Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian Di Provinsi Lampung

PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA
DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN
DI PROVINSI LAMPUNG

OKWAN HIMPUNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA
DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN
DI PROVINSI LAMPUNG

OKWAN HIMPUNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perubahan Struktural
Tenagakerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Okwan Himpuni
NRP H152100051

RINGKASAN

OKWAN HIMPUNI. Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor
Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh
ERNAN RUSTIADI dan SETIA HADI.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberiikan
sumbangan perekonomian terbesar di Provinsi Lampung. Sebagian besar
penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja bekerja pada sektor pertanian
sebagai mata pencaharian utama. Meskipun sektor pertanian mendominasi, namun
dari tahun ketahun kontribusi sektor pertanian menurun dibandingkan dengan
sektor non pertanian. Kecenderungan perubahan struktur ekonomi memberiikan
gambaran apakah perubahan struktur yang terjadi sesuai dengan potensi wilayah.
Selain itu, jika dilihat dari produktivitas angkatan kerja sektor pertanian
masih jauh tertinggal dari produktivitas angkatan kerja sektor industri dan jasa.
Hal ini dilihat dari tingkat upah sektor pertanian. Meskipun upah sektor pertanian
menunjukkan kenaikan, namun tetap berada pada tingkat yang lebih rendah
daripada
sektor industri. Proporsi tenaga kerja pada sektor
pertanian
memperlihatkan kecenderungan yang menurun setiap tahunnya. Keadaan ini
berbanding terbalik dengan proporsi tenaga kerja pada sektor non pertanian dan
industri yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Hal ini memperlihatkan

terjadinya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non
pertanian.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan
tujuan (1) Menganalisis sektor perekonomian Provinsi Lampung dalam kaitannya
dengan perubahan struktur ketenagakerjaan (2) Menganalisis faktor-faktor
ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian dan sektor
non pertanian Provinsi Lampung (3) Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa
dan lainnya dan sektor industri. Dengan melakukan analisis deskriptif dan analisis
pendugaan mengggunakan persamaan model ekonometrika, maka diketahui faktor
apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja dan faktor apa
saja yang mempengaruhi perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian
ke sektor non pertanian.
Berdasarkan analisis data laju pertumbuhan ekonomi, struktur
perekonomian Provinsi Lampung adalah jasa – industri – pertanian (S-I-A).
Apabila pola perubahan struktur klasik yang terjadi di negara-negara maju
dijadikan acuan maka dapat dikatakan bahwa perubahan struktur ekonomi
Provinsi Lampung merupakan pola pintas. Tidak munculnya pola ini
menunjukkan tidak meluasnya tahapan industrialisasi yang dilaksanakan di
Provinsi Lampung. Bisa dikatakan bahwa pertumbuhan sektor industri tidak


pernah berbasiskan sektor pertanian (agroindustri). Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri di Provinsi
Lampung sangatlah lemah dan cenderung menurun.
Berdasarkan hasil analisis dari enam peubah yang ada, terdapat dua
peubah yang tidak memberiikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan
struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, yaitu rasio upah
pertanian dan jumlah traktor. Sementara itu, jika dilihat dugaan nilai elastisitas
perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap
peubah-peubahnya, terdapat satu peubah yang nilainya bersifat elastis, yaitu luas
panen padi. Sedangkan peubah yang lainnya bersifat inelastis. Hal ini
menunjukkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor
industri hanya responsif terhadap peubah luas panen padi, dan tidak responsif
terhadap peubah lainnya.

Kata kunci: Pertanian, tenaga kerja, kesempatan kerja, perubahan struktural

SUMMARY
OKWAN HIMPUNI. Structural Transformation of Labor from Agriculture to
Non Agriculture’s Sector in Lampung Province. Supervised by ERNAN

RUSTIADI and SETIA HADI.

Agricultural sector is one of the sectors that contributed the largest
economy in the province of Lampung. Most of the population in the labor force
works in the agricultural sector as the main livelihood. Although agriculture
dominates, but from year to year contribution of the agricultural sector decreased
compared with the non-agricultural sector tendency for changes in the economic
structure gives an overview of whether the structural transformations that occur in
accordance with the potential of the region.
Productivity of the agriculture work force is left far behind the
productivity of industrial and service’s work force. It can be seen from the
comparation of agriculture’s wage rate, it showed an increase but it still lower
than the industrial sector. Agricultural labor’s proportion indicates a decreasing
trend in each year. This phenomenon has an inverse relation to the non
agricultural and industrial labor’s proportions that has increased from year to year.
This mean, there is structural transformation of labor of agriculture sector to nonagriculture sector.
Under these conditions, this study has three objectives: (1) to analyze the
economic sector of Lampung Province in relation to changes in the employment’s
structure (2) analyzing the economic factors affecting employment in agriculture
and non-agriculture sectors in Lampung Province (3) Analyze the factors that

affects the structural transformation of labor from agriculture to non agriculture’s
sectors. By using descriptif analysis and econometric model, it can be identified
significant factors influencing to the job opportunity and the influencing factors to
the labor structural transformation from agriculture to non agriculture sector.
Based on the analysis of the economic growth, the structure of the
economy is services - industries - agriculture (S-I-A). When the classic pattern of
structural changes that occur in developed countries as a reference, it can be said
that the changes in the economic structure of the province of Lampung is a
shortcut pattern. Not the emergence of this pattern shows no widespread
industrialization stages held in Lampung Province. It could be said that the growth
of the industrial sector is never based agriculture (agro-industry). Therefore, it is
not surprising that the agriculture sector linkages with the industrial sector in
Lampung Province is very weak and tends to decline.
Based on the analysis of six variables, there are two variables that do not
give significant effect on the structural transformation of labor from the
agriculture sector to the industrial sector, the agriculture wage ratio and tractors. If

seen elasticity of structural transformation of labor from agriculture sectors to the
industrial sector variables, there is a variable whose value is elastic, the rice
harvested area. While the other variables are inelastic. This shows the structural

transformation of labor from the agriculture sector to the industrial sector only
responsive to variables rice harvested area, and not responsive to other variables.
Keywords: Agricultural, labor, job opportunity, transformation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA
DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN
DI PROVINSI LAMPUNG

OKWAN HIMPUNI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya,
dan sholawat serta salam telimpah curah kepada junjungan nabi Allah Muhammad
SAW sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Desember 2013 ini
adalah tenaga kerja pertanian, dengan judul perubahan struktural tenaga kerja dari

sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Lampung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr
dan Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir
Bambang Juanda, MS selaku Ketua program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), sekaligus penguji luar komisi pada
ujian tesis dan Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Sekretaris Program
Studi yang telah banyak memberi motivasi dan saran. Kepada Dosen dan Staf
Program Studi PWD penulis ucapkan terimakasih.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pimpinan Yayasan Progres
Insani dan Direktur Sekolah Alam Bogor, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penelitian ini.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Heldan
Nufiar dan keluarga besar Dodi Supriadi, istri tercinta Andini Tribuana
Tunggadewi dan ananda tercinta Al Fatih Muhammad Akbar Himpuni, serta
seluruh keluarga, atas do’a dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat terutama bagi saya pribadi, bagi
masyarakat dan pemerintah Provinsi Lampung.


Bogor,

Juli 2014

Okwan Himpuni

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi


1

2

3

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Perubahan Stuktural Tenaga Kerja
Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian
Struktur Perekonomian dan Lapangan Pekerjaan
Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di
Sektor Pertanian dan Non Pertanian
Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian
Sektor Non Pertanian
Tinjauan Studi Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Teori Perubahan Struktural
Hipotesis

1
6
10
10
10

11
13
18
18
20
21
ke

METODE PENELITIAN
Kerangka Model
Perumusan Model
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian
Kesempatan Kerja Subsektor Tanaman Pangan
Kesempatan Kerja Subsektor Peternakan
Kesempatan Kerja Subsektor Perikanan
Kesempatan Kerja Subsektor Perkebunan
Kesempatan Kerja Subsektor Kehutanan
Model Perubahan Strukural Tenaga Kerja
Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian
ke Sektor Jasa dan Lainnya

23
24
25
27
29

32
33
33
33
34
34
35
35
35
36

Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian
ke Sektor Industri
Prosedur Analisis
Pengujian Hipotesis
Asumsi-asumsi
Definisi Operasional
Jenis dan Sumber Data
4

5

6

7

36
37
37
39
39
41

STRUKTUR PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG
Letak dan Batas Wilayah
Wilayah Administratif
Penduduk dan Ketenagakerjaan
Keadaan Perekonomian
Struktur Perekonomian
PDRB Per Kapita

41
42
43
45
46
48

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN
KERJA
Sektor Pertanian
Sub Sektor Tanaman Pangan
Sub Sektor Peternakan
Sub Sektor Perikanan
Sub Sektor Perkebunan
Sektor Kehutanan

48
52
55
57
59
61

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN
STRUKTURAL TENAGA KERJA
Sektor Pertanian ke Sektor Jasa dan Lainnya
Sektor Pertanian ke Sektor Industri

63
66

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Simpulan
Implikasi Kebijakan

69
69

DAFTAR PUSTAKA

70

LAMPIRAN

74

RIWAYAT HIDUP

99

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 20072010 (Persen).
Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009-2011 (juta orang).
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk
Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2011
Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan
Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Lampung Tahun 2011
Struktur PDB Indonesia, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Pengelompokan Ulang Lapangan Pekerjaan Antara SP1990,
SP2000, dan SP2010
Luas Wilayah dan Jumlah Kecamatan di Provinsi Lampung
Berdasarkan Jumlah Kabupaten dan Kota
Penduduk Provinsi Lampung Menurut Jenis Kelamin dan Sex
Ratio, Tahun 2001-2011
Penduduk Provinsi Lampung Menurut Golongan Umur dan
Kegiatan, Tahun 2010
Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Pertanian
Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Tanaman
Pangan
Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan
Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan
Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan
Hasil Pendugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Kehutanan
Hasil Pendugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari
Sektor Pertanian ke Sektor jasa dan lainnya
Hasil Dugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari
Sektor Pertanian ke Sektor Industri

2
4
6

7
13
19
42
44
45
49
53
55
57
60
62
64
66

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Indikator ketenagakerjaan Provinsi Lampung Berdasarkan Sektor
Pekerjaan Tahun 2007-2011
Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor
non Pertanian Berdasarkan Teori Lewis.
Hubungan macro-spatial kawasan perkotaan dan perdesaan

8
15
17

4
5
6
7
8

Kerangka Pemikiran Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari
Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung
Diagram Model Penelitian
Peta Administrasi Provinsi Lampung
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Dengan Migas dan
Tanpa Migas, Tahun 1991-2011
Distribusi PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor. Tahun 20072011

31
31
43
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Sumber Data dan Output
Penelitian
TPAK Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, Dan Daerah Tempat
Tinggal Di Indonesia Tahun 2010
Penduduk Pulau Sumatera Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980,
1990, 1995, 2000, dan 2010
Grafik Sensus Pertanian Tahun 2013 Provinsi Lampung
Peta Sebaran Jumlah Sapi Dan Kerbau Tahun 2013 (ekor)
Peta Penyebaran Perusahaan Pertanian Tahun 2013 (unit)
Peta Sebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Yang Melakukan
Pengolahan Hasil Pertanian Tahun 2013 (rumah tangga)
Peta Sebaran Rumah Tangga Petani Gurem Tahun 2013 (rumah
tangga)
Penyebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Tahun 2013 (unit)
Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Sub Sektor Perkebunan
Provinsi Lampung Tahun 1990-2012
Grafik Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Sub Sektor
Perkebunan Provinsi Lampung Tahun 1990-2012
Produksi Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung Tahun
1990-2013
Produktivitas Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung
Tahun 1990-2013
Luas Panen Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung
Tahun 1990-2013
Produksi dan Populasi Ternak Sub Sektor Peternakan Provinsi
Lampung Tahun 1990-2012
Struktur PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
(persen)

74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
87
89
91
92

17
18
19
20
21
22

Grafik struktur PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2000 (persen)
Laju PDRB Provinsi di Pulau Sumatera ADHK 2000 (Persen)
Grafik laju PDRB Provinsi di Pulau Sumatera ADHK 2000
(Persen)
Persentase PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990-2000
Persentase PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2011
Grafik PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2011 (persen)

93
94
95
96
97
98

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan progresif yang
berkelanjutan untuk mempertahankan kepentingan individu maupun komunitas
melalui pengembangan, intensifikasi, dan penyesuaian terhadap pemanfaatan
sumber daya, selain itu pembangunan merupakan proses yang kontinu (Chozin et
al, 2009). Selain itu, pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang
dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami
pembanguan yang paling hakiki yaitu kecukupan (suistainance) memenuhi
kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem),serta
kebebasan (freedom) untuk memilih (Tadaro, 2009)
Paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan
keseimbangaan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity.
Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu,
yang dikenal dengan istilah trickle down effect. Strategi trickle down effect
mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu,
baru kemudian dilakukan pemerataan. Dalam kenyataan dibanyak negara,
termasuk Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kuznets (1964), kurva U-terbalik yang
menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, pertumbuhan
ekonomi harus mengorbankan dahulu tujuan pemerataan (trade off antara
pertumbuhan dan pemerataan).
Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upayaupaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (efisiency), pemerataan
(equity), dan keberlanjutan (sustainability) dalam memberikan panduan kepada
alokasi sumber-sumber daya baik dalam tingkat nasional, regional maupun lokal.
Ketiga tujuan tersebut saling terkait dan menentukan keberhasilan pembangunan
itu sendiri. Pertumbuhan lebih sering menjadi tujuan dalam pembangunan seperti
halnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Hal ini tentu
berakibat buruk terhadap pengurasan berbagai sumber daya yang ada baik sumber
daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya sosial. Lebih jauh lagi,
karena tujuan kedua, pemerataan tidak menjadi prioritas selama ini maka terjadi
disparitas yang sangat tinggi antara pusat dan daerah di Indonesia. Bentuk-bentuk
pengurasan sumber daya yang terjadi selama ini juga merupakan cerminan dari
bentuk tujuan pembangunan sesaat (jangka pendek) yang jelas mengabaikan
keberlanjutan.
Sejalan dengan Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah baik ditingkat provinsi maupun
kabupaten/kota memiliki peran yang penting dalam perencanaan dan pelaksanaan

2

pembangunan. Pembangunan daerah perlu diarahkan untuk mendorong wilayah
agar tumbuh secara mandiri bedasarkan potensi sosial ekonomi dan karakteristik
spesifik wilayah yang dimilikinya. Konsep pengembangan wilayah mengandung
prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan
pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada
trilogi pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas.
Ekonomi Indonesia selama tahun 2007-2010 mengalami pertumbuhan
masing-masing sebesar 6.6 persen (2007), 6.0 persen (2008), 4.6 persen (2009),
dan 6.1 persen (2010) dibanding tahun sebelumnya. Sektor pengangkutan dan
komunikasi selama periode tersebut, selalu mengalami pertumbuhan tertinggi,
bahkan kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap total
pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2008 dan
2009. Sedangkan sektor primer (pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan)
selama periode yang sama cenderung mengalami penurunan. Gambaran
perkembangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010
(Persen)
No

Lapangan Usaha

1. Pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan
2. Pertambangan dan
penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas, dan air bersih
5. Konstruksi
6. Perdagangan, hotel, dan
restoran
7. Pengangkutan dan
komunikasi
8. Keuangan, real estat, dan
jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
PDB
PDB Tanpa Migas

Laju Pertumbuhan (Persen)
2007
2008
2009
3.5
4.8
4.1

2010
2.9

1.9

0.7

4.4

3.5

4.7
10.3
8.5
8.9

3.7
10.9
7.5
6.9

2.2
14.3
7.1
1.3

4.5
5.3
7.0
8.7

14.0

16.6

15.5

13.5

8.0

8.2

5.1

5.7

6.4
6.3
6.9

6.2
6.0
6.5

6.4
4.6
5.0

6.0
6.1
6.6

Sumber: BPS 2011

Berdasarkan Tabel 1, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan
perikanan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan yang relatif kecil
dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu sebesar 2.9 persen ditahun 2010. Hal ini

3

berbanding terbalik dengan sektor non pertanian yang sebagian besar mengalami
laju pertumbuhan PDB yang positif. Seperti pada sektor perdagangan, hotel, dan
restoran dengan laju petumbuhan meningkat sebesar 7.4 persen dari tahun
sebelumnya.
Pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor
yang bersifat alami maupun faktor-faktor buatan manusia. Karena itu,
perkembangan suatu wilayah tidak berlangsung secara merata, karena letak
sumber daya yang tersebar tidak merata pada setiap wilayah. Kondisi ini selain
menimbulkan ketimpangan (disparitas) dalam pembangunan juga dapat menjadi
salah satu penyebab timbulnya daerah tertinggal atau terbelakang. Disparitas
seperti di atas, tidak hanya terjadi pada lingkup nasional saja, tetapi dapat terjadi
pada lingkup yang lebih kecil seperti kabupaten.
Perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kegiatan
sosial ekonomi, maupun geografis antar wilayah yang mengakibatkan wilayah
maju semakin berkembang dan wilayah terbelakang semakin tertinggal.
Berdasarkan fenomena di atas, mendorong sebagian masyarakat di suatu wilayah
mencoba untuk menyesuaikan dengan kebutuhan suatu pembangunan dengan
bermigrasi ke wilayah yang lebih maju atau bahkan beralih aktivitas ekonomi dari
sektor primer ke sektor sekunder bahkan sektor tersier dengan kata lain terjadi
suatu transformasi ekonomi.
Salah satu indikator pembangunan dari suatu wilayah adalah terjadinya
kenaikan investasi dan pendapatan riil masyarakat. Hal ini dapat terwujud apabila
produktivitas faktor meningkat, terutama tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja
akan meningkat manakala terjadi transformasi struktur ekonomi. Adapun dampak
dari transformasi ini adalah, pertama, bahwa pangsa relatif sektor pertanian akan
menurun dan pangsa relatif sektor nonpertanian terutama industri akan meningkat;
kedua, sejalan dengan hal tersebut, pangsa relatif kesempatan kerja disektor
pertanian akan berkurang (terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja disektor ini)
dan sebaliknya, pangsa relatif kesempatan kerja di sektor nonpertanian, terutama
industri cenderung meningkat. Gambaran perkembangan ketenaga kerjaan di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

4

Tabel 2 Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama Tahun 2009-2011 (juta orang)
Lapangan Pekerjaan
Utama
Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan,
perdagangan, dan
komunikasi
Keuangan
Jasa Kemasyarakatan
Lainnya *)
Total

2009

2010

2011

Februari
43.03
12.62
4.61
21.84

Agustus
41.61
12.84
5.49
21.95

Februari
42.83
13.05
4.84
22.21

Agustus
41.49
13.82
5.59
22.49

Februari
42.47
13.71
5.58
23.24

5.95

6.12

5.82

5.62

5.58

1.48
13.61
1.35
104.49

1.49
14.00
1.39
104.87

1.64
15.62
1.40
107.41

1.74
15.96
1.50
108.21

2.06
17.03
1.61
111.28

Sumber: BPS 2011
*) Mencakup: 1. Pertambangan dan Penggalian, 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih.

Sektor pertanian masih mendominasi serapan tenaga kerja. Tercatat bahwa
per februari 2011, terdapat 42.47 persen penduduk Indonesia bekerja disektor
pertanian, walaupun pada sektor pertanian mengalami peningkatan yang tidak
signifikan dan cenderung mengalami fluktuasi disetiap periodenya. Hal ini
berbeda dengan sektor non pertanian khususnya sektor perdagangan dan jasa yang
mengalami peningkatan jumlah serapan tenaga setiap periodenya.
Dalam bidang ketenaga kerjaan di Indonesia, terdapat dua masalah pokok
yaitu: (1) tidak adanya keseimbangan dalam penyerapan tenaga kerja antar sektor
pertanian dan non pertanian, (2) adanya kepincangan dalam penyerapan tenaga
keraja produktif non produktif di sektor non pertanian yaitu sektor-sektor
pengolahan (manufaktur) dibandingkan dengan sektor jasa services, (Hasibuan,
1989). Kedua masalah tersebut mengakibatkan ketimpangan penyerapan tenaga
kerja pada sektor pertanian dan non pertanian yang pada akhirnya mengakibatkan
ketidakseimbangan alokasi tenaga kerja.
Menurut Winoto (1996), secara konsepsional ketidakseimbangan
perekonomian dan struktur tenaga kerja Indonesia seperti yang telah dijelaskan di
atas, dapat disebabkan oleh: (1) peningkatan teknologi yang sangat pesat yang
tidak disertai dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, (2) kebijakan
pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung menghambat perkembangan
kualitas sumber daya manusia, (3) ketidaksiapan perangkat kebijaksanaan
nasional yang mendukung transformasi tenaga kerja dari struktur perekonomian
agraris ke struktur perekonomian modern.

5

Masalah perluasan dan pemerataan kesempatan kerja menjadi perhatian
penting dan serius bagi pemerintah serta menitikberatkan pada kebijakan ketenaga
kerjaan dengan memperluas kesempatan kerja, lapangan kerja serta kesempatan
usaha dan pemerataan kesempatan kerja antar sektor dan antar daerah. Seperti
yang disajikan pada data tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menurut
provinsi dan daerah tempat tinggal di Indonesia berdasarkan hasil sensus
penduduk (SP) 2010. (lampiran 1).
Berdasarkan data sensus penduduk BPS tahun 2010, dari 64 persen TPAK
Nasional, sebanyak 68.6 persen penduduk Indonesia bekerja di perdesaan, di
mana aktivitas utama di perdesaan adalah pertanian dan usaha turunannya. Salah
satu provinsi dengan presentase TPAK di atas presentase nasional adalah Provinsi
Lampung yaitu sebesar 67.6 persen di mana 71.0 persennya bekerja di perdesaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa, kegiatan usaha dominan yang dilakukan di
Provinsi Lampung adalah kegiatan usaha sektor pertanian dan usaha turunannya.
Dalam konteks pembangunan Provinsi Lampung, dapat dilihat bahwa
pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah belum bisa merata di seluruh
wilayah, sehingga menimbulkan adanya kesenjangan antar wilayah, di mana
masih adanya wilayah-wilayah yang masih terbelakang dengan pertumbuhan
ekonomi yang rendah dan ada wilayah yang maju dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Tentu saja kondisi tersebut akan berdampak sistemik bagi proses
pembangunan di Provinsi Lampung.
Dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, rata-rata
pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung sebesar 1.24 persen. Penambahan
jumlah penduduk tentu akan mempengaruhi jumlah TPAK. Dalam kurun waktu
2007 sampai dengan tahun 2009 TPAK Provinsi Lampung mengalami penurunan
dari 69.60 persen dari tahun 2007 menjadi 67.77 persen pada tahun 2009, akibat
peningkatan jumlah bukan angkatan kerja (bersekolah dan mengurus rumah
tangga). Namun, dalam kurun waktu yang sama terjadi pergeseran struktur tenaga
kerja baik dilihat dari sektor ekonomi maupun sebaran wilayah penduduk yang
bekerja atau migrasi.
Tenaga kerja sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam
pendapatan regional bruto daerah (PDRB) Provinsi Lampung namun, terus
mengalami penurunan sebesar 1.08 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja
disektor industri dan jasa-jasa semakin meningkat. Oleh karena itu, analisis
tentang perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non
pertanian di Provinsi Lampung perlu dilakukan.

6

Perumusan Masalah
Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi
penduduk merupakan suatu fenomena yang berperan penting dalam proses
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi, tetapi dapat
pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah.
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung relatif tinggi. Dari hasil
sensus penduduk 2010 diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk Provinsi
Lampung selama periode 2000-2010 adalah sebesar 1.24 persen. Angka ini
menunjukkan kenaikan jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk
periode 1990-2000, di mana laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung pada
kurun waktu tersebut rata-rata 1.01 persen per tahun. Berikut disajikan pada Tabel
3 mengenai perbandingan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk antar
provinsi di Pulau Sumatera.
Tabel 3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Provinsi di
Pulau Sumatera Tahun 2011
Provinsi

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jami
Sumatera Selatan
Kep. Bangka
Belitung
Bengkulu
Lampung
Sumatera
Indonesia

Jumlah
penduduk
(jiwa)

Luas wilayah
(Km2)

Kepadatan
penduduk
(jiwa/km2)

4,597,308
13,103,596

56,770.81
71,680.68

80.98
182.81

4,904,460
5,738,543
1,764,766
3,169,814
7,580,320
1,261,737

42,012.89
89,150.16
10,595.41
53,435.00
87,027.41
15,524.14

116.74
64.37
166.56
59.32
87.10
81.28

1,742,080
7,691,007
51,533,631
241,037,755

19,919.33
35,288.35
481,404.18
1,910,931.32

87.46
217.95
107.05
126.14

Sumber: Indikator tenaga kerja Provinsi Lampung tahun 2011

Provinsi Lampung memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling
tinggi yaitu 217.95 jiwa/km jika di bandingkan dengan provinsi lain di Pulau
Sumatera, bahkan melebihi tingkat kepadatan penduduk Indonesia. Jumlah
penduduk yang besar akan menjadi modal pembangunan atau bahkan bisa berlaku
sebaliknya yaitu menjadi beban dalam proses pembangunan.

7

Penduduk Provinsi Lampung tahun 2011 mencapai 7,691,007 jiwa dengan
rasio jenis kelamin sebesar 108.36, yang artinya komposisi penduduk Provinsi
Lampung didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki. Tingkat kepadatan
penduduk di Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar
wilayah. Dibandingkan dengan kabupaten, kepadatan penduduk di kota umumnya
sangat tinggi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan
Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun
2011
No

Kabupaten / kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Lampung Barat
Tanggamus
Lampung Selatan
Lampung Timur
Lampung Tengah
Lampung Utara
Way Kanan
Tulang Bawang
Pesawaran
Pringsewu
Mesuji
Tulang bawang
Barat
Kota Bandar
Lampung
Kota Metro
Jumlah

13
14

Desa /
kelurahan
254
278
251
257
307
247
210
151
133
101
75
79

Rumah
tangga
108,363
130,063
230,791
252,342
307,775
143,278
104,794
104,564
99,270
92,187
49,926
65,882

98

65,882

891,374

4619.48

22
2,463

36,157
1,934,612

147,050
7,691,007

2379.83
217.9

Penduduk
423.586
542.439
922.397
961.971
1.183.427
590,620
410,532
402,226
403,178
369,336
189,442
253,429

Kepadatan
penduduk/km2
85.57
198.58
459.59
221.76
247.07
216.69
104.68
91.71
343.49
590.94
157.74
116.04

Sumber: BPS Provinsi Lampung 2012 (data diolah)

Tingkat kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi. Tingkat
kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung misalnya, mencapai 4,619.48 jiwa
per kilometer persegi. Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk disemua
kabupaten masih berada dibawah 500 jiwa perkilometer persegi, bahkan
Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 85 jiwa perkilometer persegi.
Kepadatan penduduk disuatu wilayah tentu berpengaruh terhadap
pembangunan wilayah, yang berkaitan pula dengan sektor lapangan pekerjaan
atau sektor ketenaga kerjaan. Sektor ketenaga kerjaan merupakan salah satu
sektor penting bagi pembangunan ekonomi daerah khususnya dalam upaya
pemerintah daerah mengurangi jumlah penduduk miskin. Dalam penyajian data

8

persen

ketenaga kerjaan, batasan umur 15 tahun keatas dari semua penduduk dan dikenal
dengan istilah penduduk usia kerja1. Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung
pada tahun 2010 berjumlah 5,824,370 jiwa yang terdiri atas jumlah angkatan kerja
3,957,697 jiwa dan bukan angkatan kerja 1,866,673 jiwa. Angkatan kerja terdiri
atas penduduk yang bekerja sebanyak 3,737,078 jiwa dan pengangguran
sebanyak 220,619 jiwa. Yang bukan termasuk dalam angkatan kerja adalah
sekolah (445,291 jiwa), mengurus rumah tangga (1,185,170 jiwa), lainya (236,212
jiwa).
Penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian
yaitu 56.48 persen atau 2,110,571 jiwa. Adapun penduduk yang bekerja disektor
jasa kemasyarakatan sebesar 10.98 persen atau 410,386 jiwa. Berikut disajikan
gambar indikator ketenaga kerjaan Provinsi Lampung berdasarkan sektor
pekerjaan.
60

57.27

55.10

54.02

52.93

40

29.91

31.12

31.95

31.95

12.82

13.37

20

49.26
34.88
Industri (M)

14.03

14.80

15.89

Pertanian (A)
Jasa (S)

0
2007

2008

2009

2010

2011

tahun
Gambar 1 Indikator Ketenaga kerjaan Provinsi Lampung Berdasarkan
Sektor Pekerjaan Tahun 2007-2011
Sumber: BPS Provinsi Lampung, Sakernas 2012

Banyaknya penduduk yang bekerja menunjukkan bahwa banyaknya
penduduk yang mampu secara ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa,
yang secara tidak langsung dapat menunjukkan pula banyaknya penduduk yang
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pada Agustus 2009, jumlah angkatan kerja Provinsi Lampung mencapai
3.63 juta orang atau 67.77 persen dari seluruh penduduk usia kerja (15 tahun
keatas)1. Bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008 angka ini naik sebesar
58.4 ribu orang atau 1.64 persen. Sejalan dengan bertambahnya jumlah angkatan
kerja, penduduk yang bekerja juga bertambah 73.6 ribu orang dibandingkan
keadaan Agustus 2008. Sebaliknya jumlah pengangguran menurun 15.2 ribu
orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk Provinsi Lampung yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
semakin meningkat.

1

Batasan umur penduduk usia kerja yang digunakan BPS

9

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja
selain itu, sektor pertanian juga masih menjadi sektor yang memberikan kontribusi
terbesar dalam struktur PDRB Provinsi Lampung. Namun, jumlah penduduk yang
bekerja disektor pertanian terus menurun dari tahun ketahun. Dibandingkan
dengan keadaan Agustus 2008, penduduk yang bekerja disektor pertanian bulan
Agustus 2009 berkurang 1.08 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja disektor
industri dan jasa-jasa semakin meningkat. Tahun 2009, penduduk yang bekerja
disektor industri 14.03 persen dan jasa-jasa 31.95 persen. Hal ini mengindikasikan
terjadinya pergeseran struktur ketenaga kerjaan yang menuju arah industrialisasi,
penduduk lebih berkeinginan bekerja disektor non pertanian (industri dan jasa)
yang berdampak pada migrasi penduduk menuju daerah industri dan jasa, di mana
daerah industri dan jasa lebih dominan berada di perkotaan dan pada akhirnya
terjadi penumpukan atau kepadatan penduduk di kota.
Keterkaitan antar sektor pertanian dengan sektor non pertanian mengalami
perubahan yang cukup berarti selama proses pembanguan berlangsung. Struktur
perekonomian Provinsi Lampung mengalami pergeseran dari yang bergantung
dari sektor pertanian menjadi struktur perekonomian yang didominasi oleh sektor
jasa. Pada tahap awal pembangunan, sektor pertanian memegang peranan penting
sebagai penyedia kesempatan kerja yang mampu menampung setengah dari
seluruh angkatan kerja dan sebagai penyumbang PDRB terbesar. Dalam proses
pembangunan, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB cenderung meningkat,
namun penyerapan angkatan kerja terjadi penurunan dari tahun ketahun,
sedangkan pangsa sektor industri dan jasa terus meningkat.
Perkembangan sektor pertanian tidak lepas dari perkembangan sektor
ekonomi lainya yang meningkat dengan laju yang lebih tinggi. Penyediaan
lapangan kerja adalah fungsi dari investasi. Investasi disektor industri dan jasa
menarik pekerja dari perdesaan dalam jumlah yang cukup besar dan tendensinya
meningkat dari tahun ketahun. Proses ini mengakibatkan semakin berkurangnya
ketersediaan tenaga kerja pertanian. Disisi lain, kebutuhan hidup tenaga kerja di
wilayah ini juga semakin meningkat, sehingga mendorong tenaga kerja untuk
dapat memenuhi kebutuan keluarganya dengan bekerja disektor non pertanian
baik di desanya maupun di luar desanya. Hal ini menggambarkan bahwa adanya
perbedaan upah yang menunjukkan besarnya daya tarik sektor non pertanian.
Perubahan struktur ketenaga kerjaan di Provinsi Lampung ditandai dengan proses
migrasi dan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian
(jasa dan industri).
Perpindahan kesempatan kerja atau perubahan struktural tenaga kerja dari
sektor pertanian kesektor non pertanian seperti yang telah diungkapkan di atas, hal
ini tentu dapat menimbulkan beberapa permasalahan sehubungan dengan proses
transisi. Berdasarkan permasalahan di atas, untuk menjawab bagaimana
perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian yang

10

terjadi di Provinsi Lampung, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang
mengkaji lebih lanjut guna menjawab permasalahan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dikemukakan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran struktur perekonomian Provinsi Lampung, dalam
hubungannya dengan struktur ketenaga kerjaan?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesempatan kerja disektor
pertanian dan sektor non pertanian (industri dan jasa)?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan struktural ketenaga
kerjaan dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri di
Provinsi Lampung?
4.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis struktur perekonomian Provinsi Lampung dalam kaitanya
dengan perubahan struktur ketenaga kerjaan.
2. Menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja
pada sektor pertanian dan sektor non pertanian di Provinisi Lampung.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur tenaga
kerja dari sektor pertanian kesektor jasa dan lainnya dan sektor industri.

Manfaat Penelitian
Hasi penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain:
1. Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi ketenaga kerjaan
dan kesempatan kerja di Provinsi Lampung khususnya disektor pertanian
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan wilayah bagi
pihak pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan perluasan dan
pemerataan kesempatan kerja
3. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan rujukan dan
pengkajian lebih lanjut dalam pengembangan pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada wilayah Provinsi Lampung.
Pertanian yang dimaksud adalah dalam pengertian luas, sektor pertanian meliputi
sub sektor tanaman pangan, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan, sub

11

sektor perkebunan, dan sektor kehutanan. Setiap sektor dan sub sektor dianalisis
secara terpisah.
Perubahan struktural tenaga kerja yang dimaksud adalah perpindahan
tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri.
Struktur perekonomian yang dimaksud adalah struktur output yang didasarkan
pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap produk
domestik bruto, sedangkan struktur ketenaga kerjaan didasarkan pada besarnya
pangsa sektor pertanian, industri, dan jasa terhadap penyerapan tenaga kerja.
Keterbatasan penelitian ini antara lain penggunaan data sekunder tanpa
disertai data primer yang lebih spesifik. Kesempatan kerja yang dimaksud dalam
penelitian ini hanya dilihat dari sisi permintaan tenaga kerja dan penggunaan data
sekunder tidak membedakan dan merinci berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin,
wilayah desa dan kota.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Sasaran umum pembangunan ekonomi jangka panjang antara lain adalah
mencapai keseimbangan antara sektor industri dan sektor pertanian, sehingga
menjadi dasar yang kuat untuk bertumbuh lebih lanjut atas dasar kekuatan sendiri
menuju masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain, pembangunan
ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan
yang diikuti oleh penyebaran hasil pembangunan dan struktur ekonomi, serta
mutu hidup masyarakat.
Pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu,
pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi,
dan keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
industri. Pembangunan secara lebih luas dapat diartikan sebagai usaha untuk lebih
meningkatkan produktivitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu
negara, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berupa kapital
atau modal (Sagir, 1996).
Proses perkembangan ekonomi suatu negara sering diartikan sebagai salah
satu proses transformasi struktural. Proses transformasi struktural ditandai dengan
terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian
kesektor jasa (non pertanian). Dalam hal ini, proses perkembangan ekonomi
ditandai oleh adanya perubahan dalam kontribusi sektoral terhadap output

12

nasional sebagai akibat terjadinya pergeseran tenaga kerja nasional dari sektor
pertanian ke sektor industri dan kemudian kesektor jasa.
Secara teoritis, peranan sektor pertanian dalam PDB dan penyerapan
tenaga kerja memang akan menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh sifat permintaan terhadap komoditi
pertanian yang tidak elastis terhadap pendapatan (Sawit dan Kasryno, 1994).
Proses kemajuan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonominya. Menurut Fisher dan Clark dalam Kindelberger (1983)
pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
produksi, struktur angkatan kerja menurut produksi yang proses peningkatan
angkatan kerja. Pada umumnya laju pertumbuhan sektor pertanian lebih lambat
jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor di luar pertanian. Hal ini
terjadi karena relatif rendahnya elastisitas permintaan jangka panjang dalam
permintaan terhadap hasil pertanian bila dibandingkan dengan elastisitas produksi
non pertanian.
Menurut Kagami (2000), pertanian memiliki peranan sentral dalam
perekonomian suatu negara, yaitu: (1) pertanian membentuk pasar produksi
industri khususnya produk industri ringan yang telah mempunyai pasar dalam
sektor pertanian, (2) pertanian menyediakan bahan makanan dan bahan mentah
bagi proses industri, (3) pertanian menyediakan suplai bahan makanan yang
merupakan faktor penting dalam mempertahankan stabilitas harga, (4) ekspor
hasil pertanian dapat menghasilkan devisa, (5) pertanian menyediakan modal dan
tenaga kerja bagi sektor non pertanian, dan (6) dalam kasus pertanian yang
bersifat market oriented, akumulasi gradual dari kapabilitas perdagangan dan
pemasaran dalam sektor pertanian mempermudah proses industrialisasi. Jadi
sektor pertanian mendukung proses industrialisasi dengan menyediakan tenaga
kerja, modal dan bahan mentah untuk sektor non pertanian dan membentuk
permintaan bagi produk pertanian.
Relatif rendahnya elastisitas permintaan jangka panjang dalam permintaan
terhadap hasil pertanian bila dibandingkan dengan elastisitas produksi non
pertanian berdampak pada laju pertumbuhan sektor pertanian yang kalah cepat
dengan laju pertumbuhan sektor non pertanian.
Faktor yang menyebabkan relatif rendahnya elastisitas pendapatan jangka
panjang dalam permintaan terhadap pangan pada umumnya dapat dijelaskan
dengan: (1) bekerjanya hukum Engel, yang menyatakan bahwa persentase
pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk produk pangan dalam pengeluaran
konsumsi rumah tangga atau pengeluaran swasta cenderung meningkat dengan
adanya peningkatan pendapatan, meskipun pengeluaran untuk konsumsi rumah
tangga secara absolut terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan, (2)
menurunnya peranan atau persentase pengeluaran konsumsi swasta dalam PDB,
dengan meningkatnya pendapatan perkapita.

13

Perubahan Struktural Tenaga Kerja
Struktur ekonomi suatu negara akan mengalami perubahan dalam
perjalanan proses pembangunan, di mana struktur perekonomian suatu negara
dapat dibedakan dengan negara lain berdasarkan persentase tenaga kerja yang
bekerja disektor primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Clark (1951) dalam Budiharsono (1996) menunjukkan bahwa
semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, makin kecil peranan sektor
primer dalam menyediakan kesempatan kerja.
Secara teoritis peran sektor pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga
kerja memang akan menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan
ini terutama disebabkan oleh sifat permintaan terhadap komoditi pertanian yang
tidak elastis terhadap pendapatan (Sawit dan Kasryno, 1994).
Perubahan struktural tenaga kerja merupakan perubahan struktur tenaga
kerja dalam arti sektoral (seperti halnya dalam perubahan struktur ekonomi).
Selain itu, perubahan struktur tenaga kerja juga merupakan perubahan dari sektor
tradisional ke sektor modern.
Perubahan struktur klasik yang umumnya terjadi di negara-negara maju
mengikuti pola sebagai berikut: Agriculture, Industry, Service (A-I-S)  (I-A-S)
 (I-S-A)  (S-I-A). Pola (I-S-A) adalah struktur umum dari negara-negara
industri, sedangkan pola (S-I-A) menggambarkan struktur umum bagi negara jasa
pada era informasi (Winoto, 1996). Berdasarkan acuan tersebut, dan untuk
membandingkan dengan perubahan struktur yang terjadi di Indonesia, maka
perubahan struktur perekonomian Indonesia dari tahun 2000-2010 disajikan pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Struktur PDB Indonesia, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS 2011

Pertanian
15.60
15.29
15.46
15.19
14.34
13.13
12.97
13.72
14.48
15.30
15.42

Industri
27.75
29.05
28.72
28.25
28.07
27.41
27.54
27.05
27.81
26.37
24.70

Jasa
56.65
55.66
55.83
56.56
57.60
59.47
59.49
59.23
57.70
58.33
59.88

Pola
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A
S-I-A

14

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa struktur PDB Indonesia adalah
(S-I-A). Apabila pola perubahan struktur klasik yang terjadi di negara-negara
maju dijadikan acuan maka dapat dikatakan bahwa perubahan struktur PDB
Indonesia merupakan pola pintas. Hal ini dikarenakan, struktur PDB Indonesia
tidak pernah melalui struktur tradisional (A-I-S) maupun pola awal ekonomi
industri (I-A-S). tidak munculnya pola ini menunjukkan tidak meluasnya tahapan
industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia. Bisa dikatakan bahwa pertumbuhan
sektor industri tidak pernah berbasiskan sektor pertanian (agroindustri). Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan jika keterkaitan sektor pertanian dengan sektor
industri sangatlah lemah dan cenderung menurun (Winoto, 1996).
Menurut Arthur Lewis dalam Todaro (2009), dengan teori model dua
sektornya, di mana perubahan struktural merupakan teori yang menitikberatkan
pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara
sedang berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan
pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan
sangat didominasi oleh struktur industri dan jasa.
Teori model dua sektor Arthur Lewis yaitu, pertama: perekonomian
tradisional, diasumsikan bahwa di daerah dengan perekonomian tradisional
mengalami surplus tenaga kerja. Perekonomian tradisional adalah bahwa tingkat
hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten, hal ini diakibatkan karena
kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama
dengan nol. Hal ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk
mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (labor surplus) sebagai suatu fakta
bahwa jika tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian, maka sektor itu
tidak akan kehilangan outputnya.
Teori model dua sektor Arthur Lewis yang kedua adalah perekonomian
industri. Ciri dari perekonomian industri adalah tingkat produktivitas yang tinggi
dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi
sedikit dari sektor subsisten. Dengan demikian perekonomian perkotaan
merupakan daerah tujuan bagi para pekerja yang berasal dari perdesaan sehingga
penambahan tenaga kerja pada sistem produksi yang ada akan meningkatkan
output yang diproduksi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka teori Lewis dapat
digambarkan seperti pada kurva berikut:

15

TPM  f ( LM , K M , t M )

KM3>KM2>KM1
K
M3>KM2>KM1

TPM(KM2)

KM3>KM2>KM1
Total produk (bahan
pngan)

TPM3

TPA  f ( L A , K A , t A )

TPM(KM3)

 

TPA K A

TPA

TPM2

Total produk
(manufaktur)

TPM(KM1)

TPM1

0

L1

L2

TPA
 WA
LA
0

L3

LA

QLA

KM3>KM2>KM1
APLA

Upah riil
(=MP )

WM
WA

0

F

G

H

SL
D3(KM3)
D2(KM2)
D1(KM1)=MPLM

L1

L2

L3

LM

Kuantitas tenaga kerja (QLM) (ribuan)
(a) sektor modern (industri)

Produk rata-rata
(marginal)

MPLA

WA
MPLA
0

APLA
LA
LA
Surplus tenaga kerja

Kuantitas tenaga kerja (QLA) (jutaan)
(b) sektor tradisional (pertanian)

Gambar 2 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor
non Pertanian Berdasarkan Teori Lewis
Berdasarkan kurva tersebut, kurva sebelah kanan atas merupakan fungsi
produksi sektor pertanian, di mana total output adalah TPA, input yang dipakai
adalah tenaga kerja (LA), modal dan teknologi diasumsikan konstan. Di bagian
kanan bawah menunjukkan kurva produktivitas marginal tenaga kerja (MPL) dan
kurva produktivitas tenaga kerja rata-rata (APL). Lewis mengasumsikan pertama
adanya “surplus tenaga kerja” atau MPL sama dengan nol. Kedua semua tenaga
kerja di pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah
ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata (APL) bukan oleh
produktivitas marginal tenaga kerja (MPL).
Diagram sebelah kiri atas menu