Dinamika Perubahan Sosial di Kawasan Mamminasata – Provinsi Sulawesi Selatan

i

DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL DI KAWASAN
MAMMINASATA - PROVINSI SULAWESI SELATAN

RIMARTY ANGGUN WIDIATRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika
Perubahan Sosial di Kawasan Mamminasata – Provinsi Sulawesi Selatan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Rimarty Anggun Widiatri
NIM I353114011

ii

RINGKASAN
RIMARTY ANGGUN WIDIATRI. Dinamika Perubahan Sosial di Kawasan
Mamminasata – Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh ARYA HADI
DHARMAWAN dan RILUS A. KINSENG.
Pembangunan wilayah dengan membentuk beberapa Kawasan Strategis
Nasional (KSN) sebagai saluran untuk mengejar percepatan pembangunan
ekonomi nasional tidak terlepas oleh usaha pemerintah untuk mewujudkan

komoditas yang dapat bersaing di pasar global dari pembentukan sistem
hubungan perekonomian yang strategis dalam kerjasama bilateral maupun
multirateral dengan negara-negara pengekspor, terutama di negara maju.
Pembangunan Kawasan Perkotaan Mamminasata merupakan satu kesatuan
kawasan perkotaan yang terdiri atas Kota Makassar sebagai kawasan perkotaan
inti, Kawasan Perkotaan Maros di Kabupaten Maros, Kawasan Perkotaan
Sungguminasa di Kabupaten Gowa, Kawasan Perkotaan Takalar di Kabupaten
Takalar sebagai kawasan perkotaan di sekitarnya yang membentuk kawasan
metropolitan. Salah satu tujuan dari pembukaan Penataan ruang Kawasan
Perkotaan Mamminasata adalah mewujudkan kawasan Perkotaan Mamminasata
sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah dan/atau pusat orientasi pelayanan
berskala internasional serta penggerak utama di Kawasan Timur Indonesia.
Penerapan konsep pembangunan kota terintegrasi tentunya memberi
dampak perubahan yang besar pada masyarakat lokal terutama berada pada
kawasan yang mengalami perubahan fungsi ruang tersebut, yakni tingginya
frekuensi pelepasan tanah terhadap petani yang memiliki dan atau mengolah lahan
pertanian produktif. Transformasi tata ruang berupa pembangunan Mamminasata
ini sering mengambil peran dan memberikan pengaruh besar pada setiap
kelembagaan sosial , menyentuh setiap setiap komunitas dan memberikan
pengaruh pada pandangan hidup individu. Upaya pemerintah daerah dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan sektor
perdagangan dan perindustrian ditandai dengan semakin pesatnya pembangunan
yang berbasis ekonomi pasar terjadi di Sulawesi Selatan, terutama di kota
Makassar dan kabupaten di sekitarnya (khususnya Kabupaten Gowa, Maros dan
Takalar) yang langsung menjadi kawasan pembukaan kota Mamminasata.
Sehingga dalam deskripsi di atas sangat patut untuk mengkajinya dengan meneliti
bagaimana pembangunan Mamminasata mendorong terjadinya dinamika
perubahan sosial masyarakat lokal ?
Pelaksanaan pengumpulan data telah dilakukan pada bulan Juli hingga bulan
September 2013 dengan mendapatkan data mengenai perubahan sosial terhadap
informan kasus melalui bentuk dampak-dampak perubahan yang dialami oleh
kasus yang berada pada kedua lokasi yang muncul dari dimensi lingkungan,
ekonomidan aspek sosial-budaya.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dimana dilakukan pendalaman kasus melalui wawancara mendalam (in-depth
interview) terhadap informan secara purposive sampling untuk menjelaskan
bagaimana penilaian masyarakat perubahan-perubahan struktur dan kultur yang
terjadi pada perubahan dan itu dan reaksi masyarakat terhadap perubahan tersebut
baik ditinjau dari dimensi lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya.

iii


Hasil studi menunjukkan bahwa terjadinya perubahan sosial di Lingkungan
Samata dan Borongraukang merupakan proses komersialisasi kawasan desa
(rural commercialization) yang terjadi akibat pembangunan kawasan
Mamminasata yang membuka hubungan langsung antara kota terhadap desa.
Perubahan ini disebabkan oleh adanya kebijakan pembangunan kawasan
Mamminasata yang memasukkan wilayah desa persawahan sebagai bagian dari
wilayah pembangunan jalan kawasan Mamminasata. Faktor internal dari sebab
terjadinya perubahan sosial yaitu semakin tingginya nilai harga jual akibat
permintaan akan lahan yang terus meningkat, mengakibatkan masyarakat lokal
terdorong untuk melepaskan lahannya.
Perubahan fisik yang paling tampak adalah perubahan lingkungan yang
sangat drastis khususnya di Lingkungan Samata yaitu terganggunya
keseimbangan lingkungan di kawasan persawahan yang ditutup oleh pondasi
pemukiman sehingga menyebabkan kekeringan di lingkungan Samata dan di sisi
lain membawa musibah banjir dan genangan air di Lingkungan Borongraukang.
Memburuknya kondisi lingkungan akibat perubahan perubahan lansekap
persawahan menjadi jalan dan pemukiman ini menyebabkan teralienasinya
masyarakat dengan ruang aktivitas sosial dan penghidupan mereka dan semakin
melemahkan ikatan masyarakat terhadap orientasi nafkah pertanian.

Pada dimensi ekonomi, Lingkungan Samata mengalami perubahan yang
drastis pada kelembagaan nafkah, dimana sebagian besar nafkah masyarakat
berasal dari kota atau sektor non-pertanian seperti supir bentor, penjual sayur dan
sebagainya. Berbeda dengan Lingkungan Borongraukang, mengalami perubahan
kelembagaan nafkah yaitu hadirnya tengkulak/distributor beras yang berasal dari
warga setempat. Selain itu, sebagian kecil petani Borongraukang telah melakukan
sistem nafkah ganda di luar desa sehingga terjadi perubahan alokasi sumberdaya
manusia yaitu tenaga kerja perempuan yang semakin banyak dilibatkan
dalam usahatani. Berkembangnya etika komersialisme warga khususnya di
lingkungan Samata ditunjukkan dengan perilaku masyarakat setempat yang
mengkomodifikasikan semua bentuk materi, mulai dari lahan hingga adanya upah
terhadap tenaga jasa.
Pada dimensi sosial-budaya, perubahan yang paling besar terjadi di
lingkungan Samata adalah pelapisan sosial masyarakatakibat terjadinya
keberagaman nafkah terhadap sektor nafkah di perkotaan semakin besar sehingga
menghadirkan struktur baru dalam pelapisan masyarakat. Semakin kompleksnya
struktur sosial sehingga perubahan struktur ini mempengaruhi perubahan etika
hubungan solidaritas warga yang dahulunya bekerja bersama namun saat ini
hanya berupa hubungan yang transaksional yang individualistik. Hal tersebut
berdampak pada semakin terpolarisasinya masyarakat dari setiap kelas dan

menunjukkan penajaman ketimpangan sosial akibat pembangunan.
Kata kunci : Mamminasata, pembangunan, perubahan sosial, masyarakat lokal, ,
komersialisasi kawasan desa.

iv

SUMMARY
RIMARTY ANGGUN WIDIATRI. Social Change on Mamminasata
Region – South Sulawesi. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN dan
RILUS A. KINSENG.
Regional development forming National Strategic Region is one of
government‟s policy which is strongly assosiated by its purpose to chase the
growth economy, competitiveness from strategic assosiation particularly with
other developed countries either bilateral or multilateral on global market.
Mamminasata Development Program is an integrated developing area which
unitesMakassar city as a core of urban and other districts area consisting Maros,
Gowa and Takalar. This project is one of Government‟s willingness to establish
the National Strategic Region (Kawasan Strategis Nasional) as a centre of regional
economic growth, particularlyon eastern Indonesia.
Presence of technocratic-developmental program such as Mamminasata

urban development has given rise to the conversion of productive rice-field lands
massively .The spatial transformation such as Mamminasata had given a major
impact on social institution and values and life orientations. This situation could
identified by the raise of development market based in South Sulawesi,
particularly in Makassar and other region sorroundings (Gowa, Maros and Takalar
Regency) which included in Mamminasata region. By those issues,its
appropriately important to study about how Mamminasata regional development
triggers the dynamic of social change on local communitu?
The purposes of this study were to explain how Mamminasata urban
development has triggered social change on environmental,economic and socioculture aspects on rural community. This study held on July until September 2013
and used a qualitative approach with case study. In-depth interview has applied by
investigate several informants who had chosen purposively to explained the social
change that triggered by Mamminasata (Tun Abdul Razak street) development. .
The results of this study showed that governments regulation related to
Mamminasata urban development program has triggered social change on the
rural community inhabiting Mamminasata region. The physically change which
obviously appeared were on the environmental aspect such as the deterioration of
rice fields, water logging and floods disaster emerge in line with land-closure by
residentials construction and other buildings as occurred on surrounding region.
On the economic aspect, livelihood transformation takes place as non-farm

income sources became increasingly important to the local people livelihood.
Some employment opportunities such as bentor (becak-motor) driver, itinerant
greengrocer and fishmonger, construction labors become more obvious to occured.
The presence of new economic occupation such as peasant-rice traders and
middlemen has led the local people more dependent on market economy and the
rising of the composition of women‟s role had been raising respectively
substituting the role of man who already had taken any occupations outside rural
area. These changes also affected the culture of residents which have been
growing towards more commercialistic.Transformation of livelihood institution
also occurred where in social-economic disparity among the jobs became much
wider as well as the occupation structure had been changing very significantly.

v

This transformation also had affected the pattern of social interaction among rural
community which resulting the erosion of “mutual aid “ (gotong-royong). Hence
this socio-culture changes has formed social disparities and social polarization on
structure of local community.
Keywords: Mamminasata, development, social change, local community, rural
land commercialization.


vi

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

viii

1

DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL DI KAWASAN

MAMMINASATA - PROVINSI SULAWESI SELATAN

RIMARTY ANGGUN WIDIATRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Saharuddin, M.S

4


5

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala
atas segala karunia-Nya sehingga mendapatkan kesempatan mengeyam ilmu di
Sosiologi Pedesaan IPB dan pada akhirnya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada :
1.
Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr dan Bapak Dr. Rilus A.
Kinseng, MA selaku pembimbing. Keduanya memiliki peran besar dalam
penyelesaian karya ilmiah ini. Kepada Bapak Ir. Saharuddin, M.S sebagai
penguji di luar komisi, terima kasih atas masukan, kritikan dan inspirasinya.
2.
Staf dosen yang mengajar selama mengikuti kuliah di Sosiologi pedesaan,
khususnya dosen minor pada mata kuliah kajian Dinamika Gerakan dan
Politik Agraria, Dr. Satyawan Sunito serta Dr. Noer Fauzi Rachman yang
telah banyak membantu dalam menggagas kajian ilmiah akhir penulis dan
memperkenalkan serta memperdalam kajian dan studi agraria di Sajogyo
Institute.
3.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Zulkarnaen Kitta, MSi,
Kepala UPTD Mamminasata Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi
Sulawesi Selatan yang telah memberikan penyambutan yang baik kepada
penulis untuk mengevaluasi program pembangunan Mamminasata ini yang
ditinjau dalam perpektif sosiologis.
4.
Bapak Abdurrahman Daeng Tawang Ibu Daeng Sunggu, Bapak Daeng Muji
dan keluarga besar, pejabat serta warga kelurahan Samata yang bersedia
memberikan waktu dan tempat beserta sarana lainnya selama melakukan
pengumpulan data dan pendalaman kepada para informan di Lingkungan
Samata hingga ke kampung Rappocidu‟ di Lingkungan Borongraukang.
5.
Ungkapan terima kasih yang tidak terbatas juga disampaikan kepada
Ayahanda Ir.Iskandar Natsir, M.Si dan Ibunda Aulia Afriany Dahlan yang
hingga saat ini tanpa henti memberikan dukungan moral dan material,
Pamanda tercinta, Ir. Pamuji Rahardjo dan keluarga, Ryandi Januar
Pratama, ST dan Rizky Sapharina Utami (kakak), S.Pi serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
6.
Terima kasih kepada kawan seperjuangan di Pinky Kost dan Forum
Muslimah Bogor yang selalu menguatkan, rekan-rekan di Sosiologi
Pedesaan Angkatan 2011 dan 2012 yang berada dalam keluarga besar
“Bunga-Kumbang Desa SPD”, kawan-kawan dari Sajogyo Institute yang
selalu siaga, Mas Eko Cahyono dan Mba Ana, Mas Dian Yanuardi Bang
Didi, Bang Ridha yang juga melakukan riset terkait dengan MP3EI dan
Mamminasata.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014

Rimarty Anggun Widiatri

6

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1.

2.

3.

4.

5.

6.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Sosial Pada Pembangunan di Indonesia
Konsep Perubahan Sosial
- Dampak Pembangunan : Kritik Terhadap Modernisasi
Kerangka Pemikiran
METODOLOGI
Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi Penelitian dan penentuan Kasus
Pendekatan dan Tahap-Tahap Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Pengantar
Sejarah Lingkungan Samata : Komunitas Masyarakat Peri-Urban
Sejarah Lingkungan Borongraukang : Komunitas Masyarakat
Desa Persawahan
SKENARIO KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN
MAMMINASATA
Proses Perubahan Agenda Kebijakan Pembangunan
- Rencana pembangunan ruas jalan
- Eksekusi pembangunan ruas jalan di Kelurahan Samata
PERUBAHAN SOSIAL PADA PADA DUA LINGKUNGAN DI
KELURAHAN SAMATA
Perubahan Pada Dimensi Lingkungan
- Perubahan topografi lahan
- Terganggunya keseimbangan lingkungan pasca pembangunan jalan
- Dinamika kepemilikan lahan
- Perubahan sikap dan orientasi masyarakat terhadap lahan
Perubahan Pada Dimensi Ekonomi
- Perubahan pola nafkah masyarakat
- Perubahan alokasi sumberdaya manusia pada pengelolaan lahan
- Berkembangnya etika komersialisme
Perubahan Pada Dimensi Sosial Budaya
- Hadirnya dominasi struktur baru pada pelapisan sosial masyarakat
- Pelemahan pola interaksi dalam hubungan kerja masyarakat
- Surutnya etika solidaritas menuju ke arah etika individualism
- Munculnya diskriminasi sosial

xiii
xiv
xiv
1
1
2
5
5
7
10
12
13
13
14
14
15
16
16
17
18
20
20
21
22
25
25
25
28
31
35
38
38
46
48
50
52
54
58
62

8

7.

KONSEPTUALISASI GAGASAN PERUBAHAN SOSIAL PADA
KAWASAN MAMMINASATA
Perubahan Sosial-Budaya, Ekonomi dan Lingkungan
Dampak-Dampak Perubahan
- Beragamnya sumber nafkah semakin memodifikasi pelapisan sosial
masyarakat
- Ketergantungan terhadap akses nafkah perkotaan
- Perubahan relasi kuasa agraria: alienasi sosial ekologis dan
meluruhnya kedaulatan lokal
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan
8. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

64
65
66
67
69
70
74
85
85
86
86
97

DAFTAR TABEL
9.
10.
11.

Pokok penelitian, data yang dikumpulkan dan metode pengumpulan
data
Kisaran perbandingan harga lahan pada tahun 1960-2012 di Kelurahan
Samata berdasarkan hasil wawancara terhadap informan
Matriks dinamika pelapisan sosial masyarakat pada dua lingkungan
sebelum dan sesudah pembukaan jalan

26
52
64

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Kerangka pikir proyek pembangunan mamminasata dan pengaruhnya
terhadap sosial ekonomi dan ekologi masyarakat
Perubahan kepemilikan lahan di lingkungan samata dan lingkungan
borongraukang pada saat sebelum dan setelah pembangunan jalan
Perbandingan nafkah masyarakat sebelum dan sesudah pembangunan
jalan Tun Abdul Razak (kawasan mamminasata)
Bentuk perubahan sosial pada entitas masyarakat kelurahan samata di
sekitar kawasan mamminasata

15
37
46
81

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Daftar inventarisasi Tanah, Bangunan (Rumah) dan Tanaman yang
dikonversi Peruntukan Pembangunan Jalan Tun Abdul Razak
Nama perumahan, luas dan tahun pembangunan perumahan di Kelurahan
Samata
Beberapa tokoh masyarakat sedang berdiskusi santai
Gabah-gabah yang dijemur oleh warga di sepanjang pinggiran badan jalan
Daeng Makkawari, Lingkungan Samata

92
93
93
94

9

5.

Rumah Bapak Sdt (sebelah kanan) yang terhubung langsung dengan
kediaman keluarga istri beliau (sebelah kiri)
6. Rumah Bapak Sydt (kanan) yang menyambung dinding rumah antara
dinding rumah orangtua (kiri) dengan dinding belakang ruko di depan
rumahnya
7. Rumah salah satu buruh tani di Lingkungan Samata tampakbelakang
(gubuk semi-permanen)
8. Peta kondisi fisik kedua lokasi penelitian
9. Rumah Bapak DE di lingkungan Borongraukang
10. Dokumentasi Badan Jalan Tun Abdul Razak yang berada dalam kawasan
kelurahan Samata sebagai akses langsung Kabupaten Gowa –Kota
Makassar
11. Salah satu rumah indekost di Lingkungan Samata yang masih dalam
proses pembangunan
12. Akses menuju kampung Rappocidu‟ (salah satu wilayahlingkungan
Borongraukang) yang masih terisolir dari akses jalurtransportasi
13. Peta Wilayah dan Potensi Mamminasata

93

93
94
94
94

95
95
96
96

10

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan wilayah dengan membentuk beberapa Kawasan Strategis Nasional
(KSN) yang menjadi ambisi untuk mengejar percepatan pembangunan ekonomi
nasional tidak terlepas dari usaha pemerintah untuk mewujudkan komoditas yang
dapat bersaing di pasar global dari pembentukan sistem hubungan perekonomian
yang strategis dalam kerjasama bilateral maupun multirateral dengan negaranegara pengekspor terutama di negara maju. Pembangunan Kawasan Perkotaan
Mamminasata merupakansalah satu strategi untuk mengkondisikan terwujudnya
percepatan pembangunan ekonomi melalui penyatuan kawasan perkotaan yang
terdiri atas Kota Makassar sebagai kawasan perkotaan inti, Kawasan Perkotaan
Maros di Kabupaten Maros, Kawasan Perkotaan Sungguminasa di Kabupaten
Gowa, Kawasan Perkotaan Takalar di Kabupaten Takalar sebagai kawasan
perkotaan di sekitarnya yang membentuk kawasan megapolitan.
Penerapan konsep pembangunan kota terintegrasi tentunya memberi
dampak perubahan yang besar pada masyarakat lokal terutama berada pada
kawasan yang mengalami secara perubahan fungsi ruang tersebut, yakni tingginya
frekuensi pelepasan tanah dari petani yang memiliki dan atau mengolah lahan
pertanian produktif. Lahan-lahan yang dikonversikan untuk kepentingan
industrialisasi dan sarana infrastruktur dari tahun ke tahun pada akhirnya akan
semakin memberikan tarikan besar bagi investor asing maupun dalam negeri demi
memenuhi ambisipemerintah dalam mengejar pertumbuhan ekonomi wilayah.
Perubahan tata ruang dan fungsi ini disinyalir diikuti oleh perubahan pola
perilaku, nilai-nilai tradisi dan budaya, struktur sosial masyarakat serta dimensidimensi perubahan lain yang akan memperlihatkan transformasi ekonomi dan
ekologisnya. Dampak pembangunan ekonomi tentu saja akan menunjukkan siapa
yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan. Selain terjadinya perubahan ruang
dan sosial ekonomi dan ekologis di sisi lain terbentuknya ketimpangan sosial
ekonomi tidak bisa dipungkiri terus terjadi.
Haluan pembangunisme (developmentalism) yang diterapkan pada rezim
orde baru sebagai counter terhadap haluan populisme selama rezim pemerintahan
Soekarno telah membuka wajah baru pada proses pembangunan di Indonesia,
yaitu terbukanya peluang kapitalis internasional. Kerjasama internasional diawali
melalui kerjasama dengan agen-agen donasi internasional seperti World Bank,
International Monetary Funds(IMF) dan Group for Government of Indonesia
(GGI). Program pembangunan kapitalis yang masuk ke Indonesia di sektor agraria
berupa revolusi hijau, industri hasil hutan serta agro-industri sehingga menjadi
basis perekonomian ini semakin berkembang di rezim orde baru ( Fauzi 1999).
Pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi pada rezim orde baru semakin
memprioritaskan investasi pada program pembangunan yang membutuhkan
sumberdaya (tanah) dalam skala besar. Sejumlah perusahaan besar akhirnya
bersaing dengan kaum petani yang juga membutuhkan tanah seperti perusahaan
manufaktur, pemukiman, pariwisata, pertambangan sehingga kemudian terjadi
tumpang tindih kepentingan yang menimbulkan ketegangan sosial politik baik di
Jawa maupun luar Jawa. Tanah-tanah dalam skala besar yang dikuasai oleh

2

pengusaha besar ironisnya tidak sedikit yang disalahgunakan bahkan
diterlantarkan menjadi lahan spekulatif yang menjadi barang investasi. Tanah
pertanian rakyat juga tidak mengalami peningkatan yang relatifsebanding dengan
pertumbuhan rumah tangga tani akibat konversi lahan pertanian yang
menyebabkan besaran lahan khususnya padi sawah yang semakin menurun sejak
tahun 1986 (Bahriadi dan Wiradi 2011).
Rumusan Masalah
Berdasarkan isi Peraturan Presiden No.55/2011, konsep kawasan kota
Mamminasata merupakan kawasan strategis nasional dimana wilayah yang
diprioritaskan untuk memberikan pengaruh penting secara nasional terhadap
kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan atau lingkungan. Pembangunan kota baru Mamminasata akan membentuk
kawasan perkotaan dan kawasan metropolitan. Kawasan perkotaan adalah wilayah
yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sedangkan kawasan
metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan
perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang
dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan
jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satujuta)
jiwa.
Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar atau
disebut sebagai Kawasan Perkotaan Mamminasata, merupakan satu kesatuan
kawasan perkotaan yang terdiri atas Kota Makassar sebagai kawasan perkotaan
inti, Kawasan Perkotaan Maros di Kabupaten Maros, Kawasan Perkotaan
Sungguminasa di Kabupaten Gowa, Kawasan Perkotaan Takalar di Kabupaten
Takalar, sebagai kawasan perkotaan di sekitarnya, yang membentuk kawasan
metropolitan. Salah satu tujuan dari pembukaan Penataan ruang Kawasan
Perkotaan Mamminasata adalah mewujudkan kawasan Perkotaan Mamminasata
sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah dan/atau pusat orientasi pelayanan
berskala internasional serta penggerak utama di Kawasan Timur Indonesia.
Strategi pengembangan Kawasan Perkotaan Mamminasata sebagai pusat
pertumbuhan dan sentra pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan
perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya adalah: 1). Mendorong
pengembangan pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan pertanian, pusat
kegiatan perikanan, dan pusat kegiatan pengolahan hasil produksi, 2). Mendorong
pengembangan sentra-sentra kawasan ekonomi baru dalam pengolahan hasil
produksi, pertanian, dan perikanan, 3).Mendorong pembangunan industri strategis
kawasan dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan, 4). Meningkatkan
keterkaitan wilayah penghasil bahan baku industri dengan kawasan peruntukan
industri pengolahan di Kawasan Perkotaan Mamminasata.
Pembangunan
kawasan
perkotaan
Mamminasata
kemudian
menggalangkerjasama teknis bersama JICA (Japan International Cooperation
Agency) dengan BKSP MM, UPTD Mamminasata dan Task Force Kota Baru
Mamminasata dimulai sebagai tindak lanjut dari terbentuknya perpres No. 55

3

Tahun 2011 dan MoU pembangunan kota baru yang disepakati oleh Pemerintah
Propinsi Sul-Sel dengan Pemkab Gowa, Pemkab Maros dan REI (Real Estate)
Sul-Sel. Implementasinya dimulai melalui kegiatan Workshop Konsolidasi Lahan
(land readjustment) dengan mengambil kasus yang berada di kecamatan
Moncongloe, Maros dan kecamatan Pattalassang, Gowa. Workshop yang dimotori
oleh teknokrat asing yang berasal dari tim ahli arsitekdan urban plannerdari
Yokohama inikemudian memberikan pelatihan yang bertahap untuk memberikan
pemahaman mengenai teori dan aplikasi garis besar konsolidasi lahan dan struktur
kelembagaan dengan mengambil pembangunan kota baru terintegrasi yaitu kota
KOHOKU di Yokohama, Jepang sebagai acuan pembangunan kota
Mamminasata.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat menurut Macionis dalam
Sztompka (2004) tidak terlepas daripada transformasi dalam organisasi
masyarakat dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu. Sehingga
melihat durasi dan kecepatan dari suatu perubahan yang ditimbulkan dari
pembangunan merupakan salah satu aspek penting dalam menganalisis perubahan
sosial serta pola perubahan yang mengikutinya. Bila ditinjau dari perspektif
modernisasi, Vago (1980) memaparkan bahwa modernisasi adalah proses dimana
masyarakat agrarian bertransformasi menjadi masyarakat industri. Transisi ini
melibatkan perkembangan yang lebih tinggi daripada teknologi industri dan
politik, budaya, pengaturan sosial yang berlandaskan pada keberlanjutan dalam
mengarahkan dan memanfaatkan teknologi. Tujuan dari modernisasi adalah untuk
dapat mendekatikarakteristiknegara majudan relatif stabil.
Kecenderungan negara-negara berkembang untuk mengikuti pola
pembangunan negara maju membentuk suatu hubungan model yang disebut Frank
(1969) sebagai hubungan metropolis-satelit. Negara metropolis yakni negara maju
menawarkan konsep pembangunan berupa modernisasi dan industrialisasi kepada
negara berkembang. Sehingga melalui kerjasama regional atau internasional yang
mengkondisikan negara maju dapat mengambil manfaat surplus ekonomi dari
negara berkembang baik berupa bahan tambang, bahan pangan, garmen dan
sejenisnya. Negara berkembang pun semakin ditarik untuk mengikuti produksiproduksi barang di negara industri yang sangat berbeda dengan gaya hidup
masyarakat barat. Masyarakat di negara berkembang yang semakin konsumtif
terhadap produk barat menjadikan ketidakseimbangan pendapatan denganpola
konsumsinya. Pada saat yang sama, proses pengambilan surplus inilah yang
menyebabkan mewujudnya proses keterbelakangan di negara berkembang(So dan
Suwarsono 2006).
Transformasi tata ruang berupa pembangunan Mamminasata ini sering
mengambil peran dan memberikan pengaruh besar pada setiap kelembagaan sosial
, menyentuh setiap setiap komunitas dan memberikan pengaruh pada pandangan
hidup individu. Negara-negara di Asia dan Afrika pada umumnya memulai proses
modernisasi melalui pembangunan Negara dan pengembangan dari sistem politik
Negara. Objeknya adalah transformasi pada struktur sosial dan penyebarluasan
norma-norma baru dan nilai-nilai yang diserap melalui sistem pendidikan baru
kemudian setelah itu disusul oleh pengembangan industri.
Upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan mengembangkan sektor perdagangan dan perindustrian ditandai dengan
semakin pesatnya pembangunan yang berbasis ekonomi pasar terjadi di

4

Sulawesi Selatan, terutama di kota Makassar dan kabupaten di sekitarnya
(khususnya Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros) yang langsung menjadi
kawasan pembukaan kota Mamminasata. Sehingga dalam deskripsi di atas sangat
patut untuk mengkajinya dengan meneliti bagaimana pembangunan
Mamminasata mendorong terjadinya dinamika perubahan sosial pada dimensi
lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya pada masyarakat lokal ?
Berdasarkan studi-studi dan penelitian sebelumnya yang dilakukan terkait
dengan pengaruh pembangunan kota terhadap perubahan sosial masyarakat.
Penelitian yang dilakukan Soemardjan (1986) mengenai perubahan sosialdi DI
Yogyakarta dalam durasi sejak zaman kolonial Belanda, kependudukan Jepang
hingga pasca kemerdekaan RI menujukkan bahwa terjadinya revolusi fisik melalui
tekanan politik yakni ditandai dengan adanya perubahan politik pemerintahan
yang dari otokratis dan tersentralisasi menjadi pemerintahan yang demokratis dan
didesentralisasi serta terjadinya perubahan kelembagaan sosial. Hasrat yang kuat
dalam masyarakat dan kepercayaan kepada raja selama masa penjajahan hingga
pasca kemerdekaan merupakan faktor penentu dalam memicu perubahan sosial di
Yogyakarta. Studi lainnya adalah pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK)
dalam mempengaruhi terjadinya transformasi sistem nafkah masyarakat agraris
yang telah menjadi tradisi hidup mereka .
Penelitian yang dilakukan oleh Levien (2012) di India membuktikan
bagaimana pemerintah melakukan pembangunan Mahindra World City sebagai
lahan yang melingkupi 42 kawasan perusahaan, perumahan dan kota baru bekerja
sama dengan RIICO (Rajashtan State Industrial Development Corporation).
Pembangunan kawasan tersebut dilakukan melalui paksaan eksogen
pengambilalihan lahan secara paksa pada tanah-tanah masyarakat. Transformasi
agraria akibat pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zones)
yang berskala besar tersebut merupakan penyingkiran yang dipaksakan (forcible
dispossession) dimana masyarakat yang dahulunya bekerja sebagai petani
bertransformasi menjadi broker-broker tanah, buruh pabrik sementara lima puluh
tiga persen rakyat yang berasal dari kasta terendah mengalami kerawanan
pangan.. Studi Levien (2012) menunjukkan terjadinya pembesaran kemiskinan
dan kerawanan pangan ketika lahan dilepaskan dari sistem nafkah (livelihood)
masyarakat yang menjadi tradisi bahkan ketika dikompensasi pada nilai yang
tinggi dari harga normalnya.
Lebih lanjut studi dari Jia Ching (2012) mengenai pembangunan kawasan
Yixing City yang berbasis eco-industrial dan eco-city yang bertujuan untuk
menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan di sisi lain menyebabkan
terjadinya proses penutupan (enclosure) kawasan sebesar 330 km2 berimbas
kepada sekitar 100.000 warga desa yang harus terekslusi lahannya.Penutupan
lahan (enclosure) yang mengatasnamakan pembangunan desa ini telah
menciptakan ketimpangan sosial, perubahan relasi sosial -lingkungan, nilai-nilai
budaya serta struktur sosial dan politik.
Berdasarkan hasil penelitian dari LP2M Universitas Hasanuddin (2009)
mengenai penerapan konsep bank tanah serta partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan kota satelit dalam pembangunan kawasan Mamminasata di
Kabupaten Gowa, menunjukkan bahwa penerapan konsep bank tanah sebahagian
kawasan Industri telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Gowa, yaitu
kegiatan penyediaan tanah melalui pembukaan lahan, pematangan lahan,

5

pendistribusian lahan sesuai dengan tujuan pemanfaatan lahan yang telah
ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa. Pada penelitian
ini juga menunjukkan rendahnya partisipasi Masyarakat dalam mendukung
penerapan konsep bank tanah untuk mengakselerasi pembukaan kawasan
Metropolitan Mamminasata. Penerapan konsep bank tanah di atas menunjukkan
bahwa proyek pembangunan Mamminasata semakin membentuk perubahan nilai
pada tanah
Tanah yang dahulunya dijadikan sebagai wadah penghidupan masyarakat di
pedesaan kemudian menjadi komoditas dan modal spekulasi bisnis.
Berkembangnya proyek-proyek pembangunan yang akan semakin menyebar luas
dan membutuhkan ekspansi lahan yang luas menjadikan hubungan petani sendiri
semakin terlepas dengan tanah yang kemudian mentransformasikan perubahan
sosial-budaya, sosial-ekonomi dan sosial-ekologis yang berbeda dari tradisi hidup
sebelumnya. Pada kenyataannya melalui proyek pembangunan yakni
pembentukan kota Mamminasata tersebut pada perjalanannya mengakibatkan
perubahan sosial ekonomi dan ekologi yang terjadi pada masyarakat. Sehingga
berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan rinci yang muncul
adalah : Sejauhmana perubahan sosial pada lingkungan, ekonomi dan sosialbudaya yang terjadi pada masyarakat lokal akibat proyek pembangunan kawasan
kota Mamminasata, Provinsi Sulawesi Selatan ?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari proyek
pembangunan kota megapolitan Mamminasata terhadap perubahan sosialekonomi dan ekologi pada masyarakat lokal.Sedangkan secara rinci tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : 1). Menjelaskan proses perubahan sosial
(struktur sosial dan kebudayaan) yang terjadi pada aspek lingkungan, ekonomi
dan sosial-budaya pada masyarakat lokal yang berada pada wilayah pembangunan
kawasan Mamminasata. 2). Pada ranah akademis, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi ilmiah khususnya pada sosiologi perubahan sosial,
dapat menambah pengetahuan terhadap kondisi perubahan sosial yang terjadi di
wilayah Sulawesi khususnya di kota metropolitan Makassar dan sekitarnya.
3). Pada tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan
sebagai : a). Sarana untuk mengevaluasi kebijakan pembangunan wilayah kota
baru terintegrasi Mamminasata terkait implementasi dan dampaknya terhadap
sosial, ekonomi dan ekologi pada masyarakat lokal; b). Bahan rujukan dalam
melakukan penguatan sosial pada masyarakat lokal di wilayah yang mengalami
pembangunan kawasan Mamminasata.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Sosial Pada Pembangunan di Indonesia
Pada dasarnya pembangunan wilayah selalu diukur oleh pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Peet dan Hartwick (2009) mengemukakan bahwa

6

pembangunan berarti mengubah dunia menjadi lebih baik dimana perubahan
tersebut berawal dari lapisan bawah dan bukan dari lapisan atas masyarakat.
Pembangunan masih belum berjalan bilamana proses pertumbuhan dan outcome
dari sistem pasar hanya dinikmati oleh segelintir pihak yang memiliki kekuasaan
untuk menjalankannya. Pembangunan merupakan suatu hal yang kompleks dan
kontradiktif karena memperlihatkan suatu bentuk nyata dari aspirasi manusia yang
beragam, sehingga pembangunan dapat dikatakan terlalu optimistis dan utopis
karena akan selalu ada pihak yang menggunakan manipulasi yang berkedok
membawa keadaan kehidupan yang lebih baik (better world) untuk mendapatkan
kekuasaan.
Konsep pembangunan (developmentalism) menjadi pendekatan utama di
negara berkembang, khususnya di Indonesia untuk membuka gerbang transfornasi
sosial yang luas dan terencana dimana menjanjikan perubahan nasib dan keadaan
masyarakat dari ketertinggalannya menuju kepada tataran yang disebut oleh
Negara Barat sebagai tatanan yang lebih modern. Sehingga proses modernisasi
yang mereplikasi budaya barat atau westernisasi dianggap sebagai tolak ukur
kemapanan suatu Negara yang seringkali menafikan aspek sosial-budaya dan
sosial-ekonomi pada masyarakat lokal. Proses transformasi yang beranjak dari
sistem pembangunan ala modernisasi-westernisasi justru menimbulkan gegarbudaya akibat imitasi terhadap nilai-nilai Barat pada sentuhan pembangunan di
Negara berkembang. Gegar –budaya tersebut berada dalam tiga aspek, antara lain
pada pola pemikiran/ gagasan; pola tindakan atau perilaku dan pola sarana/sistem
pendukung baik pada teknologi, ekonomi hingga pada hukum dan sistem
perpolitikan ( Dharmawan 2007).
Teori ekonomi ganda yang dikemukakan oleh Boeke (1953) dalam Evers
(2002) menyatakan bahwa dari sudut ekonomi masyarakat ditandai atas tiga
unsur dasar penentu yaitu jiwa sosial, bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik
yang mendukungnya. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dalam menentukan
corak masyarakat yang dapat dilihat melalui bentuk sistem sosialnya. Pada
perkembangannya, masyarakat tidak terbentuk dalam satu bentuk homogen yang
dominan, namun seringkali yang ditemukan di lapangan bahwa masing-masing
memiliki sistem dan pengaruhnya terhadap masyarakat, sehingga terbentuklah
masyarakat ganda (dual) atau jamak (plural). Gaya hidup masyarakat yang
dikenal dengan pola linear dari masyarakat pra-kapitalis dan kemudian dipisahkan
dengan kapitalisme tinggi oleh masyarakat kapitalis awal (early capitalism) yang
tidak menonjol bersama-sama. Sehingga bentuk masyarakat memiliki dua sistem
sosial secara bersama-sama dalam rangka peralihan dari masyarakat tradisional
yang bertransformasi menjadi masyarakat modern. Teori masyarakat ganda
berasal dari bentuk ekonomi yang menjadi satu, yakni teori ekonomi masyarakat
pra-kapitalis/ primitive, teori masyarakat kapitalis dan sosialis, teori ekonomi dari
hubungan antara dua sistem yang berbeda dalam suatu lingkungan masyarakat
yang disebut sebagai ekonomi ganda yang menunjukkan gabungan sistem
masyarakat secara keseluruhan. Pertarungan dari pengaruh kedua sistem ekonomi
itu bersifat abadi dan tidak berubah dalam waktu yang lama. Sifat ganda dalam
masyarakat yang harus menyesuaikan dengan diri membawa dua akibat pokok
yaitu utang kepada pemodal yang masih menjadi kebiasaan bagi penduduk pada
masa pra-kapitalis ternyata membuat mereka tidak mampu memenuhi

7

kebutuhannya sendiri terutama bagi penduduk desa yang semakin terbelit dalam
sistem kapitalis kota yang menghisap sumber kekayaan alam-manusia.
Pada konsep masyarakat yang jamak (plural societies) terlihat konsep
susunan masyarakat jamak (multiple hierarcy model) digunakan sebagai ukuran
deskriptif bagaimana masyarakat di Asia Tenggara memiliki perbedaan dan
dinamika dengan masyarakat di benua lainnya. Beragamnya etnis di Asia dan
tingkat kemampuan ekonomi dan pemahaman agama mejadikan masyarakat Asia
merupakan masyarakat yang unik. Hans Dieter Evers (2002) yang mengutip
pendapat J.F Furnifall bahwa masyarakat plural dilihat dari beragamanya tingkat
kemampuan ekonomi produktif (plural economy) sehingga membuat disparitas
dalam distribusi pendapatan masyarakat. Perbedaan kondisi permintaan
masyarakat terhadap pasar (social demand), karakter masyarakat (distinctive
characters) dalam melakukan usaha produktif, perbedaan kemampuan
membangun organisasi, kehidupan birokrasi menunjukka terjadinya distingsi yang
kontras antara sistem ekonomi modern dan sistem ekonomi tradisional.
Konsep lain yang muncul adalah fenomena involusi pertanian. Involusi
dinyatakan sebagai kemandekan atau kemacetan pola pertanian yang ditunjukkan
oleh tidak adanya kemajuan yang hakiki dan taraf produktivitas tidak meningkat,
dengan produktivitas mencapai ukuran per orang (satuan tenaga kerja). Kenaikan
hasil pertanian tercapai namun hasil tersebut hasnya cukup untuk
mempertahankan taraf penyediaan pangan per orang yang mengkonsumsi
nasi..Penelitian Geertz di pulau Jawa menjelaskan teori involusi pertanian ini
memperlihatkan masyarakat Jawa pada era lepas landas pertumbuhan ekonomi
(1952-1959). Masyarakat Jawa tidak dapat menjadi bagian dari ekonomi
perkebunan sendiri, tidak dapat mengubah bentuk pola umum pertanian mereka
yang sudah intensif menjadi ekstensif karena minimnya modal, tidak adanya jalur
untuk memindahkan kelebihan tenaga dan secara administratif mereka terhalang
oleh sebagian besar dari daerah pinggiran mereka. Mereka terpaksa memasuki
pola sawah yang semakin lama sesak, terlampau sempit, telah menurunkan mutu
irigasi dan menimbulkan kemerosotan. Indikasi dari involusi yang memasuki fase
yang genting adalah fragmentasi kepemilikan tanah yang semakin meluas karena
hampir tidak ada lagi lahan yang dapat dibuka untuk diusahakan karena hampir di
seluruh pulau Jawa penduduknya sudah sangat padat. Akibat dari involusi dapat
menjalar ke dimensi lain, yakni pada struktur masyarakat desa, hubungan keluarga
bahkan pada pola kepercayaan masyarakat. Konsep lain yang disebutkan Evers
(2002) adalah modernisasi, industrialisasi dan pembangunan (modernization,
industrialization and development) dimana Peter S.J Chen menyebutkan bahwa
ketiga konsep tersebut sebagai suatu kesatuan untuk menunjuk suatu „fenomena
sosial makro‟. Konsep ini diperuntukkan untuk mengamati gejala sosial pada
Negara-negara berkembang akibat interaksinya dengan negara-negara maju.
Ketiga konsep tersebut digunakan untuk mengadakan evaluasi secara sistematis
proses perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Konsep Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagaimana yang dijelaskan oleh argumenWilbert
E. Moore (1968) dalam Vago (1980) yaitu perubahan signifikan pada struktur
sosial (pola aksi sosialnya dan Interaksi sosial) yang berkonsekuensi terhadap

8

manifestasi struktur seperti yang terkandung dalam norma (aturan perilaku), nilainilaidan produk budaya serta simbol. Sehingga Vago mengungkapkan bahwa
terjadinya perubahan struktur sosial pada pola perilaku sosial masyarakat yang
meliputi status sosial, peran, kelompok sosial, kelembagaan/ institusi sosial baik
dalam sistem keluarga, agama, politik merupakan perubahan sosial (social
change). Struktur sosial masyarakat tidak pernah stabil, terintegrasi kuat atau
harmonis namun akan selalu dinamis, mudah longgar dan terpecah karena
perselisihan atau perpecahan.
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas
internalnya. Alfred dalam Sztompka (2004) juga menyebutkan bahwa masyarakat
tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan
objek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus-menerus tiada henti.
Masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa) hanya dapat dikatakan ada
atau eksis sejauh dan selama terjadi sesuatu didalamnya yang ditandai dengan
adanya tindakan, perubahan, dan proses tertentu yang senantiasa bekerja.
Masyarakat tidak lagi dipandang sebagai sebuah sistem yang kaku atau keras,
melainkan suatu antar-hubungan yang lunak. Terdapat empat aspek tentang
bidang hubungan yang unik antar individu, yakni aspek ideal, aspek normatif,
interaksional dan kesempatan. Masing-masing individu mempunyai gagasan,
pemikiran dan keyakinan yang mungkin serupa atau berlainan, mempunyai aturan
yang membimbing perilaku mereka yang mungkin saling mendukung atau saling
bertentangan, adanya tindakan aktual yang menggambarkan permusuhan,
persahabatan, kerjasama atau persaingan, atau adanya perbedaan atau persamaan
pandangan/ perspektif terhadap sesuatu. Jenis- jenis ikatan yang muncul dalam
masyarakat yang saling berhubungan bergantung pada jenis kesatuan yang
mengikat simpul jaringan hubungan itu antara lain ikatan gagasan, ikatan
normatif, ikatan tindakan dan ikatan perhatian.
Perubahan sosial tentunya tidak lepas dari apa yang berubah. Perubahan
sosial akan menimbulkan perubahan identitas berupa struktur sosial, pola perilaku
sosial, interaksi sosial, norma, nilai, fenomena kultural, laju teknologi dan
lingkungan. Perubahan yang berlangsung dimana-mana menjadi perhatian bagi
masyarakat dan terdapat juga komitmen untuk berubah yang tidak dapat
dipungkiri untuk dicegah. Pada setiap masyarakat akan selalu ada perubahan
teknologi, demografi, ekologi dan perubahan lainnya yang diinduksi dari
hubungan antara kepentingan ekonomi, pola politik dan konflik antar ideologi.
Elemen-elemen yang kemudian dianalisis adalah apa yang berubah, seberapa
dalam dan seberapa cepat perubahan tersebut terjadi serta tipe perubahan yang
mencakup sumber perubahan, besaran dan arah perubahan itu sendiri serta
bagaimana pola dari perubahan sosial yang terjadi. Adanya perubahan tentunya
tidak terlepas dari reaksi yang ditimbulkan. Oleh sebab itu akan dianalisis
bagaimana reaksi dari perubahan tersebut, apakah reaksinya mendorong
perubahan atau justru menghambat perubahan itu sendiri (Vago 1980). Struktur
sosial itu merupakan suatu jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok dalam
masyarakat; unsur-unsur pokok yang pokok tersebut mencakup kelompok sosial,
pelapisan sosial, lembaga sosial, kekuasaan dan wewenang serta kebudayaan
(Soekanto 1982).
Suatu sistem sosial selalu memuat dua dimensi keadaan, mencakup
(1) aspek statis, yaitu dalam bentuk struktur sosial, dan (2) aspek dinamis, yaitu

9

dalam bentuk proses sosial, yang berintikan interaksi sosial. Pada beberapa
keadaan, struktur sosial dipergunakan untuk menggambarkan keteraturan sosial,
untuk menunjuk pada perilaku yang diulang-ulang dengan bentuk atau cara yang
sama. Struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi
sosial dan antara peranan-peranan. Interaksi dalam sistem sosial dikonsepkan
secara lebih terperinci dengan menjabarkan manusia yang menempati posisiposisi dan melaksanakan peranannya. Struktur sosial adalah suatu fenomena sosial
yang merupakan susunan lembaga-lembaga sosial, lembaga-lembaga sosial
dimana secara sengaja dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan untuk
menciptakan suatu keteraturan sosial dengan mengatur hubungan-hubungan antar
manusia dalam rangka memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup mereka,
keteraturan sosial ini juga untuk menunjuk pada perilaku yang diulang-ulang
dengan bentuk atau cara yang sama. Soekanto (1982) menyatakan bahwa yang
jelas sebenarnya struktur sosial itu merupakan suatu jaringan daripada unsur-unsur
sosial yang pokok dalam masyarakat; unsur-unsur pokok yang pokok tersebut
mencakup :1). Kelompok sosial, 2). Pelapisan sosial, 3). Lembaga sosial,
4). Kekuasaan dan wewenang, 5). Kebudayaan.
Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
bersama karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain
menyangkut hubungan timbal- balik yang saling mempengaruhi dan menimbulkan
suatu kesadaran untuk saling menolong. Dasar untuk membedakan kelompokkelompok sosial adalah faktor-faktor antara lain adanya kesadaran akan jenis yang
sama, adanya hubungan sosial dan orientasi pada tujuan yang sudah ditentukan.
Fredinand Tonnies dalam Soekanto (1982) membagi tipe kelompok sosial bahwa
hubungan-hubungan positif antara manusia selalu bersifat gemmeinschaft
(paguyuban) dan gesselschaft (patembayan). Paguyuban (gemmeinschaft)
merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota kelompok diikat oleh
hubungan bathin yang murni, bersifat alamiah dan bersifat kekal. Bentuk
paguyuban dapat ditemukan pada kelompok keluarga, kelompok kerabatan, rukun
tetangga dan sebagainya. Pada kelompok paguyuban terdapat suatu kemauan
bersama (common will), pengertian (understanding) serta hal-hal yang timbul
dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Bila terdapat perselisihan di antara
anggota paguyuban akan sangat mempengaruhi elemen-elemen lainnya karena
hubungan yang begitu menyeluruh di antara anggota-anggotanya.Patembayan
(gesselschaft) merupakan ikatan lahiriyah yang bersifat pokok dalam jangka
waktu yang pendek, strukturnya bersifat mekanistik sebagaimana fungsi sebuah
mesin. Hubungan anggota dalam kelompok berdasarkan atas ikatan timbal-balik
karena mempunyai kepentingan-kepentingan rasional. Sehingga kepentingan
individual berada di atas kepentingan hidup bersama. Pertentangan yang terjadi
antara anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu karena ikatan keeratan
antar anggotanya tidak seperti paguyuban karena darah atau keturunan.
Lembaga sosial (social institution) merupakan suatu bentuk sekaligus
seperangkat norma-norma dan peraturan tertentu yang menjadi karakteristrik
kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Beberapa fungsi lembaga sosial antara
lain adalah untuk memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana
mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah dalam
memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan bermasyarakat, menjaga keutuhan
masyarakat dan memberikan pengendalian sosial (social control) sebagai sistem

10

pengawas terhadap anggota-anggota masyarakat. Proses pembentukan lembaga
sosial yakni proses pelembagaan (institutionalization) dan norma-norma yang
terinternalisasi. Proses pelembagaan yakni suatu proses yang dilewati oleh suatu
norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga
kemasyarakatan. Norma-norma yang terinternalisasi (internalized norms) yakni
proses norma-norma kemasyarakatan tidak hanya proses pelembagaan semata,
namun telah terinternalisasi atau mendarah daging pada jiwa-jiwa anggota
masyarakat ( Soekanto 1982).
Kebudayaanterdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perilaku yang normatif seperti cara berpikir, merasakan dan bertindak.
Kebudayaan dimiliki oleh setiap masyarakat namun pada perkembangannya akan
terlihat perbedaan kesempurnaan kebudayaan yang mampu memenuhi segala
keperluan masyarakatnya yang disebut sebagai peradaban (civilization).
Masyarakat yang memiliki peradaban ketika memiliki kebudayaan yang telah
mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi. Unsur-unsur
kebudayaan yang kemudian dianalisis dan diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur
pokok kebudayaan disebut sebagai cultural universals dimana akan dapat
ditemukan pada setiap kebudayaan masyarakat secara global. Tujuh unsur
kebudayaan yang menjadi cultural universals antara lain: peralatan dan
perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi,
sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan dan sistem
kepercayaan ( Soekanto 1982).
Dampak pembangunan : kritik terhadap modernisasi
Pembangunan infrastruktur untuk membuka ruang pertumbuhan ekonomi
hingga ke skala pedesaan tentu saja akan memberikan pengaruh besar terhadap
karakteristik dan pelapisan sosial ekonomi pedesaan serta transformasi pola
penguasaanlahan. Kuatnya pengaruh aktivitas sosial ekonomi dan budaya
perkotaan pada desa persawahan yang berbatasan langsung dengan kota
menjadikan ilmu pengetahuan baru dan penggunaan teknologi serta adopsi
terhadap budaya perkotaan secara tidak langsung mudah untuk diserap masyarakat
desa persawahan khususnya yang berada di wilaya