Aplikasi asam oksalat dan fe pada tanah vertisol dan alfisol terhadap pertumbuhan dan serapan k tanaman jagung

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA
VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K
TANAMAN JAGUNG

Mamihery Ravoniarijaona

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA
VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K
TANAMAN JAGUNG

Mamihery Ravoniarijaona

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada
Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum disajikan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Mamihery Ravoniarijaona

NRP A151078061

ABSTRACT

Mamihery Ravoniarijaona. The application of Oxalic acid and Fe in Vertisols and Alfisols
to the Growth and K Uptake of Corn Plant. Under direction of KOMARUDDIN IDRIS,
DJUNAEDI ABDUL RACHIM, and SRI DJUNIWATI.
The objectives of this research were to evaluate the application of Oxalic acid, Fe
and their combination in smectite soil (Vertisols and Alfisols) to the growth and K uptake
of corn plant (Zea mays, L.). The experiment was carried out in greenhouse condition
while soil and plant were analyzed in the laboratory using four soil samples taken from
Java: two Vertisols from Ngawi (Typic Endoaquerts), Cilacap (Chromic Endoaquerts) and
two Alfisols from Jonggol (Typic Hapludalfs), Blora (Typic Haplustalfs). The treatments
were laid out in a factorial randomized complete design with three replications. The
treatments consisted of two factors which were rates of oxalic acid (0, 500, 1000 ppm) and
Fe (0, 50, 100, 150, 200 ppm) applications. The results showed that oxalic acid tends to
decline the corn growth in the soil samples except in Typic Endoaquerts which increased
with a rate of 500 ppm, but there was increase in K contents and K uptake for Chromic
Endoaquert, Typic Endoaquerts, and Typic Haplustalfs. Fe itself with a rate of 50-100 ppm
has the potential to increase corn growth and K uptake (K contents and uptake) for all

samples. Fe (100 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly increased plant height at
Chromic Endoaquerts; however above those rates plant height was reduced. While, at
Typic Endoaquerts, Fe (150 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly reduced plant
height, and then increased with 500 ppm oxalic acid. Furthermore Fe (200 ppm) without
oxalic acid (0 ppm) were significant to reduce dry weight in Typic Hapludalfs. Fe treatment
were more effective to increase corn growth and K uptake for all samples, while oxalic acid
were effective to increase K content and uptake for the samples, except in Typic
Hapludalfs.
Keywords: Fe, oxalic acid, potassium, Vertisols, Alfisols, corn (Zea mays, L.)

RINGKASAN

Mamihery Ravoniarijaona. “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol
terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung”. Dibimbing oleh KOMARUDDIN
IDRIS, DJUNAEDI ABDUL RACHIM, dan SRI DJUNIWATI.
Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai prospek yang cukup
besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan. Tanah yang
mempunyai sifat demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai
sifat vertik lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut umumnya mempunyai
kapasitas tukar kation , fiksasi K serta kadar K total tinggi; tetapi ketersediaannya bagi

tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Asam
oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K dan hara-hara yang terfiksasi di
ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk tanaman , dan unsur Fe juga sebagai
hara mikro tanaman. Penelitian yang telah dilakukan peneliti sebulumnya menunjukkan
bahwa penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm asam oksalat pada Vertisol dan Alfisol
masih cukup tinggi. Oleh karena itu penelitian ini secara umum mengevaluasi kembali
penggunaan Fe dan asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol.
Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan empat contoh tanah, yaitu Endoaquert
Kromik, Endoaquert Tipik, Haplustalf Tipik dan Hapludalf Tipik. Penelitian dilaksanakan
dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari dua faktor: Faktor pertama
adalah perlakuan asam oksalat (0, 500.1000 ppm) dan faktor kedua perlakuan Fe (0, 50,
100, 150, 200 ppm). Masing- masing perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian terdapat
45 satuan percobaan. Karena menggunakan 4 contoh tanah maka keseluruhan percobaan
terdiri dari 180 satuan percobaan.
Asam oksalat cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman (tinggi dan bobot kering)
pada tanah-tanah yang diuji, kecuali pada Endoaquert Tipik (naik pada dosis 500 ppm).
Kadar dan serapan K naik dengan dosis 500 ppm asam oksalat pada tanah Endoaquert
Kromik dan Haplustalf Tipik tetapi menurun dengan penambahan 1000 ppm, sedangkan
pada Endoaquert Tipik peningkatan kadar dan serapan K meningkat sampai dosis 1000
ppm. Pemberian Fe dengan dosis 50-100 ppm berpotensi meningkatkan pertumbuhan dan

serapan K tanaman pada tanah semua diuji. Perlakuan tanpa asam oksalat (0 ppm), pada
Endoaquert Kromik pemberian Fe sampai dosis 150 ppm menaikan tinggi tanaman dan
menurun pada dosis 200 ppm. Pada Endoaquert Tipik penambahan Fe sampai 100 ppm
tinggi tanaman meningkat dan turun diatas dosis tersebut. Selanjutnya pada Hapludalf
Tipik pemberian Fe 50 ppm meningkatkan bobot kering tanaman dan menurun diatas dosis
tersebut. Penambahan 500 ppm asam oksalat memberikan kenaikan terhadap tinggi, bobot
kering, kadar dan serapan K tanaman jagung pada Endoaquert Tipik. Sedangkan pada
Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik efektif hanya pada kadar dan serapan K.
Pemberian 500 ppm asam oksalat pada Hapludalf Tipik menekan pertumbuhan tanaman
maupun kadar dan serapan K.
Kata Kunci: Fe, asam oksalat, kalium, Vertisol, Alfisol, jagung (Zea mays, L.).

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Tesis

: Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Tanah Vertisol dan Alfisol terhadap
Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung

Nama

: Mamihery Ravoniarijaona

NRP

: A151078061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS
Ketua


Dr. Ir.Sri Djuniwati, M.Sc
Anggota

Prof. Dr. Ir. Djunaedi Abdul Rachim, MS
Anggota
Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Tanah

Dr. Ir Atang Sutandi, MS

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr .Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Toliara (Madagascar) pada tanggal 22 Mei 1981 dari ayah Celestin
Ravoniarijaona dan Ibu Yvonne Josiane Rakotondranony. Penulis merupakan putri ketiga
dari lima bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Madagascar dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk “Antananarivo University (Madagascar) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
“Faculty of Science, Antananarivo University Madagascar”. Pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan program S1 di jurusan “Plant Ecology and Plant Physiology” di “Faculty of
Science, Antananarivo University Madagascar”. Pada tahun 2006 mendapat kesempatan
untuk melanjutkan program S2 di PS Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor (IPB) di Indonesia.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rachmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penelitian ini berjudul “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap
Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung” yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai

Februari 2009. Penelitian ini, sebagian dibiaya oleh Proyek Kerjasama Kemitraan
Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS, Prof.
Dr. Ir Djunaedi Abdul Rachim, MS dan Ibu Dr. Ir Sri Djuniwati, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulisan tesis
ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan SPs IPB dan semua staf yang sudah membantu kami selama
menyelesaikan studi di Indonesia.
2. Semua staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut
Pertanian Bogor.
3. Semua staf pengajar di Department ”Plant Ecology and Physiology”
Antananarivo University (Madagascar).
4. Sahabat-sahabat saya dalam program KNB (Bogor), dan semua rekan-rekan
angkatan 2007 PS Tanah, serta rekan-rekan yang lain.
5. Keluarga saya di Madagascar. Terima kasih atas dorongan dan kasih sayangnya
selama studi saya di Indonesia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009


Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………...................

xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………..

xii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………..

xiii

PENDAHULUAN………………………………………………………………………..

1


Perumusan masalah……………………………………………………………...

3

Tujuan Penelitian………………………………………………………………..

3

Hipotesis…………………………………………………………………………

4

TINJUAN PUSTAKA…………………………………………………………………….

5

Ciri tanah Vertisol dan Alfisol…………………………………………………..

6

Bentuk K dalam tanah……………………….......................................................

7

Siklus K Tanah......................................................................................................

11

Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman................................................................

13

Asam Oksalat…………………………………………………………………….

14

Besi (Fe)…………………………………………………………………………

15

Tanaman Jagung (Zea mays )…………………………………………………...

16

BAHAN DAN METODE PENELITIAN……………………………………………….

18

Tempat dan waktu……………………………………………………….............

18

Bahan Penelitian…………………………………………………………………

18

Metodologi………………………………………………………………………

18

Pelaksanaan percobaan………………………………………….....................

19

Pengamatan……………………………………………………………………

19

Analisis tanah dan tanaman……………………………………………

20

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA
VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K
TANAMAN JAGUNG

Mamihery Ravoniarijaona

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA
VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K
TANAMAN JAGUNG

Mamihery Ravoniarijaona

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada
Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum disajikan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Mamihery Ravoniarijaona
NRP A151078061

ABSTRACT

Mamihery Ravoniarijaona. The application of Oxalic acid and Fe in Vertisols and Alfisols
to the Growth and K Uptake of Corn Plant. Under direction of KOMARUDDIN IDRIS,
DJUNAEDI ABDUL RACHIM, and SRI DJUNIWATI.
The objectives of this research were to evaluate the application of Oxalic acid, Fe
and their combination in smectite soil (Vertisols and Alfisols) to the growth and K uptake
of corn plant (Zea mays, L.). The experiment was carried out in greenhouse condition
while soil and plant were analyzed in the laboratory using four soil samples taken from
Java: two Vertisols from Ngawi (Typic Endoaquerts), Cilacap (Chromic Endoaquerts) and
two Alfisols from Jonggol (Typic Hapludalfs), Blora (Typic Haplustalfs). The treatments
were laid out in a factorial randomized complete design with three replications. The
treatments consisted of two factors which were rates of oxalic acid (0, 500, 1000 ppm) and
Fe (0, 50, 100, 150, 200 ppm) applications. The results showed that oxalic acid tends to
decline the corn growth in the soil samples except in Typic Endoaquerts which increased
with a rate of 500 ppm, but there was increase in K contents and K uptake for Chromic
Endoaquert, Typic Endoaquerts, and Typic Haplustalfs. Fe itself with a rate of 50-100 ppm
has the potential to increase corn growth and K uptake (K contents and uptake) for all
samples. Fe (100 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly increased plant height at
Chromic Endoaquerts; however above those rates plant height was reduced. While, at
Typic Endoaquerts, Fe (150 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly reduced plant
height, and then increased with 500 ppm oxalic acid. Furthermore Fe (200 ppm) without
oxalic acid (0 ppm) were significant to reduce dry weight in Typic Hapludalfs. Fe treatment
were more effective to increase corn growth and K uptake for all samples, while oxalic acid
were effective to increase K content and uptake for the samples, except in Typic
Hapludalfs.
Keywords: Fe, oxalic acid, potassium, Vertisols, Alfisols, corn (Zea mays, L.)

RINGKASAN

Mamihery Ravoniarijaona. “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol
terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung”. Dibimbing oleh KOMARUDDIN
IDRIS, DJUNAEDI ABDUL RACHIM, dan SRI DJUNIWATI.
Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai prospek yang cukup
besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan. Tanah yang
mempunyai sifat demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai
sifat vertik lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut umumnya mempunyai
kapasitas tukar kation , fiksasi K serta kadar K total tinggi; tetapi ketersediaannya bagi
tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Asam
oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K dan hara-hara yang terfiksasi di
ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk tanaman , dan unsur Fe juga sebagai
hara mikro tanaman. Penelitian yang telah dilakukan peneliti sebulumnya menunjukkan
bahwa penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm asam oksalat pada Vertisol dan Alfisol
masih cukup tinggi. Oleh karena itu penelitian ini secara umum mengevaluasi kembali
penggunaan Fe dan asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol.
Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan empat contoh tanah, yaitu Endoaquert
Kromik, Endoaquert Tipik, Haplustalf Tipik dan Hapludalf Tipik. Penelitian dilaksanakan
dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari dua faktor: Faktor pertama
adalah perlakuan asam oksalat (0, 500.1000 ppm) dan faktor kedua perlakuan Fe (0, 50,
100, 150, 200 ppm). Masing- masing perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian terdapat
45 satuan percobaan. Karena menggunakan 4 contoh tanah maka keseluruhan percobaan
terdiri dari 180 satuan percobaan.
Asam oksalat cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman (tinggi dan bobot kering)
pada tanah-tanah yang diuji, kecuali pada Endoaquert Tipik (naik pada dosis 500 ppm).
Kadar dan serapan K naik dengan dosis 500 ppm asam oksalat pada tanah Endoaquert
Kromik dan Haplustalf Tipik tetapi menurun dengan penambahan 1000 ppm, sedangkan
pada Endoaquert Tipik peningkatan kadar dan serapan K meningkat sampai dosis 1000
ppm. Pemberian Fe dengan dosis 50-100 ppm berpotensi meningkatkan pertumbuhan dan
serapan K tanaman pada tanah semua diuji. Perlakuan tanpa asam oksalat (0 ppm), pada
Endoaquert Kromik pemberian Fe sampai dosis 150 ppm menaikan tinggi tanaman dan
menurun pada dosis 200 ppm. Pada Endoaquert Tipik penambahan Fe sampai 100 ppm
tinggi tanaman meningkat dan turun diatas dosis tersebut. Selanjutnya pada Hapludalf
Tipik pemberian Fe 50 ppm meningkatkan bobot kering tanaman dan menurun diatas dosis
tersebut. Penambahan 500 ppm asam oksalat memberikan kenaikan terhadap tinggi, bobot
kering, kadar dan serapan K tanaman jagung pada Endoaquert Tipik. Sedangkan pada
Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik efektif hanya pada kadar dan serapan K.
Pemberian 500 ppm asam oksalat pada Hapludalf Tipik menekan pertumbuhan tanaman
maupun kadar dan serapan K.
Kata Kunci: Fe, asam oksalat, kalium, Vertisol, Alfisol, jagung (Zea mays, L.).

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Tesis

: Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Tanah Vertisol dan Alfisol terhadap
Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung

Nama

: Mamihery Ravoniarijaona

NRP

: A151078061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS
Ketua

Dr. Ir.Sri Djuniwati, M.Sc
Anggota

Prof. Dr. Ir. Djunaedi Abdul Rachim, MS
Anggota
Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Tanah

Dr. Ir Atang Sutandi, MS

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr .Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Toliara (Madagascar) pada tanggal 22 Mei 1981 dari ayah Celestin
Ravoniarijaona dan Ibu Yvonne Josiane Rakotondranony. Penulis merupakan putri ketiga
dari lima bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Madagascar dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk “Antananarivo University (Madagascar) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
“Faculty of Science, Antananarivo University Madagascar”. Pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan program S1 di jurusan “Plant Ecology and Plant Physiology” di “Faculty of
Science, Antananarivo University Madagascar”. Pada tahun 2006 mendapat kesempatan
untuk melanjutkan program S2 di PS Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor (IPB) di Indonesia.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rachmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penelitian ini berjudul “Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap
Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung” yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai
Februari 2009. Penelitian ini, sebagian dibiaya oleh Proyek Kerjasama Kemitraan
Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS, Prof.
Dr. Ir Djunaedi Abdul Rachim, MS dan Ibu Dr. Ir Sri Djuniwati, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulisan tesis
ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan SPs IPB dan semua staf yang sudah membantu kami selama
menyelesaikan studi di Indonesia.
2. Semua staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut
Pertanian Bogor.
3. Semua staf pengajar di Department ”Plant Ecology and Physiology”
Antananarivo University (Madagascar).
4. Sahabat-sahabat saya dalam program KNB (Bogor), dan semua rekan-rekan
angkatan 2007 PS Tanah, serta rekan-rekan yang lain.
5. Keluarga saya di Madagascar. Terima kasih atas dorongan dan kasih sayangnya
selama studi saya di Indonesia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………...................

xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………..

xii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………..

xiii

PENDAHULUAN………………………………………………………………………..

1

Perumusan masalah……………………………………………………………...

3

Tujuan Penelitian………………………………………………………………..

3

Hipotesis…………………………………………………………………………

4

TINJUAN PUSTAKA…………………………………………………………………….

5

Ciri tanah Vertisol dan Alfisol…………………………………………………..

6

Bentuk K dalam tanah……………………….......................................................

7

Siklus K Tanah......................................................................................................

11

Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman................................................................

13

Asam Oksalat…………………………………………………………………….

14

Besi (Fe)…………………………………………………………………………

15

Tanaman Jagung (Zea mays )…………………………………………………...

16

BAHAN DAN METODE PENELITIAN……………………………………………….

18

Tempat dan waktu……………………………………………………….............

18

Bahan Penelitian…………………………………………………………………

18

Metodologi………………………………………………………………………

18

Pelaksanaan percobaan………………………………………….....................

19

Pengamatan……………………………………………………………………

19

Analisis tanah dan tanaman……………………………………………

20

HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………...............

21

Karakteristik Tanah…………....……………………...............................................

21

Pengaruh Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan
Tanaman.....................................................................................................................

22

Pengaruh Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Kadar dan
Serapan K...................................................................................................................

27

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….....

31

Kesimpulan…………………………………………………………………………

31

Saran………………………………………………………………………………..

32

DAFTAR PUSTAKA………………….…………………………………………………

33

LAMPIRAN………………………………………………………………………………

37

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Hapludalf Tipik
dan Haplustalf Tipik .............................................................................................

22

2. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman
pada Endoaquert Kromik.......................................................................................

23

3. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman
Pada Endoaquert Tipik ..........................................................................................

24

4. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada
Endoaquert Kromik, Endoaquert Tipik dan Haplustalf Tipik...............................

25

5. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada
Hapludalf Tipik......................................................................................................

25

6. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Kadar K Tanaman pada Empat Jenis
Tanah .....................................................................................................................

27

7. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Serapan K Tanaman pada Empat Jenis
Tanah.....................................................................................................................

28

8. Kenaikan Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman akibat Pemberian 500 ppm
Asam Oksalat pada Kempat Contoh Tanah ..........................................................

29

9. Kenaikan Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman akibat Pemberian 50 ppm Fe
pada Kempat Contoh Tanah .................................................................................

30

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah....................................

7

Keseimbangan dan Siklus K di dalam Tanah...................................................

12

2.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Sifat-sifat Morfologi Profil Tanah-tanah di Lokasi Percobaan Laboratorium dan
Rumah Kaca (Nursyamsi, 2008)………………………………………………...

38

2. Hasil analysis Mineral Liat Kuantitatif terhadap Lapisan Atas Contoh Tanah
(Nursyamsi, 2008)…...…………………………………………………………...

42

3. Karakteristik Tanah di Jonggol (Bogor), Sidareja (Cilacap), Padas (Ngawi), dan
Todanan (Blora).....................................................................................................

43

4. Kriteria Penelitian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Peneliatian Tanah, 1983)…....

44

5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman
pada Kempat Contoh Tanah...................................................................................

45

6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering
Tanaman pada kempat Contoh Tanah....................................................................

45

7. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Kadar K pada
kempat Contoh Tanah............................................................................................

45

8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Serapan K
pada kempat Contoh Tanah...................................................................................

46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (smektit) mempunyai prospek
yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan asal
disertai dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat. Tanah yang mempunyai sifat
demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai sifat vertik
lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut mempunyai penyebaran yang cukup luas
di tanah air, yaitu lebih dari 2.12 juta ha (Vertisol sekitar 2.12 juta ha ditambah sebagian
Alfisol) tersebar di wilayah Jawa (Tengah dan Timur), Sulawesi (Sulsel, Sulteng dan
Gorontalo), dan Nusa Tenggara (Lombok) (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
2000). Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 umumnya mempunyai
kapasitas tukar

kation, fiksasi K serta kadar K total tinggi. Penelitian yang

dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisol mempunyai kapasitas
fiksasi K (K fixing capacity) dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi (Ghousikar et
al., 1987). Hasil penelitian Nursyamsi (2008) menunjukkan bahwa kadar K larut (Kl) , K
dapat dipertukaran (Kdd), K tidak dapat dipertukaran (Ktdd), dan K-total (Kt) tanah pada
Vertisol lebih tinggi daripada Alfisol.
Melihat sebaran tanah-tanah

yang didominasi mineral liat Smektit cukup luas

terutama di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka tanah-tanah tersebut
memiliki peluang yang cukup besar dalam pengembangan tanaman pangan diantaranya
adalah tanaman jagung. Di Indonesia, jagung (Zea mays, L.) merupakan makanan yang
memegang peranan penting setelah padi, sehingga kebutuhan atau permintaan jagung
cukup tinggi (Rukmana, 1993). Unsur-unsur hara yang penting untuk tanaman jagung
adalah N, P, dan K. Jagung membutuhkan K lebih banyak dibandingkan dengan hara N
dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara K bisa mencapai 60-75% dari seluruh
kebutuhannya (Sutoro et al., 1988).
Asam-asam organik seperti: oksalat, sitrat, malonat, furamat, malat, suksinat,
benzoate, tartarat dan lain-lain merupakan komponen penting dari eksudat akar tanaman
yang dikeluarkan di sekitar rhizosphere. Akar tanaman jagung yang dipelihara dalam
larutan hara (solution culture) steril dapat mengeluarkan asam oksalat 3100µg/g (Bolton

et al., 1993). Sementara itu, dari hasil penelitian Nursyamsi, (2008) asam oksalat yang
dikeluarkan oleh akar jagung berkisar antara 3.15- 5.93 mg/g bobot kering akar. Asam
oksalat memegang peranan penting dalam membebaskan K terfiksasi menjadi K tersedia
pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral K (muskovit, biotit, ortoklas, dan
lain-lain) (Song et al., 1988).
Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang
banyak mengandung mineral liat tipe 2:1. Kation tersebut antara lain: Fe, Na (Ismail,
1997) dan NH4 (Kilic et al., 1999). Kation Fe berpotensi untuk membebaskan K terfiksasi
karena berdasarkan deret liotropik kation tersebut mempunyai jerapan yang lebih kuat
daripada kation K (Tan, 1998). Selain itu, Fe juga mempunyai kemampuan meningkatkan
jarak basal smektit sehingga K yang berada di ruang antar lapisan mineral liat lebih
mudah didepak keluar oleh Fe. Hasil penelitian Nursyamsi (2008) menunjukkan bahwa
kation Fe dapat meningkatkan jarak basal smektit dari 12.71 - 14.73 Å pada Endoaquert
Tipik (Ngawi), 13.00- 15.59 Å pada Haplustalf Tipik (Blora), 13.81- 14.88 Å Hapludalf
Tipik (Jonggol), 12.71- 14.73 Å Endoaquert Kromik (Cilacap). Hasil penelitian
Novpriansyah (1998) menyatakan bahwa, pemberian Fe mampu meningkatkan kelarutan
Cu pada tanah gambut Berengbengkel, Sampit dan Handil Sohor dari Kalimantan tengah.
Kation Fe mempunyai afinitas atau stabilitas yang lebih tinggi dari Cu, maka Fe yang
ditambahkan mampu mendesak Cu yang mempunyai afinitas atau stabilitas yang lebih
rendah dari kompleks jerapan, akibatnya Cu mudah lepas dan jumlah Cu terkelat dan
terikat kuat menjadi turun. Sebaliknya pemberian Fe justru meningkatkan bentuk Cu
larut, dapat dipertukar dan terikat lama. Selain itu Fe dapat membebaskan K terfiksasi,
dan juga berperan sebagai unsur mikro bagi tanaman (Novpriansyah, 1998).
Perumusan masalah
Tanah-tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit seperti Vertisol dan Alfisol
cukup luas dan mempunyai jerapan kation kuat sehingga kadar K total tanah tinggi tetapi
ketersediaanya bagi tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat
tipe 2:1.
Berdasarkan literatur, asam oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K
dan hara-hara yang terfiksasi di ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk

tanaman melalui proses pertukaran kation dan difusi. Unsur Fe juga sebagai hara mikro
tanaman. Nursyamsi (2008) menggunakan Fe dari 125 sampai 500 ppm dan asam oksalat
dari 1000 sampai 4000 ppm pada tanah Vertisol dari Cilacap dan Ngawi serta Alfisol dari
Jonggol dan Blora. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pertumbuhan jagung maupun
serapan K cenderung menurun pada penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm Asam
oksalat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penggunaan Fe sampai 500 ppm, maupun
asam oksalat sampai 4000 ppm tampak masih terlalu tinggi terutama dalam aplikasi di
lapangan. Oleh karena itu penelitian ini akan mengevaluasi kembali penggunaan Fe dan
asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah
1-

Mengevaluasi penggunaan Asam oksalat dan Fe terhadap pertumbuhan dan serapan
K tanaman jagung pada tanah Vertisol dan Alfisol.

2-

Mencari kombinasi Asam oksalat dan Fe dimana pertumbuhan tanaman jagung dan
serapan K maksimum.

Hipotesis
1-

Terdapat dosis Asam oksalat dan Fe yang optimal dalam menaikkan pertumbuhan
dan serapan K.

2-

Terdapat kombinasi Asam oksalat dan Fe dimana pertumbuhan dan serapan K
maksimun.

TINJAUAN PUSTAKA

Ciri-ciri Tanah Vertisol dan Alfisol
Vertisol

Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi
(lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut jika
kelembaban berubah. Bila kondisi kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan
keras, dan bila basah mengembang dan sangat lekat. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Grumusol (Driessen et al., 1989). Tanah ini umumnya
terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi
di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen et al., 1989).
Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, yang pertama
adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses
mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik akibat dari perubahan kelembaban
sehingga terbentuk slickenside dan relief mikro di permukaan yang disebut gilgai (Van
Wambeke, 1992). Dalam perkembangannya mineral 2:1 yang sangat dominan dan memegang
peran penting pada tanah ini. Komposisi mineral liat pada Vertisol selalu didominasi oleh
mineral 2:1, biasanya monmorilonit, dan dalam jumlah sedikit sering dijumpai mineral liat
lainnya seperti illit dan kaolinit (Ristori et al., 1992).
Pada tanah Vertisol umumnya sifat-sifat fisik lebih merupakan kendala dibandingkan
dengan sifat-sifat kimianya. Kendala utama untuk tanaman adalah tekstur yang liat berat,
sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan infiltrasi air yang rendah kecuali melalui
rekahan, serta drainase yang lambat (Mukanda et al., 2001). Tanah ini juga tergolong rawan
erosi di daerah berombak. Secara kimiawi Vertisol tergolong tanah yang relatif kaya akan
hara karena mempunyai cadangan sumber hara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation
tinggi dan pH netral hingga alkali (Deckers et al., 2001).

Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah permukaan (horison argilik) dan mempunyai KB
jumlah kation tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah
atau 125cm dibawah batas atas horison argilik. Liat yang tertimbun di horison bawah ini
berasal dari horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan
dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning,
Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning (Hardjowigeno, 1993).
Alfisol diperkirakan mencakup 13% dari seluruh lahan dunia (USDA, 1972, dalam
Rust, 1983). Sementera itu, di Indonesia sekitar 7 juta hektar tersebar di Pulau Jawa dan
Nusa Tenggara (Takala, 1997).
Pada kebanyakan observasi komposisi liat silikat dari horizon argilik, agak
bervariasi dengan kumpulan mika-hidrous, smektit, vermikulit, dan kaolinit. Fiksasi liat
yang lebih halus cenderung kebanyakan sebagai smektit, yaitu kisi liat yang dapat
mengembang (Rachim, 2007). Jika Alfisol didominasi oleh liat 2 :1, maka pengaruhnya
bisa tampak sebagai sifat vertik jika tanah berada pada variasi kelembaban yang nyata;
namun, bila tanah selalu lembamb sepanjan tahun, sifat vertik bisa tidak tampak.
Lahan kering tanah Alfisol sangat potensial untuk pengembangan budidaya jagung.
Tanah Alfisol mempunyai keunggulan sifat fisika yang relatif bagus, tetapi tanah Alfisol
umumnya miskin hara tanaman baik yang makro maupun mikro dan hanya kaya akan
hara Ca dan Mg (Soepardi, 1983). Di lahan kering kandungan Ca dan Mg pada
Alfisol umumnya tinggi atau sedang, tetapi kandungan K umumnya rendah sampai
sangat rendah sehingga harus ada tambahan K dari luar yang berupa pemupukan K, atau
K yang difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1 untuk yang mempunyai sifat vertik.

Bentuk K dalam tanah

Di dalam tanah kalium (K) dijumpai dalam bentuk-bentuk yaitu (1) (K-struktural,
K-terfiksasi), (2) K-dapat dipertukarkan dan (3) K-larut (Sparks, 1987). Tetapi untuk
kempentingan pertumbuhan tanaman maka kalium tanah dibedakan berdasarkan
ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongan kedalam (1) kalium relatif tidak tersedia
disebutkan juga K tidak dapat dipertukaran (Ktdd ) sebagai K mineral, (2) merupakan K

yang dijerap pada kompleks permukaan koloid tanah dan (3) kalium berada dlm larutan tanah

dalam bentuk K+ segera tersedia untuk tanaman. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium
larut langsung dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (segera tersedia).
Sebagian kalium terfiksasi dan kalium struktural dapat juga diserap tanaman setelah
menjadi kalium tersedia dan disebut sebagai kalium tidak dapat dipertukarkan atau kalium
lambat tersedia (BKS-PTN, 1983). Di lapangan batas antara bentuk satu dengan yang
lainnya umumnya tidak jelas, walaupun bentuk-bentuk K tersebut dapat dipisahkan di
laboratorium (Sharpley, 1990 ) bentuk-bentuk K tersebut dalam tanah berada dalam
keseimbangan yang dinamik (Gambar 1).

Gambar 1. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah (Kirkman et al., 1994)

Diagram Keseimbangan (Gambar 1) tersebut memperliatakan bila kalium tersedia
berkurang dari tanah maka akan dinganti dengan kalium lambat tersedia atau kalium tidak
tersedia. Demikian juga bila diadakan pemupukan kalium yang berat atau tinggi maka
akan mengingkatkan jumlah kalium lambat tersedia (BKS-PTN, 1983).
K-Struktural

Kalium struktural disebut juga sebagai kalium mineral, kalium tidak hancur, kalium
alamiah, kalium matrix, atau kalium inert. Menurut Sparks dan Huang (1985) jumlah Kstruktural dalam tanah tergantung komposisi bahan induk dan tingkat perkembangan

tanah. Metson (1968) menyatakan bahwa K struktural umumnya terselimuti struktur
kristal dari mineral yang mengandung K tinggi seperti mika (biotit dan muskovit),
feldspar (ortoklas dan mikroklin), dan gelas volkan baik yang masam maupun alkalin.
Umumnya mineral-mineral tersebut berada ditemukan dalam fraksi kasar tanah. Hancuran
umumnya menghasilkan formasi dari liat silikat sekunder yang mungkin masih
mengandung K-struktural. Tingkat ketersediaan K relatif untuk tanaman dari tinggi ke
rendah adalah biotit > muskovit > ortoklas dan mikroklin. Menurut Metson (1968) gelas
volkan alkalin lebih cepat hancur dibandingkan gelas volkan masam. Mineral primer yang
memiliki cadangan K tinggi akan hancur menghasilkan

sejumlah K tersedia bagi

tanaman. Fase hancuran tergantung juga dari komposisi dan struktur mineral primer
tersebut sebagai contoh: biotit dan gelas volkan alkalin melapuk lebih mudah, sedangkan
feldspar masam dan gelas volkan masam melapuk lebih lambat. Hancuran mika ditandai
oleh pergantian posisi K+ di ruang antar lapisan (interlayer space) oleh kation lain seperti
Ca2+, Mg2+, Al3+, Fe3+, dan lain-lain yang menghasilkan formasi illit, vermikulit, smektit,
dan mineral interstratifikasi. Saat hancuran berlangsung ukuran partikel menurun, kadar K
berkurang dari sekitar 10% (mika) menjadi < 1% (smektit), dan jarak basal meningkat
dari 1nm (mika) menjadi 1.8 nm (smektit).
K-Dapat Dipertukarkan (Kdd)

Kalium dapat dipertukarkan (Kdd) merupakan K yang dijerap pada kompleks
permukaan koloid tanah. Pada mineral liat, Kdd berada pada tapak jerapan non spesifik,
yaitu di posisi planar dan edge. Pada koloid humus, K dijerap muatan negatif grup
karboksilat dan fenolat dari koloid humus yang merupakan sumber muatan tergantung pH
(Kirkman et al., 1994). Jumlah K+ yang dijerap oleh mineral liat pada tapak pertukaran
tergantung faktor kinetik dan termodinamik tanah. Selain itu juga tergantung afinitas
tapak pertukaran terhadap K (kompleks permukaan koloid tanah) dan konsentrasi kation
lain terutama kation bervalensi dua seperti Ca2+ (Barber, 1984). Pertukaran K oleh Ca
sering terjadi terutama pada tanah-tanah yang dipupuk Ca tinggi. Menurut Schroeder
(1974) umumnya kadar Kdd kurang dari 2% dari K total tanah atau berkisar antara 10-400
ppm. Namun demikian tanah-tanah yang ditanami secara intensif mengandung Kdd yang
bervariasi sekitar 1-5% dari total K tanah Kdd berkaitan erat dengan jenis mineral liat dan

jumlah muatan negatif. Sebagai contoh, tingkat Kdd pada tanah-tanah yang banyak
mengandung alofan relatif rendah, sedangkan pada tanah-tanah yang banyak mengandung
vermikulit atau mika relatif tinggi (Parfitt, 1992).
K-Larut (Kl)

Kalium larut berada dalam larutan tanah dalam bentuk K+. Kalium dalam larutan
tanah berada dalam keseimbangan dengan Kdd. Jika konsentrasi K dalam larutan tanah
menurun maka Kdd akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. Jumlah K dalam larutan
relatif sangat kecil dibandingkan kalium total tanah dan besarnya tergantung daya sangga
K dalam tanah. Kalium yang dijerap tanah berbahan induk alofan yang memiliki daya
sangga rendah tidak segera dapat mengganti K larut. Sebaliknya tanah berbahan induk
mika dan vermikulit dapat mempertahankan level K dalam larutan tanah dalam waktu
yang relatif lama (Parfitt, 1992).
Bentuk kalium larut dan kalium dapat dipertukarkan tergolong bentuk K yang cepat
tersedia, sedangkan kalium tidak dapat dipertukarkan sangat lambat tersedia bagi
tanaman. Menurut Haby et al., (1990) laju konversi dari bentuk kalium struktural menjadi
bentuk larut sangat lambat, dari bentuk kalium terfiksasi ke bentuk larut memerlukan
sekitar beberapa minggu, sedangkan dari kalium dapat dipertukarkan berlangsung cepat.
Ketersediaan K menggambarkan situasi yang komplek dan kondisinya tergantung faktorfaktor tanah dan karakteristik tanaman (Grimme, 1985).
Kemampuan tanah untuk melepaskan K merupakan suatu indeks potensi K tersedia
di dalam tanah dan hal ini dapat diukur oleh prosedur analisis kimia yang tepat. Analisis
tersebut dapat mengukur bukan hanya perubahan dari kalium dapat dipertukarkan (Kdd)
menjadi kalium larut (Kl), melainkan juga pelepasan K dari kalium tidak dapat
dipertukarkan (Ktdd) dan kalium dapat dipertukarkan (Kdd) menjadi kalium larut (Kl).
Tergantung metode analisis dan pengekstrak yang digunakan, jumlah K yang lepas dari
tapak tidak dapat dipertukarkan mungkin bervariasi. K yang dilepaskan mencerminkan
total ketersediaan K yang terekstrak oleh pengekstrak tertentu. Namun demikian K
terekstrak mungkin berbeda dengan yang diserap tanaman karena ada faktor daya sangga
tanah yang tidak tercerminkan dalam K yang terekstrak tersebut. Dengan memperhatikan

performan tanaman, hal yang penting adalah bukan hanya jumlah total K yang dapat
diserap tanaman, melainkan juga pelepasan K yang dapat mempertahankan konsentrasi K
dalam larutan tanah. Pelepasan K ke dalam larutan dan pergerakan K ke zone perakaran
harus mempunyai kecepatan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan
mencegah gejala kekahatan tanaman terhadap K (Kirkman et al., 1994).
Jenis dan mineral liat mempergaruhi pelepasan K ke dalam larutan tanah. Tanah
yang didominasi oleh mineral yang mengandung K rendah seperti kaolinit melepaskan K
ke dalam larutan dalam jumlah sedikit. Sebaliknya tanah yang kaya akan mineral yang
mengandung K tinggi seperti muskovit dan biotit, tergantung tingkat hancurannya, dapat
melepaskan K ke dalam larutan dalam jumlah banyak sehingga dapat mencukupi
kebutuhan tanaman.
Tanaman menyerap K+ dalam larutan tanah umumnya melalui difusi atau akibat
perpanjangan akar. Difusi K+ tergantung kepada gradien konsentrasi K, dimana gradien
konsentrasi K dalam larutan tanah tinggi bergerak ke akar tanaman yang mempunyai
gradien konsentrasi K rendah. Konsentrasi K+ sekitar tanaman juga kurang selama
pengambilan K+ oleh tanaman, hal tersebut dapat mempengaruhi pelepasan K+ dari
mineral (Kuchenbunch et al., 1984). Lokasi-lokasi adsorpsi dari antar lapisan dapat
dibebaskan oleh pelepasan K+ dan menjadi yang diduduki oleh kation yang lain. Adsorpsi
”hydrated” kation-kation seperti Na+, Ca2+, H+ dan Mg2+ menyebabkan penyembangkan
antarlapisan akar akan menyerap K+ dengan penukaran kation lain biasanya H+.
Selanjutnya ion kalium dapat dipertukarkan tidak dapat bergerak bebas seperti kalium
larutan. Dalam hal ini kalium tersebut dapat mencapai akar tidak secara aktif tetapi akar
langsung melalui perpanjangan dapat kontak langsung dengan kalium sehingga terjadi
proses pertukaran. Proses ini kemudian dikenal sebagai serapan kontak atau intersepsi
akar (Konrad et al., 2001).

Siklus K Tanah
Kalium dalam tanah sebagian besar berada dalam bentuk tidak tersedia bagi
tanaman (berkisar antara 90 – 98% dari total K tanah). Sisanya berada dalam bentuk K
lambat tersedia sekitar (1 – 10%), dan cepat tersedia sekitar (0.1 – 2%). Gambar 2
menyajikan hubungan dan transformasi berbagai bentuk K di dalam tanah. Menurut
Havlin et al. (1999) siklus dan transformasi bentuk-bentuk K tanah sangat dinamik karena
kehilangan K oleh serapan tanaman dan pencucian berlangsung terus-menerus. Demikian
pula halnya transformasi K dari mineral primer menjadi bentuk dapat dipertukarkan dan
larut berjalan terus walaupun dengan kecepatan rendah.
Jika laju kehilangan K (serapan hara dan pencucian) lebih cepat daripada suplai K
ke dalam sistem Kdd dan Kl maka tanaman akan mengalami defisiensi. Defisiensi K akan
menghambat pertumbuhan tanaman sehingga dapat menurunkan produksi tanaman. Oleh
karena itu pengelolaan K sangat penting agar K dalam kondisi selalu tersedia atau dapat
diserap langsung oleh tanaman sehingga produksi tanaman optimal dan berkelanjutan.

Gambar 2. Keseimbangan dan Siklus K di dalam Tanah (Havlin et al., 1999)

Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman
Kalium adalah kation bervalensi satu dengan radius ion terhidrasi 0.331 nm dan
energi hidrasi 314 j mol-1 (Havlin et al., 1999). Pada tanaman kalium banyak ditemukan
ada dalam sitoplasma dan memberikan kontribusi utama terhadap potensial osmotik dari
sel (Marschner, 1997).
Salah satu fungsi yang penting dari K adalah mengaktifkan enzim dimana lebih dari
80% enzim memerlukan K. Aktivasi enzim diduga sebagai fungsi K yang paling penting
untuk pertumbuhan tanaman. Enzim ini berlimpah di jaringan meristem pada titik tumbuh
tanaman baik yang berada di bagian atas maupun di bagian bawah tanaman dimana
pertumbuhan sel sangat cepat dan jaringan primer terbentuk. Dalam sintesis pati, enzim
terlibat dalam konversi gula larut menjadi pati yang merupakan tahap penting dalam
proses pengisian biji. Kalium juga berperan dalam transfer karbohidrat ke nodul dalam
proses sintesis asam amino (Havlin et al., 1999).
Dalam kaitannya dengan serapan air, K menstimulir tarikan osmotik (osmotic pull)
yang menyebabkan air masuk ke dalam akar tanaman. Tanaman yang mengalami
kekahatan K biasanya rentan terhadap stres air karena ketidakmampuannya dalam
menggunakan air tersedia secara optimal. Perawatan turgor tanaman sangat penting dalam
proses-proses metabolik dan fotosintesis. Pembukaan stomata terjadi bila ada peningkatan
tekanan turgor pada sel di sekitar stomata yang dikendalikan oleh influx K. Penurunan
fungsi stomata yang disebabkan oleh defisiensi K dapat menyebabkan rendahnya laju
fotosintesis dan ketidak efisienan penggunaan air. Kalium juga dapat mengendalikan
proses transpirasi tanaman dan serapan air yang mengandung hara dengan mengatur
buka-tutup stomata.
Pada saat CO2 terasimilasi ke dalam gula selama fotosintesis, gula tersebut diangkut
ke seluruh organ tanaman untuk disimpan atau digunakan untuk pertumbuhan tanaman.

Translokasi gula ini memerlukan energi dari ATP dimana K diperlukan untuk sintesis
ATP tersebut. Translokasi gula dari daun menurun drastis akibat tanaman mengalami
kekahatan K. Misalnya yang terjadi pada daun tebu, translokasi gula dalam keadaan
normal sekitar 2.5 cm/menit tapi laju translokasi menurun menjadi setengahnya bila
tanaman defisiensi K.
Kekurangan K juga dapat menurunkan retensi tanaman terhadap penyakit-penyakit
tertentu, seperti Powdry-mildew pada tanaman gandum, kerusakan pada bantangnya,
busuk akar dan Winter killed pada tanaman Alfalfa, dan dapat menurungkan kualitas
tanaman buah-buahan dan sayuran. Kesuluruhan pengaruh ini terhadap pertumbuhan dan
kualitas tanaman adalah disebabkan oleh gangguan fisiologis di dalam sistem tanaman.
Sebagai contoh, kekurangan K dapat mengubah kegiatan enzim invertase, peptase dan
katalase pada tanaman tebu. Juga dapat mempergaruhi kegiatan enzim pirufik kinase pada
beberapa tanaman (BKS-PTN, 1991).
Asam Oksalat
Asam oksalat adalah asam organik, yang dicirikan dengan rantai karbon dan gugus
–CO-OH nya. Asam ini dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman, mickroorganism,
eksudat akar, dekomposisi bahan organik dan cendawan mikoriza dalam rhizosphere
(Cannon et al., 1995). Asam oksalat merupakan suatu senyawa yang termasuk golongan
bervalensi dua. Asam oksalat mengkristal dengan dua molekul air (C2H2O4. 2H2O) dan
molekul air tersebut dihilangkan dengan pemanasan pada temperature 1