HUKUM DAGANG DENGAN PERDATA

TUGA
HUBUNGAN HUKUM DAGANG DENGAN
HUKUM PERDATA

OLEH :
NAMA

:
:

JURUSAN

: FKIP / PPKn

SEMSTER

: V (lima)

MATA KULYA : HUKUM DAGANG

HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM

PERDATA
Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai pengertian hukum dagang dan

perdata, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu mengenai hubungan
antara hukum dagang dan hukum perdata.

Hukum dagang
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia
yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau
hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badanbadan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .

Hukum perdata
1. Berikut

beberapa

pengertian

dari


Hukum

Perdata:

Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang
yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan
membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Adu hubungan antara kedua hukum tersebut

adalah hukum yang

mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum
perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan
hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua
pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang
satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain,

sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.

Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undangundang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak
dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan.
Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dari perjanjian dan
dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum
perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang

Hukum

Dagang

(KUHD).

Kesimpulan

ini


sekaligus

menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum
perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis)
dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka
dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan
hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal
1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan
bahwa: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpanganpenyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
A. Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak
tertulis tentang aturan perdagangan.
1) Hukum

Dagang


Indonesia

terutama

bersumber

pada

:

Hukum tertulis yang dihimpun dalam bentuk undang-undang :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)
2) Hukum tidak tertulis, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan .

B. Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihakpihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari
padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,
berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.

Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut
dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan
oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
C. Contoh Kasus penanganan Yang Berkaitan Dengan Hukum Dagang
Dengan Perdata
(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)

Dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen
dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan ganti kerugian, apabila
keadaan barang atau jasa yang dibelinya tidak sebagaimana mestinya.
Apabila pelaku usaha tidak mau bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, maka hal ini
akan terjadi sengketa konsumen, yaitu sengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran
dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau
memanfaatkan jasa. Untuk penyelesaian sengketa konsumen, UUPK
sendiri membagi penyelesaian konsumen manjadi dua bagian, yaitu
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu, penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak

sendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang,
yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 49, yakni Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen atau BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui
konsiliasi, mediasi atau arbitrase dan penyelesaian sengketa melalui
pengadilan. Tatacara penyelesaian sengketa BPSK diatur dalam UUPK jo

kepmenperindag no 350/MPP/12/2001 tentang pelaksanaan tugas dan
wewenang BPSK.
Bedasarkan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/2001, menyatakan
bahwa

putusan BPSK merupakan putusan yang final dan telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Namun pada Pasal 41 ayat (3)
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, menyatakan bahwa konsumen atau pelaku
usaha yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari ketiga terhitung sejak keputusan BPSK diberitahukan. Para pihak

ternyata masih bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling
lambat 14 hari setelah pemberitahuan putusan BPSK.
Kendala

Yang

Dihadapi

Oleh

Badan

Penyelesaian

Sengketa

Konsumen Dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen yaitu kendala
kelembagaan,

pendanaan,


sumber

daya

manusia,

dan

rendahnya

kesadaran hukum perlindungan konsumen.

D. Perkembangan hukum dagang
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata.
Namun,

seiring

berjalannya


waktu

hukum

dagang

mengkodifikasi

(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri
sendiri

atau

terpisah

dari

Kitab


Undang-Undang

Hukum

Perdata

( KUHPer ). Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan
yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya
sebagai

berikut:

Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi
generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan
hukum

yang

umum:

KUHperdata.

Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS

sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum
dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang”
bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian
perekonomian.

Pembagian

hukum

sipil

ke

dalam

KUHD

hanyalah

berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum
terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD,
sebab

perdagangan

antar

Negara

baru

berkembang

dalam

abad

pertengahan.
E. Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad
pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di
Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kotakota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille,
Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum
Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara
dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum
Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi
golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan
hokum

pedagang

ini

bersifat

unifikasi.

Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17
diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja
Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU
COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA
MARINE

yang

mengatur

tenteng

kedaulatan.

Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari
hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari
ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) .
Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri
yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini
ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838
akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD

belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada
tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU
kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri
sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia
memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak
dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.