Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten

 
ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR
PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH
MINIMUM DI PROVINSI BANTEN

OVILLA MARSHAFENI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi saya berjudul Analisis
Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah
Minimum di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
manapun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
.
Bogor, Mei 2013

Ovilla Marshafeni
NIM. H14090040
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 

ABSTRAK
OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan
Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten . Dibimbing oleh
Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para
pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak
pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut
menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain.
Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan
Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah
satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju
penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan
tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk
menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten.
Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data

panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi
Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan
PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor.
Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian
ABSTRACT
OVILLA MARSHAFENI. The Analyze of Demand Labor in Agricultural Sector
and Service Sector After The Minimum Wage Policy in Banten Province.
Supervised by Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
The aim of minimum wage policy is to protect the labour from low wage
distribution. But on the other side, it also make problem on labour demand on
manufacture sector. The impact is the labor of manufacture who move to another
sectors. The Province of Banten has the highest unemployment rate among the
other province in Java Island. Agricultural sector and service sector have the
highest contribution of Gross Domestic Regional Bruto (GDRP) but these sectors
don’t have a good rate of demand labour. The aim of this research is to ananlyze
the condition of demand labour and the factors which have influence to labor
demand in both sectors. Descriptive methode was used to analyze the condition of
demand labour in both sectors. Quantitative methode using panel data regression,
was used to analyze the factors which have influence to labor demand in both
sectors. The data is time series and cross section in Banten Province. Based on

estimation result, all of the independent variable which are minimum wage,
consumption, investment, and GDRP, have significant effect to labor demand in
both sectors.
Keyword : Banten, service, panel, agricultural
 

ABSTRAK
OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan
Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten . Dibimbing oleh
Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para
pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak
pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut
menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain.
Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan
Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah
satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju
penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan
tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk

menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten.
Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data
panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi
Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan
PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor.

Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian
 

 

ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR
PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH
 
MINIMUM DI PROVINSI BANTEN
 

  
 

 
 
 
 
 
 

OVILLA MARSHAFENI

 

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor
Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten

: Ovilla Marshafeni
: H14090040

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Dr. Muhammad Findi A, M.E.
Dosen Pembimbing

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen

Tanggal Kelulusan :
 
 
 
 


PRAKARTA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah tenagakerja, dengan judul Analisis Penyerapan Tenagakerja
Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi
Banten.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses
pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses
penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama dan Widyastutik, M.Si
selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah berkenan memberikan
saran, masukan, dan koreksi dalam perbaikan skripsi.
3. Para dosen dan pegawai Departemen Ilmu Ekonomi yang telah
memberikan pengajaran dan pelayanan terbaiknya selama penulis duduk di
bangku kuliah.
4. Instansi dan para pegawai dari BPS, BKPM, KEMEKAERTRANS dan
Perpustakaan LSI IPB yang telah memudahkan penulis dalam mencari

sumber data dan literatur penelitian.
5. Kedua orang tua penulis, bapak Udin Saefudin dan ibu Elsa, adik, serta
seluruh keluarga besar tercinta atas segenap dukungan, motivasi, dan
doanya
6. Teman-teman sebimbingan Tamiyah, Karlina, Syafira, Meutia, dan Aim
yang telah banyak membantu penelitian ini.
7. Teman-temanku Desy, Aci, Mala, Stannia, Tami, Iwi, Tata dan temanteman Ilmu Ekonomi 46 yang telah membantu secara langsung maupun
tidak langsung dalam penelitian ini serta atas doa, motivasi dan kasih
sayangnya.
Pada akhirnya penulis berharap agar karya ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis pribadi khususnya dan seluruh pihak umumnya yang memerlukan

Bogor, Mei 2013
Ovilla Marshafeni
 
 
 
 
 


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Ketenagakerjaan
Penyerapan Tenagakerja
Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Uji Statistika dan Ekonometrika
Model Penelitian
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM
Kependudukan dan Tenagakerja
Upah Minimum
Konsumsi
Investasi
PDRB Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Hasil Analisis Model Regresi Data Panel
Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian
Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
3
6
7
7
7
8
8
9
10
13
14
15
18
18
18
23
24
25
26
26
29
30
31
33
36
36
40
41
44
47
47
48
49
51
58

DAFTAR TABEL
1 Jumlah Penduduk Usia di atas 15 Tahun, Jumlah Angkatan Kerja, dan
Jumlah Pengangguran di Indonesia
2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Pulau Jawa
3 Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Pulau Jawa
4 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson dan Keputusannya
5 Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administratif Kabupaten dan
Kota di Provinsi Banten tahun 2011
6 Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan 2010
7 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Provinsi Banten
8 Upah Minimum Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
9 Pengeluaran Per Kapita Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
10 Kontribusi Investasi Sektor Pertanian dan Sektor Jasa dalam
Pembentukan Investasi di Provinsi Banten
11 Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian Pada Masing-Masing Kabupaten
dan Kota di Provinsi Banten
12 Kontribusi PDRB Sektor Pertanian pada Masing-Masing Kabupaten
dan Kota di Provinsi
13 Laju Pertumbuhan Sektor Jasa Pada Masing-Masing Kabupaten dan
Kota di Provinsi Banten
14 Kontribusi PDRB Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan
Kota di Provinsi
15 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertaninan
di Provinsi Banten Periode 2001-2011
16 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa di
Provinsi Banten Periode 2001-2011
17 Laju Pertumbuhan Konsumsi Makanan dan Non Makanan di
Provinsi Banten

1
3
4
24
27
28
28
29
30
32
33
34
35
36
42
45
46

DAFTAR GAMBAR
1 Rata-Rata Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Lapangang Usaha Atas Harga Dasar Konstan 2000
di Provinsi Banten Periode 2001-2011
5
2 Rata-Rata Laju Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha
di Provinsi Banten Periode 2001-2011
6
3 Tingkat Upah dan Tingkat Penggunaan Tenagakerja
11
4 Kurva Hukum Okun
14
5 Kerangka Konseptual Penelitian
17
6 Realisasi Investasi Provinsi Banten tahun 2007-2011
31
7 Total Realisasi Investasi pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota
di Provinsi Banten tahun 2007-2011
32
8 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di
Provinsi Banten
38
9 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian pada MasingMasing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
39
10 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa pada Masing-Masing
Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
40

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6

Data Sektor Pertanian
Data Sektor Jasa
Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Pertanian
Uji Normalitas Model Sektor Pertanian
Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Jasa
Uji Normalitas Model Sektor Jasa

52
54
56
56
57
57

1

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ketenagakerjaan merupakan salahsatu hal penting yang perlu diperhatikan
dalam masalah pembangunan. Penyerapan tenagakerja diperlukan dalam distribusi
pendapatan yang nantinya akan berdampak pada pembagunan. Pendapatan yang
diperoleh masyarakat, hampir seluruhnya berasal dari upah yang diberikan di
lapangan pekerjaan. Jumlah pendapatan yang diterima tenagakerja tersebut
menentukan besarnya kemakmuran dari suatu masyarakat. Semakin tinggi
pendapatan per kapita suatu masyarakat, maka menggambarkan semakin tinggi
tingkat kemakmurannya. Suatu proses pembangunan melakukan perubahan
mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakt, dan institusi nasional yang
juga tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2000). Dalam proses
pembangunan suatu negara berkembang, masalah pengangguran menjadi hal
wajar yang dialami negara tersebut. Masalah pengangguran umumnya disebabkan
karena tidak seimbangnya kondisi permintaan dan penawaran tenagakerja yang
ada. Peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu akan berdampak pada
pertambahan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi, pertambahan angkatan kerja
tersebut tidak dapat diimbangi dengan perluasan lapangan pekerjaan sehingga
berdampak pada meningkatnya masalah pengangguran.

Tabel 1. Jumlah penduduk usia di atas 15 tahun, jumlah angkatan kerja, dan
jumlah pengangguran di Indonesia (jiwa)
Tahun
Usia 15+
Angkatan Kerja
Pengagguran
2003
152.649.981
100.316.007
9.531.090
2004
153.948.922
103.973.387
10.251.351
2005
158.491.396
105.857.653
11.899.266
2006
160.811.498
106.388.935
10.932.000
2007
164.118.323
109.941.359
10.011.142
2008
166.641.050
111.947.265
9.394.515
2009
169.328.208
113.833.280
8.962.617
2010
172.070.339
116.527.546
8.319.779
2011
171.756.077
117.370.485
7.700.086
Sumber: BPS RI, 2003-2011.

Pada tabel 1 menunjukan bahwa selama periode 2003 hingga 2011, jumlah
penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas atau bisa dikatan penduduk usia kerja,
terus mengalami peningkatan dari 152,65 juta jiwa menjadi 171,76 juta jiwa.
Selama tahun 2003 hingga 2011, peningkatan jumlah penduduk usia kerja tersebut
mendorong pertumbuhan angkatan kerja dari 100,32 juta jiwa menjadi 117,76 juta
jiwa. Jumlah pengangguran dari tahun 2003 hingga 2005 cenderung mengalami

2

peningkatan dari 9,5 juta jiwa menjadi 11,89 juta jiwa. Pada tahun 2006 hingga
2011, jumlah pengangguran mengalami penurunan dari 10,9 juta jiwa menjadi 7,7
juta jiwa. Penurunan ini disebabkan karena besarnya kesempatan kerja di sektor
informal membuat orang lebih memilih bekerja dibanding menganggur meskipun
dengan jam kerja dan pendapatan yang rendah (Harfina, 2009). Selain sebab
tersebut, alasan lain penurunan jumlah pengangguran ini adalah adanya perubahan
pada kriteria kelompok bekerja, yaitu dari minimal 35 jam per minggu melakukan
kegiatan ekonomi menjadi hanya dua hari per minggu (BPS, 2007).
Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama
ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja
dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan
pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerja
diantaranya melalui tingkat upah. Dunia ketenagakerjaan tidak terlepas dari
masalah upah. Definisi upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ada
pasal 1 ayat 30 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari perusahaan aau pemebri kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanijian kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan atau/jasa yang telah atau akan dilakukan”. Salahsatu
upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan mengenai upah
minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional.
Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER03/MEN/1997 tentang Upah Minimum
Regional Bab I Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa Upah Minimum Regional
(UMR) adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk
tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu propinsi. Tingkat UMR dibagi
menjadi tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota
(UMK).
Kebijakan upah minimum hanya dikenakan pada pekerja unskill atau buruh
khusunya pada sektor manufaktur. Pada dasarnya, penetapan kebijakanj ini
bertujuan untuk melindungi pekerja agar upahnya tidak dibayarkan lebih rendah
dari tingkat upah minimum yang ditetapkan sehingga menjamin kemakmuran bagi
tenagakerja. Selain itu, upah minimum juga bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas. Tenagakerja ini umumnya adalah para buruh dengan pendidikan
dan keterampilan rendah. Dengan penetapan tingkat upah ini, akan mendorong
para buruh untuk mengikuti program-program yang dapat mengasah keterampilan
dan pengetahuannya sehingga meningkatkan produktivitas.
Kebijakan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja dari
pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada peningkatan jumlah
pengangguran. Upah bagi perusahaan merupakan biaya yang harus dikeluarkan.
Teori permintaan tenagakerja menunjukan hubungan negatif antara tingkat upah
dengan penyerapan tenagakerja. Kenaikan upah minimum akan meningkatkan
biaya perusahaan manufaktur yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga per
unit barang yang diproduksi. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi
permintaan atau konsumsi barang yang berakibat pada banyaknya barang yang
tidak terjual, sehungga produsen terpaksa menurunkan jumlah produksinya.
Penurunan jumlah produksi akan berdampak pada penurunan keuntungan yang
diperoleh perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur akan lebih memilih

3

untuk mengurangi jumlah permintaan tenagakerja dan menggantikannya dengan
teknologi padat modal, seperti mesin dan lainnya, untuk proses yang lebih efisien.
Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena
tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin.
Penawaran tenagakerja yang semakin meningkat karena kenaikan tingkat
upah ini tidak diimbangi dengan kemampuan perusahaan manufaktur untuk
menyerap tenagakerja sehingga banyak tenagakerja yang mencari pekerjaan di
sektor lain. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya
bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata
memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor
tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada
beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain.
Perumusan Masalah
Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki jumlah penduduk terbesar
dibandingkan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Jumlah penduduk Pulau
Jawa pada tahun 2010 mencapai 136.610.590 jiwa, sedangkan Pulau Sumatera
hanya sebesar 50.630.931 jiwa (BPS, 2010). Besarnya jumlah penduduk ini akan
berdampak pada masalah pengagguran. Permasalahan tingginya jumlah
pengangguran dialami oleh daerah otonom di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten.
Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan
yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat
pengangguran di Provinsi Banten pada tahun 2008 hingga 2010 mencapai 15,18
persen dan menurun hingga 13,06 persen. Mesikipun mengalami penurunan,
tingkat pengagguran Provinsi Banten tetap menempati posisi pertama di Pulau
Jawa.
Tabel 2. Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Pulau Jawa
(persen)
Provinsi
Banten
Jakarta
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Pulau Jawa

2008
15,18
12,16
12,08
6,42
7,35
5,38
10,12

Tahun
2009
2010
14.97
13,68
12,15
11,05
10.96
10,33
5,08
4,25
7,33
6,21
6.00
5,69
9,24
8,39

2011
13,06
10,80
9,83
4,16
5,93
3,97
7.38

Sumber: BPS RI, 2008-2011.
Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian di
revisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, merupakan salahsatu upaya pemerintah pusat untuk memberikan
wewenang kepada pemerintah daerah agar dapat mengelola pemerintahnnya
sendiri. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001, pemerintah

4

mengeluarkan kebijakan mengenai tingkat upah minimum yang kewenangannya
dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Hal ini berdampak pada
kenaikan tingkat upah minimum yang mengalami peningkatan di tiap propinsi
dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukan pada tabel 3. Selama periode 2008
hingga 2011, seluruh provinsi yang ada di Pulau Jawa menetapkan UMP yang
cenderung meningkat. Peningkatan upah ini juga disebabkan oleh penyesuaian
dengan tingkat inflasi sehingga pekerja tidak mengalami penurunan kesejahteraan.

Tabel 3. Jumlah upah minimum provinsi di Pulau Jawa (rupiah)
Provinsi
Tahun
2008
2009
2010
2011
DKI Jakarta
972.604
1.069.865
1.118.009
1.290.000
Banten
837.000
917.500
955.300
1.000.000
Jawa Timur
586.000
570.000
630.000
705.000
Jawa Barat
568.193
628.191
671.500
732.000
Jawa Tengah
547.000
575.000
660.000
675.000
Yogyakarta
586.000
700.000
745.695
808.000
Sumber: Kemenakertrans RI, 2008-2011.

Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di
Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006
hingga 2010 mencapai 11,1 persen (BPS, 2011). Presentase ini merupakan yang
tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi ini seharusnya menunjukan bahwa lapangan kerja yang ada
mampu mamapu memperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat mengurangi
tingkat pengangguran yang masih tinggi di Provinsi Banten. Pada kenyataannya,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan jumlah
pengangguran yang ada. Kurangnya kemampuan daya serap masing-masing
sektor perekonomian, menjadi hal yang menyebabkan timbulnya masalah
pengangguran.
Sektor industri memberikan kontribusi yang besar dalam Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten selama periode 2001 hingga 2011,
seperti yang ditunjukan pada gambar 1. Sektor industri dari tahun 2002 hingga
2011 memiliki kontribusi PDRB terbesar dengan rata-rata 48,46 persen.
Kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada setelahnya dengan
presentase rata-rata kontribusi sebesar 18,13 persen. Sektor pertanian dan sektor
transportasi, memiliki presentase kontribusi yang hampir sama yaitu dalam
kisaran delapan persen. Kontribusi sektor jasa berada setelah sektor pertanian dan
sektor transportasi dengan kisaran kontribusi sebesar 4,29 persen. Sektor listrik,
sektor bangunan dan sektor keuangan merupakan sektor yang memiliki nilai
kontribusi PDRB terendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Sedangkan sektor pertambangan memiliki rata-rata kontribusi terkecil dengan
presentase sebesar 0,10 persen.

5

4.29
3.05

8.19
1
0.1

Pertanian

8.27

Pertambangan
Industri
Listrik
Bangunan

18.13

Perdagangan
n
Transportasi
48.46
2.53
3.91
1

Keuangan
Jasa

mbar 1. Rataa-rata kontriibusi produk
k domestik regional brruto menuru
ut
Gam
lapangang usaha atas harga dasar konsttan 2000 di Provinsi Baanten period
de
2
2001-2011
(persen)
(
Sumber: BPS RI, 20001-2011 (ddiolah).

Besaarnya kontrribusi PDRB
B yang dim
miliki sektor--sektor tersebut, seharu
usnya
dapat berrpengaruh dalam
d
penyyerapan ten
nagakerja. Hukum Okkun menyaatakan
bahwa terrdapat hubuungan yang erat antaraa tingkat peengangguraan dengan Gross
G
Domestic Bruto (G
GDP). Tinggkat pengan
ngguran deengan GDP
P riil mem
miliki
hubungan yang negaatif (Mankiw
w, 2007). Berdasarkan
B
n pada pernnyataan terssebut,
dapat diarrtikan bahw
wa terdapat hubungan yang posittif antara kkesempatan kerja
dengan GD
DP riil. Paada kenyataaanya, sektorr pertanian dan sektor sektor jasa yang
kontribusii PDRB nyya termasukk besar belu
um mampuu memiliki laju penyerrapan
tenagakerjja yang baiik dibandinngkan sekto
or lain yang nilai konntribusinya lebih
rendah, yaaitu sektor pertambanggan dan sek
ktor keuanggan. Gambaar 2 menunjjukan
bahwa laju penyerappan tenagakkerja terting
ggi dimilikii oleh sektoor pertambaangan
5,39 persen.. Selain itu, sektor perttanian
dengan ratta-rata laju penyerapann sebesar 25
memiliki laju penyerrapan tenaggakerja tereendah dibannding sektoor-sektor lainnya
dengan raata-rata sebeesar -2,02 persen.
p
Hal ini menunjuukan sangatt lemahnya daya
serap tenaagakerja di sektor perttanian. Sek
ktor jasa haanya memiliiki rata-rataa laju
penyerapaan sebesar 9,76
9
persen.. Nilai terseebut lebih reendah dibanndingkan deengan
sektor perrtambangan dan keuanggan yang mampu
m
mem
miliki rata-raata di atas sektor
s
jasa.

6

30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
‐5.00

25..39

9.11
5.55

11.93
6.2
28

12..96
9.76

5.64

‐2.02

Gambar 2.
2 Rata-rataa laju penyeerapan tenag
gakerja berddasarkan lappangan usah
ha di
Prrovinsi Bannten periodee 2001-20111 (persen)
Sumber: BPS
B Bantenn dan Kemeenakertrans Banten, 20001-2011 (diiolah).

Sekttor pertaniaan sebagaii sektor prrimer, sehaarusnya maampu meny
yerap
tenagakerjja dengan baik
b
karenaa sektor ini berperan dalam
d
memeenuhi kebuttuhan
hidup sehari-hari. Seelain itu sekktor jasa seb
bagai sektoor tersier, m
merupakan sektor
s
s
suatu daerah. Suatu daerah ddiharapkan tidak
yang dapaat meningkaatkan daya saing
hanya berrgantung dengan
d
sum
mber daya alamnya saja, namunn juga mampu
mengoptim
malkan sum
mber daya manusiany
ya. Perekonnomian akann dapat tum
mbuh
apabila seektor-sektorr perekonom
miannya ad
dalah sektorr yang padaat karya, seeperti
sektor jassa. Kedua sektor ini diharapkan
n tidak hannya besar ddalam kontrribusi
PDRB nyya saja, naamun juga diharapkaan mampu memeperluuas kesem
mpatan
kerjanya sehingga
s
daapat menamppung penaw
waran tenaggakerja pasccakebijakan upah
minimum sektor mannufaktur daan dapat mengurangi
m
m
masalah
peengagguran yang
ada.
Berddasarkan paada uraian di atas maka
m
dapat dirumuskaan permasaalahan
penelitian sebagai berrikut:
1. Bagaimanak
B
kah kondisii penyerapaan tenagakkerja sektorr pertanian
n dan
seektor jasa di
d Provinsi Banten?
B
2. Faktor-fakto
F
or apa saja yang
y
memengaruhi pennyerapan teenagakerja sektor
s
p
pertanian
dan sektor jassa pascakebiijakan upahh minimum??
T
Tujuan
Pen
nelitian
usan masalaah, maka tuujuan yang ingin
Berddasarkan lattar belakanng dan rumu
dihasilkann dari peneliitian ini adaalah sebagaiin berikut:
1. Menganalisi
M
is kondisi peenyerapan tenagakerja
t
sektor perttanian dan sektor
s
jaasa di Proviinsi Banten..
2. Menganalisi
M
is faktor-fakktor yang memengaru
m
uhi penyeraapan tenagaakerja
seektor pertannian dan sekktor jasa passca kebijakaan upah minnimum.

7

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis penelitian ini akan menjadi bahan pembelajaran mengenai
keadaan ketenagakerjaan suatu wilayah.
2. Menjadi sumber informasi untuk dapat dijadikan bahan penelitian
selanjutnya.
3. Menjadi bahan pertimbangan bagi perumusan strategi untuk mengurangi
tingkat pengangguran.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas mengenai kondisi ketenagakerjaan di Provinsi
Banten dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB, Upah
Minimum Kabupaten (UMK), Investasi, dan Konsumsi. Objek dari penelitian ini
adalah Provinsi Banten dengan kurun waktu yang digunakan data penelitian ini
adalah 2001-2011.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. PDRB Riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor
pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya PDRB akan
meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan
sektor jasa.
2. Upah Minimum Kabupaten berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya
tingkat UMK akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di
sektor pertanian dan sektor jasa.
3. Investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor
pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya nilai investasi
akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian
dan sektor jasa.
4. Konsumsi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor
pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya konsumsi rumah
tangga akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor
pertanian dan sektor jasa.

8

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Menurut BPS (2003) pertanian adalah semua kegiatan yang meliputi
penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan,
kehutanan, dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih
menggunakan peralatan tradisional. Sektor pertanian memiliki lima macam sub
sektor, yaitu seub sektor tanaman pangan, sub sektor tanaman perkebuan, sub
sektor peternakan dan hasilnya, dan sub sektor perikanan.
Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam hal menyumbang Produk
Domestik Bruto (PDB). Sektor pertanian memiliki peranan penting bagi
pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Peranan penting ini tidak sejalan dengan
laju pertumbuhan nilai PDB sektor pertanian yang semakin menurun sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi. Sektor ini juga memiliki peranan penting dalam
hal penyerapan tenaga keja. Sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di
pedesaan, masih mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan usaha
utamanya.
Menurut Baharsyah (1987) dalam Erdina (2006), kontribusi sektor pertanian
dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Kontribusi produk yang berarti pertanian merupakan penyedia pangan
untuk seluruh bangsa dan bahan baku yang berkesinambungan bagi
sektor hilir.
2. Kontribusi devisa artinya pertambahan penerimaan devisa karena
terjadinya peningkatan penerimaan ekspor atau melaui penghematan
penerimaan devisa yang disebabkan peningkatan produksi komoditi
pertanian sebagai subsidi impor.
3. Kontribusi pasar dapat terlihat dari sumbangan sektor pertanian terhadap
produk domestik bruto.
4. Kontribusi faktor produksi di wujudkan melalui dua bentuk yaitu
pembentukan modal dan tenagakerja.
Sektor jasa memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia selama
masa pemulihan pasca Krisis Keuangan Asia. Pada saat ini, sektor jasa merupakan
sektor yang terbesar dari sektor-sektor yang utama, lebih besar dari kombinasi
sektor pertanian dan manufaktur. Sektor ini menyediakan lebih banyak pekerjaan
dari pada sektor lain manapun dari pertengahan tahun 2000. Nilai output di sektor
jasa meningkat lebih dari dua kali lipat nilai output yang dicatat sektor pertanian,
manufaktur dan pertambangan pada tahun 2000. Pekerja sektor jasa memiliki
karakteristik yang berbeda dari stereotip sektor tersebut, yang cenderung
difokuskan pada tingkat informalitas yang tinggi, dan pada layanan sebagai
pengusaha pilihan terakhir untuk pekerja desa. Sektor jasa memiliki dua subsektor
yaitu, subsektor pemerintahan umum dan subsektor swasta. Subsektor swasta
terdiri dari sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, serta perorangan dan
rumahtangga. (ILO, 2011).

9

Ketenagakerjaan
Penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenagakerja
dan bukan tenagakerja. Penduduk yang termasuk golongan tenagakerja adalah
penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbedabeda di tiap negara. Batasan usia kerja di Indonesia adalah minimum 10 tahun,
tanpa batas umur maksimum (Dumairy, 1996). Jadi, setiap orang atau semua
penduduk yang telah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenagakerja. UU No. 13
Tahun 2003 Pasal 1 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa, yang dimaksud
tenagakerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja guna menghasilakan barang dan jasa. Batas usia
tenagakerja di Indonesia adalah 10 tahun.
Menurut Kemenakertrans (2009), tenagakerja dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk
usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun
sementara tidak bekerja dan pengangguran yang aktif mencari pekerjaan. Bukan
angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang masih
sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya.
Angkatan kerja kemudian dibedakan menjadi dua sub kelompok, yaitu
bekerja dan penganggur terbuka. Menurut Kemenakertrans (2009) yang dimaksud
dengan bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,
paling seditkit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Sedangkan
penganggur terbuka adalah mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan
usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan,
sudah mendapatkan pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbagi
menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut (Sukirno, 2006):
1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat
kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara pencari
kerja dan lowongan kerja.
2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena
pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk
lowongan pekerjaan yang ada.
3. Pemgmgguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena
pergantian musim. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan
ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.
Tenagakerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi tiga sub
kelompok, yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus
rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta penerima pendapatan lain
(Dumairy, 1996). Batasan Kemenakertrans mengenai bersekolah ialah bersekolah
formal dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pelajar
dan mahasiswa yang sedang libur. Tenagakerja merupakan hal yang penting
dalam sebuah pembangunan. Sektor tenagakerja diharapkan mampu mengatasi
masalah-masalah ekonomi yang ada. Pemanfaatan tenagakerja yang efektir akan
menciptakan kemakmuran suatu daerah yang nantinya akan berdampak pada
kemakmuran bagi seluruh negara. Penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup,
menjadi salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk dapat menyerap jumlah

10

angakatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini akan mencegah
meningkatnya angka pengangguran.
Penyerapan Tenagakerja
Penyerapan tenagakerja adalah lowongan pekerjaan yang diisi oleh pencari
kerja dan pekerja yang sudah ada pada setiap unit usaha atau lapangan pekerjaan
(Kemenakertrans, 2009). Banyak nya tenagakerja akan terserap apabila jumlah
unit usaha atau lapangan pekerjaan mencukupi dengan banyaknya tenagakerja
yang ada. Lapangan pekerjaan itu sendiri merupakan bidang kegiatan dari
pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat orang bekerja (Kemenakertrans, 2009).
Setiap sektor perekonomian atau lapangan pekerjaan memiliki daya serap
tenagakerja dan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Perbedaan ini
menyebabkan terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja serta
terjadinya perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja maupun
perannya dalam pendapatan nasional (Simanjutak, 1998).
Penyerapan tenagakerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas
ekonomi. Produksi adalah suatu transformasi dari input (faktor produksi) menjadi
output. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi pada sektor pertanian
maupun sektor jasa hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu
tenagakerja (L) dan modal (K) maka fungsi produksinya adalah (Nicholson,
2002):
Qt = f ( Lt, Kt )...................................................................................(1)
sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut
Model Neoklasik adalah sebagai berikut :
πt = TR – TC...........................................................................................(2)
dimana :
TR = pt . Qt................................................................................................................................................(3)
Dalam menganalisa penentuan penyerapan tenagakerja, diasumsikan
bahwahanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenagakerja
(L). Tenagakerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja
(w) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r).
TC = rt Kt + wt Lt..................................................................................................................................(4)
dengan mensubstitusikan persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka
diperoleh :
πt = pt . Qt - rt Kt – wt Lt...............................................................................................................................(5)
Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama
fungsi
keuntungan di atas harus sama dengan nol(π’=0), sehingga didapatkan :
wt Lt = pt . f(Lt,Kt) – rt Kt......................................................................................................................(6)
.

,



...........................................................................................................................................(7)
Lt
dimana :
Lt = Permintaan Tenagakerja
wt = Upah Tenagakerja
pt
= Harga jual barang per unit
Kt = Kapital ( Investasi)
rt
= Tingkat Suku Bunga

11

Qt

= Output (PDRB)
Berdasarkan pada persamaan di atas, dapat diketahui bahwa penyerapan
tenagakerja (Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan),
tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w). Teori neoklasik menyatakan bahwa
dalam rangka memaksimumkan keuntungan, tiap-tiap perusahaan menggunakan
faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang digunakan
menerima imbalan sebesar nilai pertamabhan hasil marjinal dari faktor produski
tersebut. Menurut Simanjuntak (1996) dalam Silalahi (2008), hal ini berarti
perusahaan mempekerjakan sejumlah pekerja sedemikian rupa sehingga nilai
pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang diterima orang
tersebut). Jadi, upah yang dibayarkan perusahaan adalah:
W = VMPL = MPL. P.......................................................................................(8)
dimana:
W
= tingkat upah (dalam arti labour cost) yang dibayarkan perusahaan
kepada pekerja;
P
= harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang;
MPL = marginal product of labour atau pertambahan hasil marjinal pekerja,
diukur dalam unit barang per unit waktu;
VMPL = value of marginal product of labour atau nilai pertambahan hasil
marjinal pekerja atau karyawan.
Pada gambar 3 terlihat bahwa perusahaan hanya dapat menambah
penggunaan tenagakerja hingga titik ON dan pada titik tersebut perusahaan
mencapai laba maksimum. Jika tenagakerja ditambah dengan jumlah yang lebih
besar dari ON yaitu sebesar ON2 maka keuntungan perusahaan akan berkurang.
Kondisi tersebut dikarenakan perusahaan membayar upah dalam tingkat yang
berlaku padahal VMPL yang diperoleh lebih kecil dari W yaitu hanya sebesar W2.
Penambahan jumlah tenagakerja dengan jumlah yang lebih besar dari ON dapat
dilakukan apabila perusahaan dapat membayar upah di bawah W dan perusahaan
mampu menaikkan harga jual barang.
W

W1

w
W2

VMPL


N
N1

N

N2

Gambar 3. Tingkat upah dan tingkat penggunaan tenagakerja
Sumber: Simanjuntak, 1996.

12

Pada dasarnya semakin rendah upah tenagakerja maka akan semakin banyak
permintaan tenagakerja yang akan meningkatkan penyerapan tenagakerja
(Ehrenberg dan Smith, 2009). Perusahaan akan mengurangi jumlah tenagakerja
yang dimintanya atau mencari pekerja yang memiliki upah rendah apabila upah
yang diminta terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena upah merupakan biaya yang
harus dikeluarkan perusahaan nantinya. Apabila upah yang diminta tenagakerja
tinggi maka akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan dan akan
mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Apabila upah naik maka perusahaan
ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksi
dan menggantikan kebutuhan akan tenagakerja dengan kebutuhan akan barangbarang modal seperti mesin dan lainnya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah
tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan
mesin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER-01/MEN/1999, upah
minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap, sedangkan UMP adalah upah yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di suatu provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan pekerja yang diharapkan dapat menigkatkan produktivitas dari pekerja
nantinya. Penetapan upah minimum akan meningkatkan biaya perusahaan yang
akhirnya berdampak pada kenaikan harga per unit barang yang di produksi.
Kenaikan harga barang ini akan mengurangi permintaan atau konsumsi barang.
Akibatnya banyak barang yang tidak terjual, dan produsen terpaksa menurunkan
jumlah produksinya.
PDRB menjadi salahsatu faktor lain yang memengaruhi penyerapan
tenagakerja. Terjadinya peningkatan pada nilai PDRB menunjukan terjadinya
pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya produksi barang
dan jasa. Tenagakerja dibutuhkan untuk dapat memproduksi barang dan jasa
tersebut. Faktor lainnya adalah investasi. Menurut Mankiw (2007), investasi
terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Menurut
Undang-undang No. 6 Tahun 1968 yang telah disempurnakan menjadi Undangundang No. 12 Tahun 1970, penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah
bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda
baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang
berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan usaha.
Penanaman Modal Asing berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 yang
telah disempurnakan menjadi Undang-undang No.11 Tahun 1970 adalah alat
pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa
Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk membiayai
perusahaan di Indonesia. Para pemilik modal asing melaksanakan investasi di
Indonesia bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha yang dilaksanakan
tersebut. Investasi memiliki peran yang penting dalam hal penyerapan
tenagakerja.
Menurut Sukirno (2006) dalam praktek usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai
investasi atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembiayaan sebagai
berikut:

13

a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan
perusahaan.
b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal,
bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya.
Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun atau menyediakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam membangun atau mengembangkan
lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada
pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salahsatu komponen dari
pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y=C+I+G+NX.
Selain investasi, konsumsi juga menjadi komponen dalam pendapatan
nasional. Teori Harrord-Domar menyatakan pembentukan modal dipandang
sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian
untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah
permintaan efektif suatu masyarakat. Teori ini mengaggap bahwa pertambahan
dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh
pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran
masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak
pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006).
Konsumsi dapat dijadikan salahsatu faktor yang dapat memengaruhi
penyerapan tenagakerja. Menurut (Simanjuntak, 1998) kenaikan permintaan
barang dan jasa atau konsumsi oleh masyarakat membuat permintaan akan
tenagakerja oleh unit usaha atau perusahaan semakin meningkat (derived
demand), dalam hal ini terjadi peningkatan dalam penyerapan tenagakerja dan
memberikan kesempatan kerja baru. Oleh karena itu, kenaikkan permintaan
perusahaan terhadap tenagakerja tergantung dari kenaikkan konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut secara langsung juga akan mendorong
tumbuhnya kesempatan kerja secara luas.
Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara
tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat
pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007).
Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Semakin tinggi GDP riil,
akan semakin memperluas kesempatan kerja yang ada. Pada gambar 4
menunjukan bahwa perubahan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat
berhubungan dengan perubahan GDP riil.
Teori Harrord Domar menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengutamakan sektor-sektor ekonomi
yang padat karya. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan output (Y) dikurangi
dengan tingkat pertumbuhan produktivitas tenagakerja (Y/L) sama dengan
pertumbuhan kesempatan kerja (L). Secara matematis hubungan-hungan tersebut
dirumuskan sebagai berikut:


-



/

=



............................................................................................................(1)

14

Perubahan Presentase
GDP riil

Perubahan Tingkat Pengangguran

Gambar 4. Kurva Hukum Okun
Sumber: Mankiw, 2007.
Apabila pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan output dalam
bentuk GDP konstan, maka dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan
sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB dapat
menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya dan
faktor-faktor produksinya.
Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya telah membahas mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi penyerapan tenagakerja baik di sektor primer, skunder,
amupun tersier. Kemudian juga membahas mengenai dampak setelah
diberlakukannya upah minimum pada penyerapan tenagakerja. Oleh karena itu,
penelitian ini lebih membahas pada:
1. Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja untuk sektor
pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten dengan menambah variabel
konsumsi.
2. Lingkupnya hanya pada sektor pertanian dan sektor jasa yang ada di
Provinsi Banten.
Mahyuddin dan Majdah (2010) dalam tulisannya yang berjudul Elastisitas
Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat elatisitas permintaan tenagakerja sektoral
dan mengukur tingkat kekauan upah riil sektoral di Sulawesi Selatan dengan
periode penelitian tahun1998-2000. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode Ordinary Least Square untuk melihat elastistas permintaan
tenagakerjanya. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan upah
berpengaruh kecil pada permintaan tenagakerja. Impor berpengaruh negatif pada
permintaan tenagakerja. Sedangkan sumber pertumbuhan lainnya terutama ekspor
dan investasi dangat berpengaruh positif terhadap permintaan tenagakerja.
Siregar dan Sukwika (2007) dalam tulisannya yang berjudul Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kinerja Pasar Tenagakerja dan Implikasi Kebijakannya

15

Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pasar tenagakerja, yang
antara lain meliputi angkatan kerja, penyerapan tenagakerja, penagguran,
produktivitas tenagakerja dam upah di Kabupaten Bogor dengan periode
penelitian tahun 1998-2001. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi
data panel. Hasil penelitian menyimpulkan penyerapan tenagakerja terdidik di
sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa umumnya dipengaruhi oleh
investasi dan PDRB. Sedangkan penyerapan tenagakerja tidak terdidik pada
ketiga sektor tersebut umumnya dipengaruhi oleh investasi, PDRB dan
pendapatan rumah tangga.
Sitanggang dan Nachrowi (2004) dalam tulisannya yang berjudul Pengaruh
Struktur Ekonomi dan Penyerapan Tenagakerja Sektoral: Analisis Model
Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah penyerapan
tenagakerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia dengan periode penelitian tahun
1980-2000. Penelitian ini menggunakan metode Pooled Least Square (PLS)
terboboti. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jumlah penyerapan tenagakerja
dipengaruhi oleh populasi, net migration, output, dan upah.
Dimas dan Woyanti (2009) dalam tulisannya yang berjudul Penyerapan
Tenagakerja di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh PDRB, investasi, dan upah terhadap penyerapan tenagakerja di DKI
Jakarta dengan periode penelitian tahun 1990-2004. Metode penelitian yang
digunakan adalah OLS. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa PDRB,
investasi dan upah berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenagakerja
di DKI Jakarta.
Sidik (2011) dalam tulisannya yang berjudul Dampak Kebijakan Upah
Minimum Terhadap Penyerapan Teanag Kerja Sektor Industri dan Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Pulau Jawa pada Era Otonomi Daerah.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
peneyrapan tenagakerja sektor industri serta sektor perdagangan, hotel, dan
restoran dengan periode penelitian tahun 2001-2010. Metode penelitian yang
digunakan adalah regresi panel data. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan
bahwa upah minimum, PDRB dan Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh
signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di kedua sektor. Sedangkan
Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) hanya berpengaruh signifikan di sektor
perdagangan, hotel, dan restoran.
Kerangka Pemikiran
Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama
ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja
dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan
pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerjanya
melalui tingkat upah. Salahsatu kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah
kebijakan upah minimum. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi
melindungi para pekerja dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain
berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Kenaikan upah minimum

16

menyebabkan kenaikan biaya yang harus dikeluarkan pada perusahaan
manufaktur. Akibatnya perusahaan manufaktur harus mengurangi biaya tersebut
dengan jalan mengurangi jumlah tenagakerja untuk menghindari kerugian karena
meningkatnya biaya yang harus dikelua