Landasan Konseptual LANDASAN PENGEMBANGAN STANDAR PENILAIAN

Terkait dengan pelaksanaan ujian nasional, pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah KabupatenKota, dan satuan pendidikan. Selanjutnya, PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 64 ayat 7 menyatakan bahwa BSNP diberi amanat untuk menerbitkan panduan penilaian untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: a kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d kelompok mata pelajaran estetika; dan e kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan

C. Landasan Konseptual

Evaluasi merupakan salah satu sarana penting untuk menilai keberhasilan proses pembelajaran melalui penilaian pencapaian kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran. Melalui evaluasi, guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode pembelajaran yang digunakan dan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi sebagai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan informasi ini, guru dapat mengambil keputusan yang tepat, dan langkah apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam rangka peningkatan pencapaian kompetensi yang merupakan indikator penting dari mutu pendidikan. Informasi tersebut juga dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk berprestasi lebih baik. Beberapa ahli memberi pengertian yang sama tentang evaluasi dan penilaian, namun secara umum para ahli menganggap bahwa kedua hal itu berbeda. Nitko 1996 menjelaskan bahwa penilaian adalah proses untuk memperoleh informasi dengan tujuan pengambilan keputusan tentang kebijakan pendidikan, kurikulum, program pendidikan, dan kegiatan belajar siswa. Selanjutnya, Linn dan Gronlund 1995 menjelaskan bahwa penilaian merupakan suatu proses sistematik untuk menentukan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Nitko 1996 evaluasi adalah proses untuk memperoleh informasi guna menimbang kebaikan kinerja siswa. Hal senada juga disampaikan oleh Tyler yang dikutip Trespeces 1993 . Tyler 1950 mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses pencarian informasi apakah tujuan yang telah ditentukan itu tercapai atau tidak. Selanjutnya, Djaali 2008 menjelaskan bahwa evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi. Berbeda dengan Nitko dan Cronbach yang membedakan antara evaluasi dan penilaian, McCormick dan James yang dikutip Fernandes 1984 mengatakan: It is common particularly in the USA, the use of the term evaluation and assessment synonymously. Sependapat dengan McCormick dan James, sebagian ahli pendidikan di Indonesia juga tidak membedakan antara evaluasi dan penilaian. Hal ini dapat dipahami karena informasi yang sama digunakan untuk dua hal, yaitu untuk menentukan kelulusan seseorang dan untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu program pendidikan. Hal senada dikemukakan Djaali 2008 bahwa pengertian antara penilaian dan evaluasi hampir sama; perbedanya, evaluasi dilakukan untuk menentukan keberhasilan peserta didik, program pendidikan, satuan pendidikan, dan komponen-komponen pendidikan lainnya, sedangkan penilaian lebih menekankan pada penentuan keberhasilan peserta didik. Penilaian merupakan suatu tindakan atau proses penentuan nilai sesuatu obyek. Penilaian adalah keputusan tentang nilai. Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran atau dapat dipengaruhi oleh hasil pengukuran. Pada umumnya, sebelum melaksanakan evaluasi, evaluator terlebih dahulu melakukan pengukuran. Menurut Ebel 1972, pengukuran adalah pemberian angka pada seseorang atau sesuatu objek yang dimaksudkan untuk membedakan tingkat orang atau objek itu mengenai hal trait yang diukur. Sementara itu, Campbell dalam Guilford 1954 menyatakan: measurement as the assignment of numerals to objects or events according to rules. Sama dengan Campbell, Keeves dan Masters 1999 juga mengatakan bahwa pengukuran adalah pemberian suatu angka pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut aturan tertentu. Senada dengan itu, Kerlinger 1986 menyatakan bahwa pengukuran adalah pemberian angka pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut sesuatu aturan. Nunnally 1978 juga menjelaskan bahwa pengukuran itu terdiri dari aturan-aturan untuk memberikan angkabilangan kepada objek dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mempresentasikan secara kuantitatif sifat-sifat objek tersebut. Senada dengan pendapat di atas, Djaali 2009 mengemukan bahwa pengukuran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberi angka pada sesuatu obyek ukur. Mengukur pada hakikatnya adalah pemasangan atau korespondensi satu-satu antara angka yang diberikan dan fakta yang diberi angka atau diukur. Secara konseptual, angka-angka hasil pengukuran pada dasarnya adalah kontinum yang bergerak dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah ke tinggi yang diberi angka dari 0 sampai 100, dari negarif ke positif yang diberi angka 0 sampai 100, dari dependen dan ke independen yang juga diberi angka 0 sampai 100, dan sebagainya. Kalau evaluasi dan penilaian bersifat kualitatif maka pengukuran bersifat kuantitatif. Alat yang dipergunakan dapat berupa alat baku secara internasional, seperti meteran, timbangan, stopwatch, termometer dan sebagainya, serta dapat pula berupa alat yang dibuat dan dikembangkan sendiri dengan mengikuti proses pembakuan instrumen. Pengukuran dapat dilakukan melalui tes dan dapat pula tidak melalui tes. Tes itu sendiri, menurut Anastasi 1976 dan Brown 1976, merupakan suatu pengukuran yang objektif dan standar terhadap sampel perilaku. Sejalan dengan ahli lainnya, Cronbach 1970 mengatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis untuk mengobservasi perilaku seseorang dan mendeskripsikan perilaku itu dengan skala numerik atau sistem kategori. Dari pendapat mengenai tes, Azwar 1996 menyimpulkan beberapa pengertian tes, antara lain: 1. Tes adalah prosedur yang sistematis. Maksudnya, a butir-butir tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, b prosedur administrasi tes dan pemberian angka scoring pada hasilnya harus jelas dan dispesifikkan secara terinci, dan c setiap orang yang mengambil tes itu harus mendapat butir-butir yang dalam kondisi yang sebanding. 2. Tes berisi sampel perilaku. Artinya, a betapapun panjangnya suatu tes, butir-buitr yang ada di dalam tes tidak akan dapat mencakup seluruh isi materi yang mungkin ditanyakan, dan b kelayakan suatu tes tergantung pada sejauh mana butir-butir dalam tes itu mewakili secara representatif kawasan domain perilaku yang diukur. 3. Tes mengukur perilaku. Artinya, butir-butir dalam tes menghendaki agar subjek menujukkan apa yang diketahui atau apa yang telah dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas yang dikehendaki oleh tes.

BAB III IMPLEMENTASI STANDAR PENILAIAN