Aplikasi asam oksalat dan fe pada tanah vertisol dan alfisol terhadap pertumbuhan dan serapan k tanaman jagung

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA
VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K
TANAMAN JAGUNG

Mamihery Ravoniarijaona

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA
VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K
TANAMAN JAGUNG

Mamihery Ravoniarijaona

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada
Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum disajikan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Mamihery Ravoniarijaona

NRP A151078061

ABSTRACT

Mamihery Ravoniarijaona. The application of Oxalic acid and Fe in Vertisols and Alfisols
to the Growth and K Uptake of Corn Plant. Under direction of KOMARUDDIN IDRIS,
DJUNAEDI ABDUL RACHIM, and SRI DJUNIWATI.
The objectives of this research were to evaluate the application of Oxalic acid, Fe
and their combination in smectite soil (Vertisols and Alfisols) to the growth and K uptake
of corn plant (Zea mays, L.). The experiment was carried out in greenhouse condition
while soil and plant were analyzed in the laboratory using four soil samples taken from
Java: two Vertisols from Ngawi (Typic Endoaquerts), Cilacap (Chromic Endoaquerts) and
two Alfisols from Jonggol (Typic Hapludalfs), Blora (Typic Haplustalfs). The treatments
were laid out in a factorial randomized complete design with three replications. The
treatments consisted of two factors which were rates of oxalic acid (0, 500, 1000 ppm) and
Fe (0, 50, 100, 150, 200 ppm) applications. The results showed that oxalic acid tends to
decline the corn growth in the soil samples except in Typic Endoaquerts which increased
with a rate of 500 ppm, but there was increase in K contents and K uptake for Chromic
Endoaquert, Typic Endoaquerts, and Typic Haplustalfs. Fe itself with a rate of 50-100 ppm
has the potential to increase corn growth and K uptake (K contents and uptake) for all

samples. Fe (100 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly increased plant height at
Chromic Endoaquerts; however above those rates plant height was reduced. While, at
Typic Endoaquerts, Fe (150 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly reduced plant
height, and then increased with 500 ppm oxalic acid. Furthermore Fe (200 ppm) without
oxalic acid (0 ppm) were significant to reduce dry weight in Typic Hapludalfs. Fe treatment
were more effective to increase corn growth and K uptake for all samples, while oxalic acid
were effective to increase K content and uptake for the samples, except in Typic
Hapludalfs.
Keywords: Fe, oxalic acid, potassium, Vertisols, Alfisols, corn (Zea mays, L.)

RINGKASAN

Mamihery Ravoniarijaona. “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol
terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung”. Dibimbing oleh KOMARUDDIN
IDRIS, DJUNAEDI ABDUL RACHIM, dan SRI DJUNIWATI.
Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai prospek yang cukup
besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan. Tanah yang
mempunyai sifat demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai
sifat vertik lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut umumnya mempunyai
kapasitas tukar kation , fiksasi K serta kadar K total tinggi; tetapi ketersediaannya bagi

tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Asam
oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K dan hara-hara yang terfiksasi di
ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk tanaman , dan unsur Fe juga sebagai
hara mikro tanaman. Penelitian yang telah dilakukan peneliti sebulumnya menunjukkan
bahwa penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm asam oksalat pada Vertisol dan Alfisol
masih cukup tinggi. Oleh karena itu penelitian ini secara umum mengevaluasi kembali
penggunaan Fe dan asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol.
Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan empat contoh tanah, yaitu Endoaquert
Kromik, Endoaquert Tipik, Haplustalf Tipik dan Hapludalf Tipik. Penelitian dilaksanakan
dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari dua faktor: Faktor pertama
adalah perlakuan asam oksalat (0, 500.1000 ppm) dan faktor kedua perlakuan Fe (0, 50,
100, 150, 200 ppm). Masing- masing perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian terdapat
45 satuan percobaan. Karena menggunakan 4 contoh tanah maka keseluruhan percobaan
terdiri dari 180 satuan percobaan.
Asam oksalat cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman (tinggi dan bobot kering)
pada tanah-tanah yang diuji, kecuali pada Endoaquert Tipik (naik pada dosis 500 ppm).
Kadar dan serapan K naik dengan dosis 500 ppm asam oksalat pada tanah Endoaquert
Kromik dan Haplustalf Tipik tetapi menurun dengan penambahan 1000 ppm, sedangkan
pada Endoaquert Tipik peningkatan kadar dan serapan K meningkat sampai dosis 1000
ppm. Pemberian Fe dengan dosis 50-100 ppm berpotensi meningkatkan pertumbuhan dan

serapan K tanaman pada tanah semua diuji. Perlakuan tanpa asam oksalat (0 ppm), pada
Endoaquert Kromik pemberian Fe sampai dosis 150 ppm menaikan tinggi tanaman dan
menurun pada dosis 200 ppm. Pada Endoaquert Tipik penambahan Fe sampai 100 ppm
tinggi tanaman meningkat dan turun diatas dosis tersebut. Selanjutnya pada Hapludalf
Tipik pemberian Fe 50 ppm meningkatkan bobot kering tanaman dan menurun diatas dosis
tersebut. Penambahan 500 ppm asam oksalat memberikan kenaikan terhadap tinggi, bobot
kering, kadar dan serapan K tanaman jagung pada Endoaquert Tipik. Sedangkan pada
Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik efektif hanya pada kadar dan serapan K.
Pemberian 500 ppm asam oksalat pada Hapludalf Tipik menekan pertumbuhan tanaman
maupun kadar dan serapan K.
Kata Kunci: Fe, asam oksalat, kalium, Vertisol, Alfisol, jagung (Zea mays, L.).

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Tesis

: Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Tanah Vertisol dan Alfisol terhadap
Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung

Nama

: Mamihery Ravoniarijaona

NRP

: A151078061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS
Ketua


Dr. Ir.Sri Djuniwati, M.Sc
Anggota

Prof. Dr. Ir. Djunaedi Abdul Rachim, MS
Anggota
Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Tanah

Dr. Ir Atang Sutandi, MS

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr .Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Toliara (Madagascar) pada tanggal 22 Mei 1981 dari ayah Celestin
Ravoniarijaona dan Ibu Yvonne Josiane Rakotondranony. Penulis merupakan putri ketiga
dari lima bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Madagascar dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk “Antananarivo University (Madagascar) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
“Faculty of Science, Antananarivo University Madagascar”. Pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan program S1 di jurusan “Plant Ecology and Plant Physiology” di “Faculty of
Science, Antananarivo University Madagascar”. Pada tahun 2006 mendapat kesempatan
untuk melanjutkan program S2 di PS Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor (IPB) di Indonesia.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rachmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penelitian ini berjudul “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap
Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung” yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai

Februari 2009. Penelitian ini, sebagian dibiaya oleh Proyek Kerjasama Kemitraan
Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS, Prof.
Dr. Ir Djunaedi Abdul Rachim, MS dan Ibu Dr. Ir Sri Djuniwati, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulisan tesis
ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan SPs IPB dan semua staf yang sudah membantu kami selama
menyelesaikan studi di Indonesia.
2. Semua staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut
Pertanian Bogor.
3. Semua staf pengajar di Department ”Plant Ecology and Physiology”
Antananarivo University (Madagascar).
4. Sahabat-sahabat saya dalam program KNB (Bogor), dan semua rekan-rekan
angkatan 2007 PS Tanah, serta rekan-rekan yang lain.
5. Keluarga saya di Madagascar. Terima kasih atas dorongan dan kasih sayangnya
selama studi saya di Indonesia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009


Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………...................

xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………..

xii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………..

xiii

PENDAHULUAN………………………………………………………………………..

1


Perumusan masalah……………………………………………………………...

3

Tujuan Penelitian………………………………………………………………..

3

Hipotesis…………………………………………………………………………

4

TINJUAN PUSTAKA…………………………………………………………………….

5

Ciri tanah Vertisol dan Alfisol…………………………………………………..

6

Bentuk K dalam tanah……………………….......................................................

7

Siklus K Tanah......................................................................................................

11

Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman................................................................

13

Asam Oksalat…………………………………………………………………….

14

Besi (Fe)…………………………………………………………………………

15

Tanaman Jagung (Zea mays )…………………………………………………...

16

BAHAN DAN METODE PENELITIAN……………………………………………….

18

Tempat dan waktu……………………………………………………….............

18

Bahan Penelitian…………………………………………………………………

18

Metodologi………………………………………………………………………

18

Pelaksanaan percobaan………………………………………….....................

19

Pengamatan……………………………………………………………………

19

Analisis tanah dan tanaman……………………………………………

20

HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………...............

21

Karakteristik Tanah…………....……………………...............................................

21

Pengaruh Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan
Tanaman.....................................................................................................................

22

Pengaruh Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Kadar dan
Serapan K...................................................................................................................

27

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….....

31

Kesimpulan…………………………………………………………………………

31

Saran………………………………………………………………………………..

32

DAFTAR PUSTAKA………………….…………………………………………………

33

LAMPIRAN………………………………………………………………………………

37

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Hapludalf Tipik
dan Haplustalf Tipik .............................................................................................

22

2. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman
pada Endoaquert Kromik.......................................................................................

23

3. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman
Pada Endoaquert Tipik ..........................................................................................

24

4. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada
Endoaquert Kromik, Endoaquert Tipik dan Haplustalf Tipik...............................

25

5. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada
Hapludalf Tipik......................................................................................................

25

6. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Kadar K Tanaman pada Empat Jenis
Tanah .....................................................................................................................

27

7. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Serapan K Tanaman pada Empat Jenis
Tanah.....................................................................................................................

28

8. Kenaikan Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman akibat Pemberian 500 ppm
Asam Oksalat pada Kempat Contoh Tanah ..........................................................

29

9. Kenaikan Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman akibat Pemberian 50 ppm Fe
pada Kempat Contoh Tanah .................................................................................

30

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah....................................

7

Keseimbangan dan Siklus K di dalam Tanah...................................................

12

2.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Sifat-sifat Morfologi Profil Tanah-tanah di Lokasi Percobaan Laboratorium dan
Rumah Kaca (Nursyamsi, 2008)………………………………………………...

38

2. Hasil analysis Mineral Liat Kuantitatif terhadap Lapisan Atas Contoh Tanah
(Nursyamsi, 2008)…...…………………………………………………………...

42

3. Karakteristik Tanah di Jonggol (Bogor), Sidareja (Cilacap), Padas (Ngawi), dan
Todanan (Blora).....................................................................................................

43

4. Kriteria Penelitian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Peneliatian Tanah, 1983)…....

44

5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman
pada Kempat Contoh Tanah...................................................................................

45

6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering
Tanaman pada kempat Contoh Tanah....................................................................

45

7. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Kadar K pada
kempat Contoh Tanah............................................................................................

45

8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Serapan K
pada kempat Contoh Tanah...................................................................................

46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (smektit) mempunyai prospek
yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan asal
disertai dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat. Tanah yang mempunyai sifat
demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai sifat vertik
lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut mempunyai penyebaran yang cukup luas
di tanah air, yaitu lebih dari 2.12 juta ha (Vertisol sekitar 2.12 juta ha ditambah sebagian
Alfisol) tersebar di wilayah Jawa (Tengah dan Timur), Sulawesi (Sulsel, Sulteng dan
Gorontalo), dan Nusa Tenggara (Lombok) (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
2000). Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 umumnya mempunyai
kapasitas tukar

kation, fiksasi K serta kadar K total tinggi. Penelitian yang

dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisol mempunyai kapasitas
fiksasi K (K fixing capacity) dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi (Ghousikar et
al., 1987). Hasil penelitian Nursyamsi (2008) menunjukkan bahwa kadar K larut (Kl) , K
dapat dipertukaran (Kdd), K tidak dapat dipertukaran (Ktdd), dan K-total (Kt) tanah pada
Vertisol lebih tinggi daripada Alfisol.
Melihat sebaran tanah-tanah

yang didominasi mineral liat Smektit cukup luas

terutama di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka tanah-tanah tersebut
memiliki peluang yang cukup besar dalam pengembangan tanaman pangan diantaranya
adalah tanaman jagung. Di Indonesia, jagung (Zea mays, L.) merupakan makanan yang
memegang peranan penting setelah padi, sehingga kebutuhan atau permintaan jagung
cukup tinggi (Rukmana, 1993). Unsur-unsur hara yang penting untuk tanaman jagung
adalah N, P, dan K. Jagung membutuhkan K lebih banyak dibandingkan dengan hara N
dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara K bisa mencapai 60-75% dari seluruh
kebutuhannya (Sutoro et al., 1988).
Asam-asam organik seperti: oksalat, sitrat, malonat, furamat, malat, suksinat,
benzoate, tartarat dan lain-lain merupakan komponen penting dari eksudat akar tanaman
yang dikeluarkan di sekitar rhizosphere. Akar tanaman jagung yang dipelihara dalam
larutan hara (solution culture) steril dapat mengeluarkan asam oksalat 3100µg/g (Bolton

et al., 1993). Sementara itu, dari hasil penelitian Nursyamsi, (2008) asam oksalat yang
dikeluarkan oleh akar jagung berkisar antara 3.15- 5.93 mg/g bobot kering akar. Asam
oksalat memegang peranan penting dalam membebaskan K terfiksasi menjadi K tersedia
pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral K (muskovit, biotit, ortoklas, dan
lain-lain) (Song et al., 1988).
Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang
banyak mengandung mineral liat tipe 2:1. Kation tersebut antara lain: Fe, Na (Ismail,
1997) dan NH4 (Kilic et al., 1999). Kation Fe berpotensi untuk membebaskan K terfiksasi
karena berdasarkan deret liotropik kation tersebut mempunyai jerapan yang lebih kuat
daripada kation K (Tan, 1998). Selain itu, Fe juga mempunyai kemampuan meningkatkan
jarak basal smektit sehingga K yang berada di ruang antar lapisan mineral liat lebih
mudah didepak keluar oleh Fe. Hasil penelitian Nursyamsi (2008) menunjukkan bahwa
kation Fe dapat meningkatkan jarak basal smektit dari 12.71 - 14.73 Å pada Endoaquert
Tipik (Ngawi), 13.00- 15.59 Å pada Haplustalf Tipik (Blora), 13.81- 14.88 Å Hapludalf
Tipik (Jonggol), 12.71- 14.73 Å Endoaquert Kromik (Cilacap). Hasil penelitian
Novpriansyah (1998) menyatakan bahwa, pemberian Fe mampu meningkatkan kelarutan
Cu pada tanah gambut Berengbengkel, Sampit dan Handil Sohor dari Kalimantan tengah.
Kation Fe mempunyai afinitas atau stabilitas yang lebih tinggi dari Cu, maka Fe yang
ditambahkan mampu mendesak Cu yang mempunyai afinitas atau stabilitas yang lebih
rendah dari kompleks jerapan, akibatnya Cu mudah lepas dan jumlah Cu terkelat dan
terikat kuat menjadi turun. Sebaliknya pemberian Fe justru meningkatkan bentuk Cu
larut, dapat dipertukar dan terikat lama. Selain itu Fe dapat membebaskan K terfiksasi,
dan juga berperan sebagai unsur mikro bagi tanaman (Novpriansyah, 1998).
Perumusan masalah
Tanah-tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit seperti Vertisol dan Alfisol
cukup luas dan mempunyai jerapan kation kuat sehingga kadar K total tanah tinggi tetapi
ketersediaanya bagi tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat
tipe 2:1.
Berdasarkan literatur, asam oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K
dan hara-hara yang terfiksasi di ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk

tanaman melalui proses pertukaran kation dan difusi. Unsur Fe juga sebagai hara mikro
tanaman. Nursyamsi (2008) menggunakan Fe dari 125 sampai 500 ppm dan asam oksalat
dari 1000 sampai 4000 ppm pada tanah Vertisol dari Cilacap dan Ngawi serta Alfisol dari
Jonggol dan Blora. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pertumbuhan jagung maupun
serapan K cenderung menurun pada penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm Asam
oksalat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penggunaan Fe sampai 500 ppm, maupun
asam oksalat sampai 4000 ppm tampak masih terlalu tinggi terutama dalam aplikasi di
lapangan. Oleh karena itu penelitian ini akan mengevaluasi kembali penggunaan Fe dan
asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah
1-

Mengevaluasi penggunaan Asam oksalat dan Fe terhadap pertumbuhan dan serapan
K tanaman jagung pada tanah Vertisol dan Alfisol.

2-

Mencari kombinasi Asam oksalat dan Fe dimana pertumbuhan tanaman jagung dan
serapan K maksimum.

Hipotesis
1-

Terdapat dosis Asam oksalat dan Fe yang optimal dalam menaikkan pertumbuhan
dan serapan K.

2-

Terdapat kombinasi Asam oksalat dan Fe dimana pertumbuhan dan serapan K
maksimun.

TINJAUAN PUSTAKA

Ciri-ciri Tanah Vertisol dan Alfisol
Vertisol

Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi
(lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut jika
kelembaban berubah. Bila kondisi kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan
keras, dan bila basah mengembang dan sangat lekat. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Grumusol (Driessen et al., 1989). Tanah ini umumnya
terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi
di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen et al., 1989).
Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, yang pertama
adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses
mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik akibat dari perubahan kelembaban
sehingga terbentuk slickenside dan relief mikro di permukaan yang disebut gilgai (Van
Wambeke, 1992). Dalam perkembangannya mineral 2:1 yang sangat dominan dan memegang
peran penting pada tanah ini. Komposisi mineral liat pada Vertisol selalu didominasi oleh
mineral 2:1, biasanya monmorilonit, dan dalam jumlah sedikit sering dijumpai mineral liat
lainnya seperti illit dan kaolinit (Ristori et al., 1992).
Pada tanah Vertisol umumnya sifat-sifat fisik lebih merupakan kendala dibandingkan
dengan sifat-sifat kimianya. Kendala utama untuk tanaman adalah tekstur yang liat berat,
sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan infiltrasi air yang rendah kecuali melalui
rekahan, serta drainase yang lambat (Mukanda et al., 2001). Tanah ini juga tergolong rawan
erosi di daerah berombak. Secara kimiawi Vertisol tergolong tanah yang relatif kaya akan
hara karena mempunyai cadangan sumber hara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation
tinggi dan pH netral hingga alkali (Deckers et al., 2001).

Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah permukaan (horison argilik) dan mempunyai KB
jumlah kation tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah
atau 125cm dibawah batas atas horison argilik. Liat yang tertimbun di horison bawah ini
berasal dari horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan
dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning,
Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning (Hardjowigeno, 1993).
Alfisol diperkirakan mencakup 13% dari seluruh lahan dunia (USDA, 1972, dalam
Rust, 1983). Sementera itu, di Indonesia sekitar 7 juta hektar tersebar di Pulau Jawa dan
Nusa Tenggara (Takala, 1997).
Pada kebanyakan observasi komposisi liat silikat dari horizon argilik, agak
bervariasi dengan kumpulan mika-hidrous, smektit, vermikulit, dan kaolinit. Fiksasi liat
yang lebih halus cenderung kebanyakan sebagai smektit, yaitu kisi liat yang dapat
mengembang (Rachim, 2007). Jika Alfisol didominasi oleh liat 2 :1, maka pengaruhnya
bisa tampak sebagai sifat vertik jika tanah berada pada variasi kelembaban yang nyata;
namun, bila tanah selalu lembamb sepanjan tahun, sifat vertik bisa tidak tampak.
Lahan kering tanah Alfisol sangat potensial untuk pengembangan budidaya jagung.
Tanah Alfisol mempunyai keunggulan sifat fisika yang relatif bagus, tetapi tanah Alfisol
umumnya miskin hara tanaman baik yang makro maupun mikro dan hanya kaya akan
hara Ca dan Mg (Soepardi, 1983). Di lahan kering kandungan Ca dan Mg pada
Alfisol umumnya tinggi atau sedang, tetapi kandungan K umumnya rendah sampai
sangat rendah sehingga harus ada tambahan K dari luar yang berupa pemupukan K, atau
K yang difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1 untuk yang mempunyai sifat vertik.

Bentuk K dalam tanah

Di dalam tanah kalium (K) dijumpai dalam bentuk-bentuk yaitu (1) (K-struktural,
K-terfiksasi), (2) K-dapat dipertukarkan dan (3) K-larut (Sparks, 1987). Tetapi untuk
kempentingan pertumbuhan tanaman maka kalium tanah dibedakan berdasarkan
ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongan kedalam (1) kalium relatif tidak tersedia
disebutkan juga K tidak dapat dipertukaran (Ktdd ) sebagai K mineral, (2) merupakan K

yang dijerap pada kompleks permukaan koloid tanah dan (3) kalium berada dlm larutan tanah

dalam bentuk K+ segera tersedia untuk tanaman. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium
larut langsung dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (segera tersedia).
Sebagian kalium terfiksasi dan kalium struktural dapat juga diserap tanaman setelah
menjadi kalium tersedia dan disebut sebagai kalium tidak dapat dipertukarkan atau kalium
lambat tersedia (BKS-PTN, 1983). Di lapangan batas antara bentuk satu dengan yang
lainnya umumnya tidak jelas, walaupun bentuk-bentuk K tersebut dapat dipisahkan di
laboratorium (Sharpley, 1990 ) bentuk-bentuk K tersebut dalam tanah berada dalam
keseimbangan yang dinamik (Gambar 1).

Gambar 1. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah (Kirkman et al., 1994)

Diagram Keseimbangan (Gambar 1) tersebut memperliatakan bila kalium tersedia
berkurang dari tanah maka akan dinganti dengan kalium lambat tersedia atau kalium tidak
tersedia. Demikian juga bila diadakan pemupukan kalium yang berat atau tinggi maka
akan mengingkatkan jumlah kalium lambat tersedia (BKS-PTN, 1983).
K-Struktural

Kalium struktural disebut juga sebagai kalium mineral, kalium tidak hancur, kalium
alamiah, kalium matrix, atau kalium inert. Menurut Sparks dan Huang (1985) jumlah Kstruktural dalam tanah tergantung komposisi bahan induk dan tingkat perkembangan

tanah. Metson (1968) menyatakan bahwa K struktural umumnya terselimuti struktur
kristal dari mineral yang mengandung K tinggi seperti mika (biotit dan muskovit),
feldspar (ortoklas dan mikroklin), dan gelas volkan baik yang masam maupun alkalin.
Umumnya mineral-mineral tersebut berada ditemukan dalam fraksi kasar tanah. Hancuran
umumnya menghasilkan formasi dari liat silikat sekunder yang mungkin masih
mengandung K-struktural. Tingkat ketersediaan K relatif untuk tanaman dari tinggi ke
rendah adalah biotit > muskovit > ortoklas dan mikroklin. Menurut Metson (1968) gelas
volkan alkalin lebih cepat hancur dibandingkan gelas volkan masam. Mineral primer yang
memiliki cadangan K tinggi akan hancur menghasilkan

sejumlah K tersedia bagi

tanaman. Fase hancuran tergantung juga dari komposisi dan struktur mineral primer
tersebut sebagai contoh: biotit dan gelas volkan alkalin melapuk lebih mudah, sedangkan
feldspar masam dan gelas volkan masam melapuk lebih lambat. Hancuran mika ditandai
oleh pergantian posisi K+ di ruang antar lapisan (interlayer space) oleh kation lain seperti
Ca2+, Mg2+, Al3+, Fe3+, dan lain-lain yang menghasilkan formasi illit, vermikulit, smektit,
dan mineral interstratifikasi. Saat hancuran berlangsung ukuran partikel menurun, kadar K
berkurang dari sekitar 10% (mika) menjadi < 1% (smektit), dan jarak basal meningkat
dari 1nm (mika) menjadi 1.8 nm (smektit).
K-Dapat Dipertukarkan (Kdd)

Kalium dapat dipertukarkan (Kdd) merupakan K yang dijerap pada kompleks
permukaan koloid tanah. Pada mineral liat, Kdd berada pada tapak jerapan non spesifik,
yaitu di posisi planar dan edge. Pada koloid humus, K dijerap muatan negatif grup
karboksilat dan fenolat dari koloid humus yang merupakan sumber muatan tergantung pH
(Kirkman et al., 1994). Jumlah K+ yang dijerap oleh mineral liat pada tapak pertukaran
tergantung faktor kinetik dan termodinamik tanah. Selain itu juga tergantung afinitas
tapak pertukaran terhadap K (kompleks permukaan koloid tanah) dan konsentrasi kation
lain terutama kation bervalensi dua seperti Ca2+ (Barber, 1984). Pertukaran K oleh Ca
sering terjadi terutama pada tanah-tanah yang dipupuk Ca tinggi. Menurut Schroeder
(1974) umumnya kadar Kdd kurang dari 2% dari K total tanah atau berkisar antara 10-400
ppm. Namun demikian tanah-tanah yang ditanami secara intensif mengandung Kdd yang
bervariasi sekitar 1-5% dari total K tanah Kdd berkaitan erat dengan jenis mineral liat dan

jumlah muatan negatif. Sebagai contoh, tingkat Kdd pada tanah-tanah yang banyak
mengandung alofan relatif rendah, sedangkan pada tanah-tanah yang banyak mengandung
vermikulit atau mika relatif tinggi (Parfitt, 1992).
K-Larut (Kl)

Kalium larut berada dalam larutan tanah dalam bentuk K+. Kalium dalam larutan
tanah berada dalam keseimbangan dengan Kdd. Jika konsentrasi K dalam larutan tanah
menurun maka Kdd akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. Jumlah K dalam larutan
relatif sangat kecil dibandingkan kalium total tanah dan besarnya tergantung daya sangga
K dalam tanah. Kalium yang dijerap tanah berbahan induk alofan yang memiliki daya
sangga rendah tidak segera dapat mengganti K larut. Sebaliknya tanah berbahan induk
mika dan vermikulit dapat mempertahankan level K dalam larutan tanah dalam waktu
yang relatif lama (Parfitt, 1992).
Bentuk kalium larut dan kalium dapat dipertukarkan tergolong bentuk K yang cepat
tersedia, sedangkan kalium tidak dapat dipertukarkan sangat lambat tersedia bagi
tanaman. Menurut Haby et al., (1990) laju konversi dari bentuk kalium struktural menjadi
bentuk larut sangat lambat, dari bentuk kalium terfiksasi ke bentuk larut memerlukan
sekitar beberapa minggu, sedangkan dari kalium dapat dipertukarkan berlangsung cepat.
Ketersediaan K menggambarkan situasi yang komplek dan kondisinya tergantung faktorfaktor tanah dan karakteristik tanaman (Grimme, 1985).
Kemampuan tanah untuk melepaskan K merupakan suatu indeks potensi K tersedia
di dalam tanah dan hal ini dapat diukur oleh prosedur analisis kimia yang tepat. Analisis
tersebut dapat mengukur bukan hanya perubahan dari kalium dapat dipertukarkan (Kdd)
menjadi kalium larut (Kl), melainkan juga pelepasan K dari kalium tidak dapat
dipertukarkan (Ktdd) dan kalium dapat dipertukarkan (Kdd) menjadi kalium larut (Kl).
Tergantung metode analisis dan pengekstrak yang digunakan, jumlah K yang lepas dari
tapak tidak dapat dipertukarkan mungkin bervariasi. K yang dilepaskan mencerminkan
total ketersediaan K yang terekstrak oleh pengekstrak tertentu. Namun demikian K
terekstrak mungkin berbeda dengan yang diserap tanaman karena ada faktor daya sangga
tanah yang tidak tercerminkan dalam K yang terekstrak tersebut. Dengan memperhatikan

performan tanaman, hal yang penting adalah bukan hanya jumlah total K yang dapat
diserap tanaman, melainkan juga pelepasan K yang dapat mempertahankan konsentrasi K
dalam larutan tanah. Pelepasan K ke dalam larutan dan pergerakan K ke zone perakaran
harus mempunyai kecepatan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan
mencegah gejala kekahatan tanaman terhadap K (Kirkman et al., 1994).
Jenis dan mineral liat mempergaruhi pelepasan K ke dalam larutan tanah. Tanah
yang didominasi oleh mineral yang mengandung K rendah seperti kaolinit melepaskan K
ke dalam larutan dalam jumlah sedikit. Sebaliknya tanah yang kaya akan mineral yang
mengandung K tinggi seperti muskovit dan biotit, tergantung tingkat hancurannya, dapat
melepaskan K ke dalam larutan dalam jumlah banyak sehingga dapat mencukupi
kebutuhan tanaman.
Tanaman menyerap K+ dalam larutan tanah umumnya melalui difusi atau akibat
perpanjangan akar. Difusi K+ tergantung kepada gradien konsentrasi K, dimana gradien
konsentrasi K dalam larutan tanah tinggi bergerak ke akar tanaman yang mempunyai
gradien konsentrasi K rendah. Konsentrasi K+ sekitar tanaman juga kurang selama
pengambilan K+ oleh tanaman, hal tersebut dapat mempengaruhi pelepasan K+ dari
mineral (Kuchenbunch et al., 1984). Lokasi-lokasi adsorpsi dari antar lapisan dapat
dibebaskan oleh pelepasan K+ dan menjadi yang diduduki oleh kation yang lain. Adsorpsi
”hydrated” kation-kation seperti Na+, Ca2+, H+ dan Mg2+ menyebabkan penyembangkan
antarlapisan akar akan menyerap K+ dengan penukaran kation lain biasanya H+.
Selanjutnya ion kalium dapat dipertukarkan tidak dapat bergerak bebas seperti kalium
larutan. Dalam hal ini kalium tersebut dapat mencapai akar tidak secara aktif tetapi akar
langsung melalui perpanjangan dapat kontak langsung dengan kalium sehingga terjadi
proses pertukaran. Proses ini kemudian dikenal sebagai serapan kontak atau intersepsi
akar (Konrad et al., 2001).

Siklus K Tanah
Kalium dalam tanah sebagian besar berada dalam bentuk tidak tersedia bagi
tanaman (berkisar antara 90 – 98% dari total K tanah). Sisanya berada dalam bentuk K
lambat tersedia sekitar (1 – 10%), dan cepat tersedia sekitar (0.1 – 2%). Gambar 2
menyajikan hubungan dan transformasi berbagai bentuk K di dalam tanah. Menurut
Havlin et al. (1999) siklus dan transformasi bentuk-bentuk K tanah sangat dinamik karena
kehilangan K oleh serapan tanaman dan pencucian berlangsung terus-menerus. Demikian
pula halnya transformasi K dari mineral primer menjadi bentuk dapat dipertukarkan dan
larut berjalan terus walaupun dengan kecepatan rendah.
Jika laju kehilangan K (serapan hara dan pencucian) lebih cepat daripada suplai K
ke dalam sistem Kdd dan Kl maka tanaman akan mengalami defisiensi. Defisiensi K akan
menghambat pertumbuhan tanaman sehingga dapat menurunkan produksi tanaman. Oleh
karena itu pengelolaan K sangat penting agar K dalam kondisi selalu tersedia atau dapat
diserap langsung oleh tanaman sehingga produksi tanaman optimal dan berkelanjutan.

Gambar 2. Keseimbangan dan Siklus K di dalam Tanah (Havlin et al., 1999)

Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman
Kalium adalah kation bervalensi satu dengan radius ion terhidrasi 0.331 nm dan
energi hidrasi 314 j mol-1 (Havlin et al., 1999). Pada tanaman kalium banyak ditemukan
ada dalam sitoplasma dan memberikan kontribusi utama terhadap potensial osmotik dari
sel (Marschner, 1997).
Salah satu fungsi yang penting dari K adalah mengaktifkan enzim dimana lebih dari
80% enzim memerlukan K. Aktivasi enzim diduga sebagai fungsi K yang paling penting
untuk pertumbuhan tanaman. Enzim ini berlimpah di jaringan meristem pada titik tumbuh
tanaman baik yang berada di bagian atas maupun di bagian bawah tanaman dimana
pertumbuhan sel sangat cepat dan jaringan primer terbentuk. Dalam sintesis pati, enzim
terlibat dalam konversi gula larut menjadi pati yang merupakan tahap penting dalam
proses pengisian biji. Kalium juga berperan dalam transfer karbohidrat ke nodul dalam
proses sintesis asam amino (Havlin et al., 1999).
Dalam kaitannya dengan serapan air, K menstimulir tarikan osmotik (osmotic pull)
yang menyebabkan air masuk ke dalam akar tanaman. Tanaman yang mengalami
kekahatan K biasanya rentan terhadap stres air karena ketidakmampuannya dalam
menggunakan air tersedia secara optimal. Perawatan turgor tanaman sangat penting dalam
proses-proses metabolik dan fotosintesis. Pembukaan stomata terjadi bila ada peningkatan
tekanan turgor pada sel di sekitar stomata yang dikendalikan oleh influx K. Penurunan
fungsi stomata yang disebabkan oleh defisiensi K dapat menyebabkan rendahnya laju
fotosintesis dan ketidak efisienan penggunaan air. Kalium juga dapat mengendalikan
proses transpirasi tanaman dan serapan air yang mengandung hara dengan mengatur
buka-tutup stomata.
Pada saat CO2 terasimilasi ke dalam gula selama fotosintesis, gula tersebut diangkut
ke seluruh organ tanaman untuk disimpan atau digunakan untuk pertumbuhan tanaman.

Translokasi gula ini memerlukan energi dari ATP dimana K diperlukan untuk sintesis
ATP tersebut. Translokasi gula dari daun menurun drastis akibat tanaman mengalami
kekahatan K. Misalnya yang terjadi pada daun tebu, translokasi gula dalam keadaan
normal sekitar 2.5 cm/menit tapi laju translokasi menurun menjadi setengahnya bila
tanaman defisiensi K.
Kekurangan K juga dapat menurunkan retensi tanaman terhadap penyakit-penyakit
tertentu, seperti Powdry-mildew pada tanaman gandum, kerusakan pada bantangnya,
busuk akar dan Winter killed pada tanaman Alfalfa, dan dapat menurungkan kualitas
tanaman buah-buahan dan sayuran. Kesuluruhan pengaruh ini terhadap pertumbuhan dan
kualitas tanaman adalah disebabkan oleh gangguan fisiologis di dalam sistem tanaman.
Sebagai contoh, kekurangan K dapat mengubah kegiatan enzim invertase, peptase dan
katalase pada tanaman tebu. Juga dapat mempergaruhi kegiatan enzim pirufik kinase pada
beberapa tanaman (BKS-PTN, 1991).
Asam Oksalat
Asam oksalat adalah asam organik, yang dicirikan dengan rantai karbon dan gugus
–CO-OH nya. Asam ini dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman, mickroorganism,
eksudat akar, dekomposisi bahan organik dan cendawan mikoriza dalam rhizosphere
(Cannon et al., 1995). Asam oksalat merupakan suatu senyawa yang termasuk golongan
bervalensi dua. Asam oksalat mengkristal dengan dua molekul air (C2H2O4. 2H2O) dan
molekul air tersebut dihilangkan dengan pemanasan pada temperature 100ºC sehingga
membentuk asam oksalat anhidrat (Tredwell et al., 1962)
Dalam beberapa hal kedua jenis asam oksalat ini mempunyai sifat yang berbeda,
misalnya asam oksalat dihidrat lebih mudah larut dalam pelarut polar dibandingkan asam
oksalat anhidrat. Asam oksalat berbentuk kristal transparan monoklin, tidak berbau dan
rasanya asam, memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi sukar larut
dalam eter dan tidak larut dalam benzene (Treadwell et al., 1962)
Asam oksalat menghasilkan anion organik yang dapat mengikat ion Ca dari dalam
larutan tanah (Luvisol kalsik) untuk membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.

Dengan demikian konsentrasi ion Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang dan
diharapkan erapan P oleh tanah akan berkurang (Staunton et al., 1996). Asam oksalat juga
berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara kalium terutama di tanah yang
didominasi mineral liat tipe 2:1 atau mineral yang banyak mengandung K melalui proses
pertukaran kation dan difusi.
Asam oksalat merupakan bagian penting dan dominan dalam eksudat asam organik
yang dikeluarkan oleh akar jagung (Nursyamsi et al., 2008). Senyawa tersebut dapat
melepaskan K tidak dapat dipertukaran (Ktdd) menjadi K dapat dipertukaran (Kdd) dan K
larut (Kl) pada tanah-tanah yang berbahan induk batu kapur, dimana asam oksalat
mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat (Zhu et al.,
1993). Song dan Huang (1998) juga melaporkan bahwa Kdd dari struktur mineral yang
mengandung K (biotit, muskovit, mikroklin, dan orthoklas) dapat dilepaskan menjadi K
tersedia untuk tanaman dengan mengunakan perlakuan asam oksalat.
Besi (Fe)
Besi diserap dalam bentuk Fe++ dan mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan
pada pembentukan hijau daun. Besi juga merupakan salah satu unsur yang diperlukan
pada pembentukan enzim-enzim pernapasan yang mengoksidasikan hidrat arang menjadi
gas asam arang dan air. Besi di dalam tanaman kurang mobil, oleh karena itu bila
kekurangan besi maka akan segera tampak gejala-gejala pada bagian tanaman yang masih
muda.

Kation Fe selalu diselimuti oleh molekul air di dalam tanah sehingga dapat
berfungsi untuk meningkatkan retensi air. Selain itu kation ini juga memiliki valensi yang
tinggi (III) sehingga jerapannya terhadap koloid liat jauh lebih tinggi dibandingkan kation
valensi (I) seperti K. Selain dapat meningkatkan ketersedian hara K, Fe juga termasuk
unsur hara mikro bagi tanaman. Hara tersebut merupakan bagian dari heme protein yang
dikenal sebagai sitokrom dan bagian dari enzym misalnya lipoxygenase yang merupakan

katalis dari peroksidasi linolik. Selain itu Fe juga berperan dalam perkembangan kloroplas
dan fotosintesis (Marschner, 1997)
Kation Fe dapat melepaskan K terfiksasi dan meningkatkan ketersedian hara K di
tanah Alfisol dan Vertisol (Nursyamsi et al., 2008). Proses pertukaran K oleh Fe3+ juga
dapat berlangsung karena berdasarkan deret liotropik, jerapan koloid tanah terhadap Fe3+
> K+ (Tan, 1998). Selain itu, Fe dapat meningkatkan jarak basal smektit Nursyamsi
(2008). Kekurangan Fe pada tanaman mengakibatkan daun muda berawrna putih pucat
lalu kekuningan, dan akhirnya rontok.
Tanaman jagung (Zea mays)
Di Indonesia jagung (Zea mays) merupakan makanan pokok yang memegang
peranan penting setelah padi, sehingga kebutuhan atau permintaan jagung cukup tinggi
(Rukmana, 1993). Selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan, jagung dibutuhkan sebagai
bahan baku industri seperti industri pekan ternak, makanan ringan dan lain sebagainya.
Permintaan biji jagung di Indonesia akan terus menginkat, sejalan dengan jumblah
penduduk dan jenis produk berbahan baku jagung yang terus bertambah. Menurut
proyeksi P.T. Monsanto (2002 dalam Suwarto et al., 2005) permintaan jagung pada tahun
2005 sebesar 18.354 juta ton dan pada tahun 2010 sebesar 33.903 juta ton.
Jagung termasuk tanaman semusim jenis serealia yang paling banyak mengambil P
dari dalam tanah dan sangat responsive terhadap pupuk P (Effendi, 1982). Unsur-unsur
hara yang penting untuk tanaman jagung adalah N, P,dan K. Jagung membutuhkan K
lebih banyak dibandingkan dengan hara N dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara
K bisa mencapai 60-75% dari seluruh kebutuhannya (Sutoro et al., 1988).
Semua varietas tanaman jagung mengeluarkan eksudat asam-asam organik, yaitu
asam oksalat, sitrat, tartarat, malat, format, dan asetat. Diantara asam organik tersebut
ternyata asam oksalat merupakan asam organik paling dominan yang dikeluarkan oleh
akar tanaman jagung (Nursyamsi, 2008).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan analisis tanah dan tanaman di
laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor, sejak bulan Juli sampai February 2009.

Bahan penelitian
Contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat contoh tanah
masing-masing dua Vertisol dari Padas (Ngawi) dan Sidareja (Cilacap); dua Alfisol dari
Todanan (Blora) dan Jonggol (Bogor). Penentuan lokasi contoh tanah didasarkan pada
pertimbangan status K tanah dan kandungan liat smektit. Benih tanaman jagung yang
digunakan adalah varietas Pioneer-21. Asam oksalat dan FeCl3 yang digunakan untuk
percobaan semuanya dalam bentuk teknis. Selain itu digunakan pula pupuk dasar Urea
dan SP-36.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor,
faktor I adalah perlakuan asam oksalat (0, 500, 1000ppm), faktor II adalah perlakuan Fe
( 0, 50, 100, 150, 200 ppm). Masing- masing perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian
terdapat :
3 X 5 X3 = 45 satuan percobaan.
Karena menggunakan 4 contoh tanah maka keseluruhan percobaan terdiri dari
4 X 45 = 180 satuan percobaan.
Model linier analisis data:

γ ijk = µ + k + τ (= α i + β j + [αβ ]ij ) + ε ijk

Dimana:

γ ijk = Respon factor I ke-i, faktor II ke-j, dan ulangan ke-k
µ

= Nilai tengah perlakuan

k

= Kelompok

τ

= Perlakuan ( α i + β j + [αβ ]ij )

αi = Pengaruh aditif faktor perlakuan asam oksalat ke- i
βj = Pengaruh aditif faktor perlakuan kation Fe ke- j

(α β)ij = Pengaruh interaksi factor I ke- i dan factor II ke- j
εijk = Galat perlakuan factor I ke- i , factor II ke- j , dan ulangan ke-k
Pelaksanaan percobaan
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0- 20cm. Bahan tanah
dikering-udarakan, ditumbuk, diayak dengan saringan 2 mm, lalu dimasukkan ke dalam
pot sebanyak 2 kg BKM /pot. Percobaan menggunakan pupuk dasar 300 ppm N (Urea),
dan 200 ppm P (SP-36). Semua pupuk diberikan dalam bentuk larutan, lalu tanah diaduk
hingga homogen. Benih jagung Varietas P-21 ditanam 5 biji/pot dan setelah berumur 1
minggu setelah tanam (MST), tanaman dijarangkan menjadi 2 tanaman/pot. Kadar air
dipertahankan sampai kapasitas lapang. Tanaman dipanen pada umur 4 minggu setelah
tanam (MST).

Pengamatan
1.

Tinggi tanaman diukur setiap minggu setelah tanam (MST); diukur dari permukaan
tanah sampai ujung daun yang paling tinggi.

2.

Bobot basah dan kering tanaman (yang dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC
selama 48 jam)

3.

Kadar dan serapan K tanaman.

Analisis tanah dan tanaman:

Analisis sifat tanah meleputi: analisis kimia, fisika dan mineralogi tanah.
Untuk analisis K tanaman dengan menggunakan metode Pengabuan basah.
Analisis Kimia dan Fisika tanah meliputi: pH, C, N, C/N, P, Kation Basa ( Ca, Mg, K,
Na), KTK, dan Al. Analisis mineralogi tanah dilakukan dengan metode XRD (X- Ray
Diffractometer). Hasil analisis tanah sebelum percobaan disajikan pada Lampiran 3,
sedangkan hasil analisis meneralogi tanah disajikan pada Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah
Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa, semua tanah yang
diteliti bertekstur liat. Sifat kimianya menurut kriteria Puslittan (1983), reaksi tanah neutral
pada Endoaquert Kromik (Cilacap) dan Endoaquert Tipik (Ngawi) hingga masam pada
Hapludalf Tipik (Jonggol) dan alkalin pada Haplustalf Tipik (Blora) (Lampiran 3).
Kejenuhan basa (KB) semuanya sangat tinggi, kecuali pada Hapludalf Tipik kejenuan basa
tinggi. Kadar K-potensial tanah sedang pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik hingga
tinggi pada Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik. Kadar C dan N-organik tanah
semuanya rendah, sedangkan kadar P-potensial tanah semuanya tinggi. Kadar Cadd dan
Mgdd tanah termasuk sangat tinggi pada Vertisol (Endoaquert Tipik dan Endoaquert
Kromik ) hingga Cadd tinggi dan Mgdd sedang pada Alfisol (Hapludalf Tipik dan Haplustalf
Tipik), sedangkan Kdd tanah termasuk rendah pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik
hingga sedang pada Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik. Kapasitas tukar kation
(KTK) tanah termasuk sangat tinggi pada Endoaquert Tipik, tinggi pada Hapludalf Tipik
dan Endoaquert Kromik dan rendah pada Haplustalf Tipik ( Lampiran 3).
Analisis semi kualitatif mineral fraksi liat menunjukkan bahwa tanah Vertisol
mengandung mineral liat smektit paling banyak, kaolinit sedikit, dan kuarsa sangat sedikit.
Tanah Alfisol ada yang mengandung smektit banyak, kaolinit sedang dan kuarsa sedikit
(Hapludalf Tipik), serta ada yang mengandung smektit sedang, kaolinit banyak dan kuarsa
sedikit (Haplustalf Tipik) (Lampiran 2). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
tanah Vertisol didominasi oleh mineral liat smektit sedangkan pada tanah Alfisol ada yang
didominasi dan yang tidak didominasi oleh smektit dan kaolinit.

Pengaruh Asam Oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan
Tanaman
Pada Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik, perlakuan asam oksalat dan Fe tidak nyata
berinteraksi terhadap tinggi tanaman. Namun, pemberian asam oksalat nyata menurunkan
tinggi tanaman pada tanaman berumur 4 MST (Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik).
Selanjutnya, pemberian perlakuan Fe tidak nyata menaikkan tinggi tanaman pada
Hapludalf Tipik, dan nyata menaikkan tinggi tanaman pada Haplustalf Tipik (Tabel 1).
Perlakuan Fe nyata meningkatkan tinggi tanaman sebesar 7.38% pada dosis 50 ppm untuk
Haplustalf Tipik, namun antara dosis 50 sampai 200 ppm tidak berbeda.
Tabel 1. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Hapludalf Tipik
dan Haplustalf Tipik
Perlakuan
Asam Oksalat (ppm)
0
500
1000
Fe (ppm)
0
50

Hapludalf Tipik
Haplustalf Tipik
……………………..cm……………………………
73.50a
77.73a
22.7b
72.07b
18.64b

66.63c

37.98a
39.26a

68.42b
73.47a

100
150

39.01a
38.83a

73.40a
73.26a

200

36.30a

72.01a

CV (%)

15.83

4.32

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing perlakuan dan tanah menunjukkan tidak nyata
menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%

Pada Endoaquert Kromik, setiap dosis Fe pada pemberian asam oksalat 500 dan 1000
ppm nyata menurunkan tinggi tanaman, sedangkan antara penambahan 500 ppm dan 1000
ppm tidak berbeda namun ada kecenderungan terjadinya penurunan tinggi tanaman.
Selanjutnya, pada dosis tanpa asam oksalat ( 0 ppm), pada penambahan Fe 100 dan 150
ppm nyata meningkatkan tinggi tanaman namun menurun pada dosis 200 ppm Fe. Pada

dosis 500 dan 1000 ppm asam oksalat penambahan dosis Fe tidak berpengaruh nyata
namun cenderung menurunkan tinggi tanaman (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Kombinasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada
Endoaquert Kromik
Perlakuan
Fe (ppm)
0

Asam oksalat (ppm)
0
500
1000
…………………………..............cm…………...………………………
88.62dc
81.67fe
78.55fe

50

90.18bc

84.92dce

82.1dfe

100

97.75a

79.5fe

80.52fe

150

96.33ab

83.22dfe

80.95fe

200

88.72dc

82dfe

76.3f

CV (%) = 3.23
Angka yang diiikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Pada Endoaquert Tipik, p