Kemiskinan dan Kelangkaan Lapangan Kerja

5 kebutuhan akan rasa aman, rasa memiliki, cinta kasih, kehormatan, harga diri, aktualisasi dan transendensi diri seperti yang diungkapkan oleh Maslow Meadow, 2001, sering membuat orang terjebak untuk melakukan apa saja, asalkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan di atas memberikan gambaran tentang betapa rumitnya setiap individu menyediakan dan memperlengkapi segala sesuatu yang diperlukan untuk hidup. Ketidaktersediaannya salah satu dari kebutuhan-kebutuhan tersebut akan menghambat, merintangi dan mempersulit orang untuk mencapai tujuan hidup. Ketika hal-hal yang merintangi itu tidak dapat diatasi, sehingga gagal untuk mencapai kebutuhan hidup yang ideal, di saat itulah manusia jatuh dan terbelenggu dalam masalah. Masalah kebutuhan yang tidak terpe-nuhi, dapat saja tergantung pada ba-gaimana seseorang mencari, mendapatkan dan memperoleh kebutuhan tersebut. Pemenuhan kebutuhan itu bukan hanya kebutuhan perempuan dan anak-anak yang menjadi korban trafficking saja, tetapi juga menjadi kebutuhan mereka yang terlibat dalam jaringan sindikat perdagangan perempuan dan anak-anak seperti, para mucikari, para trafficker sebagai penawar jasa tenaga kerja, dan para sopir taxi yang terlibat dalam jaringan tersebut. Kebutuhan- kebutuhan yang tidak terpenuhi telah menjadi faktor pemicu terjadinya suatu sindikat perdagangan perempuan dan anak-anak, karena tanpa disadari pemenuhan kebutuhan dari pihak- pihak tersebut saling melengkapi. Berikut ini dipaparkan faktor-faktor penyebab perdagangan perempuan dan anak-anak di Indonesia menurut ranking yang tertinggi ke yang paling rendah.

1. Kemiskinan dan Kelangkaan Lapangan Kerja

Penyebab terjadinya praktek trafficking menurut ranking tertinggi dalam wawancara dengan Wagner bahwa: Kemiskinan dan kelangkaan lapangan kerja merupakan faktor pendorong utama terjadinya perdagangan perempuan dan anak-anak di Indonesia, karena ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dalam hidup, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan partisipasi sosial 1 . Pendidikan yang kurang, sehingga tidak terampil dalam berpikir, bekerja dan akhirnya tidak dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan produktif. Tidak ada pekerjaan yang produktif dalam arti bisa memberikan penghasilan yang cukup, sedangkan tuntutan ekonomi semakin meningkat. Jumlah keluarga yang sangat besar. Tidak ada faktor produksi secara ekonomis yang dimiliki oleh seseorang kecuali tenaganya. Tidak ada kesempatan untuk memperoleh fasilitas-fasilitas itu tanah, modal, peralatan, dan sebagainya. Tekanan penduduk, sehingga perbandingan antara tanah dan penduduk tidak seimbang Indraswari, 2005. Kondisi alam dan lingkungan dimana berbagai kegiatan manusia untuk mempertahankan hidupnya telah menjurus ke tindakan-tindakan over-eksploitasi lingkungan. Kebijakan pemerintah menaikkan BBM berakibat meningkatnya beban domestik keluarga- keluarga dalam masyarakat. Dalam mengelola keuangan keluarga, para perempuanlah yang sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Dalam wawancara dengan Ola 2 , beliau memahami bahwa sekalipun budaya patriakhi menempatkan laki-laki sebagai orang yang paling bertanggungjawab mencari nafkah, dalam kenyataan para perempuanlah istri selalu 1 Lola Wagner, Wawancara. Direktur Yayasan Mitra Kesehatan dan Kemanusiaan YMKK, Batam; 28 Agustus 2006. 2 Loupatty Ola, Konselor Yayasan Mitra Kesehatan dan Kemanusiaan YMKK, Batam; 28 Agustus 2006. 6 terdesak dan mengalami dilema kehimpitan keuangan keluarga. Kaum perempuanlah yang berhadapan dengan seluruh anggota keluarga dan bagaimana harus memenuhi kebutuhan keluarga ketika kebutuhan itu tidak terpenuhi, keluarga berada dalam masalah dan rentan ter- hadap kemiskinan Indraswari, 2005. Kesemuanya itu mengakibatkan kemiskinan yang bukan hanya sementara tetapi selama kehidupan itu ada. Kemiskinan bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tetapi dapat disebabkan faktor internal dan eksternal. Penuturan Wagner dalam wawancara bahwa, sebab-sebab kebodohan dihubungkan dengan belum adanya kesadaran akan diri sendiri, merasa tidak mampu, tidak ada kesempatan dan tidak mau memanfaatkan kesempatan, kurang lapangan kerja atau ketrampilan, malas, tidak mau melakukan pekerjaan yang dianggap rendah, menggantungkan diri pada orang lain, kurang mampu berwiraswasta, mental peminta-minta karena struktur sosial yang menekan kehidupan masyarakat. Industrialisasi yang menjadikan semakin berkurangnya lahan pertanian, sehingga lapangan kerja bagi perempuan-perempuan desa menjadi sangat terbatas, membuat mereka terjebak dengan iming-iming gaji yang tinggi sebagai tenaga kerja wanita di luar maupun di dalam negeri, sebagaimana yang dituturkan Gabriel dalam wawancara bahwa: Sebagian besar perempuan-perempuan pencari kerja karena tekanan kemiskinan itu adalah Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi, akhirnya menjadi pekerja seks komersial dipaksa untuk melayani para turis yang datang dari Singapura, Malaysia dengan ciri-ciri etnis Cina, Jepang, India, Melayu dan Australia 3 .

2. Ekonomi Keluarga dan Kesempatan Pendidikan