Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merill) MELALUI APLIKASI ASAM ASKORBAT DAN INOKULASI

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DI TANAH SALIN

SKRIPSI

Oleh :

ROMI MARTINO SITANGGANG/ 090301104 AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merill) MELALUI APLIKASI ASAM ASKORBAT DAN INOKULASI

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DI TANAH SALIN

SKRIPSI

Oleh :

ROMI MARTINO SITANGGANG/ 090301104 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(3)

Judul Hasil Penelitian : Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin

Nama : Romi Martino Sitanggang

NIM : 090301104

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Nini Rahmawati, SP, MSi) (Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP) Ketua Anggota

Mengetahui

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

ROMI MARTINO SITANGGANG: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Melalui Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Aplikasi Asam Askorbat di Tanah Salin, dibimbing oleh NINI RAHMAWATI dan CHAIRANI HANUM.

Pemanfaatan lahan salin untuk budidaya kedelai menghadapi kendala berupa penurunan produksi kedelai. Maka dari itu, melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskular dan aplikasi asam askorbat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai pada lahan salin dengan tingkat salinitas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada Februari - Mei 2013 pada dua lokasi yaitu lokasi I: daya hantar listrik 4-5mmhos/cm dan lokasi II: daya hantar listrik 6-7 mmhos/cm, menggunakan rancangan petak terbagi dengan dua faktor yaitu aplikasi asam askorbat dan isolat fungi mikoriza arbuskular (FMA tipe 1, tipe 2, tipe 3, tipe 4 dan tipe 5) dan aplikasi asam askorbat (0 dan 500 ppm). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi penggunaan lokasi yang berbeda dengan aplikasi asam askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.


(5)

ABTRACT

ROMI MARTINO SITANGGANG: Soybean growth and yield by giving ascorbate acid and inoculation of michorriza arbuscular in saline soil, supervised by NINI RAHMAWATI and CHAIRANI HANUM.

Using of saline land to grow up soybean face trouble such yield decreasing. For that purpose by using ascorbate acid, and inoculation of MVA aimed to increase growth and yield of soybean in saline land with different level of salinity. This research was done in two location at experimental field Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, i.e. location I: electrical conductivity 4-5 mmhos/cm and location II: electrical conductivity 6-7 mmhos/cm during Februari – Mei 2013, using split plot design with two factors, i.e. giving of ascorbate acid (0 dan 500 ppm) and MVA isolate (MVA type 1, type 2, type 3, type 4 and type 5). Parameter observed were plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.

The result of the research showed that interaction of different location, giving of ascorbate acid, and MVA isolate were significantly effected to plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 20 Januari 1991 dari ayah Ramli Sitanggang dan ibu Sedima Gultom. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Santo Thomas 2 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian masuk bersama (UMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Pangan dan Laboratorium Dasar Agronomi. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi intrauniversitas UKM KMK USU Unit Pelayanan Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara II, Kebun Batang Serangan dari tanggal 9 Juli sampai 4 Agustus 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini. Adapun judul dari usulan penelitian ini adalah “Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual, kepada Nini Rahmawati, SP, M.Si dan Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperlancar penyelesaian skripsi ini.

Medan, Maret 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh... 5

Iklim ... 5

Tanah ... 6

Salinitas ... 7

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman ... 8

Asam Askorbat (Vitamin C) ... 10

Peranan Asam Askorbat Pada Tanaman ... 12

Fungi Mikoriza Arbuskular ... 14

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 20

Penanaman ... 20

Pemupukan ... 20

Aplikasi Asam Askorbat ... 20

Pemeliharaan ... 21


(9)

Panen ... 22

Pengamatan Parameter ... 22

Tinggi tanaman (cm) ... 22

Jumlah cabang produktif (cabang) ... 22

Bobot kering tajuk (g) ... 22

Bobot kering akar (g) ... 23

Total luas daun (cm2) ... 23

Kandungan klorofil daun(ml/g) ... 23

Jumlah polong berisi per tanaman (polong) ... 24

Jumlah polong hampa per tanaman (polong) ... 24

Bobot Produksi pertanaman (g) ... 24

Bobot 100 biji kering (g) ... 22

Volume Akar (ml) ... 24

Derajat infeksi (%) ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pembahasan ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tinggi tanaman kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 28 2. Jumlah cabang produktif kedelai dengan perlakuan aplikasi asam

askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 30 3. Bobot kering tajuk kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat,

dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 31 4. Bobot kering akar kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat,

dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 33 5. Total luas daun kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 34 6. Jumlah klorofil daun kedelai dengan perlakuan aplikasi asam

askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 35 7. Jumlah polong berisi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi

asam askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 37 8. Jumlah polong hampa kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi

asam askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 38 9. Bobot produksi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi asam

askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 39 10. Bobot 100 biji kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 41 11. Volume akar kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 42 12. Derajat infeksi kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi kedelai varietas Grobogan ... 64

2. Bagan penelitian ... 65

3. Bagan tanaman dalam plot ... 66

4. Jadwal kegiatan ... 67

5. Hasil analisis tanah salin... .. 68

6. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) lokasi I ... 71

7. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) lokasi II ... 71

8. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 2 MST ... 72

9. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) lokasi I ... 72

10. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) lokasi II ... 73

11. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 3 MST ... 73

12. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) lokasi I ... 74

13. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) lokasi II ... 74

14. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 4 MST ... 75

15. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) lokasi I ... 75

16. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) lokasi II ... 76

17. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 5 MST ... 76

18. Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang) lokasi I ... 77

19. Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang) lokasi II ... 77

20. Sidik ragam gabungan jumlah cabang produktif ... 78

21. Data pengamatan bobot kering tajuk (g) lokasi I ... 78


(12)

23. Sidik ragam gabungan bobot kering tajuk ... 79

24. Data pengamatan bobot kering akar (g) lokasi I ... 80

25. Data pengamatan bobot kering akar (g) lokasi II ... 80

26. Sidik ragam gabungan bobot kering akar ... 81

27. Data pengamatan total luas daun (cm2) lokasi I ... 81

28. Data pengamatan total luas daun (cm2) lokasi II ... 82

29. Sidik ragam gabungan total luas daun ... 82

30. Data pengamatan total klorofil daun (g/ml) lokasi I ... 83

31. Data pengamatan total klorofil daun (g/ml) lokasi II ... 83

32. Sidik ragam gabungan total klorofil daun ... 84

33. Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman (polong) lokasi I ... 84

34. Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman (polong) lokasi II ... 85

35. Sidik ragam gabungan jumlah polong berisi per tanaman ... 85

36. Data pengamatan jumlah polong hampa per tanaman (polong) lokasi I ... 86

37. Data pengamatan jumlah polong hampa per tanaman (polong) lokasi II ... 86

38. Sidik ragam gabungan jumlah polong hampa per tanaman ... 87

39. Data pengamatan produksi per tanaman (g) lokasi I ... 87

40. Data pengamatan produksi per tanaman (g) lokasi II... 88

41. Sidik ragam gabungan produksi per tanaman ... 88

42. Data pengamatan bobot 100 biji (g) lokasi I... 89

43. Data pengamatan bobot 100 biji (g) lokasi II ... 89

44. Sidik ragam gabungan bobot 100 biji... 90


(13)

47. Sidik ragam gabungan volume akar ... 91

48. Data pengamatan derajat infeksi (%) lokasi I ... 92

49. Data pengamatan derajat infeksi (%) lokasi II ... 92

50. Sidik ragam gabungan derajat infeksi ... 93

51. Foto penelitian... 94


(14)

ABSTRAK

ROMI MARTINO SITANGGANG: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Melalui Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Aplikasi Asam Askorbat di Tanah Salin, dibimbing oleh NINI RAHMAWATI dan CHAIRANI HANUM.

Pemanfaatan lahan salin untuk budidaya kedelai menghadapi kendala berupa penurunan produksi kedelai. Maka dari itu, melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskular dan aplikasi asam askorbat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai pada lahan salin dengan tingkat salinitas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada Februari - Mei 2013 pada dua lokasi yaitu lokasi I: daya hantar listrik 4-5mmhos/cm dan lokasi II: daya hantar listrik 6-7 mmhos/cm, menggunakan rancangan petak terbagi dengan dua faktor yaitu aplikasi asam askorbat dan isolat fungi mikoriza arbuskular (FMA tipe 1, tipe 2, tipe 3, tipe 4 dan tipe 5) dan aplikasi asam askorbat (0 dan 500 ppm). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi penggunaan lokasi yang berbeda dengan aplikasi asam askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.


(15)

ABTRACT

ROMI MARTINO SITANGGANG: Soybean growth and yield by giving ascorbate acid and inoculation of michorriza arbuscular in saline soil, supervised by NINI RAHMAWATI and CHAIRANI HANUM.

Using of saline land to grow up soybean face trouble such yield decreasing. For that purpose by using ascorbate acid, and inoculation of MVA aimed to increase growth and yield of soybean in saline land with different level of salinity. This research was done in two location at experimental field Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, i.e. location I: electrical conductivity 4-5 mmhos/cm and location II: electrical conductivity 6-7 mmhos/cm during Februari – Mei 2013, using split plot design with two factors, i.e. giving of ascorbate acid (0 dan 500 ppm) and MVA isolate (MVA type 1, type 2, type 3, type 4 and type 5). Parameter observed were plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.

The result of the research showed that interaction of different location, giving of ascorbate acid, and MVA isolate were significantly effected to plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.


(16)

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Kedelai mempunyai arti penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka memperbaiki gizi masyarakat karena merupakan sumber protein nabati yang relatif murah bila dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu dan ikan (Mapegau, 2006).

Produksi kedelai nasional berdasarkan angka tetap tahun 2011 adalah sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau turun sebesar 55,74 ton (61,5%) dibandingkan 2010. Menurut BPS (2011) impor kedelai mencapai 2,08 juta ton (US$ 1,24 miliar). Penurunan produksi utamanya terjadi karena luas panen yang berkurang yakni 660.823 ha (2010) turun menjadi 631.425 ha (2011). Kendala lain adalah rendahnya produktivitas tanaman yakni hanya 1,3 ton/ha. Padahal pemerintah telah mencanangkan swasembada kedelai pada rahun 2014 (BPS, 2011).

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai Indonesia adalah perluasan areal penanaman kedelai. Perluasan penanaman kedelai mengalami kendala, di mana tanah-tanah produktif banyak digunakan untuk areal industri dan perumahan. Di sisi lain masih banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan akibat keterbatasan teknik budidaya. Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman (Slinger dan Tenison, 2005).


(17)

Kadar garam pada jumlah tertentu mempunyai dampak bagi pertumbuhan tanaman. Kadar garam tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam 3 cara, yaitu : garam dapat mendesak pengaruh osmotik untuk mencegah tanaman dalam pengambilan air dari tanah, ion tertentu dapat menyebabkan keracunan pada tanaman sebagai contoh konsentrasi Cl yang tinggi dalam air irigasi dapat menyebabkan terbakarnya daun, khususnya pada pengaplikasian air ke daun, dan efek tanah tertentu yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman karena degradasi struktur tanah (Slinger dan Tenison, 2005).

Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang akan meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah asam askorbat. Asam askorbat merupakan metabolit utama yang penting pada tanaman yang berfungsi sebagai antioksidan, kofaktor enzim dan sebagai modulator sel sinyal dalam beragam proses fisiologis penting, termasuk biosintesis dinding sel, metabolit sekunder dan phytohormones, toleransi stress, photoprotection, pembelahan dan pertumbuhan sel (Wolucka, dkk, 2005).

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi cekaman salinitas pada kedelai adalah dengan inokulasi fungi mikoriza arbuskular (FMA). Aplikasi FMA dapat mengatasi cekaman salinitas melalui berbagai mekanisme seperti meningkatkan serapan hara, menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman, serta merubah sifat fisiologi dan biokimia tanaman inang. Inokulasi FMA juga dapat meningkatkan proses fisiologi tanaman inang seperti peningkatan kapasitas absorbsi unsur hara oleh tanaman dengan peningkatan tekanan hidrolik akar dan mempertahankan tekanan osmotik dan komposisi karbohidrat (Evelin, dkk, 2009).


(18)

Produksi kedelai yang dibudidayakan pada tanah salin dilakukan untuk dapat mengetahui respon inokulasi FMA dan aplikasi asam askorbat dalam mengatasi berbagai cekaman salinitas secara lebih baik.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan produksi kedelai varietas Grobogan hasil seleksi generasi ke-4 melalui aplikasi asam askorbat dan inokulasi fungi mikoriza arbuskular pada tanah salin dengan tingkat salinitas yang berbeda.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respons pertumbuhan dan produksi varietas Grobogan hasil seleksi generasi ke-4 melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskular dan aplikasi asam askorbat pada tanah salin dengan tingkat salinitas yang berbeda.

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam budidaya kedelai, khususnya di tanah salin.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian

dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70-150 cm), menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi dan ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun bertiga (trifollit), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima (Hidayat dalam Somaatmadja, dkk, 1985).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Papilionaceae lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah


(20)

pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman dan Sleper, 1995).

Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain itu, warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh Iklim

Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100 - 400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-340C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-270C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 300C (Prihatman, 2000).


(21)

atau minimal 10 jam/hari dan curah hujan yang paling optimal antara 100-200 mm/bulan (Andrianto dan Indarto, 2004).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -25 0C. Suhu 12 – 20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis. Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanah

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Dengan menambah kapur 2 – 4 ton per ha, pada umumnya hasil panen dapat ditingkatkan (Prihatman, 2000).

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal darinase dan aerase tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah


(22)

yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang bagus. Kecuali kalau diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika drainase dan aerasi tanah baik. Untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, serta kaya bahan organik. Bahan organik yang cukup akan memperbaiki dan menjadi bahan makanan bagi organisme dalam tanah (Suprapto,1999).

Salinitas

Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi kedelai di seluruh dunia. Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas. Oleh karena itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat biaya. Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir. Melalui pemuliaan konvensional, mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat-sifat kualitatif yang kurang peka terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi terhadap stress abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan (Pathan, dkk, 2007).

Pada kondisi salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel (Yuniati, 2004). Stomata berperan


(23)

kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi.

Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang agak toleran salinitas tergantung dari perbedaan varietas (Katerji, dkk, 2000) Penelitian Rahmawati dan Rosmayati (2010) menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada tanah salin dengan DHL 5-6 mmhos/cm, hanya 5 varietas yang mampu menyelesaikan siklus hidupnya sampai fase generatip menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas lainnya hanya mampu sampai pada fase vegetatip saja. Kelima varietas tersebut adalah Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray dan Detam 2.

Mekanisme toleransi garam pada kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori utama, yaitu :

1. Pemeliharaan ion homeostatis

2. Penyesuaian sebagai respon terhadap cekaman osmotik 3. Pemulihan keseimbangan oksidatif

4. Adaptasi struktural dan metabolik lain (Phang, dkk, 2009).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein dan penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul


(24)

karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air (Sipayung, 2003).

Garam-garam yang menimbulkan stress tanaman antara lain NaCl, NaSO4,

CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang larut dalam air. Dalam larutan tanah garam-garam ini

mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Sipayung (2003) tanah salin memiliki pH < 8,5 dengan daya hantar listrik >4mmhos/cm. Nilai daya hantar listrik (DHL) mencerminkan kadar garam yang terlarut. Peningkatan konsentrasi garam yang terlarut akan menaikkan nilai DHL larutan yang diukur dengan menggunakan elektroda platina.

Penurunan produksi pertanian pada tanah salin yang sangat besar dipengaruhi oleh gangguan keberadaan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaruh salinitas secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman meliputi :

a. Pengurangan potensial osmotik pada larutan tanah yang akan mengurangi jumlah air yang tersedia bagi tanaman yang menyebabkan kering fisiologis, untuk mengatasi masalah ini tanaman harus menjaga potensial osmotik internal untuk mencegah air keluar dari akar ke tanah di sekitar tanaman.

b. Toksisitas akibat berlimpahknya ion Na+ dan Cl- didalam sel, pengaruh keracunan meliputi terganggunya struktur enzim dan makromolekul lain, kerusakan organel sel dan membran plasma, gangguan fotosintesis, respirasi dan sintesis protein.

c. Ketidakseimbangan hara pada tanaman menyebabkan terganggunya penyerapan dan/atau transport hara ke tajuk menyebabkan defisiensi hara


(25)

Menurut Phang, dkk (2008), tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada konsentrasi garam rendah. Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif dibandingkan varietas toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi, diantaranya :

1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji

2. Penurunan kualitas biji

3. Penurunan kandungan protein biji

4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai 5. Nodulasi kedelai

6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen 7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar

Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu bentuk antioksidan yang secara alami terdapat pada tumbuhan. Askorbat merupakan senyawa metabolit utama pada tumbuhan yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, yang melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif yang dihasilkan dari metabolisme aerobik, fotosintesis dan berbagai polutan. Askorbat juga merupakan kofaktor untuk beberapa enzim hidroksilase


(26)

(misalnya prolyl hidroksilase) dan violaxanthin de-epoxidase. Askorbat berada di dinding sel di mana ia adalah baris pertama pertahanan terhadap ozon (Smirnoff, 1996).

Struktur kimia vitamin C terdiri atas rantai 6 atom karbon yang keberadaannya tidak stabil karena mudah bereaksi dengan oksigen di udara menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin C stabil keadaannya jika berupa Kristal (murni) (Kusnawidjaja, 1987).

Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil dalam tubuh tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel, penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal, serta memelihara kesehatan. Vitamin C (asam askorbat) merupakan vitamin yang dapat disintesis oleh tumbuhan tetapi tidak dapat disintesis oleh manusia, kera, dan sebagian mamalia lainnya (Poedjiadi, 1994).

Winarno (1992), vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak, sangat larut dalam air, serta mudah teroksidasi. Proses oksidasi tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalisis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah. Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004).


(27)

Gambar 1 : Struktur kimia asam askorbat

Peranan Asam Askorbat Pada Tanaman

Aktivitas antioksidan asam askorbat dikaitkan dengan ketahanan tanaman terhadap stres oksidatif. Kemudian tingkat endogen asam askorbat menjadi sangat penting dalam regulasi perkembangan penuaan. Dapat disimpulkan bahwa tanaman yang disemprotkan asam askorbat dapat menunda penuaan daun dengan sistem peroksida / fenolik / askorbat yang terlibat dalam pengurangan ROS yang dihasilkan selama penuaan daun (Farouk, 2011). Fungsi lain askorbat adalah dalam metabolisme besi dengan mempertahankan besi pada tingkat reduksi askorbat sehingga memicu penyerapan besi. Selain itu askorbat juga memobilisasi besi dari deposit feritin (Drevan, 2011).

Menurut Abd El-Aziz, dkk (2006) menyatakan bahwa salinitas memiliki efek merugikan pada berbagai parameter pertumbuhan (panjang batang, diameter batang, panjang akar, jumlah daun, luas daun dan bobot basah dan kering tanaman. Sebaliknya, semua parameter pertumbuhan sebelumnya dan kandungan kimia kecuali persentase dan penyerapan Na, cenderung meningkat dengan meningkatkan konsentrasi asam askorbat sampai 400 ppm dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan. Hal ini bisa direkomendasikan untuk menyemprot tanaman yang ditanam pada daerah irigasi dengan air garam, dengan asam askorbat untuk mengatasi efek destruktif salinitas. Tanaman yang tercekam


(28)

salinitas juga mengalami stres oksidatif yang mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis seperti transport elektron (Greenway dan Munns, 1980).

Penelitian pendahuluan untuk menseleksi varietas kedelai toleran salin telah dilakukan di lahan salin Desa Percut. Diperoleh 5 varietas yang mampu beradaptasi yaitu Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray, dan Detam 2 namun produksinya sangat rendah. Diantara 5 varietas tersebut 3 varietas yaitu Grobogan, cikurai, dan Detam 2 dapat menghasilkan polong berbiji, varietas Anjasmoro dan Bromo hanya menghasilkan polong. Untuk memperbaiki potensi produksi secara genetis dilakukan melalui seleksi adaptasi bertahap. Pada penelitian sebelumnya (tetua) diperoleh bahwa varietas Grobogan dapat tumbuh dan berproduksi lebih baik pada kondisi salin dibandingkan dengan Detam 2 dengan batas seleksi minimum varietas Grobogan (2.82) lebih besar daripada varietas Detam 2 (0.92). Dan bobot 100 biji varietas Grobogan 17.48 lebih tinggi dari varietas Detam 2 yaitu 9.09 (Silvia, 2011).

Pada penelitian sebelumnya (generasi F1) diperoleh bahwa varietas Grobogan dapat tumbuh dan berproduksi baik pada tanah salin dengan batas seleksi minimum varietas Grobogan 10% (0.457) (Siahaan, 2011). Pada Generasi F2 terjadi peningkatan produksi dimana hasil seleksi yang dilakukan terhadap kriteria produksi biji/tanaman dengan batas seleksi minimum varietas Grobogan 10% yaitu 9.51 g dan batas seleksi maksimum 19.256 g (Wahyudi, 2012).

Hasil penelitian Sitinjak (2012) menyatakan bahwa pemberian asam askorbat akan meningkatkan produksi. Produksi yang cenderung lebih tinggi didapat dengan pemberian asam askorbat dengan dosis maksimum 503 ppm.


(29)

Fungi Mikoriza Arbuskular

Secara umum dinyatakan pertumbuhan tanaman yang bermikoriza lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza (Mosse, 1981). Walaupun demikian setiap spesies FMA mempunyai kemampuan berbeda dalam meningkatkan penyerapan dan pertumbuhan tanaman. Kemampuan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi kurang menguntungkan disebut keefektifan. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan keefektifan suatu spesies FMA yaitu : kemampuan FMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran hifa yang baik di dalam tanah, kemampuan FMA untuk membentuk infeksi yang ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman, kemampuan hifa FMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah dan umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman (Abbot dan Robson, 1984).

Perkembangan suatu infeksi mikoriza dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal yang berasal dari spora mikoriza dalam tanah. Hifa dari apresorium menembus sel-sel epidermis dan menjalar di antara sel atau dalam sel sepanjang akar korteks. Akar bermikoriza membentuk jaringan hifa luar (eksternal) yang lepas, yang merupakan kelanjutan dari hifa dalam (internal) menjalar ke dalam tanah..Hifa yang berada di dalam jaringan akar tanaman yang terinfeksi mikoriza terdiri atas hifa yang tidak bercabang yang terletak di ruangan antara sel. Selain itu terdapat pula hifa intraseluler yang membengkok menjadi bulat atau bulat memanjang yang disebut vesikel (Anas, 1992).


(30)

Mikoriza telah diketahui meningkatkan kemampuan tanaman inang dengan meningkatnya pertumbuhan dan biomassa. Beberapa peneliti melaporkan bahwa tanaman yang diinokulasi FMA tumbuh lebih baik daripada tanaman yang tidak diinokulasi pada kondisi salin (Zuccarini and Okurowska, 2008).


(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Desa Paluh Merbau Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada dua lokasi dengan tingkat salinitas yang berbeda dengan lokasi I: DHL 4-5 mmhos/cm dan lokasi II: DHL 6-7 mmhos/cm dengan ketinggian tempat ±1.5 m dpl, yang merupakan bagian dari desertasi Nini Rahmawati, yang dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Mei 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Grobogan generasi F4 (hasil seleksi turunan/silsilah berdasarkan uji toleransi terhadap salinitas sampai generasi ke-4) berasal dari penelitian Zulfi (2012), asam askorbat, pupuk (Urea, TSP, KCl), kompos sebagai penutup lubang tanam, isolat Fungi Mikoriza Arbuskular indigenous diperoleh dari penelitian sebelumnya, insektisida dengan bahan aktif Deltamethrin 0.5cc/l air, fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % 1cc/l air, air untuk menyiram tanaman.

Alat yang digunakan adalah cangkul untuk membersihkan lahan dari gulma dan sampah, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida dan fungisida, gembor, pacak sampel, EC meter, pH meter, timbangan analitik, leaf area meter, spektrofotometer, oven, alat tulis dan kertas label.


(32)

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan 3 faktor :

Faktor I : Lokasi dengan tingkat Salinitas Berbeda (L), terdiri atas : L1 = lokasi dengan DHL 4-5 mmhos/cm

L2 = lokasi dengan DHL 6-7 mmhos/cm

Faktor II (Petak Utama) : Aplikasi asam askorbat (A), terdiri atas : A0 = kontrol (tanpa pemberian asam askorbat)

A1 = aplikasi asam askorbat (500 ppm)

Faktor III (Anak Petak) : Isolat FMA dari tanah salin (M) 2 spora/g inokulan, terdiri atas :

M0 = kontrol (tanpa pemberian isolat FMA) M1 = FMA tipe 1 = 24,2 g / lubang tanam M2 = FMA tipe 2 = 23,5 g/ lubang tanam M3 = FMA tipe 3 = 22,8 g/ lubang tanam M4 = FMA tipe 4 = 13,1 g/ lubang tanam M5 = FMA tipe 5 = 11,8 g/ lubang tanam Sehingga diperoleh 24 kombinasi perlakuan, yaitu :

L1A0M0 L1A1M0 L2A0M0 L2A1M0

L1A0M1 L1A1M1 L2A0M1 L2A1M1

L1A0M2 L1A1M2 L2A0M2 L2A1M2

L1A0M3 L1A1M3 L2A0M3 L2A1M3


(33)

Jumlah ulangan = 3

Jumlah plot = 72

Jarak antar blok = 50 cm Jarak antar plot = 30 cm

Jarak tanam = 20 x 30 cm

Jumlah tanaman/ plot = 28 tanaman Jumlah sampel/ plot = 5 tanaman Jumlah sampel seluruhnya = 360 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 2016 tanaman Ukuran plot = 1,5 m x 1,2 m

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijkl = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk + γl + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + εijkl

Yijkl : hasil pengamatan untuk unit percobaan ke-i dengan perlakuan beda lokasi ke-j, perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan inokulasi mikoriza ke-l.

µ : nilai tengah

ρi : respon blok ke-i

αj : respon perlakuan beda lokasi ke-j

βk : respon perlakuan asam askorbat ke-k

(αβ)jk : respon interaksi perlakuan beda lokasi ke-j dan perlakuan asam askorbat ke-k

εijk : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan beda lokasi ke-j dan perlakuan asam askorbat ke-k


(34)

γl : respon perlakuan inokulasi mikoriza ke-l

(αγ)jl : respon interaksi perlakuan beda lokasi ke-j dan perlakuan inokulasi mikoriza ke-l.

(βγ)kl : respon interaksi perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan inokulasi mikoriza ke-l.

(αβγ)jkl: respon interaksi perlakuan beda lokasi ke-j, perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan inokulasi mikoriza ke-l.

Εijkl : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan beda lokasi ke-j, perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan inokulasi mikoriza ke-l

Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Rata-Rata Uji Duncan Berjarak Ganda dengan taraf 5% (Steel dan Torrie, 1995).


(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada areal tersebut. Tanah diolah kemudian dibuat plot dengan ukuran 1.2 m x 1.5 m. Dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm untuk mengurangi masuknya air kelahan penelitian. Kemudian tanah plot digemburkan menggunakan cangkul.

Penanaman dan Inokulasi FMA

Penanaman dilakukan dengan melubangi tanah sedalam ± 3 cm. Dimasukkan inokulan FMA sesuai perlakuan kemudian 2 benih/lubang tanam dan ditutup dengan tanah. Jarak antara antara tanaman 20 cm x 30 cm. Sampel ditentukan secara acak. Jumlah inokulan (terdiri atas media tanam, spora, potongan hifa dan potongan akar) yang diberikan dari setiap isolat tidak sama, tergantung kepadatan spora per gram inokulan. Setiap isolat mempunyai kepadatan spora yang berbeda sehingga dilakukan standarisasi agar inokulum dari setiap isolat yang diberikan mempunyai kepadatan spora yang relatif sama.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 75 kg Urea/ha, 100 kg TSP/ha, dan 75 kg KCl/ha. Pemupukan TSP, KCl dan Urea dilakukan pada saat penanaman dengan cara larikan.

Aplikasi Asam Askorbat

Asam askorbat dalam bentuk serbuk/kristal diaplikasikan mulai 2 minggu setelah tanam sampai periode pengisian polong (8 minggu setelah tanam) dengan dosis 500 ppm. Aplikasi asam askorbat dilakukan dengan penyemprotan pada


(36)

daun tanaman sampai pada kondisi daun lembab yang dilakukan pada pagi hari (Pukul 07.00 WIB).

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, apabila terjadi hujan tidak dilakukan penyiraman dan diperkirakan telah mencukupi kebutuhan tanaman atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila dalam satu lubang tanam tidak ada benih yang tumbuh atau pertumbuhannya abnormal. Penyulaman dilakukan paling lama 2 MST.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan 3 minggu setelah tanam dan seterusnya dilakukan setiap 1 minggu sekali atau disesuaikan dengan perkembangan gulma yang ada di areal penelitian secara manual dengan mencabut gulma atau dengan menggunakan garu. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pembumbunan

Agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri tegak serta kokoh, pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit


(37)

dengan menyemprot fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % 1 cc/L air. Penyemprotan dilakukan pada saat 3 minggu setelah tanam dan selanjutnya tergantung dari intensitas serangan hama dan penyakit.

Panen

Panen dilakukan dengan cara dipetik satu persatu dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panen yaitu adalah ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran tetapi bukan karena adanya serangan hama dan penyakit.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, dilakukan mulai 2 MST dan diulangi setiap 1 minggu sekali dan berakhir sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga (4 MST).

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Jumlah cabang pada batang dihitung pada batang yang produktif. Cabang produktif yang dihitung adalah cabang yang berasal dari batang utama pada setiap tanaman yang dilakukan sebelum panen.

Bobot kering tajuk (g)

Bobot kering tajuk yang diukur adalah tajuk yang sudah dipisahkan dari akar dan dibersihkan dari kotoran lalu diovenkan dengan suhu 800C hingga bobotnya konstan, selanjutnya tanaman ditimbang dengan timbangan analitik.


(38)

Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan dibersihkan dari kotoran lalu diovenkan dengan suhu 800C hingga bobotnya konstan, selanjutnya tanaman ditimbang dengan timbangan analitik.

Total Luas daun (cm2)

Luas seluruh daun pada setiap tanaman sampel diukur dengan menggunakan leaf area meter. Pengukuran dilakukan pada 6 MST pada akhir masa vegetatif.

Kandungan klorofil daun (g/ml)

Klorofil diekstraksi dengan cara digerus menggunakan dengan aseton 80%. Ekstrak dipindahkan ke dalam tabung microsentrifuse dengan volume 2 ml dan diletakkan pada es dalam kondisi gelap. Ekstraksi tersebut diputar dengan menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada 4°C. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung microsentifuse pada kondisi dingin. Asorbansi tersebut diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm untuk klorofil a dan panjang gelombang 663 nm untuk klorofil b. Total klorofil, klorofil a, klorofil b dihitung dengan menggunakan rumus :


(39)

V = volume akhir larutan (ml) W = bobot segar jaringan daun (g)

Jumlah Polong Berisi Pertanaman (polong)

Jumlah polong berisi dihitung pada setiap tanaman yaitu polong yang menghasilkan biji. Perhitungan dilakukan pada saat tanaman telah dipanen.

Jumlah Polong Hampa Pertanaman (polong)

Dihitung jumlah polong hampa pada setiap tanaman, yaitu polong yang tidak berisi biji. Perhitungan dilakukan pada saat tanaman telah dipanen.

Bobot Produksi per tanaman (g)

Produksi biji per tanaman dihitung dengan menimbang produksi biji seluruh sampel tanaman kemudian dirata-ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari.

Bobot 100 biji kering (g)

Biji yang telah memiliki kadar air 14%, kemudian dihitung bobot 100 biji dengan rumus sebagai berikut:

bobot 100 biji kering (g) = bobot biji per tanaman (g) Jumlah biji per tanaman (biji)

x 100%

Volume akar (ml)

Pengukuran volume akar dilakukan setelah panen dengan cara memasukkan akar yang sudah dibersihkan ke dalam gelas ukur (100 ml) yang terlebih dahulu diisi air sebanyak 50 ml. Volume akar merupakan selisih volume akhir dengan volume awal.


(40)

Derajat infeksi (%)

Perhitungan persentase derajat infeksi akar dilakukan setelah panen. Persentase derajat infeksi akar dihitung dengan menggunakan metoda panjang akar terkolonisasi. Derajat infeksi akar dihitung dengan menggunakan rumus :

% derajat infeksi akar = ∑ bidang pandang bertanda (+) ∑ bidang pandang keseluruhan


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam gabungan (Lampiran 6-50) diketahui bahwa pengaruh dari lokasi berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat infeksi. Perlakuan aplikasi Asam askorbat berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi pertanaman, volume akar, dan derajat infeksi. Pemberian isolat Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat infeksi. Interaksi antara pengaruh lokasi dengan aplikasi Asam Askorbat berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, volume akar, dan derajat infeksi. Interaksi antara pengaruh lokasi dengan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, derajat infeksi. Interaksi antara aplikasi Asam Askorbat dengan


(42)

isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong hampa per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat infeksi. Interaksi antara pengaruh lokasi, aplikasi asam askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat infeksi.

Tinggi Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 6-17), diketahui bahwa interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST. Interaksi antara pengaruh lokasi dan aplikasi Asam Askorbat berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Interaksi pengaruh lokasi dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST. Interaksi aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST.

Rataan tinggi tanaman 5 MST pada interaksi lokasi 1 dan 2 dengan aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular dapat dilihat pada Tabel 1.


(43)

Tabel 1. Tinggi tanaman kedelai 5 MST dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Tinggi Tanaman Minggu FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0 (Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - - - - cm - - - -

M0 37,20 h 38,64 g 26,67 o 26,62 o M1 39,80 f 40,66 ef 27,43 n 26,24 o 5 MST M2 40,19 f 41,59 c 27,84 mn 28,88 ijk

M3 40,94 de 42,37 b 28,40 km 29,01 ijk M4 41,38 cd 42,87 b 28,53 k 29,21 ij M5 41,55 c 43,99 a 28,73 jk 29,45 i Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan aplikasi Asam Askorbat memiliki pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, tinggi tanaman tertinggi untuk lokasi satu dan dua adalah pada FMA tipe 5 dan terendah untuk lokasi satu pada perlakuan kontrol sedangkan pada lokasi dua pada FMA tipe 1. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua.

Kombinasi perlakuan terbaik diperoleh pada L1A1M5 (5 MST) (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yang menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yakni 43,99 cm dan terendah pada L2A1M1 (lokasi 2 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 1) yakni 26,24 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya

Jumlah Cabang Produktif

Dari data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 18-20), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza


(44)

Arbuskular berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif. Interaksi dari tiap perlakuan maupun interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif.

Rataan jumlah cabang produktif pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah cabang produktif kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Jumlah Cabang Produktif

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0 (Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - cabang - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari hasil Tabel 2 diketahui bahwa jumlah cabang produktif tertinggi yaitu dengan aplikasi Asam Askorbat dan terendah tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, jumlah cabang produktif tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki jumlah cabang produktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni

M0 (kontrol) 3,73 i 3,93 g 2,53 p 2,73 n

M1 (Tipe 1) 3,73 i 4,07 e 2,67 o 2,87 m

M2 (Tipe 2) 3,87 h 4,27 c 2,67 o 2,93 l

M3 (Tipe 3) 3,93 g 4,33 b 2,80 n 3,00 l

M4 (Tipe 4) 4,00 f 4,33 b 2,87 m 3,20 k


(45)

4,53 cabang dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 2,53 helai yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Tajuk

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 21-23), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Interaksi dari tiap perlakuan maupun interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolate FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk.

Rataan bobot kering tajuk pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolate FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot kering tajuk kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot Kering Tajuk

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - - - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Aplikasi Asam Askorbat meningkatkan bobot kering tajuk dibandingkan dengan tanpa pemberian (Tabel 3). Pada perlakuan isolat FMA, bobot kering tajuk tertinggi pada lokasi satu adalah pada FMA tipe 5 dan 4 dan yang terendah pada M0 (kontrol) 5,69 hi 7,47 ef 4,26 o 4,54 n

M1 (Tipe 1) 6,82 g 7,85 cd 4,62 mn 5,42 ij

M2 (Tipe 2) 7,23 f 8,08 bc 4,82 lm 5,51 i

M3 (Tipe 3) 7,36 f 8,30 ab 5,07 kl 5,66 i

M4 (Tipe 4) 7,69 de 8,45 a 5,15 jk 5,68 hi


(46)

perlakuan kontrol sedangkan untuk lokasi dua yang tertinggi yaitu pada FMA tipe 5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki bobot kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 dan L1A1M4 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5 dan tipe 4) yakni 8,45 gram dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 4,26 gram yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Akar

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 24-26), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Interaksi dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.

Rataan bobot kering akar pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar dapat dilihat pada Tabel 4.


(47)

Tabel 4. Bobot kering akar kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot Kering Akar FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm)

L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - - - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bobot kering akar tertinggi terdapat pada aplikasi Asam Askorbat dan terendah yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, bobot kering akar tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki bobot kering akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 dan L1A1M4 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5 dan tipe 4) yakni 1,67 gram dan 1,61 gram dan 1,61 gram dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 0,37 gram yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Total Luas Daun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 27-29), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total luas daun. Interaksi dari pengaruh lokasi, M0 (kontrol) 0,90 f 1,07 e 0,37 m 0,49 kl

M1 (Tipe 1) 1,07 e 1,25 d 0,46 l 0,68 i

M2 (Tipe 2) 1,18 d 1,48 b 0,51 jkl 0,76 h M3 (Tipe 3) 1,21 d 1,51 b 0,55 jk 0,79 gh M4 (Tipe 4) 1,24 d 1,61 a 0,56 jk 0,81 gh


(48)

aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total luas daun.

Rataan total luas daun pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total luas daun dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Total luas daun kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Total Luas Daun

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0 (Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - cm2 - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Pada Tabel 5 diketahui bahwa pemberian Asam Askorbat dapat meningkatkan total luas daun daripada tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, total luas daun tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan yang terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki total luas daun tertinggi dan terendah pada lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 916,92 cm2 dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni M0 (kontrol) 685,62 k 743,00 j 328,84 t 350,50 rs

M1 (Tipe 1) 748,79 i 774,97 h 348,01 s 372,67 o M2 (Tipe 2) 746,62 ij 790,98 f 350,37 rs 376,26 o M3 (Tipe 3) 786,37 g 832,19 d 353,57 r 382,23 n M4 (Tipe 4) 811,89 e 859,52 c 358,13 q 392, 06 m M5 (Tipe 5) 866,60 b 916,92 a 365,04 p 412,23 l


(49)

Total Klorofil Daun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 30-32), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total klorofil daun. Interaksi dari setiap perlakuan maupun dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total klorofil daun.

Rataan total klorofil daun pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total klorofil daun dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Total klorofil daun kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Total Klorofil Daun FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g/ml - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 6 diketahui bahwa total klorofil daun tertinggi yaitu dengan aplikasi Asam Askorbat dan terendah yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, total klorofil daun tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan yang terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki total klorofil daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 M0 (kontrol) 2,97 j 3,25 hi 2,05 p 2,22 o

M1 (Tipe 1) 3,18 i 3,56 e 2,20 o 2,35 n

M2 (Tipe 2) 3,27 gh 3,76 d 2,32 n 2,41 mn

M3 (Tipe 3) 3,35 g 4,02 c 2,38 mn 2,46 lm

M4 (Tipe 4) 3,45 f 4,19 b 2,44 lmn 2,50 l


(50)

dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 4,41 g/ml dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 2,05 g/ml yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 33-35), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi. Interaksi dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi.

Rataan jumlah polong berisi pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah polong berisi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Jumlah Polong Berisi per Tanaman

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - polong - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari hasil tabel 7 menunjukkan bahwa dengan aplikasi Asam Askorbat M0 (kontrol) 27,00 h 29,40 g 6,47 j 7,00 ij

M1 (Tipe 1) 33,60 f 37,93 cd 7,13 ij 7,87 ij M2 (Tipe 2) 35,13 ef 39,27 bc 7,67 ij 8,33 ij M3 (Tipe 3) 36,60 de 40,93 ab 7,67 ij 8,60 ij M4 (Tipe 4) 37,00 de 41,07 ab 7,80 ij 9,27 i M5 (Tipe 5) 36,47 de 41,60 a 7,73 ij 9,40 i


(51)

5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki jumlah polong berisi tertinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 41,60 polong dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 6,47 polong yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Jumlah Polong Hampa Per Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 36-38), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa. Interaksi dari setiap perlakuan maupun dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa.

Rataan jumlah polong hampa pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah polong hampa kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Jumlah Polong Hampa per Tanaman

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - polong - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

M0 (kontrol) 2,53 c 2,00 g 2,67 a 2,47 cd

M1 (Tipe 1) 2,33 e 1,67 h 2,60 b 2,47 cd

M2 (Tipe 2) 2,20 f 1,53 i 2,60 b 2,40 de

M3 (Tipe 3) 2,07 g 1,40 j 2,53 c 2,33 e

M4 (Tipe 4) 2,00 g 1,33 j 2,53 c 2,33 e


(52)

Dari Tabel 8 jumlah polong hampa yang terendah terdapat pada perlakuan aplikasi Asam Askorbat dan tertinggi yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, jumlah polong hampa terendah pada lokasi satu adalah pada FMA tipe 5 dan 4 dan yang tertinggi pada perlakuan kontrol sedangkan untuk lokasi dua yang terendah yaitu pada FMA tipe 5 dan tertinggi pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki jumlah polong hampa yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 dan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5 dan 4) yakni 1,33 polong dan terbanyak pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 2,67 polong yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Produksi Per Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 39-41), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot produksi per tanaman. Interaksi dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap produksi pertanaman.

Rataan bobot produksi per tanaman pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot produksi per tamanan dapat dilihat pada Tabel 9.


(53)

Tabel 9. Bobot produksi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot Produksi per Tanaman

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bobot produksi per tanaman meningkat dengan aplikasi Asam Askorbat daripada tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, bobot produksi per tanaman tertinggi adalah pada FMA tipe dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki bobot produksi per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 15,08 gr dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 1,27 gr yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot 100 Biji

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 42-44), diketahui bahwa pengaruh lokasi dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot produksi per tanaman. Interaksi dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.

M0 (kontrol) 9,64 h 10,59 g 1,27 j 1,66 ij

M1 (Tipe 1) 12,09 f 13,58 cd 1,50 ij 1,75 ij M2 (Tipe 2) 12,64 ef 14,17 bc 1,68 ij 1,81 ij M3 (Tipe 3) 13,29 de 14,58 ab 1,90 ij 1,99 ij M4 (Tipe 4) 13,33 de 14, 86 ab 1,77 ij 2,10 ij M5 (Tipe 5) 13,17 de 15,08 a 1,80 ij 2,19 i


(54)

Rataan bobot 100 biji per tanaman pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot 100 biji kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolate Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot 100 biji

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm)

L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Hasil dari Tabel 10 diketahui bahwa dengan aplikasi Asam Askorbat menunjukkan bobot 100 biji tertinggi dan terendah yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, bobot 100 biji tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan terendah untuk lokasi satu yaitu pada perlakuan kontrol dan lokasi dua pada perlakuan FMA tipe 3. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki bobot kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 18,01 gr dan terendah pada L2A0M3 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan FMA tipe 3) yakni 10,72 gr yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

M0 (kontrol) 17,67 e 17,84 d 10,91 m 11,18 k M1 (Tipe 1) 17,85 d 17,87 cd 11,04 l 11,72 i M2 (Tipe 2) 17,87 cd 17,90 bcd 11,52 j 11,78 hi M3 (Tipe 3) 17,94 abc 17,97 ab 11,53 j 10,72 n M4 (Tipe 4) 17,88 cd 17,97 ab 12,22 f 11,96 g M5 (Tipe 5) 17,94 abc 18,01 a 11,82 h 12,14 f


(55)

Volume Akar

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 45-47), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap volume akar. Interaksi dari setiap perlakuan maupun dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap volume akar.

Rataan volume akar pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap volume akar dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Volume akar kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolate Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Volume Akar

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm)

L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - ml - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Volume akar tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi Asam Askorbat dan terendah yaitu tanpa aplikasi (Tabel 11). Pada perlakuan isolat FMA, volume akar tertinggi pada lokasi satu adalah pada FMA tipe 5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki volume akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua.

M0 (kontrol) 1,49 g 1,57 f 1,19 o 1,29 mn

M1 (Tipe 1) 1,56 f 1,66 de 1,28 n 1,30 lmn

M2 (Tipe 2) 1,63 e 1,70 c 1,32 klm 1,35 ijk

M3 (Tipe 3) 1,68 cd 1,74 b 1,33 jkl 1,36 hij M4 (Tipe 4) 1,66 de 1,80 a 1,34 ijk 1,37 hi


(56)

Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 dan L1A1M4 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5 dan tipe 4) yakni 1,81 ml dan 1,80 ml dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 1,19 ml yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Derajat Infeksi (%)

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 48-50), diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi. Interaksi dari setiap perlakuan maupun dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi.

Rataan derajat infeksi pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Derajat infeksi kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolate Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Derajat Infeksi

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm)

L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - -%- - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak M0 (kontrol) 32,78 jk 33,65 j 27,78 l 30,11 kl

M1 (Tipe 1) 44,44 h 48,78 g 30,67 k 39,67 i

M2 (Tipe 2) 52,89 f 55,33 ef 34,89 j 40,33 i

M3 (Tipe 3) 56,78 e 66,44 c 38,00 i 47,44 g

M4 (Tipe 4) 63,67 d 70,67 b 39,44 i 53,44 f


(57)

Dari Tabel 12 diketahui bahwa dengan aplikasi Asam Askorbat dapat meningkatkan derajat infeksi dibandingkan tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA, bobot kering tajuk derajat infeksi tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan Lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki derajat infeksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 74,56 % dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 27,78 % yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pembahasan

Pengaruh lokasi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine max L. Merill.) di tanah salin

Pada tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman kedelai yang berbeda antara lokasi satu dan lokasi dua. Pada lokasi kedua (L2) memiliki tingkat salinitas yang lebih tinggi sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan lokasi pertama (L1) yang lebih rendah. Kadar garam pada jumlah tertentu mempunyai dampak bagi pertumbuhan tanaman. Kadar garam yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dapat mendesak pengaruh osmotic untuk mencegah tanaman dalam pengambilan air dari tanah, ion tertentu dapat menyebabkan keracunan pada tanaman sebagai contoh konsentrasi Cl yang tinggi dalam air irigasi dapat menyebabkan terbakarnya daun (Slinger dan Tenison, 2005).

Perbedaan lokasi yang memiliki tingkat salinitas yang berbeda juga memberikan respon yang nyata terhadap parameter total luas daun yang dapat


(58)

dilihat pada tabel 5. Lokasi kedua (L2) mengalami gangguan pertumbuhan yang lebih besar yang disebabkan oleh tingginya kadar Na dan Cl di tanah salin. Akibatnya dibandingkan dengan Lokasi pertama (L1) yang memang lebih rendah tingkat salinitasnya. Yuniati (2004) menyatakan bahwa pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Pada kondisi salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim juga terhambat oleh garam.

Pada parameter bobot kering tajuk dan bobot kering akar (Tabel 3 dan 4) menunjukkan bahwa perbedaan lokasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan kedelai. Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003).

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa perbedaan lokasi berpengaruh nyata terhadap peubah amatan jumlah klorofil daun. Lokasi pertama (L1) menghasilkan total klorofil tertinggi yakni 4,41 g/ml dan terendah pada Lokasi kedua (L2) yakni 2,05 g/ml. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman pada lokasi pertama lebih baik daripada lokasi kedua akibat tingkat salinitas yang lebih rendah. Pengaruh salinitas secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman meliputi, toksisitas akibat ion Na+ dan Cl- dalam sel, pengaruh keracunan


(59)

meliputi terganggunya struktur enzim, kerusakan organel sel dan membran plasma, gangguan fotosintesis, respirasi, dan sintesis protein (Evelin, dkk, 2009).

Hasil dari tabel 2, 7-10 menunjukkan bahwa perbedaan lokasi berpengaruh nyata terhadap peubah amatan produksi yang meliputi jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, dan bobot 100 biji. Perlakuan Lokasi pertama (L1) menghasilkan produksi tertinggi dengan jumlah cabang produktif yakni 4,53 cabang, jumlah polong berisi 41,60 polong, produksi per tanaman 15,08 gram, dan bobot 100 biji 18,01 gram. Sedangkan pada jumlah polong hampa per tanaman tertinggi diperoleh pada Lokasi kedua (L2) yakni 2,67 polong dan terendah Lokasi pertama (L1) dengan 1,33 polong. Hal ini membuktikan bahwa tanaman pada lokasi kedua mengalami penurunan tingkat produksi dibandingkan dengan tanaman pada lokasi pertama. Menurut Phang, dkk (2008), sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi, diantaranya, pengurangan jumlah ruas, jumlah cabang, jumlah polong, bobot tanaman, bobot 100 biji, penurunan kualitas biji, penurunan kandungan protein bij.

Perbedaan respon yang nyata akibat perbedaan lokasi juga ditunjukkan pada parameter volume akar dan derajat infeksi. Tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa perlakuan Lokasi pertama (L1) menghasilkan volume akar dan derajat infeksi tertinggi yakni 1,81 ml dan 74,56 % dan terendah pada Lokasi kedua (L2) yakni 1,19 dan 27,78 %. Secara umum dinyatakan pertumbuhan tanaman yang bermikoriza lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza (Mosse, 1981). Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan keefektifan suatu spesies FMA yaitu : kemampuan FMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran


(60)

hifa yang baik di dalam tanah, kemampuan FMA untuk membentuk infeksi yang ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman, kemampuan hifa FMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah dan umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman (Abbot dan Robson, 1984).

Pengaruh aplikasi Asam Askorbat terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine maxL. Merill.) di tanah salin

Pada tabel 1 pengamatan tinggi tanaman 5 MST, diperoleh tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (aplikasi Asam Askorbat) yakni 43,99 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan A0 (tanpa aplikasi). Pada perlakuan aplikasi Asam Askorbat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanpa aplikasi Asam Askorbat. Menurut Abd El-Aziz, dkk (2006) menyatakan bahwa salinitas memiliki efek merugikan pada berbagai parameter pertumbuhan (panjang batang, diameter batang, panjang akar, jumlah daun, luas daun dan bobot basah dan kering tanaman. Sebaliknya, semua parameter pertumbuhan sebelumnya dan kandungan kimia kecuali persentase dan penyerapan Na, cenderung meningkat dengan meningkatkan konsentrasi asam askorbat sampai 400 ppm dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan.

Pada parameter total luas daun (Tabel 5) dan total klorofil daun (tabel 6) diketahui bahwa aplikasi Asam Askorbat memberikan perbedaan respon yang nyata. Hal ini disebabkan karena tanaman yang diaplikasikan Asam Askorbat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Peningkatan total luas daun dan total klorofil daun ini diduga karena Asam Askorbat yang diaplikasikan berperan


(61)

(2011) menyatakan bahwa tanaman yang disemprotkan asam askorbat dapat menunda penuaan daun.

Pada peubah amatan bobot kering tajuk dan bobot kering akar (Tabel 3 dan Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi Asam Askorbat memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan pada tanaman tanpa aplikasi Asam Askorbat mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat radikal bebas pada tanah salin sedangkan pada tanaman dengan aplikasi Asam Askorbat dapat dinetralisir oleh Asam Askorbat tersebut. Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004).

Pada Tabel 2 dan Tabel 7-9 diketahui bahwa aplikasi Asam Askorbat berpengaruh nyata terhadap beberapa peubah amatan produksi, yaitu jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman dan jumlah polong hampa per tanaman, serta bobot produksi per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa Asam Askorbat yang diaplikasikan menekan stres oksidatif yang dialami tanaman yang dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang akan meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah asam askorbat. Asam askorbat merupakan metabolit utama yang penting pada tanaman yang berfungsi sebagai antioksidan, kofaktor enzim dan sebagai modulator sel sinyal dalam beragam proses fisiologis penting, termasuk biosintesis dinding sel, metabolit sekunder dan


(1)

Lampiran 58 . Data Pengamatan Volume Akar Lokasi 2

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

A0

M0 1.18 1.19 1.21 3.58 1.19

M1 1.27 1.29 1.27 3.84 1.28

M2 1.30 1.37 1.29 3.97 1.32

M3 1.32 1.33 1.33 3.99 1.33

M4 1.34 1.35 1.32 4.01 1.34

M5 1.37 1.30 1.35 4.01 1.34

Total 7.79 7.83 7.78 23.40 7.80

A1

M0 1.31 1.25 1.31 3.87 1.29

M1 1.32 1.30 1.28 3.90 1.30

M2 1.39 1.32 1.34 4.04 1.35

M3 1.37 1.37 1.34 4.08 1.36

M4 1.37 1.36 1.37 4.11 1.37

M5 1.38 1.40 1.37 4.16 1.39

Total 8.14 8.01 8.01 24.16 8.05

Total Ulangan 15.93 15.85 15.79 47.56 15.85

Rataan 1.33 1.32 1.32 3.96 1.32

Lampiran 59 . Sidik Ragam Gabungan Volume Akar

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Lokasi 1 2.15 2.15 4375.83 4.00 *

Ulang dalam

lokasi 4 0.00 0.00 1.13 2.82 tn

Asam Askorbat

(A) 1 0.09 0.09 175.20 4.00 *

L X A 1 0.01 0.01 26.16 4.00 *

Galat a 4 0.00 0.00

FMA (M) 5 0.25 0.05 224.87 2.37 *

L X M 5 0.02 0.00 20.60 2.37 *

A X M 5 0.01 0.00 5.30 2.37 *

L X A X M 5 0.05 0.01 43.05 2.37 *

Galat (b) 60 0.01 0.00

Total 71 2.56787

FK 160.668

KK 0.3353%


(2)

Lampiran 60 . Data Pengamatan Derajat Infeksi Lokasi 1

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

A0

M0 33.00 32.33 33.00 98.33 32.78

M1 45.00 42.67 45.67 133.33 44.44

M2 52.67 54.00 52.00 158.67 52.89

M3 58.33 54.00 58.00 170.33 56.78

M4 66.00 62.00 63.00 191.00 63.67

M5 71.67 69.33 69.67 210.67 70.22

Total 326.67 314.33 321.33 962.33 320.78

A1

M0 34.00 32.67 34.00 100.67 33.56

M1 49.00 50.00 47.33 146.33 48.78

M2 56.00 53.33 56.67 166.00 55.33

M3 65.67 63.33 70.33 199.33 66.44

M4 68.33 71.00 72.67 212.00 70.67

M5 73.00 72.67 78.00 223.67 74.56

Total 346.00 343.00 359.00 1048.00 349.33

Total Ulangan 672.67 657.33 680.33 2010.33 670.11

Rataan 56.06 54.78 56.69 167.53 55.84

Lampiran 61 . Data Pengamatan Derajat Infeksi Lokasi 2

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

A0

M0 26.67 29.67 27.00 83.33 27.78

M1 29.00 32.67 30.33 92.00 30.67

M2 33.00 32.00 39.67 104.67 34.89

M3 38.67 36.33 39.00 114.00 38.00

M4 38.33 39.67 40.33 118.33 39.44

M5 42.67 44.67 45.67 133.00 44.33

Total 208.33 215.00 222.00 645.33 215.11

A1

M0 30.67 31.00 28.67 90.33 30.11

M1 39.33 38.33 41.33 119.00 39.67

M2 39.00 40.00 42.00 121.00 40.33

M3 48.67 46.00 47.67 142.33 47.44

M4 51.33 52.33 56.67 160.33 53.44

M5 51.33 52.33 57.00 160.67 53.56

Total 260.33 260.00 273.33 793.67 264.56

Total Ulangan 468.67 475.00 495.33 1439.00 479.67


(3)

Lampiran 62 . Sidik Ragam Gabungan Derajat Infeksi

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Lokasi 1 4533.64 4533.64 1099.47 4.00 *

Ulang dalam

lokasi 4 55.21 13.80 3.35 2.82 *

Asam Askorbat

(A) 1 760.50 760.50 184.43 4.00 *

L X A 1 54.54 54.54 13.23 4.00 *

Galat a 4 16.49 4.12

FMA (M) 5 7170.59 1434.12 789.27 2.37 *

L X M 5 737.05 147.41 81.13 2.37 *

A X M 5 169.26 33.85 18.63 2.37 *

L X A X M 5 985.92 197.18 108.52 2.37 *

Galat (b) 60 109.02 1.82

Total 71 13653.8

FK 165249

KK 0.9379%

Keterangan: tn = tidak nyata * = nyata pada α 5


(4)

(5)

Tipe Spora Karakteristik Morfologi 1. Tipe 1

• Berbentuk lingkaran

• Berwarna cokelat terang

• Permukaan halus dengan dinding tebal

2. Tipe 2

• Berbentuk lingkaran

• Berwarna cokelat hingga jingga

• Permukaan halus 3. Tipe 3

• Berbentuk lingkaran

• Berwarna cokelat tua hingga hitam

• Permukaan halus 4. Tipe 4

• Berbentuk lingkaran

• Berwarna cokelat tua

• Permukaan halus

• Dinding tebal 5.

Tipe 5

• Berbentuk lingkaran

• Permukaan halus

• Berwarna cokelat kemerahan

• Tebal

Populasi Spora (20 g tanah sampel) setelah perbanyakan spora berdasarkan tipe spora (Fase I)

Hari Setelah Tanam Tipe FMA

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5

30 hari 15 17 19 31 31

60 hari 21 22 25 37 39

90 hari 23 24 27 42 45

105 hari 29 29 32 59 63

Populasi Spora (20 g tanah sampel) setelah perbanyakan spora berdasarkan tipe spora (Fase II)

Hari Setelah Tanam Tipe FMA

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5

30 hari 16 17 19 31 33

60 hari 22 23 24 40 41

90 hari 25 26 28 48 50


(6)

Kebutuhan Isolat Fungi Mikoriza Arbuskular

FMA Tipe 1 (M1) = 2 x 20 gr = 1.21 gr x 20 = 24.2 gram

33

FMA Tipe 2 (M2) = 33/34 x 24.2 gr = 23.48 gram

FMA Tipe 3 (M3) = 33/35 x 24.2 gr = 22.81 gram FMA Tipe 4 (M4) = 33/61 x 24.2 gr = 13.09 gram FMA Tipe 5 (M5) = 33/68 x 24.2 gr = 11.8 gram