Pengaruh Campuran Solar dengan Biodiesel dari Residu Minyak Dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang Diproduski secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin Diesel
PENGARUH CAMPURAN SOLAR DENGAN BIODIESEL
DARI RESIDU MINYAK DALAM LIMBAH PADAT
SPENT BLEACHING EARTH YANG DIPRODUKSI
SECARA IN SITU TERHADAP KARAKTERISTIK
DAN KINERJA MESIN DIESEL
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Campuran
Solar dengan Biodiesel dari Residu Minyak dalam Limbah Padat Spent bleaching
earth yang Diproduksi secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin
Diesel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Muslim Bakti Irvansyah
NIM F34090020
ABSTRAK
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH. F34090020. Pengaruh Campuran Solar dengan
Biodiesel dari Residu Minyak dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang
Diproduksi secara In Situ terhadap Karakteristk dan Kinerja Mesin Diesel.
Dibimbing oleh ANI SURYANI dan DESRIAL.
Produksi biodiesel sebagai salah satu bahan bakar alternatif pengganti solar
sangat diperlukan mengingat ketersediaan cadangan minyak bumi terbatas. Sebagai
salah satu bahan bakar alternatif, bahan baku biodiesel haruslah berasal dari bahan
baku yang terbarukan diantaranya minyak nabati. Indonesia memiliki potensi besar
terkait bahan baku biodiesel, seperti residu minyak sawit dalam limbah padat proses
pemucatan dalam pemurnian CPO yaitu spent bleaching earth (SBE). Pemanfaatan
residu minyak dalam SBE menjadi biodiesel sangat potensial terutama karena
limbah tersebut tidak digunakan kembali dan masih mengandung sekitar 20-30%
minyak nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja mesin diesel
menggunakan campuran solar dengan biodiesel dari residu minyak dalam spent
bleaching earth sebagai bahan bakar. Biodiesel hasil produksi, dicampur dengan
bahan bakar solar pada tingkat pencampuran 0% (B0), 10% (B10), 20% (B20), 40%
(B40) dan 100% (B100). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi
campuran bahan bakar berpengaruh nyata terhadap parameter densitas, viskositas,
nilai kalor dan titik nyala, serta penggunaannya pada mesin diesel dapat bekerja
secara normal pada semua tingkat pencampuran tanpa adanya masalah yang berarti.
Bahan bakar dengan komposisi campuran B10 merupakan komposisi campuran
terbaik yang paling mendekati dan tidak merubah secara nyata nilai sifat fisikokimia dibandingkan terhadap solar (B0), dengan nilai densitas 0.820 g/ml,
viskositas 3 cst, nilai kalor 10803.7 kal/g dan titik nyala 103 oC. Nilai maksimum
daya motor (brake horse power) mesin yang dihasilkan menggunakan biodiesel
(B100) sebesar 20.18 Kw lebih rendah 10.60% dibandingkan penggunaan solar
(B0) sebesar 22.58 Kw.
Kata kunci: Biodiesel, Kinerja mesin diesel, SBE
ABSTRACT
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH. F34090020. Mixture Effect of Diesel Fuel with
Biodiesel from Residual Oil Contained In Solid Waste of Spent bleaching earth
Produced By In Situ Process to The Characteristic and Diesel Engine Performance.
Supervised by ANI SURYANI and DESRIAL.
Production of biodiesel as an alternative fuel to petroleum diesel is necessary
because of the limitation availability of petroleum reserves. As one alternative fuel,
biodiesel feedstock must be derived from renewable raw materials including
vegetable oils. Indonesia has great potential biodiesel feedstock, such as residual
oil contain in SBE as solid waste produced by refinery of crude palm oil industry.
Utilization of residual oil in SBE as raw material of biodiesel becomes very
potential especially since the waste is only treated as disposal material and still
contains about 20-30% vegetable oil. This research is aimed to determine the
performance of diesel engine used mixture of diesel fuel with biodiesel fuel from
residual oil contained in SBE. Biodiesel produced was blended with petroleum
diesel fuel at the level of 0% (B0), 10% (B10), 20% (B20), 40% (B40) and 100%
(B100). The results of this study, showed that composition of the fuel mixture
significantly affect to the parameters of density, viscosity, heat value and flash point
and its use in the diesel engine can work normally with all blending ratio of
biodiesel fuel with diesel fuel without significant problems. The composition of the
fuel mixture B10 is the best mixture of the closest and does not significantly change
the value of physico-chemical properties compared to petroleum diesel (B0), the
value of density 0.820 g/ml, viscosity 3 cst, heat value 10803.7 cal/g and flash point
103 oC. The maximum power (brake horse power) value of engine running on
biodiesel fuel (B100) 20.18 Kw is 10.60% lower than that for diesel fuel (B0) 22.58
Kw.
Keywords: Biodiesel, Engine performance, SBE
PENGARUH CAMPURAN SOLAR DENGAN BIODIESEL
DARI RESIDU MINYAK DALAM LIMBAH PADAT
SPENT BLEACHING EARTH YANG DIPRODUKSI
SECARA IN SITU TERHADAP KARAKTERISTIK
DAN KINERJA MESIN DIESEL
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Campuran Solar dengan Biodiesel dari Residu Minyak
Dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang Diproduski
secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin Diesel
Nama
: Muslim Bakti Irvansyah
NIM
: F34090020
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Pembimbing I
Dr Ir Desrial, MEng
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penyusunan skripsi berjudul “Pengaruh Campuran Solar dengan Biodiesel
dari Residu Minyak Dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang Diproduksi
secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin Diesel” berhasil
diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan mendalam
kepada:
1. Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan Dr Ir Desrial, MEng selaku pembimbing,
atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Prof Dr-Ing Ir Suprihatin selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
saran dan masukan dalam tugas akhir ini.
3. PT Asianagri Agungjaya atas kerjasamanya dalam penelitian serta atas bahan
limbah SBE yang telah diberikan.
4. Ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
5. Kang Udin dan seluruh laboran departemen Teknologi Industri Pertanian atas
bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian.
6. Zakki Mubarok dan Sudrajat Mukti Mardiko atas bantuan selama pelaksanaan
penelitian
7. Keluarga besar TIN 46 atas motivasi dan kehangatan kekeluargaan yang tak
terlupakan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Muslim Bakti Irvansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Bahan
3
Alat
3
Metode Penelitian
3
Prosedur Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biodiesel
Uji Kinerja Biodiesel
SIMPULAN DAN SARAN
8
8
13
21
Simpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Karakteristik biodiesel yang dihasilkan
Karakteristik campuran biodiesel
Persentase penurunan torsi motor berbagai campuran bahan bakar
Persentase penurunan daya motor (brake horse power) berbagai
campuran bahan bakar
Persentase kenaikan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) berbagai
campuran bahan bakar
Persentase kenaikan efisiensi panas (TEBP) berbagai campuran bahan
bakar
8
8
15
17
19
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skema pengujian kinerja mesin diesel
Grafik hubungan antara densitas dan % campuran biodiesel
Grafik hubungan antara viskositas dan % campuran biodiesel
Grafik hubungan antara titik nyala dan % campuran biodiesel
Grafik hubungan antara nilai kalor dan % campuran biodiesel
Grafik karakteristik torsi motor pada berbagai campuran bahan
bakar
Grafik karakteristik daya motor pada berbagai campuran bahan
bakar
Grafik karakteristik konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) pada berbagai
campuran bahan bakar
Grafik karakteristik efisiensi panas pada berbagai campuran bahan
bakar
7
9
11
12
13
14
16
18
20
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Diagram alir proses produksi biodiesel secara in situ
Diagram alir proses pencampuran biodiesel dan solar
Prosedur Analisa Karakteristik Biodiesel
Diagram alir pengujian kinerja motor diesel
Dokumentasi proses pengujian biodiesel
Mutu biodiesel berdasarkan SNI
Tabel analisis varian (α = 5%) densitas bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan densitas
Tabel analisis varian (α = 5%) viskositas bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan viskositas
Tabel analisis varian (α = 5%) titik nyala bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan titik nyala
Tabel analisis varian (α = 5%) nilai kalor bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan nilai kalor
Data hasil analisa uij kinerja bahan bakar pada mesin diesel
24
25
26
29
30
32
33
33
33
33
34
34
34
34
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber energi utama, namun demikian cadangan
minyak bumi yang dimiliki Indonesia jumlahnya terbatas. Permintaan BBM dalam
negeri jumlahnya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasinya perlu dilakukan diversifikasi
energi atau mencari energi alternatif terbarukan dan ramah lingkuangan. Potensi
energi terbarukan antara lain tenaga matahari, panas bumi, angin, air, tanaman
penghasil minyak dan sebagainya. Pemanfaatan energi yang bersumber dari tenaga
matahari, angin, dan air masih mengalami kesulitan dalam hal penampungan
khususnya untuk benda bergerak. Untuk itu penggunaan bahan bakar dari bahan
nabati seperti bioetanol dan biodiesel merupakan pengganti yang ideal untuk bensin
dan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar .
Pemerintah telah memulai usaha besar bidang bahan bakar nabati dengan
dikeluarkannya serangkaian kebijakan, hal itu ditunjukkan dengan Peraturan
Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Intruksi Presiden No
1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Pemerintah juga mengeluarkan blue print Pengelolaan Energi Nasional yang salah
satunya berisi road map biodiesel. Dalam road map ini pemerintah mentargetkan
bahwa Indonesia mampu mensubstitusi minyak solar dengan biodiesel sebanyak
10% di tahun 2010, 15% di tahun 2015 dan 20% di tahun 2025 dari kebutuhan
energi nasional.
Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia saat ini adalah CPO,
akan tetapi pengembangan biodiesel ini agak terhambat karena CPO digunakan
juga untuk bahan baku pangan. Pada industri pemurnian CPO di Indonesia
umumnya menggunakan Ca-bentonit sebagai bleaching agent yaitu bahan aktif
yang digunakan untuk menghilangkan atau menyerap pigmen warna yang terdapat
didalam CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Menurut GAPKI
(2014) pada tahun 2013 konsumsi CPO dalam negeri sebesar 4.8 juta ton. Dalam
proses pemucatan CPO diperlukan kadar bleaching earth sebanyak 6 – 12 kg/ton
minyak sawit atau sekitar 0.6 – 1.2% (Pahan 2008). Sehingga pada tahun 2013 dapat
diasumsikan dalam proses pemurnian CPO diperlukan bleaching earth (bentonit)
sebesar 57600 ton . Namun disisi lain bentonit (bleaching earth) hanya digunakan
sekali dan tidak dapat diperbaharui sehingga akan menimbulkan limbah yang
banyak dan berpotensi sebagai bahan pencemar lingkungan. Pada dasarnya spent
bleaching earth (bentonit bekas) masih mengandung 20 – 30% minyak nabati
(Young 1987). Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel.
Dengan mulai diperkenalkannya biodiesel sebagai bahan bakar alternatif,
maka penelitian tentang biodiesel mulai banyak dilakukan. Menurut Kristanto
(2002) dan Jeong, et al. (2006) pemakaian biodiesel setelah diuji emisi gas buang
menunjukkan adanya partikel hidrokarbon dan karbon monoksida yang lebih
rendah. Penggunaan biodiesel sebagai pengganti solar mempunyai beberapa
keuntungan, diantaranya adalah lebih bersih dalam emisi gas buang, pelumasan
2
yang lebih baik, dan tidak diperlukannya modifikasi mesin (Sugiarto dan Setiawan
2005).
Biodiesel digunakan dalam bentuk campuran antara biodiesel murni dengan
solar. Pengkodean pencampuran biodiesel dalam solar ditulis dengan huruf B
diikuti dengan persentase biodiesel yang dicampurkan. Sebagai contoh B20 adalah
campuran bahan bakar yang mengandung 20% volume biodiesel dan 80% volume
solar. Menurut Ehsan et al (2007) dan Tat dan Gerpen (1999) setiap campuran
biodiesel-solar akan mempunyai karakteristik masing – masing pada saat digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel. Untuk itu perlu adanya penelitian kinerja mesin
diesel dengan variabel campuran biodiesel dari residu minyak dalam spent
bleaching earth.
Perumusan Masalah
Produksi dan pengembangan energi alternatif biodiesel di Indonesia terus
dilakukan, salah satunya biodiesel dari residu minyak dalam spent bleaching earth.
Dalam penelitian sebelumnya telah diketahui karakteristik fisika dan kimia dari
biodiesel tersebut telah memenuhi standar nasional Indonesia, namun perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui bahwa biodiesel mampu bekerja
pada mesin diesel dengan baik, serta karakteristik campuran biodiesel dan solar
yang mana dapat memberikan nilai kinerja mendekati bahan bakar standar (solar)
dalam penggunaannya pada mesin diesel.
Tujuan Penelitian
Merujuk kepada hal yang telah dibahas pada bagian rumusan masalah
sebelumnya, tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan
biodiesel dari residu minyak sawit dalam spent bleaching earth terhadap indikator
kinerja mesin diesel. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap karakteristik bahan
bakar
2. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap torsi pada mesin diesel
3. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap daya pada mesin diesel
4. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap konsumsi bahan bakar
spesifik (Sfc) pada mesin diesel
5. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap efisiensi panas mesin
diesel
6. Menentukan pencampuran biodiesel yang sesuai agar mesin diesel dapat
menghasilkan kinerja yang baik
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai acuan alternatif dalam penanganan limbah padat spent bleaching earth
2. Menambah pengetahuan tentang bahan bakar nabati dari residu minyak dalam
spent bleaching earth
3. Membantu pemerintah dalam pengembangan bahan bakar alternatif
4. Sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan kinerja mesin diesel yang
menggunakan biodiesel dari residu minyak dalam spent bleaching earth
3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengaruh pencampuran bahan bakar biodiesel
terhadap kinerja mesin diesel direct injection. Penelitian ini tidak membahas reaksi
secara kimia akibat pembakaran bahan bakar biodiesel, efek yang ditimbulkan
bahan bakar biodiesel terhadap mesin diesel, dan pengaruh bahan bakar terhadap
gas buang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai bulan Maret
2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Leuwikopo, Laboratorium Teknologi
Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Energi Terbarukan
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Motor Tenaga
Penggerak Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,
Instiut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat pabrik
minyak kelapa sawit yaitu spent bleaching earth yang bersumber dari PT.
Asianagro Agungjaya. Selain itu, digunakan beberapa bahan lainnya antara lain
metanol, NaOH, H2SO4, aquades, etanol, gas oksigen, tisu, kawat (nikel) pembakar
dll.
Alat
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi alat yang
digunakan dalam proses produksi biodiesel dan alat untuk pengujian biodiesel. Alat
yang digunakan dalam proses produksi biodiesel adalah reaktor berkapasitas 100
liter yang dilengkapi dengan motor pengaduk, kondensor, pemanas, pompa vakum,
labu pemisah, tangki filtrasi dan timbangan. Sedangkan alat yang digunakan untuk
pengujian biodiesel antara lain viskometer Ostwald, piknometer, termometer, bom
kalorimeter serta peralatan gelas lainnya, engine test bed (Nissan SD 16), stopwatch
dll.
Metode Penelitian
1. Persiapan Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak solar dan
biodiesel. Minyak solar dengan spesifikasi yang telah ditetapkan diperoleh dari
SPBU Total. Sedangkan biodiesel diproduksi sendiri dengan cara esterifikasi dan
tranesterifikasi in situ residu minyak sawit dalam spent bleaching earth. Adapun
pembuatan biodiesel diuraikan pada paragraf berikut ini.
Proses produksi biodiesel pada penelitian ini dilakukan dengan dua tahap
yaitu esterifikasi in situ dan dilanjutkan dengan tranesterifikasi in situ. Esterifikasi
in situ dilakukan dengan mereaksikan 10 kg SBE dengan metanol dan katalis H2SO4.
4
Proses ini berlangsung dalam reaktor dengan kecepatan pengadukan sebesar 650
rpm pada suhu 65 oC. Proses esterifikasi in situ dilangsungkan selama 3 jam.
Setelah waktu reaksi esterifikasi in situ tercapai, maka reaksi transesterifikasi in situ
segera dilangsungkan selama 1 jam dengan kondisi suhu dan kecepatan sama
seperti kondisi proses esterifikasi in situ sebelummnya. Pada proses ini
ditambahkan katalis basa NaOH yang dilarutkan dalam metanol (NaOH metanolik).
Setelah proses selesai, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas
dari filtrat. Filtrat yang diperoleh dari penyaringan merupakan campuran biodiesel,
gliserol, dan metanol yang telah terbebas dari kotoran-kotoran SBE atau padatan
lainnya. Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk menguapkan metanol sehingga
diperoleh campuran biodiesel dan gliserol. Campuran ini kemudian didiamkan
(settling) selama minimal 12 jam sehingga terjadi pemisahan antara biodiesel dan
gliserol setelah itu dipisahkan dengan tangki pemisah. Selanjutnya pada biodiesel
dilakukan pencucian dengan air yang bersuhu ± 60 oC sampai air cucian netral.
Biodiesel yang diperoleh dari proses pencucian dilakukan pemanasan (± 60 oC) lagi
untuk menguapkan kembali sisa air ataupun metanol yang masih tersisa dan
memecah emulsi yang mungkin terjadi selama proses pencucian. Diagram alir
proses produksi biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Pencampuran Bahan Bakar
Proses pencampuran akan menghasilkan komposisi bahan bakar yang telah
ditentukan yaitu campuran solar dan biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0,
(90% : 10%)B10, (80% : 20%)B20, (60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100. Penentuan
konsentrasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan karakteristik penggunaan
biodiesel yang sesuai untuk mesin diesel. Proses pencampuran dilakukan dengan
metode splash batch yaitu mencampur biodiesel dengan minyak solar di dalam
tangki, karena biodiesel memiliki massa jenis yang lebih tinggi maka biodiesel
dicampur di atas minyak solar, kemudian dilakukan pengadukan untuk
menghasilkan suspensi dan homogenitas biodiesel. Diagram alir proses
pencampuran solar dengan biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 2.
3. Analisis Sifat Fisiko-Kimia Bahan Bakar
Proses pengujian nilai kalor pembakaran yang terkandung dalam biodiesel
dan solar dilakukan dengan bom kalorimeter. Kalor pembakaran diukur dengan cara
menghitung perubahan panas sensible pada air yang berada didalam reaktor bom
kalorimeter. Pengujian dilakukan pada variasi pencampuran solar dan biodiesel
dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% : 20%)B20, (60% :
40%)B40, (0% : 100%)B100.
Proses pengujian massa jenis bahan bakar diukur pada variasi pencampuran
solar dan biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% :
20%)B20, (60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100. Alat yang digunakan untuk
pengukuran tersebut adalah piknometer, besaran yang terukur pada piknometer
adalah bobot dalam 10 ml sampel pada suhu 40 oC. Penentuan nilai massa jenis
dilakukan dengan cara membandingkan massa jenis sampel dengan massa jenis air
yang diukur menggunakan piknometer yang sama, pada suhu 40 oC.
Viskositas kinematik bahan bakar diukur menggunakan viskometer Ostwald
pada suhu 40 oC, besaran yang terukur pada viskometer adalah kecepatan aliran
bahan bakar melalui alat tersebut. Penentuan nilai viskositas kinematik dilakukan
5
dengan cara membandingkan kecepatan aliran bahan bakar dengan kecepatan aliran
cairan pembanding pada viskometer yang sama yang telah diketahui nilai viskositas
kinematiknya. Viskositas bahan bakar diuji dengan variasi pencampuran solar dan
biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% : 20%)B20,
(60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100.
Proses pengujian titik nyala bahan bakar diukur pada variasi pencampuran
solar dan biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% :
20%)B20, (60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100. Sampel bahan bakar dimasukkan
ke dalam cawan dan dipanaskan dengan kecepatan pemanasan tetap. Selanjutnya
setelah mencapai suhu tertentu 17 – 18 oC dibawah titik nyala yang diperkirakan ,
nyala uji diarahkan pada permukaan sampel untuk setiap kenaikan suhu 5 oC. Suhu
paling rendah dimana uap minyak dalam campurannya dengan udara menyala,
dicatat sebagai titik nyala. Prosedur analisis sifat fisiko-kimia bahan bakar dapat
dilihat pada Lampiran 3.
4. Pengujian Kinerja Mesin Diesel
Tahap pengujian kinerja mesin diesel berbahan bakar biodiesel dilakukan
dengan cara menentukan indikator kinerja mesin yaitu torsi, daya, konsumsi bahan
bakar spesifik (brake specific fuel consumption-Sfc) dan efisiensi panas. Indikator
kerja tersebut dibandingkan dengan indikator kinerja mesin diesel berbahan bakar
solar.
Peralatan yang digunakan untuk pengujian adalah motor bakar diesel Nissan
SD 16 dengan spesifikasi:
Klasifikasi motor
: Motor 4 langkah
Volume langkah piston : 1.600 cc
Daya maksimum
: 34 HP
RPM
: 3.300 RPM
Jumlah silinder
: 3 silinder
Mesin yang digunakan dalam penelitian ini tidak dimodifikasi (masih standar).
Mempertimbangkan kondisi motor, maka putaran maksimum yang digunakan
adalah 2.500 RPM, sebagai RPM awal. Pengukuran tenaga dimulai pada RPM
tersebut, dengan menggunakan prony brake yang terdapat pada engine test bed.
Pengereman dilakukan secara bertahap dengan 5 tahapan. Untuk mendapatkan
indikator kinerja mesin maka langkah-langkah penelitian ditetapkan sebagai
berikut:
Persiapan Pengujian
Persiapan pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
mesin yang digunakan sebagai alat uji, berfungsi dengan baik. Persiapan tersebut
meliputi pemeriksaan komponen mesin diesel seperti sistem penyalaan mesin diesel,
sistem prony brake, sistem pengukur konsumsi bahan bakar, minyak pelumas,
saringan minyak pelumas, tangki air pendingin mesin, penggantian saringan bahan
bakar, penggantian tangki bahan bakar, dan penggantian selang penyalur bahan
bakar.
Langkah-Langkah Pengujian dan Pengambilan Data
Pengujian dimulai dengan menghidupkan mesin diesel pada putaran 1100 –
1300 rpm (menyesuaikan) kemudian ditahan selama ± 15 menit untuk mendapatkan
6
suhu kerja normal mesin. Setelah mesin beroperasi normal, pengambilan data
dimulai. Pengambilan data dilakukan dengan cara melihat alat ukur dan mencatat
pada lembar pencatatan yang telah disiapkan. Variabel bebas pada pengujian ini
adalah variasi pencampuran solar dengan biodiesel dan pengereman. Variasi
pencampuran sebagai berikut: (100% : 0%) B0, (90% : 10%) B10, (80% : 20%)
B20, (60% : 40%) B40, (0% : 100%) B100. Pengereman diawali dengan pengaturan
awal putaran sebesar 2500 rpm, kemudian pengereman dilakukan berurutan dengan
batasan 2300, 2100, 1900, 1700 dan 1500 rpm
Variabel terikat pada uji kinerja ini adalah konsumsi bahan bakar dan massa
terangkat. Konsumsi bahan bakar dihitung berdasarkan selisih pembacaan level
bahan bakar pada gelas ukur yang terpasang, per satuan waktu. Massa terangkat
dapat diketahui pada tiap tahap pengereman melalui timbangan yang terdapat pada
sistem prony brake. Diagram alir uji performa mesin dapat dilihat pada Lampiran
4 dan dokumentasi proses penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pengukuran Kinerja Mesin Diesel
Penelitian ini menggunakan water brake dynamometer. Dinamometer ini
menggunakan air sebagai media ukur dan penyerap panas akibat gesekan. Bagian
luar dinamometer ini terhubung pada timbangan. Dinamometer dihubungkan
dengan poros motor diesel untuk mengetahui nilai torsi dari motor tersebut.
Kemudian kecepatan putar poros diukur dengan menggunakan tachometer. Daya
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Goering dan Hansen 2004 dalam
Fatiha 2009) :
BP = (2π x T x N) / 60000 …………………………. (1)
BP = Brake horse power (kW)
T = Torsi yang dihasilkan oleh poros engkol (Nm)
N = Kecepatan putar (RPM)
Pada saat bersamaan dilakukan pengukuran terhadap konsumsi bahan bakar
spesifik yang didefinisikan sebagai jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh
mesin untuk menghasilkan tenaga selama satu jam, dengan rumus (Goering dan
Hansen 2004 dalam Fatiha 2009) :
Sfc = mf / BP ……………………………………….. (2)
Sfc = Specific fuel consumption (kg/kW.h)
mf = Jumlah konsumsi bahan bakar (kg/jam)
Dari data perhitungan daya dan konsumsi bahan bakar dapat diperoleh nilai
efisiensi panasnya yang didefinisikan sebagai efisiensi pemanfaatan panas dari
bahan bakar untuk diubah menjadi kerja mekanis. Nilai efisiensi panas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (Mathur 1980 dalam Murni 2010) :
TE BP = (BP x 632.5) / mf x CV ……………………. (3)
TE BP
= Efisiensi panas (%)
7
BP
CV
= Brake horse power (HP)
= Nilai kalor bahan bakar (kcal/kg)
Gambar 1. Skema pengujian kinerja mesin diesel
Prosedur Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap satu faktor. Faktor yang digunakan yaitu komposisi pencampuran
bahan bakar dengan lima taraf 0%, 10%, 20%, 40% dan 100% dengan ulangan
sebanyak dua kali. Selanjutnya akan diteliti apakah komposisi campuran bahan
bakar akan mempengaruhi densitas, viskositas, titik nyala dan nilai kalor. Model
rancangan percobaannya adalah :
Yij = μ + Ai + €ij
Keterangan:
Yij
μ
Ai
€ij
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan ke-i (i=1,2,3,4,5)
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j (1,2)
Setelah dikenakan perlakuan terhadap satuan penelitian, nilai setiap
parameter penelitian akan ditabulasi dan diuji secara statistik untuk mengetahui
apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh atau tidak terhadap parameter uji.
Data hasil uji kinerja mesin menggunakan biodiesel dari residu minyak sawit dalam
spent bleaching earth, kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh dari
8
hasil pengujian menggunakan bahan bakar solar. Untuk menganalisa hasil
pengukuran torsi, daya, konsumsi bahan bakar dan efisiensi panas terlebih dahulu
dihitung rata-ratanya kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biodiesel
Sebagai suatu bahan bakar alternatif yang akan diaplikasikan pada sebuah
mesin, maka bahan bakar harus memenuhi beberapa kriteria yang disebut dengan
karakteristik bahan bakar yang dibandingkan dengan bahan bakar standar. Standar
mutu biodiesel telah ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
7182-2012, dapat dilihat pada Lampiran 6. Beberapa karakteristik bahan bakar
motor diesel yang paling utama diantaranya adalah massa jenis, viskositas, nilai
kalor, kandungan sulfur, daya pelumasan, titik tuang, titik nyala, angka setana,
kandungan arang dan kadar abu. Diantara sifat-sifat bahan bakar diesel yang
terpenting yang terkait sifat pembakaran ialah kualitas penyalaan, viskositas, titik
tuang dan titik nyala (Hardjono, 2001). Hasil pengujian karakteristik bahan bakar
biodiesel dan campurannya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Karakteristik biodiesel yang dihasilkan
g/ml
Standar Biodiesel
SNI
0.850 – 0.890
cSt
2.3 - 6.0
5.7
kal/g
o
C
min 100
9767.0
176
Karakteristik Mutu Satuan
Densitas (40 oC)
Viskositas
kinematik (40 oC)
Nilai kalor
Titik nyala
Biodiesel (B100)
0.865
Tabel 2. Karakteristik campuran biodiesel
Karakteristik Mutu Satuan
Densitas (40 oC)
Viskositas
kinematik (40 oC)
Nilai kalor
Titik nyala
Solar (B0)
B10
B20
B40
g/ml
0.816
0.820
0.832
0.839
cSt
2.6
3.0
3.4
4.0
kal/g
o
C
11147.0
101
10803.7
103
10716.2
109
10581.5
117
Densitas
Densitas menunjukkan perbandingan berat contoh dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Densitas biodiesel berkaitan dengan proses
penginjeksian bahan bakar melalui pompa ke ruang bakar sehingga diperoleh
9
jumlah bahan bakar yang tepat pada proses pembakaran. Bahan bakar diinjeksikan
berdasarkan ukuran volume. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, waktu injeksi
dan pola penyemprotan dipengaruhi oleh densitas bahan bakar. Meningkatnya
densitas akan meningkatkan diameter droplet bahan bakar. Bahan bakar dengan
densitas dan viskositas rendah akan meningkatkan atomisasi sehingga dicapai
campuran bahan bakar dan udara yang baik. Sama seperti viskositas, volume
pembakaran merupakan fungsi densitas.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa densitas biodiesel (B100) hasil analisis
didapat nilai 0.865 g/ml. Densitas biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu antara 0.850-0.890 g/ml. Hasil analisis
varian menunjukkan bahwa faktor perlakuan komposisi campuran solar dengan
biodiesel berpengaruh nyata terhadap nilai densitas bahan bakar. Hasil analisis
varian terhadap nilai densitas bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil uji
lanjut duncan menunjukkan bahwa campuran B10 merupakan campuran yang
memberikan nilai densitas yang tidak berbeda nyata dengan campuran B0 (solar).
Hasil uji lanjut duncan terhadap nilai densitas bahan bakar dapat dilihat pada
Lampiran 8. Perubahan nilai densitas terhadap berbagai campuran bahan bakar
dapat dilihat pada Gambar 2.
0.880
Densitas (g/ml)
0.870
0.860
0.850
0.840
0.830
0.820
0.810
0.800
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 2. Grafik hubungan antara densitas dan % campuran biodiesel
Hubungan antara densitas terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
densitas tertentu. Persamaan linier nilai densitas terhadap rasio biodiesel yaitu
= .
+ .
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai densitas, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9809. Hasil uji nilai
densitas menunjukkan bahwa semakin bertambah komposisi campuran biodiesel,
semakin tinggi nilai densitas yang dihasilkan. Densitas biodiesel dipengaruhi oleh
jumlah tri, di dan monogliserida dalam biodiesel. Semakin sedikit jumlah senyawa
tersebut dalam biodiesel maka akan semakin kecil nilai densitas, artinya semakin
banyak trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester maka akan semakin turun
nilai densitas biodiesel (Ehiman et al 2010). Tingginya nilai densitas biodiesel
(B100) dibandingkan solar (B0), disebabkan karena senyawa penyusun biodiesel
mempunyai jumlah karbon yang lebih besar dibandingkan dengan solar.
Berdasarkan uji yang dilakukan, asam lemak penyusun biodiesel dari residu minyak
dalam spent bleaching earth yaitu asam palmitat (29.45%), asam oleat (20.68%),
10
asam linoleat (5.185%), asam stearat (3.185%), asam miristat (0.59%) dan lain-lain
(Kusumaningtyas 2011). Sehingga mempunyai jumlah rantai karbon tertinggi 18.
Sedangkan bahan bakar solar, menurut Kadarohman (2009), semua komponen solar
merupakan senyawa alkana atau rantai karbon jenuh dengan panjang rantai C
berkisar antara 14 sampai 19 dan atom C 17 merupakan kandungan dengan
kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 9.28%.
Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan pada pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu. Minyak nabati tidak cocok diaplikasikan
langsung sebagai bahan bakar mesin diesel karena viskositasnya yang tinggi. Jika
viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi.
Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin
diesel. Viskositas dan tegangan permukaan merupakan faktor yang penting dalam
mekanisme atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari nozzle menuju ruang
pembakaran (Soerawidjaja et al 2005). Viskositas yang tinggi sangat
menguntungkan karena akan meningkatkan daya lumas bahan bakar terhadap mesin
diesel. Namun bahan bakar dengan viskositas terlalu tinggi tidak diharapkan karena
akan menghambat proses pembakaran (Tyson 2004). Pada beberapa mesin
dibutuhkan viskositas yang rendah karena berkaitan dengan kehilangan kekuatan
pada pompa injeksi dan kebocoran injektor. Oleh sebab itu adanya penentuan
viskositas maksimum yang telah ditetapkan sesuai SNI.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa viskositas biodiesel (B100) memiliki nilai
5.7 cst, nilai ini masih dalam rentang yang ditetapkan berdasarkan SNI yaitu 2.36.0 cst. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa faktor perlakuan komposisi
campuran solar dengan biodiesel berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas bahan
bakar. Hasil analisis varian terhadap nilai viskositas bahan bakar dapat dilihat pada
Lampiran 9. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa komposisi campuran B10
merupakan komposisi yang memberikan nilai viskositas yang paling mendekati
dengan komposisi campuran B0 (solar). Hasil uji lanjut duncan terhadap nilai
viskositas bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 10. Perubahan nilai viskositas
terhadap berbagai campuran bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 3.
7.0
Viskositas (cSt)
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 3. Grafik hubungan antara viskositas dan % campuran biodiesel
11
Hubungan antara viskositas terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
viskositas tertentu. Persamaan linier nilai viskositas terhadap rasio biodiesel yaitu
= .
+ .
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai viskositas, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9968. Hasil uji
nilai viskositas menunjukkan bahwa semakin bertambah komposisi campuran
biodiesel, semakin tinggi nilai viskositas yang dihasilkan. Hal ini serupa dengan
densitas, tingginya nilai viskositas biodiesel (B100), juga disebabkan karena
komposisi dan derajat kejenuhan asam lemak serta tingkat kemurnian biodiesel.
Viskositas meningkat dengan meningkatnya panjang rantai karbon dan derajat
kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel (Knothe dan Steidley 2005).
Titik Nyala
Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam
pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika bereaksi dengan
udara (Kinast dan Tyson 2003). Dengan kata lain titik nyala mengindikasikan tinggi
rendahnya volatilitas dan kemampuan dimana bahan bakar dapat terbakar.
Penggunaan solar dan biodiesel dirancang untuk mesin dengan kompresi tinggi.
Udara dimampatkan sampai bersuhu diatas titik nyala dari bahan bakar. Kemudian
bahan bakar tersebut diinjeksikan sebagai semprotan bertekanan tinggi. Pada mesin
diesel tidak ada sumber nyala api, oleh karena itu mesin diesel membutuhkan titik
nyala yang tinggi, tetapi untuk titik nyala yang terlampau tinggi berakibat pada
kelambatan penyalaan pada ruang bakar mesin sehingga dapat menurunkan
kemampuan kerja mesin menjadi tidak optimal. Sementara apabila titik nyala
terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya ledakan-ledakan kecil yang terjadi
sebelum bahan bakar dapat masuk ruang bakar.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai titik nyala biodiesel (B100) memiliki
nilai 176 oC, nilai ini telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
ditetapkan sebesar minimal 100 oC. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa
faktor perlakuan komposisi campuran solar dengan biodiesel berpengaruh nyata
terhadap nilai titik nyala bahan bakar. Hasil analisis varian terhadap nilai titik nyala
bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan
bahwa campuran B10 dan B20 merupakan campuran yang memberikan nilai titik
nyala yang tidak berbeda nyata dengan campuran B0 (solar). Hasil uji lanjut duncan
terhadap nilai titik nyala bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 12. Perubahan
nilai titik nyala terhadap berbagai campuran bahan bakar dapat dilihat pada Gambar
4.
12
200
Titik nyala (oC)
180
160
140
120
100
80
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 4. Grafik hubungan antara titik nyala dan % campuran biodiesel
Hubungan antara titik nyala terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
titik nyala tertentu. Persamaan linier nilai titik nyala terhadap rasio biodiesel yaitu
= .
+ .
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai titik nyala, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9658. Perbedaan
dan tingginya titik nyala biodiesel (B100) ini dikarenakan adanya perbedaan
pembentuk senyawa minyak nabati. Menurut Handoyo et al (2007) bahwa
tingginya viskositas dan titik nyala dikarenakan berat molekul komponen penyusun
biodiesel adalah besar. Selain itu pada biodiesel rantai karbon penyusunnya
mengandung oksigen sehingga akan mempengaruhi titik nyala menjadi lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian Kusumaningtyas (2011) biodiesel ini memiliki kandungan
jumlah asam lemak palmitat dan oleat terbanyak sehingga memiliki bobot molekul
berturut-turut sebesar 256 dan 354 g/mol. Sedangkan menurut Kadarohman (2009)
senyawa alkana dengan jumlah terbanyak pada solar adalah C17H36. Senyawa
tersebut memiliki bobot molekul lebih rendah dari biodiesel yaitu 240 g/ mol dan
tidak mengandung oksigen pada rantai karbonnya.
Nilai Kalor
Nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan jumlah energi panas yang dapat
dilepaskan pada setiap satu satuan berat bahan bakar apabila terbakar habis dengan
sempurna (dalam satuan kal/g). Sehingga semakin tinggi nilai kalor bahan bakar
maka energi yang dilepaskan per satuan berat bahan bakar semakin tinggi.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kalor biodiesel (B100) memiliki nilai
terendah yaitu 9767.0 kal/g. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa faktor
perlakuan komposisi campuran solar dengan biodiesel berpengaruh nyata terhadap
nilai kalor bahan bakar. Hasil analisis varian terhadap nilai kalor bahan bakar dapat
dilihat pada Lampiran 13. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa campuran
B10, B20 dan B40 merupakan campuran yang memberikan nilai kalor tidak
berbeda nyata sehingga campuran tersebut menunjukkan nilai kalor mendekati
dengan campuran B0 (solar). Hasil uji lanjut duncan terhadap nilai kalor bahan
bakar dapat dilihat pada Lampiran 14. Perubahan nilai kalor terhadap berbagai
campuran bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 5.
13
11400.0
Nilai kalor (kal/g)
11200.0
11000.0
10800.0
10600.0
10400.0
10200.0
10000.0
9800.0
9600.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 5. Grafik hubungan antara nilai kalor dan % campuran biodiesel
Hubungan antara nilai kalor terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
kalor tertentu. Persamaan linier nilai kalor terhadap rasio biodiesel yaitu
=− .
+
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai kalor, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9708. Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kalor biodiesel lebih rendah dibandingkan
solar. Nilai kalor biodiesel dari minyak sawit sebesar 9657.84 kal/g (Lee 2004),
sedangkan dari minyak jarak pagar sebesar 8932.9 kal/g (Pramunik, 2003).
Perbedaan dan rendahnya nilai kalor ini dikarenakan adanya perbedaan molekul
pembentuk senyawa minyak nabati seperti asam palmitat, asam stearat dan asam
oleat. Semakin banyak kandungan asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap
pada rantai karbonnya (C=C) pada biodiesel, maka akan mengurangi nilai kalor dari
biodiesel (Hanif 2012). Terkait hal tersebut senyawa pembentuk solar yang
merupakan alkana maka rantai karbonnya tidak memiliki ikatan rangkap.
Sedangkan biodiesel dalam penelitian ini menurut Kusumaningtyas (2011),
mengandung asam oleat sebesar 20.68% yang memiliki satu (1) ikatan rangkap
sehingga biodiesel (B100) memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan
solar (B0).
Uji Kinerja Biodiesel
Uji kinerja mesin merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan kerja motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar tertentu.
Unjuk kerja dari kendaraan bermotor umumnya berkaitan dengan kemampuan
untuk mempercepat, memperlambat dan menanjak. Gaya dorong atau torsi dan
gaya-gaya perlawanan menentukan unjuk kerja dari kendaraan. Pada pengujian kali
ini indikator kinerja motor bakar yang digunakan meliputi torsi, daya dan konsumsi
bahan bakar spesifik serta tingkat efisiensi panas. Data hasil pengujian indikator
kinerja motor diesel pada penelitan ini dapat dilihat pada Lampiran 15.
14
Pengaruh Campuran Bahan Bakar terhadap Torsi
Torsi merupakan gaya putar yang dihasilkan oleh poros engkol atau
kemampuan motor untuk melakukan kerja. Alat untuk mengukur torsi dan daya
motor bakar salah satunya Prony Brake (Rem Prony) yang juga digunakan pada
penelitian ini. Prony brake merupakan suatu alat uji torsi dan daya dimana prinsip
kerjanya adalah melawan torsi yang dihasilkan, dengan suatu gaya pengereman
(Daywin et al. 1991). Menurut Arismunandar dan Tsuda (1985), semakin tinggi
rpm maka torsi semakin naik hingga mencapai titik torsi maksimum. Sehingga pada
saat menggunakan alat uji prony brake suatu bahan bakar biodiesel dapat dikatakan
mampu memberikan efek yang baik terhadap kinerja mesin diesel apabila pada saat
diberikan beban yeng besar, maka nilai torsi tidak turun secara signifikan.
Pengukuran torsi pada penelitian ini dilakukan pada lima taraf pengereman. Analisa
torsi yang dilakukan dengan berbagai tingkat putaran motor pada komposisi
campuran B0, B10, B20, B40 dan B100 dapat dilihat pada Gambar 6.
110.0
100.0
Torsi (Nm)
90.0
B0
B10
80.0
B20
B40
70.0
B100
60.0
50.0
1500
1700
1900
2100
2300
2500
Putaran Mesin (rpm)
Gambar 6. Grafik karakteristik torsi motor pada berbagai campuran bahan bakar
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa semua jenis campuran biodiesel
mengalami kenaikan torsi dengan bertambahnya beban yang diberikan. Bahan
bakar B0 berada pada posisi teratas dibandingkan dengan campuran biodiesel yang
lain, mulai dari putaran awal 2500 rpm hingga 1500 rpm. Bahkan semua campuran
bahan bakar mempunyai kecenderungan yang sama apabila dilihat dari bentuk garis
gradien pada grafik. Hal ini diakibatkan karena prinsip kerja prony brake adalah
pengereman pada poros output mesin sehingga torsi yang bekerja pada rem prony
merupakan hasil kali besar gaya yang dipakai untuk menekan, dengan panjang
lengan dari poros mesin sampai ke tempat gaya bekerja. Sehingga semakin besar
gaya yang digunakan untuk menekan atau mengerem maka torsi yang terhitung
akan semakin besar.
15
Semakin tinggi putaran mesin yang dihasilkan maka gaya yang digunakan
untuk mengerem semakin besar itu artinya mesin membutuhkan konsumsi bahan
bakar yang semakin besar. Dengan penambahan bahan bakar maka pembakaran
yang terjadi lebih besar, sehingga energi kalor dari bahan bakar yang diubah
menjadi energi mekanik juga lebih besar, yang merupakan gaya dorong pada piston.
Jika gaya dorong pada piston semakin besar maka nilai torsi yang dihasilkan juga
semakin besar. Namun terlihat juga bahwa torsi motor mengalami penurunan
dengan bertambahnya tingkat campuran biodiesel dari 10% ke 100%, yang artinya
bahan bakar tersebut memberikan nilai torsi yang lebih rendah dibandingkan solar
pada semua taraf pengereman. Torsi maksimum pada penggunaan bahan bakar
solar (B0) adalah 100.6 Nm, sedangkan untuk biodiesel murni (B100) adalah 94.1
Nm. Hasil ini menunjukkan bahwa torsi maksimum pada penggunaan biodiesel
murni (B100) lebih rendah 6.46% dibanding menggunakan bahan bakar solar (B0).
Persen rata-rata penurunan torsi campuran biodiesel dibandingkan dengan solar
pada semua taraf pengereman disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase penurunan torsi motor berbagai campuran bahan bakar
Campuran
Biodiesel
B10
B20
B40
B100
Penurunan Torsi
(%)
0.99
2.51
3.73
8.11
Terjadinya penurunan nilai torsi pada penggunaan campuran biodiesel
terutama biodiesel (B100) dimana rata-rata penurunannya sebesar 8.11%
dibandingkan dengan penggunaan solar dikarenakan semakin besar % penambahan
biodiesel yang dihasilkan, pada solar mengakibatkan menurunnya nilai kalor
sehingga energi kalor dari bahan bakar yang diubah menjadi energi mekanik
semakin kecil yang merupakan gaya dorong pada piston. Jika gaya dorong pada
piston semakin kecil maka nilai torsi yang dihasilkan juga akan semakin kecil.
Namun hal ini masih bisa ditoleransi karena gradient kurva yang terjadi pada saat
penggunaan campuran biodiesel sama dengan penggunaan solar murni. Penelitian
sebelumnya mengenai uji kinerja biodiesel, menunjukkan nilai yang serupa yaitu
terjadinya penurunan nilai torsi maksimum menggunakan biodiesel minyak kelapa
dibandingkan solar sebesar 6.57% (Desrial 2011).
Pengaruh Campuran Bahan Bakar terhadap Daya Motor (Brake Horse
Power)
Daya merupakan jumlah kerja yang dapat dilakukan per satuan waktu. Untuk
mengukur daya terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai torsi yang diukur
menggunakan alat prony brake. Oleh karena sifat prony brake yang bertindak
seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan
poros output ini sering disebut sebagai daya rem atau brake horse power. Brake
horse power adalah tenaga yang tersedia pada poros engkol (crankshaft) dalam
bentuk tenaga putar untuk menggerakan mesin melalui sistem penyaluran atau
dihubungkan secara langsung. Semakin besar nilai brake horse power yang terukur
16
maka semakin besar pula kemampuan mesin tersebut untuk melakukan kerja. Daya
yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat
dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan
udara. Semakin cepat poros engkol berputar maka akan semakin besar daya yang
dihasilkan. Pengukuran daya pada penelitian ini dilakukan pada lima taraf
pengereman. Analisa daya yang dilakukan dengan berbagai tingkat putaran motor
pada komposisi campuran B0, B10, B20, B40 dan B100 dapat dilihat pada Gambar
7.
25.0
23.0
Daya (kW)
21.0
19.0
B0
B10
17.0
B20
15.0
B40
13.0
B100
11.0
1500
1700
1900
2100
2300
2500
Putaran Mesin (rpm)
Gambar 7. Grafik karakteristik daya motor pada berbagai campuran bahan bakar
Gambar 7 diatas memperlihatkan bahwa daya yang dihasilkan semakin
menurun seiring dengan penurunan nilai rpm atau peningkatan jumlah beban yang
diberikan. Hal ini terjadi pada semua komposisi campuran bahan bakar, nilai daya
sangat dipengaruhi oleh nilai torsi dan putaran mesin, semakin tinggi nilai torsi atau
rpm maka nilai daya akan semakin besar. Penurunan daya pada gambar diatas
disebabkan oleh semakin banyaknya daya yang hilang dalam bentuk panas
sehingga kemampuan mesin untuk mengatasi beban semakin berkurang. Selain itu
pengurangan kecepatan mesin memperlambat langkah kompresi bahan bakar,
sehingga suhu udara yang ditekan menurun, maka semakin banyak bahan bakar
yang terlambat terbakar mengakibatkan daya yang dihasilkan berkurang. Pada
Gambar 7 diatas memperlihatkan juga bahwa daya motor menurun dengan
bertambahnya tingkat campuran biodiesel dari 10% ke 100%, yang artinya bahan
bakar tersebut memberikan nilai daya yang lebih rendah dibandingkan solar pada
semua taraf pengereman.
Daya maksimum pada penggunaan bahan bakar solar (B0) adalah 22.58 Kw
pada 2300 rpm, sedangkan untuk biodiesel (B100) adalah 20.18 Kw pada 2300 rpm.
Hasil ini menunjukkan bahwa daya maksimum pada penggunaan biodiesel (B100)
pada rpm yang sama, lebih rendah 10.60% dibanding menggunakan bahan bakar
solar (B0). Hal ini sesuai dengan yang didapatkan Desrial (2011), daya yang
dihasilkan dari biodiesel minyak kelapa berkurang sekitar 10.67% dibandingkan
17
penggunaan solar. Persen rata-rata penurunan daya campuran biodiesel
dibandingkan dengan solar pada semua taraf pengereman disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase penurunan daya motor (brake horse power) berbagai
campuran bahan bakar
Campuran
Biodiesel
B10
B20
B40
B100
Penurunan Daya
(%)
1.36
3.25
4.56
9.15
Secara umum pada seluruh tingkat pengereman penggunaan biodiesel (B100)
dibandingkan dengan solar (B0) menurunkan daya sebesar 9.15%. Terjadinya
penurunana daya yang dihasilkan pada penggunaan biodiesel (B100) dan
campurannya jika dibandingkan dengan solar (B0) disebabkan oleh besarnya energi
yang dikandung oleh bahan bakar, dari hasil pengujian didapatkan bahwa nilai kalor
solar lebih besar dibandingkan dengan semua komposisi campuran biodiesel yaitu
11147 kal/g sehingga solar mampu menghasilkan daya yang lebih besar. Menurut
Prastyanto dan Sudarmanta (2012) penambahan % biodiesel pada solar memiliki
kecenderungan menurunkan daya dikarenakan nilai kalor hasil pencampuran
biodiesel pada solar yang cenderung turun seiring dengan penambahan biodiesel.
Nilai viskositas juga berpengaruh terhadap daya yang dihasilkan. Hasil
pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa viskositas biodiesel lebih besar
dari semua campuran biodiesel
DARI RESIDU MINYAK DALAM LIMBAH PADAT
SPENT BLEACHING EARTH YANG DIPRODUKSI
SECARA IN SITU TERHADAP KARAKTERISTIK
DAN KINERJA MESIN DIESEL
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Campuran
Solar dengan Biodiesel dari Residu Minyak dalam Limbah Padat Spent bleaching
earth yang Diproduksi secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin
Diesel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Muslim Bakti Irvansyah
NIM F34090020
ABSTRAK
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH. F34090020. Pengaruh Campuran Solar dengan
Biodiesel dari Residu Minyak dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang
Diproduksi secara In Situ terhadap Karakteristk dan Kinerja Mesin Diesel.
Dibimbing oleh ANI SURYANI dan DESRIAL.
Produksi biodiesel sebagai salah satu bahan bakar alternatif pengganti solar
sangat diperlukan mengingat ketersediaan cadangan minyak bumi terbatas. Sebagai
salah satu bahan bakar alternatif, bahan baku biodiesel haruslah berasal dari bahan
baku yang terbarukan diantaranya minyak nabati. Indonesia memiliki potensi besar
terkait bahan baku biodiesel, seperti residu minyak sawit dalam limbah padat proses
pemucatan dalam pemurnian CPO yaitu spent bleaching earth (SBE). Pemanfaatan
residu minyak dalam SBE menjadi biodiesel sangat potensial terutama karena
limbah tersebut tidak digunakan kembali dan masih mengandung sekitar 20-30%
minyak nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja mesin diesel
menggunakan campuran solar dengan biodiesel dari residu minyak dalam spent
bleaching earth sebagai bahan bakar. Biodiesel hasil produksi, dicampur dengan
bahan bakar solar pada tingkat pencampuran 0% (B0), 10% (B10), 20% (B20), 40%
(B40) dan 100% (B100). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi
campuran bahan bakar berpengaruh nyata terhadap parameter densitas, viskositas,
nilai kalor dan titik nyala, serta penggunaannya pada mesin diesel dapat bekerja
secara normal pada semua tingkat pencampuran tanpa adanya masalah yang berarti.
Bahan bakar dengan komposisi campuran B10 merupakan komposisi campuran
terbaik yang paling mendekati dan tidak merubah secara nyata nilai sifat fisikokimia dibandingkan terhadap solar (B0), dengan nilai densitas 0.820 g/ml,
viskositas 3 cst, nilai kalor 10803.7 kal/g dan titik nyala 103 oC. Nilai maksimum
daya motor (brake horse power) mesin yang dihasilkan menggunakan biodiesel
(B100) sebesar 20.18 Kw lebih rendah 10.60% dibandingkan penggunaan solar
(B0) sebesar 22.58 Kw.
Kata kunci: Biodiesel, Kinerja mesin diesel, SBE
ABSTRACT
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH. F34090020. Mixture Effect of Diesel Fuel with
Biodiesel from Residual Oil Contained In Solid Waste of Spent bleaching earth
Produced By In Situ Process to The Characteristic and Diesel Engine Performance.
Supervised by ANI SURYANI and DESRIAL.
Production of biodiesel as an alternative fuel to petroleum diesel is necessary
because of the limitation availability of petroleum reserves. As one alternative fuel,
biodiesel feedstock must be derived from renewable raw materials including
vegetable oils. Indonesia has great potential biodiesel feedstock, such as residual
oil contain in SBE as solid waste produced by refinery of crude palm oil industry.
Utilization of residual oil in SBE as raw material of biodiesel becomes very
potential especially since the waste is only treated as disposal material and still
contains about 20-30% vegetable oil. This research is aimed to determine the
performance of diesel engine used mixture of diesel fuel with biodiesel fuel from
residual oil contained in SBE. Biodiesel produced was blended with petroleum
diesel fuel at the level of 0% (B0), 10% (B10), 20% (B20), 40% (B40) and 100%
(B100). The results of this study, showed that composition of the fuel mixture
significantly affect to the parameters of density, viscosity, heat value and flash point
and its use in the diesel engine can work normally with all blending ratio of
biodiesel fuel with diesel fuel without significant problems. The composition of the
fuel mixture B10 is the best mixture of the closest and does not significantly change
the value of physico-chemical properties compared to petroleum diesel (B0), the
value of density 0.820 g/ml, viscosity 3 cst, heat value 10803.7 cal/g and flash point
103 oC. The maximum power (brake horse power) value of engine running on
biodiesel fuel (B100) 20.18 Kw is 10.60% lower than that for diesel fuel (B0) 22.58
Kw.
Keywords: Biodiesel, Engine performance, SBE
PENGARUH CAMPURAN SOLAR DENGAN BIODIESEL
DARI RESIDU MINYAK DALAM LIMBAH PADAT
SPENT BLEACHING EARTH YANG DIPRODUKSI
SECARA IN SITU TERHADAP KARAKTERISTIK
DAN KINERJA MESIN DIESEL
MUSLIM BAKTI IRVANSYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Campuran Solar dengan Biodiesel dari Residu Minyak
Dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang Diproduski
secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin Diesel
Nama
: Muslim Bakti Irvansyah
NIM
: F34090020
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Pembimbing I
Dr Ir Desrial, MEng
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penyusunan skripsi berjudul “Pengaruh Campuran Solar dengan Biodiesel
dari Residu Minyak Dalam Limbah Padat Spent bleaching earth yang Diproduksi
secara In Situ terhadap Karakteristik dan Kinerja Mesin Diesel” berhasil
diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan mendalam
kepada:
1. Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan Dr Ir Desrial, MEng selaku pembimbing,
atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Prof Dr-Ing Ir Suprihatin selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
saran dan masukan dalam tugas akhir ini.
3. PT Asianagri Agungjaya atas kerjasamanya dalam penelitian serta atas bahan
limbah SBE yang telah diberikan.
4. Ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
5. Kang Udin dan seluruh laboran departemen Teknologi Industri Pertanian atas
bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian.
6. Zakki Mubarok dan Sudrajat Mukti Mardiko atas bantuan selama pelaksanaan
penelitian
7. Keluarga besar TIN 46 atas motivasi dan kehangatan kekeluargaan yang tak
terlupakan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Muslim Bakti Irvansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Bahan
3
Alat
3
Metode Penelitian
3
Prosedur Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biodiesel
Uji Kinerja Biodiesel
SIMPULAN DAN SARAN
8
8
13
21
Simpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Karakteristik biodiesel yang dihasilkan
Karakteristik campuran biodiesel
Persentase penurunan torsi motor berbagai campuran bahan bakar
Persentase penurunan daya motor (brake horse power) berbagai
campuran bahan bakar
Persentase kenaikan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) berbagai
campuran bahan bakar
Persentase kenaikan efisiensi panas (TEBP) berbagai campuran bahan
bakar
8
8
15
17
19
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skema pengujian kinerja mesin diesel
Grafik hubungan antara densitas dan % campuran biodiesel
Grafik hubungan antara viskositas dan % campuran biodiesel
Grafik hubungan antara titik nyala dan % campuran biodiesel
Grafik hubungan antara nilai kalor dan % campuran biodiesel
Grafik karakteristik torsi motor pada berbagai campuran bahan
bakar
Grafik karakteristik daya motor pada berbagai campuran bahan
bakar
Grafik karakteristik konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) pada berbagai
campuran bahan bakar
Grafik karakteristik efisiensi panas pada berbagai campuran bahan
bakar
7
9
11
12
13
14
16
18
20
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Diagram alir proses produksi biodiesel secara in situ
Diagram alir proses pencampuran biodiesel dan solar
Prosedur Analisa Karakteristik Biodiesel
Diagram alir pengujian kinerja motor diesel
Dokumentasi proses pengujian biodiesel
Mutu biodiesel berdasarkan SNI
Tabel analisis varian (α = 5%) densitas bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan densitas
Tabel analisis varian (α = 5%) viskositas bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan viskositas
Tabel analisis varian (α = 5%) titik nyala bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan titik nyala
Tabel analisis varian (α = 5%) nilai kalor bahan bakar
Hasil uji lanjut Duncan nilai kalor
Data hasil analisa uij kinerja bahan bakar pada mesin diesel
24
25
26
29
30
32
33
33
33
33
34
34
34
34
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber energi utama, namun demikian cadangan
minyak bumi yang dimiliki Indonesia jumlahnya terbatas. Permintaan BBM dalam
negeri jumlahnya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasinya perlu dilakukan diversifikasi
energi atau mencari energi alternatif terbarukan dan ramah lingkuangan. Potensi
energi terbarukan antara lain tenaga matahari, panas bumi, angin, air, tanaman
penghasil minyak dan sebagainya. Pemanfaatan energi yang bersumber dari tenaga
matahari, angin, dan air masih mengalami kesulitan dalam hal penampungan
khususnya untuk benda bergerak. Untuk itu penggunaan bahan bakar dari bahan
nabati seperti bioetanol dan biodiesel merupakan pengganti yang ideal untuk bensin
dan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar .
Pemerintah telah memulai usaha besar bidang bahan bakar nabati dengan
dikeluarkannya serangkaian kebijakan, hal itu ditunjukkan dengan Peraturan
Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Intruksi Presiden No
1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Pemerintah juga mengeluarkan blue print Pengelolaan Energi Nasional yang salah
satunya berisi road map biodiesel. Dalam road map ini pemerintah mentargetkan
bahwa Indonesia mampu mensubstitusi minyak solar dengan biodiesel sebanyak
10% di tahun 2010, 15% di tahun 2015 dan 20% di tahun 2025 dari kebutuhan
energi nasional.
Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia saat ini adalah CPO,
akan tetapi pengembangan biodiesel ini agak terhambat karena CPO digunakan
juga untuk bahan baku pangan. Pada industri pemurnian CPO di Indonesia
umumnya menggunakan Ca-bentonit sebagai bleaching agent yaitu bahan aktif
yang digunakan untuk menghilangkan atau menyerap pigmen warna yang terdapat
didalam CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Menurut GAPKI
(2014) pada tahun 2013 konsumsi CPO dalam negeri sebesar 4.8 juta ton. Dalam
proses pemucatan CPO diperlukan kadar bleaching earth sebanyak 6 – 12 kg/ton
minyak sawit atau sekitar 0.6 – 1.2% (Pahan 2008). Sehingga pada tahun 2013 dapat
diasumsikan dalam proses pemurnian CPO diperlukan bleaching earth (bentonit)
sebesar 57600 ton . Namun disisi lain bentonit (bleaching earth) hanya digunakan
sekali dan tidak dapat diperbaharui sehingga akan menimbulkan limbah yang
banyak dan berpotensi sebagai bahan pencemar lingkungan. Pada dasarnya spent
bleaching earth (bentonit bekas) masih mengandung 20 – 30% minyak nabati
(Young 1987). Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel.
Dengan mulai diperkenalkannya biodiesel sebagai bahan bakar alternatif,
maka penelitian tentang biodiesel mulai banyak dilakukan. Menurut Kristanto
(2002) dan Jeong, et al. (2006) pemakaian biodiesel setelah diuji emisi gas buang
menunjukkan adanya partikel hidrokarbon dan karbon monoksida yang lebih
rendah. Penggunaan biodiesel sebagai pengganti solar mempunyai beberapa
keuntungan, diantaranya adalah lebih bersih dalam emisi gas buang, pelumasan
2
yang lebih baik, dan tidak diperlukannya modifikasi mesin (Sugiarto dan Setiawan
2005).
Biodiesel digunakan dalam bentuk campuran antara biodiesel murni dengan
solar. Pengkodean pencampuran biodiesel dalam solar ditulis dengan huruf B
diikuti dengan persentase biodiesel yang dicampurkan. Sebagai contoh B20 adalah
campuran bahan bakar yang mengandung 20% volume biodiesel dan 80% volume
solar. Menurut Ehsan et al (2007) dan Tat dan Gerpen (1999) setiap campuran
biodiesel-solar akan mempunyai karakteristik masing – masing pada saat digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel. Untuk itu perlu adanya penelitian kinerja mesin
diesel dengan variabel campuran biodiesel dari residu minyak dalam spent
bleaching earth.
Perumusan Masalah
Produksi dan pengembangan energi alternatif biodiesel di Indonesia terus
dilakukan, salah satunya biodiesel dari residu minyak dalam spent bleaching earth.
Dalam penelitian sebelumnya telah diketahui karakteristik fisika dan kimia dari
biodiesel tersebut telah memenuhi standar nasional Indonesia, namun perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui bahwa biodiesel mampu bekerja
pada mesin diesel dengan baik, serta karakteristik campuran biodiesel dan solar
yang mana dapat memberikan nilai kinerja mendekati bahan bakar standar (solar)
dalam penggunaannya pada mesin diesel.
Tujuan Penelitian
Merujuk kepada hal yang telah dibahas pada bagian rumusan masalah
sebelumnya, tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan
biodiesel dari residu minyak sawit dalam spent bleaching earth terhadap indikator
kinerja mesin diesel. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap karakteristik bahan
bakar
2. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap torsi pada mesin diesel
3. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap daya pada mesin diesel
4. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap konsumsi bahan bakar
spesifik (Sfc) pada mesin diesel
5. Menentukan pengaruh pencampuran biodiesel terhadap efisiensi panas mesin
diesel
6. Menentukan pencampuran biodiesel yang sesuai agar mesin diesel dapat
menghasilkan kinerja yang baik
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai acuan alternatif dalam penanganan limbah padat spent bleaching earth
2. Menambah pengetahuan tentang bahan bakar nabati dari residu minyak dalam
spent bleaching earth
3. Membantu pemerintah dalam pengembangan bahan bakar alternatif
4. Sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan kinerja mesin diesel yang
menggunakan biodiesel dari residu minyak dalam spent bleaching earth
3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengaruh pencampuran bahan bakar biodiesel
terhadap kinerja mesin diesel direct injection. Penelitian ini tidak membahas reaksi
secara kimia akibat pembakaran bahan bakar biodiesel, efek yang ditimbulkan
bahan bakar biodiesel terhadap mesin diesel, dan pengaruh bahan bakar terhadap
gas buang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai bulan Maret
2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Leuwikopo, Laboratorium Teknologi
Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Energi Terbarukan
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Motor Tenaga
Penggerak Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,
Instiut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat pabrik
minyak kelapa sawit yaitu spent bleaching earth yang bersumber dari PT.
Asianagro Agungjaya. Selain itu, digunakan beberapa bahan lainnya antara lain
metanol, NaOH, H2SO4, aquades, etanol, gas oksigen, tisu, kawat (nikel) pembakar
dll.
Alat
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi alat yang
digunakan dalam proses produksi biodiesel dan alat untuk pengujian biodiesel. Alat
yang digunakan dalam proses produksi biodiesel adalah reaktor berkapasitas 100
liter yang dilengkapi dengan motor pengaduk, kondensor, pemanas, pompa vakum,
labu pemisah, tangki filtrasi dan timbangan. Sedangkan alat yang digunakan untuk
pengujian biodiesel antara lain viskometer Ostwald, piknometer, termometer, bom
kalorimeter serta peralatan gelas lainnya, engine test bed (Nissan SD 16), stopwatch
dll.
Metode Penelitian
1. Persiapan Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak solar dan
biodiesel. Minyak solar dengan spesifikasi yang telah ditetapkan diperoleh dari
SPBU Total. Sedangkan biodiesel diproduksi sendiri dengan cara esterifikasi dan
tranesterifikasi in situ residu minyak sawit dalam spent bleaching earth. Adapun
pembuatan biodiesel diuraikan pada paragraf berikut ini.
Proses produksi biodiesel pada penelitian ini dilakukan dengan dua tahap
yaitu esterifikasi in situ dan dilanjutkan dengan tranesterifikasi in situ. Esterifikasi
in situ dilakukan dengan mereaksikan 10 kg SBE dengan metanol dan katalis H2SO4.
4
Proses ini berlangsung dalam reaktor dengan kecepatan pengadukan sebesar 650
rpm pada suhu 65 oC. Proses esterifikasi in situ dilangsungkan selama 3 jam.
Setelah waktu reaksi esterifikasi in situ tercapai, maka reaksi transesterifikasi in situ
segera dilangsungkan selama 1 jam dengan kondisi suhu dan kecepatan sama
seperti kondisi proses esterifikasi in situ sebelummnya. Pada proses ini
ditambahkan katalis basa NaOH yang dilarutkan dalam metanol (NaOH metanolik).
Setelah proses selesai, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas
dari filtrat. Filtrat yang diperoleh dari penyaringan merupakan campuran biodiesel,
gliserol, dan metanol yang telah terbebas dari kotoran-kotoran SBE atau padatan
lainnya. Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk menguapkan metanol sehingga
diperoleh campuran biodiesel dan gliserol. Campuran ini kemudian didiamkan
(settling) selama minimal 12 jam sehingga terjadi pemisahan antara biodiesel dan
gliserol setelah itu dipisahkan dengan tangki pemisah. Selanjutnya pada biodiesel
dilakukan pencucian dengan air yang bersuhu ± 60 oC sampai air cucian netral.
Biodiesel yang diperoleh dari proses pencucian dilakukan pemanasan (± 60 oC) lagi
untuk menguapkan kembali sisa air ataupun metanol yang masih tersisa dan
memecah emulsi yang mungkin terjadi selama proses pencucian. Diagram alir
proses produksi biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Pencampuran Bahan Bakar
Proses pencampuran akan menghasilkan komposisi bahan bakar yang telah
ditentukan yaitu campuran solar dan biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0,
(90% : 10%)B10, (80% : 20%)B20, (60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100. Penentuan
konsentrasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan karakteristik penggunaan
biodiesel yang sesuai untuk mesin diesel. Proses pencampuran dilakukan dengan
metode splash batch yaitu mencampur biodiesel dengan minyak solar di dalam
tangki, karena biodiesel memiliki massa jenis yang lebih tinggi maka biodiesel
dicampur di atas minyak solar, kemudian dilakukan pengadukan untuk
menghasilkan suspensi dan homogenitas biodiesel. Diagram alir proses
pencampuran solar dengan biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 2.
3. Analisis Sifat Fisiko-Kimia Bahan Bakar
Proses pengujian nilai kalor pembakaran yang terkandung dalam biodiesel
dan solar dilakukan dengan bom kalorimeter. Kalor pembakaran diukur dengan cara
menghitung perubahan panas sensible pada air yang berada didalam reaktor bom
kalorimeter. Pengujian dilakukan pada variasi pencampuran solar dan biodiesel
dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% : 20%)B20, (60% :
40%)B40, (0% : 100%)B100.
Proses pengujian massa jenis bahan bakar diukur pada variasi pencampuran
solar dan biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% :
20%)B20, (60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100. Alat yang digunakan untuk
pengukuran tersebut adalah piknometer, besaran yang terukur pada piknometer
adalah bobot dalam 10 ml sampel pada suhu 40 oC. Penentuan nilai massa jenis
dilakukan dengan cara membandingkan massa jenis sampel dengan massa jenis air
yang diukur menggunakan piknometer yang sama, pada suhu 40 oC.
Viskositas kinematik bahan bakar diukur menggunakan viskometer Ostwald
pada suhu 40 oC, besaran yang terukur pada viskometer adalah kecepatan aliran
bahan bakar melalui alat tersebut. Penentuan nilai viskositas kinematik dilakukan
5
dengan cara membandingkan kecepatan aliran bahan bakar dengan kecepatan aliran
cairan pembanding pada viskometer yang sama yang telah diketahui nilai viskositas
kinematiknya. Viskositas bahan bakar diuji dengan variasi pencampuran solar dan
biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% : 20%)B20,
(60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100.
Proses pengujian titik nyala bahan bakar diukur pada variasi pencampuran
solar dan biodiesel dengan komposisi (100% : 0%)B0, (90% : 10%)B10, (80% :
20%)B20, (60% : 40%)B40, (0% : 100%)B100. Sampel bahan bakar dimasukkan
ke dalam cawan dan dipanaskan dengan kecepatan pemanasan tetap. Selanjutnya
setelah mencapai suhu tertentu 17 – 18 oC dibawah titik nyala yang diperkirakan ,
nyala uji diarahkan pada permukaan sampel untuk setiap kenaikan suhu 5 oC. Suhu
paling rendah dimana uap minyak dalam campurannya dengan udara menyala,
dicatat sebagai titik nyala. Prosedur analisis sifat fisiko-kimia bahan bakar dapat
dilihat pada Lampiran 3.
4. Pengujian Kinerja Mesin Diesel
Tahap pengujian kinerja mesin diesel berbahan bakar biodiesel dilakukan
dengan cara menentukan indikator kinerja mesin yaitu torsi, daya, konsumsi bahan
bakar spesifik (brake specific fuel consumption-Sfc) dan efisiensi panas. Indikator
kerja tersebut dibandingkan dengan indikator kinerja mesin diesel berbahan bakar
solar.
Peralatan yang digunakan untuk pengujian adalah motor bakar diesel Nissan
SD 16 dengan spesifikasi:
Klasifikasi motor
: Motor 4 langkah
Volume langkah piston : 1.600 cc
Daya maksimum
: 34 HP
RPM
: 3.300 RPM
Jumlah silinder
: 3 silinder
Mesin yang digunakan dalam penelitian ini tidak dimodifikasi (masih standar).
Mempertimbangkan kondisi motor, maka putaran maksimum yang digunakan
adalah 2.500 RPM, sebagai RPM awal. Pengukuran tenaga dimulai pada RPM
tersebut, dengan menggunakan prony brake yang terdapat pada engine test bed.
Pengereman dilakukan secara bertahap dengan 5 tahapan. Untuk mendapatkan
indikator kinerja mesin maka langkah-langkah penelitian ditetapkan sebagai
berikut:
Persiapan Pengujian
Persiapan pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
mesin yang digunakan sebagai alat uji, berfungsi dengan baik. Persiapan tersebut
meliputi pemeriksaan komponen mesin diesel seperti sistem penyalaan mesin diesel,
sistem prony brake, sistem pengukur konsumsi bahan bakar, minyak pelumas,
saringan minyak pelumas, tangki air pendingin mesin, penggantian saringan bahan
bakar, penggantian tangki bahan bakar, dan penggantian selang penyalur bahan
bakar.
Langkah-Langkah Pengujian dan Pengambilan Data
Pengujian dimulai dengan menghidupkan mesin diesel pada putaran 1100 –
1300 rpm (menyesuaikan) kemudian ditahan selama ± 15 menit untuk mendapatkan
6
suhu kerja normal mesin. Setelah mesin beroperasi normal, pengambilan data
dimulai. Pengambilan data dilakukan dengan cara melihat alat ukur dan mencatat
pada lembar pencatatan yang telah disiapkan. Variabel bebas pada pengujian ini
adalah variasi pencampuran solar dengan biodiesel dan pengereman. Variasi
pencampuran sebagai berikut: (100% : 0%) B0, (90% : 10%) B10, (80% : 20%)
B20, (60% : 40%) B40, (0% : 100%) B100. Pengereman diawali dengan pengaturan
awal putaran sebesar 2500 rpm, kemudian pengereman dilakukan berurutan dengan
batasan 2300, 2100, 1900, 1700 dan 1500 rpm
Variabel terikat pada uji kinerja ini adalah konsumsi bahan bakar dan massa
terangkat. Konsumsi bahan bakar dihitung berdasarkan selisih pembacaan level
bahan bakar pada gelas ukur yang terpasang, per satuan waktu. Massa terangkat
dapat diketahui pada tiap tahap pengereman melalui timbangan yang terdapat pada
sistem prony brake. Diagram alir uji performa mesin dapat dilihat pada Lampiran
4 dan dokumentasi proses penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pengukuran Kinerja Mesin Diesel
Penelitian ini menggunakan water brake dynamometer. Dinamometer ini
menggunakan air sebagai media ukur dan penyerap panas akibat gesekan. Bagian
luar dinamometer ini terhubung pada timbangan. Dinamometer dihubungkan
dengan poros motor diesel untuk mengetahui nilai torsi dari motor tersebut.
Kemudian kecepatan putar poros diukur dengan menggunakan tachometer. Daya
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Goering dan Hansen 2004 dalam
Fatiha 2009) :
BP = (2π x T x N) / 60000 …………………………. (1)
BP = Brake horse power (kW)
T = Torsi yang dihasilkan oleh poros engkol (Nm)
N = Kecepatan putar (RPM)
Pada saat bersamaan dilakukan pengukuran terhadap konsumsi bahan bakar
spesifik yang didefinisikan sebagai jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh
mesin untuk menghasilkan tenaga selama satu jam, dengan rumus (Goering dan
Hansen 2004 dalam Fatiha 2009) :
Sfc = mf / BP ……………………………………….. (2)
Sfc = Specific fuel consumption (kg/kW.h)
mf = Jumlah konsumsi bahan bakar (kg/jam)
Dari data perhitungan daya dan konsumsi bahan bakar dapat diperoleh nilai
efisiensi panasnya yang didefinisikan sebagai efisiensi pemanfaatan panas dari
bahan bakar untuk diubah menjadi kerja mekanis. Nilai efisiensi panas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (Mathur 1980 dalam Murni 2010) :
TE BP = (BP x 632.5) / mf x CV ……………………. (3)
TE BP
= Efisiensi panas (%)
7
BP
CV
= Brake horse power (HP)
= Nilai kalor bahan bakar (kcal/kg)
Gambar 1. Skema pengujian kinerja mesin diesel
Prosedur Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap satu faktor. Faktor yang digunakan yaitu komposisi pencampuran
bahan bakar dengan lima taraf 0%, 10%, 20%, 40% dan 100% dengan ulangan
sebanyak dua kali. Selanjutnya akan diteliti apakah komposisi campuran bahan
bakar akan mempengaruhi densitas, viskositas, titik nyala dan nilai kalor. Model
rancangan percobaannya adalah :
Yij = μ + Ai + €ij
Keterangan:
Yij
μ
Ai
€ij
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan ke-i (i=1,2,3,4,5)
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j (1,2)
Setelah dikenakan perlakuan terhadap satuan penelitian, nilai setiap
parameter penelitian akan ditabulasi dan diuji secara statistik untuk mengetahui
apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh atau tidak terhadap parameter uji.
Data hasil uji kinerja mesin menggunakan biodiesel dari residu minyak sawit dalam
spent bleaching earth, kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh dari
8
hasil pengujian menggunakan bahan bakar solar. Untuk menganalisa hasil
pengukuran torsi, daya, konsumsi bahan bakar dan efisiensi panas terlebih dahulu
dihitung rata-ratanya kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biodiesel
Sebagai suatu bahan bakar alternatif yang akan diaplikasikan pada sebuah
mesin, maka bahan bakar harus memenuhi beberapa kriteria yang disebut dengan
karakteristik bahan bakar yang dibandingkan dengan bahan bakar standar. Standar
mutu biodiesel telah ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
7182-2012, dapat dilihat pada Lampiran 6. Beberapa karakteristik bahan bakar
motor diesel yang paling utama diantaranya adalah massa jenis, viskositas, nilai
kalor, kandungan sulfur, daya pelumasan, titik tuang, titik nyala, angka setana,
kandungan arang dan kadar abu. Diantara sifat-sifat bahan bakar diesel yang
terpenting yang terkait sifat pembakaran ialah kualitas penyalaan, viskositas, titik
tuang dan titik nyala (Hardjono, 2001). Hasil pengujian karakteristik bahan bakar
biodiesel dan campurannya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Karakteristik biodiesel yang dihasilkan
g/ml
Standar Biodiesel
SNI
0.850 – 0.890
cSt
2.3 - 6.0
5.7
kal/g
o
C
min 100
9767.0
176
Karakteristik Mutu Satuan
Densitas (40 oC)
Viskositas
kinematik (40 oC)
Nilai kalor
Titik nyala
Biodiesel (B100)
0.865
Tabel 2. Karakteristik campuran biodiesel
Karakteristik Mutu Satuan
Densitas (40 oC)
Viskositas
kinematik (40 oC)
Nilai kalor
Titik nyala
Solar (B0)
B10
B20
B40
g/ml
0.816
0.820
0.832
0.839
cSt
2.6
3.0
3.4
4.0
kal/g
o
C
11147.0
101
10803.7
103
10716.2
109
10581.5
117
Densitas
Densitas menunjukkan perbandingan berat contoh dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Densitas biodiesel berkaitan dengan proses
penginjeksian bahan bakar melalui pompa ke ruang bakar sehingga diperoleh
9
jumlah bahan bakar yang tepat pada proses pembakaran. Bahan bakar diinjeksikan
berdasarkan ukuran volume. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, waktu injeksi
dan pola penyemprotan dipengaruhi oleh densitas bahan bakar. Meningkatnya
densitas akan meningkatkan diameter droplet bahan bakar. Bahan bakar dengan
densitas dan viskositas rendah akan meningkatkan atomisasi sehingga dicapai
campuran bahan bakar dan udara yang baik. Sama seperti viskositas, volume
pembakaran merupakan fungsi densitas.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa densitas biodiesel (B100) hasil analisis
didapat nilai 0.865 g/ml. Densitas biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu antara 0.850-0.890 g/ml. Hasil analisis
varian menunjukkan bahwa faktor perlakuan komposisi campuran solar dengan
biodiesel berpengaruh nyata terhadap nilai densitas bahan bakar. Hasil analisis
varian terhadap nilai densitas bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil uji
lanjut duncan menunjukkan bahwa campuran B10 merupakan campuran yang
memberikan nilai densitas yang tidak berbeda nyata dengan campuran B0 (solar).
Hasil uji lanjut duncan terhadap nilai densitas bahan bakar dapat dilihat pada
Lampiran 8. Perubahan nilai densitas terhadap berbagai campuran bahan bakar
dapat dilihat pada Gambar 2.
0.880
Densitas (g/ml)
0.870
0.860
0.850
0.840
0.830
0.820
0.810
0.800
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 2. Grafik hubungan antara densitas dan % campuran biodiesel
Hubungan antara densitas terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
densitas tertentu. Persamaan linier nilai densitas terhadap rasio biodiesel yaitu
= .
+ .
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai densitas, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9809. Hasil uji nilai
densitas menunjukkan bahwa semakin bertambah komposisi campuran biodiesel,
semakin tinggi nilai densitas yang dihasilkan. Densitas biodiesel dipengaruhi oleh
jumlah tri, di dan monogliserida dalam biodiesel. Semakin sedikit jumlah senyawa
tersebut dalam biodiesel maka akan semakin kecil nilai densitas, artinya semakin
banyak trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester maka akan semakin turun
nilai densitas biodiesel (Ehiman et al 2010). Tingginya nilai densitas biodiesel
(B100) dibandingkan solar (B0), disebabkan karena senyawa penyusun biodiesel
mempunyai jumlah karbon yang lebih besar dibandingkan dengan solar.
Berdasarkan uji yang dilakukan, asam lemak penyusun biodiesel dari residu minyak
dalam spent bleaching earth yaitu asam palmitat (29.45%), asam oleat (20.68%),
10
asam linoleat (5.185%), asam stearat (3.185%), asam miristat (0.59%) dan lain-lain
(Kusumaningtyas 2011). Sehingga mempunyai jumlah rantai karbon tertinggi 18.
Sedangkan bahan bakar solar, menurut Kadarohman (2009), semua komponen solar
merupakan senyawa alkana atau rantai karbon jenuh dengan panjang rantai C
berkisar antara 14 sampai 19 dan atom C 17 merupakan kandungan dengan
kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 9.28%.
Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan pada pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu. Minyak nabati tidak cocok diaplikasikan
langsung sebagai bahan bakar mesin diesel karena viskositasnya yang tinggi. Jika
viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi.
Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin
diesel. Viskositas dan tegangan permukaan merupakan faktor yang penting dalam
mekanisme atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari nozzle menuju ruang
pembakaran (Soerawidjaja et al 2005). Viskositas yang tinggi sangat
menguntungkan karena akan meningkatkan daya lumas bahan bakar terhadap mesin
diesel. Namun bahan bakar dengan viskositas terlalu tinggi tidak diharapkan karena
akan menghambat proses pembakaran (Tyson 2004). Pada beberapa mesin
dibutuhkan viskositas yang rendah karena berkaitan dengan kehilangan kekuatan
pada pompa injeksi dan kebocoran injektor. Oleh sebab itu adanya penentuan
viskositas maksimum yang telah ditetapkan sesuai SNI.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa viskositas biodiesel (B100) memiliki nilai
5.7 cst, nilai ini masih dalam rentang yang ditetapkan berdasarkan SNI yaitu 2.36.0 cst. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa faktor perlakuan komposisi
campuran solar dengan biodiesel berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas bahan
bakar. Hasil analisis varian terhadap nilai viskositas bahan bakar dapat dilihat pada
Lampiran 9. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa komposisi campuran B10
merupakan komposisi yang memberikan nilai viskositas yang paling mendekati
dengan komposisi campuran B0 (solar). Hasil uji lanjut duncan terhadap nilai
viskositas bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 10. Perubahan nilai viskositas
terhadap berbagai campuran bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 3.
7.0
Viskositas (cSt)
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 3. Grafik hubungan antara viskositas dan % campuran biodiesel
11
Hubungan antara viskositas terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
viskositas tertentu. Persamaan linier nilai viskositas terhadap rasio biodiesel yaitu
= .
+ .
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai viskositas, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9968. Hasil uji
nilai viskositas menunjukkan bahwa semakin bertambah komposisi campuran
biodiesel, semakin tinggi nilai viskositas yang dihasilkan. Hal ini serupa dengan
densitas, tingginya nilai viskositas biodiesel (B100), juga disebabkan karena
komposisi dan derajat kejenuhan asam lemak serta tingkat kemurnian biodiesel.
Viskositas meningkat dengan meningkatnya panjang rantai karbon dan derajat
kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel (Knothe dan Steidley 2005).
Titik Nyala
Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam
pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika bereaksi dengan
udara (Kinast dan Tyson 2003). Dengan kata lain titik nyala mengindikasikan tinggi
rendahnya volatilitas dan kemampuan dimana bahan bakar dapat terbakar.
Penggunaan solar dan biodiesel dirancang untuk mesin dengan kompresi tinggi.
Udara dimampatkan sampai bersuhu diatas titik nyala dari bahan bakar. Kemudian
bahan bakar tersebut diinjeksikan sebagai semprotan bertekanan tinggi. Pada mesin
diesel tidak ada sumber nyala api, oleh karena itu mesin diesel membutuhkan titik
nyala yang tinggi, tetapi untuk titik nyala yang terlampau tinggi berakibat pada
kelambatan penyalaan pada ruang bakar mesin sehingga dapat menurunkan
kemampuan kerja mesin menjadi tidak optimal. Sementara apabila titik nyala
terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya ledakan-ledakan kecil yang terjadi
sebelum bahan bakar dapat masuk ruang bakar.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai titik nyala biodiesel (B100) memiliki
nilai 176 oC, nilai ini telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
ditetapkan sebesar minimal 100 oC. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa
faktor perlakuan komposisi campuran solar dengan biodiesel berpengaruh nyata
terhadap nilai titik nyala bahan bakar. Hasil analisis varian terhadap nilai titik nyala
bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan
bahwa campuran B10 dan B20 merupakan campuran yang memberikan nilai titik
nyala yang tidak berbeda nyata dengan campuran B0 (solar). Hasil uji lanjut duncan
terhadap nilai titik nyala bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 12. Perubahan
nilai titik nyala terhadap berbagai campuran bahan bakar dapat dilihat pada Gambar
4.
12
200
Titik nyala (oC)
180
160
140
120
100
80
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 4. Grafik hubungan antara titik nyala dan % campuran biodiesel
Hubungan antara titik nyala terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
titik nyala tertentu. Persamaan linier nilai titik nyala terhadap rasio biodiesel yaitu
= .
+ .
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai titik nyala, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9658. Perbedaan
dan tingginya titik nyala biodiesel (B100) ini dikarenakan adanya perbedaan
pembentuk senyawa minyak nabati. Menurut Handoyo et al (2007) bahwa
tingginya viskositas dan titik nyala dikarenakan berat molekul komponen penyusun
biodiesel adalah besar. Selain itu pada biodiesel rantai karbon penyusunnya
mengandung oksigen sehingga akan mempengaruhi titik nyala menjadi lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian Kusumaningtyas (2011) biodiesel ini memiliki kandungan
jumlah asam lemak palmitat dan oleat terbanyak sehingga memiliki bobot molekul
berturut-turut sebesar 256 dan 354 g/mol. Sedangkan menurut Kadarohman (2009)
senyawa alkana dengan jumlah terbanyak pada solar adalah C17H36. Senyawa
tersebut memiliki bobot molekul lebih rendah dari biodiesel yaitu 240 g/ mol dan
tidak mengandung oksigen pada rantai karbonnya.
Nilai Kalor
Nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan jumlah energi panas yang dapat
dilepaskan pada setiap satu satuan berat bahan bakar apabila terbakar habis dengan
sempurna (dalam satuan kal/g). Sehingga semakin tinggi nilai kalor bahan bakar
maka energi yang dilepaskan per satuan berat bahan bakar semakin tinggi.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kalor biodiesel (B100) memiliki nilai
terendah yaitu 9767.0 kal/g. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa faktor
perlakuan komposisi campuran solar dengan biodiesel berpengaruh nyata terhadap
nilai kalor bahan bakar. Hasil analisis varian terhadap nilai kalor bahan bakar dapat
dilihat pada Lampiran 13. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa campuran
B10, B20 dan B40 merupakan campuran yang memberikan nilai kalor tidak
berbeda nyata sehingga campuran tersebut menunjukkan nilai kalor mendekati
dengan campuran B0 (solar). Hasil uji lanjut duncan terhadap nilai kalor bahan
bakar dapat dilihat pada Lampiran 14. Perubahan nilai kalor terhadap berbagai
campuran bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 5.
13
11400.0
Nilai kalor (kal/g)
11200.0
11000.0
10800.0
10600.0
10400.0
10200.0
10000.0
9800.0
9600.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% Campuran biodiesel
Gambar 5. Grafik hubungan antara nilai kalor dan % campuran biodiesel
Hubungan antara nilai kalor terhadap rasio biodiesel menunjukkan berapa
banyak jumlah biodiesel yang dicampurkan terhadap solar untuk mencapai nilai
kalor tertentu. Persamaan linier nilai kalor terhadap rasio biodiesel yaitu
=− .
+
dengan x merupakan nilai campuran biodiesel dan y
merupakan nilai kalor, serta nilai korelasinya (R2) sebesar 0.9708. Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kalor biodiesel lebih rendah dibandingkan
solar. Nilai kalor biodiesel dari minyak sawit sebesar 9657.84 kal/g (Lee 2004),
sedangkan dari minyak jarak pagar sebesar 8932.9 kal/g (Pramunik, 2003).
Perbedaan dan rendahnya nilai kalor ini dikarenakan adanya perbedaan molekul
pembentuk senyawa minyak nabati seperti asam palmitat, asam stearat dan asam
oleat. Semakin banyak kandungan asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap
pada rantai karbonnya (C=C) pada biodiesel, maka akan mengurangi nilai kalor dari
biodiesel (Hanif 2012). Terkait hal tersebut senyawa pembentuk solar yang
merupakan alkana maka rantai karbonnya tidak memiliki ikatan rangkap.
Sedangkan biodiesel dalam penelitian ini menurut Kusumaningtyas (2011),
mengandung asam oleat sebesar 20.68% yang memiliki satu (1) ikatan rangkap
sehingga biodiesel (B100) memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan
solar (B0).
Uji Kinerja Biodiesel
Uji kinerja mesin merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan kerja motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar tertentu.
Unjuk kerja dari kendaraan bermotor umumnya berkaitan dengan kemampuan
untuk mempercepat, memperlambat dan menanjak. Gaya dorong atau torsi dan
gaya-gaya perlawanan menentukan unjuk kerja dari kendaraan. Pada pengujian kali
ini indikator kinerja motor bakar yang digunakan meliputi torsi, daya dan konsumsi
bahan bakar spesifik serta tingkat efisiensi panas. Data hasil pengujian indikator
kinerja motor diesel pada penelitan ini dapat dilihat pada Lampiran 15.
14
Pengaruh Campuran Bahan Bakar terhadap Torsi
Torsi merupakan gaya putar yang dihasilkan oleh poros engkol atau
kemampuan motor untuk melakukan kerja. Alat untuk mengukur torsi dan daya
motor bakar salah satunya Prony Brake (Rem Prony) yang juga digunakan pada
penelitian ini. Prony brake merupakan suatu alat uji torsi dan daya dimana prinsip
kerjanya adalah melawan torsi yang dihasilkan, dengan suatu gaya pengereman
(Daywin et al. 1991). Menurut Arismunandar dan Tsuda (1985), semakin tinggi
rpm maka torsi semakin naik hingga mencapai titik torsi maksimum. Sehingga pada
saat menggunakan alat uji prony brake suatu bahan bakar biodiesel dapat dikatakan
mampu memberikan efek yang baik terhadap kinerja mesin diesel apabila pada saat
diberikan beban yeng besar, maka nilai torsi tidak turun secara signifikan.
Pengukuran torsi pada penelitian ini dilakukan pada lima taraf pengereman. Analisa
torsi yang dilakukan dengan berbagai tingkat putaran motor pada komposisi
campuran B0, B10, B20, B40 dan B100 dapat dilihat pada Gambar 6.
110.0
100.0
Torsi (Nm)
90.0
B0
B10
80.0
B20
B40
70.0
B100
60.0
50.0
1500
1700
1900
2100
2300
2500
Putaran Mesin (rpm)
Gambar 6. Grafik karakteristik torsi motor pada berbagai campuran bahan bakar
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa semua jenis campuran biodiesel
mengalami kenaikan torsi dengan bertambahnya beban yang diberikan. Bahan
bakar B0 berada pada posisi teratas dibandingkan dengan campuran biodiesel yang
lain, mulai dari putaran awal 2500 rpm hingga 1500 rpm. Bahkan semua campuran
bahan bakar mempunyai kecenderungan yang sama apabila dilihat dari bentuk garis
gradien pada grafik. Hal ini diakibatkan karena prinsip kerja prony brake adalah
pengereman pada poros output mesin sehingga torsi yang bekerja pada rem prony
merupakan hasil kali besar gaya yang dipakai untuk menekan, dengan panjang
lengan dari poros mesin sampai ke tempat gaya bekerja. Sehingga semakin besar
gaya yang digunakan untuk menekan atau mengerem maka torsi yang terhitung
akan semakin besar.
15
Semakin tinggi putaran mesin yang dihasilkan maka gaya yang digunakan
untuk mengerem semakin besar itu artinya mesin membutuhkan konsumsi bahan
bakar yang semakin besar. Dengan penambahan bahan bakar maka pembakaran
yang terjadi lebih besar, sehingga energi kalor dari bahan bakar yang diubah
menjadi energi mekanik juga lebih besar, yang merupakan gaya dorong pada piston.
Jika gaya dorong pada piston semakin besar maka nilai torsi yang dihasilkan juga
semakin besar. Namun terlihat juga bahwa torsi motor mengalami penurunan
dengan bertambahnya tingkat campuran biodiesel dari 10% ke 100%, yang artinya
bahan bakar tersebut memberikan nilai torsi yang lebih rendah dibandingkan solar
pada semua taraf pengereman. Torsi maksimum pada penggunaan bahan bakar
solar (B0) adalah 100.6 Nm, sedangkan untuk biodiesel murni (B100) adalah 94.1
Nm. Hasil ini menunjukkan bahwa torsi maksimum pada penggunaan biodiesel
murni (B100) lebih rendah 6.46% dibanding menggunakan bahan bakar solar (B0).
Persen rata-rata penurunan torsi campuran biodiesel dibandingkan dengan solar
pada semua taraf pengereman disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase penurunan torsi motor berbagai campuran bahan bakar
Campuran
Biodiesel
B10
B20
B40
B100
Penurunan Torsi
(%)
0.99
2.51
3.73
8.11
Terjadinya penurunan nilai torsi pada penggunaan campuran biodiesel
terutama biodiesel (B100) dimana rata-rata penurunannya sebesar 8.11%
dibandingkan dengan penggunaan solar dikarenakan semakin besar % penambahan
biodiesel yang dihasilkan, pada solar mengakibatkan menurunnya nilai kalor
sehingga energi kalor dari bahan bakar yang diubah menjadi energi mekanik
semakin kecil yang merupakan gaya dorong pada piston. Jika gaya dorong pada
piston semakin kecil maka nilai torsi yang dihasilkan juga akan semakin kecil.
Namun hal ini masih bisa ditoleransi karena gradient kurva yang terjadi pada saat
penggunaan campuran biodiesel sama dengan penggunaan solar murni. Penelitian
sebelumnya mengenai uji kinerja biodiesel, menunjukkan nilai yang serupa yaitu
terjadinya penurunan nilai torsi maksimum menggunakan biodiesel minyak kelapa
dibandingkan solar sebesar 6.57% (Desrial 2011).
Pengaruh Campuran Bahan Bakar terhadap Daya Motor (Brake Horse
Power)
Daya merupakan jumlah kerja yang dapat dilakukan per satuan waktu. Untuk
mengukur daya terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai torsi yang diukur
menggunakan alat prony brake. Oleh karena sifat prony brake yang bertindak
seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan
poros output ini sering disebut sebagai daya rem atau brake horse power. Brake
horse power adalah tenaga yang tersedia pada poros engkol (crankshaft) dalam
bentuk tenaga putar untuk menggerakan mesin melalui sistem penyaluran atau
dihubungkan secara langsung. Semakin besar nilai brake horse power yang terukur
16
maka semakin besar pula kemampuan mesin tersebut untuk melakukan kerja. Daya
yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat
dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan
udara. Semakin cepat poros engkol berputar maka akan semakin besar daya yang
dihasilkan. Pengukuran daya pada penelitian ini dilakukan pada lima taraf
pengereman. Analisa daya yang dilakukan dengan berbagai tingkat putaran motor
pada komposisi campuran B0, B10, B20, B40 dan B100 dapat dilihat pada Gambar
7.
25.0
23.0
Daya (kW)
21.0
19.0
B0
B10
17.0
B20
15.0
B40
13.0
B100
11.0
1500
1700
1900
2100
2300
2500
Putaran Mesin (rpm)
Gambar 7. Grafik karakteristik daya motor pada berbagai campuran bahan bakar
Gambar 7 diatas memperlihatkan bahwa daya yang dihasilkan semakin
menurun seiring dengan penurunan nilai rpm atau peningkatan jumlah beban yang
diberikan. Hal ini terjadi pada semua komposisi campuran bahan bakar, nilai daya
sangat dipengaruhi oleh nilai torsi dan putaran mesin, semakin tinggi nilai torsi atau
rpm maka nilai daya akan semakin besar. Penurunan daya pada gambar diatas
disebabkan oleh semakin banyaknya daya yang hilang dalam bentuk panas
sehingga kemampuan mesin untuk mengatasi beban semakin berkurang. Selain itu
pengurangan kecepatan mesin memperlambat langkah kompresi bahan bakar,
sehingga suhu udara yang ditekan menurun, maka semakin banyak bahan bakar
yang terlambat terbakar mengakibatkan daya yang dihasilkan berkurang. Pada
Gambar 7 diatas memperlihatkan juga bahwa daya motor menurun dengan
bertambahnya tingkat campuran biodiesel dari 10% ke 100%, yang artinya bahan
bakar tersebut memberikan nilai daya yang lebih rendah dibandingkan solar pada
semua taraf pengereman.
Daya maksimum pada penggunaan bahan bakar solar (B0) adalah 22.58 Kw
pada 2300 rpm, sedangkan untuk biodiesel (B100) adalah 20.18 Kw pada 2300 rpm.
Hasil ini menunjukkan bahwa daya maksimum pada penggunaan biodiesel (B100)
pada rpm yang sama, lebih rendah 10.60% dibanding menggunakan bahan bakar
solar (B0). Hal ini sesuai dengan yang didapatkan Desrial (2011), daya yang
dihasilkan dari biodiesel minyak kelapa berkurang sekitar 10.67% dibandingkan
17
penggunaan solar. Persen rata-rata penurunan daya campuran biodiesel
dibandingkan dengan solar pada semua taraf pengereman disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase penurunan daya motor (brake horse power) berbagai
campuran bahan bakar
Campuran
Biodiesel
B10
B20
B40
B100
Penurunan Daya
(%)
1.36
3.25
4.56
9.15
Secara umum pada seluruh tingkat pengereman penggunaan biodiesel (B100)
dibandingkan dengan solar (B0) menurunkan daya sebesar 9.15%. Terjadinya
penurunana daya yang dihasilkan pada penggunaan biodiesel (B100) dan
campurannya jika dibandingkan dengan solar (B0) disebabkan oleh besarnya energi
yang dikandung oleh bahan bakar, dari hasil pengujian didapatkan bahwa nilai kalor
solar lebih besar dibandingkan dengan semua komposisi campuran biodiesel yaitu
11147 kal/g sehingga solar mampu menghasilkan daya yang lebih besar. Menurut
Prastyanto dan Sudarmanta (2012) penambahan % biodiesel pada solar memiliki
kecenderungan menurunkan daya dikarenakan nilai kalor hasil pencampuran
biodiesel pada solar yang cenderung turun seiring dengan penambahan biodiesel.
Nilai viskositas juga berpengaruh terhadap daya yang dihasilkan. Hasil
pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa viskositas biodiesel lebih besar
dari semua campuran biodiesel