Faktor yang Mempengaruhi Praktik

19

2.1.3 Pengaruh Pestisida

Apabila tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat menyemprot dengan pestisida, maka akan menimbulkan keracunan. Hal ini dapat terjadi melalui beberapa cara diantaranya adalah: 2.1.3.1 Melalui kulit Hal ini terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit. Ketika petani memegang tanaman yang baru saja di semprot petisida terkena pada kulit atau pakaian, ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau anggota keluarga mencuci pakaian yang terkena pestisida. Keracunan yang sering terjadi adalah melalui kulit. 2.1.3.2 Melalui pernafasan Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang yang dekat dengan tempat penyemprotan. 2.1.3.3 Melalui mulut Hal ini bisa terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja atupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Praktik

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapi nilai baik. Inilah yang di sebut dengan praktik practice kesehatan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk 20 terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas Soekidjo Notoatmodjo, 2003:133. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan dan sikap, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Faktor yang mempengaruhi terjadinya praktik meliputi: 1 Faktor Predisposisi Predisposing Factor, yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari terjadinya perilaku tertentu. Faktor ini mencakup pendidikan, pengetahuan, sikap, umur, dan masa kerja, 2 Faktor Pemungkin Enabling Factor, yaitu faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, 3 Faktor Penguat Reinforcing Factors, faktor ini meliputi sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. 2.1.4.1 Faktor Predisposisi Predisposing Factor 2.1.4.1.1 Pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi pribadinya, yang berupa rohani cipta, rasa dan karsa dan jasmani panca indra dan ketrampilan. Pendidikan merupakan hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha lembaga- lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya Budioro B., 2002:16. Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun secara nonformal untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku. Pendidikan formal memberikan pengaruh besar dalam membuka wawasan dan pemahaman terhadap nilai baru yang ada dilingkungannya. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah untuk memahami perubahan yang terjadi dilingkungannya dan orang tersebut akan menyerap perubahan tersebut apabila merasa bermanfaat bagi dirinya. Seseorang yang pernah mengenyam 21 pendidikan formal diperkirakan akan lebih mudah menerima dan mengerti tentang pesan-pesan kesehatan melalui penyuluhan maupun media masa. 2.1.4.1.2 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang Soekidjo Notoatmodjo, 2003:127. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers pada tahun 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang tersebut mengadopsi perilaku baru, terjadi proses yang berurutan, yakni: 1 Kesadaran Awareness, orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus obyek, 2 Merasa tertarik Interest terhadap stimulus atau obyek tersebut, sikap subyek sudah mulai timbul, 3 Menimbang-nimbang Evaluation terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, 4 Trial Trial, di mana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, 4 Adopsi Adoption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan subyek di peroleh dari hasil pengindraan memiliki enam tingkatan yaitu: 1 Tahu know, diartikan mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya, 2 Memahami comprehension, diartikan kemampuan menjelaskan 2 Memahami comprehension, diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, 3 Aplikasi application, diartikan sebagai kemampuan 22 untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya, 4 Analisis analysis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain, 5 Sintesis synthesis, menunjukkan kepada suatu kemamuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, 6 Evaluasi, ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek Soekidjo Notoatmodjo, 2003:128. Pengetahuan yang di maksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan petani tentang alat pelindung diri dan manfaatnya serta dampak yang ditimbulkan apabila tidak menggunakan alat pelindung diri. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang igin di ukur dari subyek penelitian atau responden Soekidjo Notoatmodjo, 2003:130. 2.1.4.1.3 Sikap Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanta-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia Soekidjo Notoatmodjo, 2003:123. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial Soekidjo Notoatmodjo, 2003:130. Menurut Allport yang di kutip oleh Soekidjo Notoatmodjo 2003:131 23 sikap mempunyai 3 komponen, yaitu: 1 Kepercayaan keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu obyek, 2 Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, 3 Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen di atas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, pemikiran, keyakinan, emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu: 1 Menerima receiving, diartikan bahwa orang subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek; 2 Merespons responding dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap; 3 Menghargai valuing, mengajak orang lain untuk mrgerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga; 4 Bertanggung jawab responsible terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupkan sikap yang paling tinggi Soekidjo Notoatmodjo, 2003:132. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden Soekidjo Notoatmodjo, 2003:132. Calon pernyataan yang terpilih kemudian, di susun dalam suatu daftar dan responden di minta pendapatnya tentang pernyataan itu mulai dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju Sarlito Wirawan Sarwono, 2000:98. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap petani pengguna pestisida semprot terhadap alat pelindung diri. 2.1.4.1.4 Umur 24 Umur mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemauan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Menurut teori psikologi perkembangan pekerja, umur dapat digolongkan menjadi dewasa awal dan dewasa lanjut. Umur pekerja dewasa awal diyakini dapat membangun kesehatannya dengan cara mencegah suatu penyakit atau menanggulangi gangguan penyakitnya. Untuk melakukan kegiatan tersebut, pekerja muda akan lebih disiplin menjaga kesehatannya. Sedangkan pada umur dewasa lanjut akan mengalami kebebasan dalam kehidupan bersosialisasi, kewajiban-kewajiban pekerja dewasa lanjut akan berkurang terhadap kehidupan bersama. Masa dewasa di bagi menjadi dewasa awal adalah usia 18-40 tahun dan dewasa lanjut usia 41-60 tahun sedangkan lansia adalah di atas 60 tahun Irwanto, 2002:32. 2.1.4.1.5 Masa Kerja Masa kerja merupakan keseluruhan pelajaran yang di petik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Makin lama tenaga kerja bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan. Sebaliknya makin singkat masa kerja, maka makin sedikit pengalaman yang diperoleh. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan ketrampilan kerja, sebaliknya terbatasnya pengalaman kerja mengakibatkan tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki makin rendah. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk- beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkan perhatian. Masa kerja dikategorikan menjadi dua yaitu: 1 Masa kerja baru: 10 tahun, dan 2 Masa kerja lama: ≥ 10 tahun. 25 2.1.4.2 Faktor Pemungkin Enabling Factor Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Sarana kesehatan adalah upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan Soekidjo Notoatmodjo, 2003:5. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sarana dan prasarana atau fasilitas yang di maksud adalah alat pelindung diri yang digunakan petani pengguna pestisida semprot seperti pakaian kerja, penutup kepala, alat pelindung pernafasan, sarung tangan dan sepatu kerja atau boot, sehingga memungkinkan petani untuk memakai alat pelindung diri tersebut. 2.1.4.3 Faktor Penguat Reinforcing Factors Faktor ini meliputi sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Faktor tersebut akan mempengaruhi petani dalam pemakaian alat pelindung diri. Pengelolaan produk pestisida oleh pemerintah antara lain di tempuh melalui sistem pengawasan langsung dan dikeluarkannya perundang-undangan serta buku-buku petunjuk mengenai pengelolaan pestisida. Pengelolaan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan langsung pada pabrik-pabrik pestisida serta pengawasan ke bawah melalui supervisi langsung ketingkat pengguna pestisida, seperti pemeriksaan cholinesterase pada petani pengguna pestisida. Tujuan pengawasan pestisida untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, kelestarian alam dan lingkungan hidup, menjamin mutu dan efektivitas pestisida, serta memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida.

2.2 Kerangka Teori

Dokumen yang terkait

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Penyemprot Pestisida Dalam Pemakaian Alat pelindung Diri dan Keluhan Kesehatan di Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004

3 118 94

Pengaruh pemakaian alat pelindung pernapasan terhadap kapasitas fungsi paru pada petani sayuran pengguna pestisida semprot

0 16 98

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

0 4 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

1 5 16

TINGKAT PENGETAHUAN BAHAYA PESTISIDA DAN KEBIASAAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DILIHAT Tingkat Pengetahuan Bahaya Pestisida Dan Kebiasaan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dilihat Dari munculnya tanda Gejala Keracunan Pada kelompok Tani Di Karanganyar.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PESTISIDA DENGAN KEBIASAAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Pestisida Dengan Kebiasaan Petani Menggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Ketika Menyemprot Padi Di Desa Laban Kecamatan Mojo La

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PESTISIDA DENGAN KEBIASAAN PETANI MENGGUNAAN ALAT Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Pestisida Dengan Kebiasaan Petani Menggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Ketika Menyemprot Padi Di Desa

0 0 13

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Petani Pengguna Pestisida di wilayah subak desa kenderan.

1 2 54

(ABSTRAK) HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI PESTISIDA SEMPROT PADA PETANI DI DESA ANGKATAN KIDUL PATI TAHUN 2009.

0 0 3

Pengaruh pemakaian alat pelindung pernapasan terhadap kapasitas fungsi paru pada petani sayuran pengguna pestisida semprot.

0 1 1