Pilkada Serentak dan Penyelenggaraan Pen

Pilkada Serentak dan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Penulis: Andry Napitupulu | [email protected]
” tidak ada satupun daerah yang memiliki risiko rendah terhadap ancaman bencana ”
Berdasarkan Permendagri No.56-2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan,
Indonesia memiliki 34 provinsi dan 525 kabupaten dan kota. Sebanyak 268 pemerintah daerah akan
menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada bulan Desember 2015 yang akan
datang. Jika dirinci, ada sembilan provinsi, 223 kabupaten, dan 36 kota. Dari 223 kabupaten dan 36
kota tersebut, diidentifikasi bahwa kabupaten dan kota tersebut tersebar di seluruh provinsi di
Indonesia kecuali DKI Jakarta dan Aceh. Untuk pertama kalinya dalam sejarah berdirinya bangsa ini,
pemilihan kepala daerah diselenggarakan secara serentak. Pembangunan daerah untuk lima tahun
kedepan tentunya sangat menarik untuk dikaji berdasarkan visi dan misi calon kepala daerah.
Namun ada hal menarik yang patut kita pertimbangkan jika menilik visi dan misi calon kepala daerah
tersebut, yaitu melihat komitmen calon kepala daerah terhadap pengurangan risiko bencana. Untuk
saat ini, kita tidak perlu mengkotak-kotakan bahwa bencana yang dimaksud adalah akibat tektonik,
vulkanik, atau terkait iklim, buatan manusia atau kegagalan industri. Yang harus kita sepakati adalah,
bahwa segala sesuatu yang dapat mengancam penghidupan manusia di bumi Indonesia, harus
dilakukan upaya pengurangan risiko, baik sebelum terjadinya bencana, saat bencana maupun
setelah bencana.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI)1 tahun 2013 yang secara resmi dirilis oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ditemukan bahwa 56% provinsi, 70% kabupaten dan 44%
kota peserta Pilkada serentak 2015 yang sesuai dengan daftar resmi dari KPU2 tersebut di atas,

ternyata memiliki risiko tinggi terhadap bencana dan tidak ada satupun daerah yang memiliki risiko
rendah terhadap ancaman bencana. Indeks ini merupakan indeks risiko multi ancaman tahun 2013.
Delapan dari 10 peringkat teratas kabupaten dengan risiko paling tinggi, akan menggelar Pilkada
serentak 2015, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Halmahera Selatan, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Majene, Kabupaten Malang, dan
Kabupaten Jember.
Dengan lahirnya Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (yang kemudian
dirubah menjadi Undang-Undang nomor 9 tahun 2015), bahwa era otonomi daerah semakin
mengedepankan pemerintah dearah berciri kepulauan. Berdasarkan daftar pemerintah daerah yang
terdaftar di KPU tersebut, setidaknya 22% kabupaten merupakan kabupaten bercirikan kepulauan
yang memiliki wilayah laut serta pulau-pulau. Sementara itu, dari total kabupaten dan kota yang ikut
serta dalam Pilkada langsung di Pulau Jawa, setidaknya terdapat 29% kabupaten dan 50% kota yang
berlokasi di pantai utara Jawa.
Berdasarkan BNPB (2015), dalam kurun waktu sepuluh tahun (2004-2013) Indonesia dilanda oleh
beragam bencana besar dengan total kerugian mencapai Rp126,7 triliun. Kejadian bencana itu
antara lain gempa bumi dan tsunami Aceh-Nias (2004), gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah
(2006), gempa bumi Sumatera Barat (2007), banjir Jakarta (2007), gempa bumi Bengkulu (2007),
1

Silahkan akses link berikut untuk lebih rinci: http://www.bnpb.go.id/uploads/publication/612/2014-0603_IRBI_2013_BNPB.pdf

2
Silahkan lihat link berikut untuk lebih rinci: http://infopilkada.kpu.go.id/index.php?r=jmlpenduduk/admin

gempa bumi Sumatera Barat (2009), tsunami Mentawai (2010), banjir bandang Wasior (2010), erupsi
Gunung Merapi (2010), lahar dingin Gunung Merapi (2011), serta banjir Jakarta pada akhir 2012 dan
awal 2013.
Kejadian bencana lainnya yang juga sangat rutin terjadi antara lain banjir dan tanah longsor, abrasi,
banjir rob, kekeringan dan kebakaran hutan. Daerah pantai utara Jawa yang selalu disibukkan
dengan pembangunan dan perbaikan jalur mudik setiap tahunnya, selalu mengalami banjir setiap
musim hujan. Daerah-daerah seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat berpotensi terhadap
banjir rob di pantai utaranya, misalnya di Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan dan Kota
Semarang. Bahkan salah satu wilayah di Kabupaten Demak, yaitu Tambaksari perlahan demi
perlahan kehilangan wilayah daratnya atau juga di Kecamatan Tirto, di Kabupaten Pekalongan yang
semakain mengalami krisis darat karena air laut yang menggenangi wilayah desa.
Setiap kali musim kemarau datang, terlebih lagi tahun 2015 diperparah dengan hadirnya El-Nino,
maka kekering terjadi dimana-dimana. Berdasasrkan BNPB, EL-Nino saat ini telah mebawa dampak
kekeringan panjang di beberapa daerah seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT
dan Sulawesi Selatan. Lahan pertanian terancam gagal tanam dan gagal panen serta ketersediaan air
bersih menjadi langka. Disaat yang bersamaan fungsi-fungsi resapan air mengalami degradasi akibat
konversi menjadi lahan budidaya. Kebakaran hutan yang kembali menjadi sorotan di Asia Tenggara

adalah fakta bahwa ancaman bencana yang terjadi di Indonesia tidak melulu tentang gempa bumi,
gunung meletus atau tsunami. Secara mikro, Indonesia memiliki tipologi cuaca yang ekstrim,
misalnya musim timur di Maluku, dimana gelombang laut bisa menjadi sangat ekstrim yang
menyebabkan terbatasnya akses nelayan untuk menangkap ikan.
Berdasarkan data jumlah kejadian bencana yang dirilis oleh BNPB melalui Data dan Informasi
Bencana Inddonesia3, sampai tahun 2015 sebagian besar kejadian bencana di Indonesia didominasi
oleh kejadian bencana hidrometeorologi, dari yang tertinggi berturut-turut yaitu, banjir (31.3%),
puting beliung (19.4%), tanah longor (16.3%), kebakaran (13.2%), serta kekeringan (8.9%). Hanya ada
beberapa kejadian bencana gempa bumi dan letusan gunung api yang tercatat sampai Agustus 2015.
Dari sebaran kejadian bencana tersebut, sebagian besar tersebar di Pulau Jawa, Pulau Sumatera dan
NTT serta sebagian kecil di Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur secara agregrat berturut-turut merupakan dengan jumlah kejadian paling banyak di
antara yang lainnya.
Pemerintah Daerah dan Penanggulangan Bencana
Berdasarkan Undang-Undang 24 tahun 2007, penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi
tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana tersebut, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak
masyarakat dan pengungsi; perlindungan masyarakat dari dampak bencana; pengurangan risiko
bencana dan pemaduannya ke dalam program pembangunan daerah; dan pengalokasian dana
penanggulangan bencana yang memadai.

Dalam konteks pemilihan kepala daerah, program pembangunan daerah akan memuat visi, misi dan
program kepala daerah terpilih yang akan menentukan arah pembangunan daerah untuk lima tahun
3

Silahkan lihat link berikut ini untuk lebih rinci: http://dibi.bnpb.go.id/

ke depan. Pada titik inilah, calon kepala daerah dituntut untuk memiliki komitmen terhadap
penyelenggaran penanggulangan bencana seperti yang diamanatkan undang-undang. Karena Pilkada
langsung akan dimulai bulan Desember 2015, hal yang menarik dari perhelatan pilkada serentak
tahun 2015 adalah seluruh daerah peserta pemilu akan memulai proses perencanaan pembangunan
yang sama, yaitu dari bulan Januari 20164. Indonesia mengenal tahun perencanaan yang dimulai dari
bulan Januari setiap tahunnya. Artinya, segala proses perencanaan yang dimulai dari tingkat akar
rumput sampai tingkat kabupaten/kota/provinsi akan selaras dengan proses penyusunan RPJM
kabupaten/kota/provinsi.
Berkaca pada informasi kejadian bencana serta IRBI di atas, maka sudah selayaknya kepala daerah
terpilih memadupadankan segala upaya penanggulangan bencana ke dalam perencanaan
pembangunan daerah. Dalam konteks pilkada serentak ini, serta kaitannya terhadap sistem
perencanaan pembangunan nasional, ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan kita
bersama, khususnya kepala daerah dalam memadukannya ke dalam program pembangunan daerah,
seperti yang diamanatkan dalam Pasal 8 UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,

antara lain:










4

Penyelenggaraan penanggulangan bencana bukan merupakan kegiatan tanggap darurat,
melainkan sebuah siklus yang meliputi pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.
Oleh sebab itu, upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tugas dan
fungsi dinas terkait di daerah dimana badan sebagai fungsi koordinasi. Sudah sepantasnya
urusan penanggulangan bencana tidak terdogma sebagai urusan Badan Daerah
Penanggulangan Bencana saja.
Kepala daerah berwenang melakukan penyusunan perencanaan penanggulangan bencana,

yaitu dengan melakukan kajian terhadap ancaman bencana, kerentanan masyarakat, analisis
kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana serta alokasi sumber daya. Rencana
Penanggulangan Bencana inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar bagi kepala daerah
untuk mengintegrasikan penanggulangan bencana ke dalam pembangunan.
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang
terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahunan.
Daerah dengan ciri kepulauan sudah sepatutnya memiliki skenario penanggulangan bencana
khusus kepulauan. Ancaman-ancaman bencana seperti gelombang tinggi, angin kencang,
abrasi, banjir pasang/rob harus menjadi bagian penting dalam perencanaan pembangunan.
Terutama bagi wilayah-wilayah timur di Indonesia yang memiliki pola musim yang berbeda
dengan bagian barat Indonesia, dimana musim timur menghasilkan tingkat ancaman
terhadap cuaca ekstrim dan gelombang tinggi semakin besar.
Dengan lahirnya Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah memberikan
dampak terhadap penanggulangan bencana yang menjadi urusan wajib bagi pemerintah
daerah.


Lihat lebih lengkap siklus perencanaan pembangunan di dalam Undang-Undang 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Disaat yang bersamaan, urusan penanggulangan bencana serta pilkada serentak ini menjadi peluang
bagi masyarakat seluas-luasnya untuk lebih kritis terhadap visi dan misi kepala daerah yang tidak
mengedepankan pengurangan risiko bencana. Berbagai Forum Pengurangan Risiko Bencana yang
telah terbentuk di berbagai daerah seyogyanya menjadi salah satu garda terdepan untuk
memastikan hal ini.