PENGEMBANGAN MODUL PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI DI SMA NEGERI 1 BELALAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN KELAS XI DI SMA NEGERI 1

BELALAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh Hernapuri

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) kondisi dan potensi sekolah untuk mengembangkan bahan ajar modul PPKn, (2) prosedur mendesain bahan ajar modul (3) efektivitas penggunaan modul PPKn, (4) efisiensi modul PPKn, dan (5) kemenarikan modul PPKn.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan. Penentuan sampel dengan teknik purposive yaitu kelas XI IPS-2 dan kelas XI IPA-1 SMA Negeri 1 Belalau. Pengumpulan data menggunakan tes dan angket. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan uji-t.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: (1) kondisi dan potensi sekolah mendukung dikembangkannya modul PPKn karena siswa tidak memiliki bahan ajar sendiri yang menuntun siswa untuk belajar secara mandiri baik di rumah maupun di sekolah, (2) modul PPKn yang dikembangkan divalidasi oleh ahli media, materi, dan desain pembelajaran, (3) modul PPKn yang dikembangkan efektif dengan nilai rerata hasil belajar siswa dengan menggunakan modul 82,4> tidak menggunakan modul 72, (4) Penggunaan modul PPKn efisien dengan nilai efisiensi 1,5 > 1, dan (5) kemenarikan modul PPKn dalam kategori menarik, dengan skor rata-rata 75%.


(2)

ABSTRACT

DEVELOPMENT OF PANCASILA AND CITIZENSHIP EDUCATION (PPKn) MODULE FOR GRADE 11 STUDENTS OF PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL (SMAN) 1 BELALAU, WEST LAMPUNG DISTRICT

By Hernapuri

This study aimed to analyze (1) conditions and potency of the school to develop teaching materials of Pancasila and Citizenship Education (PPKn) module, (2) procedure to design module teaching materials, (3) effectiveness of PPKn module implementation, (4) efficiency of the PPKn module, and (5) attractiveness of the PPKn module.

This study used a research and development approach. This study used purposive sampling. The samples were one social science class (Grade 11 IPS-2) and one natural science class (Grade 11 IPA-1) of SMAN 1 Belalau, West Lampung District. Data were collected using test and questionnaire. The collected data were then analyzed descriptively and using t-test.

Conclusions of this study are: (1) the conditions and potency of the school supported the development of the PPKn module because the students did not have their own teaching materials that guided them to study independently at home or in the school, (2) the developed PPKn module was validated by experts of media, materials, and learning design, (3) the developed PPKn module product was implemented effectively with an average student achievement score of 82,4 being higher than that of the students taught without using such module (an average achievement score of 72), (4) use of the PPKn module was considered efficient with an efficiency score of 1.5> 1, and (5) use of the PPKn module was considered attractive, with an average score of 75%.


(3)

PENGEMBANGAN MODUL PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI DI SMA NEGERI 1

BELALAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh Hernapuri

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Hernapuri dilahirkan di Desa Batu Balak Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung pada tanggal 16 November 1975 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Hi. M.Umar (Alm) dan Ibu Rohani.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) penulis selesaikan di SDN 2 Kalianda pada Tahun 1988. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 Kalianda pada Tahun 1991 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Kalianda pada Tahun 1994. Pada Tahun 1995 penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa FKIP Universitas Lampung pada jurusan Pendidikan IPS program study Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Tahun 1999.

Pada April 2002 terdaftar sebagai guru kontrak daerah Kabupaten Lampung Barat pada SMA Negeri 1 Belalau. Pada Desember 2003 terdaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Lampung Barat pada sekolah yang sama. sejak tahun 2011 hingga yang saat ini menjabat sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan di SMA Negeri 1 Belalau. Pada Tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S2) di FKIP Universitas Lampung pada program studi Megister Teknologi Pendidikan dan menyelesaikan studi pada bulan Mei 2015.


(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Karya sederhana ini penulis persembahkan untu:

Udo Iwan Saputra, S.H suami tercinta dan anak-anakku tercinta Alfath Asadulusud, Sidra Shikoofa, dan Alkautsar Asadulusud yang telah mendukung dan memberi motivasi dalam segala hal serta memberikan kasih sayang yang teramat besar yang tak mungkin bisa penulis balas dengan apapun.

Emak Rohani, Mak Yusmani, Bak Syarifuddin, Abang Rusdi dan semua adik-adik tercinta di kenali dan Batu Balak terimakasih atas segala dorongan moril, semangat dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.


(9)

MOTO


(10)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan proposal tesis berjudul “Pengembangan Modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XI di SMA Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat”.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan tesis ini adalah sebagai syarat untuk menyelesikan jenjang pendidikan Pasca Sarjana Teknologi Pendidikan. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa antara pembelajaran yang menggunakan modul PPKn dengan pembelajaran yang tidak menggunakan modul PPKn di SMA Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun tesis ini. Hal ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang ikut membantu tersusunnya tesis ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu tersusunnya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Hal ini yang mengantarkan penulis untuk memohon kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini di masa yang akan datang. Semoga hal-hal yang penulis sampaikan dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Belalau, Februari 2015


(11)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….... 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 10

1.3 Pembatasan Masalah ... 10

1.4 Rumusan Masalah………. 11

1.5 Tujuan Penelitian ...……….... 12

1.6 Kegunaan Penelitian .………...………... 13

1.7 Spesifikasi Produk ... 14

1.8 Penjelasan Istilah ... 16

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar ... 19

2.1.1 Kognitivisme ... 20

2.1.2 Konstruktivisme ... 22

2.1.3 Behaviourisme ... 24

2.2 Teori Pembelajaran ... 25

2.3 Karakteristik Mata Pelajaran PPKn ... 28

2.4 Teori Desain Pembelajaran ... 34

2.5 Bahan Ajar Modul ... 39

2.6 Belajar Mandiri ... 46

2.7 Kajian Penelitian yang Relevan ... 49

2.8 Kerangka Pikir ... 52

2.9 Hipotesis ... 54 III. METODE PENELITIAN


(12)

xiv

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 57

3.3 Langkah-Langkah Penelitian ... 57

3.4 Subjek Uji Coba Penelitian ... 62

3.5 Instrumen Penelitian ... 63

3.6 Definisi Konseptual dan Operasional ... 63

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 65

3.8 Teknik Analisis Data ... 65

3.9 Uji Coba Lapangan dan Revisi ... 71

3.10 Uji Persyaratan Analisis ... 75

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 82

4.1.1 Kondisi dan Potensi Belajar Saat Ini ... 82

4.1.2 Proses Pengembangan Produk Bahan Ajar ... 87

4.2 Pembahasan ... 112

4.2.1 Kondisi dan Potensi Sekolah Untuk Dikembangkannya Produk ... 112

4.2.2 Prosedur Pengembangan Bahan Ajar ... 114

4.2.3 Efektivitas Produk Bahan Ajar ... 115

4.2.4 Efisiensi Produk Bahan Ajar ... 118

4.2.5 Kemenarikan Produk Bahan Ajar ... 119

4.2.6 Keterbatasan Penelitian ... 121

V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 123

5.2 Implikasi ... 124

5.3 Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(13)

xi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Analisis Prasyarat Bahan Ajar LKS yang Digunakan

Siswa SMAN 1 Belalau Mata Pelajaran PPKn Kelas XI

Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 ... 3 Tabel 1.2 Kondisi Sarana dan Prasarana SMAN 1 Belalau

Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 5 Tabel 1.3 Tingkat Ketercapain KKM pada Mata Pelajaran PPKn

Kelas XI-IPS Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 ... 6 Tabel 3.1 Jumlah Subjek Uji Coba Satu Lawan Satu ... 60 Tabel 3.2 Jumlah Subjek Uji Coba Kelompok Kecil ... 60 Tabel 3.3 Jumlah Subjek Uji Coba Kelas Terbatas ... 61 Tabel 3.4 Jumlah Subjek Uji Coba Kemampuan (Posttest)

Kelas Terbatas ... 61 Tabel 3.5 Skor Penilaian Terhadap Pilihan Jawaban ... 70 Tabel 3.6 Nilai Efisiensi dan Klasifikasinya ... 74 Tabel 3.7 Persentase dan Klasifikasi Kemenarikan dan

Kemudahan Penggunaan Modul PPKn ... 75 Tabel 3.8 Normalitas Distribusi Tes Awal (Pretest) dan

Tes Akhir (Posttest) Kelas Kontrol SMA Negeri 1 Belalau ... 75 Tabel 3.9 Normalitas Distribusi Tes Awal (Pretest) dan

Tes Akhir (Posttest) Kelas Eksperimen

SMA Negeri 1 Belalau ……… 77 Tabel 3.10 Homogenitas Dua Varians Tes Awal (Pretest)

Kelas Ekseperimen dan Kelas Kontrol

SMA Negeri 1 Belalau ... 80 Tabel 4.1 Hasil Observasi Awal Pembelajaran ... 83 Tabel 4.2. Hasil Analisis Kebutuhan Siswa ... 85


(14)

xii Tabel 4.3. Catatan Perbaikan Hasil Validasi Ahli Tahap I ... 98 Tabel 4.4. Catatan Perbaikan Hasil Validasi Ahli Tahap II ... 98 Tabel 4.5 Waktu yang Digunakan Pada Uji Satu Lawan Satu ... 102 Tabel 4.6 Nilai Efisiensi dan Klasifikasi Uji Coba

Satu Lawan Satu ... 103 Tabel 4.7 Waktu yang Digunakan Pada Uji Coba

Kelompok Kecil …... 104 Tabel 4.8 Nilai Efisiensi dan Klasifikasi Uji Coba

Kelompok Kecil ... 105 Tabel 4.9 Jumlah Responden Uji Kemampuan (Posttest)

Kelas Terbatas ... 106 Tabel 4.10 Hasil Pretest dan Postest Kelas Perlakuan dan

Kelas Kontrol SMA Negeri 1 Belalau ... 107 Tabel 4.11 Waktu yang Digunakan Pada Saat Pembelajaran... 110 Tabel 4.12 Nilai efisiensi dan klasifikasinya ... 110 Tabel 4.13 Persentase dan Klasifikasi Kemenarikan dan


(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Instrumen Penelitian ... 130

2. Data Hasil Penelitian ... 155

3. Surat Izin Penelitian ... 192

4. Doumentasi Kegiatan penelitian ... 198

5. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Menggunakan Bahan Ajar Buku Teks ... 200

6. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Menggunakan Bahan Ajar Modul Budaya Demokrasi ... 219


(16)

x DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Kerangka pikir ... 54

Gambar 3.1 Langkah-langkah penggunaan metode Research and Development ( R&D) diadaptasi dari Borg and Gall (1983) ... 57

Gambar 3.2 Skala rating penilaian ... 71

Gambar 3.3 Skala Likert Uji Lapangan Kemenarikan ... 74

Gambar 3.4 Grafik Uji Normalitas dengan Q-Q Plot Data Tes Awal (Pretest) Kelas Kontrol ... 76

Gambar 3.5 Grafik Uji Normalitas dengan Q-Q Plot Data Tes Akhir (Posttest) Kelas Kontrol ... 76

Gambar 3.6 Grafik Uji Normalitas dengan Q-Q Plot Data Tes Awal (Pretest) Kelas Eksperimen ... 78

Gambar 3.7 Grafik Uji Normalitas dengan Q-Q Plot Data Tes Akhir (Posttest) Kelas Eksperimen ... 78

Gambar 4.1. Peta kebutuhan bahan ajar modul ... 91

Gambar 4.2 Tampilan Modul Sebelum Direvisi ... 92

Gambar 4.3 Tampilan Modul setelah direvisi ... 92

Gambar 4.4 Tampilan Petunjuk Penggunaan Modul ... 94

Gambar 4.5 Tampilan Materi dan Info Kewarganegaraan ... 94

Gambar 4.6 Tampilan Latihan Modul ... 95

Gambar 4.7 Tampilan Rangkuman Modul ... 95

Gambar 4.8 Tampilan Tes Formatif Modul ... 96

Gambar 4.9 Tampilan Kunci Jawaban Modul ... 96

Gambar 4.10 Skala Likert Uji Ahli Desain ... 99


(17)

xi

Gambar 4.12 Skala Likert Uji Ahli Desain ... 100

Gambar 4.13 skala Likert Uji Terbatas Satu Lawan Satu ... 101

Gambar 4.14 Skala Likert Uji Terbatas Kelompok Kecil ... 103

Gambar 4.15 Skala Likert Uji Terbatas Kelas Besar ... 106

Gambar 4.16 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran Pada Kelas Perlakuan dan Kelas Kontrol ... 108


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan belajar pada diri siswa. Siswa mampu mengembangkan kemampuan menemukan, mengelola, dan mengevaluasi informasi dan pengetahuan untuk memecahkan masalah pada dunia yang nyata dan ikut serta secara aktif dalam kegiatan bermasyarakat di lingkungannya. Untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang efektif dan efisien yang menjadikan siswa menyerap informasi dan pengetahuan serta teknologi yang dipelajarinya sebagai bagian dari dirinya.

Keberhasilan seorang guru memberikan pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya proses belajar pada siswa. Siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran hendaknya menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran. Peran guru hanya sebagai pemberi kemudahan (fasilitator) sedangkan proses belajar dijalani sendiri oleh siswa sehingga guru harus mampu mendesain pembelajaran dengan baik agar terjadi interaksi antara guru dan siswa, misalnya dengan cara mendesain bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter siswa baik pembelajaran itu dilaksanakan secara berkelompok maupun individu.


(19)

Namun, pada kenyataannya masih banyak guru SMAN 1 Belalau yang belum mampu mengembangkan bahan ajar. Sebagian guru lebih cenderung membeli bahan ajar buatan orang lain yang diedarkan oleh berbagai penerbit misalnya Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikarenakan bahan ajar tersebut mudah diperoleh, harganya murah dan terjangkau oleh siswa tanpa menganalisis muatan materi yang ada dalam bahan ajar tersebut terlebih dahulu.

Di sisi lain, di lingkungan SMAN 1 Belalau proses pembelajaran di kelas masih bersifat konvensional yaitu guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran. Dampak dari pembelajaran konvensional ini antara lain aktivitas guru lebih dominan dan sebaliknya siswa kurang aktif karena lebih cenderung menjadi pendengar. Di samping itu pembelajaran juga jadi kurang menarik karena pembelajaran kurang variatif dan pembelajaran tidak berpusat pada siswa, melainkan berpusat pada guru. Sedangkan proses pembelajaran sangat menentukan hasil belajar siswa yang akan menentukan ketercapaian kelululusan siswa sesuai standar yang telah ditentukan.

Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar yang tepat juga dapat memengaruhi standar proses pembelajaran dan hasil belajar. Bahan ajar yang sebelumnya digunakan siswa-siswa SMA Negeri 1 Belalau, ternyata belum mampu mengatasi masalah belajar siswa dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 tentang kelemahan bahan ajar yang digunakan oleh siswa SMAN 1 Belalau pada tahun sebelumnya.


(20)

Tabel 1.1 Analisis Prasyarat Bahan Ajar LKS yang Digunakan Siswa SMAN 1 Belalau Mata Pelajaran PPKn Kelas XI Semester Ganjil T.P 2013/2014.

No. Kriteria

Pemenuhan

Kriteria Keterangan 1 2 3 4

1. Kesesuaian materi bahan ajar dengan standar isi

a. Standar Kompetensi √ Sebagian besar terpenuhi

b. Kompetensi Dasar √ Sebagian besar

terpenuhi

c. Indikator Standar √ Sebagian kecil

terpenuhi 2. Kelengkapan dan kejelasan

isi bahan

a. Struktur isi (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur)

√ Sebagian kecil

terpenuhi b. Penjelasan pengetahuan

prasyarat

√ Tidak terpenuhi

c. Tujuan pembelajaran √ Sebagian kecil terpenuhi

d. Peta kompetensi √ Sebagian kecil

terpenuhi e. Pokok bahasan (PB) dan

sub PB

√ Sebagian besar terpenuhi f. Petunjuk cara mempelajari

bahan

√ Tidak terpenuhi

g. Pencapaian hasil belajar siswa

√ Sebagian kecil

terpenuhi

Sumber: LKS PPKn yang digunakan siswa dari Penerbit Hayati Tumbuh Subur Semester ganjil jumlah halaman 64 bahan kertas koran tak berwarna.

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa penjabaran SK, KD, dan indikator kurang terjabar di dalam materi ajar hanya materi-materi pokok saja. Selain itu, kejelasan dan kelengkapan isi bahan bila dilihat dari struktur isi tidak jelas antara fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Penjelasan pengetahuan prasyarat untuk merujuk ke materi ajar dan tidak ada petunjuk penggunaan cara mempelajari bahan ajar tersebut. Pencapaian hasil belajar lebih banyak berupa soal-soal pilihan ganda dan tidak banyak soal yang membutuhkan kretivitas siswa.


(21)

Hasil analisis bahan ajar yang digunakan siswa SMA Negeri 1 Belalau selama ini masih belum memenuhi prasyarat sebagai bahan ajar yang baik. Karena bahan ajar yang baik digunakan oleh siswa adalah bahan ajar yang telah memenuhi semua kriteria di atas yang mengakibatkan hasil belajar siswa tidak mencapai ketuntasan belajar secara maksimal dan siswa belum mampu mengembangkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran PPKn.

Bahan ajar yang selama ini digunakan sanagat terbatas, siswa hanya mengandalkan satu bahan ajar dalam pembelajaran dikelas bahkan untuk mencari informasi materi pembelajaran dari sumber lain pun tidak di dukung oleh fasilitas sarana prasarana yang tersedia di sekolah. Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar di sekolah belum memadai mampu mengatasi permasalahan siswa yang kekurangan sumber belajar karena buku-bukunya masih terbitan lama atau tidak up to date. Artinya buku-buku yang ada di perpustakaan harus selalu diperbaharui dengan buku-buku cetakan terbaru agar siswa tidak ketinggalan memperoleh informasi. Di samping itu juga intensitas siswa berkunjung ke perpustakaan sangat kurang sehingga fungsi perpustakaan pun belum optimal sebagai pusat sumber belajar di sekolah.

Di bawah ini menunjukkan kondisi sarana dan prasarana di SMAN 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat saat ini.


(22)

Tabel 1.2 Kondisi Sarana Dan Prasarana SMAN 1 Belalau Tahun Pelajaran 2014/2015

No. Perihal yang

Diobservasi Butir-butir Observasi Deskripsi Hasil Observasi

1 Ketersediaan

fasilitas pendukung yang menunjang proses

pembelajaran PPKn

Buku teks Siswa tidak memiliki buku

teks dan modul, media hanya sebatas gambar itupun jarang, lab.komputer fasilitasnya minim, siswa jarang berkunjung ke perpustakaan. Penggunaan Modul

Media Pembelajaran Laboratorium Komputer Perpustakaan

2 Kondisi

perpustakaan sebagai pusat sumber belajar di sekolah

Keadaan fisik perpustakaan sebagai pusat sumber belajar

Kondisi fisik perpustakaan baik dan bersih, tetapi rak buku dan meja baca sedikit sekali, manajemennya masih manual, buku yang tersedia masih terbitan lama.

Intensitas siswa mengunjungi perpustakaan masih kurang. Manajemen

perpustakaan

Alat-alat kelengkapan perpustakaan

Kondisi buku-buku yang ada di perpustakaan Intensitas siswa mengunjungi perpustakaan

3 Sumber daya

sekolah

Jumlah guru PPKn Jumlah guru PPKn 2 orang

dengan kualifikasi pendidikan S1. Jumlah rombel kelas XI ada 5 dengan 130 siswa. Kualifikasi pendidikan

guru PPKN Jumlah siswa dan jumlah rombel kelas XI

Sumber: Hasil observasi.

Berdasarkan observasi di atas sangat terlihat bahwa selain bahan ajar yang digunakan belum memenuhi prasyarat bahan ajar yang baik, kondisi sarana prasana pun belum mendukung untuk meningkatkan pemahaman konsep PPKn dan hasil belajar siswa SMAN 1 Belalau. Tingkat ketercapaian kompetensi PPKn siswa bisa dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini.


(23)

Tabel 1.3 Tingkat Ketercapain KKM Pada Mata Pelajaran PPKn Kelas XI-IPS Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014.

No. Standar

Kompetensi Kompetensi Dasar Kelas

Jumlah Siswa Ketercapaian KKM Siswa yang Menca-pai KKM Siswa yang Belum Menca-pai KKM 1.

Menganali-sis budaya politik di Indonesia. (KKM 78) 1. Mendeskripsi-kan pengertian budaya politik.

2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang ber-kembang dalam masyarakatIndones ia 3. Mendeskripsi-kan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik. 4. Menampilkan

peran serta budaya politik partisipan.

XI IPS-1

32 orang

37,50% 62,50%

XI IPS-2

32 orang

40.62% 59,38%

XI IPS-3

30 orang

40% 60 %

2. Menganalis Budaya Demokrasi menuju masyarakat madani. (KKM 78) 1. Mendeskripsi-kan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demok-rasi. 2. Mengidentifikasi ciri-ciri masyarakat madani. 3. Menganalisis pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak orde lama, orde baru, dan reformasi. 4. Menampilkan perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. XI IPS-1 32 orang

56,25% 43,75%

XI IPS-2

32 orang

46,87% 53,13%

XI IPS-3

30 orang


(24)

No. Standar

Kompetensi Kompetensi Dasar Kelas

Jumlah Siswa Ketercapaian KKM Siswa yang Menca-pai KKM Siswa yang Belum Menca-pai KKM 3.

Menampil-kan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (KKM 78) 1. Mendeskripsikan pengertian dan pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan. 3. Menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. XI IPS-1 32 orang

31,25% 68,75%

XI IPS-2

32 orang

31,27% 68,73%

XI IPS-3

30 orang

26,67% 73,33%

Sumber: Data Hasil Ulangan Harian Siswa Kelas XI IPS Semester Ganjil SMA Negeri 1 Belalau Tahun Pelajaran 2013/2014.

Data di atas menunjukkan hasil ulangan harian siswa kelas XI-IPS mata pelajaran PPKn sebelum diadakan remidial pada semua KD semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada SK menganalisis budaya politik di Indonesia dengan KKM dengan perolehan hasil belajar siswa Kelas XI-IPS 1 tingat pencapaian KKMnya 62,50%, XI-IPS 2 mencapai 59,38% dan XI-IPS 3 mencapai 60%. Pada SK menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani dengan KKM 78 dengan perolehan hasil belajar siswa Kelas XI-IPS 1 tingat pencapaian KKMnya 43,75%, XI-IPS 2 mencapai 53,13% dan XI-IPS 3 mencapai 53.33%. Pada SK Menampilkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan


(25)

berbangsa dan bernegara dengan KKM 78 dengan perolehan hasil belajar siswa Kelas XI-IPS 1 tingat pencapaian KKM nya 68,75%, XI-IPS 2 mencapai 68,73% dan XI-IPS 3 mencapai 73,33%.

Pada SK ke-3 menampilkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tingkat pencapaian KKM nya lebih tinggi dari SK 1 dan SK 2, sedangkan SK menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani tingkat pencapaiannya bila dirata-rata semua kelas XI-IPS mencapai 50,07% lebih rendah dibandingkan KD 1 dan KD 3.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa selain sarana prasarana dan bahan ajar yang belum maksimal, proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) masih menggunakan metode lama yaitu ceramah sehingga suasana belajar cenderung membosankan karena lebih di dominan oleh guru (teacher center) bukan berpusat pada siswa (student center). Sementara, kurikulum yang digunakan untuk kelas X dan kelas XI saat ini adalah Kurikulum 2013, dimana kurikulum ini menghendaki pembelajaran berpusat pada siswa (student center), guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan.

Dari kondisi pembelajaran di atas menjadi tantangan bagi guru untuk lebih kreatif dalam mendesain bahan ajar dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di kelas agar proses pembelajaran efektif, Efisien, dan menyenangkan sehingga mampu mengubah paradigma materi PPKn yang membosankan menjadi mata pelajaran yang menarik dan menyenangkan.


(26)

Berdasarkan tingkat ketercapaian kompetensi siswa di atas menjadi latar belakang peneliti untuk mengembangkan bahan ajar modul mata pelajaran PPKn pada Kelas XI semester ganjil tingkat SMA Kabupaten Lampung Barat untuk meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar siswa. Selain dari tingkat ketercapaian siswa rendah juga karena siswa usia SMA menurut Peaget adalah sudah masuk tahap operasional formal (umur 11/12 – 18 tahun) yaitu anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan” yaitu anak sudah mampu menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa (Budiningsih, 2005:39), sehingga peneliti berasumsi bahwa siswa usia SMA dianggap sudah mampu belajar secara mandiri dengan menggunakan bahan ajar modul.

Pemilihan KD Menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara oleh peneliti karena dilihat dari hasil belajar siwa pada KD tersebut lebih rendah dibandingkan KD yang lain. Artinya, siswa lebih sulit memahami materi KD menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani dibandingkan materi lainnya. ini dianggap penting untuk memperluas wawasan siswa tentang pelaksanaan demokrasi yang sebenarnya, dan bagaimana cara berdemokrasi yang baik di negara Indonesia yang pluralistik sehingga perbedaan yang ada menjadi warna demokrasi yang harus dihormati oleh setiap orang dan bagaimana memaknai dan menghargai hak demokrasi setiap orang dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara demi keutuhan bangsa Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tatap satu jua Indonesia.


(27)

1.2 Identifikasi Masalah

Pelajaran PPKn dianggap membosankan atau tidak menarik bagi siswa SMAN 1 Belalau karena guru guru cenderung menggunakan ceramah dalam pembelajaran. Dari uraian di atas, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1) Penguasaan konsep pemahaman materi pada SK menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani masih rendah dilihat dari hasil belajar siswa di bawah KKM.

2) Guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran sehingga pembelajaran membosankan atau tidak menarik.

3) Keterbatasan sumber belajar siswa di sekolah, buku-buku acuan yang ada diperpustakaan sekolah sudah terlalu tua sedangkan perpustakaan merupakan satu-satunya pusat sumber belajar di sekolah.

4) Intensitas siswa berkunjung ke perpustakaan sangat kurang.

5) Guru belum mampu mendesain pembelajaran di kelas secara optimal.

6) Belum ada bahan ajar PPKn yang mampu mengatasi masalah belajar siswa di SMA Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat.

7) Motivasi belajar siswa masih kurang, siswa cenderung menganggap mata pelajaran PPKn mudah dan dianggap tidak penting sehingga siswa malas mencari informasi dari sumber belajar lain yang lebih inovatif.

1.3 Pembatasan Masalah

Banyak sekali yang dapat dikaji dalam pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran, namun dalam penelitian ini masalah dibatasi pada:

1) Kondisi dan potensi SMA Negeri 1 Belalau terhadap bahan ajar yang akan dikembangkan.


(28)

2) Prosedur pengembangan bahan ajar modul dalam pembelajaran PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa SMA Negeri 1 Belalau kelas XI Kabupaten Lampung Barat. 3) Efektifitas modul dalam pembelajaran PPKn SMA Kelas XI sebagai sumber

belajar mandiri sehingga meningkatkan hasil belajar siswa KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4) Efisiensi bahan ajar PPKn SMA dengan menggunakan modul sebagai sumber belajar mandiri sehingga meningkatkan hasil belajar siswa pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kelas XI.

5) Tingkat kemenarikan modul dalam pembelajaran PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1.4 Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka masalah dapat dirumuskn sebagai berikut:

1) Bagaimanakah kondisi dan potensi sekolah terhadap produk yang dikembangkan?

2) Bagaimanakan prosedur mendesain dan mengembangkan bahan ajar modul dalam pembelajaran PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa?.


(29)

3) Bagaimanakah efektifitas modul dalam pembelajaran PPKn sehingga meningkatkan hasil belajar siswa pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa?.

4) Bagaimanakah efisiensi modul dalam pembelajaran PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa?. 5) Bagaimanakah tingkat kemenarikan modul PPKn pada KD menganalisis

perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran melalui:

1) Mendeskripsikan pemanfaatan bahan ajar yang digunakan sesuai dengan kondisi dan potensi sekolah terhadap produk yang dikembangkan.

2) Menghasilkan bahan ajar modul PPKn yang efektif, efisien, dan menarik pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa SMA Negeri 1 Belalau kelas XI Kabupaten Lampung Barat. 3) Menganalisis efektifitas modul PPKn pada KD menganalisis perkembangan

demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa SMA Negeri 1 Belalau kelas XI Kabupaten Lampung Barat.


(30)

4) Menganalisis efisiensi penggunaan modul PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa SMA Negeri 1 Belalau kelas XI Kabupaten Lampung Barat.

5) Menganalisis kemenarikan modul PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa SMA Negeri 1 Belalau kelas XI Kabupaten Lampung Barat.

1.6 Kegunaan Penelitian 1.6.1 Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep, teori, prinsip, dan prosedur teknologi pendidikan pada kawasan desain, pengembangan, pemanfatan, pengelolaan, dan kawasan penilaian dalam pengembangan modul PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kelas XI semester ganjil tingkat SMA Kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2014/2015.

1.6.2 Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:

1) Bagi guru PPKn di SMAN 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat, modul yang dihasilkan dapat digunakan sebagai komplemen yaitu melengkapi bahan ajar yang sudah ada dimiliki siswa sebagai sumber belajar mandiri pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


(31)

2) Bagi guru, baik guru SMAN 1 Belalau atau guru-guru sekolah lain dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu komplemen/pelengkap bahan ajar PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selain bahan ajar lain yang digunakannya.

3) Bagi siswa kelas XI SMAN 1 Belalau Lampung Barat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar pelengkap pada materi menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4) dalam meningkatkan pemahaman konsep materi PPKN siswa pada KD Menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

5) Bagi peneliti, memberikan pengalaman yang sangat bermanfaat terutama untuk mengembangkan diri membuat produk inovatif yang dapat membantu proses pembelajaran PPKn lebih efektif, efesien dan menarik pada materi perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

6) Bagi kepala SMAN 1 Belalau Lampung Barat, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah referensi perpustakaan sekolah terutama pada materi perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1.7 Spesifikasi Produk

Hasil dari penelitian ini adalah berupa bahan ajar cetak modul PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,


(32)

berbangsa dan bernegara kelas XI semester ganjil tingkat SMA. Modul yang dihasilkan terdiri dari 3 (tiga) kali pertemuan dengan masing-masing pertemuan memiliki urutan kegiatan sebagai berikut: a) materi, b) latihan, c) rangkuman, dan 4) tes formatif. Pada akhir kegiatan belajar terdapat kunci jawaban dari masing-masing kegiatan belajar dan diakhiri dengan refleksi dan daftar pustaka.

Modul yang dikembangkan bukan merupakan bahan ajar pokok bagi siswa melainkan hanya sebagai komplemen atau bahan ajar pelengkap bagi siswa selain bahan ajar yang telah digunakan selama ini sehingga siswa masih memerlukan bahan ajar lain untuk meningkatkan pemahaman konsep PPKn terutama pada materi demokrasi. Sebagai bahan ajar suplemen, modul PPKn ini dapat digunakan siswa untuk belajar secara mandiri di rumah meskipun tanpa kehadiran seorang guru dan diharapkan mampu menambah pemahaman konsep siswa pada materi demokrasi.

Materi pokok modul PPKn pada KD menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kelas XI adalah sebagai berikut:

a. Makna demokrasi

b. Prinsip budaya demokrasi

c. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia

Selain produk utama yang berupa modul, pada penelitian ini juga menghasilkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. RPP yang


(33)

dihasilkan ada dua macam. Pertama, RPP yang didesain sesuai alokasi waktu yang biasa digunakan selama 3 (tiga) kali pertemuan yaitu 3 x 90 menit dengan menggunakan bahan ajar yang biasa digunakan siswa yaitu buku cetak. Kedua RPP yang didesain dengan menggunakan alokasi waktu 2 (dua) kali pertemuan yaitu 2 x 90 menit dengan menggunakan bahan ajar modul sebagai bahan ajar pelengkap bahan ajar yang dimiliki siswa.

1.8 Penjelasan Istilah

1.8.1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai suatu mata pelajaran mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Dengan kata lain Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat yang perilakunya mencerminkan nilai-nilai Pancasila sehingga di dalam kurikulum, mata pelajaran PPKn dijadikan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP), sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan tujuan untuk mempersiapkan generasi bangsa yang berkarakter dan berjiwa Pancasila demi mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia.

1.8.2 Demokrasi

Demokrasi tidak hanya memerlukan pemilihan yang bebas dan adil, tetapi juga memerlukan keseimbangn yang riil. Keseimbangan ini sulit karena


(34)

masing-masing memiliki dukungan dana yang berbea. Dengan tegas Miller (1993) berpendapat:

The ideal of democracy, then, is a political system with free and fair elections in which all citizens-what ever their social and economic circumstances or points-of-view-have an equal opportunity to participate in and influence the electoral and governing process. Our current scheme of electora finance citizen confidence in our political system has plummeted (p.2) ( Zamroni, 2007: 56).

Dari kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa cita-cita demokrasi adalah sistem politik melalui pemilihan umum yang bebas dan adil di mana semua warga negara dalam keadaan atau sosial dan ekonomi mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan mempengaruhi proses pemilu.

Demokrasi dan pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Menurut John Dewey dalam Zamroni (2007: 155) menyatakan: “democracy has to be born anew

in each generation and education is its midwife”. Artinya demokrasi harus

dilahirkan kembali disetiap generasi. Pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia demokratis. Tanpa manusia-manusia yang memegang teguh nilai-nilai demokrasi, masyarakat demokratis hanyalah impian belaka. Ide dan cita-cita demokrasi harus ditanamkan dikalangan generasi muda bangsa melalui pendidikan.

Menurut Dewey dalam Zamroni (2007: 159) bahwa demokrasi bukan hanya sekedar menyangkut suatu bentuk pemerintahan, melainkan yang utama adalah suatu bentuk kehidupan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Artinya ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup yang


(35)

dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga negara yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan bersama.

1.8.3 Modul

Modul dapat didefinisakan sebagai suatu paket kurikulum yang disediakan untuk belajar mandiri karena modul adalah suatu unit yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dengan demikian, pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan individual siswa, yakni mengenai kegiatan belajar dan bahan pelajaran.

Bahan ajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa secara mandiri dengan bantuan yang terbatas dari guru atau orang lain. Modul juga dapat diartikan sebagai bahan belajar terprogram yang disusun sedemikian rupa dan disajikan secara terpadu, sistematis, serta terperinci. Dengan mempelajari materi modul, siswa diarahkan pada pencarian suatu tujuan melalui langkah-langkah belajar tertentu, karena modul merupakan paket program untuk keperluan belajar. Dan satu paket program modul, terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan belajar, metode belajar, alat dan sumber belajar, dan sistem evaluasi.


(36)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar

Menurut Siregar (2010:3) bahwa belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (efektif).

Selanjutnya Siregar (2010:4) juga menjelaskan bahwa dalam belajar terjadi proses perubahan di berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut adalah 1) bertambahnya jumlah pengetahuan, 2) adanya kemampuan mengingat dan memproduksi, 3) ada penerapan pengetahuan, 4) menyimpulkan makna, 5) menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan 6) adanya perubahan sebagai pribadi.

Berdasarkan uraian di atas bahwa seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan tingkah laku baik bersifat kognitif yaitu bertambahnya sejumlah pengetahuan, psikomotor adanya kemampuan mengingat dan memproduksi dan mengaitkan dengan realitas, maupun afektif yaitu adanya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang perubahan tersebut melekat pada diri seseorang yang terjadi melalui suatu proses. Belajar dapat dilaksanakan secara individu maupun kelompok sehingga kemampuan individu dalam bersosialisasi, bekerja sama,


(37)

saling menghargai, pengendalian diri dapat dikembangkan, selain itu beban tugas atau beban belajar dapat dipikul bersama sehingga terjadi sinergi diantara anggota kelompok dan akan terjadi pembentukan tim yang merupakan kelompok yang kompak mempunyai tujuan bersama dan dicapai secara bersinergi. Disini diharapkan akan berkembang budaya baca, budaya belajar, budaya musyawarah mufakat, pengembangan intelektual, moral dan ketrampilan atau kompetensi siswa secara utuh.

2.1.1 Kongnitivisme

Menurut Robert M.Gagne dalam Siregar (2010:31) yang menganut teori kognitivistik, belajar adalah suatu proses pengolahan informasi (information processing theory) dalam otak manusia. Pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Receptor (alat-alat indra); menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan simbol-simbol informasi yang diterimanya dan kemudian diteruskan.

b. Sensory register (penampungan kesan-kesan sensorik); yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensorik dan mengadakan seleksi, sehingga terbentuk sesuatu kebulatan perseptual (persepsi selektif). Informasi yang masuk diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem.

c. Short-term memory (memori jangka pendek); menampung hasil pengolahan perseptual dan menyimpannya. Memori ini dikenal memori kerja kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpanan juga pendek.


(38)

d. Long-term memory (memori jangka panjang); menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi di simpan dalam jangka panjang dan bertahan lama. Saat transformasi informal, informasi baru terintegrasi dengan informasi lama yang sudah tersimpan.

e. Respone generator (pencipta respon); menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

Dari teori di atas dapat dijelaskan bahwa belajar merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan atau informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang. Mekanisme pemrosesan informasinya dimulai dari diterimanya rangsangan (informasi) dari lingkungan oleh sensory register, terutama mata dan/atau telinga. Selanjutnya informasi dikirim dan disimpan ke memori jangka pendek atau memori kerja. Sebagian informasi itu ada yang hilang dan ada yang dapat dikirim untuk disimpan pada memori jangka panjang. Jadi, untuk melekatkan pengetahuan kepada siswa itu melalui proses panjang sehingga memerlukan desain pembelajaran yang baik agar apa yang disampaikan oleh guru dapat diterima (respon) oleh siswa dengan baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Jean Piaget dalam Budiningsih (2005:37) bahwa proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berbeda di luar tahap kognitifnya. Lebih lanjut Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu: a) tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun), b) tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun), c) tahap operasional konkret


(39)

(umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun), d) tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun), dan e) tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun).

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berfikirnya. Bila dilihat dari usia anak kelas XI SMA masuk dalam tahap operasional formal. Bila dilihat dari tahap tersebut siswa sudah mampu berfikir secara operasional serta sudah mampu menarik generalisasi pengetahuan mereka sehingga siswa kelas XI SMA sudah mampu mengembangkan kemampuan berfikirnya dengan menggunakan bahan ajar modul sebagai sumber belajar mandiri bagi siswa.

2.1.2 Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah pandangan yang menekankan pada peran aktif pembelajar dalam membangun pemahaman dan memahami informasi (Woolfolk, 2009). Berdasarkan teori konstruktivisme Anita Woolfolk, siswa dituntut berperan aktif untuk mengkonstruksi pengetahuannya baik melalui belajar berkelompok maupun belajar secara mandiri melalui bahan ajar modul.

Peran guru pada pendekatan konstruktivisme ini lebih sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Siregar (2010:41) bahwa pendekatan konstruktivisme meliputi kegiatan-kegiatan yaitu: 1) menyediakan pengalaman belajar, 2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, 3) memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak.


(40)

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran adalah menyediakan pengalaman belajar dan merangsang keingintahuannya agar siswa mampu mengekspresikan gagasannya. Selain itu, guru juga tidak hanya sebatas memberikan pengetahuan saja kepada siswa tetapi juga harus memonitor pelaksanaan pembalajaran dan melakukan evaluasi hasil belajar siswa agar guru mengetahui sampai mana tingkat pemahaman siswa.

Sedangkan Budiningsih (2005:59) mengemukakan peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang meliputi;

1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk megambil keputusan dan bertindak.

2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.

3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Berdasarkan kutipan di atas, maka peranan guru sangat penting bagi siswa dan merupakan pengendali proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik dan tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal, maka guru harus mampu untuk menumbuhkan kemandirian bagi siswa dalam belajar dan menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak sehingga pengetahuan dan keterampilannya meningkat.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang bertujuan mengkonstruk pengetahuan siswa harus diawali dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Dari analisis kebutuhan siswa tersebut, selanjutnya guru mendesain pembelajaran serta memilih metode yang sesuai yang mampu mengarahkan siswa untuk berfikir kritis dan melakukan evaluasi pembelajaran


(41)

sehingga siswa sehingga dapat mengatasi masalah belajar siswa. Dalam proses pembelajaran siswa tetap didampingi oleh guru untuk menglonstruksi pengetahuan meskipun siswa menggunakan bahan ajar mandiri.

2.1.3 Behaviorisme

Memahami tingkah laku seseorang secara benar, telebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner dalam Siregar (2010:27-28) membedakan respon menjadi dua yaitu: 1) respon yang timbul dari stimulus tertentu dan 2) “Operant (instrumental) response” yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa respon sesungguhnya akan menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Artinya, dalam pembelajaran harus menimbulkan respon yang positif agar terjadi perubahan tingkah laku pada siswa. Perubahan tingkah laku siswa dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya reward (pemberian hadiah) atau pun penguatan negatif bukan hukuman. Bedanya dengan hukuman adalah, bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respons yang timbul berbeda dari yang diberikan sebelumnya, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respons yang sama menjadi kuat.

Teori belajar behavioristik disebut aliran tingkah laku karena belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku sebagai akibat dari reaksi antara stimulus dan respon. Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut Guthrie dalam


(42)

Siregar (2010:29) yaitu: 1) metode respon bertentangan, 2) metode membosankan, 3) metode mengubah lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa untuk mengubah tingkah laku siswa, guru dapat melakukan tiga hal misalnya, pada hal yang masih baru dan tidak disukai siswa bila sering dilakukan lama kelamaan siswa akan menyukainya, atau dengan hal yang disukai siswa tetapi hal tersebut kurang baik maka teruslah berikan itu secara terus menerus sampai dia bosan yang pada akhirnya siswa tersebut meninggalkan kebiasaan buruk tersebut atau buatlah suasana belajar yang variatif agar anak tidak bosan dengan kondisi belajar agar siswa tidak senang dan nyaman belajar di kelas. Selain itu buatlah kontrak belajar dengan siswa tentang metode yang disukai siswa dan tidak menjadi beban belajar siswa sehingga siswa belajar lebih rileks dan nyaman.

2.2 Teori Pembelajaran

Menurut Miarso (2007:545) pembelajaran merupakan suatu usaha sadar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang tersebut yang dilakukan oleh seseorang atau tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. sedangkan menurut Reigeluth dalam Miarso (2013:1) bahwa ada tiga variabel pembelajaran yaitu (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar, disengaja dan memiliki tujuan, maka pembelajaran hendaknya didesain sedemikian rupa secara optimal agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.


(43)

Suatu pembelajaran akan berjalan dengan baik jika guru mampu mengidentifikasi kondisi pembelajaran, menentukan metode pembelajaran yang sesuai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran dengan tepat. Kemampuan guru mengidentifikasi pembelajaran bergantung pada kemampuan guru mengelompokkan kondisi pembelajaran.

Hal ini sejalan dengan pendapat Prawiradilaga (2008: 18) bahwa prinsip desain pesan pembelajaran meliputi prinsip-prinsip yaitu: 1) kesiapan dan motivasi, 2) penggunaan alat pemusat perhatian, 3) partisipasi aktif siswa, 4) perulangan, dan 5) umpan balik.

Dari kelima desain pesan pembelajaran di atas, dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Prinsip kesiapan dan motivasi

Jika dalam penyampaian pesan pembelajaran siswa dalam kondisi siap (siap pengetahuan prasyarat, siap mental, siap fisik) dan memiliki motivasi tinggi maka hasil belajar akan tinggi juga. Namun, jika siswa belum siap maka perlu dilakukan pembekalan, dan jika siswa belum termotivasi maka perlu dimotivasi dengan menunjukkan pentingnya materi yang akan dipelajari, manfaat, dan relevansi untuk kegiatan belajar yang akan datang dan untuk bekerja di masyarakat, serta dapat juga melalui pemberian hadiah dan hukuman.

2) Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian

Perhatian diartikan sebagai terpusatnya mental terhadap suatu objek yang memegang paranan penting terhadap keberhasilan belajar siswa, semakin


(44)

memperhatikan maka siswa akan semakin berhasil. Alat pengendali perhatian yang paling utama adalah media dan teknik pembelajaran.

3) Prinsip partisipasi aktif siswa

Prinsip ini menjelaskan jika siswa aktif berpartisipasi dan interaktif dalam pembelajaran, maka hasil belajar siswa akan meningkat.

4) Prinsip perulangan

Jika penyampaian pesan pembelajaran diulang-ulang, maka hasil belajar akan meningkat. Perulangan dapat dilakukan dengan memberikan tinjauan singkat pada awal pembelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pembelajaran.

5) Prinsip umpan balik

Jika dalam penyampaian pesan siswa diberi umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah berikan pembetulan, dan jika benar diberikan komfirmasi atau penguatan. Dengan demikian, siswa akan tahu di mana letak kesalahannya dan semakin mantap dengan pengetahuan yang diperolehnya.

Berdasarkan semua pendapat di atas, maka dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan dengan usaha sadar, mempunyai tujuan, umpan balik, dan memiliki hasil belajar. Oleh karenanya, pembelajaran dapat dirancang dengan berbagai metode, model, dan pemanfaatan media sehingga pembelajaran menjadi efektif, efisien dan memiliki daya tarik. Pembelajaran merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa. agar pesan tersebut efektif, perlu diperhatikan prinsip desain pesan pembelajaran.


(45)

“menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa harus membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan ini, siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

2.3 Karakteristik Mata Pelajaran PPKn

2.3.1 Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Secara umum, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2003 pasal 3 sebagai berikut :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sedangkan secara khusus, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan sebagai berikut : “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. (Penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1).

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran harus dioperasionalkan melalui kejelasan tujuan kurikuler dan harus nampak dalam sosok program dan pola pembelajarannya. Tujuan kurikuler tersebut selanjutnya harus dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran yang bersifat khusus dan operasional dengan memperhatikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator-indikatornya dalam silabus.


(46)

Menurut Nu’man Soemantri (2001:159), mengartikan PPKn sebagai berikut : PPKn adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS. PPKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu pendidikannya diorganisasikan secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sosial. Humaniora, dokumen negara terutama Pancasila, UUD 1945, GBHN dan perundangan negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara. PPKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analistis, bersikap dan bertindak demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pendapat di atas PPKn merupakan pendidikan terpadu dari berbagai disiplin ilmu sosial. PPKn merupakan program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua. Dalam demokrasi konstitusional, civic education adalah suatu keharusan karena kemampuan berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berfikir secara kritis, dan bertindak secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan oleh karenanya mengakomodasi pihak lain, semuanya itu memerlukan kemampuan yang memadai.

2.3.2 Ruang Lingkup PPKn

Menurut winarno dalam Aries (2012) ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek antara lain: 1) persatuan dan kesatuan bangsa, 2) norma, hukum dan peraturan, 3) Hak Asasi Manusia, 4) kebutuhan warga negara, 5) konstitusi negara, 6) kekuasan dan Politik, 7) Pancasila, dan 8) globalisasi.meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar


(47)

negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi.

Dengan demikian dapat simpulkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini merupakan suatu pembahasan secara formil dan matrial untuk mencapai sasaran berkaitan dengan warganegara yang baik, meliputi wawasan, sikap, dan prilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara.

2.3.3 Materi PPKn

Sebagaimana lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan di sekolah, menurut Branson dalam Supandi (2010) materi PPKn harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan).

Ketiga komponenn tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara”. Mata pelajaran PPKn merupakan bidang kajian multidisipliner. Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran PPKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa materi PPKn meliputi teori-teori tentang warga negara dan kewarganegaraan, watak-watak kewarganegaraan serta keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


(48)

Berdasarkan rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) antara lain menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah, terdiri atas lima kelompok mata pelajaran. Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan wajib dimasukkan di dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa materi dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sangat esensial dalam membentuk karakter bangsa sehingga mata pelajaran PPKn dijadikan mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

2.3.4 System Evaluasi PPKn

Ada beberapa jenis penilaian yang perlu dilakukan sesuai dengan tujuan dan indikator pencapaian kompetensi yang akan dinilai. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 bahwa penilaian ada beberapa jenis yaitu: 1) penilaian unjuk kerja, 2) penilaian sikap, 3) penilaian tertulis, 4) penilaian proyek, 5) penilaian produk, 6) penilaian potofolio, dan 7) penilaian diri.


(49)

Dari uraian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Penilaian unjuk kerja, merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan unjuk kerja, misal kemampuan berbicara, peserta didik dapat diamati dengan cara diskusi, bercerita dan melakukan wawancara.

2) Penilaian sikap, merupakan penilaian yang dilakukan dengan melihat ekspresi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang. Misalnya penilaian sikap peserta didik terhadap materi pelajaran, terhadap proses pembelajaran, dan penilaian sikap yang berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran.

3) Penilaian tertulis, penilaian ini dilakukan dengan tes tertulis yaitu dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Misal dengan soal yang memilaih jawaban (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan).dan dengan mensuplai jawaban (isian, soal uraian).

4) Penilaian proyek, merupakan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode tertentu. Misal kemampuan peserta didik dalam memilih topik dan mencari informasi serta dalam mengelola waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.

5) Penilaian produk, penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk tersebut. Misal kemampuan peserta didik dalam membuat produk teknologi dan seni seperti hail karya seni dan lain-lain.


(50)

6) Penilaian portofolio, merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Misalnya hasil pekerjaan dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didiknya, hasil tes (bukan nilai).

7) Penilaian diri, penilaian dimana subjek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian ini dapat digunakan dalam menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

Sistem penilaian berbasis kompetensi dasar adalah sistem penilaian yang berkelanjutan dengan kriteria tercapaian kompetensi tertentu. Tercapainya suatu kompetensi ditandai dengan tampilnya indikator tertentu setelah menempuh pengalaman belajar tertentu seluruh indikator dikembangkan menjadi butir-butir soal kemudian diaplikasikan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian baik pada ujian formatif, pertanyaan lisan, kuis di kelas, ulangan harian, tugas, pekerjaan rumah, maupun ujian sumatif yang tidak harus bersamaan dengan akhir semester atau ulangan umum kenaikan.

Penilain berkala adalah penilaian yang dilakukan secara berkala tidak terus menerus. Penilaian ini dilakukan setelah siswa belajar sampai dengan penguasaan kompetensi dasar, dengan demikian ada kemungkinan pelaksanaan tes blok mata pelajaran tertentu tidak bersamaan waktunya dengan tes blok mata pelajaran lainnya. Oleh kerana itu, hasil laporan hasil belajar siswa harus dinyatakan dalam


(51)

ketiga ranah tersebut Laporan hasil belajar siswa dapat berupa raport dan hasil belajar siswa sebaiknya juga dilaporkan ke masyarakat, yang dapat berupa laporan pengembangan prestasi akademik sekolah yang ditempelkan ditempat pengumuman sekolah.

2.4 Teori Desain Pembelajaran

Prawiradilaga (2012: 197) menjelaskan bahwa desain pembelajaran berkenaan pula dengan model-modelnya dan praktik pembelajaran sehari-hari. Model yang dihasilkan oleh para ahli merupakan bukti kajian ilmiah para ahli dengan berbagai latar keilmuan. Rumpun-rumpun model mempunyai keistimewaan tersendiri.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran dapat membantu siswa dalam proses belajar, dan desain pembelajaran harus disusun secara sistematis. Pada desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Salah satu model desain pembelajaran yang berorientasi kelas adalah model ASSURE.

Penelitian pengembangan ini menggunakan desain pembelajaran model ASSURE berorientasi kelas. Model ASSURE ini dicetuskan oleh Heinich, dkk. sejak tahun 1980-an dan dan dikembangkan oleh Smaldino, dkk (Prawiradilaga, 2008: 47). Menurut Heinich dalam Prawiradilaga (2008: 47), model ASSURE terdiri dari enam langkah kegiatan yaitu: Analyze Learners, StateObjectives, SelectMethods, Media, and Material, Utilize Media and Materials, Require Learner Participation, and Evaluate and review.


(52)

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran model ASSURE dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) AnalyzeLearners (Menganalisis Siswa/Pembelajar)

Menganalisa pembelajar adalah langkah awal yang dilakukan sebelum kita melaksanakan sebuah pembelajaran, langkah ini merupakan dasar perencanaan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Faktor yang harus diperhatikan dalam menganalisa pembelajar adalah sebagai berikut:

a) Karakteristik Umum

Karakteristik umum yang dimiliki oleh seseorang akan mungkin mempengaruhi belajar mereka. Yang termasuk dalam karakteristik umum adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, faktor sosial ekonomi, sikap dan ketertarikan. Karakteristik umum ini dapat diperoleh dari catatan akademik siswa, serta dari hasil pengamatan di kelas.

b) Kecakapan Dasar Spesifik

Dick & Carey (2008:113) mengungkapkan bahwa pengetahuan sebelumnya yang dipunyai para siswa tentang sebuah subjek tertentu mempengaruhi bagaimana dan apa yang mereka pelajari lebih banyak daripada yang dilakukan sifat psikologi apa pun. Informasi mengenai kecakapan dasar spesifik dapat diperoleh melalui sarana informal (seperti wawancara informal) atau sarana yang formal seperti melakukan tes awal untuk melihat kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa.


(53)

c) Gaya Belajar

Gaya belajar merujuk pada serangkaian sifat psikologis yang menentukan bagaimana seorang individu merasa, berinteraksi dengan, dan merespon secara emosional terhadap lingkungan belajar. Tujuan menggunakan informasi mengenai gaya belajar adalah menyesuaikan pembelajaran agar lebih memenuhi kebutuhan siswa.

2) StateObjectives (Merumuskan Tujuan)

Perumusan tujuan ini berkaitan dengan apa yang ingin dicapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perumusannya adalah :

a) Tetapkan ABCD

A (audiens – instruksi yang kita ajukan harus fokus kepada apa yang harus dilakukan siswa bukan pada apa yang harus dilakukan guru), B (behavior – kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang harus dimiliki siswa setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat diukur), C (conditions – kondisi pada saat performansi sedang diukur), D (degree – kriteria yang menjadi dasar pengukuran tingkat keberhasilan siswa).

b) Mengklasifikasikan Tujuan

Klasifikasi tujuan adalah untuk menentukan pembelajaran yang akan kita laksanakan lebih cenderung ke domain kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal.

c) Perbedaan Individu

Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang tidak memiliki


(54)

kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu).

3) Select Methods, Media, and Material (Memilih Strategi, Media dan Material)

Dalam memilih strategi yang digunakan maka harus yang berpusat pada siswa, karena dengan demikian siswa akan mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan baik dengan bantuan guru. Untuk meninjau apakah strategi yang digunakan baik atau tidak. (Sharon, 2011:125) menggunakan model ARCS, yaitu apakah menarik Attention (perhatian) siswa, dianggap Relevant (sesuai) dengan kebutuhan siswa, berada pada tingkat yang sesuai untuk membangun rasa Confidence (percaya diri) siswa, dan menghasilkan Satisfaction (kepuasan) dari apa yang siswa pelajari.

Pada memilih media harus mempertimbangkan terlebih dahulu kelebihan dan kekurangannya. Sehingga tidak mempersulit dalam penyampaian pesan yang akan disampaikan pada siswa. Materi/bahan yang kita gunakan dalam proses pembelajaran, dapat berupa media siap pakai, hasil modifikasi, atau hasil desain baru. Usaha untuk mengumpulkan materi, pada intinya adalah materi tersebut harus sesuai dengan tujuan dan karakteristik siswa.


(55)

4) UtilizeMedia and Materials (Menggunakan Media dan Materi)

Perencanaan yang dilakukan dalam menggunakan media dan materi pembelajaran melalui beberapa proses, yaitu: (1) Preview (pratinjau); (2) Mempersiapkan bahan media dan materi; (3) Mempersiapkan lingkungan belajar; (4) Mempersiapkan siswa; (5) Provide atau menyediakan pengalaman belajar (berpusat pada siswa).

5) Require Learner Participation (Mengharuskan Partisipasi Siswa)

Kegiatan mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran sebaiknya memperhatikan sisi psikologis siswa. Berikut adalah gambaran dari adanya sentuhan psikologis dalam proses pembelajaran : (a) Behavioris, tanggapan/respon yang sesuai dari guru dapat menguatkan stimulus yang ditampakkan siswa; (b) Kognitifis, karena informasi yang diterima siswa dapat memperkaya skema mentalnya; (c) Konstruktivis, pengetahuan yang diterima siswa akan lebih berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung setiap aktivitas dalam proses pembelajaran; (d) Sosial, feedback atau tanggapan yang diberikan guru atau teman dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.

6) Evaluate and Review (Mengevaluasi dan Merevisi)

Evaluasi dan merevisi dilakukan untuk melihat seberapa jauh pembelajaran efektif dalam pencapaian kompetensi yang telah direncanakan. Jika kompetensi belum tercapai maka perlu dilakukan revisi terhadap perencanaan pembelajaran.


(56)

Menurut Prawiradilaga (2008: 48) ada beberapa manfaat desain pembelajaran model ASSURE yaitu: 1) sederhana, relatif mudah untuk diterapkan, 2) dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar, 3) komponen KBM lengkap, dan 4) peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan pembelajaran akan sulit dicapai jika bahan ajar yang digunakan tidak di desain dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa sehingga proses pembelajaran mampu memberikan pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.

2.5 Bahan Ajar Modul

Modul sebagai suatu kesatuan bahan belajar yang disajikan dalam bentuk “self- instruction”, yaitu bahan belajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa secara mandiri dengan bantuan yang terbatas dari guru atau orang lain. (Depdiknas, 2002:5).

Walaupun ada bermacam-macam batasan modul, namun ada kesamaan pendapat bahwa modul itu merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan untuk belajar sendiri, karena modul adalah suatu unit yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dengan demikian, pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan individual siswa, yakni mengenai kegiatan belajar dan bahan pelajaran.

Menurut Tian Belawati (2003: 14 – 19) bahwa pemanfaatan bahan ajar dalam proses pembelajaran memiliki peran penting. Peran tersebut meliputi peran bagi


(57)

guru, siswa, dalam pembelajaran klasikal, individual, maupun kelompok. Belawati (2003: 14-15) lebih lanjut menjelaskan tentang peran guru dan siswa dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Bagi Guru. Bahan ajar bagi guru memiliki peran yaitu: 1) menghemat waktu mengajar, 2) mengubah peran pengajar menjadi seorang fasilitator, 3) pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif.

b. Bagi Siswa. Bahan ajar bagi siswa memiliki peran yakni: 1) siswa dapat belajar tanpa kehadiran/harus ada guru, 2) siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja dikehendaki, 3) siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan sendiri, 4) siswa dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri, 5) membantu potensi untuk menjadi pelajar mandiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa materi pembelajaran secara garis besar terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur), keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Bahan ajar modul dapat digunakan siswa sebagai salah satu bahan ajar mandiri yang bisa membantu dalam mengatasi masalah belajar siswa terutama pada mata pelajaran PPKn.

Mengembangkan bahan ajar khususnya bahan ajar cetak, perlu diperhatikan prinsip-prinsip desain pesan. Prawiradilaga dan Siregar (2008: 21) menjelaskan bahwa ada lima komponen yang harus diperhatikan dalam mengembangkan bahan ajar khususnya bahan ajar cetak yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian materi pembelajaran, (3) memancing kinerja siswa, (4) pemberian umpan balik, dan (5) kegiatan tindak lanjut.

Sedangkan secara lebih khusus pada pengembangan bahan ajar cetak, Arsyad (2010: 87) menjelaskan ada enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang bahan ajar, yaitu (2) konsistensi, (2) format, (3) organisasi, (4) daya


(58)

tarik, (5) ukuran huruf, dan (6) ruang/spasi kosong. Selain itu, ada komponen lain yang digunakan untuk menarik perhatian siswa pada bahan ajar cetak yaitu warna, huruf, dan kotak.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa dalam pemilihan bahan ajar perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan isi maupun tampilan bahan ajar sehingga bahan ajar yang digunakan mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran dan menjadikan pembelajaran lebih menarik, dan inovatif.

2.5.1 Komponen-komponen Modul

Mustaji (2008:30-32), mengemukakan unsur-unsur modul antara lain: 1) rumusan tujuan instruksional yang eksplisit dan spesifik, 2) petunjuk guru, 3) lembar kegiatan siswa, 4) lembar kerja siswa, 5) Kunci lembar kerja, 6) Lembar evaluasi, dan 7) kunci lembar evaluasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa dalam pembuatan modul diawali dengan merumuskan tujuan pembelajaran, adanya petunjuk guru agar siswa mudah menggunakannya, adanya soal-soal latihan sebagai kegiatan siswa, adanya soal tes formatif, dan adanya kunci jawaban dari setiap soal yang dibuat.

Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat Munir (2012: 254) bahwa modul memiliki beberapa bagian, antara lain:

1. Bagian pendahuluan modul, yaitu merupakan gambaran umum tentang modul berisi kegunaan modul bagi siswa, tujuan modul, serta petunjuk penggunaan modul.

2. Istilah teknis, yaitu daftar istilah-istilah yang dianggap penting oleh penulis yang dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran.

3. Uraian, yaitu merupakan paparan materi pembelajaran secara rinci. 4. Kutipan, yaitu dapat berupa phrase, kalimat, paragraf, gambar, dan


(1)

3. Produk modul PPKn yang dihasilkan efektif karena rerata hasil belajar siswa yang menggunakan modul 82,4 lebih besar daripada rerata hasil belajar siswa yang tidak menggunakan modul 72.

4. Penggunaan modul PPKn efisien karena waktu yang digunakan pada pembelajaran yang tidak menggunakan modul adalah 3x pertemuan, sedangkan pembelajaran tidak menggunakan modul hanya 2x pertemuan untuk menuntaskan tujuan pembelajaran untuk satu KD dengan nilai efisiensi 1,5 > 1.

5. Kemenarikan modul PPKn dengan skor rata-rata kemenarikan 75% sehingga modul dalam kategori menarik dan mudah dipergunakan siswa dalam belajar.

5.2 Implikasi

Implikasi penelitian ini adalah :

1. Modul PPKn berfungsi sebagai komplemen atau pelengkap bahan ajar yang dimiliki siswa pada materi demokrasi yang dapat meningkatkan wawasan siswa terhadap materi demokrasi sehingga hasil belajar dapat meningkat dan modul mudah untuk dipelajari siswa secara mandiri baik dalam pembelajaran di kelas maupun di rumah sehingga sehingga penggunaan modul dalam pembelajaran lebih efektif.

2. Dengan modul PPKn ini, siswa lebih mudah memahami materi demokrasi karena berisikan petunjuk penggunaan serta dilengkapi dengan gambar-gambar yang berhubungan dengan materi sehingga proses pembelajaran lebih efisien karena memerlukan waktu belajar lebih sedikit dibandingkan pembelajaran yang tidak menggunakan modul.


(2)

3. Bagi guru PPKn, modul ini dapat dijadikan untuk menambah wawasan dan sumber belajar dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dan mengembangkan profesi guru agar menjadi guru yang lebih profesional lagi.

5.3 Saran

Saran penelitian ini adalah

1. Kepada guru penggunaan modul PPKn dalam pembelajaran klasikal harus memperhatikan sumber bahan ajar yang digunakan siswa. Setiap siswa selayaknya memiliki modul sendiri agar pembelajaran dapat berjalan efisien dan efektif. Hal ini penting untuk mendukung efektivitas modul yang digunakan dalam pembelajaran. Guru juga harus memiliki kemampuan memilih metode pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran tercapai. Hal lain yang harus diperhatikan adalah guru harus mampu menjadi fasilitator bagi siswa agar modul dapat dipelajari siswa secara mandiri. Modul juga dapat dijadikan sebagai salah satu unsur pengembangan diri bagi guru yang dapat digunakan dalam kenaikan pangkat.

2. Kepada siswa cara belajar dengan menggunakan modul PPKn pada pembelajaran mandiri ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa. Pertama, sebelum modul digunakan harus diperhatikan petunjuk penggunaannya terlebih dahulu agar soal latihan atau soal tes formatif dapat dijawab dengan benar. Kedua, siswa harus memiliki buku panduan (modul) sendiri dalam pembelajaran. Ketiga, siswa harus rajin membaca sumber lain yang tersedia di perpustakaan untuk menambah wawasan tentang demokrasi.


(3)

Pada pembelajaran kelompok, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa, pertama siswa harus mampu bekerjasama dengan siswa lain dan menghargai pendapat orang lain dalam proses pembelajaran .

Pada pembelajaran klasikal, hal yang penting untuk diperhatikan oleh siswa adalah harus fokus pada penjelasan yang disampaikan oleh guru, kemudian aktif bertanya terhadap apa yang belum dipahami oleh siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ariesilmiah. 2012. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Artikel diunduh dari

http://ariesilmiah.blogspot.com/2012/08/pembelajaran-pendidikan-kewarganegaraan.html diunduh tgl 5 September 2014 Pukul 08:00

Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Borg, W.R. dan M.D. Gall. 1983. Educational Research an Introduction.

Longman Inc. new York United States of America.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rinekacipta: Jakarta .

Cahyani Alviana. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Modul Tutorial Pengolah Kata OpenOffice.org Writer Kelas VIII di Lampung Utara. MTP Unila. Degeng, I N. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi

dan Demokratisasi. Makalah Seminar Regional, di Universitas PGRI Surabaya, 19 April 2000.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Teknik Belajar dengan Modul. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

DeWitt, D., Siraj, S., & Alias, N. 2014. Collaborative mLearning: A Module for Learning Secondary School Science. Faculty of Education, University of Malaya 50603 Kuala Lumpur: Malaysia.

Dick and Carey. 2008. The Systematic Design of Instuction. Longman: NewYork. Diknas. 2004. Pedoman Umum Pemilihan dan Pemanfaatan Bahan Ajar. Jakarta:

Ditjen Dikdasmenum.

EDST5120.2014. Qualitative Research Methodology: Critical Reading and Inquiry Semester. https://education.arts.unsw.edu.au/media/EDUCFile/1_ EDST5120_Qual_Research_Methodology_S1_2014_NEW.pdf

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

________________. 2013. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(5)

Mustaji. 2008. Pembelajaran Mandiri. Surabaya: Unesa FIP.

Nu’man Soemantri. 2001. Pengajaran Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung:

Remaja.

Nafsiah. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran Multimedia Interaktif Materi Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Kelas X Menggunakan Animasi Flash SMA Di Kabupaten Lampung Bara. MTP Unila.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga. 2012. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Reigeluth, C.M & Chellman, A.C. 2009. Instructional-Design Theories and Models Volume III, Building a Common Knowledge Base. New York: Taylor & Francis.

Sadiman, 2006. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sharon E. Smaldino, Deborah L.Lowther, James D. Russell. 2011. Instructional Technology & Media for Learning-Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar: Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Supandi. 2010. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan. Di akses dari

http://dodisupandiblog.blogspot.com/2010/05/karakteristik-pendidikan.html

pada hari Minggu tanggal 2 Pebruari 2015: 08.00

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan kesepuluh. Bandung: Alfabeta.

________. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumarji. 2013. Pengembangan Modul Pembelajaran Model Dick &Carrey pada Mata Pelajaran PPKn untuk Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 5 Lumajang dan SMP Negeri Klakah. Jurnal. Diambil dari

http://jurnaljp3.wordpress.com/2013/09/02/sumarji-pengembangan-modul

pembelajaran-model-dick-carrey-pada-mata-pelajaran-pkn-untuk-siswa-kelas-viii-di-smp-negeri-5-lumajang-dan-smp-negeri-1-klakah/ diunduh


(6)

Sungkono, dkk. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: FIP UNY

Susanto Hadi dkk. (2005). Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Sutrisno. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Tian Belawati, dkk. 2003. Pengembangan Bahan Ajar . Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Universitas Terbuka. 1997. Panduan Operasional Penulisan Modul. Jakarta: UT Uno, Hamzah B. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Woolfolk, Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition (Edisi kesepuluh). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zamroni. 2007. Pendidikan dan Demokrasi dalam Tradisi. Jakarta: PSAP Muhammadiyah.