Ekspresi Gen Aromatase, Nisbah Kelamin Jantan, Dan Kinerja Budidaya Ikan Nila Yang Direndam Hormon 17α Metiltestosteron Pada Suhu 36 °C

EKSPRESI GEN AROMATASE, NISBAH KELAMIN JANTAN,
DAN KINERJA BUDIDAYA IKAN NILA YANG DIRENDAM
HORMON 17α-METILTESTOSTERON PADA SUHU 36 °C

AGUNG LUTHFI FAUZAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Ekspresi Gen
Aromatase, Nisbah Kelamin Jantan, dan Kinerja Budidaya Ikan Nila yang
Direndam Hormon 17α-Metiltestosteron pada Suhu 36 °C” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Agung Luthfi Fauzan
NIM C151140331

RINGKASAN
AGUNG LUTHFI FAUZAN. Ekspresi Gen Aromatase, Nisbah Kelamin Jantan,
dan Kinerja Budidaya Ikan Nila yang Direndam Hormon 17α-Metiltestosteron
pada Suhu 36 °C. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan
ALIMUDDIN.
Ikan nila merupakan salah satu ikan konsumsi unggulan air tawar yang
dibudidayakan secara intensif di Indonesia sejak tahun 2000. Ikan nila jantan
tumbuh hampir dua kali lipat dibandingkan ikan nila betina dan cepat matang
gonad. Kematangan dini pada ikan nila berakibat menghambat pertumbuhan,
karena energi yang digunakan untuk pertumbuhan sel somatik sebagian terbagi
untuk perkembangan dan kematangan gonad. Budidaya ikan nila jantan tunggal
kelamin (monoseks) potensial dapat meningkatkan produksi dibandingkan dengan
populasi campuran. Produksi monoseks jantan dapat diperoleh dengan teknologi
maskulinisasi (sex reversal) pada masa sebelum terjadi diferensiasi kelamin.

Metode maskulinisasi pada pengarahan diferensiasi kelamin jantan dilakukan
dengan menambahkan hormon steroid eksogenous berupa androgen. Hormon
androgen yang telah banyak digunakan adalah 17α-metiltestosteron (MT).
Diferensiasi kelamin pada ikan dikendalikan oleh gen yang menghasilkan
enzim aromatase yaitu enzim sitokrom P-450 yang mengkatalis perubahan
androgen menjadi estrogen. Aktivitas enzim aromatase terbatas pada daerah
dengan target estradiol dan berfungsi untuk mengatur jenis kelamin, reproduksi
dan tingkah laku. Aktivitas enzim aromatase berkorelasi dengan struktur gonad,
yakni pada larva dengan ekspresi gen aromatase rendah mengarah pada
terbentuknya testis, sedangkan ekspresi gen dengan aktivitas aromatase tinggi
akan mengarah pada terbentuknya ovari. Analisis ekspresi gen aromatase dapat
menjelaskan mekanisme diferensiasi kelamin dan maskulinisasi pada ikan. Tujuan
dari penelitian ini adalah 1) menganalisis ekspresi gen aromatase tipe otak pada
ikan nila yang direndam hormon MT pada suhu 36 °C, 2) Mengevaluasi nisbah
kelamin jantan, laju pertumbuhan spesifik, kelangsungan hidup dan biomassa ikan
nila setelah direndam satu dan dua kali perendaman hormon MT dosis 2 mg/L
selama 4 jam pada suhu 36 °C.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas perlakuan
dosis MT 2 mg/L pada suhu 36 °C dengan satu kali perendaman (larva umur 10
hari) dan dua kali perendaman (larva umur 10 dan 13 hari) dibandingkan dengan

kontrol tanpa MT pada suhu ruang (24-26 °C). Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali. Perendaman dilakukan selama 4 jam pada larva umur 10 hari
setelah penetasan (perendaman ke-1) dan pada hari ke-13 setelah penetasan
(perendaman ke-2) dengan kepadatan 250 ekor/L per ulangan perlakuan.
Selanjutnya ikan dipelihara selama dua bulan, pada bulan pertama ikan dipelihara
di akuarium dan bulan kedua dalam hapa (2x1x1 m3) di kolam tanah. Pakan
dengan kadar protein 40% diberikan tiga kali dalam sehari secara at satiation.
Pergantian air akuarium dilakukan setiap 2 hari sebanyak 80%. Pengukuran bobot
tubuh dilakukan setiap dua minggu sekali, dan pada akhir pemeliharaan
dilakukan pengamatan gonad dengan metode histologi menggunakan pewarnaan
hematoxilin-eosin. Pengamatan fenotipe kelamin jantan, kelangsungan hidup, dan
biomassa ikan dilakukan pada akhir pemeliharaan.

Analisis ekspresi gen aromatase dilakukan sebelum perendaman,
pascarendam satu kali (larva umur 10 hari), pascarendam dua kali (larva umur 13
hari), dan ikan umur 60 hari. Jaringan yang dianalisis pada larva adalah bagian
kepala hingga setengah tubuh, sedangkan pada ikan umur 60 hari adalah jaringan
gonad. Ekspresi gen aromatase dianalisis menggunakan metode PCR semikuantitatif (sqRT-PCR).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman satu kali MT dosis 2
mg/L selama 4 jam pada suhu 36 °C menghasilkan lebih banyak ikan nila jantan.

Tingkat ekspresi gen aromatase tipe otak pada perendaman satu kali adalah lebih
rendah pada umur 10 hari, dan meningkat secara signifikan pada hari ke-13
dibandingkan dengan kontrol (perendaman pada suhu ruang tanpa MT).
Perendaman larva menggunakan MT dan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup. Ikan nila hasil perendaman larva menggunakan MT pada
suhu 36 °C memiliki laju pertumbuhan spesifik dan biomassa lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Dengan demikian, pengarahan kelamin jantan ikan nila
efektif dapat dilakukan dengan perendaman satu kali selama 4 jam pada larva
yang belum terdiferensiasi menggunakan MT dosis 2 mg/L pada suhu 36 °C.
Perbedaan ekspresi gen aromatase mengindikasikan peran gen tersebut dalam
maskulinisasi ikan nila. Selanjutnya, jumlah ikan jantan yang lebih banyak pada
perlakuan MT terbukti meningkatkan produksi (biomassa).
Kata kunci: ekspresi gen aromatase, Oreochromis niloticus, maskulinisasi, suhu,
17α-metiltestosteron

SUMMARY
AGUNG LUTHFI FAUZAN. Aromatase Gene Expression, Male Ratio, and
Culture Performance of Nile tilapia Immersed in Water 36 °C Containing 17αMethyltestosterone. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and
ALIMUDDIN.
Tilapia is one of the famous freshwater fish, which cultivated intensively in

Indonesia since 2000. Male tilapia has growth and gonadal maturation faster than
female tilapia. Early maturation inhibits growth of tilapia, on the other hand,
energy will be used for gonadal growth. Monosex male tilapia population has
potential increasing production than female population. Monosex male population
production can be obtained by the technology of masculinization (sex reversal) at
the period before differentiation occured. Masculinization can be conducted by
adding exogenous steroid hormone such as androgen. The androgen hormone
17α-methyltestosterone (MT) has commonly been used in fish farming.
Sex differentiation is controlled by a gene encoding aromatase enzyme. The
aromatase enzyme is a cytochrome P-450 catalyzing changes in androgen to
estrogen. Aromatase enzyme activity confined to the target with estradiol and
serves to regulate the sex, reproduction and behavior. Aromatase enzyme activity
has been correlated with gonadal structure. Aromatase gene expression with low
expression level leads to testes and with high expression leads to ovary.
Aromatase gene analysis can explain the mechanism of sex differentiation and sex
determination in fish. The purpose of this research were 1) to analyze the
aromatase brain-type gene expression on tilapia by immersion of MT hormone at
a temperature of 36 °C, 2) to evaluate the male ratio, growth, survival, and
biomass of tilapia after immersing once and twice in high water temperature
(36 C), containing MT at dose of 2 mg L-1 for 4 hours.

The research used a completely randomized design and consisted of a
treatment dose of MT 2 mg/L at a temperature of 36 °C with single and twice
immersion and controls without MT at room temperature. Each treatment was
repeated 3 times. Immersion was carried out for 4 hours at larvae 10 day post
hatching (dph) (once immersion) and larvae 13 dph (twice immersion) with a
density 250 fish/L each treatment. Furthermore, the fish was maintained two
months. First month was maintained on aquarium and second month was
maintenaned on hapa 2x1x1 m3 settled in earthern pond. The fish was given
commercial feed with 40% protein three times a day at satiation and water
changed every two days (80% water aquarium).
Aromatase gene expression analysis was performed before, after once
immersion on larvae 10 dph, post twice immersion on larvae 13 dph, and 60-dayold fish. The sampling was carried out every two weeks and at the end of
experiment gonadal observation was conducted by histology method using
hematoxylin eosin staining was performed. Fenotype observation, survival, and
biomass were carried out at the end of research. Tissue analysis on the larvae was
from head to half of body while the two-month-old juvenile was gonadal tissue.
Aromatase gene expression was analyzed by semi-quantitative PCR (sqRT-PCR )
method.

The result showed that higher monosex male fish production was obtained

by once immersion of MT at 36 °C water temperature. At this treatment, gene
expression level of aromatase brain-type was lower at day 10, and increased
significantly at day 13 compared to control (immersion at room temperature
without MT). Immersion using MT and 36 °C water temperature has no
significant effect on the survival. While the specific growth rate and fish biomass
showed significantly higher than control. Thus, monosex male tilapia can be
produced by once immersion of undifferentiated larvae in 36 °C temperature of
water containing MT. Aromatase gene expression differences was indicated the
role of these genes in masculinization of tilapia. Furthermore, the large number of
male in MT treatment will increase yield production (biomass).
Keywords: aromatase gene expression, Oreochromis niloticus, masculinization,
temperature, 17α-methyltestosterone

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, tinjauan
suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EKSPRESI GEN AROMATASE, NISBAH KELAMIN JANTAN,
DAN KINERJA BUDIDAYA IKAN NILA YANG DIRENDAM
HORMON 17α-METILTESTOSTERON PADA SUHU 36 °C

AGUNG LUTHFI FAUZAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Tatag Budiardi, MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai
dengan Mei 2016 yang bertempat di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
Sukabumi Jawa Barat adalah maskulinisasi, dengan judul penelitian yaitu
“Ekspresi gen aromatase, nisbah kelamin jantan, dan kinerja budidaya ikan nila
yang direndam hormon 17α-metiltestosteron pada suhu 36 °C”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dinar Tri Soelistyowati dan Dr
Alimuddin selaku pembimbing selayaknya orang tua yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan baik teknis maupun non-teknis kepada penulis
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Dr Tatag Budiardi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis atas
segala saran yang diberikan sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar Sukabumi yang telah mendukung secara langsung penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
seluruh dosen Program Studi Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bimbingan dan saran

kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016
Agung Luthfi Fauzan

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN

1


Latar belakang
Rumusan masalah
Tujuan penelitian
Hipotesis

1
2
2
2

2 METODE
Perlakuan maskulinisasi
Analisis ekspresi gen aromatase
Identifikasi jenis kelamin
Analisis kualitas air
Parameter uji
Nisbah kelamin jantan
Laju pertumbuhan spesifik
Kelangsungan hidup
Biomassa ikan
Analisis data

2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil
Ekspresi gen aromatase
Nisbah kelamin jantan
Laju pertumbuhan spesifik
Kelangsungan hidup
Biomassa ikan
Pembahasan

5
5
6
7
7
8
8

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

10
10
11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR GAMBAR
1. Ekspresi gen aromatase tipe otak dan β-aktin

6

2. Tingkat ekspresi gen aromatase tipe otak ikan nila hasil perendaman
MT pada suhu 36 °C
3. Nisbah kelamin jantan ikan nila hasil perendaman MT pada suhu 36 °C
4. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila hasil perendaman MT pada suhu 36 °C
5. Kelangsungan hidup ikan nila hasil perendaman MT pada suhu 36 °C
6. Biomassa ikan nila hasil perendaman MT pada suhu 36 °C

6
7
7
8
8

DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis statistik perendaman larva dengan MT pada suhu 36 °C
2. Analisis statistik ekspresi gen aromatase tipe otak

15
23

1

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Ikan nila merupakan salah satu ikan konsumsi unggulan air tawar yang
dibudidayakan secara intensif di Indonesia sejak tahun 2000. Ikan nila jantan
tumbuh hampir dua kali lipat lebih cepat dibandingkan ikan nila betina dan cepat
matang gonad (Popma dan Masser 1999). Kematangan dini pada ikan nila
berakibat menghambat pertumbuhan (Mair et al. 1995), karena energi yang
digunakan untuk pertumbuhan sel somatik sebagian terbagi untuk perkembangan
dan kematangan gonad. Ikan nila Sultana merupakan varietas ikan nila terbaru
singkatan dari Seleksi Unggul Salabintana, ikan nila ini memiliki beberapa
keunggulan dari nila-nila lainnya seperti daya tahan tubuh yang bagus, telurnya
yang lebih banyak bisa menghasilkan 1000-2000 butir per induk betina, dan
pertumbuhannya yang cukup cepat. Ikan nila Sultana merupakan perkawinan
silang dari 10 strain ikan nila yang ada di Indonesia. Nila Sultana dikembangkan
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi sejak
2001 lalu. Varietas nila ini mendapat pengakuan dari KKP dengan keluarnya
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.28/MEN/2012 tentang
Pelepasan Ikan Nila Sultana pada 7 Juni 2012.
Budidaya ikan nila jantan tunggal kelamin (monoseks) potensial dapat
meningkatkan produksi biomassa dibandingkan dengan populasi campuran.
Produksi monoseks jantan dapat diperoleh dengan teknologi maskulinisasi (sex
reversal) pada masa sebelum diferensiasi kelamin (Yamamoto 1969). Metode
maskulinisasi pada pengarahan diferensiasi kelamin jantan dilakukan dengan
menambahkan hormon steroid eksogenous berupa androgen. Hormon androgen
yang telah banyak digunakan adalah 17α-metiltestosteron (MT) (Yamazaki 1983).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian MT mampu
mengarahkan perkembangan gonad dan menghasilkan 100% jantan pada dosis 50
mg/kg dan 98% jantan pada dosis 60 mg/kg melalui pakan (Zairin 2002). Induksi
MT melalui perendaman larva umur 10 hari dan 13 hari setelah fertilisasi
menggunakan MT dosis 100 µg/L selama 3 jam menghasilkan ikan jantan 73%
dan 83%, sedangkan perendaman larva ikan nila umur 14 hari setelah fertilisasi
pada dosis 200 µg/L menghasilkan 73% jantan, 1800 µg/L MT selama 4 jam
menghasilkan ikan jantan 91,6% (Wasserman dan Afonso 2003). Tessema et al.
2006 melakukan maskulinisasi ikan nila melalui perendaman larva umur 10 hari
pascatetas pada suhu 36 °C selama 10 hari dengan kepadatan larva 100
ekor/perlakuan menghasilkan nisbah kelamin jantan 86%.
Diferensiasi kelamin pada ikan dikendalikan oleh gen yang menghasilkan
enzim aromatase yaitu enzim sitokrom P-450 yang mengkatalis perubahan
androgen menjadi estrogen. Aktivitas enzim aromatase terbatas pada daerah
dengan target estradiol dan berfungsi untuk mengatur jenis kelamin, reproduksi
dan tingkah laku (Callard et al. 2001). Pada ikan teleost ada dua isoform dari gen
aromatase, yaitu tipe ovari (Cyp19a) dan tipe otak (Cyp19b), ang meng ode an
dua stru tural protein ang berbeda aitu P 50arom dan P 50arom Piferrer
dan la que 200 . Tipe ovari berperan dalam memulai, menjaga atau
mempercepat diferensiasi ovarium (Kwon et al. 2001), sedangkan tipe otak
sebagai pengendalian tingkah laku dan neuroestrogen di otak (Silverin et al.

2

2000). Aktivitas enzim aromatase berkorelasi dengan struktur gonad, yakni pada
larva dengan ekspresi gen aromatase rendah mengarah pada terbentuknya testis,
sedangkan ekspresi gen dengan aktivitas aromatase tinggi akan mengarah pada
terbentuknya ovari (Sever et al. 1999). Analisis ekspresi gen aromatase dapat
menjelaskan mekanisme seks diferensiasi dan maskulinisasi pada ikan.
Rumusan masalah
Produktivitas budidaya ikan nila populasi campuran tidak optimal karena
kematangan dini menyebabkan pengalihan sebagian energi pertumbuhan ke
reproduksi (perkembangan dan pematangan gonad). Budidaya monoseks ikan nila
jantan potensial dikembangkan. Ikan nila jantan tumbuh hampir dua kali lipat
dibandingkan nila betina, sehingga budidaya monoseks jantan dapat
memaksimalkan produksi biomassa. Maskulinisasi untuk pengarahan kelamin
fungsional betina menjadi jantan pada masa sebelum diferensiasi kelamin dapat
dilakukan dengan pemberian androgen berupa MT. Efektivitas pemberian MT
dosis rendah yang dikombinasikan dengan suhu 36 °C melalui perendaman larva
dan waktu yang singkat diharapkan dapat menekan ekspresi gen aromatase dan
menghasilkan ikan nila monoseks jantan.
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis ekspresi gen aromatase
tipe otak pada ikan nila yang direndam hormon MT pada suhu 36 °C, 2)
Mengevaluasi nisbah kelamin jantan, laju pertumbuhan spesifik, kelangsungan
hidup dan biomassa ikan nila setelah direndam satu dan dua kali perendaman
hormon MT dosis 2 mg/L selama 4 jam pada suhu 36 °C.
Hipotesis
Maskulinisasi dengan kombinasi MT dan suhu 36 °C melalui perendaman
larva dapat mempengaruhi ekspresi gen aromatase, nisbah kelamin jantan,
pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan biomassa ikan.

2 METODE
Perlakuan maskulinisasi
Rancangan acak lengkap terdiri dari perlakuan kombinasi dosis MT 2 mg/L
dan suhu 36 °C dengan satu kali perendaman (larva umur 10 hari) dan dua kali
perendaman (larva umur 10 dan 13 hari) dibandingkan dengan kombinasi kontrol
tanpa MT dan suhu ruang (24-26 °C). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak
3 kali. Perendaman dilakukan selama 4 jam pada larva umur 10 hari setelah
penetasan (perendaman ke-1) dan pada hari ke-13 setelah penetasan (perendaman
ke-2) dengan kepadatan 250 ekor/L per ulangan perlakuan. Selanjutnya ikan
dipelihara selama dua bulan, pada bulan pertama ikan dipelihara di akuarium dan
bulan kedua dalam hapa (2x1x1 m3) di kolam tanah. Pakan dengan kadar protein
40% diberikan tiga kali dalam sehari secara at satiation. Pergantian air dilakukan

3

setiap 2 hari sebanyak 80%. Pengukuran bobot tubuh dilakukan setiap dua
minggu sekali, pada akhir pemeliharaan dilakukan pengamatan gonad dengan
metode histologi menggunakan pewarnaan hematoxilin-eosin. Pengamatan nisbah
kelamin jantan, kelangsungan hidup, dan biomassa ikan dilakukan pada akhir
pemeliharaan.
Analisis ekspresi gen aromatase
Analisis ekspresi gen aromatase tipe otak dilakukan sebelum, pascarendam
satu kali (larva umur 10 hari), pascarendam dua kali (larva umur 13 hari), dan
ikan umur 60 hari. Jaringan yang dianalisis pada larva adalah bagian kepala
hingga setengah tubuh, sedangkan pada ikan umur 60 hari adalah jaringan gonad.
Ekspresi gen aromatase dianalisis menggunakan metode sqRT-PCR. RNA total
diekstraksi dari kepala hingga setengah tubuh dari 10 ekor larva, sedangkan pada
ikan berumur dua bulan adalah jaringan gonad dari 5 ekor ikan, masing-masing
sampel uji dibuat dua kali ulangan (duplo). RNA total diekstraksi dengan
menggunakan miRNeasy Mini Kit (QIAGEN) sesuai prosedur dalam manual.
Pelet RNA dilarut an dengan 30 μL DEPC 0,1%. Sintesis cDNA komplementer
dilakukan dengan High Capacity cDNA Reverse Trancriptase Kit (Applied
Biosystems). Konsentrasi RNA dibuat 3 μg dalam 30 μL DEPC, emudian
dihomogenasi dengan vorteks dengan kecepatan rendah. Tabung mikro (RNA)
dimasukkan ke inkubator suhu 65 °C selama 10 menit, selanjutnya tabung mikro
dimasukkan ke dalam es selama 2 menit. Selanjutnya RNA dimasukkan ke dalam
tabung first strand reaction mix beads yang berisi dua bola putih. Primer oligo
dT3 racevect (5’-GTA ATA CGA CTC ACT ATA GGG CAC GCG TGG TCG
ACG GCC CGG GCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT TTT-3’) dengan
konsentrasi 1 μg/3 μL ditambah an seban a 3 μL e dalam rea si, dibiar an 1
menit. Tabung mikro dibiarkan selama 1 jam, kemudian cDNA ditambahkan
SDW 50 μL.
Primer didesain dengan menggunakan program Primer-BLAST (basic local
alignment search tool) yaitu tiArm2-F (5’-TAGGCACAGCCAGCAACTAC-3’)
dan tiArm2-R 5’-TGGAGGAGACGCAAACATCC-3’ dengan ode a ses:
XM005450809 untuk tipe otak, sebagai kontrol internal digunakan β-aktin.
Kondisi PCR yang digunakan untuk amplifikasi aromatase tipe otak, yaitu predenaturasi 94 °C selama 3 menit, 35 siklus pada denaturasi 94 °C selama 30 detik,
annealing 59 °C selama 30 detik dan ekstensi 72 °C selama 30 detik, serta
ekstensi akhir 72 °C selama 3 menit (Heriyati 2012). Hasil PCR diseparasi
menggunakan elektroforesis dengan gel agarosa 1%. DNA divisualisasi dengan
pewarna GelredTM menggunakan cahaya ultraviolet. Kemudian hasil amplifikasi
diolah menggunakan software ImageJ dan dibandingkan dengan β-aktin sebagai
kontrol internal loading saat sintesis cDNA.
Identifikasi jenis kelamin
Identifikasi jenis kelamin dilakukan dengan menganalisis gonad ikan nila
setelah berumur dua bulan menggunakan metode histologi dengan pewarnaan
hematoxilin-eosin (Guerrero dan Shelton 1974).

4

Analisis kualitas air
Parameter kualitas air yang diukur adalah pH, suhu, DO, dan amonia.
Pengukuran kualitas air dilakukan pada saat pemeliharaan ikan di akuarium dan
hapa. Sampel air yang diukur yaitu air akuarium dan kolam pemeliharaan. pH
diukur menggunakan pH meter, suhu dan DO diukur menggunakan alat DO
meter, dan amonia diukur menggunakan metode titrasi. Nilai suhu dan pH selama
pemeliharaan perlakuan dan kontrol berada pada kisaran yang dapat ditoleransi
oleh ikan nila, yaitu suhu air hatchery 24 - 26 °C dan pH 6,5 - 7,5 (Tabel 1).
Kondisi ini masih termasuk dalam kisaran optimum untuk ikan nila (Popma dan
Masser 1999) bahwa kisaran nilai pH untuk ikan nila adalah 6,5 – 8,5 dan suhu 25
- 30 °C.
Tabel 1. Kualitas air selama pemeliharaan larva dengan MT pada suhu 36 °C
Parameter
Suhu (°C)
pH
Oksigen terlarut (mg/L)
Amonia (mg/L)

Hasil
24 - 26
6,5 - 7,5
7,0 - 7,5
0,10 - 0,29

Tinjauan pustaka
(KepMen KKP 2012)
22,7 – 28,5
6 – 9,41
0,13 – 5,04
0,04 – 1,47

Parameter uji
Nisbah kelamin jantan
Nisbah kelamin jantan merupakan jumlah ikan jantan dibandingkan
dengan jumlah ikan secara keseluruhan. Nisbah kelamin jantan dihitung dengan
menggunakan rumus:
NKJ = [Ij/Is] x 100
Keterangan:
NKJ = nisbah kelamin jantan (%)
Ij
= jumlah ikan jantan
Is
= jumlah ikan yang diamati
Laju pertumbuhan spesifik
Analisis laju pertumbuhan spesifik dihitung menggunakan rumus
(Huisman 1987):
LPS (%) = [t√wt/wo-1]x100
Keterangan:
LPS = laju pertumbuhan spesifik (%)
wt
= bobot rata-rata pada saat t (g)
wo
= bobot rata-rata pada saat tebar awal (g)
t
= lama waktu pemeliharaan (hari)

5

Kelangsungan hidup
Kelangsungan hidup merupakan jumlah ikan yang hidup pada akhir
pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan.
Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus (Huisman 1987):
KH (%) = [Nt/No]x100
Keterangan:
KH
= kelangsungan hidup (%)
Nt
= jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No
= jumlah ikan pawa awal pemeliharaaan (ekor)
Biomassa ikan
Biomassa ikan merupakan bobot ikan total pada akhir pemeliharaan hasil
dari perkalian bobot rata-rata ikan dengan jumlah total ikan hidup. Biomassa ikan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Biomassa (g) = w x Nt (Huisman 1987)
Keterangan:
Biomassa
= bobot biomassa ikan (g)
w
= bobot rata-rata ikan (g)
Nt
= jumlah ikan total (ekor)
Analisis data
Data nisbah kelamin jantan, laju pertumbuhan spesifik, kelangsungan
hidup, dan biomassa ikan dianalisis ragam dengan menggunakan program SPSS
versi 22 dengan diuji lanjut Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%. Tingkat
ekspresi gen aromatase dianalisis secara semi-kuantitatif menggunakan software
ImageJ, kemudian diuji statistik dengan SPSS versi 22 dengan diuji lanjut Duncan
dengan tingkat kepercayaan 95%.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Ekspresi gen aromatase
Hasil analisis sqRT-PCR ekspresi gen aromatase (Gambar 1)
menggambarkan tingkat ekspresi aromatase tipe otak dan β-aktin (sebagai kontrol
internal loading saat sintesis cDNA). Tingkat ekspresi aromatase dapat dilihat dari
perbedaan rasio luas area ekspresi gen aromatase antara hasil analisis sqRT-PCR
dengan β-aktin (Gambar 2).

6

Tingkat ekspresi gen
aromatase tipe otak/β -aktin

Gambar 1. Ekspresi gen aromatase tipe otak dan β-aktin. M = marker DNA;
S10: ikan sebelum diberi perlakuan, P0: kontrol suhu ruang, P0T:
kontrol suhu 36 °C, P0T’: ontrol suhu 3 °C umur 60 hari °C, P1:
Perendaman satu ali pada suhu ruang, P1’: Perendaman satu ali
pada suhu ruang umur 60 hari, P1T: perendaman satu kali pada suhu
36 °C, P1T’: perendaman satu ali pada suhu 3 °C umur 60 hari,
P2: perendaman dua ali pada suhu ruang, P2’: perendaman dua ali
pada suhu ruang umur 60 hari, P2T: perendaman dua kali pada suhu
36 °C, P2T’: perendaman dua ali pada suhu 36 °C umur 60 hari, K:
kontrol.
Tingkat ekspresi gen aromatase tipe otak adalah lebih rendah pada
perendaman larva satu kali umur 10 hari dalam dosis 2 mg/L MT dan pada suhu
36 °C dibandingkan dengan perendaman dua kali pada umur larva 10 dan 13 hari,
dan semakin rendah pada ikan umur 60 hari (Gambar 2 dan Lampiran 2).
Penurunan ekspresi gen aromatase pada tipe otak menunjukkan aktivitas
aromatase tertekan sehingga menghambat perubahan androgen menjadi estrogen.
Tingkat ekspresi gen aromatase ikan nila umur 60 hari pada perlakuan MT dan
suhu 36 °C lebih rendah dibandingkan perlakuan suhu saja.
2

f
1.5
1

e

d d
b

0.5

c

e
b

c
ab

Umur 10 hari

c
a

Umur 13 hari
Umur 60 hari

0
P0

P0T

P1

P2

Perlakuan

Gambar 2. Tingkat ekspresi gen aromatase tipe otak menggunakan metode
sqRT-PCR. P0= kontrol suhu ruang, P0T= kontrol suhu 36 °C,
P1= perendaman MT pada suhu ruang, P2= perendaman MT
pada suhu 36 °C. Huruf kecil yang berbeda di atas bar
simpangan baku (SB) menunjukkan beda nyata (p