Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Berbagai Varietas Tanaman Kopi

(1)

KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA

BERBAGAI VARIETAS TANAMAN KOPI

TESIS

Oleh

HELDRITA SIANTURI

117030048/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA

BERBAGAI VARIETAS TANAMAN KOPI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

HELDRITA SIANTURI

117030048/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 15 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, S.P., M.P.

Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. 2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. 3. Dr. It Jamilah, M.Sc.


(5)

ABSTRACT

A study on diversity of vesicular arbuscular mycorrhizal on coffee plants of PT.Wahana Graha Makmur, Sidiangkat, Sidikalang have been carried out. The objective of this research was to know spore density, degree of root infection, and identification of varieties of spore of vesicular arbuscular mycorrhizal in coffee field. The soil sample and root were taken from coffee rizosphere of Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), Andongsari, and Longberi of coffees. Observation were conducted at Soil Biology Laboratory, Agriculture Faculty, Sumatera Utara University in September-December 2013. Degree of root infection, spore density, and indentification of varieties spore were observed. The result showed that the highest density spore from field and trapping were found in Rasuna variety with 38 and 89 spores/50 gram soil. The highest degree colonization were in Toraja variety. There were 46 types of spore in five variety of coffee, 46 types of Glomus and 2 types of Acaulospora.

Keywords : vesicular arbuscular mycorrhizal, variety of coffee, density spore, colonization


(6)

ABSTRAK

Penelitian mengenai keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula pada tanaman kopi di perkebunan PT.Wahana Graha Makmur, Sidiangkat, Sidikalang telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan spora fungi mikoriza arbuskula, persentase kolonisasi akar, dan tipe spora pada perkebunan kopi. Sampel tanah dan akar diambil dari rizosfer varietas kopi Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), Andongsari, dan Longberi. Pengamatan dan analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang dilakukan pada bulan September-Desember 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan spora dari isolasi lapangan dan trapping yang tertinggi pada varietas Rasuna, yaitu masing-masing 38 dan 89 spora/50 gram tanah. Persentase kolonisasi akar yang paling tinggi pada varietas Toraja yaitu 48%. Penyebaran spora pada lima varietas kopi diperoleh 46 tipe Glomus dan 2 tipe Acaulospora.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini yang berjudul “Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Berbagai Varietas Tanaman Kopi” dapat diselesaikan.

Selama pelaksanaan tulisan ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Delvian, S.P., M.P. dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku komisi pembimbing I dan II, atas segala bantuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc dan Dr. It Jamilah, M.Sc selaku selaku penguji I dan II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan.

3. Pimpinan serta staf pegawai Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Labratorium Biologi Tanah Universitas Sumatera Utara.

4. Menejer dan seluruh pegawai di PT. Wahana Graha Makmur, Sidiangkat, Sidikalang.

5. Ayahanda & Ibunda tercinta: Mangantar Sianturi (Alm) dan Thiamsya Tambun, serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi dan doa.

6. Rekan-rekan sesama mahasiswa Strata-2 Biologi

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan tulisan ini masih ada berbagai kekurangan serta kelemahan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga dengan selesainya tulisan ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Heldrita Sianturi, S.P. Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 07 April 1984 Alamat Rumah : JL.Garu 1 no.113A Medan

Telepon/HP : 081370200110

e-mail : heldrita.sianturi@yahoo.com Instansi Tempat Bekerja :

- Tahun 2008-sekarang sebagai pembimbing bidang studi Biologi di BT/BS Medica

- Tahun 2013-2014 sebagai guru bidang studi Biologi di SMP Swasta Hang Kesturi Medan

- Tahun 2014 sebagai CPNS di Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

DATA PENDIDIKAN

SD : Negeri 060827 Medan Tamat : 1997 SMP : Negeri 15 Medan Tamat : 2000 SMA : Negeri 10 Medan Tamat : 2003


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Kopi (Coffea sp.) 3

2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula 3

2.2.1 Morfologi Mikoriza dalam Akar 4 2.2.2 Manfaat FMA Bagi Tanaman 5 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Keberadaan FMA 8

2.2.4Keanekaragaman FMA Hasil Penelitian 10

BAB III. METODE PENELITIAN 12

3.1 Tempat dan Waktu 12

3.2 Bahan dan Alat 12

3.3 Pengambilan Sampel Tanah dan Akar 12 3.4 Pengamatan Sampel Tanah dan Akar 13 3.4.1 Ekstraksi Spora dan Identifikasi FMA 13 3.4.2 Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman 14 3.4.3 Pemerangkapan (Trapping) 15

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17

4.1 Sifat Kimia Tanah 17

4.2 Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) 19

4.3 Persentase Kolonisasi Akar 20

4.4 Tipe dan Karakteristik Spora FMA 23 4.5 Sebaran FMA pada Berbagai Varietas Kopi 34


(10)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 37

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Keanekaragaman FMA dari Hasil Penelitian 11 Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Yang Dijadikan Sampel Isolasi Spora FMA

pada Berbagai Varietas Kopi 17 Tabel 3. Tipe dan Karakteristik Spora FMA 24 Tabel 4. Sebaran FMA pada Varietas Kopi 34


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Gambar 2. Ilustrasi Petak Contoh Pengambilan Sampel Tanah dan Akar 13 Proses Infeksi Akar oleh Fungi Mikoriza Arbuskula 5

Gambar 3. Kepadatan Spora FMA Isolasi Lapangan dan Hasil

Trapping 19

Gambar 4. Persentase Kolonisasi Akar oleh FMA 21 Gambar 5. Kolonisasi FMA pada Akar Kopi 23


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tanaman Zea mays dalam Trapping FMA 43

Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah 44


(14)

ABSTRACT

A study on diversity of vesicular arbuscular mycorrhizal on coffee plants of PT.Wahana Graha Makmur, Sidiangkat, Sidikalang have been carried out. The objective of this research was to know spore density, degree of root infection, and identification of varieties of spore of vesicular arbuscular mycorrhizal in coffee field. The soil sample and root were taken from coffee rizosphere of Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), Andongsari, and Longberi of coffees. Observation were conducted at Soil Biology Laboratory, Agriculture Faculty, Sumatera Utara University in September-December 2013. Degree of root infection, spore density, and indentification of varieties spore were observed. The result showed that the highest density spore from field and trapping were found in Rasuna variety with 38 and 89 spores/50 gram soil. The highest degree colonization were in Toraja variety. There were 46 types of spore in five variety of coffee, 46 types of Glomus and 2 types of Acaulospora.

Keywords : vesicular arbuscular mycorrhizal, variety of coffee, density spore, colonization


(15)

ABSTRAK

Penelitian mengenai keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula pada tanaman kopi di perkebunan PT.Wahana Graha Makmur, Sidiangkat, Sidikalang telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan spora fungi mikoriza arbuskula, persentase kolonisasi akar, dan tipe spora pada perkebunan kopi. Sampel tanah dan akar diambil dari rizosfer varietas kopi Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), Andongsari, dan Longberi. Pengamatan dan analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang dilakukan pada bulan September-Desember 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan spora dari isolasi lapangan dan trapping yang tertinggi pada varietas Rasuna, yaitu masing-masing 38 dan 89 spora/50 gram tanah. Persentase kolonisasi akar yang paling tinggi pada varietas Toraja yaitu 48%. Penyebaran spora pada lima varietas kopi diperoleh 46 tipe Glomus dan 2 tipe Acaulospora.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Tanah dihuni oleh mikroorganisme diantaranya bakteri dan jamur yang sangat mempengaruhi kesuburan tanah. Mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki aspek penting dalam pembentukan suatu ekosistem. Selain itu mikroorganisme juga berperan atas pelapukan bahan organik dan daur ulang unsur

hara, sehingga mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah (Anas, 1989).

Mikroorganisme tanah ada yang menguntungkan dan merugikan. Beberapa mikroba tanah yang hidup di sekitar perakaran tanaman memiliki peranan dalam memperbaiki kualitas tanah. Mikroba yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah biasa dikenal dengan pupuk hayati yang hidup berasosiasi dengan akar tanaman (Saraswati dan Sumarno, 2008).

Salah satu mikroba tanah yang menguntungkan adalah fungi mikoriza arbuskula (FMA). Pemanfaatan FMA memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi peningkatan status nutrisi tanaman dan kemampuan tanaman untuk dapat bertahan pada kondisi stress lingkungan sehingga simbiosis ini menjadi salah satu kunci untuk pertanian yang berkelanjutan. Manfaat ini bervariasi tergantung strain FMA yang digunakan pada saat inokulasi dan pemilihan FMA yang efektif yang sesuai dengan kondisi lingkungan akan memberikan respon asosiasi yang positif.

Penggunaan mikoriza di pembibitan kopi dapat menjadi teknologi yang menjanjikan untuk produksi kopi yang sehat dan plantlet kopi yang kuat, sehingga meningkatkan kelangsungan hidup setelah transplantasi di lapangan. Namun pengetahuan tentang peran dan manfaat mikoriza masih jarang (Andrad et al., 2009).

Tanaman kopi merupakan salah satu sasaran produksi tanaman perkebunan. Pada tahun 2010-2014 diharapkan pertumbuhannya meningkat sekitar 1,4% setiap tahunnya. Oleh karena itu peranan pupuk diharapkan dapat meningkatkan produksi


(17)

kopi (Kementerian Pertanian, 2009). Ketersediaan unsur hara tentunya didapat dengan penggunaan pupuk. Sementara itu saat ini harga pupuk yang cenderung tinggi serta ketersediaan terbatas dan penggunaan dosis pupuk yang berlebihan akan merusak tanah. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mencari alternatif lain yaitu penggunaan pupuk hayati salah satunya dengan bantuan mikoriza.

1.2.Perumusan Masalah

Informasi tentang status dan keanekaragaman mikoriza pada tanaman kopi sangat diperlukan sebagai bahan untuk menentukan langkah pengelolaan dan pemanfaatannya. Untuk mendapatkan isolat yang spesifik pada tanaman kopi diperlukan penelitian lebih lanjut. Langkah awal untuk mendapat inokulum FMA yang spesifik untuk tanaman kopi dengan cara mempelajari penyebaran dan keanekaragaman FMA tersebut.

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kepadatan spora FMA, kolonisasi akar, dan tipe spora FMA pada berbagai varietas tanaman kopi.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis FMA yang potensial pada berbagai varietas kopi di areal perkebunan kopi sehingga berguna untuk pengelolaan dan pemanfaatan dengan mengetahui terlebih dahulu keanekaragaman FMA.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopi (Coffea sp.)

Kopi di Indonesia dapat tumbuh baik pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Beberapa klon tanaman kopi hasil introduksi dari luar negeri dapat tumbuh pada ketinggian 500 m dpl. Kopi jenis arabika dan robusta dapat tumbuh pada ketinggian masing-masing 700 dan 1000 m dpl (BPTP, 2008).

Pertumbuhan tanaman kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (1) teknik penyediaan sarana produksi, (2) proses produksi/budidaya, (3) teknik

penanganan pasca panen dan pengolahan (agroindustri), dan (4) sistem pemasarannya. Keempat faktor tersebut merupakan kegiatan yang berkesinambungan yang harus diterapkan dengan baik dan benar (BPTP, 2008).

2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskular merupakan tipe asosiasi yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana jamur mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dan hasil fotosintesis dari tanaman (Smith dan Read, 1997). Secara alami 80% dari tanaman memiliki sitem perakaran yang bersimbiosis dengan mikoriza (Wood, 1995). Populasi FMA terbesar di dalam komunitas tanaman dengan keanekaragaman tanaman yang tinggi seperti hutan hujan tropis dan padang rumput dimana FMA mempunyai banyak inang yang berpotensi menyerap nutrien dari tanaman inangnya (Moreira et al., 2007).

Fungi mikoriza arbuskula adalah salah satu tipe mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula termasuk ke dalam kelas Zygomycetes dan termasuk ordo Glomales serta mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4


(19)

famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus, dan Achaeosporaceae dengan genus Archaeospora (INVAM, 2013).

Jamur endomikoriza membentuk struktur khusus yang berbentuk bulat yang disebut vesikula dan sistem percabangan yang dikotomus yang disebut arbuskula. Vesikula mengandung cairan lemak dan berdinding tipis, yang berfungsi sebagai organ penyimpan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi. Arbuskula berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dan jamur (Pritchett, 1979).

2.2.1. Morfologi Mikoriza Dalam Akar

Kolonisasi FMA diawali dari perkecambahan (pertumbuhan hifa) dari spora jamur. Kemudian menembus permukaan akar dan berkolinisasi pada ruang antar sel dari korteks akar sehingga terbentuk apresoria. Hifa kemudian menembus sel epidermis atau diantara lapisan-lapisan sel dan menembus sel kortikal luar (Strack et al., 2003).

Percabangan dikotomus hifa dalam sel inang akan membentuk arbuskula. Diantara plasmolema dari sel inang dan dinding hifa terdapat matriks yang berisi polisakarida. Vesikula memiliki diameter 50-70 µm, pada bagian intraseluler dan pada sepanjang hifa terdapat pembengkakan yang berisi lipid dan glikogen. Organ ini digunakan sebagai tempat penyimpanan makanan sementara. Struktur internal FMA dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya (Wood, 1995).

Fungi mikoriza arbuskula dapat menginfeksi tanaman inang dengan membentuk jalinan hifa sehingga tanaman bermikoriza dapat meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Kemampuan FMA dalam memperbaiki status nutrisi tanaman tersebut pada saat ini dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang diperlukan tanaman pada tanah yang miskin unsur hara (Sieverding, 1991). Proses infeksi akar oleh FMA dapat dilihat pada Gambar 1.


(20)

Gambar 1. Proses Infeksi Akar oleh Fungi Mikoriza Arbuskula (Sumber : Brundett, et al., 1994)

Akar terinfeksi oleh hifa yang ada di dalam tanah yang berasal dari propagul seperti spora. Spora istirahat memiliki diameter 80-150 µm yang diproduksi oleh hifa eksternal kasar, dan hidup di tanah atau berkumpul dalam sporocarp (Wood, 1995). Spora FMA bersifat khusus dan diameternya berkisar antara 10-1000µm. Warna sporanya beraneka ragam mulai dari hialin sampai hitam dan permukaannya mulai dari halus sampai kasar (INVAM, 2013).

2.2.2. Manfaat FMA Bagi Tanaman

Simbiosis mutualisme perakaran tanaman dengan mikoriza sangat diperlukan oleh tanaman untuk mengatasi berbagai tekanan lingkungan. Manfaat yang diperoleh tanaman inang dengan adanya asosiasi dengan mikoriza yaitu:


(21)

1. Meningkatkan penyerapan unsur hara

Antara tanaman inang dengan mikoriza terjadi interaksi simbiosis mutualisme. Sumber nutrisi yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dengan menyerap nutrisi dari tanah. Penyerapan nutrisi oleh mikoriza dapat memperluas bidang penyerapan akar dibandingkan dengan penyerapan oleh rambut akar biasa. Unsur utama yang diserap adalah fosfor (P), nitrogen (N), kalium (K), serta unsur mikro lain seperti Zn, Cu, dan B (Smith dan Read, 1997).

Kemampuan mikoriza dalam bersimbiosis dengan berbagai jenis tanaman dapat membantu tanaman dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara. Apabila ketersediaan P rendah dalam tanah, maka hifa FMA dapat membantu menyerap hara dari dalam tanah sehingga pengaruh FMA terhadap serapan hara tinggi (Cardoso dan Kuyper, 2006).

2.

FMA dapat meningkatkan hasil tanaman dengan cara memperluas bidang serapan akar melalui hifa eksternalnya sehingga tanaman mendapatkan pasokan hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil. Hasil penelitian Musfal (2010) menunjukkan bahwa mikoriza dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk pada tanaman jagung.

Berperan dalam pembuatan pupuk hayati

Mikoriza dapat memacu pertumbuhan dan produktivitas tanaman oleh karena itu mikoriza dapat diisolasi dan dikemas dalam bentuk inokulum yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Inokulasi FMA dapat mengurangi dosis pupuk (Widiastuti et al., 2002). Wachjar et al (1998) menyatakan bahwa Gigaspora rosea

berpengaruh pada pertumbuhan bibit kopi. Pemberian dosis inokulum cendawan

Gigaspora rosea dapat meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, serta berat kering tajuk.

3. Bersinergis dengan mikroorganisme yang lain

Mikoriza dapat saling berinteraksi dengan mikroba tanah yang lain seperti bakteri pengikat nitrogen. Rhizobium merupakan bakteri di dalam tanah yang membentuk bintil akar pada tanaman Leguminoceae (Rao, 1994).


(22)

Nurhidayati et al. (2011) menyatakan peningkatan pertumbuhan tanaman dengan adanya aplikasi mikrobia eksogen berupa mikoriza indigenousdan Rhizobium

disebabkan oleh struktur yang terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara mikroorganisme tanah dengan akar tanaman dalam meningkatkan masukan air dan hara dari tanah ke dalam jaringan tanaman serta adanya perlindungan akar tanaman dari serangan patogen yang menyebabkan penyakit yang berasal dari tanah.

4. Melindungi tanaman dari serangan patogen akar

Ketahanan tanaman terhadap patogen akar karena terjadinya peningkatan kandungan fenol dan terjadinya lignifikasi pada bagian parenkim jaringan akar (Soenartiningsih, 2011). Fungi mikoriza arbuskula mempunyai kemampuan kompetisi yang tinggi terhadap patogen akar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi di rizosfer. Inokulasi mikoriza arbuskula pada tanaman lidah buaya efektif dalam menekan serangan penyakit busuk akar (Erwinia chrysanthemi), meningkatkan serapan hara N, P, dan Mg serta meningkatkan pertumbuhan tanaman lidah buaya di lahan gambut (Sasli et al., 2008).

Pada tanaman yang bermikoriza terjadi peningkatan kadar hara makro yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen. Fungi mikoriza arbuskula dapat meningkatkan ketahanan secara sistemik pada tanaman bawang merah terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas axonopodis) (Suswati et al., 2011).

5. Membantu memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh

Mikoriza selain berperan untuk meningkatkan pertumbuhan, juga dapat membentuk zat pengatur tumbuh sebagai hasil metabolisme jamur mikoriza. Fungi mikoriza arbuskula juga dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan tanaman seperti sitokinin dan giberelin

6. Membantu penyerapan air

(Mahmood dan Rizvi, 2010).

Bibit tanaman bermikoriza lebih tahan kekeringan dari pada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan korteks dan


(23)

matinya perakaran, tetapi pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar sudah tidak mampu lagi untuk menyerap air. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat menyerap air relatif lebih banyak (Santoso et al., 2007).

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan mikoriza di sekitar rizosfer dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar. Selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 300C, pembentukan koloni miselia terbaik pada suhu 28-340C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 350

2. Cahaya

C.

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang berakibat terbatasnya perkembangan hifa eksternal pada rizosfer (Setiadi, 2001).

3. Derajat Kemasaman Tanah

Keberadaan mikoriza di lahan kering masam sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Fungi mikoriza arbuskula memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan di lahan kering masam. Apabila terdapat pertumbuhan akar tanaman di sekitar spora, maka spora akan berasosiasi dan berkembang di dalam akar. Komoditas tanaman dan pH tanah mempengaruhi jumlah spora yang ditemukan pada rizosfer


(24)

(Prihastuti, 2007). Hubungan antara jumlah dan jenis FMA dengan pH, P, dan C organik sangat erat. Sifat kimia tanah secara tidak langsung akan berhubungan dengan jumlah dan jenis FMA (Muzakkir, 2011).

Derajat kemasaman optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Derajat kemasaman dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 5-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama lebih tahan masam dan dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigeum

perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8 (INVAM, 2013). 4. Pengaruh Logam dan Unsur Lain

Terdapat hubungan erat antara jumlah dan jenis FMA dengan Al di tanah, dimana hubungannya tidak searah, sehingga semakin tinggi Al di tanah mulai 1,23 sampai 2,85 %, maka jumlah dan jenis FMA semakin sedikit (Muzakir, 2011). Fungi mikoriza arbuskula dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri (Delvian, 2006).

Pada daerah yang tercemar minyak bumi ditemukan spora mikoriza antara lain Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp., dan Sclerocystis sp. Keberadaan mikoriza ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor biotik dan abiotik. Adanya mikoriza pada tanah yang tercemar minyak bumi mengindikasikan bahwa

tanah melakukan restorasi sendiri meskipun dalam jangka waktu yang lama (Faiza et al., 2013). Pada kondisi tertekan maka FMA akan cenderung membentuk

spora lebih banyak (She et al., 2007). 5. Bahan Organik

Bahan organik belum banyak digunakan sebagai bahan pembawa inokulan FMA. Padahal FMA diketahui berinteraksi positif dengan bahan organik di dalam


(25)

tanah, termasuk pada lahan-lahan tercemar logam berat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurbaity et al. (2009) bahwa arang sekam digunakan sebagai media inokulan FMA. Bahan organik mendukung perkembangan propagul FMA. Arang sekam memiliki porositas yang baik untuk perkembangan akar dan memiliki daya ikat air yang tinggi. Pemberian arang sekam 100% belum dapat dijadikan sebagai media inokulan FMA karena media tersebut terlalu porus sehingga perlu dilakukan pengaturan pemberian air siraman atau air nutrisi agar tidak terjadi pengendapan dan pembusukan di bagian bawah media (Prafithriasari & Nurbaity, 2010).

6. Pestisida

Pemakaian fungisida dilakukan untuk mengendalikan patogen tular tanah, namun penggunaan fungisida ini dapat mengancam keberadaan mikoriza yang ada di ekosistem. Aplikasi fungisida tidak selalu menguntungkan. Penggunaan fungisida yang tidak tepat dapat menghambat pengembangan mikoriza sebagai organisme yang menguntungkan dalam rangka pengendalian penyakit jamur tular tanah. Oleh karena itu pemakaian fungisida hendaknya dilakukan secara hati-hati (Djunaedy, 2008).

2.2.4. Keanekaragaman FMA Hasil Penelitian

Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak memiliki inang yang spesifik. Tingkat populasi dan komposisi jenisnya sangat beragam dan dipengaruhi oleh jenis tumbuhan dan faktor lingkungan. Penelitian mengenai keanekaragaman FMA telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa genus

Glomus terdapat pada setiap tanaman yang diteliti. Tanaman inang dan faktor lingkungan akan mempengaruhi tipe spora FMA yang berada di sekitar rizosfer. Berikut beberapa penelitian mengenai keanekaragaman FMA pada berbagai tanaman (Tabel 1).


(26)

Tabel 1. Keanekaragaman FMA dari Hasil Penelitian

Peneliti Lokasi Rizosfer Tanaman Tipe Spora FMA Delvian (2010) Hutan Pantai, Pulau

Pandang, Batubara

20 jenis tanaman 6 tipe Glomus, 1 tipe Sclerocystis, 3 tipe Acaulospora, 1 tipe Gigaspora

Hartoyo et al. (2011)

Gunung Putri Kabupaten Cianjur, Cicurug dan Sukamulya Kabupaten Sukabumi

Pegagan 10 tipe Glomus dan 3 tipe Acaulospora

Burhanudin (2003)

PT.Kalimantan Setya Kencana Kabupaten Melawi

Jabon (Anthocephalus spp.)

14 tipe Glomus, 2 tipe Gigaspora, dan 2 tipe Acaulospora

Warouw dan Kainde (2010)

Desa Pinaras, Munte, dan Liwas

Jati 5 tipe Glomus, 4 tipe Acaulospora, 2 tipe Gigaspora, dan 1 tipe Sclerocytis

Chanie (2006) Bonga Forest, South Western Ethiopia

Kopi Glomus, Gigaspora,

Scutellospora, Acaulospora Pulungan (2010) Kebun Sei Semayang

PTPN 2

Tebu 7 tipe Glomus & 1 tipe Acaulospora

Puspitasari et al. (2011)

Hutan Pantai Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat

33 spesies tanaman inang

13 tipe Glomus, 5 tipe Acaulospora, 1 tipe Gigaspora, 1 tipe Paraglomus, 2 tipe Scutellospora

Tuheteru et al. (2011)

- Hutan

- Savana

- 15 jenis tanaman

- 15 jenis tanaman

- 8 tipe Glomus, 3 tipe Scutellospora, 1 tipe Acaulospora, 1 tipe Gigaspora

- 8 tipe Glomus, 1 tipe Scutellospora, 1 tipe Acaulospora

Sundari et al. (2003)

Area Persawahan Kabupaten Pamekasan, Madura

Tembakau (Nicotiana tabacum L.)

13 tipe Glomus, 5 tipe Gigaspora


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu

Pengambilan sampel tanah dan akar tanaman akan dilakukan di Perkebunan Kopi PT. Wahana Graha Makmur Desa Lae Mungkur Sidiangkat, Sidikalang pada bulan September 2013. Ekstraksi spora, identifikasi, dan penghitungan kolonisasi FMA pada sampel akar tanaman akan dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Universitas Sumatera Utara pada bulan September-Desember 2013.

3.2.Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini digunakan contoh tanah dan akar tanaman dari tempat pengambilan sampel. Untuk ekstraksi dari identifikasi spora FMA dibutuhkan bahan berupa larutan glukosa 60%, larutan Melzer’s sebagai bahan pewarna spora dan larutan polyvinyl alcohol lactoglycerol (PVLG) sebagai bahan pengawet spora. Sedangkan untuk pewarnaan akar dibutuhkan yaitu KOH 2,5%, HCl 2%, larutan trypan blue, chlorox 5,25%, hyponex merah (25-5-20) dan benih Zea mays.

Peralatan yang digunakan di laboratorium adalah mikroskop binokuler untuk mengamati spora, saringan 250 µm, 125 µm, 53 µm untuk ekstraksi spora FMA, dan pinset spora.

3.3. Pengambilan Sampel Tanah dan Akar

Penetapan areal pengambilan sampel dan pembuatan plot pengamatan berdasarkan metode The International Center Research of Agroforestry (ICRAF). Areal pengambilan sampel dilakukan pada lima lokasi berdasarkan varietas tanaman kopi yaitu Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), Andongsari, Longberi. Pada setiap lokasi ditetapkan tiga plot. Ukuran plot pengamatan yang dipakai adalah 20 m x 20 m. Dalam setiap plot ditentukan lima titik pengambilan sampel tanah yaitu setiap sudut plot dan ditengah plot, selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tanah dari rizosfer dengan kedalaman 30 cm. Jumlah tanah yang diambil sebanyak + 1 kg. Selain itu


(28)

diambil dua sampel serabut akar secara acak pada setiap lokasi pengambilan sampel untuk mempelajari kolonisasi FMA pada setiap lokasi pengamatan. Pada setiap sampel tanah dilakukan analisis kimia untuk mengetahui beberapa sifat kimia tanah, diantaranya P, pH, KTK, dan C-organik.

20 m

20 m

Gambar 2. Ilutrasi Petak Contoh Pengambilan Sampel Tanah dan Akar Keterangan : a. Titik Pengambilan Sampel Tanah

b. Titik Pengambilan Sampel Akar

3.4. Pengamatan Sampel Tanah dan Akar

Pengamatan kelimpahan spora FMA dapat dilakukan dengan beberapa cara pengukuran, seperti kepadatan spora atau derajat kolonisasi FMA pada akar tanaman inangnya (Abbot dan Robson, 1996). Dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi jenis FMA dan persentase kolonisasi akar FMA.

3.4.1. Ekstraksi Spora dan Identifikasi FMA

Tujuan ekstraksi spora adalah untuk memisahkan spora dari partikel tanah sehingga dapat dilakukan identifikasi jenis spora FMA dan jumlah spora pada setiap

a,b

a,b

a

a a


(29)

areal plot. Teknik yang dilakukan yaitu dengan teknik tuang saring yang dilanjutkan dengan sentrifugasi (Brundrett et al., 1996).

Teknik tuang saring dan sentrifugasi dilakukan dengan menganbil 50 gram tanah lalu ditambahkan 200 mL air. Campuran tanah dan air diaduk sampai partikel tanah hancur lalu didiamkan selama 30 menit. Tanah disaring dengan menggunakan satu set saringan dengan ukuran 250 µm, 125 µm, 53 µm secara berurutan dari atas sampai ke bawah. Partikel tanah yang tertahan disemprot dengan air kran. Saringan pertama dilepas lalu saringan kedua disemprot dengan air kran. Tanah pada saringan ketiga dipindahkan ke tabung sentrifus dengan menambahkan glukosa 60%. Tabung ditutup rapat dan disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Supernatan dituangkan ke dalam saringan 53 µm, dicuci, dipindahkan ke petri, dan diperiksa di bawah mikroskop untuk menghitung kepadatan spora serta pembuatan preparat untuk mengidentifikasi spora.

Spora hasil ekstraksi dihitung lalu spora yang sama bentuk dan warnanya diambil dengan menggunakan pinset spora dan ditetesi dengan larutan Melzer’s dan PVLG. Selanjutnya spora-spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat dengan menggunakan ujung lidi. Perubahan warna spora dalam larutan merupakan salah satu indikator untuk menentukan tipe spora.

3.4.2. Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman

Pengamatan kolonisasi FMA pada sampel akar tanaman kopi dilakukan dengan pewarnaan akar (root staining). Langkah pertama adalah memilih akar-akar halus dan segar dengan diameter 0,5-2 mm dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Sampel akar dimasukkan ke dalam larutan KOH 2,5% dan dibiarkan selama lebih kurang 7 hari hingga akar putih dan pucat. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan seluruh isi sitoplasma dari sel akar sehingga memudahkan pengamatan struktur kolonisasi FMA. Larutan KOH kemudian dibuang dan sampel dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit. Selanjutnya sampel akar direndam dalam larutan HCl 2% dan dibiarkan selama dua malam. Larutan HCl 2% dibuang dengan


(30)

mengalirkannya secara perlahan-lahan. Kemudian sampel akar direndam di dalam larutan trypan blue 0,05% selama 24 jam (Kormanik dan McGraw,1982).

Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan panjang akar terkolonisasi (Giovanetti & Mosse, 1980). Potongan akar yang telah diwarnai diambil secara acak dengan panjang + 1 cm sebanyak 10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa atau arbuskula atau vesikel) diberi tanda positif (+), sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (-). Persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus :

% �������������� =Σ Σ bidangpandangpertanda (+)

bidangpandangkeseluruhan x 100%

3.5. Pemerangkapan (Trapping)

Pemerangkapan (trapping) bertujuan untuk mendapatkan keanekaragaman spora FMA yang lebih bervariasi. Media tanam jagung disiapkan dengan menggunakan pasir. Terlebih dahulu pasir yang akan digunakan dicuci bersih lalu dimasukkan ke dalam bak persemaian.

Benih-benih jagung terlebih dahulu direndam dalam larutan clorox 5% selama 5-10 menit sebagai salah satu upaya sterilisasi permukaan. Lalu benih-benih jagung direndam dalam larutan hangat selama 24 jam yang bertujuan untuk mempercepat perkecambahan. Kemudian benih disemaikan dalam bak persemaian sampai muncul dua helai daun. Media tanam yang digunakan berupa campuran contoh tanah sebanyak + 50 gram dan pasir sebanyak 150 gram.

Pemerangkapan (trapping) yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti metode yang dikemukakan oleh Brundrett et al. (1996) dengan menggunakan plot kultur terbuka. Teknik pengisian media tanam dalam pot kultur adalah pot kultur diisikan dengan pasir sampai setengah volume pot, kemudian dimasukkan contoh tanah dan terakhir ditutup dengan pasir sehingga media tanam tersusun atas


(31)

pasir-contoh tanah-pasir. Untuk mendapatkan tanaman yang baik, dilakukan pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/l. Pemberian larutan hara dilakukan setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur. Teknik ini dilakukan selama 8 minggu, kemudian dilakukan stressing selama 2 minggu. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap ekstrasi spora.


(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Kimia Tanah

Analisis kimia tanah dilakukan di Labratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hasil analisis kimia tanah pada berbagai varietas kopi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Yang Dijadikan Sampel Isolasi Spora FMA pada Berbagai Varietas Kopi

Sampel Tanah (varietas kopi)

Parameter pH (H2O) C-organik

(%)

P-bray II (ppm)

KTK me/100g

Rasuna 5,69 am 6,82 st 4,63 sr 9,56 r

Toraja 5,77 am 5,65 st 4,43 sr 7,12 r

S795 (S Lini) 5,79 am 7,01 st 4,72 sr 9,38 r

Andongsari 5,54 m 6,62 st 5,67 sr 8,70 r

Longberi 6,00 am 6,23 st 4,55 sr 8,47 r

*Staf Pusat Penelitian Tanah-Bogor (1983) dan BPP Medan (1982) Keterangan : m : masam

am: agak masam st : sangat tinggi sr : sangat rendah r : rendah

Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H+ di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+

Derajat kemasaman tanah pada Perkebunan PT. Wahana Graha Makmur Sidiangkat berkisar antara 5,54-6,00. Derajat kemasaman tanah mempengaruhi jumlah spora yang ditemukan pada daerah rizosfer (Prihastuti, 2007). Mikoriza dapat bertahan hidup pada pH tanah yang sangat masam sekalipun. INVAM (2013)

di dalam tanah semakin masam tanah tersebut. Derajat kemasaman optimum untuk perkembangan mikoriza berbeda-beda. Aktivitas jasad renik akan menurun dengan menurunnya pH tanah. Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. Derajat ketersediaan unsur hara makro maksimum sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan.


(33)

menjelaskan bahwa Glomus dapat berkecambah pada pH masam, sedangkan

Gigaspora dapat berkecambah pada pH sangat masam.

Bahan organik adalah jumlah total substansi yang mengandung karbon organik di dalam tanah yang terdiri dari campuran residu tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme, dan hewan kecil yang masih hidup maupun yang sudah mati. Kandungan C-organik pada tanah Perkebunan Kopi di PT. Wahana Graha Makmur Sidiangkat berkisar antara 5,5-7,01% dan tergolong sangat tinggi. Kandungan C-organik 5,65% berarti bahwa dalam tiap 100 gram sampel tanah terdapat karbon organik sebesar 5,65 gram.

Kandungan P dalam tanah perkebunan kopi tergolong rendah berkisar antara 4,43-5,67. Fosfor diperlukan untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih tanaman muda, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa. Ketersediaan P yang tinggi di tanah akan menurunkan aktivitas FMA. Menurut Widiastuti (2002) simbiosis FMA dapat meningkatkan serapan P. Simbiosis FMA sangat bergantung pada tingkat hara dan dosis inokulum. Smith dan Read (1997) menambahkan bahwa hifa dapat membantu menyerap hara dari dalam tanah apabila ketersediaan P dalam tanah rendah sehingga FMA sangat berpengaruh untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman. Apabila ketersediaan P dalam tanah cukup, akar tanaman dapat mengakumulasi P dalam jumlah yang tinggi.

Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Tanah dengan KTK yang tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara yang baik bagi tanaman. Nilai KTK pada tanaman kopi di Perkebunan PT. Wahana Graha Makmur berkisar antar 7,12-9,56 me/100g dan tergolong rendah. Menurut Puspitasari et al. (2012) tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat yang tinggi mempunyai KTK lebih tinggi. Peningkatan KTK dalam tanah akan mengakibatkan menurunnya jumlah spora mikoriza di dalam tanah.


(34)

4.2. Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Kepadatan spora FMA hasil isolasi lapangan dan trapping dalam 50 gram tanah pada masing-masing varietas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kepadatan Spora FMA Isolasi Lapangan dan Hasil Trapping

Dari hasil observasi lapangan didapatkan jumlah spora mikoriza yang tertinggi pada varietas Rasuna dan terendah pada varietas Andongsari, yaitu masing-masing sebesar 38 dan 22 spora/50 gram tanah. Kandungan P di daerah perkebunan kopi PT. Wahana Graha Makmur tergolong sangat rendah sedangkan kepadatan spora yang diperoleh tinggi dan kandungan P yang rendah di dalam tanah akan meningkatkan aktivitas FMA sehingga menyebabkan kepadatan spora yang tinggi. Pada percobaan Santri et al. (2011) yang dilakukan di daerah Muara Kuang, Indralaya, Tanjung Seteko diperoleh kandungan P masing-masing 9,45, 5,70, dan 6,15 ppm, jumlah spora yang diperoleh masing-masing 180, 439, dan 429 spora.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pH, C-organik, dan KTK tidak menunjukkan korelasi terhadap kepadatan spora. Pada percobaan Puspitasari et al.


(35)

(2012) di Desa Torjun pada pH tanah netral, kandungan C-organik rendah, dan KTK yang rendah, kepadatan spora diperoleh 71 spora/50 gram tanah. Percobaan Adawiyah (2009) pada daerah Pantai Pulau Pandang dengan kandungan pH tanah yang netral dan C-organik rendah, kepadatan spora diperoleh sebesar 17 spora/50 gram tanah. Kandungan pH tanah yang agak masam dan C-organik sangat tinggi, kepadatan spora diperoleh sebesar 59 spora/50 gram tanah.

Jumlah spora yang diperoleh dari hasil trapping lebih banyak dari hasil isolasi dari lapangan. Jumlah spora hasil trapping yang tertinggi didapatkan pada varietas Rasuna dan terendah pada varietas S795 (S Lini), yaitu masing-masing sebesar 89 dan 43 spora/50 gram tanah. Kepadatan spora hasil trapping pada masing-masing varietas menunjukkan adanya peningkatan dari kepadatan spora hasil isolasi lapangan. Hal ini disebabkan karena adanya stressing selama dua minggu sehingga tanaman mengalami cekaman air. Stressing bertujuan agar FMA yang bersimbiosis dengan akar tanaman sehingga FMA akan membentuk spora. Delvian (2006) menyatakan pada keadaan kekurangan air spora mikoriza berkecambah. Hasil penelitian Hartoyo et al. (2011) diperoleh kepadatan spora dari rizosfer pegagan yang diambil dari KP Cicirug, KP Sukamulya, dan Gunung Putri, yaitu masing-masing sebanyak 165, 32, dan 24 spora/50 gram tanah, sedangkan hasil trapping

diperoleh 1.435, 555, dan 1.190 spora/50 gram tanah.

4.3. Persentase Kolonisasi Akar

Persentase kolonisasi akar pada masing-masing varietas kopi berbeda-beda. Persentase kolonisasi akar diperoleh sebesar 33-48%. Persentase kolonisasi akar tertinggi pada varietas Toraja dan terendah pada varietas Andongsari, yaitu masing-masing sebesar 48 dan 33%. Berdasarkan Setiadi et al. (1992) persentase kolonisasi akar pada kelima varietas kopi tergolong kategori sedang. Makin tinggi tingkat kolonisasi akar akan makin besar pula penyerapan unsur hara dan air oleh akar tanaman. Hasil pengamatan yang diperoleh bahwa persentase kolonisasi akar oleh FMA pada berbagai varietas kopi dapat dilihat pada Gambar 4.


(36)

Gambar 4. Persentase Kolonisasi Akar oleh FMA

Persentase kolonisasi pada akar kopi ini tidak terlalu tinggi disebabkan karena pemupukan yang dilakukan pada daerah perkebunan sehingga tanaman tidak kekurangan unsur-unsur hara. Hal ini disebabkan karena pemupukan yang dilakukan di Perkebunan PT. Wahana Graha Makmur dengan menggunakan pupuk urea, TSP, Bokasi dengan dosis 10kg/ha untuk tanaman yang menghasilkan dan 5kg/ha pada tanaman yang belum menghasilkan. Unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sudah tersedia dari pupuk yang diberikan. Selain itu curah hujan di lokasi pengambilan sampel tanah dan akar sedang.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa P mempengaruhi kolonisasi akar. Rendahnya P akan meningkatkan kolonisasi akar oleh FMA sehingga tumbuhan cenderung memanfaatkan FMA untuk menyerap air dan nutrisi. Interaksi FMA dengan tumbuhan memiliki peranan besar. Fungi mikoriza arbuskular membantu penyerapan P terutama pada kondisi ekstrim. Ketersediaan P yang rendah akan mengoptimalkan kerja mikoriza dengan memperluas daerah penyerapan akar sehingga dapat menjangkau daerah yang tidak dapat ditembus oleh akar.


(37)

Dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya korelasi antara kepadatan spora FMA dengan persentase kolonisasi akar oleh FMA. Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa tidak dapat dipastikan bahwa tanaman dengan persentase kolonisasi akar yang tinggi akan menghasilkan spora yang banyak. Tingkat kolonisasi sangat ditentukan oleh kecocokan FMA dengan perakaran tanaman inang. Sieverding (1991) menyatakan bahwa jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan reaksi yang berlainan terhadap infeksi mikoriza dan mempengaruhi kolonisasi mikoriza. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kepekaan tanaman terhadap infeksi dan sifat ketergantungan tanaman terhadap mikoriza dalam serapan hara terutama P. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi positif antara kepadatan spora dengan kolonisasi akar oleh FMA. Penelitian yang dilakukan oleh Santri et al. (2011) pada tanaman tembesu yang dilakukan pada daerah Muara Kuang, Indralaya, dan Rawa Tanjung Seteko menunjukkan korelasi positif, yaitu diperoleh kolonisasi akar masing-masing 15, 36, dan 35% dengan jumlah spora masing-masing 180, 439, dan 429 spora. Hasil penelitian Prayudyaningsih dan Suhardi (2011) juga menunjukkan adanya korelasi positif antara kepadatan spora dan kolonisasi akar dari 4 tumbuhan tumbuhan pioner pada tanah pasca tambang kapur.

Douds dan Millner (1999) menyatakan bahwa sistem perakaran sangat penting dalam penyerapan unsur hara karena sistem perakaran yang baik akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara untuk mendekati akar tanaman. Bagi tanaman yang sistem perakarannya kurang berkembang, peran akar dapat ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis dengan mikoriza. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang penyerapan. Mikoriza berkumpul di sekitar rizosfer yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan tudung akar sebagai sumber makanan mikoriza. Hifa yang mempenetrasi tanaman inang akan membantu mendekatkan unsur hara dari rizosfer pada tanaman inang.

Tingkat kolonisasi yang rendah dapat diamati dari perkembangan arbuskula, vesikula atau hifa pada jaringan korteks akar. Berdasarkan pengamatan akar secara


(38)

mikroskopis terlihat bahwa hifa pada bagian interseluler dengan tipe hifa internal. (Gambar 5)

hifa

Gambar 5. Kolonisasi FMA pada Akar Kopi

Bagian penting dari FMA adalah hifa eksternal yang dibentuk di luar akar. Hifa ini membantu daerah penyerapan akar tanaman. Hifa jamur mikoriza tidak bersekat yang tumbuh diantara sel-sel korteks dan bercabang-cabang di dalam sel tersebut. Vesikula merupakan struktur berdinding tipis, berbentuk bulat, lonjong atau atau tidak teratur. Arbuskula merupakan cabang-cabang hifa dikotom (INVAM, 2013).

4.4. Tipe dan Karakteristik Spora FMA

Identifikasi tipe spora berdasarkan karakteristik morfologi yang meliputi bentuk, ukuran, warna, dinding spora, tekstur permukaan spora, tangkai spora (hyphal attachment) dan reaksinya terhadap larutan Melzer’s. Tipe dan karakteristik spora dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.


(39)

Tabel 3. Tipe dan Karakteristik Spora FMA Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

-

Glomus sp. 1

Spora berwarna coklat pekat, berbentuk lonjong dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tipis dan tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 2

Spora berwarna coklat pekat, berbentuk lonjong dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 3

Spora berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinidng yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 4

Spora berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat dan permukaan halus. Memiliki dinidng yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 5

Spora berwarna coklat kemerahan, berbentuk lonjong dan permukaan halus. Memiliki dinidng yang tebal serta berwarna lebih pekat dari pada permukaan spora. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(40)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s

Lapangan Trapping

Glomus sp. 6

Spora berwarna coklat sangat pekat, berbentuk bulat, dan permukaan halus. Memiliki dinidng yang tebal serta berwarna lebih pekat dari pada permukaan spora. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

-

Glomus sp. 7

Spora berwarna coklat sangat pekat, berbentuk bulat, dan permukaan halus. Memiliki dinidng yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

-

Glomus sp. 8

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk lonjong dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinidng yang tebal dan tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 9

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk bulat dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinidng yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 10

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk bulat dan permukaan kasar. Memiliki dinidng yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 11

Spora berwarna coklat sangat pekat kekuningan, berbentuk lonjong dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinidng yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(41)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

_

Glomus sp. 12

Spora berwarna kuning kecoklatan, berbentuk bulat dan permukaan kasar. Memiliki dinding yang tebal dan berwarna lebih pekat dari pada permukaan spora. Memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 13

Spora berwarna kuning kecoklatan, berbentuk bulat dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 14

Spora berwarna coklat kemerahan, berbentuk bulat dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tebal dan berwarna lebih pekat dari pada permukaan spora. Memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 15

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk persegi panjang dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 16

Spora berwarna coklat pekat kekuningan, berbentuk lonjong dan permukaan kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

Glomus sp. 17

Spora berwarna coklat pekat kekuningan, berbentuk bulat dan permukaan kasar. Memiliki dinidng yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s


(42)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

Glomus sp. 18

Spora berwarna coklat kemerahan, berbentuk bulat dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 19

Spora berwarna coklat kemerahan, berbentuk lonjong dan permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tebal dan berwarna lebih pekat dari pada permukaan spora. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 20

Spora berwarna coklat kemerahan sangat pekat, berbentuk bulat dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 21

Spora berwarna coklat kemerahan sangat pekat, berbentuk bulat dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 22

Spora berwarna coklat kemerahan sangat pekat, berbentuk bulat dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 23

Spora berwarna coklat kemerahan sangat pekat, berbentuk bulat dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(43)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

_

Glomus sp. 24

Spora berwarna coklat pekat, berbentuk bulat, permukaan halus. Memiliki dinding yang tebal dan berwarna lebih gelap dari permukaan spora. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 25

Spora berwarna coklat pekat, berbentuk bulat, permukaan halus. Memiliki dinding yang tetipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 26

Spora berwarna coklat pekat, berbentuk bulat, permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 27

Spora berwarna coklat pekat, berbentuk lonjong, permukaan kasar. Memiliki dinding yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 28

Berwarna merah kecoklatan, berbentuk bulat, permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 29

Berwarna merah kecoklatan, berbentuk lonjong, permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(44)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

_

Glomus sp. 30

Berwarna merah kecoklatan, berbentuk lonjong, permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tebal dan berwarna agak pekat dari permukaan spora. Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 31

Berwarna merah kecoklatan dan agak pucat, berbentuk bulat, permukaan sangat kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 32

Spora berwarna coklat kehitaman, berbentuk bulat, permukaan halus. Memiliki dinding tebal dan berwarna hitam. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 33

Spora berwarna coklat kehitaman, berbentuk bulat, permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (Hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 34

Spora berwarna coklat kehitaman, berbentuk lonjong, permukaan halus. Memiliki dinding tebal dan berwarna lebih pekat dari permukaan spora. Tidak memiliki tangkai spora (Hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 35

Spora berwarna coklat kehitaman, berbentuk lonjong, permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(45)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

_

Glomus sp. 36

Spora berwarna coklat kehitaman, berbentuk bulat, permukaan halus. Memiliki dinding tebal dan memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 37

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk lonjong, dan permukaan kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 38

Spora berwarna coklat kehitaman, berbentuk bulat, permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 39

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk bulat, dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tipis. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 40

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk bulat, dan permukaan halus. Memiliki dinding yang tebal dan berwarna lebih pekat dari permukaan spora. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 41

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk lonjong, dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(46)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

_

Glomus sp. 42

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk bulat, dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (Hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 43

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk bulat, dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tipis dan memiliki tangkai spora (hyphal attachment).

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 44

Spora berwarna coklat kekuningan, berbentuk lonjong, dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tebal dan memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 45

Spora berwarna coklat kekuningan dan agak pucat, berbentuk agak lonjong, dan permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.

_

Glomus sp. 46

Spora berwarna merah kecoklatan, berbentuk lonjong, permukaan agak kasar. Memiliki dinding yang tebal. Tidak memiliki tangkai spora (hyphal attachment). Spora lolos saringan 125 µm.

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s.


(47)

Lanjutan

Tipe Spora

Karakteristik Reaksi dengan Melzer’s Lapangan Trapping

_

Acaulosspora sp. 1

Spora berwarna kuning, berbentuk bulat dan berdinding tebal. Spora lolos saringan 125 µm.

Bereaksi dengan pewarna

Melzer’s, terjadi perubahan warna dari warna coklat transparan

menjadi warna kuning

kecoklatan.

_

Acaulospora sp. 2

Spora berwarna coklat, kemerahan dan gelap. Memiliki ornamen seperti kulit jeruk. Memilki dinding yang tebal. Spora lolos saringan 125 µm.

Bereaksi dengan pewarna

Melzer’s, terjadi perubahan warna dari coklat pekat menjadi coklat kemerahan.

Tipe spora berdasarkan International Culture Collection of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungi (INVAM ) (2013)

Spora genus Glomus memiliki ciri tersendiri mulai bentuk spora bulat sampai bulat lonjong. Spora yang ditemukan melekat dengan hifa dan ada pula yang tidak. Spora genus Acaulospora memiliki bentuk bulat lonjong dan berwarna orange kemerahan. Genus Glomus tidak memberikan reaksi terhadap larutan Melzer’s dan genus Acaulospora memberikan reaksi dengan menunjukkan adanya perubahan warna spora.

Spora yang diperoleh dari hasil tanah hasil isolasi lapangan terdiri dari 19 tipe

Glomus, sedangkan spora hasil trapping yang diperoleh terdiri dari 38 tipe Glomus

dan 2 tipe Acaulospora. Keanekaragaman spora yang diperoleh lebih banyak dari hasil trapping dari pada spora hasil isolasi lapangan. Hal ini disebabkan karena pada hasil trapping faktor lingkungan yang sudah diatur dan mendukung untuk perkembangan spora sehingga lebih banyak spora yang berkecambah. Selain itu juga dapat disebabkan karena pada saat trapping terjadinya cekaman air selama dua minggu sehingga menyebabkan pembentukan spora.


(48)

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa spora yang diperoleh pada kelima varietas kopi yang ada di perkebunan PT. Wahana Graha Makmur adalah genus

Glomus. Hasil penelitian oleh Al-arequ et al. (2013) yang mengamati spora kopi arabika di Yaman yang diambil dari lima lokasi didapatkan genus Glomus,

Acaulospora, Scutellospora, dan yang paling dominan adalah Glomus. Penelitian yang dilakukan oleh Lebron et al. (2012) yang diambil dari 3 varietas kopi dari 3 daerah yang ada di Puerto Rico didapatkan spora Glomus yang lebih mendominasi. Nurtjahya et al. (2011) memperoleh Glomus sebanyak 44-95% pada lahan bekas pertambangan, hutan, dan ladang.

Spora tipe Glomus lebih banyak diperoleh baik dari hasil isolasi lapangan maupun hasil trapping. Hal ini disebabkan karena spora tipe Glomus memilki kemampuan simbiosis yang tinggi dibandingkan jenis yang lainnya. Dominasi

Glomus pada penelitian ini menunjukkan kesesuaian inang yang tumbuh pada berbagai varietas kopi dibandingkan dengan genus yang lain. Selain itu jumlah

Glomus lebih banyak dibandingkan dengan genus yang lain. Dari 172 jenis FMA yang sudah diidentifikasi diperoleh jenis Glomus 52,3%, Acaulospora 20,%,

Scutellospora 16,9%, Gigaspora 4,7%, Entherospora 2,3%, Archeospora 1,7%, dan

Paraglomus 1% (INVAM, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2010) pada areal perkebunan tebu diperoleh 7 tipe Glomus dan 1 tipe Acaulospora dari hasil isolasi lapangan sedangkan pada hasil trapping diperoleh 10 tipe Glomus dan 1 tipe

Acaulospora. Adawiyah (2009) memperoleh 7 tipe Glomus dan 3 tipe Acaulospora

hasil isolasi dari Hutan Pantai Pulau Pandang Batu Bara sedangkan hasil trapping


(49)

4.5. Sebaran FMA Pada Berbagai Varietas Kopi

Variasi sebaran FMA berbeda-beda pada setiap varietas kopi. Sebaran FMA lebih banyak diperoleh dari hasil isolasi trapping dibandingkan isolat yang diperoleh dari lapangan. Variasi sebaran FMA pada berbagai varietas kopi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Sebaran FMA pada Varietas Kopi No Spesies

Lapangan Trapping

A B C D E A B C D E

1 Glomus sp. 1 + - + - - - -

2 Glomus sp. 2 + + + + - - - - + -

3 Glomus sp. 3 + - + - + + - - - -

4 Glomus sp. 4 + - + + - + - - - +

5 Glomus sp. 5 - - - + - - - + - -

6 Glomus sp. 6 + + + - - + + + - -

7 Glomus sp. 7 - + - - - -

8 Glomus sp. 8 + + + - - - -

9 Glomus sp. 9 - + - - - + -

10 Glomus sp. 10 - + + - - + - + - - 11 Glomus sp. 11 - - - - + - - - - - 12 Glomus sp. 12 - + - - - - 13 Glomus sp. 13 - - - + - - - - + - 14 Glomus sp. 14 - + - - - + + - 15 Glomus sp. 15 - + - - - - 16 Glomus sp. 16 - - - + - - - - 17 Glomus sp. 17 - - - - + - - - + - 18 Glomus sp. 18 - - - + + - - + + - 19 Glomus sp. 19 - - - - + - - - - - 20 Glomus sp. 20 - - - + + - - + 21 Glomus sp. 21 - - - + + - + - 22 Glomus sp. 22 - - - + + - - - 23 Glomus sp. 23 - - - + -

24 Glomus sp. 24 - - - + + + +

25 Glomus sp. 25 - - - + - - -

26 Glomus sp. 26 - - - + + - + -

27 Glomus sp. 27 - - - + -

28 Glomus sp. 28 - - - + + + - +

29 Glomus sp. 29 - - - +

30 Glomus sp. 30 - - - + - - +

31 Glomus sp. 31 - - - + - -

32 Glomus sp. 32 - - - + + + + -

33 Glomus sp. 33 - - - + + + + -

34 Glomus sp. 34 - - - + -


(50)

Lanjutan

No Spesies Lapangan Trapping

A B C D E A B C D E

36 Glomus sp. 36 - - - + - -

37 Glomus sp. 37 - - - + + - - +

38 Glomus sp. 38 - - - + + -

39 Glomus sp. 39 - - - + + - - -

40 Glomus sp. 40 - - - + + - - -

41 Glomus sp. 41 - - - + - - -

42 Glomus sp. 42 - - - + - - -

43 Glomus sp. 43 - - - + - - - -

44 Glomus sp. 44 - - - + - + - -

45 Glomus sp. 45 - - - + - -

46 Acaulospora sp. 1 - - - + - + 47 Acaulospora sp. 2 - - - + + Keterangan : (+) kehadiran FMA ; (-) ketidakhadiran FMA

A:Rasuna, B:Toraja, C:S795(S Lini), D:Andongsari, E:Longberi

Penyebaran mikoriza dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, pH, dan suhu tanah. Dari hasil identifikasi kimia tanah diperoleh bahwa pH tanah pada perkebunan kopi di PT. Wahana Graha Makmur bersifat masam dengan pH antara 5,54-6,00. Derajat kemasaman tanah pada varietas Andongsari tergolong masam sedangkan pada varietas Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), dan Longberi tergolong agak masam. Menurut Prihastuti (2007) kemasaman tanah berakibat langsung terhadap tanaman. Mikoriza dapat hidup dengan baik pada pH tanah masam dan mampu menghasilkan asam-asam organik yang membebaskan P terfiksasi. Komoditas tanaman dan pH mempengaruhi jumlah spora yang ditemukan pada rizosfer.

Dari hasil identifikasi diperoleh bahwa sebaran FMA lebih banyak diperoleh dari hasil trapping dibandingkan dengan hasil isolasi dari lapangan. Jumlah tipe spora yang diperoleh dari isolasi lapangan sebanyak 19 tipe Glomus yang menyebar pada varietas Rasuna, Toraja, S795 (S Lini), Andongsari, dan Longberi. Penyebaran FMA dari hasil trapping lebih beragam spesies yang diperoleh. Spora yang diperoleh dari hasil trapping adalah genus Glomus dan Acaulopsora. Jumlah spora tipe Glomus dari hasil trapping sebanyak 38 yang menyebar pada kelima varietas kopi. Spora tipe


(51)

Acaulospora terdapat pada varietas S795 (S Lini), Andongsari, dan Longberi. Sebagian spora terdapat pada hasil trapping sementara pada hasil isolasi dari lapangan tidak ditemukan. Hal ini disebabkan spora bersporulasi pada saat trapping. Selain itu sebagian spora FMA dari hasil isolasi lapangan tidak ditemukan lagi pada hasil trapping. Percobaan yang dilakukan oleh Puspitasari et al. (2011) diperoleh spora tipe Gigaspora dari hasil isolasi lapangan seme

ntara pada hasil trapping tidak ditemukan.

Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa variasi spora FMA pada berbagai varietas disebabkan karena masing-masing FMA memiliki faktor intrinsik yang akan memberikan respon terhadap perubahan lingkungan ataupun musim. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa spora tipe Glomus lebih sering muncul dibandingkan jenis yang lainnya. Hal ini disebabkan karena Glomus memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan jenis yang lain. Glomus dapat hidup pada tanah yang memiliki salinitas yang tinggi (Delvian, 2010), kering dan masam (Prihastuti, 2007), pH netral (Puspitasari et al., 2012), gambut (Sayuti et al., 2011), bekas pertambangan (Nurtjahya et al., 2011, Prayudyaningsih dan Suhardi, 2011). INVAM (2013) menjelaskan bahwa Glomus mosseae dapat berkecambah pada tanah alkali.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Kepadatan spora yang tertinggi diperoleh pada varietas Rasuna yaitu sebesar 38 spora/50 gram tanah dari hasil isolasi lapangan dan pada 89 spora/50 gram dari hasil trapping.

2. Kolonisasi FMA pada perakaran kopi berkisar antara 33-48% dan tergolong rendah, kolonisasi yang paling tinggi ditemukan pada varietas Toraja yaitu sebesar 48%.

3. Tipe spora hasil isolisasi lapangan dan trapping diperoleh 46 tipe Glomus dan 2 tipe Acaulospora.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tingkat spesies spora yang spesifik pada berbagai varietas kopi.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, L.K dan A.D.Robson. 1996. Working with Mycorrhiza in Forest and Agriculture. ACIAR Monograph.

Adawiyah, 2009. Status Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular Berdasarkan Gradien Salinitas di Hutan Pantai Pulau Pandang, Batubara, Sumatera Utara. USU-Press. Medan. Tesis.

Al-Areqi,A.H.N.A., M.Chliyeh, F.Sghir, A.O.Touhami, R.Benkirane, dan A.Doura. Diversity of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in the Rizosphere of Coffea arabica in the Republic of Yemen. 2013. Journal of Applied Biosciences. 64:4888-4901.

Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor.

Andrade, S.A.L., P. Mazzafera, M. A. Schiavinato, dan A.P.D.Silvera. 2009. Arbuscular Mycorrhizal Association in Coffee. Journal of Agricultural Science. 147 : 105–115.

Blancaflor, E. B., L.Zhao, dan M. J. Horrison. 2001. Microtubule organization in root cells of Medicago truncatula during development of an arbuscular mycorrhizal symbiosis with Glomus versiforme. Protoplasma. 217:154– 165.

BPTP. 2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Badan Litbang Pertanian. Bandar Lampung.

Brundreet, M., N.Bougher, B. Dell, T.Grave, dan N. Malajezuk. 1996. Working with Mycorrizha in Forestry and Agriculture. Australia Centre for International Agriculture Research (ACIAR), Canberra.

Burhanuddin, 2003. Keanekaragaman Jamur Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Jabon (Anthochepalus spp.). Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Chanie, T. 2006. Arbuscular Mycrrhizal Fungal Diversity of Coffee and Shade of Bonga Forest South Western Ethiopia. Addis Ababa University. Thesis. Cardoso,I.M & T.W.Kuyper, 2006. Mycorrhizas and Tropical Soil Fertility.


(54)

Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Fungi Mikoriza Arbuskular [karya tulis]. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utar

_______. 2010. Keberadaan Cendawan Mikoriza Arbuskula di Hutan Pantai Berdasarkan Gradien Salinitas. Ilmu Dasar. 11:133-142.

Djunaedy, A. 2008. Aplikasi Fungisida Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza Dalam Rangka Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Embryo. 5 : 149-157.

Douds, D.D. dan P.D. Miller. 1999. Biodiversity of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Agroecosystem. Agriculture Ecosystems and Environment. 74:77-93.

Faiza, R., Y. S. Rahayu dan Yuliani. 2013. Identifikasi Sora Jamur Mikoriza Vesikular (MVA) Pada Tanah Tercemar Minyak Bumi di Bojonegoro.

Lentera Bio. 2 : 7-11.

Giovanetti. M. dan Mosse. B. 1980. An Evaluation of Technique for Meaning Vesicular Mycorrhiza Infection in Roots.New Phytol. 84:489-500.

Hartoyo, B., M.Ghumaladi, L.K.Darusman, S.A. Aziz, dan I. Mansur. 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) Pada Rizosfer Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Jurnal Littri. 17 : 32 – 40.

INVAM. 2013. International Culture Collection of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungi.http://inFMA.caf.wvu.edu/Mycoinfo/Taxonomy/Classification.htm Kementerian Pertanian. 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementrian Pertanian

Tahun 2010-2014, Jakarta.

Koramanik, P.P. dan A.C. McGraw. 1982. Quabtification of VA Mycorrhizae in Plant Root. Di dalam : C.Schenk (Ed.) methods and Principle of Mycorrhizae Research. The American Phytop. Soc. 46:3745.

Lebron, L., D.J.Lodge, dan P.Bayman. 2012. Differences in Arbuscular Mycorrhizal among Three Coffee Cultivars in Puerto Rico. ISRN Agronomy. 2012:1-7.

Mahmood dan Rizvi. 2010. Mycorrhiza and Organic Farming. Section of Plant Pathology and Nematology. Asian Journal of Plant Science. 9 (5) : 241-248.


(55)

Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskular Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (4) : 154-158.

Muzakkir. 2011. Hubungan Antara Cendawan Mikoriza Arbuskular Indigeneous dan Sifat Kimia Tanah di Lahan Kritis Tanjung Alai, Sumatera Barat. Universitas Andalas.

Moreira, M., D. Baretta, dan M. Tsai. 2007. Biodiversity abd Distribution of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Araucuraria angostifolia Forest. Journal Agriculture. 64 (4):393-399.

Nurbaity, A., D. Herdyantoro, dan O. Mulyani, 2009. Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Bahan Pembawa Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskular. Jurnal Biologi. XIII (1) :7-11.

Nurtjahya, E., D. Setiadi, E. Guhardja, Muhadiono, Y. Setiadi, dan N.F.Mardatin, 2011. Status Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Suksesi Lahan Pasca Tambang Timah di Bangka. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor.

Nuhidayati, T., N. Jadid, dan S. Meridian. 2011. Aplikasi Mikoriza Rhizobium dan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeal) di Desa Socah Kecamatan Socah Kabupaten Madura.Berk. Penel Hayati. 17 : 77-80.

Prafithriasari dan Nurbaity. 2010. Infektivitas Inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. Pada Berbagai Komposisi Media Zeolit-Arang Sekam dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sorgum (Sorgum bicolor). Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Prayudyaningsih, R dan Suhardi, 2011. Kolonisasi Fungi Mikoriza Arbuskula pada Empat Jenis Tumbuhan Pioner di Tanah Pasca Tambang Kapur PT Semen Tonasa,Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor. Pritchett, W.L. 1979. Properties and Management of Forest Soils. John Wiley &

Sons, Canada.

Prihastuti. 2007. Isolasi dan Karakteristik Mikoriza Vesikular-Arbuskular di Lahan Kering Masam, Lampung Tengah.Penel. Hayati. 12 : 99–106.


(56)

Pulungan, A.S., 2010. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di Perkebunan Tebu PTPN 2 Sei Semayang Sumatera Utara. USU-Press. Medan. Tesis. Puspitasari, P., K.I.Purwani, dan A.Mahibuddin. 2012. Eksplorasi Vasicular

Arbuscular Mycorrhiza (VAM) Indigenous Pada Lahan Jagung di Desa Torjun Sampang Madura. Jurnla Sains dan Seni ITS. 1:19-22.

Puspitasari, R.T., N.Sukarno, K.Kramadibrata, dan D.Setiadi, 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Di Hutan Pantai Ujung Genteng, Sukabumi-Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor. Rao, S. N. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua.

Penerbit Universitas Indonesia.

Santri, D. J., E. Dayat, dan Erwin, 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Rizosfer Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) Dari Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor 17-21 Juli 2007.

Sasli, I., S. Yahya, Sudradjat, Y. setiadi, dan Sudarsono. 2008. Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Lidah Buaya di Tanah Gambut dengan Aplikasi Mikoriza Arbuskular dan Pemupukan. Bul. Agron. (36) (3) : 248 – 254. Saraswati dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah Sebagai

Komponen Teknologi Pertanian. IPTEK Tanaman Pangan. 3 No. 1.

Sayuti, I. Zulfarina, dan E.R.Lubis, 2011. Identifikasi Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA) Pada Tanah Gambut Bekas Bakar di Kota Pekanbaru Provinsi Riau.

J.Pilar Sains. 1:21-28.

Schenck, N.C dan V.N. Schroder. 1974. Temperature Response of Endogene Micorrhiza on Soybean Roots. Mycologia. 66:71.

Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Dalam Reboisasi Lahan Kritis di Indonesia. Makalah Seminar Penggunaan CMA Dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan. Bandung. 21-23 April 2001.

Setiadi,Y., I. Mansur, S.W. Budi, dan Ahmad. 1992. Mikrobiologi Tanah Hutan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Tanaman Pangan. IPB. Bogor.

She, Z.Y., L.Y. Li, X.L., Feng, G. Tian, dan P. Christie. 2007. Diversity of Arbuscular Mychorrhizal Fungi Associated with Desesrt Epherrel in Plant Communities of Junggar Basin, Northwest China. Jurnal. Applied Soil Ecology. 35:10-20.


(1)

Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskular Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (4) : 154-158.

Muzakkir. 2011. Hubungan Antara Cendawan Mikoriza Arbuskular Indigeneous dan Sifat Kimia Tanah di Lahan Kritis Tanjung Alai, Sumatera Barat. Universitas Andalas.

Moreira, M., D. Baretta, dan M. Tsai. 2007. Biodiversity abd Distribution of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Araucuraria angostifolia Forest. Journal Agriculture. 64 (4):393-399.

Nurbaity, A., D. Herdyantoro, dan O. Mulyani, 2009. Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Bahan Pembawa Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskular. Jurnal Biologi. XIII (1) :7-11.

Nurtjahya, E., D. Setiadi, E. Guhardja, Muhadiono, Y. Setiadi, dan N.F.Mardatin, 2011. Status Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Suksesi Lahan Pasca Tambang Timah di Bangka. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor.

Nuhidayati, T., N. Jadid, dan S. Meridian. 2011. Aplikasi Mikoriza Rhizobium dan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeal) di Desa Socah Kecamatan Socah Kabupaten Madura.Berk. Penel Hayati. 17 : 77-80.

Prafithriasari dan Nurbaity. 2010. Infektivitas Inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. Pada Berbagai Komposisi Media Zeolit-Arang Sekam dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sorgum (Sorgum bicolor). Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Prayudyaningsih, R dan Suhardi, 2011. Kolonisasi Fungi Mikoriza Arbuskula pada Empat Jenis Tumbuhan Pioner di Tanah Pasca Tambang Kapur PT Semen Tonasa,Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor. Pritchett, W.L. 1979. Properties and Management of Forest Soils. John Wiley &

Sons, Canada.


(2)

Pulungan, A.S., 2010. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di Perkebunan Tebu PTPN 2 Sei Semayang Sumatera Utara. USU-Press. Medan. Tesis. Puspitasari, P., K.I.Purwani, dan A.Mahibuddin. 2012. Eksplorasi Vasicular

Arbuscular Mycorrhiza (VAM) Indigenous Pada Lahan Jagung di Desa Torjun Sampang Madura. Jurnla Sains dan Seni ITS. 1:19-22.

Puspitasari, R.T., N.Sukarno, K.Kramadibrata, dan D.Setiadi, 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Di Hutan Pantai Ujung Genteng, Sukabumi-Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor. Rao, S. N. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua.

Penerbit Universitas Indonesia.

Santri, D. J., E. Dayat, dan Erwin, 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Rizosfer Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) Dari Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor 17-21 Juli 2007.

Sasli, I., S. Yahya, Sudradjat, Y. setiadi, dan Sudarsono. 2008. Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Lidah Buaya di Tanah Gambut dengan Aplikasi Mikoriza Arbuskular dan Pemupukan. Bul. Agron. (36) (3) : 248 – 254. Saraswati dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah Sebagai

Komponen Teknologi Pertanian. IPTEK Tanaman Pangan. 3 No. 1.

Sayuti, I. Zulfarina, dan E.R.Lubis, 2011. Identifikasi Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA) Pada Tanah Gambut Bekas Bakar di Kota Pekanbaru Provinsi Riau.

J.Pilar Sains. 1:21-28.

Schenck, N.C dan V.N. Schroder. 1974. Temperature Response of Endogene Micorrhiza on Soybean Roots. Mycologia. 66:71.

Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Dalam Reboisasi Lahan Kritis di Indonesia. Makalah Seminar Penggunaan CMA Dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan. Bandung. 21-23 April 2001.

Setiadi,Y., I. Mansur, S.W. Budi, dan Ahmad. 1992. Mikrobiologi Tanah Hutan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Tanaman Pangan. IPB. Bogor.

She, Z.Y., L.Y. Li, X.L., Feng, G. Tian, dan P. Christie. 2007. Diversity of Arbuscular Mychorrhizal Fungi Associated with Desesrt Epherrel in Plant Communities of Junggar Basin, Northwest China. Jurnal. Applied Soil Ecology. 35:10-20.


(3)

Sieverding, E., 1991. Vesicular-arbuscular mycorrhiza Management in Tropical Agrosystem. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit. Germany.

Smith, S.E dan D. J. Read. 1997. Vesicular-arbuscular Mychorrhizas: Growth and Carbon Economy of VA Mychorrhizas Plants. In Mycorrizal Symbiosis.

2nd ed. New York, Acad. Press

Strack, D., T.Fester, B.Hause, W.Schliemann, dan M.H.Walter, 2003. Arbuscular Mycorrhiza: Biological, Chemical, and Molecular Aspects. Journal of Chemical Ecology. 29:1955-1964

Sundari,S., T.Nurhidayati, dan I.Trisnawati, 2003. Isolasi dan Identfikasi Mikoriza Indigenous Dari Perakaran Tembakau Sawah (Nicotiana tabacum L.) di Area Persawahan Kabupaten Pamekasan Madura. FMIPA. ITS.

Suswati, T. Habazar, Yefriwati, 2011. Peningkatan Ketahanan Bawang Merah (Allium cepa vr ascolonicum Backer) terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. allii) dengan Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor 17-21 Juli 2007.

Taheteru, F.D., A.Basri, W.O.S.Budiarti, dan S. Ibrahim. 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza pada Ekosistem Hutan dan Savana di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor 17-21 Juli 2007.

Widiastuti, H., E. Guhardja, N. Soekarno, L. K. Darusman, D. H. Goenadi, dan S. Smith. 2002. Optimasi Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula Acaulospora tuberculata dan Gigaspora margarita Pada Bibit Kelapa Sawit di Tanah Masam. Menara Perkebunan. 70(2) : 50-57.

Wachjar, A., Y.Setiadi dan T.R.Hastuti. 1998. Pengaruh Dosis Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskular (Gigaspora rosea) dan Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta. Bul. Agron. 26 (2) : 1-7.

Warouw,V dan R.P.Kainde. 2010. Populasi Jamur Mikoriza Arbuskular (MVA) Pada Zona Perakaran Jati. Eugenia. 16:38-45


(4)

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian


(5)

(6)

Lampiran 3. Kriteria Sifat Kimia Tanah Sifat Tanah Satuan S.

Rendah

Rendah Sedang Tinggi S. Tinggi

C (Karbon) % <1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 N (Nitrogen) % <0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 >0.75

C/N --- <5 5-10 11-15 16-25 >25

P2O5 Total % <0.03 0.03-0.06 0.06-0.079 0.08-0.10 >0.10

P2O5 eks-HCl % <0.021 0.021-0.039

0.040-0.060

0.061-0.10 >0.1

P-avl Bray II ppm <8.0 8.0-15 16-25 26-35 >35 P-avl troug ppm <20 20-39 40-60 61-80 >80 P-avl Olsen ppm <10 10-25 26-45 46-60 >60 K2O eks-HCl % <0.03 0.03-0.06 0.07-0.11 0.12-0.20 >20

CaO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30 MgO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30 MnO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30 K-tukar me/100 <0.10 0.10-0.20 0.30-0.50 0.60-1.00 >1.00 Na-tukar me/100 <0.10 0.10-0.30 0.40-0.70 0.80-1.00 >1.00 Ca-tukar me/100 <2.0 2.0-5.0 6.0-10.0 11.0-20.0 >20.0 Mg-tukar me/100 <0.40 0.40-1.00 1.10-2.00 2.10-8.00 >8.00 KTK (CEC) me/100 <5 5-16 17-24 25-40 >40 Kejenuhan

Basa

% <20 20-35 36-50 51-70 >70

Kejenuhan Al % <10 10-20 21-30 31-60 >60 EC (Nedeco) mmhos --- --- 2.5 2.6-10 >10

Sangat Masam

Masam Agak Masam

Netral Agak Alkalis

Alkalis

pH H2O <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5