Peningkatan Mutu Paving Block Berbasis Limbah Padat Spent Bleaching Earth (Sbe) Dengan Penambahan Abu Sekam Padi

PENINGKATAN MUTU PAVING BLOCK BERBASIS LIMBAH
PADAT SPENT BLEACHING EARTH (SBE) DENGAN
PENAMBAHAN ABU SEKAM PADI

JALAL ROMANSYAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Mutu
Paving Block Berbasis Limbah Padat Spent Bleaching Earth (SBE) dengan
Penambahan Abu Sekam Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Jalal Romansyah
NIM F34100113

ABSTRAK
JALAL ROMANSYAH. Peningkatan Mutu Paving Block Berbasis Limbah Padat
Spent Bleaching Earth (SBE) dengan Penambahan Abu Sekam Padi. Dibimbing
oleh ANI SURYANI dan GUSTAN PARI.
Abu sekam padi merupakan salah satu bahan pozzolan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton sehingga
berpotensi mengurangi jumlah penggunaan semen dalam bahan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan abu sekam padi terhadap mutu
paving block berbasis limbah padat spent bleaching earth (SBE). Komposisi abu
sekam padi yang ditambahkan dalam bahan sebesar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%
dari berat semen yang digunakan. Analisis mutu yang dilakukan meliputi sifat
tampak, dimensi, kuat tekan, penyerapan air, ketahanan natrium sulfat, dan
konduktivitas panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan abu
sekam padi berpengaruh terhadap peningkatan mutu paving block. Perlakuan

terbaik diperoleh pada penambahan abu sekam padi 10%. Hal ini ditunjukkan dari
hasil uji kuat tekan pada umur 7, 14, 21 dan 28 hari yang semakin meningkat
mencapai 21.31 MPa , penyerapan air sebesar 4.72% dan lebih tahan terhadap
serangan natrium sulfat, serta memiliki konduktivitas panas (k) sebesar 0.625
W/m.K. Berdasarkan standar mutu, paving block yang dihasilkan pada perlakuan
ini termasuk mutu B dan dapat digunakan untuk pelataran parkir.
Kata kunci: Abu sekam padi, paving block, spent bleaching earth

ABSTRACT
JALAL ROMANSYAH. Quality Improvement of Paving Block Based Solid
Waste Spent Bleaching Earth (SBE) with Addition of Rice Husk Ash. Supervised
by ANI SURYANI and GUSTAN PARI.
Rice husk ash is a pozzolan material which can be used as an additive in the
manufacture of concrete, so that it potentially reduces the amount of cement in the
material. This research aimed to determine the effect of rice husk ash addition on
quality of paving block based solid waste spent bleaching earth (SBE). The
composition of rice husk ash added to the material was 5%, 10%, 15%, 20% and
25% of the weight of cement used. Quality analysis was conducted on the visual
look, size, compressive strength, water absorption, resistance to sodium sulfate,
and thermal conductivity. The results showed that the addition of rice husk ash

take effect on quality improvement of paving block. The best treatment is obtained
on addition of rice husk ash by 10%. It was shown from the test results of
compressive strength at the age of 7, 14, 21 and 28 days increased at 21.31 MPa,
water absorption of 4.72%, more resistant to sodium sulphate and having a
thermal conductivity (k) 0.625 W/m.K. Based on quality standard, paving blocks
produced in this treatment is classified B quality and can be used for parking
ground.
Keywords: Rice husk ash, paving block, spent bleaching earth

PENINGKATAN MUTU PAVING BLOCK BERBASIS LIMBAH
PADAT SPENT BLEACHING EARTH (SBE) DENGAN
PENAMBAHAN ABU SEKAM PADI

JALAL ROMANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Peningkatan Mutu
Paving Block Berbasis Limbah Padat Spent Bleaching Earth (SBE) dengan
Penambahan Abu Sekam Padi” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan
Prof.(R) Dr. Gustan Pari, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian. Terima kasih pula penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku dosen penguji yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan karya ilmiah ini. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Ahmad dan bapak Harto, selaku
laboran Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, kepada bapak Dadang dari
Balai Penelitian Kehutanan, seluruh staf dan laboran Departemen Teknologi

Industri Pertanian, yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
seluruh keluarga, sahabat dan teman-teman TIN 47, Rhama, Aji, Pudjo, Praja,
adik-adik TIN 48, teman-teman Wisma Amigo beserta keluarga Istana Mas Bogor,
atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
Jalal Romansyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Semen Portland

3

Agregat Halus (Pasir)

4

Air

5


Spent Bleaching Earth (SBE)

5

Abu Sekam Padi

6

Paving Block (Bata Beton)

6

METODE

8

Alat dan Bahan

8


Waktu dan Tempat

8

Metode Penelitian

8

Prosedur Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Karakteristik Bahan Baku

10


Penelitian Pendahuluan

13

Penelitian Utama

15

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24


DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Standar mutu paving block
Perbandingan komposisi bahan
Kombinasi perlakuan pada pembuatan paving block
Karakteristik limbah SBE
Karakteristik agregat halus (pasir)
Kandungan kimia abu sekam padi
Kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 0
Kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 1
Perbandingan nilai kuat tekan
Dimensi paving block
Kuat tekan paving block
Penyerapan air paving block
Hasil uji ketahanan natrium sulfat
Hasil pengukuran konduktivitas panas

7
9
9
11
11
12
13
14
14
16
17
19
21
23

DAFTAR GAMBAR
1 Perbedaan reaksi hidrasi semen dan material pozzolan
2 Penampakan paving block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi
3 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi terhadap kuat tekan pada
umur 28 hari
4 Grafik perbandingan kuat tekan antara sebelum dan setelah
penambahan abu sekam padi 10%
5 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi dengan penyerapan air
6 Grafik hubungan antara tingkat porositas dengan penyerapan air
7 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi terhadap penambahan
bobot paving block setelah perendaman
8 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi terhadap konduktivitas
panas

12
15
17
18
19
20
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Prosedur karakterisasi bahan baku
Komposisi bahan pembuatan paving block
Prosedur pembuatan paving block
Prosedur analisis mutu paving block
Hasil uji kuat tekan, analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kuat
tekan paving block berbasis limbah SBE 0
6 Hasil uji kuat tekan, analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kuat
tekan paving block berbasis limbah SBE 1
7 Hasil uji kuat tekan, analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kuat
tekan paving block dengan penambahan abu sekam padi
8 Hasil uji penyerapan air, analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh
penambahan abu sekam padi terhadap penyerapan air

27
29
29
30
31
33
35
35

9 Hasil uji ketahanan natrium sulfat, analisis ragam dan uji lanjut Duncan
pengaruh perlakuan terhadap ketahanan natrium sulfat
10 Hasil uji konduktivitas panas, kadar air, analisis ragam dan uji lanjut
Duncan konduktivitas panas
11 Peralatan yang digunakan dalam penelitian

37
38
39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri minyak goreng sawit (MGS) di Indonesia semakin
meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini diiringi dengan meningkatnya jumlah
produksi CPO dan konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng. Produksi CPO
Indonesia di tahun 2010 tercatat sebanyak 19.1 juta ton dan sebanyak 31.2% atau
sekitar 6 juta ton diproduksi menjadi minyak goreng. Jumlah produksi minyak
goreng sawit (MGS) terus meningkat hingga mencapai 8 juta ton di tahun 2013
(GAPKI 2014). Peningkatan jumlah produksi minyak goreng ini tentunya akan
berpengaruh terhadap peningkatan hasil buangan atau limbah yang dihasilkan dari
kegiatan produksi. Jumlah limbah terbesar yang dihasilkan oleh industri minyak
goreng adalah limbah padat spent bleaching earth (SBE).
Bleaching earth merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam proses
pemurnian minyak goreng kelapa sawit. Dalam proses pemurnian, dibutuhkan
bleaching earth sekitar 0.5-2% dari jumlah CPO yang diolah (Young 1987). Jika
diasumsikan jumlah CPO yang diolah menjadi minyak goreng setiap tahunnya
sebanyak 6 juta ton, maka diperlukan bleaching earth sebanyak 120.000 ton per
tahun. Peningkatan jumlah produksi minyak goreng sawit (MGS) ini tentunya
akan berdampak terhadap peningkatan jumlah limbah padat spent bleaching earth
sehingga diperlukan penanganan limbah yang tepat agar tidak mencemari
lingkungan. Sejauh ini, sudah banyak kajian-kajian dan penelitian mengenai
pemanfaatan limbah SBE, seperti menggunakan kembali limbah SBE sebagai
adsorben ataupun melakukan recovery kembali untuk diambil minyaknya. Namun
cara seperti ini masih memerlukan biaya tambahan untuk setiap prosesnya
sehingga menjadi kendala dalam pemanfaatan limbah SBE. Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah padat SBE adalah dengan
memanfaatkannya sebagai bahan baku untuk pembuatan paving block.
Pemanfaatan limbah SBE menjadi bahan baku pembuatan paving block
memiliki beberapa kelebihan. Karakteristik fisik limbah SBE yang hampir
menyerupai pasir, namun memiliki ukuran partikel yang lebih halus, akan
memudahkan dalam proses pengerjaannya, dan dapat mengurangi jumlah pasir
yang digunakan. Selain itu, dengan memanfaatkan bahan berupa limbah juga
dapat mengurangi tingkat pencemaran dan dari segi ekonomis dapat memberikan
nilai tambah pada bahan tersebut. Penelitian mengenai pemanfaatan limbah padat
SBE untuk pembuatan paving block sudah dilakukan, namun mutu yang
dihasilkan masih tergolong rendah, yaitu mutu C (Mardiko 2014). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiko (2014), tingkat substitusi pasir oleh
SBE sebesar 20%.
Penelitian ini dilakukan sebagai penelitian lanjutan untuk mendapatkan
mutu paving block yang lebih baik lagi dengan melakukan penambahan jumlah
semen dalam bahan dan memvariasikan tekanan press pada saat pembuatan.
Proses pembuatan paving block dilakukan dengan metode mekanis menggunakan
mesin press hidrolik. Selain itu, pada penelitian ini dilakukan juga penambahan
bahan pozzolan berupa abu sekam padi ke dalam campuran bahan. Kandungan
silika yang terdapat pada abu sekam padi diketahui memiliki aktivitas pozzolanic

2
yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai SCM (Supplementary
Cementitious Material) dalam pembuatan paving block. Penambahan abu sekam
padi dalam bahan diharapkan dapat mengurangi penggunaan semen sekaligus
meningkatkan mutu paving block yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan paving block berbasis limbah padat SBE dengan nilai mutu yang
lebih baik berdasarkan standar yang ditetapkan.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang ingin
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Adakah pengaruh konsentrasi semen dan tekanan press pada proses
pembuatan paving terhadap mutu paving block yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh jenis limbah SBE yang digunakan terhadap mutu paving
block?
3. Adakah pengaruh penggunaan abu sekam padi (ASP) terhadap mutu paving
block?
4. Seberapa besar pengaruh penggunaan abu sekam padi (ASP) yang dapat
digunakan dalam menggantikan semen dalam pembuiatan paving block
berbasis limbah padat SBE?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi semen dan tekanan
press yang optimal pada pembuatan paving block berbasis limbah padat spent
bleaching earth (SBE) serta mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam padi
(ASP) terhadap mutu paving block dan peranannya dalam menggantikan fungsi
semen dalam paving block.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan menghasilkan informasi mengenai komposisi semen dan
tekanan press yang optimal dalam pembuatan paving block berbasis limbah padat
SBE, pemanfaatan limbah SBE dan sekam padi, serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap mutu paving block.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penentuan jumlah semen dan tekanan press
dalam pembuatan paving block serta penentuan jumlah abu sekam padi yang
optimal dalam meningkatkan mutu paving block berbasis limbah SBE dengan
melakukan pengujian mutu berdasarkan standar yang telah ditetapkan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Semen Portland
Semen merupakan bahan pengikat yang banyak digunakan dalam
konstruksi beton. Semen dapat menjadi keras dengan adanya air. Semen semacam
ini sering disebut dengan nama semen hidrolis yang terdiri dari silikat dan lime
yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang dihancurkan, dicampur, dan
dibakar di dalam kiln. Nama lain dari semen hidrolis adalah portland cement
karena beton yang dihasilkan menyerupai batu portland. Kekuatan beton yang
dibuat dengan semen portland biasanya dicapai pada umur 28 hari. Semen
portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak
semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis
dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk
kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain
(BSN 2004).
Pada dasarnya, kandungan utama yang terdapat dalam semen Portland
terdiri atas 4 macam, yaitu Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2; disingkat C3S) ,
Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2 disingkat C2S), Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3;
disingkat C3A), dan Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3; disingkat
C4AF). Silikat dan aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi
dengan air akan menjadi perekat yang memadat, lalu membentuk massa yang
keras. C3S dan C2S adalah bagian yang paling menentukan sifat dari semen dan
menyusun 70 – 80 % dari berat total semen (Mulyono 2005).
Dalam prosesnya, semen akan mengalami proses hidrasi jika dilarutkan
dengan air. Proses inilah yang mempengaruhi ikatan antara semen dan agregat
sehingga membentuk massa yang keras. Mekanisme reaksi hidrasi pada semen
adalah sebagai berikut :
a.
Hidrasi kalsium silikat (C3S dan C2S)
Trikalsium silikat (C3S) merupakan mineral yang paling banyak terkandung
dalam semen dan berpengaruh terhadap kekuatan awal pasta semen. Senyawa ini
akan bereaksi dengan air membentuk kalsium silikat hidrat (CSH) dan kalsium
hidroksida (CH). Sebagian besar reaksi terjadi pada beberapa hari pertama yang
berkontribusi dalam peningkatan kekuatan dan penurunan jumlah porositas pada
struktur beton. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 (3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
Pada reaksi hidrasi mineral C2S, produk reaksi yang terbentuk sama dengan
reaksi pada C3S, tetapi jumlah kalsium hidroksida (CH) yang terbentuk lebih
sedikit. Reaksi hidrasi yang terjadi pada mineral C2S adalah sebagai berikut:
2 (2CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
Senyawa C2S memiliki tingkat kelarutan yang lebih rendah dibandingkan
C3S sehingga reaksi hidrasi yang terjadi cenderung lebih lambat. Oleh sebab itu,
senyawa C2S berpengaruh terhadap pengerasan pasta semen yang berumur lebih
dari 7 hari dan berkontribusi terhadap kekuatan akhir beton.

4
b.

Hidrasi kalsium alumina dan mineral ferrit (C3A dan C4AF)
Reaksi hidrasi pada kalsium alumina (C3A) dan mineral ferrit (C4AF)
cenderung lebih komplek dibandingkan mineral kalsium silikat dan reaksi
tergantung ada atau tidaknya ion sulfat. Kelarutan C3A di dalam air lebih tinggi
dibandingkan C3S sehingga jika bereaksi dengan air akan berlangsung sangat
cepat dan membentuk kalsium aluminat hidrat (CAH).
3CaO.Al2O3 + 6H2O → 3CaO.Al2O3.6H2O
Pada proses reaksi yang terjadi antara mineral C3A dengan air biasanya akan
melepaskan/menghasilkan sejumlah panas yang menyebabkan pasta semen akan
lebih lama untuk mengeras beberapa saat setelah pencampuran. Untuk
mengurangi hal itu biasanya di dalam semen ditambahkan kalsium sulfat (gipsum).
Dengan adanya gipsum, mineral C3A akan bereaksi membentuk senyawa kalsium
sulfo aluminat (ettringite). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
3CaO.Al2O3 + 3CaSO4 + 32H2O → 3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O
Pada mineral ferrit (C4AF), reaksi yang terjadi sama seperti C3A, tetapi laju
reaksinya lebih lambat dan beberapa mineral alumunium hasil reaksi digantikan
oleh besi. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
4CaO.Al2O3.Fe2O3+CaSO4+16H2O → 4CaO.Al2O3.SO4.12H2O+Ca(OH)2
+ 2Fe(OH)3
Jumlah substitusi mineral alumunium oleh besi tergantung pada banyak
faktor, seperti komposisi C4AF dalam semen dan kondisi di dalam pasta semen.
Proses reaksi pada C4AF berlangsung lambat sehingga bisa dalam orde minggu.
Oleh sebab itu, proses pengerasan semen yang maksimal bias mencapai waktu 28
hari (Sobelev 2002).

Agregat Halus (Pasir)
Agregat halus atau pasir merupakan butiran-butiran mineral keras yang
bentuknya mendekati bulat, tajam dan bersifat kekal dengan ukuran butir sebagian
besar terletak antara 0.07-5 mm (BSN 1990). Agregat halus digunakan sebagai
bahan pengisi dalam campuran paving block sehingga dapat meningkatkan
kekuatan, mengurangi penyusutan dan mengurangi pemakaian bahan
pengikat/semen. Mutu dari agregat halus ini sangat menentukan mutu paving
block yang dihasilkan (Mulyono 2004).
Dalam pembuatan paving block, agregat halus yang digunakan harus
diperhatikan untuk menghasilkan paving block yang baik. Menurut SNI 03-17501990, untuk mendapatkan paving block yang baik, agregat halus yang digunakan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam, keras dan gradasinya
menerus. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terkena sinar matahari atau hujan.
2. Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 1.50-3.80.
3. Kadar lumpur/ bagian butir yang lebih kecil dari 0.07 mm maksimum 5%.
4. Kadar zat organik ditentukan dengan larutan natrium hidroksida 3%, jika
dibandingkan dengan warna standar atau pembanding tidak lebih tua dari
warna standar (sama).

5
Faktor kandungan air dalam pasir juga memegang peranan penting dalam
mortar. Pasir dengan kandungan air yang banyak dapat menambah rasio air dalam
bahan yang berakibat pada penurunan kekuatan. Hal ini dikarenakan air yang
semula menempati rongga menguap bersamaan dengan terjadinya reaksi hidrasi
sehingga terbentuk rongga yang dapat meningkatkan porositas paving block.

Air
Air yang digunakan dalam pembuatan paving block berfungsi untuk
membantu reaksi kimia dengan semen selama berlangsungnya proses pengikatan.
Air yang digunakan dalam konstruksi bangunan atau beton harus memenuhi
persyaratan yang diperbolehkan sebagai bahan bangunan. Menurut Persyaratan
Umum Bahan Bangunan Di Indonesia (DPMB 1982), air yang dapat digunakan
sebagai bahan bangunan antara lain:
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat
dilihat secara visual.
3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram / liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton
(asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram /liter. Kandungan
klorida (Cl), tidak lebih dari 500 ppm dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000
ppm sebagai SO3.
5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan
dievaluasi.
Dalam prosesnya, pemakaian air pada pembuatan campuran harus tepat
karena pemakaian air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung
air setelah proses hidrasi selesai dan hal tersebut akan mengurangi kekuatan
paving block . Penggunaan air yang terlalu banyak juga menyebabkan adukan
menjadi sangat encer sehingga pada saat pencetakan akan banyak terbuang.
Namun, bila terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi terganggu sehingga
proses pengerasan tidak optimal dan berpengaruh terhadap kekuatan paving block
yang dihasilkan.

Spent Bleaching Earth (SBE)
Spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah padat dari industri
pemurnian minyak nabati, yaitu sisa proses pemucatan crude palm oil (CPO).
Spent bleaching earth yang berasal dari pemucatan CPO merupakan campuran
antara bleaching earth dan senyawa organik yang berasal dari CPO. Senyawa
organik yang berasal dari CPO sebagian besar merupakan senyawa trigliserida
(fat) dan komponen organik dalam jumlah relatif kecil adalah digliserida, asam
lemak bebas, protein, zat warna alami, dan wax. Selain itu dalam spent bleaching
earth juga masih terkandung komponen asam fosfat. Asam fosfat ini berasal dari
proses degumming yang terbawa oleh CPO ke unit bleaching (Wahyudi 2000).
Bleaching earth merupakan nama dagang dari bentonit, yaitu Ca-bentonit.
Bentonit mengandung NaO, karena kandungannya tersebut bentonit dapat

6
digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan, bahan
pencampur cat, bahan baku farmasi, bahan perekat pasir cetak dalam industri
pengecoran dan lain sebagainya (Kusumaningtyas 2011).

Abu Sekam Padi
Sekam padi merupakan hasil samping atau limbah dari industri penggilingan
padi. Menurut Ismunadji et al. (1988), industri penggilingan padi dapat
menghasilkan 65% beras, 20% sekam padi dan sisanya hilang. Kandungan kimia
yang terdapat dalam sekam padi terdiri atas 50% selulosa, 25-30% lignin dan 1520% silika (Ismail dan Waliuddin 1996).
Saat ini, sekam padi telah
dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu sekam padi yang
dikenal sebagai rice husk ash (RHA).
Menurut Ismunadji et al. (1988), berdasarkan hasil analisis proksimat yang
dilakukan terhadap sekam padi, kandungan abu sekam padi sebesar 13.16-29.04%
berat kering, dan menurut hasil penelitian Wannapeera et al. (2008), kandungan
abu sekam padi sebesar 17.90% berat kering. Sekam padi merupakan salah satu
sumber penghasil silika terbesar setelah dilakukan pembakaran sempurna pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C (Putro dan Prasetyoko 2007). Menurut
Houston (1972), abu sekam padi mengandung silika sebanyak 86-97% berat
kering, sedangkan menurut Mittal (1997), kandungan silika abu sekam padi
sebesar 90-98% berat kering.
Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu
400-5000C akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih tinggi dari 10000C
akan menjadi silika kristalin. Silika amorphous yang dihasilkan dari abu sekam
padi diduga sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon murni, karbid
silikon dan tepung nitrit silikon (Katsuki et al. 2005). Abu sekam padi memiliki
aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM
(Supplementary Cementitious Material) lainnya seperti fly ash, slag, dan silica
fume (Bakri 2008). Oleh sebab itu, abu sekam padi sangat potensial untuk
digunakan sebagai bahan substitusi atau sebagai bahan tambahan semen dalam
campuran bahan bangunan. Dengan menggunakan campuran yang tepat antara
abu sekam padi (ASP) dengan semen akan mengurangi penggunaan semen dalam
bahan bangunan.
Menurut Chindaprasirt et al. (2007), penggantian semen oleh abu sekam
padi sebesar 40% dalam pembuatan mortar dapat menghasilkan kekuatan yang
baik dan ketahanan terhadap sulfat sehingga akan mengurangi penggunaan semen,
mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat meningkatkan masa pakai mortar.
Ganesan et al. (2008) mengemukakan bahwa penggantian semen sebesar 30 %
oleh abu sekam padi tidak menghasilkan efek menurun pada kekuatan mortar.

Paving Block (Bata Beton)
Bata beton atau paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang
dibuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air,
dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi

7
mutu beton itu (BSN 1996). Paving block banyak diaplikasikan untuk perkerasan
jalan, seperti trotoar, areal parkiran, jalanan perumahan, areal pelabuhan, taman,
dan lain-lain. Penggunaan paving block memiliki beberapa keunggulan, yaitu :
1. Pelaksanaannya mudah sehingga memberikan kesempatan kerja yang luas
kepada masyarakat .
2. Pemasangan dan pemeliharaannya mudah.
3. Bila ada kerusakan, perbaikannya tidak memerlukan bahan tambahan yang
banyak karena paving block merupakan bahan yang dapat dipakai kembali
meskipun telah mengalami pembongkaran.
4. Tahan terhadap beban statis, dinamik dan kejut yang tinggi.
5. Cukup fleksibel untuk mengatasi perbedaan penurunan (differential
sattlement).
6. Mempunyai durabilitas yang baik.
Dalam pembuatan paving block terdapat dua metode yang biasa dilakukan,
yaitu metode konvensional (manual) dan metode mekanis. Metode konvensional
adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat karena lebih
mudah dan tidak memerlukan biaya yang terlalu tinggi. Mutu paving block yang
dihasilkan dengan metode ini biasanya masuk ke dalam kelas mutu C dan D.
Sementara itu, metode mekanis atau biasa disebut dengan metode press,
menggunakan alat press hidrolik yang harganya relatif lebih mahal sehingga
hanya biasa digunakan oleh pabrik dengan skala sedang atau besar. Mutu paving
block yang dihasilkan dengan metode ini jauh lebih baik dibandingkan metode
konvensional, yaitu antara mutu B sampai mutu A.
Menurut SNI 03-0691-1996, standar mutu yang harus dipenuhi oleh paving
block adalah sebagai berikut :
1. Sifat tampak paving block, harus mempunyai permukaan yang rata, tidak
terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah
direpihkan dengan kekuatan jari tangan.
2. Ukuran paving block harus mempunyai tebal minimum 60 mm dengan
toleransi +8%.
3. Paving block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak boleh cacat
dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.
4. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Standar mutu paving block
Penyerapan Air
Kuat Tekan (MPa)
Klasifikasi
(%)
Mutu
Penggunaan
Rata-Rata Minimal
Rata-Rata maks
A
40
35
3
Jalan
B
20
17
6
Pelataran parkir
C
15
12.5
8
Pejalan kaki
D
10
8.5
10
Taman dan lainnya
Sumber: SNI 03-0691-1996

8

METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat press paving
block mekanis, neraca/ timbangan analitik, Universal Testing Machine merek
Shimadzu tipe UMH-30, thermal conductivity meter tipe Kemtherm QTM-D3,
ayakan pasir, sendok semen, sekop, ember, tanur pengabuan (furnace), oven,
peralatan gelas, desikator, bejana gelas, mistar, kertas saring bebas abu, cawan
alumunium dan cawan porselen.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain semen portland,
pasir, abu sekam padi, spent bleaching earth (SBE), air, pelarut lemak, larutan
HCl 6M, akuades, dan larutan garam natrium sulfat.

Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung mulai bulan Juni sampai Februari 2015, yang
dilaksanakan di empat tempat, yaitu Laboratorium Departemen Teknologi Industri
Pertanian sebagai tempat analisis bahan baku dan pengujian mutu paving block,
Laboratorium Departemen Teknik Mesin dan Biosistem sebagai tempat pengujian
kuat tekan beton dan konduktivitas panas, Laboratorium pengomposan Lewikopo
sebagai tempat pembuatan dan pengeringan paving block, dan Laboratorium
Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Gunung Batu, sebagai
tempat analisis kadar silika abu sekam padi.

Metode Penelitian
Tahap Karakterisasi Bahan
Pada tahap ini dilakukan karakterisasi SBE dan pasir yang akan digunakan
dalam pembuatan paving block. Karakterisasi SBE yang dilakukan meliputi kadar
air, kadar lemak, dan bobot isi. Sementara untuk pasir, karakterisasi yang
dilakukan meliputi kadar lumpur, kadar air dan bobot isi. Selain SBE dan Pasir,
proses karakterisasi juga dilakukan pada abu sekam padi, yaitu analisis kandungan
mineralnya terutama kadar silika (SiO2). Prosedur analisis karakteristik bahan
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tahap Formulasi Bahan
Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan perbandingan komposisi bahan
yang akan digunakan dalam pembuatan paving block. Untuk perbandingan antara
pasir dan SBE, komposisi yang digunakan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Mardiko (2014), dimana perbandingan yang optimal antara pasir
dengan SBE adalah 4 : 1. Sementara untuk semen, komposisinya divariasikan
sebanyak 20%, 30% dan 40% dari berat total bahan yang digunakan. Komposisi
bahan pembuatan paving block dapat dilihat pada Lampiran 2. Kombinasi
perbandingan komposisi bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

9
Tabel 2 Perbandingan komposisi bahan
Konsentrasi Perbandingan komposisi bahan
semen
Semen
Pasir
SBE
20%
1
3.20
0.80
30%
1
1.87
0.47
40%
1
1.20
0.30
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan memvariasikan komposisi
semen dan tekanan press dalam proses pembuatan paving block. Penelitian
pendahuluan ini bertujuan untuk mencari konsentrasi semen dan tekanan press
yang optimal sehingga menghasilkan mutu paving block yang terbaik. Komposisi
semen yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 20%, 30%, dan 40% dari berat
total bahan. Untuk tekanan press yang digunakan sebesar 25, 50, 75 dan 100
kg/cm2. Paving block yang dihasilkan diuji nilai kuat tekannya. Prosedur
pembuatan dan pengujian mutu paving block dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Kombinasi perlakuan antara konsentrasi semen dengan tekanan press dapat dilihat
pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Kombinasi perlakuan pada pembuatan paving block
Tekanan press (kg/cm2)
Konsentrasi
semen (%)
25 (B1)
50 (B2)
75 (B3) 100 (B4)
20 (A1)
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
30 (A2)
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
40 (A3)
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
Penelitian Utama
Setelah konsentrasi semen dan tekanan press yang optimal telah diketahui,
penelitian dilanjutkan dengan pembuatan paving block dengan penambahan abu
sekam padi pada campuran bahan. Konsentrasi abu sekam padi yang ditambahkan
sebanyak 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari berat total semen yang digunakan.
Komposisi bahan pembuatan paving block dapat dilihat pada Lampiran 2. Paving
block yang dihasilkan dianalisis mutunya, meliputi uji kuat tekan, sifat tampak,
ukuran, penyerapan air, ketahanan natrium sulfat, dan konduktivitas panas.
Prosedur analisis mutu paving block dapat dilihat pada Lampiran 4.

Prosedur Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan analisis sidik ragam/ anova (Analysis of
varience) dan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test). Untuk penelitian
pendahuluan, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dua faktor. Faktor yang digunakan yaitu faktor A untuk
konsentrasi semen dengan 3 taraf (20, 30, dan 40%), sedangkan faktor B untuk
tekanan press dengan 4 taraf (25, 50, 75 dan 100 kg/cm2). Pengujian dilakukan
sebanyak dua kali ulangan. Model rancangan percobaannya adalah sebagai
berikut :

10
Yijk = μ + Ai +Bj+(AB)ij+ €k(ij)
Dengan : i = 1,2,3; j = 1,2,3,4,5; dan k = 1,2
Keterangan :
Yijk : Variabel yang diukur
µ
: Rataan umum
Ai : Pengaruh faktor A pada taraf ke-i
Bj : Pengaruh faktor B pada taraf ke-j
ABij : Interaksi antara faktor A dan faktor B
Єijk : Pengaruh galat pada Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke- k
Selanjutnya, untuk penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor yang digunakan adalah
konsentrasi abu sekam padi dengan 5 taraf (5, 10, 15, 20 dan 25%). Pengujian
dilakukan dengan dua kali ulangan. Model rancangan percobaannya adalah
sebagai berikut :
Yij = µ + τi + Єij
Dengan : i = 1,2,3,4,5 ; j= 1,2
Keterangan :
Yij
: Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
: Rataan umum
τi
: Pengaruh perlakuan ke-i
Єij
: Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Spent Bleaching Earth (SBE)
Proses karakterisasi bahan baku dilakukan untuk melihat karakteristik bahan
yang akan digunakan dalam pembuatan paving block karena sangat berpengaruh
terhadap mutu paving block. Bahan baku limbah padat SBE yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu limbah SBE awal (SBE 0) dan
SBE sisa proses produksi biodiesel (SBE 1). Perbedaan kedua jenis limbah SBE
ini terletak pada kandungan minyak di dalamnya, dimana SBE 1 merupakan SBE
0 yang telah diekstrak minyaknya untuk produksi biodiesel sehingga kandungan
minyak dalam SBE 1 lebih sedikit dibandngkan SBE 0. Untuk bahan baku limbah
padat SBE, analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar lemak dan bobot isi.
Hasil karakterisasi limbah SBE dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

11
Tabel 4 Karakteristik limbah SBE
Parameter uji
Kadar air
Kadar lemak
Bobot isi

Satuan
%
% bk
g/cm3

SBE 0
3.09
15.22
0.77

SBE 1
3.08
2.77
0.88

Kandungan air pada bahan baku SBE akan mempengaruhi mutu paving
block, khususnya pada kekuatan paving block (Tabel 4), karena pada saat terjadi
proses hidrasi dengan semen, sebagian air akan ikut teruapkan dan meninggalkan
ruang-ruang kosong dalam struktur paving block sehingga menyebabkan
penurunan kekuatan. Selanjutnya, kandungan minyak atau lemak pada SBE akan
mempengaruhi terhadap nilai penyerapan air paving block. Jika pada saat
digunakan paving block terlalu banyak menyerap air, maka akan menyebabkan
penurunan kekuatan. Kandungan minyak kedua jenis SBE berbeda, dimana
kandungan SBE 0 lebih tinggi dibandingkan dengan SBE 1. Hal ini disebabkan
SBE 1 merupakan SBE sisa dari proses produksi biodiesel yang telah diekstrak
kembali minyaknya sehingga kandungan minyaknya tinggal sedikit. Sementara itu,
pengujian bobot isi berguna untuk perencanaan pembuatan campuran bahan dalam
pembuatan paving block.
Agregat Halus (Pasir)
Agregat merupakan bahan pengisi pada beton yang saling diikat oleh semen
dengan bantuan air. Komposisi agregat dalam campuran beton cukup tinggi, yaitu
60-70% dari total volume beton (Nugraha dan Antoni 2007). Meskipun hanya
sebagai bahan pengisi, karena jumlahnya yang cukup besar, agregat sangat
mempengaruhi kualitas beton, terutama ketahanan dan kekuatannya. Oleh karena
itu, karakteristik agregat sangat menentukan mutu beton yang akan dihasilkan.
Hasil pengujian terhadap karakteristik agregat halus ditunjukkan Tabel 5.
Tabel 5 Karakteristik agregat halus (pasir)
Parameter uji
Kadar air
Kadar lumpur
Bobot isi

Satuan
%
% bk
g/cm3

Nilai
3.73
4.99
1.44

Kadar air pasir akan berpengaruh terhadap mutu paving block. Bila
kandungan air di dalam pasir terlalu tinggi akan menambah rasio air dan semen,
dimana pada saat terjadi reaksi hidrasi antara semen dan pasir, sebagian air akan
ikut menguap dan meninggalkan rongga-rongga kosong pada struktur paving
block sehingga menurunkan kekuatan. Berdasarkan ASTM, kadar air untuk
agregat berkisar antara 3% - 5%. Selain kandungan air, kadar lumpur atau kotoran
yang terkandung dalam pasir juga berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan
paving block. Jika kandungan lumpur terlalu tinggi dalam agregat, maka akan
mengganggu proses pengikatan antara semen dan pasir sehingga kekuatan paving
block menjadi berkurang. Berdasarkan hasil pengujian kadar lumpur pada pasir

12
(Tabel 5), telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu maksimum 5%
sehingga pasir tidak perlu dicuci.
Abu Sekam Padi (ASP)
Abu sekam padi merupakan bahan tambahan dalam campuran bahan
pembuatan paving block. Kandungan unsur mineral seperti silika (SiO2) di
dalamnya diketahui memiliki aktivitas pozzolanic yang baik. Pozzolan adalah
sejenis bahan yang mengandung silika dan alumina yang tidak mempunyai sifat
penyemenan, tetapi akan bereaksi dengan kalsium hidroksida (CH) pada suhu
ruang dan membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen
(Mulyono 2004). Perbedaan reaksi hidrasi pada semen dan bahan pozzolan adalah
sebagai berikut (Dabai et al. 2009):

Semen portland
2(3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
Kalsium
Kalsium silikat
hidroksida
hidrat
Material pozzolan
2SiO2 + 3Ca(OH)2 → 3CaO.2SiO2.3H2O
Kalsium
Kalsium silikat
hidroksida
hidrat
Gambar 1 Perbedaan reaksi hidrasi semen dan material pozzolan
Kecepatan reaksi yang terjadi antara bahan pozzolan dengan kalsium
hidroksida cenderung lebih lambat dibandingkan dengan reaksi hidrasi pada
semen. Oleh sebab itu, pengaruh penambahan bahan pozzolan ini lebih kepada
kekuatan akhir beton. Pada penelitian ini, pengujian kadar silika pada abu sekam
padi menggunakan metode pengasaman dengan asam klorida (HCl). Hasil
pengujian terhadap kandungan kimia dalam abu sekam padi ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Kandungan kimia abu sekam padi
Komponen
SiO2
K2 O
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Hilang pijar

Jumlah (%)
87.85
0.93
0.11
0.26
0.52
0.14
9.95

Berdasarkan Tabel 6, hasil pengujian menunjukkan kandungan silika pada
abu sekam padi cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan pozzolan.
Silika yang terdapat dalam abu sekam padi ini nantinya akan bereaksi dengan
senyawa CH dan membentuk CSH sekunder (Gambar 1). Senyawa CSH
merupakan gel kaku yang tersusun oleh partikel-partikel sangat kecil dengan
susunan lapisan yang cenderung membentuk formasi agregat yang akan
memberikan kekuatan pada semen (Bakri 2008). Senyawa CSH inilah yang

13
berperan dalam memberikan kekuatan pada beton sehingga dengan adanya
penambahan bahan pozzolan akan mempengaruhi kekuatan akhir beton. Menurut
Nugraha (1989), senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) yang terbentuk akan
mengisi pori-pori dalam struktur beton dan mengurangi porositas beton tersebut
sehingga dapat meningkatkan kekuatan pada beton.

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi awal
semen dan tekanan press yang optimal dalam pembuatan paving block.
Konsentrasi semen (A) yang digunakan pada tahap ini sebesar 20%, 30% dan 40%,
dengan tekanan press (B) yang digunakan sebesar 25, 50, 75 dan 100 kg/cm2.
Hasil terbaik diperoleh dari hasil pengujian terhadap kuat tekan paving block yang
dihasilkan. Hasil pengujian terhadap nilai kuat tekan paving block dibedakan
menjadi 2 berdasarkan jenis bahan baku SBE yang digunakan, yaitu paving block
dengan bahan baku SBE 0 dan SBE 1. Selanjutnya, dari hasil pengujian kuat
tekan akan ditentukan bahan baku SBE yang akan digunakan selanjutnya dalam
penelitian utama. Hasil pengujian terhadap kuat tekan paving block berbasis
limbah SBE 0 ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 0
Perlakuan
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4

Kuat tekan (MPa)
7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari
2.35
3.04
3.52
3.85
2.98
3.33
3.80
4.26
3.36
3.66
4.64
5.28
3.66
4.13
4.93
5.40
2.77
3.02
6.88
9.46
3.62
4.38
7.58
9.94
5.31
6.00
7.90
11.57
5.79
8.29
9.67
11.72
9.58
10.58
15.29
17.74
9.83
12.22
17.78
18.73
10.25
13.96
18.69
19.48
12.55
14.84
18.87
21.16

Keterangan : A (Konsentrasi semen); B (Tekanan press)
A1 (20%); A2 (30%); A3 (40%);
B1 (25 kg/cm2); B2 (50 kg/cm2); B3 (75 kg/cm2); B4 (100 kg/cm2)

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor konsentrasi semen (A) dan tekanan
press (B) serta interaksi antara keduanya (A*B) menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap kuat tekan paving block pada tingkat kepercayaan 95%. Kemudian,
dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A3B4 merupakan
perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata kuat tekan tertinggi pada umur 28 hari
(Lampiran 5). Sementara itu, untuk hasil pengujian kuat tekan paving block
berbasis limbah SBE 1 ditunjukkan pada Tabel 8 berikut.

14
Tabel 8 Kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 1
Perlakuan
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4

7 Hari
5.75
5.88
6.86
8.17
10.42
11.90
12.77
13.04
15.58
16.22
17.12
18.22

Kuat tekan (MPa)
14 Hari 21 Hari 28 Hari
7.92
8.62
10.57
8.89
9.65
10.89
9.04
10.91
11.15
10.02
11.65
11.87
12.89
16.23
18.75
13.75
18.94
23.19
14.82
20.28
27.02
16.40
21.93
28.73
18.06
20.65
26.95
19.44
24.03
30.05
20.20
26.18
31.19
21.64
28.94
34.45

Keterangan : A (Konsentrasi semen); B (Tekanan press)
A1 (20%); A2 (30%); A3 (40%);
B1 (25 kg/cm2); B2 (50 kg/cm2); B3 (75 kg/cm2); B4 (100 kg/cm2)

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor konsentrasi semen (A) dan tekanan
press (B) serta interaksi antara keduanya (A*B) menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap kuat tekan paving block pada tingkat kepercayaan 95%. Kemudian,
dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A3B4 merupakan
perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata kuat tekan tertinggi pada umur 28 hari dan
masuk ke dalam kategori mutu B (Lampiran 6). Sama halnya seperti paving block
berbasis SBE 0, pada paving block berbasis SBE 1 peningkatan konsentrasi semen
dan tekanan press juga meningkatkan nilai kekuatan tekannya. Perbandingan hasil
uji kuat tekan pada umur 28 hari untuk bahan berbasis limbah SBE 0 dan SBE 1
dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Perbandingan nilai kuat tekan
Perlakuan
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4

Kuat tekan (MPa)
SBE 0
SBE 1
3.85
10.57
4.26
10.89
5.28
11.15
5.40
11.87
9.46
18.75
9.94
23.19
11.57
27.02
11.72
28.73
17.74
26.95
18.73
30.05
19.48
31.19
21.16
34.45

15
Berdasarkan Tabel 9, nilai kuat tekan untuk formulasi yang menggunakan
SBE 1 lebih tinggi dibandingkan SBE 0. Hal ini dapat dikarenakan kandungan
minyak pada SBE 1 lebih sedikit dibandingkan SBE 0. Kandungan minyak yang
tinggi pada SBE dapat menyebabkan reaksi hidrasi menjadi terganggu sehingga
dapat menurunkan kekuatan pada beton. Selain itu, dengan kandungan minyak
yang lebih sedikit pada SBE 1 membuat pasta semen lebih mudah homogen
dibandingkan SBE 0. Nilai terbaik keduanya terjadi pada perlakuan A3B4 dan
termasuk ke dalam mutu B. Namun demikian, berdasarkan standar mutu paving
block (BSN 1996) untuk kuat tekan, perlakuan A2B1 dengan bahan baku SBE 1
telah memenuhi persyaratan untuk kategori mutu B, yaitu nilai kuat tekan sebesar
18,75 MPa. Oleh karena itu, formulasi paving block yang dipilih untuk digunakan
pada penelitian utama adalah formulasi A2B1 dengan bahan baku SBE 1.
Pemilihan ini dilakukan karena dengan konsentrasi semen dan tekanan press yang
lebih rendah, mutu yang dihasilkan sama dengan perlakuan A3B4, yaitu kategori
mutu B.
Penelitian Utama
Penelitian utama ini dilakukan dengan penambahan abu sekam padi pada
formulasi bahan campuran paving block. Tujuannya adalah untuk menentukan
seberapa besar peran abu sekam padi dalam menggantikan fungsi semen dalam
meningkatkan mutu paving block. Formulasi yang digunakan mengacu pada hasil
penelitian pendahuluan, dimana formulasi yang dipilih adalah perlakuan A2B1
dengan konsentrasi semen 30% dan tekanan press 25 kg/cm2. Abu sekam padi
yang ditambahkan pada formulasi sebesar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari
bobot semen yang digunakan. Analisis mutu yang dilakukan meliputi analisis sifat
tampak, ukuran atau dimensi, kuat tekan, penyerapan air, ketahanan natrium sulfat
dan konduktivitas panas.
Karakteristik Mutu
Sifat Tampak
Pengujian sifat tampak pada paving block mengacu pada SNI 03-0691-1996
tentang standar mutu paving block. Pengujian dilakukan dengan pengamatan
langsung secara visual terhadap penampakan paving block. Penampakan paving
block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi dapat dilihat pada Gambar 2
berikut.

(5%)

(10%)

(15%)

(20%)

(25%)

Gambar 2 Penampakan paving block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi

16
Penampakan paving block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi secara
keseluruhan tidak terlihat perbedaannya. Semua perlakuan memiliki kondisi
permukaan paving block yang seragam dan rata, tidak terlihat adanya retak
ataupun berlubang (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh metode pembuatannya,
yaitu metode mekanis dengan bantuan alat press sehingga kondisi permukaan
paving block yang dihasilkan seragam. Selain itu, faktor tekanan press yang
diberikan pun mempengaruhi kondisi paving block yang dihasilkan. Tekanan
press yang diberikan pada saat pembuatan sama, yaitu sebesar 25 kg/cm 2. Oleh
sebab itu, secara visual tidak terdapat perbedaan pada kondisi paving block yang
dihasilkan dan telah memenuhi standar mutu.
Ukuran (Dimensi)
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui dimensi paving block dan
menghindari adanya penyimpangan ukuran yang akan berpengaruh pada saat
pemasangan paving block. Menurut British Standart 6717 Part I (1986) tentang
Precast Concrete Paving Blocks, persyaratan untuk paving block antara lain
sebagai berikut:
1. Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai ukuran
panjang 200 mm dan lebar 100 mm.
2. Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm dan 100 mm.
3. Toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan, yaitu panjang ± 2 mm,
lebar ± 2 mm, dan tebal ± 3 mm.
Dalam penelitian ini digunakan cetakan yang berukuran 20 cm x 10 cm x
4.5 cm. Hasil pengukuran dimensi paving block dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Dimensi paving block

Dimensi
(cm)
Panjang
Lebar
Tebal

5 (A)
20.00
10.01
4.05

Konsentrasi abu sekam padi (%)
10 (B)
15 (C)
20 (D)
20.07
20.00
20.07
10.03
10.03
10.02
4.11
4.18
4.12

25 (E)
20.00
10.03
4.13

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap dimensi paving block (Tabel 10),
perbedaan dimensi atau ukuran antar paving block masih berada dalam batas
toleransi yang diperbolehkan. Adanya penyimpangan dimensi paving block akan
berpengaruh pada saat proses pemasangan paving block. Apabila ukuran paving
block tidak seragam dan melebihi batas toleransi dikhawatirkan pada saat
pemasangan akan menghasilkan permukaan yang tidak rata dan bergelombang.
Selain itu, apabila ukuran paving block tidak seragam akan menyulitkan pada saat
proses pemasangan di lapangan.
Kuat Tekan
Kekuatan tekan didefinisikan sebagai kemampuan beton untuk dapat
menerima gaya per satuan luas (Mulyono 2004). Kekuatan tekan pada paving
block dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis dan kualitas bahan,
metode pembuatan, perbandingan jumlah bahan, dan perawatan paving block.
Berdasarkan SNI 03-0691-1996, mutu dan penggunaan paving block digolongkan
menjadi 4 jenis dilihat dari nilai kuat tekannya (Tabel 1). Dari hasil penelitian

17
pendahuluan, perlakuan yang dipilih adalah perlakuan A2B1 dengan bahan baku
SBE 1 yang memiliki nilai kuat tekan rata-rata 18.75 MPa. Pada tahap ini,
penambahan abu sekam padi pada campuran bahan diharapkan dapat
meningkatkan kekuatan paving block yang dihasilkan. Hasil pengukuran terhadap
nilai kuat tekan paving block dengan penambahan abu sekam padi (ASP) dapat
dilihat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11 Kuat tekan paving block
Perlakuan
A
B
C
D
E

Konsentrasi
abu sekam padi
5%
10%
15%
20%
25%

7 Hari
12.28
14.32
10.44
10.18
8.84

Kuat tekan (MPa)
14 Hari 21 Hari 28 Hari
16.13
17.09
20.17
17.49
18.75
21.31
14.79
17.46
19.73
14.92
15.76
16.14
12.47
13.21
13.88

Kuat tekan (MPa)

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor penambahan abu sekam padi pada
campuran bahan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai kuat tekan
paving block pada tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil uji lanjut Duncan,
perlakuan B (ASP 10%) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kuat tekan
rata-rata tertinggi, yaitu 21.31 MPa, sementara untuk perlakuan A (ASP 5%) dan
C (ASP 15%) tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap nilai
kuat tekan (Lampiran 7).
Hasil pengujian terhadap kuat tekan menunjukkan peningkatan kuat tekan
berbanding lurus dengan peningkatan umur paving block (Tabel 11). Hal ini
disebabkan proses pengerasan atau pengikatan oleh semen berlangsung secara
bertahap pada periode waktu tertentu. Proses pengerasan optimal biasanya terjadi
setelah beton mencapai umur 28 hari (Sobelev 2002). Grafik hubungan antara
konsentrasi abu sekam padi dengan nilai kuat tekan pada umur 28 hari dapat
dilihat pada Gambar 3.
30
25
20
15
10
5
0

20.17 21.31 19.73
16.14

5%

10%

15%

20%

13.88

25%

Konsentrasi abu sekam padi
Gambar 3 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi terhadap
kuat tekan pada umur 28 hari
Berdasarkan grafik di atas, penambahan abu sekam padi sebanyak 10% dari
berat total semen menghasilkan nilai kuat tekan tertinggi, yaitu 21.31 MPa.
Sementara penambahan abu sekam padi diatas 10% terjadi penurunan kuat tekan.
Hal ini disebabkan semakin berkurangnya jumlah semen dalam bahan sehingga
jumlah kalsium hidroksida (CH) yang terbentuk dari hasil reaksi hidrasi juga

18

15

18.75
21.31

16.23
18.75

20

12.89
17.49

25
10.42
14.32

Kuat tekan (MPa)

berkurang. Akibatnya reaksi antara kalsium hidroksida (CH) dan silika dalam
bahan pozzolan juga akan menurun sehingga pembentukan senyawa kalsium
silikat hidrat (CSH) menjadi kurang optimal. Dengan jumlah campuran yang tepat
antara semen dan abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan pada mortar.
Penambahan jumlah abu sekam padi sebanyak 10% ternyata meningkatkan nilai
kuat tekan paving block dibandingkan dengan sebelum penambahan abu sekam
padi. Perbandingan nilai kuat tekan sebelum dan sesudah penambahan abu sekam
padi sebesar 10% dapat dilihat pada Gambar 4.

Kontrol

10

ASP 10%

5
0
7 Hari

14 Hari

21 Hari

28 Hari

Umur paving block
Gambar 4 Grafik perbandingan kuat tekan antara sebelum
dan setelah penambahan abu sekam padi 10%
Penambahan abu sekam padi sebanyak 10% pada campuran bahan terbukti
dapat meningkatkan nilai kuat tekannya (Gambar 4). Hal ini dikarenakan
kandungan silika (SiO2) yang terdapat dalam abu sekam padi bereaksi dengan
kalsium hidroksida (CH) dan membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (CSH)
sekunder yang bersifat kaku dan keras. Senyawa CSH sekunder yang terbentuk ini
dapat mengisi kekosongan pada struktur paving block