangi jarak yang harus ditempuh unsur hara untuk mencapai permukaan akar tanaman, ii) meningkatnya rerata serapan unsur hara dan konsentrasi pada permukaan penyerapan dan iii) mengubah secara kimia sifat-sifat unsur hara kimia sehingga mempermudah penyerapannya kedalam akar tanaman.
b. Perbaikan struktur tanah. Mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses “mechanical blinding action” oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Subiksa, 2006).
c. Pemupukan sekali seumur tanaman. Karena mikoriza merupakan makhluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Iskandar, 2006).
d. Proteksi dari patogen dan unsur toksik. Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai

berikut: adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen, mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen, mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen, akar tanaman yang sudah terinfeksi mikoriza tidak dapat diinfeksi oleh patogen yang menunjukkan adanya kompetisi (Subiksa, 2006).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inokulasi CMA
Tipe inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) digunakan tergantung pada penelitian dilapangan. Untuk studi respons pertumbuhan dirumah kaca sama baiknya dengan dilapangan, campuran inokulum berisi akar-akar yang diinfeksi, spora, dan miselium dapat memuaskan, dengan cepat dapat diperoleh dan biasanya sangat efektif. Campuran inokulum biakan pot (pot culture) umumnya mempunyai potensial inokulum yang lebih besar daripada spora yang dibersihkan atau material akar (Fakuara, 1988).
Menurut Santosa (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah:
1. Suhu Tanah Walaupun suhu bukan merupakan faktor pembatas utama bagi aktivitas CMA, namun suhu tanah yang tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas cendawan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung cendawan CMA-nya. Daya infeksi oleh cendawan CMA meningkat dengan naiknya suhu tanah. Suhu yang tinggi pada siang hari (350 C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza.
2. Kandungan Air Tanah Status air tanah dapat berpengaruh baik langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan mikoriza. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi yang anaerob. Terdapat juga fakta bahwa potensial air yang rendah dapat juga menurunkan infeksi mikoriza secara dramatis.

3. pH Tanah Tidak sama dengan jasad renik lainnya cendawan pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi pada tiap spesies cendawan terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman.
4. Bahan Organik dan Residu Akar Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat menginfeksi akar tanaman tetangga sehingga memperluas penyebaran CMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulum untuk generasi tanaman berikutnya.
5. Ketersediaan Hara Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh CMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun, maka infeksi CMA meningkat.
6. Pengaruh Logam Berat dan Unsur lain Pada tanah-tanah tropika sering dijumpai permasalahan salinitas dan keracunan aluminium maupun mangan. Infeksi CMA lebih tinggi pada tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak. Beberapa spesies CMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies CMA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Aluminium diketahui menghambat simbiosis CMA.
7. Fungisida Fungisida merupakan racun kimia yang menghancurkan kehidupan cendawan CMA. Penggunaan fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax, meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah (2,5 µg pergram tanah) menyebabkan turunnya kolonisasi CMA yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanama dan pengambilan P.
8. Jenis Tanaman Inang

Persentase kolonisasi tergantung pada spesies cendawan mikoriza dan
tanaman inang, sering dihubungkan dengan pertumbuhan akar dan
kepekaan tanaman (Santosa, 1989).
Tanaman Kedelai (Glycine max)
Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubanglubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya (Wikipedia, 2008).
Tanah Tanaman kedele dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedele dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran. Kedele dapat tumbuh subur pada : curah hujan optimal 100-200 mm/bulan. Temperatur 25-27 derajat Celcius dengan penyinaran penuh minimal 10 jam/hari. Tinggi tempat dari permukaan laut 0-900 m, dengan ketinggian optimal sekitar 600 m (Mashur, 2008).
Kalau ditanam di lahan yang belum pernah ditanami kedelai, benih sebaiknya dicampur dengan rizobium seperti Legin. Bila rizobium tidak tersedia dapat menggunakan tanah yang sudah pernah ditanami kedelai. Inokulasi rizobium bertujuan untuk mengurangi pemakaian pupuk nitrogen (urea) karena tanaman kedelai dapat memanfaatkan nitrogen yang ada di udara setelah diinokulasi dengan rizobium (Suastika, dkk, 2008).

Pengembangan kedelai pada lahan kering masam akan dihadapkan kepada kondisi tanah yang kurang subur karena rendah pH (4,3-5,5), kandungan Al tinggi, kandungan bahan organik rendah, ketersedian hara N, P, K, Ca, dan Mg

rendah, dan kemampuan tanah mengikat air juga rendah. Dari segi sosialekonomi, masalah yang dihadapi dalam pengembangan kedelai pada lahan kering masam adalah kuranganya tenaga kerja dan modal usahatani. Kondisi tanah yang kurang subur dapat diperbaiki dengan inovasi teknologi ameliorasi, di antaranya penggunaan kapur (kalsit atau dolomit) dan bahan organik, serta pemupukan (organik, anorganik, dan biofertilizer seperti rhizobium) berdasarkan kondisi tanah setempat (Litbang, 2008).

Metode MPN untuk Penetapan Berbagai Populasi Mikroorganisme Tanah

Metode most Probable-Number (MPN) memungkinkan kita untuk menduga populasi mikroorganisme tanpa menghitung jumlah sel atau koloni. Kadangkala disebut metode mutakhir, atau metode pengenceran.

Para ahli mikrobiologi sering menduga jumlah suatu populasi berdasarkan
pengenceran tertinggi pada pengenceran mana, pertumbuhan masih dapat diamati. Dengan demikian, bila pertumbuhan diamati pada pengenceran 10-4 dan tidak ada pengenceran 10-5, jumlah sel yang hidup adalah antara 104 dan 105. Dengan
demikian akan lebih jelas bahwa pengujian beberapa larutan dari suatu seri
pengenceran bersama-sama dengan model matematika, interpolasi memungkinkan
perkiraan yang lebih tepat (Anas, 1989).

Untuk mempermudah telah dibuat tabel MPN untuk 5 tabung reaksi oleh Halvorson dan Ziegler (Tabel 1) dan untuk 3 tabung reaksi oleh McCrady (Tabel 2) masing-masing untuk pengenceran 10 kali.

Tabel 1.

Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Lima Ulangan bagi Setiap Pengenceran (Halvorson dan Ziegler, 1933)


P3 P1 P2
012345

0 0 - 0.018 0.036 0.054 0.072 0.090

0 0 0.018 0.036 0.055 0.073 0.091 0.11

0

0

0.037 0.055 0.074 0.092 0.11

0.13

0 0 0.056 0.074 0.093 0.11 0.13 0.15

0 0 0.075 0.094 0.11 0.13 0.15 0.17

0 0 0.094 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19


1

1

0.020 0.040 0.060 0.080 0.10

0.12

1 1 0.040 0.061 0.081 0.10 0.12 0.14

1 1 0.061 0.082 0.10 0.12 0.15 0.17

1 1 0.083 0.10 0.13 0.15 0.17 0.19

1 1 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19 0.22

1 1 0.13 0.15 0.17 0.19 0.22 0.24

2 2 0.045 0.068 0.091 0.12 0.14 0.16


2 2 0.068 0.092 0.12 0.14 0.17 0.19

2 2 0.093 0.12 0.14 0.17 0.19 0.22

2 2 0.12 0.14 0.17 0.20 0.22 0.25

2 2 0.15 0.17 0.20 0.23 0.25 0.28

2 2 0.17 0.20 0.23 0.26 0.29 0.32

3 3 0.078 0.11 0.13 0.16 0.20 0.23

3 3 0.11 0.14 0.17 0.20 0.23 0.27

3 3 0.14 0.17 0.20 0.24 0.27 0.31

3 3 0.17 0.21 0.24 0.28 0.31 0.35

3 3 0.21 0.24 0.28 0.32 0.36 0.40

3 3 0.25 0.29 0.32 0.37 0.41 0.45

4 4 0.13 0.17 0.21 0.25 0.30 0.36

4 4 0.17 0.21 0.26 0.31 0.36 0.42

4 4 0.22 0.26 0.32 0.38 0.44 0.50

4 4 0.27 0.33 0.39 0.45 0.52 0.59

4 4 0.34 0.40 0.47 0.54 0.62 0.69

4 4 0.41 0.48 0.56 0.64 0.72 0.81

5 5 0.23 0.31 0.43 0.58 0.76 0.95

5

5

0.33 0.46 0.64 0.84 1.1

1.3

5 5 0.49 0.70 0.95 1.2 1.5 1.8

5 5 0.79 1.1 1.4 1.8 2.1 2.5

5 5 1.3 1.7 2.2 2.8 3.5 4.3

5

5

2.4 3.5 5.4 9.2 16

-

Tabel 2.

Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Tiga Ulangan bagi Setiap Pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981)

Hasil

MPN

Hasil

MPN

Hasil

MPN

000 0.0 201 1.4 302 001 0.3 202 2.0 310 010 0.3 210 1.5 311 011 0.6 211 2.0 312 020 0.6 212 3.0 313

6.5 4.5 7.5 11.5 16.0

100 0.4 220 2.0 320 101 0.7 221 3.0 321 102 1.1 222 3.5 322 110 0.7 223 4.0 323 111 1.1 230 3.0 330 120 1.1 231 3.5 331 121 1.5 232 4.0 332 130 1.6 300 2.5 333 200 0.9 301 4.0

9.5 15.0 20.0 30.0 25.0 45.0 110.0 140.0

Untuk menghitung MPN organisme yang ada dalam contoh, pilih sebagai p1 yang jumlah tabung yang positif pada larutan yang konsentrasi paling rendah, dimana semua tabung bereaksi positif, atau yang jumlah tabung positif terbanyak dan untuk p2,p3 mewakili jumlah tabung yang positif pada pengenceran yang lebih tinggi dari p1. Kemudian lihat angka pada Tabel 1 (Halvorson dan Ziegler) untuk 5 tabung dan Tabel 2 (McCrady) untuk 3 tabung. Dapatkan nilai pada tabel tersebut dengan melihat angka p1, p2, dan p3, kemudian kalikan nilai yang didapat ini dengan faktor pengenceran pada p1 untuk mendapatkan MPN dari contoh yang asli.

Tabel 3.

Faktor untuk Menghitung Selang Kepercayaan 95 persen Batas Bawah dan Batas Atas.

Jumlah tabung yang dipakai untuk satu pengenceran (n)

2

Kelipatan pengenceran (x) 45

10

1

4.00 7.14

8.32 14.45

2 2.67 4.00 4.47 6.61

3 2.23 3.10 3.39 4.68

4 2.00 2.68 2.88 3.80

5 1.86 2.41 2.58 3.30

6 1.76 2.23 2.38 2.98

7 1.69 2.10 2.23 2.74

8 1.64 2.00 2.12 2.57

9 1.58 1.92 2.02 2.43

10 1.55 1.86 1.95 2.32

Pada Tabel 3.3 disajikan faktor yang digunakan untuk menghitung nilai selang kepercayaan 95 persen yang tergantung dari jumlah tabung yang dipakai untuk satu pengenceran dan faktor pengenceran. Jumlah tabung yang dipakai untuk setiap pengenceran mulai dari satu tabung sampai 10 tabung. Jumlah tabung yang umum dipakai adalah 3 dan 5 tabung untuk setiap pengenceran. Kelipatan pengenceran adalah 2, 4, 5 dan 10, tetapi yang paling sering dipakai adalah 5 dan 10. Makin banyak tabung yang dipakai untuk setiap pengenceran dan makin besar perbandingan (ratio) pengenceran. Maka makin sempit kisaran selang kepercayaan. Dengan demikian, pengujian hasil yang didapatkan makin tajam.

Tingkat pengenceran yang digunakan dan jumlah tabung yang diinokulasi untuk setiap pengenceran menentukan batas atas selang kepercayaan. Kalikan nilai MPN dengan faktor yang bersangkutan dari Tabel 1. atau 2 (Anas, 1989).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 m dpl. Dimulai pada bulan Juni s/d Nopember 2008.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan adalah tanah Ultisol bekas tanaman padi gogo akibat residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza yang berasal dari Bangun Purba, dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis.
Alat
Alat yang digunakan adalah aqua cup atau gelas plastik, kantongan plastik, timbangan analitik, mistar, gunting, kertas label, buku dan alat tulis, serta alat-alat yang digunakan untuk keperluan analisis.
Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan, dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan. Sehingga diperoleh kombinasi perlakun sebanyak 4x4x3 = 48 unit percobaan. Susunan perlakuan tersebut adalah: Faktor perlakuan I, kompos jerami (J) : Residu J0 = 0 g/pot (setara 0 ton/ha)

Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha)

Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha)

Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha)

Faktor Perlakuan II, mikoriza (M) :

Residu M0 = 0 g/pot

Residu M1 = 7,5 g/pot

Residu M2 = 15 g/pot

Residu M3 = 22,5 g/pot

Sehingga kombinasi perlakuannya adalah :

R-J0M0

R-J1M0

R-J2M0

R-J3M0

R-J0M1 R-J0M2

R-J1M1 R-J1M2

R-J2M1 R-J2M2

R-J3M1 R-J3M2

R-J0M3

R-J1M3

R-J2M3

R-J3M3

Model linier rancangan acak lengkap : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)jk + εijk Dimana :

Yijk = Parameter yang diamati
µ = Nilai tengah umum αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor J βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor M (αβ)jk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor J dan taraf j dari faktor B εijk = pengaruh galat taraf ke-i dari faktor J dan taraf M dari faktor B pada
blok ke-k

Adapun gambar/denah dari penelitian ini adalah: I II III

M0J0

M0J0

M0J0

M0J1 M0J2 M0J1
M1J0 M1J1 M1J2 M2J3 M2J0 M0J2 M2J2 M2J3 M3J0 M3J1 M3J2 M3J3

M0J1 M0J2
M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3 M2J0 M2J1 M2J2 M2J3 M3J0 M3J1 M3J2 M3J3

M0J1 M0J2
M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3 M2J0 M2J1 M2J2 M2J3 M3J0 M3J1 M3J2 M3J3

Pelaksanaan Penelitian
1. Pengambilan dan Persiapan Sampel Tanah Sampel tanah yang telah sesuai perlakuan meliputi M0J0, M0J1, M0J2, M0J3, M1J0, M1J1, M1J2, M1J3, M2J0, M2J1, M2J2, M2J3, M3J0, M3J1, M3J2, dan M3J3 pada tiap-tiap ulangan, dituangkan keatas alas plastik, kemudian diaduk hingga merata, dan dilakukan pengambilan sampel pada tiap unit percobaan tersebut. Sampel tanah diambil sebanyak + 500 gram/polibag. Sampel yang telah diambil adalah sampel tanah yang sebelumnya berada pada polibag setara dengan 10kg BTKO yang telah diberi perlakuan kompos jerami dan mikoriza, pada rumah kasa, dengan metode rancangan acak lengkap.
2. Penentuan Jumlah Propagul Mikoriza • Persiapan media tanam dan pot - Disiapkan aqua cup bervolume 200 mL. - Dimasukkan pasir steril yang telah disterilkan dengan alat sterilisasi tanah 3 jam perhari selama 2 hari kedalam pot tersebut • Persiapan biji uji - Disiapkan benih jagung (Zea mays L.) yang akan digunakan sebagai inang - Disterilkan benih-benih tersebut dengan alkohol atau H2O2 - Dikecambahkan pada kertas saring atau kapas steril • Persiapan seri pengenceran media tanam - Disiapkan seri pengenceran dengan kelipatan 10 dengan mencampur contoh inokulum (tanah dan potongan akar) dengan pasir steril - Untuk 100 berarti tidak memerlukan pengenceran sehingga seluruh pot diisi dengan inokulum MVA sebanyak 200 g - Untuk membuat seri pengenceran 10-1, 20 g dari pengenceran 100 dicampur dengan 180 g pasir steril, selanjutnya untuk membuat seri pengenceran 10-2, 20 g dari pengenceran 10-1 dicampur dengan 180 g pasir steril, dan seterusnya sampai 10-4

- Setiap pengenceran diulang 3 kali • Penanaman kecambah
- Diambil benih yang telah berkecambah dan ditanam kesetiap pot sebanyak 3 kecambah
- Tanaman dipelihara selama 15 hari - Selama pemeliharaan tanaman, tidak dilakukan penambahan
hara dan dijaga kapasitas lapang • Pemanenan dan pemprosesan akar
- Bagian akar tanaman dipotong - Dengan hati-hati cuci semua akar dan masukkan kedalam botol
vial (jangan lupa ditandai menurut seri pengenceran yang telah dibuat) - Dilakukan analisis derajat infeksi akar terhadap contoh-contoh akar tesebut. Akar diwarnai dengan trypan blue 0,05 % dalam lactofenol menurut metode Philip dan Hayman (1970) - Dicatat hasil analisis derajat infeksi pada setiap pengenceran dalam tabel pengamatan. Bila ada infeksi diberi tanda (+) dan bila tidak ada infeksi diberi tanda (-) 3. Penanaman Tanaman Kedelai - Disiapkan tanah bekas tanaman padi gogo - Ditanam benih kedelai tanpa diberikan perlakuan apapun - Dipelihara tanaman kedelai sampai pada tahap vegetatif - Dilakukan pemanenan - Dilakukan analisis derajat infeksi mikoriza
Peubah Amatan
 Jumlah spora dari tanah bekas tanaman padi gogo
 Jumlah propagul Mikoriza
 Derajat infeksi pada tanaman kedelai

 Bobot kering tajuk tanaman kedelai  Bobot kering akar tanaman kedelai
Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA, pada perlakuan yang nyata dilakukan uji beda rataan dengan menggunakan Uji Beda Rataan DMRT (Ducan Multiple Range Test) pada taraf α 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Jumlah Spora

Jumlah spora mikoriza akibat residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada pertanaman padi gogo yang dihitung pada 10 g tanah sampel.
Tabel 4. Data Jumlah Spora Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo

Residu Kompos Jerami (ton/ha)
0 5 10 15 Rataan

Residu Inokulum Mikoriza (g/pot)

0

7.5 15

22.5

.................. jumlah spora /10 g tanah...............

4

6 13

4

7 12 13 5

9 12 6

6

3

15 17

11

5.75 11.25 12.25

6.5

Rataan
6.75 9.25 8.25 11.5 8.94

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah spora yang tertinggi adalah pada perlakuan 15 g/pot mikoriza yang dikombinasikan dengan 15 ton/ha kompos jerami, yaitu dengan jumlah spora 17. Sedangkan jumlah spora yang terendah adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami yang tidak dikombinasikan dengan inokulum mikoriza, yaitu hanya 3 spora.

2. Jumlah Propagul

Penentuan jumlah propagul ini menggunakan metode MPN dengan 3 tabung reaksi oleh McCrady (1981). Dengan menggunakan tabel nilai Most Probable Number (MPN) untuk tiga ulangan bagi setiap pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981) (Tabel 2).

Tabel 5. Data Jumlah Propagul Mikoriza Metode MPN Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo

Residu Kompos Jerami (ton/ha)
0

Residu InokulumMikoriza (g/pot)
0 7,5 15 22,5 ..................... jumlah propagul/akar tanaman ........................
96 – 2106 20.2 – 444.6 3.2 – 70.2 64 – 1404

5 4.27 – 96.6 427 – 9360 42.7 – 936 74 – 1638 10 427 – 9360 4.27 – 93.6 32 – 702 6.41 – 140.4 15 2350 – 51480 4.27 – 93.6 32 - 702 16 – 351
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai tertinggi batas atas derajat infeksi mikoriza dengan metode MPN akibat residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada pertanaman padi gogo adalah pada perlakuan tanpa mikoriza dengan kompos jerami 15 ton/ha yaitu 51480, dengan batas bawah yaitu 2350. Dari Tabel 5 juga dapat diketahui bahwa nilai jumlah propagul mikoriza yang terendah pada batas atas adalah pada perlakuan mikoriza 15 g/pot tanpa kompos jerami yaitu 70,2, dengan batas bawah 3,2.

3. Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa pengaruh residu CMA dan residu kompos jerami maupun interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat infeksi CMA pada tanaman kedelai (lampiran 9).
Tabel 6. Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai

Residu Kompos Jerami (g/pot)
0 25 50 75 Rataan

Residu CMA (g/pot)

0

7.5 15

22.5

................................... %..............................

66.67 60 53.3

70

53.33

70

80 76.67

60 70 70 70

66.67

73.3 73.3

83.33

61.67

68.3 69.2

75

Rataan
62.5 70 67.5 74.2 68.5

Derajat infeksi yang paling tinggi didapat pada perlakuan interaksi residu CMA 22,5 g/pot dengan residu kompos jerami 75 g/pot sebesar 83,33%. Penambahan dosis jerami sebelumnya yang menjadi residu kompos jerami menunjukkan adanya penambahan jumlah infeksi CMA pada akar kedelai. Demikian juga pada residu CMA, peningkatan dosis menaikkan infeksi CMA pada akar kedelai.

4. Bobot Kering Tajuk Tanaman Kedelai

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa pengaruh tunggal pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap berat kering batang, sedangkan pengaruh tunggal mikoriza dan interaksi mikoriza dan kompos jerami tidak berpengaruh nyata.

Tabel 7. Berat Kering Tajuk Tanaman Kedelai

Residu Kompos Jerami (g/pot)
0 25 50 75 Rataan

Residu CMA (g/pot)

0

7.5 15

22.5

................................... g ..............................

4.33 4.8 4.57 4.33

5.87 7.07 5.57

5.8

5.07 4.57 6

5.77

4

3.27 4.23

4.07

4.82 4.93 5.09 4.99

Rataan
4.51a 6.08a 5.35a 3.89a 4.96

Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa berat kering batang yang tertinggi adalah pada kompos jerami 25 g/pot yaitu 6.08 g.

5. Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa pengaruh residu CMA dan residu kompos jerami maupun interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering akar pada pertanaman kedelai (Lampiran 13).

Tabel 8. Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai

Residu Kompos Jerami (g/pot)
0 25 50 75 Rataan

Residu CMA (g/pot)

0

7.5 15

22.5

................................... g..............................

1.17 1.03 1.3

0.93

1.23 1.43 0.8

1.23

1.17 1.07 1.13

1.3

1.07 0.9 0.97 1.43

1.16 1.11 1.05 1.23

Rataan
1.11 1.18 1.17 1.09 1.14

Bobot Kering akar yang paling tinggi didapat pada perlakuan interaksi residu CMA 7,5 g/pot dengan residu kompos jerami 25 g/pot, hasil yang sama juga pada perlakuan interaksi residu CMA 22,5 g/pot dengan residu kompos jerami 75 g/pot sebesar 1,43 g.

Pembahasan
Dari data jumlah spora akibat residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada pertanaman padi gogo (Tabel 4) didapatkan bahwa jumlah spora yang tertinggi adalah pada perlakuan 15 g/pot mikoriza yang dikombinasikan dengan 15 ton/ha kompos jerami, yaitu 17 spora/10 g tanah. Sedangkan jumlah spora yang terendah adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami tanpa inokulum mikoriza, yaitu 3 spora/10 g tanah. Jumlah spora, yaitu 17 spora/10 g tanah, pada dosis 15 g/pot inokulum mikoriza yang dikombinasikan dengan 15 ton/ha kompos jerami, yang memungkinkan mikoriza dalam membentuk spora bahkan jumlah spora yang paling banyak. Tetapi pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami tanpa adanya inokulum mikoriza hanya dapat membentuk 3 spora/10 g tanah sampel. Jumlah spora yang paling rendah ini (3 spora/10 g tanah) yang disebabkan oleh pengaruh bahan organik (kompos jerami) tanpa adanya kombinasi dengan inokulum mikoriza. Adanya penambahan bahan organik ini juga dapat mempengaruhi inokulasi mikoriza. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa (1989) yang menyatakan bahwa residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat menginfeksi akar tanaman tetangga sehingga memperluas penyebaran CMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulum untuk generasi tanaman berikutnya.
Dari data jumlah propagul mikoriza (Tabel 5) dapat diketahui bahwa jumlah propagul yang tertinggi adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami tanpa inokulum mikoriza, yaitu 51.480, dengan batas bawah 2.350. Tetapi pada perlakuan ini jumlah spora adalah yang terendah (3 spora/10 g tanah). Ini menyatakan bahwa jumlah spora yang tertinggi tidak selalu sejalan dengan jumlah propagul. Karena pada propagul ini terdapat didalamnya spora, hifa, arbuskul dan juga vesikel. Salah satu atau lebih dari propagul inilah yang nantinya akan menjadi individu (mikoriza) dan menginfeksi akar tanaman. Ini bisa juga disebabkan oleh efektivitas mikoriza yang menginfeksi akar tanaman yang sudah

ada pada tanah lebih efektif dalam menginfeksi akar tanaman. Campuran inokulum berisi akar-akar yang diinfeksi, spora, dan miselium dapat memuaskan, dengan cepat dapat diperoleh dan biasanya sangat efektif. Campuran inokulumbiakan pot (pot culture) umumnya mempunyai potensial inokulum yang lebih besar daripada spora yang dibersihkan atau material akar (Fakuara, 1988). Selain itu adanya faktor dari luar yaitu lingkungan dapat juga mempengaruhi keberhasilan inokulasi mikoriza, yaitu suhu tanah, kandungan air tanah, pH tanah, bahan organik dan residu akar, ketersediaan hara, pengaruh logam berat, fungisida dan jenis tanaman inang. Sehingga walaupun jumlah spora yang paling sedikit, tetapi jumlah propagul yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Dari data dapat dilihat bahwa (Tabel 5) tidak adanya perbedaan antara perlakuan mikoriza dan kompos jerami dengan dosis yang berbeda. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut, yaitu pH tanah, ketersediaan hara, pengaruh logam berat dan unsur lain, serta jenis tanaman inang. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan rendah. Berdasarkan penelitian Jamali (2009) yang menyatakan bahwa residu kompos jerami dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH tanah Ultisol, begitu juga dengan interaksi keduanya. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) kisaran pH yang terukur berkisar 4.61-5.02 yang masih tergolong masam-agak masam. Tidak terdekomposisinya kompos jerami menjadi humus juga dapat mempengaruhi pH tanah. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Untuk menurunkan Aldd tanah Ultisol, pengaruh tunggal efek residu pemberian kompos jerami nyata menurunkan Aldd tanah Ultisol, dan in