Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Petani Pengguna Pestisida di wilayah subak desa kenderan.

(1)

i

PESTISIDA

Studi Dilakukan Di Wilayah Subak Desa Kenderan Tahun 2015

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

I DEWA AYU AGUNG INTEN DARMAYANTI NIM. 1102105007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(2)

Nama : I Dewa Ayu Agung Inten Darmayanti NIM : 1102105007

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,


(3)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PETANI PENGGUNA

PESTISIDA

Studi Dilakukan Di Wilayah Subak Desa Kenderan Tahun 2015

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh

I Dewa Ayu Agung Inten Darmayanti NIM. 1102105007

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJi

Pembimbing Utama

Prof. dr. Ketut Tirtayasa MS, AIF. NIP. 19501231 198003 1 015

Pembimbing Pendamping

Ners. I Kadek Saputra, S.Kep NIP.19820531 200812 1 001


(4)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PETANI PENGGUNA

PESTISIDA

Studi Dilakukan Di Wilayah Subak Desa Kenderan Tahun 2015

OLEH :

I DEWA AYU AGUNG INTEN DARMAYANTI NIM. 1102105007

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI :

TANGGAL :

TIM PENGUJI

1. Prof. dr. Ketut Tirtayasa., MS, AIF (Ketua) ... 2. Ns. I Kadek Saputra., S.Kep (Sekretaris) ... 3. Ns. Ni Nyoman Ayuningsih,. SKp, MM (Pembahas) ...

MENGETAHUI DEKAN

FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes NIP. 19530131 198003 1 004

KETUA

PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. dr. Ketut Tirtayasa MS, AIF. NIP. 19501231 198003 1 015


(5)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Petani Pengguna Pestisida Studi Dilakukan Di Wilayah Subak Desa Kenderan Tahun 2015”.

Penulis mengucapkan terma kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa Sp.OT, (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, selaku ketua PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan. Sekaligus menjadi pembimbing utama yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

3. Ns. I Kadek Saputra S.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Para petani pengguna pestisida yang telah bersedia menjadi responden penelitian.

5. Orang tua dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga akhir.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.


(6)

Halaman

HALAMAN DEPAN ... i

KEASLIAN TULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan ... 8

1.4 Manfaat ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alat Pelindung Diri ... 10

2.2. Konsep Dasar Pengetahuan ... 18

2.3 Konsep Dasar Kepatuhan ... 25

2.4 Konsep Dasar Pestisida ... 28


(7)

3.1 Kerangka Konsep ... 44

3.2 Variabel Penelitian ... 46

3.2.1 Variabel Independen ... 46

3.2.2 Variabel Dependen ... 46

3.3 Definisi Operasional ... 46

3.4 Hipotesis ... . 48

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 48

4.2 Kerangka Kerja ... 49

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ... 50

4.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 51

4.6 Pengolahan Data dan Analisis data ... 58

4.7 Metode Penelitian Korelasi Rank Spearman ... 60

4.8 Etika Penelitian... 62

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 63

5.1.1 Kondisi Lokasi penelitian ... 63

5.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 64

5.1.3 Hasil Pengamatan Terhadap Responden ... 66

5.1.4 Hasil Analisis Data ... 67


(8)

5.2.4 Implikasi Keperawatan ... 78 5.3 Keterbatasan Penelitian ... 79

BAB VI PENUTUP

6.1 SIMPULAN ... 81 6.2 SARAN ... 82

DAFTAR PUSTAKA


(9)

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 45

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ... 49

Gambar 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur ... 65


(10)

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 47

Tabel 4.5 Kisi-kisi Kuesioner ... 53

Tabel 4.7 Makna Korelasi Rank Spearman ... 61

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Kategori Pengetahuan ... 66

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Kategori Kepatuhan ... 67

Tabel 5.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan ... 68


(11)

Lampiran 2 : Rencana Anggaran Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Permintaan Menjadi Responden

Lampiran 4 : Lembar Pernyataan Bersedia Menjadi Responden

Lampiran 5 : Kuesioner Tentang Tingkat Pengetahuan Responden Kuesioner Tentang Kepatuhan Responden

Lampiran 6 : Hasil Uji Validitas Tingkat Pengetahuan Lampiran 7 : Hasil Uji Validitas Tingkat Kepatuhan Lampiran 8 : Master Tabel Penelitian

Lampiran 9 : Tabulasi Data Hasil Penelitian Tingat Pengetahuan Lampiran 10 : Tabulasi Data Hasil Penelitian Tingkat Kepatuhan

Lampiran 11 : Hasil Uji statistik Penelitian

Lampiran 12 : Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali

Lampiran 13 : Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten gianyar

Lampiran 14 : Surat Ijin Penelitian dari Kepala Desa Kenderan Lampiran 15 : Dokumentasi Penelitian


(12)

1

Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Pertanian di Indonesia terbagi dua yaitu pertanian tanaman keras dan pertanian tanaman pangan. Pertanian tanaman keras seperti tanaman kakao, sawit, dan lainnya sedangkan pertanian tanaman pangan seperti jagung, padi, sayur mayur, buah-buahan dan lainnya. Pada bidang pertanian maupun perkebunan yang dikelola dalam skala besar, selalu menggunakan pestisida golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam.

Menurut The United States Enviromental Control Act, pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat nematode, gulma, virus, bakteri atau jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia. Pestisida digunakan karena kemampuannya memberantas hama sangat efektif (Handojo, 2009). Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak dampak, di antaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada petani itu sendiri (Djafaruddin, 2008). Keracunan pestisida yang sering tidak terasa dan akibat yang sulit diprediksi mendorong mereka untuk tetap


(13)

mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka sendiri. Pestisida berupa cairan yang disemprotkan secara langsung akan menyebabkan percikannya mengenai seluruh badan, baik itu kulit, pakaian, masuk kedalam saluran pernapasan dan juga saluran pencernaan. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan keracunan, baik itu keracunan jangka panjang maupun keracunan jangka pendek.

Menurut World Health Organization (WHO) (2007), paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggal akibat keracunan pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya. Total jumlah pestisida yang beredar di 9 kabupaten di Bali meningkat dari tahun 2001 (28.663.90 kg/lt) ke tahun 2005 (31.568.21). Jumlah yang cukup besar ini dan terdistribusi di seluruh wilayah Bali ini tentunya perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Hasil pengujian dampak pestisida oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Bali bekerja sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan di delapan Kabupaten di Bali pada tahun 1998 menemukan bahwa dari 551 orang yang diperiksa terdapat 20,32% keracunan ringan, 4,25% sedang, dan 0,18% berat. Data tahun 2004 menunjukkan 394 sample dari 9 kabupaten yang diperiksa: 19 orang dengan tingkat keracunan ringan dan 3 orang tingkat sedang.

Pada tahun 2005 didapatkan data, 207 sample dari 9 kabupaten yang diperiksa, 5 orang mengalami keracunan ringan dan 2 orang keracunan sedang. Sutarga meneliti hal yang sama pada tahun 2006 di Desa Buahan Kintamani Bangli, menemukan, dari 39 petani yang diperiksa kadar enzim cholinesterase (ChE) dari sample darah petani menunjukkan 9 orang (23%) termasuk dalam kategori


(14)

intoksikasi ringan (kadar ChE >50-75%) dan sebagian besar mempunyai lama kontak dengan pestisida antara 5-10 tahun (Sutarga, 2007).

Menurut Djojosumarto (2008) para petani dalam melakukan penyemprotan hama harus menggunakan alat pelindung diri agar terhindar dari paparan pestisida. Petani pengguna pestisida cenderung menganggap remeh bahaya pestisida sehingga mereka tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida termasuk petunjuk penggunaan alat pelindung diri. Salah satu penyebab terjadinya keracunan akibat pestisida adalah kurangnya perhatian petani terhadap kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. Selain kepatuhan, pengetahuan mengenai APD dan keuntungan menggunakan APD juga sangat penting diketahui oleh para petani.

Menurut Suma’mur (2009) APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekitarnya. Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari paparan risiko bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka, 2008).


(15)

Selain itu terdapat faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi sikap penggunaan APD oleh pekerja berdasarkan teori perilaku Lawrence Green yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, persepsi, motivasi, sikap, dll), faktor enabling (fasilitas pendukung) dan faktor reinforcing (kebijakan, pengawasan, peraturan, dll). Salah satu faktor pencetus yang menyebabkan seorang petani tidak mematuhi aturan dalam menggunakan APD yang sesuai dalam mengaplikasikan pestisida adalah faktor pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Faktor pencetus lainnya yaitu kepatuhan, dimana kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I.,2011). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tidakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Dari penelitian sebelumnya terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat langgeng, sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak berlangsung lama. Sehingga diperlukan kesadaran pekerja sendiri untuk dapat menciptakan perilaku kerja yang sehat dan selamat. Terdapat 6 tingkatan pengetahuan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kaitan pengetahuan dengan perilaku responden sudah tepat bahwa pekerja yang


(16)

mempunyai pengetahuan kurang tentang penggunaan APD dapat berpengaruh terhadap kepatuhan penggunaan APD. Hubungan antara pengetahuan mengenai alat pelindung diri terhadap sikap menggunakan alat pelindung diri adalah jika pengetahuan tinggi dan petani bersikap positif terhadap alat pelindung diri maka penerapan dalam penggunaan alat pelindung diri akan maksimal yang pada akhirnya petani akan terhindar dari risiko pemaparan pestisida (Notoatmodjo, 2007).

Bali yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian juga mempunyai tujuan peningkatan jumlah dan kualitas produksi yang secara tidak langsung berarti peningkatan keuntungan. Tuntutan akan peningkatan keuntungan dan penyelamatan hasil produksi di industri pertanian yang setinggi-tingginya berakibat penggunaan pestisida tidak dapat dihindari. Besarnya persentase pekerja yang bekerja di sektor pertanian dan meluasnya penggunaan pestisida yang tidak terkontrol mengakibatkan masalah atau risiko intoksikasi (keracunan) pestisida di masyarakat menjadi masalah yang serius. Sehingga dinas kesehatan dan dinas pertanian bekerja sama untuk meningkatkan upaya pencegahan keracunan dan pengawasan dalam penggunaan pestisida maupun alat pelindung diri melalui pelaksanaan penyuluhan pertanian ke setiap desa.

Muliarta (2007) melakukan penelitian penggunaan pestisida di daerah Tabanan. Dari hasil penelitian observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa perilaku petani saat bekerja dan kontak dengan pestisida masih tergolong low safety standard. Hasil observasi secara rinci adalah petani sering menyimpan pestisida di tempat dekat hewan piaraannya, petani sering tidak mengindahkan aturan-aturan


(17)

yang ada (misalnya masih tampak anak-anak di area dekat penyemprotan pestisida, mencampur pestisida tanpa pelindung (masker, safety glasses, sarung tangan), saat melakukan pekerjaan menyemprotkan pestisida tidak memakai alat pelindung diri yang adekuat dan kaleng bekas tempat pestisida dibuang sembarangan (Muliarta, 2007). Menurut Sutarga (2007) sebagian besar frekuensi penyemprotan pestisida oleh petani adalah 2-3 kali seminggu dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk sekali penyemprotan adalah 3 jam, sebagian besar petani pernah merasakan gejala keracunan sehabis melakukan penyemprotan seperti sakit kepala, mual, iritasi selaput bening mata dan tremor (Sutarga, 2007 ).

Penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan petani dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri ini dilakukan di Desa Kenderan. Peneliti memilih Desa Kenderan sebagai tempat penelitian karena faktor luas wilayah persawahan yaitu 377 hektare. Dengan wilayah persawahan yang cukup luas menyebabkan pemakaian pestisida juga semakin meningkat. Selain faktor luas wilayah dan populasi, ada faktor lain yang menjadikan Desa Kenderan sebagai tempat penelitian yaitu karena adanya permasalahan mengenai pengetahuan alat pelindung diri dengan kepatuhan penggunaannya. Berdasarkan hasil obervasi pada 7 petani pada tanggal 5 Oktober 2014, saat mengaplikasikan pestisida petani padi di desa kenderan terlihat tidak memakai APD yang sesuai seperti misalnya masker, pakaian lengan panjang, celana panjang, topi maupun boots. Dari hasil wawancara dengan 5 petani pada tanggal 3 Oktober 2014, 3 dari 5 petani cenderung tidak memakai APD seperti kaca mata, masker, pakaian lengan panjang, celana panjang, topi dan sepatu boots karena mereka tidak mengetahui


(18)

pentingnya menggunakan APD, sedangkan 2 lainnya memakai alat pelindung diri tetapi tidak lengkap dan sempurna. Pada tahun 1980 pernah terjadi kejadian keracunan akibat pestisida dan hingga saat ini petani sebenarnya merasakan gejala keracunan seperti misalnya pusing, mual dan gangguan kulit lainnya tetapi hal ini tidak membuat para petani pengguna pestisida pergi ke pusat pelayanan kesehatan untuk mengobati tanda dan gejala keracunan yang timbul akibat oleh pestisida. Total keseluruhan jumlah petani padi yang termasuk kedalam anggota subak sebanyak 583 orang dengan strata pendidikan yang berbeda dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Dari besarnya jumlah populasi memberikan peneliti kesempatan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian di Desa Kenderan, karena dari hasil studi pendahuluan memperlihatkan adanya masalah pengetahuan mengenai alat pelindung diri sehingga menyebabkan ketidakpatuhan pemakaian alat pelindung diri pada petani pengguna pestisida di wilayah Subak Desa Kenderan untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida yang diawali dengan perilaku ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri yang sesuai.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan bahwa akibat dari ketidakpatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri pada petani di Bali, khususnya di wilayah Subak Desa Kenderan akan menimbulkan berbagai macam dampak. Oleh karena itu rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu “apakah ada


(19)

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhannya dalam menggunakan alat pelindung diri pada petani pengguna pestisida?”.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petani pengguna pestisida dalam mematuhi aturan untuk menggunakan alat pelindung diri di Wilayah Subak Desa Kenderan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui tentang gambaran tingkat pengetahuan petani mengenai alat pelindung diri pada petani yang bekerja sebagai operator pestisida di wilayah Subak Desa Kenderan.

2) Untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petani yang bekerja sebagai operator pestisida di wilayah Subak Desa Kenderan.

3) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan petani mengenai APD terhadap kepatuhan dalam menggunakan alat pelindung diri pada petani di wilayah Subak Desa Kenderan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi sebagai prinsip penyuluhan bagi petugas penyuluh pertanian serta sumbangan pemikiran kepada dinas terkait untuk membuat kebijakan dalam penggunaan pestisida maupun alat


(20)

pelindung diri. Selain itu juga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi tenaga kesehatan dan dinas kesehatan untuk dijadikan sebagai bahan petunjuk untuk melaksanakan pelayanan kesehatan, pemberian pendidikan kesehatan dan penyuluhan terkait pentingnya penggunaan alat pelindung diri bagi petani dan bagi pekerja lain yang mengharuskan untuk bekerja menggunakan alat pelindung diri serta sebagai upaya pencegahan keracunan dan pengawasan dalam penggunaan pestisida maupun alat pelindung diri.

1.4.3 Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi petani, masyarakat dan dinas terkait dan dapat sebagai bahan informasi pembanding bagi peneliti selanjutnya.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat memberikan pendidikan kesehatan untuk petani secara umum dan profesi lain, agar petani dan profesi lain mengetahui tentang kesehatan dan keselamatan dalam bekerja dan menggunakan alat serta bahan yang berbahaya dan berisiko bagi kesehatan . 3) Merupakan pengalaman yang berharga serta dapat menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti tentang hubungan antara tingkat pengetahuan petani mengenai APD terhadap tingkat kepatuhan petani dalam menggunakan alat pelindung diri pada petani pengguna pestisida.


(21)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR ALAT PELINDUNG DIRI

2.1.1 Pengertian Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam bekerja, yang berfungsi melindungi tenaga kerja dari bahaya-bahaya secara fisik maupun kimiawi. Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang mengisolasi tenaga kerja dari bahaya tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa dan cara kerja yang aman APD yang dipakai memenuhi syarat enak dipakai,tidak mengganggu kerja memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya (Sartika, 2005). Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.03/Men/1986 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja Yang Mengelola Pestisida. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka


(22)

dan pelindung pernafasan. Tenaga kerja yang menggunakan pekerjaan menyemprotkan pestisida khususnya petani harus melakukan prosedur kerja yang standar juga harus memakai alat pelindung diri. Ini bertujuan untuk menjaga agar resiko bahaya yang mungkin terjadi dapat dihindari.

2.1.2 Syarat-syarat Alat Pelindung Diri

Ada beberapa hal yang menjadikan alat pelindung diri berdampak negative seperti berkurangnya produktivitas kerja akibat penyakit atau kecelakaan yang dialami oleh pekerja karena tidak menggunakan alat pelindung diri tersebut. Oleh sebab itu alat-alat pelindung diri harus mempunyai persyaratan sesuai dengan pernyataan Suma’mur (1996) alat pelindung diri yang akan digunakan di tempat kerja harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:

1) Berat alat pelindung diri hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.

2) Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.

3) Alat pelindung diri harus tahan untuk pemakaian lama.

4) Alat pelindung diri tidak menimbulkan bahaya bagi penggunanya.

Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida adalah petani kurang memperhatikan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Petani perlu


(23)

memperhatikan perilaku penggunaan pestisida dan kepatuhan menggunakan APD pada saat melakukan pencampuran dan menyemprot tanaman. APD yang harus dipakai antara lain masker, topi, kaca mata, baju lengan panjang dan celana panjang, celemek, sarung tangan, dan sepatu boot (Suma’mur, 2009).

Menurut Suma’mur (2009) syarat alat pelindung diri yang harus diikuti oleh petani dalam mengaplikasikan pestisida adalah :

1. Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari bahan-bahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.

2. Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak.

3. Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida tersebut.

4. Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri harus dicuci dan disimpan di tempat khusus dan bersih.

2.1.3 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri sangat diperlukan oleh petani atau pekerja dalam mengaplikasikan pestsida. Adapun jenis-jenis alat pelindung diri sebagai berikut : 1) Pakaian pelindung

Untuk melindungi badan dari paparan pestisida, kita harus menggunakan pakaian pelindung yang terdiri dari :


(24)

a. Baju lengan panjang

Baju lengan panjang tidak boleh memiliki lipatan-lipatan terlalu banyak, jika perlu tidak diberikan kantong pada bagian depan dan kerah leher harus diikat atau setidaknya menutupi bagian leher.

b. Celana panjang

Celana panjang tidak boleh ada lipatan, karena lipatan-lipatan itu akan berfungsi sebagai tempat berkumpulnya partikel-partikel dari pestisida.

c. Pakaian terusan

Merupakan pakaian dengan model tangan panjang dan menutupi seluruh tubuh, praktis dan lebih khusus.

2) Alat pelindung tangan

Alat pelindung tangan merupakan alat yang paling banyak digunakan karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi ditempat kerja. Pekerja harus memakai alat pelindung tangan ketika terdapat kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti luka pada tangan karena benda-benda keras, luka gores,terkena bahan kimia berbahaya dan juga luka sengatan serangga.

Bila pekerja menangani pestisida yang mempunyai konsentrasi yang tinggi (high concentration) maka diperlukan sarung tangan. Syarat-syarat sarung tangan yang digunakan bagi pekerja penyemprot pestisida adalah :


(25)

a. Sarung tangan harus panjang sehingga menutupi bagian pergelangan tangan. b. Sarung tangan untuk menangani pestisida tidak boleh terbuat dari kulit karena

partikel pestisida akan melekat dan akan sulit untuk dibersihkan.

c. Sarung tangan harus dipakai untuk menutupi lengan baju bagian bawah. Agar kemungkinan masuknya pestisida kedalam tubuh melalui tangan dapat di cegah, atau kemungkinan mengalirnya pestisida ke dalam sarung tangan dapat dihindari.

3) Alat pelindung kepala

Untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka diperlukan topi penutup kepala. Beberapa persyaratan topi yang perlu diperhatikan adalah:

a. Topi harus terbuat dari bahan yang kedap cairan dan tidak terbuat dari kain atau kulit.

b. Topi yang digunakan sedapat mungkin dapat melindungi bagian-bagian kepala (Tengkuk, mulut, mata, dan muka). Oleh karena itu topi harus berpinggiran lebar.

c. Topi yang dipergunakan tidak menyebabkan keadaan tidak nyaman bila dipakai dibawah terik matahari.

4) Alat pelindung kaki

Sepatu boot sangat penting bila pekerja penyemprot pestisida yang berbentuk debu atau jenis residual. Sepatu boot dapat terbuat dari neoprene. Sepatu


(26)

pelindung dan boot harus dapat menahan kebocoran. Ketika bekerja ditempat yang mengandung aliran listrik, maka harus menggunakan sepatu tanpa logam yang dapat menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja ditempat biasa semacam persawahan maka harus menggunakan sepatu yang tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat dari karet ketika bekerja dengan bahan kimia.

5) Alat Pelindung wajah

Pelindung wajah merupakan suatu pelindung yang terbuat dari bahan transparan yang anti api dan terikat menggantung pada kepala juga dapat dengan mudah untuk dinaikkan maupun diturunkan di depan wajah. Alat tersebut ringan dan dapat digunakan untuk bekerja menyemprot pestisida. Pelindung wajah berguna dari penetrasi pestisida. Masker adalah sebuah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot) untuk mencegah terjadinya penularan penyakit infeksi melalui saluran pernapasan (Depkes RI, 2007). Biasanya masker terbuat dari bahan yang anti air, sehingga wajah tidak terkena percikan partikel-partikel dari pestisida Masker merupakan alat pelindung pernapasan berfungsi memberikan perlindungan organ pernapasan akibat pencemaran udara oleh faktor kimia seperti debu, asap, gas beracun, dan sebagainya (Uhud dkk, 2008). Penggunaan masker secara umum yaitu untuk mencegah terhirupnya zat-zat polutan, debu, bakteri, bahkan virus yang mungkin dapat mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernapasan (Wijayakusuma, 2003).


(27)

6) Alat pelindung telinga

Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum ditempat kerja dan sering tidak dihiraukan karena gangguan itu tidak menimbulkan luka. Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dengan telinga dalam. Alat pelindung telinga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Sumbat telinga

Sumbat telinga memberikan perlindungan paling efektif karena langsung dimasukkan kedalam telinga.

b. Tutup telinga

Alat ini dipakai diluar telinga dan penutupnya terbuat dar spons untuk membuat perlindungan yang baik.

Dalam bekerja menggunakan pestisida yang berbentuk cairan atau debu maka petani memerlukan alat pelindung diri yang sesuai. Alat pelindung diri yang wajib digunakan oleh petani saat bekerja mengaplikasikan pestisida adalah :

a. Topi

Jenis topi yang digunakan yang bertujuan untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka diperlukan topi sebagai penutup kepala. Jenis topi yang digunakan adalah jenis topi yang berpinggiran lebar agar dapat melindungi area tengkuk dan tentunya area kulit kepala agar terhindar dari percikan pestisida yang terbang dan kemungkinan dapat menempel pada kulit kepala. Topi yang


(28)

digunakan harus terbuat dari bahan yang tidak kedap air seperti kain dan karet tetapi topi yang harus digunakan adalah topi yang berbahan dari bahan plastic. b. Kaca mata

Kaca mata yang digunakan bertujuan untuk melindungi mata dari percikan pestisida yang terbang terbawa angin. Jenis kaca mata yang digunakan untuk bekerja adalah jenis kaca mata yang terbuat dari bahan plastik.

c. Masker

Masker yang digunakan bertujuan untuk melindungi area pernapasan agar terhindar dari menghirup percikan pestisida. Jenis masker yang digunakan saat bekerja ini adalah jenis masker yang tahan terhadap cairan agar percikan pestisida tidak dapat menembus masuk kedalam saluran pernapasan maupun saluran pencernaan.

d. Sarung tangan

Sarung tangan yang digunakan yaitu sarung tangan yang terbuat dari bahan karet yang panjang hingga menutupi bagian pergelangan tangan. Hal ini bertujuan untuk melindungi tangan dari percikan pestisida yang terbang akibat hembusan angin.

e. Pakaian lengan panjang dan celana panjang

Pakaian lengan panjang yang digunakan dalam bekerja mengaplikasikan pestisida adalah jenis pakaian lengan panjang tanpa kantong dan tanpa lipatan pada lengan


(29)

dan dan leher serta untuk celana panjang yang digunakan adalah jenis celana tanpa kantong dan juga lipatan hal ini bertujuan untuk mencegah percikan pestisida berkumpul diarea lipatan dan kantong-kantong pada pakaian dan celana tersebut.

f. Sepatu boots

Sepatu boots digunakan untuk mencegah pestisida menempel pada punggung kaki. Sepatu boot sangat penting bila pekerja penyemprot pestisida yang berbentuk debu atau jenis residual. Sepatu boot dapat terbuat dari neoprene.

2.2 KONSEP DASAR PENGETAHUAN 2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tidakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses


(30)

dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2007). 2.2.2 Tujuan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), tujuan dari pengetahuan terdiri dari dua, yaitu : 1) Untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka akibat

ketidakpastian.

2) Untuk lebih mengetahui dan memahami sesuatu. 2.2.3 Tingkat Pengetahuan

Tingkatan Pengetahuan Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2007) Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif ada 6 yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa seseorang tahu mengenai apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, dan menyatakan (Notoatmodjo, 2003).

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpratasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat


(31)

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan tentang objek yang diteliti maupun dipelajari (Potter & Perry, 2005).

3) Aplikasi ( Application )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam situasi yang lain (Notoatmodjo, 2003).

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, dan juga mengelompokkan (Notoatmodjo, 2003).

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis berarti suatu kemampuan utnuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang sudah ada (Potter & Perry, 2005).


(32)

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan individu terhadap suatu materi pengetahuan dapat dilakukan pengukuran pengetahuan. Pengukuran pengetahuan individu dapat dilakukan menggunakan angket atau kuesioner yang berisi pertanyaan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan excellent jika memiliki nilai >85% dan sangat memuaskan jika dibawah nilai tersebut. Arikunto (2002) juga menjelaskan hasil dari pengukuran tersebut dapat dikategorikan menjadi tingkat pengetahuan :

a. Tinggi : jika pertanyaan dijawab dengan benar 76-100% b. Sedang : jika pertanyaan dijawab dengan benar 56-75% c. Rendah : jika pertanyaan dijawab dengan benar < 56% 2.2.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran, yaitu:

1) Cara untuk memperoleh pengetahuan. a. Cara coba salah (Trial and Error)


(33)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apa bila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan dengan cara ini dapat berupa pimpinan masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan berbagai prinsip orang lain yang dikemukakan oleh orang yang mempunya otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pelajaran atau pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan suatu masalah dimasa lalu.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode ilmiah atau lebih popular atau disebut dengan metodologi penelitian. Akhirnya, lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini dikenal dengan penelitian ilmiah.

2.2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :


(34)

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

2) Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Dengan banyaknya tantangn tersebut, akan menambah pengetahuan seseorang mengenai suatu masalah yang telah dihadapi. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3) Umur

Umur yang dimaksud disini adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dengan bertambahnya umur, maka bertambah pula pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga pengetahuan seseorang juga ikut bertambah. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara


(35)

garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4) Minat

Minat merupakan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.

6) Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.


(36)

7) Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.3 KONSEP DASAR KEPATUHAN 2.3.1 Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pranoto (2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu patuh penuh (total compliance) dan tidak patuh (non compliance)(Sarafino, 2003). Kepatuhan (compliance) juga dikenal sebagai ketaatan (adherence), adalah derajat dimana seseorang mengikuti anjuran peraturan yang ada (Kaplan and Shadock, 2005). Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan berarti sifat patuh, taat, tunduk pada ajaran atau peraturan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Slamet (2007) mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah derajat dimana seseorang mengikuti anjuran peraturan yang telah ada dan ditetapkan sebagai aturan yang harus dilaksanakan.


(37)

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menururt Niven (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah: 1) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

2) Akomodasi

Suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap sesuatu.

4) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian


(38)

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula tingkat kepatuhannya (Azwar, 2007).

5) Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan sikap makin positif (Notoatmodjo, 2007).

2.3.3 Kriteria Kepatuhan

Menurut Depkes RI (2004), Pengukuran kepatuhan individu dapat dilakukan menggunakan kuesioner atau lembar observasi yang berisi pertanyaan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan. kriteria kepatuhan seseorang dibagi menjadi tiga bagian yaitu:


(39)

1) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah maupun aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut dilakukan dan semuanya benar (75-100%).

2) Cukup patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan suatu tindakan atau perintah dan aturan hanya sebagian dari yang ditetapkan atau dengan sepenuhnya namun tidak sempurna (50-75%).

3) Kurang patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak melaksanakan perintah atau aturan sama sekali (<50%).

2.3.4 Teori Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan

Sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh (Notoatmodjo, 2007) bahwa semakin baik kemampuan analisis dan sintesis yang dimiliki seseorang maka tingkat pengetahuannya semakin baik. Teori menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi kepatuhan meliputi predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor). faktor predisposisi (pengetahuan, persepsi, motivasi, sikap, dll), Faktor pemungkin (enabling factor) meliputi jarak antara rumah dengan fasilitas kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tersedia, dan faktor reinforcing (kebijakan, pengawasan, peraturan, dll).

2.4 KONSEP DASAR PESTISIDA 2.4.1 Pengertian Pestisida

Pestisida adalah suatu substansi (zat kimia) yang digunakan untuk mencegah atau membunuh hama, yakni organism yang bersaing untuk mendapatkan makanan,


(40)

menganggu kenyamanan, atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman (SNI 7313:2008; Pedum Kajian Pestisida, 2012). Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut Djojosumarto (2008) pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : 1) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian; 2) Memberantas rerumputan; 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk; 4) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak; 5) Memberantas dan mencegah hama-hama air; 6) Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas ata mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products)


(41)

untuk membedakannya dari produk-produk yang digunakan dibidang lain. Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan, pengangkutan, penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan /pemusnahan pestisida (Djojosumarto, 2008).

Pestisida merupakan bahan beracun maka perlu kewaspadaan dengan memperhatikan keamanan operator (pengguna pestisida), bahan yang diberi pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang tercantum dalam label dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penggunaan bahan beracun,khususnya pestisida. Organofosfat (Organo phosphates – Ops) Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal dan mamalia), mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase, suatu enzim yang mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal saraf. Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan yaitu sekitar 2 minggu ,maka frekuensi/jarak penyemprotan golongan ini adalah 2 minggu sekali. Penyemprotan merupakan metode aplikasi pestisida yang paling banyak digunakan. Dalam penyemprotan larutan pestisida dipecah oleh nozzle (cera, spuyer) menjadi butiran semprot yang selanjutnya didistribusikan ke bidang sasaran penyemprotan (SNI 7313:2008; Pedum Kajian Pestisida, 2012).


(42)

2.4.2 Jenis-jenis Pestisida

Menurut Kementrian Pertanian (2011), pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya. Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu :

1) Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bias mematikan semua jenis serangga.

2) Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

3) Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.

4) Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.

5) Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.

6) Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. 7) Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,

siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.


(43)

8) Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

2.4.3 Penggolongan Pestisida

Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Diana (2009), berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :

a) Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain. Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.

b)Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin. Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.

c) Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain. Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan,tetapi toksik yang kuat untuk tawon.

d)Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahanADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan


(44)

reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.

e) Pyretroid adalah salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum.Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabilterhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.

f) Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.

g)Petroleum adalah minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.

Menurut Soemirat (2005), jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan yaitu :

a) Racun perut

Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.


(45)

b) Racun kontak

Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas. c) Racun gas

Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan ruangan tertutup.

2.4.4 Cara Penggunaan Pestisida

Untuk menghindari dampak negative yang dapat ditimbulkan oleh pestisida khususnya pada kesehatan petani dan kerusakan lingkungan, maka perlu diperhatikan hal-hal yang diketahui sebagai berikut (Djojosumarto, 2008):

a. Cara penggunaan pestisida :

1) Proses sebelum mencampur pestisida

Ketika petani mencampur pestisida hendaknya dilakukan diluar rumah atau ditempat terbuka yang mempunyai cahaya dan ventilasi serta memperhatikan label yang tertulis pada tempat pestisida.

2) Proses mencampur pestisida

Selama mencampur pestisida, sebaiknya posisi badan menghadap searah mata angin dan dijaga agar campuran pestisida tidak memercik mengenai anggota badan.


(46)

3) Proses penyemprotan pestisida

Selama proses penyemprotan sebaiknya searah dengan arah angin. Waktu yang paling baik untuk melakukan penyemprotan yang dilakukan adalah pukul 06.00-11.00 atau sore hari pukul 15.00-18.00. penyemprotan dilakukan terlalu pagi atau terlalu sore akan mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mongering, sehingga dapat menyebabkan tanaman yang diobati menjadi keracunan. Selain itu, pada pagi hari biasanya daun-daun masih berembun, sehingga pestisida yang disempotkan tidak bisa merata di seluruh prmukaan daun. Penyemprotan yang dilakukan pada saat matahari terik, dapat mengakibatkan pestisida tidak dapat mengendap dipermukaan tanaman. Jika cuaca sedang buruk atau akan hujan dan angin bertiup kencang, sebaiknya penyemprotan diperhatikan dulu, hal ini disebabkan akan banyak pestisida tidak jatuh pada permukaan sasaran dan untuk menghindari bahaya keracunan karena semprotan mengenai petani itu sendiri.

b. Cara penyemprotan

1) Arah semprotan harus sama dengan arah angin.

2) Petani penyemprot pestisida berjalan sesuai arah angin dan diusahakan untuk tidak melalui daerah yang telah disemprot.


(47)

4) Semakin lama petani kontak dengan pestisida, semakin besar kemungkinan untuk terpapar oleh bahan beracun, jadi sebaiknya lama penyemprotan tidak lebih dari 5 jam.

c. Frekuensi penyemprotan

Semakin sering petani melakukan penyemprotan pestisda, semakin besar kemungkinan terpapar bahan beracun. Sesudah melakukan penyemprotan pestisida hendaknya lekas untuk membersihkan badan dengan cara mandi besar dengan memakai sabun. Menyimpan pestisida dengan cara yang baik dapat menolong mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dan mencegah terjadinya kerusakan pada pestisida itu sendiri, serta mencegah terjadinya keracunan pada manusia dan juga hewan. Cara masuk pestisida kedalam tubuh manusia melalui 3 cara yaitu melalui mulut atau alat pencernaan dengan cara termakan atau terminum dan hal tersebut jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh tangan yang kotor atau tangan yang tercemar oleh bahan-bahan yang beracun dan dapat juga tercemar akibat percikan pestisida pada makanan. Melalui kulit dengan jalan kontak atau bersentuhan atau tertumpah di kulit. Cara masuk yang terakhir yaitu melalui alat pernapasan dengan cara menghirup. Keracunan melalui alat pernapasan paling banyak terjadi merupakan hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang, karena menghirup pestisida melalui alat pernapasan dapat menembus jaringan paru-paru. Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai


(48)

sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanan. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencermaran lahan pertanian.

2.4.5 Cara Masuk Pestisida Ke Dalam Tubuh

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral) (Soemirat, 2005).

1) Kontaminasi Melalui Kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit bias meresap masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.

Risiko bahaya karena kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:

a. Toksitas dermal (dermal LD 50) makin rendah angka LD 50 makin berbahaya.

b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat pestisida maka semakin besar bahayanya.


(49)

c. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit telapak tangan.

e. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar risikonya.

f. Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.

Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:

a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

b. Pencampuran pestisida c. Mencuci alat-alat pestisida.

2) Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation) .

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan


(50)

bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru-paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida. Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

a. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara b. Lamanya paparan

c. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah:

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan tertutup atau yang ventilasinya buruk.


(51)

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.

c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan) 3) Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)

Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:

a) Kasus bunuh diri.

b) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

c) Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

d) Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

e) Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil.

f) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.

g) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil.


(52)

2.4.6 Jenis-jenis Keracunan Pestisida

Selain mempunyai pengaruh buruk pada serangga dan gulma, semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan manusia itu sendiri. Ada dua tipe keracunan yaitu:

1) keracunan langsung (akut).

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu.

2) jangka panjang (kronis)

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu yang lama untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena pestisida. Beberapa efek kesehatan yang akut adalah: Pusing, sakit kepala, mual, kudis, muntah-muntah, sakit pada dada, keram, sulit bernapas, pandangan menjadi kabur, diare, keringat berlebihan, dan kematian.

2.5 KONSEP DASAR PETANI 2.5.1 Pengertian Petani

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah yang bertujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman seperti padi dan semacamnya, dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri atau menjualnya kepada orang lain. Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Definisi petani menurut Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa


(53)

petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu. Pengertian petani yang dikemukakan tersebut di atas tidak terlepas dari pengertian pertanian. Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.

2.5.2 Jenis-jenis Petani

Menurut Sastraatmadja (2010), berdasarkan kepemilikan tanah, petani dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu :

2) Petani buruh/ buruh tani, adalah petani yang sama sekali tidak memiliki lahan sawah.

3) Petani gurem adalah mereka yang terbilang sebagai rumah tangga pertanian yang menguasai lahan (milik sendiri atau menyewa) kurang dari 0,5 hektar dengan pendapatan per bulan rata-rata di bawah Rp 500 ribu.

4) Petani kecil, adalah petani yang memiliki lahan sawah 0,51 s/d 1 hektar. 5) Petani besar, adalah petani yang memiliki lahan sawah lebih dari satu hektar.

2.6 PENELITIAN TERKAIT

No Judul Penelitian Tahun Nama

Peneliti

Hasil Penelitian

1 “Faktor-faktor Yang

Berhubungan Dengan Perilaku Kepatuhan Penggunaan APD Pada Karyawan Bagian Press Shop Di PT.Almasindo II Kabupaten Bandung Barat”

2008 Ruhyandi dan Evi Candra

Berdasarkan hasil uji Chi-square maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna


(54)

(p=0,000<0,05) antara

pengetahuan dengan perilaku kepatuhan menggunakan APD.

2 “Hubungan Pengetahuan dan

Sikap Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Di

Rumah Sakit Umum Daerah”

2012 Kartika Rhomi Anawati Hasil penelitian, uji korelasi antarapengetahuan dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,008 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,323, uji korelasi antara sikap dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,000 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,458. Kesimpulan yang dapat diambil adalah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri.


(1)

c. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit telapak tangan.

e. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar risikonya.

f. Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.

Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:

a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

b. Pencampuran pestisida c. Mencuci alat-alat pestisida.

2) Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation) .

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan


(2)

bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru-paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida. Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

a. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara

b. Lamanya paparan

c. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah:

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan tertutup atau yang ventilasinya buruk.


(3)

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.

c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan) 3) Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)

Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:

a) Kasus bunuh diri.

b) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

c) Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

d) Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

e) Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil.

f) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.

g) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil.


(4)

2.4.6 Jenis-jenis Keracunan Pestisida

Selain mempunyai pengaruh buruk pada serangga dan gulma, semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan manusia itu sendiri. Ada dua tipe keracunan yaitu:

1) keracunan langsung (akut).

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu.

2) jangka panjang (kronis)

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu yang lama untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena pestisida. Beberapa efek kesehatan yang akut adalah: Pusing, sakit kepala, mual, kudis, muntah-muntah, sakit pada dada, keram, sulit bernapas, pandangan menjadi kabur, diare, keringat berlebihan, dan kematian.

2.5 KONSEP DASAR PETANI 2.5.1 Pengertian Petani

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah yang bertujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman seperti padi dan semacamnya, dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri atau menjualnya kepada orang lain. Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Definisi petani menurut Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa


(5)

petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu. Pengertian petani yang dikemukakan tersebut di atas tidak terlepas dari pengertian pertanian. Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.

2.5.2 Jenis-jenis Petani

Menurut Sastraatmadja (2010), berdasarkan kepemilikan tanah, petani dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu :

2) Petani buruh/ buruh tani, adalah petani yang sama sekali tidak memiliki lahan sawah.

3) Petani gurem adalah mereka yang terbilang sebagai rumah tangga pertanian yang menguasai lahan (milik sendiri atau menyewa) kurang dari 0,5 hektar dengan pendapatan per bulan rata-rata di bawah Rp 500 ribu.

4) Petani kecil, adalah petani yang memiliki lahan sawah 0,51 s/d 1 hektar. 5) Petani besar, adalah petani yang memiliki lahan sawah lebih dari satu hektar.

2.6 PENELITIAN TERKAIT

No Judul Penelitian Tahun Nama

Peneliti

Hasil Penelitian 1 “Faktor-faktor Yang

Berhubungan Dengan Perilaku Kepatuhan Penggunaan APD Pada Karyawan Bagian Press

Shop Di PT.Almasindo II

Kabupaten Bandung Barat”

2008 Ruhyandi dan Evi Candra

Berdasarkan hasil uji Chi-square maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna


(6)

(p=0,000<0,05) antara

pengetahuan dengan perilaku kepatuhan menggunakan APD.

2 “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Di

Rumah Sakit Umum Daerah”

2012 Kartika Rhomi Anawati

Hasil penelitian, uji korelasi antarapengetahuan dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,008 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,323, uji korelasi antara sikap dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,000 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,458.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA Hubungan Pengetahuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Bagian Weaving Di Pt Delta Merlin

0 2 16

TINGKAT PENGETAHUAN BAHAYA PESTISIDA DAN KEBIASAAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DILIHAT Tingkat Pengetahuan Bahaya Pestisida Dan Kebiasaan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dilihat Dari munculnya tanda Gejala Keracunan Pada kelompok Tani Di Karanganyar.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PESTISIDA DENGAN KEBIASAAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Pestisida Dengan Kebiasaan Petani Menggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Ketika Menyemprot Padi Di Desa Laban Kecamatan Mojo La

0 2 15

BAB 1PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Pestisida Dengan Kebiasaan Petani Menggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Ketika Menyemprot Padi Di Desa Laban Kecamatan Mojo Laban.

0 0 7

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PESTISIDA DENGAN KEBIASAAN PETANI MENGGUNAAN ALAT Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Pestisida Dengan Kebiasaan Petani Menggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Ketika Menyemprot Padi Di Desa

0 0 13

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT HAMA DI DESA NGRAPAH KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2008.

1 1 73

(ABSTRAK) HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI PESTISIDA SEMPROT PADA PETANI DI DESA ANGKATAN KIDUL PATI TAHUN 2009.

0 0 3

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri Pestisida Semprot pada Petani di Desa Angkatan Kidul Pati Tahun 2009,.

0 2 100

Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Petani

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO

1 3 13