Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth

FORMULASI PAVING BLOCK DARI BERBAGAI BAHAN
BERBASIS LIMBAH PADAT SPENT BLEACHING EARTH

SUDRAJAT MUKTI MARDIKO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Paving block
dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Sudrajat Mukti Mardiko
NIM F34090104

ABSTRAK
SUDRAJAT MUKTI MARDIKO. F34090104. Formulasi Paving block dari
Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth. Dibimbing oleh
ANI SURYANI dan GUSTAN PARI.
Spent bleaching earth merupakan limbah padat proses pemucatan dalam
pemurnian CPO. Pemanfaatan Spent bleaching earth (SBE) sebagai bahan
substitusi pasir pada pembuatan paving block merupakan salah satu alternatif
pemanfaatan SBE yang dapat diaplikasikan. Penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan formulasi dan mengetahui jenis bahan terbaik untuk membuat
paving block. Proses pembuatan paving block dimulai dengan pencampuran
semua bahan, pencetakan, dan pemadatan. Metode pemadatan yang digunakan
dalam penelitian ini dilakukan secara manual. Formulasi campuran terbaik
diperoleh dengan melakukan beberapa variasi dalam penggunaan bahan, yaitu
pasir dan SBE 0, SBE1 serta RSBE. Perbandingan persentase konsentrasi antara
SBE 0/SBE 1/RSBE dengan pasir adalah (0% : 100%),(20% : 80%),(40% :

60%),(60% : 40%),(80% : 20%), dan (100% : 0%). Paving block dengan
formulasi A1B1 (20% SBE 0 : 80% pasir) merupakan formulasi terbaik yang
dihasilkan dalam penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai kuat tekan 15.34
MPa, daya serap air 2.66 %, dan tidak cacat pada pengujian ketahanan terhadap
natrium sulfat serta memiliki nilai konduktifitas panas 0.5882 (W/m.K).
Kata kunci: Spent bleaching earth, Paving block, Formulasi

ABSTRACT
SUDRAJAT MUKTI MARDIKO. F34090104. Formulation Paving block from
Various Materials Based Solid Waste Spent bleaching earth. Supervised by ANI
SURYANI and GUSTAN PARI.
Spent bleaching earth (SBE) is a solid waste produced by refinery of crude
palm oil industry. Utilization of SBE as a substitution material of paving sand is
one alternative that can be applied SBE utilization. The research was expected to
outcome formulation and determines the best type of material in paving blocks
manufacture. The process began by mixing all ingredients, forming and
compaction. Compaction method used in this research was conducted manually.
The best mixing formulation was obtained by performing some variation of
materials usages, such as sand and SBE 0, SBE1 and RSBE. Comparisons of
percentage concentration between SBE 0/SBE 1/RSBE and sand were (0% :

100%), (20% : 80%), (40% : 60%), (60% : 40%), (80% : 20%) and (100% : 0%).
Paving blocks formulation of A1B1 (20% SBE 0 : 80% sand) was the best
formulation obtained in this study. It was proven by the value of compressive
strength of 15:34 MPa, water absorption of 2.66 % and there was no defect in the
testing of its resistance to sodium sulfate and thermal conductivity value of 0.5882
(W/mK).
Key word : Spent bleaching earth, Paving block, and Formulation

FORMULASI PAVING BLOCK DARI BERBAGAI BAHAN
BERBASIS LIMBAH PADAT SPENT BLEACHING EARTH

SUDRAJAT MUKTI MARDIKO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah
Padat Spent bleaching earth
Nama
: Sudrajat Mukti Mardiko
NIM
: F34090104

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Pembimbing I

Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Formulasi Paving block dari Berbagai
Bahan Berbasis Limbah Padat Spent bleaching earth” berhasil diselesaikan.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan Prof (R) Dr Gustan Pari MSi selaku
Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian
dan penyelesaian skripsi.
2. Prof Dr-Ing Ir Suprihatin selaku dosen penguji atas bantuan dalam melakukan
pembelajaran dan bimbingan dalam melakukan revisi penulis.
3. Bapak Mafrudin, bapak Derry, bapak Ahmad, bapak suharto dan seluruh
laboran departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan
bimbingannya selama pelaksanaan penelitian.
4. PT. Asianagri Agungjaya atas kerjasamanya dalam penelitian serta atas

bahan-bahan yang telah diberikan.
5. Bapak, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya
untuk penulis.
6. Keluarga besar TIN 46 atas motivasi dan kehangatan kekeluargaan yang tak
terlupakan.
7. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Sudrajat Mukti Mardiko

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE

6

Alat dan Bahan

6

Waktu dan Tempat


6

Metode Penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan

8
8

Pengarangan Spent bleaching earth

11

Karakteristik Mutu Paving block

12


SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24


RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Karakteristik Fisik dan Kimia Bleaching Earth
Kombinasi perlakuan-perlakuan pada penelitian paving block
Karakteristik SBE 0
Karakteristik SBE 1
Karakteristik RSBE
Karakteristik Pasir
Pengukuran suhu selama proses karbonisasi (pengarangan)
Hasil pengukuran dimensi paving block (16 X 4 X 4) cm
Nilai kuat tekan (MPa)
Hasil pengukuran daya serap air paving block
Hasil pengukuran ketahanan paving block terhadap natrium sulfat
Hasil pengujian konduktivitas panas

1
7
8
9
10
10
11
13
14
17
18
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Peningkatan suhu per menit pada proses karbonisasi
Penampakan paving block SBE 0 (a), SBE 1(b), dan RSBE (c)
Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan
SBE 0
Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan
SBE 1
Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block berbahan
RSBE
Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap nilai kuat tekan paving block
pada umur 28 hari
Grafik hubungan antara konsentrasi bahan dengan nilai resapan air
paving block
Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap penambahan bobot paving
block .

12
12
15
15
15
16
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Prosedur analisis karakteristik bahan
Diagram alir proses produksi biodiesel secara in situ
Prosedur pembuatan paving block
Perhitungan persentase komposisi paving block
Prosedur pengujian mutu paving block
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
Standar mutu paving block yang disyaratkan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI 03-0691-1996)
Gambar penampakan paving block berbahan SBE 0, SBE 1, dan RSBE
Tabel analisis varian (α = 5%) kuat tekan paving block
Hasil uji lanjut duncan kuat tekan
Tabel analisis varian (α = 5%) daya serap air paving block

24
26
27
28
28
30
31
32
33
33
34

12
13
14

Hasil uji lanjut duncan daya serap air
Tabel hasil analisis varian (α = 5%) ketahanan natrium sulfat paving
block
Hasil uji lanjut duncan ketahanan natrium sulfat

34
35
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spent bleaching earth merupakan limbah padat proses pemucatan dalam
pemurnian CPO. Jumlah konsumsi bleaching earth untuk pemucatan CPO di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan pengembangan
industri minyak goreng di Indonesia. Menurut (GAPKI 2014) pada tahun 2013
Indonesia memproduksi CPO sebanyak 26 juta ton. Dalam proses pemucatan
CPO diperlukan kadar bleaching earth sebanyak 6-12 kg/ton minyak sawit atau
sekitar 0,6-1,2% (Pahan 2008). Apabila pada tahun 2013 CPO yang dimanfaatkan
menjadi minyak goreng sebesar 26 juta ton, maka dalam proses pemurnian CPO
diperlukan bleaching earth sebesar 312.000 ton per tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa tiap tahun produksi SBE di Indonesia semakin meningkat.
Arifin dan Sudrajat (1997) menyatakan bahan dasar yang digunakan untuk
membuat bleaching earth adalah bentonit. Bentonit sebagai mineral lempung
yang terdiri dari 85 % montmorilonit dengan rumus kimia bentonit adalah (Mg,
Ca) xAl2O3. ySiO2. n H2O dengan nilai n sekitar 8 dan x,y adalah nilai
perbandingan antara Al2O3. dan SiO2. Fragmen sisa bentonit umumnya terdiri dari
campuran kristoballit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas, illit. (Gillson
1960). Secara umum spesifikasi bleaching earth dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Bleaching Earth
Karakteristik Fisik dan Kimiawi
Bentuk
Warna
Ukuran
Bulk density
Kadar air
pH slurry

Serbuk (powder)
Cream keputih-putihan
65% lolos ayakan 150 mesh dengan 5%
lolos ayakan 200 mesh
0,5-0,8 g/ml
Maks. 5%
4-5

Sumber: Wahyudi (2000)
Pemanfaatan spent bleaching earth sebagai bahan substitusi pembuatan
paving block merupakan salah satu alternatif yang dapat diaplikasikan. Paving
block adalah komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen
portland atau bahan perekat sejenis, air dan bahan halus dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu dari pada beton tersebut (SNI
1989). Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan spent bleaching earth
menjadi bahan substitusi (pengganti) dari pasir dengan memvariasikan komposisi
dari spent bleaching earth dan pasir, baik sedikit, sebagian ataupun seluruhnya,
akan tetapi tidak mengubah komposisi daripada bahan-bahan penyusun paving
block yang ada.
Saat ini bahan bangunan dengan komposisi semen, air dan pasir sudah
banyak dikembangkan antara lain paving blok, cone-block, buis beton, penutup

2
atap rumah. Paving block merupakan bahan bangunan yang dikembangkan dari
bahan mortar yang diberi perlakuan pada proses pembuatannya seperti dipadatkan
(cara pressing yang banyak dilakukan), digetarkan, dan atau keduanya. Paving
block banyak digunakan untuk trotoar, area bermain/taman, perkerasan kelas jalan
ringan, serta penutup permukaan.
Kemudahan dalam pemasangan dan perawatan menjadi pertimbangan
kenapa paving block banyak disukai. Tetapi banyaknya kebutuhan penggunaan
paving block untuk berbagai konstruksi pavemen tidak diimbangi dengan
ketersediaan kualitas paving yang memadai, baik dari sisi kekuatan, umur pakai,
dan durability paving itu sendiri. Konstruksi paving block untuk permukaan jalan
banyak yang mengalami retak-retak dan patah, gerusan air yang melewati
permukaan menyebabkan konstruksi paving block mengalami kerusakan.
Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh dari pemberian Spent bleaching
earth (SBE) sebelum pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel dan
setelah pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel melalui proses in situ,
serta Spent bleaching earth yang sudah diarangkan (RSBE) dengan metode
konvensional pada proses pembuatan paving block terhadap sifat tampak, ukuran,
kuat tekan, daya serap air, ketahanan natrium sulfat, dan konduktifitas panas yang
dihasilkan. Material yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari limbah
industri PT. Asianagro Agungjaya.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah bahan apa yang paling baik
dalam pembuatan paving block berbasis SBE, perbandingan komposisi bahan
mana yang terbaik dalam pembuatan paving block berbasis SBE, dan paving block
berbasis SBE yang dibuat dapatkah memenuhi standar mutu SNI.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan formulasi terbaik paving block
berbasis spent bleaching earth yang memenuhi syarat pada SNI dan mengetahui
bahan yang terbaik untuk menggantikan pasir dalam komposisi bahan membuat
paving block.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah pemanfaatan limbah SBE sebagai limbah
terbuang, menambah nilai ekonomis, dan mendukung pelaksanaan pembangunan
berdasar zero waste.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penentuan formulasi bahan yang paling baik
dalam menghasilkan paving block berbasis SBE yang berkualitas dengan
dilakukan pengujian-pengujian untuk melihat kualitas mutu paving block yang
dihasilkan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Semen
Semen adalah bahan inti dalam pembuatan beton. Semen memiliki sifat
adesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya mineral-mineral menjadi
suatu massa yang padat (Wang et al. 2000). Semen dapat menjadi keras dengan
adanya air. Semen semacam ini sering disebut dengan nama semen hidrolis yang
terdiri dari silikat dan lime yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang
dihancurkan, dicampur, dan dibakar di dalam kiln. Nama lain dari semen hidrolis
adalah portland cement karena beton yang dihasilkan menyerupai batu portland.
Kekuatan beton yang dibuat dengan semen portland biasanya dicapai pada umur
28 hari.
Fungsi utama semen adalah untuk mengikat butir-butir agregat dan mengisi
rongga-rongga udara yang ada di dalam agregat. Semen portland dibedakan
menjadi beberapa macam berdasarkan fungsi tambahannya. Konsistensi normal
adalah salah satu jenis sifat atau karakter fisik dari semen portland. Konsistensi
semen portland lebih banyak pengaruhnya pada pencampuran awal. Konsistensi
ini bergantung pada perbandingan semen dan air serta aspek-aspek bahan semen
seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi (Wang et al. 2000).
Senyawa kimia utama yang ada di dalam semen portland adalah Trikalsium
Silikat (3CaO.SiO2; disingkat C3S) , Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2 Disingkat
C2S), Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3; disingkat C3A), dan Tetrakalsium
Aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3; disingkat C4AF). C33122; A). C3S dan C2S
adalah bagian yang paling menentukan sifat dari semen dan menyusun 70 – 80 %
dari berat total semen (Mulyono 2005).
Dalam prosesnya, semen akan mengalami proses hidrasi jika bertemu
dengan air. Kebutuhan air oleh semen untuk bereaksi adalah 21% – 24% dari
bobot totalnya. Senyawa C3S adalah senyawa yang pertama kali akan bereaksi.
Reaksi tersebut ditandai dengan adanya panas dan terjadinya pengerasan.
Senyawa C2S baru akan bereaksi setelah hari ke-7. Senyawa C2S memiliki
ketahanan terhadap serangan sulfat yang dapat mengurangi kekuatan dari beton
dan mortar yang dihasilkan. Senyawa C3A bereaksi secara eksotermik dan sangat
cepat memberikan kekuatan awal pada 24 jam pertama.
Kebutuhan air untuk senyawa C3A adalah empat puluh persen dari bobotnya.
Pada semen portland tipe I, jumlah fraksi senyawa C3A tidak lebih dari sepuluh
persen, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kebutuhan air. Semen dengan
unsur C3A yang lebih dari sepuluh persen akan menjadi tidak tahan terhadap
serangan sulfat. Senyawa C4AF tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap
kekerasan semen atau beton sehingga kontribusinya dalam peningkatan kekuatan
amat kecil (Mulyono 2005).
Agregat halus (Pasir)
Agregat memiliki peranan penting dalam pembuatan mortar dan beton.
Kandungan agregat di dalam mortar atau beton berkisar antara 60%-70% dari total
bobot beton atau mortar yang dihasilkan. Karena komposisinya yang amat besar,
maka sifat dari agregat yang dipakai perlu diperhatikan juga karena akan
mempengaruhi kualitas beton atau mortar yang dihasilkan (Mulyono 2003).

4
Agregat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu agregat halus dan agregat kasar.
Agregat kasar hanya digunakan dalam pembuatan beton, sedangkan agregat halus
digunakan baik pada pembuatan mortar maupun beton. Agregat halus,
berdasarkan ASTM, adalah semua jenis agregat yang memiliki ukuran kurang dari
4.75 mm, sedangkan agregat kasar adalah agregat yang memiliki ukuran lebih dari
4.75 mm. Agregat halus biasa disebut dengan istilah pasir, sedangkan agregat
kasar biasa disebut dengan kerikil.
Kualitas agregat halus ditentukan dari bentuk, porositas, tekstur, dan
kebersihan agregat tersebut (Mulyono 2003). Bentuk agregat halus yang bulat
memiliki rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan agregat halus dengan
bentuk lainnya. Semakin sedikit rongga udara yang ada akan membuat beton yang
dihasilkan semakin kuat. Tekstur permukaan agregat yang halus membutuhkan air
yang lebih sedikit dalam pengerjaan campuran sehingga kekuatan beton yang
dihasilkan akan lebih baik. Kebersihan agregat halus juga akan menentukan
kekuatan beton karena agregat yang bersih akan menghindarkan beton dari
tercampurnya zat-zat yang dapat merusak beton baik pada saat beton muda
maupun ketika sudah mengeras.
Air
Hampir semua air alami yang dapat diminum tidak mempunyai rasa dan bau
dapat digunakan sebagai air adukan untuk membuat produk beton. Air yang cocok
untuk membuat beton belum tentu cocok untuk diminum. Hal yang dihindari
dalam penggunaan air dalam adukan, seperti air laut sebaiknya tidak digunakan
sebagai air adukan beton dan air yang teraduk dengan segala jenis minyak tidak
dapat digunakan untuk adukan beton. Tidak hanya mutu tapi jumlah air sama
pentingnya untuk menghasilkan produk beton yang baik.
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur dan
pengaduk antara semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan-bahan yang
bersifat asam, basa, dan minyak. Air yang mengandung tumbuhan busuk harus
benar-benar dihindari karena dapat mengganggu proses pengikatan semen. Pada
umumnya air minum yang memenuhi persyaratan sebagai air pencampur beton
bisa digunakan, dengan pengecualian pada air minum yang banyak mengandung
sulfat (Oglesby 1996).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya
harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan Di
Indonesia (PUBI 1982), antara lain:
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat
dilihat secara visual.
3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram / liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton
(asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram /liter. Kandungan
klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m. dan senyawa sulfat tidak lebih dari
1000 p.p.m. sebagai SO3.
5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan
dievaluasi.

5
Spent bleaching earth
Spent bleaching earth merupakan limbah padat yang dihasilkan dalam
tahapan proses pemurnian minyak dalam industri minyak nabati (Chanrai et al.
2004). Spent bleaching earth yang berasal dari pemucatan CPO merupakan
campuran antara bleaching earth dan senyawa organik yang berasal dari CPO.
Senyawa organik yang berasal dari CPO sebagian besar merupakan senyawa
trigliserida (fat) dan komponen organik dalam jumlah relatif kecil adalah
digliserida, asam lemak bebas, protein, zat warna alami, dan wax. Selain itu dalam
spent bleaching earth juga masih terkandung komponen asam fosfat. Asam fosfat
ini berasal dari proses degumming yang terbawa oleh CPO ke unit bleaching
(Wahyudi 2000). Bentonit mengandung NaO, karena kandungannya tersebut
bentonit dapat digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran
bendungan, bahan pencampur cat, bahan baku farmasi, bahan perekat pasir cetak
dalam industri pengecoran dan lain sebagainya (Kusumaningtyas 2011).
Paving block
Bata beton ( paving block ) merupakan salah satu jenis beton non strultural
yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan jalan, pelataran parkir, trotoar, taman,
dan keperluan lainnya. Cara pembuatan paving block yang biasanya digunakan
dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi dua metode, yaitu :
1. Metode Konvensional
Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
kita dan lebih dikenal dengan metode gablokan. Pembuatan paving block cara
konvensional dilakukan dengan menggunakan alat gablokan dengan beban
pemadatan yang berpengaruh terhadap tenaga orang yang mengerjakan. Metode
ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai industri rumah tangga karena
selain alat yang digunakan sederhana, juga mudah dalam proses pembuatannya
sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja Semakin kuat tenaga orang yang
mengerjakan maka akan semakin padat dan kuat paving block yang dihasilkan.
Dilihat dari cara pembuatannya, akan mengakibatkan pekerja cepat kelelahan
karena proses pemadatan dilakukan dengan menghantamkan alat pemadat pada
adukan yang berada dalam cetakan.
2. Metode Mekanis
Metode mekanis didalam masyarakat biasa disebut metode press. Metode
ini masih jarang digunakan karena untuk pembuatan paving block dengan metode
mekanis membutuhkan alat yang harganya relatif mahal. Metode mekanis
biasanya digunakan oleh pabrik dengan skala industri sedang atau besar.
Pembuatan paving block cara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin
( Pamungkas dan Hairunnisa 2007 )

6

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan paving antara lain cetakan batako,
cetakan paving block, ayakan pasir, kotak adukan, sendok semen, sekop, ember.
Sedangkan bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah SBE (Spent
bleaching earth) sebelum pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel
secara in situ, SBE setelah pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel
secara in situ, reaktivasi spent bleaching earth (RSBE), Semen, Pasir (agregat
halus), dan Air bersih. Peralatan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat
pada Lampiran 6.

Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung dari bulan agustus sampai desember tahun 2013,
yang dilakukan di empat tempat yaitu lokasi pengambilan spent bleaching earth
di PT. Asianagro Agungjaya, Laboratorium Teknologi Kimia Departemen
Teknologi Industri Pertanian sebagai tempat analisis bahan baku, pengayakan,
Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan sebagai
tempat pengarangan spent bleaching earth dan Laboratorium Uji Kekuatan Bahan
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem sebagai tempat pembuatan paving block,
pengeringan dan pengujian paving block.

Metode Penelitian
1. Tahap karakterisasi bahan
Pada tahap ini perlu diketahui karakteristik bentonit bekas sebelum dan
setelah dilakukan proses produksi biodiesel secara in situ, serta bentonit setelah
diarangkan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar lemak, kadar air dan berat
jenis. Untuk prosedur analisis karakteritik bahan dapat dilihat pada
Lampiran 1.
2. Tahap proses produksi biodiesel
Proses produksi biodiesel pada penelitian ini dilakukan dengan dua tahap
yaitu esterifikasi in situ dan dilanjutkan dengan transesterifikasi in situ. Esterifkasi
in situ dilakukan dengan mereaksikan 10 kg SBE dengan metanol dan katalis
H2SO4 yang dilarutkan dalam metanol (H2SO4 metanolik). Proses ini berlangsung
di dalam reaktor berkapasitas 100 liter dengan kecepatan pengadukan sebesar 650
rpm pada suhu 65 0C. Proses esterifikasi in situ dilangsungkan selama 3 jam.
Selama 3 jam esterifikasi. Setelah waktu reaksi esterifikasi in situ tercapai, maka
reaksi transesterifikasi in situ segera dilangsungkan selama 1 jam dengan kondisi
suhu dan kecepatan sama seperti kondisi proses esterifikasi in situ sebelumnya.
Pada proses ini ditambahkan katalis basa NaOH.

7
Setelah itu campuran dibiarkan mengendap selama semalam, kemudian
dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas dari filtrat. Filtrat yang
diperoleh dari penyaringan merupakan campuran dari minyak, gliserol, dan
metanol yang telah terbebas dari kotoran-kotoran SBE atau padatan lainnya.
Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk menguapkan metanol sehingga diperoleh
campuran minyak dan gliserol. Campuran ini kemudian dipisahkan dengan labu
pemisah. Selanjutnya pada biodiesel dilakukan pencucian dengan air yang
bersuhu 600C sampai air cucian netral. Biodiesel yang diperoleh dari hasil
pencucian dilakukan pemanasan lagi untuk menguapkan kembali sisa air ataupun
metanol yang masih tersisa. Proses produksi biodiesel dapat dilihat pada
Lampiran 2.
3. Tahap pengarangan spent bleaching earth
Proses pengarangan bleaching earth akan menghasilkan adsorben yang akan
digunakan untuk bahan campuran pada paving block. Dalam proses reaktivasi,
dilakukan pemanasan pada suhu 400 °C selama 5 jam.
4. Tahap pembuatan paving block
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pemeriksaan bahan penyusun paving
antara lain : pasir, spent bleaching earth sebelum proses pengambilan residu
minyak untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 0) dan sesudah proses
pengambilan residu minyak untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 1), serta
reaktivasi spent bleaching earth (RSBE). Selanjutnya dilakukan proses
pembuatan paving block. Proses pembuatan paving block dapat dilihat pada
Lampiran 3. Cara menentukan komposisi pencampuran paving block berdasarkan
volume rasio antara semen dan bahan, yaitu 1 : 4. Misal untuk volume semen 100
cm3 (315 gram), maka dibutuhkan sebanyak 400 cm3 bahan (pasir dan limbah
SBE). Jadi volume 400 cm3 dianggap 100% volume, (Mulyono dalam Simbolon
2009). Perhitungan persentase komposisi paving block dapat dilihat pada
Lampiran 4. Formulasi terbaik diperoleh dengan melakukan beberapa variasi
antara jenis bahan dan konsentrasi. Kombinasi antara jenis bahan dan konsentrasi
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kombinasi perlakuan-perlakuan pada penelitian paving block
Jenis bahan

SBE 0 (A1)
SBE 1 (A2)
RSBE (A3)

20 %
(B1)
A1B1
A2B1
A3B1

40 %
(B2)
A1B2
A2B2
A3B2

Konsentrasi
60 %
80 %
(B3)
(B4)
A1B3
A1B4
A2B3
A2B4
A3B3
A3B4

100 %
(B5)
A1B5
A2B5
A3B5

5. Tahap pengujian paving block
Pada tahap ini dilakukan pengujian-pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui kualitas paving block yang dihasilkan dari masing-masing formulasi
sehingga sesuai dengan SNI yang disyaratkan. Pengujian yang dilakukan meliputi
sifat tampak, ukuran, kuat tekan, penyerapan air, ketahanan terhadap natrium

8
sulfat, dan konduktifitas panas. Prosedur pengujian mutu paving block dapat
dilihat pada Lampiran 5.
6. Pengolahan data
Rancangan percobaan adalah suatu tes atau serangkaian tes dengan maksud
mengamati dan mengidentifikasi perubahan-perubahan pada output respon yang
disebabkan oleh perubahan-perubahan yang dilakukan pada variabel input dari
suatu proses (Montgomery, 2005). Rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor yang digunakan
yaitu jenis bahan (A) dengan 3 taraf (SBE 0, SBE 1, dan RSBE) dan konsentrasi
bahan dengan 5 taraf (20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%) dengan ulangan
sebanyak dua kali. Model rancangan percobaannya adalah :
Yijk = μ + Ai +Bj+(AB)ij+ €k(ij)
Keterangan:
Yijk
= hasil pengamatan pada ulangan ke-k, jenis bahan ke-i dan
variasi komposisi bahan ke-j
μ
= rata-rata yang sebenarnya
Ai
= pengaruh jenis bahan ke-i (i=1,2,3)
Bj
= pengaruh konsentrasi bahan ke-j (j=1,2,3,4,5)
(AB)ij
= pengaruh interaksi jenis bahan ke-i dan konsentrasi bahan ke-j
€k(ij)
= galat eksperimen

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan
Spent bleaching earth sebelum proses pemanfaatan residu minyak kelapa
sawit didalamnya untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 0)
SBE 0 yang digunakan sangat berpengaruh terhadap karakteristik mutu
paving block yang dihasilkan nantinya. Oleh karena itu sebelum digunakan lebih
lanjut perlu diketahui karakteristik dari SBE 0 tersebut. Karakteristik SBE 0 yang
akan di analisis, meliputi kadar air, bobot jenis dan kadar lemak. Hasil analisis
karakteristik SBE dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik SBE 0
Karakteristik Mutu
Kadar air
Bobot jenis
Kadar lemak

Nilai
2.20 (%)
0.74 (g/cm3)
22.22 (%bk)

Dari data hasil percobaan analisis karakteristik SBE 0 yang telah dilakukan
diperoleh hasil seperti pada Tabel 3. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu
paving block yang dihasilkan. Kadar air yang terkandung pada SBE dapat

9
menyebabkan penurunan kekuatan. Kadar lemak pada percobaan diketahui bahwa
bahan SBE sebelum proses in situ sebesar 22.22 %. Hasil yang didapatkan ini
sesuai dengan literatur limbah SBE ini masih mengandung 20-30% minyak nabati
(Young 1987). Kandungan minyak ini mempunyai pengaruh terhadap
kekompakan paving block.
Pada pengujian bobot jenis diperoleh nilai sebesar 0.74 gr/cm3 sehingga
bahan tersebut dapat digolongkan pada agregat ringan. Menurut Tjokrodimulyo
(2007) agregat dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya, yaitu agregat normal,
agregat berat, dan agregat ringan. Agregat ringan mempunyai berat jenis kurang
dari 2.0.
Spent bleaching earth setelah proses proses pemanfaatan residu minyak
kelapa sawit didalamnya untuk produksi biodiesel secara in situ (SBE 1)
SBE 1 yang digunakan ini berbeda dengan SBE 0. Perbedaannya terletak
pada proses memperoleh bahan tersebut. Bahan SBE 1 diperoleh dari residu
proses esterifikasi dan transesterifikasi produksi biodiesel. Dari proses esterifikasi
dan transesterifikasi pembuatan biodiesel tersebut diharapkan sudah mengurangi
kandungan minyak yang terdapat dalam SBE 0 karena dalam proses produksi
pelarut metanol. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang
termasuk golongan lipida. Satu sifat yang khas mencirikan golongan lipida
(termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik,
misalnya eter, benzen, kloroform (Harper 1980). Untuk uji karakteristik bahan
SBE 1 sama dengan SBE 0 yaitu kadar air, bobot jenis, dan kadar lemak. Hasil
karakterisitik SBE 1 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik SBE 1
Karakteristik Mutu
Kadar air
Berat jenis
Kadar minyak

Nilai
4.52 %
0.77(g/cm3)
3.97 (%bk)

Dari data hasil percobaan analisis karakteristik SBE 1 yang telah dilakukan
diperoleh hasil seperti pada Tabel 4. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu
paving block yang dihasilkan. Kadar air yang terkandung pada SBE dapat
menyebabkan penurunan kekuatan. Kadar lemak pada percobaan diketahui bahwa
bahan SBE setelah proses in situ sebesar 3.97 %. Kandungan minyak ini
mempunyai pengaruh terhadap kekompakan paving block. Pada pengujian bobot
jenis diperoleh nilai sebesar 0.77 g/cm3 sehingga bahan tersebut dapat
digolongkan pada agregat ringan.
Reaktivasi spent bleaching earth (RSBE)
RSBE merupakan hasil dari proses reaktivasi spent bleaching earth (SBE).
Proses reaktivasi ini dilakukan dengan cara pengarangan pada suhu 400oC selama
5 jam. Hasil karakteristik reaktivasi spent bleaching earth dapat dilihat pada Tabel
5.

10

Tabel 5. Karakteristik RSBE
Karakteristik Mutu
Kadar air
Bobot jenis
Kadar lemak

Nilai
0.12 (%)
0.72 (g/cm3)
0.17 (% bk)

Hasil karakteristik RSBE diperoleh hasil yang berbeda dengan bahan SBE 0
maupun SBE 1 pada uji kadar air dan kadar lemak. Hal ini diakibatkan oleh proses
pengarangan. Pengarangan berfungsi untuk menghilangkan senyawa-senyawa
organik yang terdapat pada bahan, misalnya air dan minyak. Sehingga dalam
pengujian kadar air dan kadar lemak RSBE diperoleh nilai yang kecil. Sedangkan
pada pengujian bobot jenis RSBE diperoleh hasil yang tidak signifikan dengan
bahan SBE 0 dan SBE 1.
Pasir
Pasir adalah salah satu komponen yang penting dalam pembuatan paving
block. Terdapat 4 jenis utama pasir, yaitu pasir galian, pasir laut, pasir sungai, dan
pasir yang dihancurkan (Muller et al. 2006). Gradasi yang baik dari pasir juga
memberikan efek yang penting pada kelecakan dan ketahanan pada mortar. Pasir
dengan butiran yang sangat halus tidak praktis untuk kelecakannya, sehingga
harus ditambahkan semen untuk mengisi rongga diantara butiran yang halus
tersebut untuk mendapatkan kelecakan yang baik, sedangkan paving yang
menggunakan pasir dengan butiran yang besar biasanya lemah karena rongga
antara butiran cukup besar sehingga tegangan tidak dapat didapat menyebar secara
merata (Tjokrodimulyo 2007).
Mutu beton secara langsung berhubungan dengan karakteristik dan kondisi
pasir. Pasir dan kerikil harus bersih dari tanah liat tanaman dan bahan organik
lainnya. Tanah liat atau kotoran yang melapisi kerikil dapat menghalangi
lengketnya semen dengan kerikil, memperlambat proses pengaturan pembekuan
dan menurunkan kekuatan beton. Dengan demikin tanah liat dan kotoran tidak
boleh melebihi 10% jika tidak pasir harus dicuci (Müller et al. 2006). Hasil
karakteristik mutu pasir dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik Pasir
Karakteristik Mutu
Kadar air
Bobot jenis
Kadar lumpur

Nilai
5.76 (%)
1.36 (g/cm3)
6.60 (%)

Hasil dari pengujian diperoleh kadar air sebesar 5.76%. Faktor kandungan
air dalam pasir juga memegang peranan penting dalam paving block. Pasir dengan
kandungan air yang banyak dapat menambah rasio air dan semen yang berakibat
pada penurunan kekuatan. Hal ini dikarenakan air yang semula menempati rongga

11
menguap bersamaaan dengan terjadinya reaksi hidrasi sehingga terbentuk rongga
yang dapat meningkatkan porositas paving block.
Penguijan kadar lumpur diperoleh hasil sebesar 6.60 %. Hasil tersebut
sesuai dengan modul pelatihan pembuatan ubin atau paving block dan batako
(Müller et al. 2006) yang mengatakan tanah liat dan kotoran tidak boleh melebihi
10% jika tidak pasir harus dicuci. Maka pasir yang digunakan dalam penelitian ini
tidak perlu dicuci terlebih dahulu. Kadar lumpur mempunyai pengaruh terhadap
kekuatan beton. Semakin tinggi kandungan kadar lumpur yang terdapat dalam
pasir akan mempengaruhi kekuatan pengikatan sehingga kekuatan konstruksi akan
semakin rendah. Pengujian bobot jenis pasir didapatkan nilai sebesar 1.36 g/cm3.
Hasil tersebut kurang sesuai dengan SNI yang menyatakan bobot jenis pasir
sebesar 1.4 g/cm3.
Pengarangan Spent bleaching earth
Karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat
pirolisis dengan oksigen terbatas (Compete 2009). Ketiadaan oksigen dalam
proses karbonisasi menyebabkan hanya komponen zat terbang saja yang terlepas
dari bahan, sedangkan bagian karbon akan tetap tinggal di dalam bahan. Reaksi
pada proses karbonisasi adalah reaksi eksoterm, yaitu jumlah panas yang
dikeluarkan lebih besar daripada yang diperlukan. Reaksi utama terjadi pada suhu
150-3000C dimana terjadi kehilangan banyak kandungan air dari dalam bahan,
sehingga dihasilkan arang. Semakin lambat proses karbonisasi, maka mutu arang
yang dihasilkan akan semakin baik (Abdullah et all 1998).
Karbonisasi atau pengarangan adalah suatu proses pemanasan pada suhu
tertentu dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen sangat terbatas,
biasanya dilakukan di dalam furnace. Proses ini menyebabkan
terjadinya penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan
membentuk methanol,uap asam asetat, tar-tar dan hidrokarbon. Faktor-faktor yang
mempengaruhi karbonisasi adalah kadar air, ketebalan bahan baku, kekerasan
bahan baku, udara sekeliling dapur pembakaran (furnace), dan waktu pemanasan.
Hasil pengukuran suhu selama proses karbonisasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengukuran suhu selama proses karbonisasi (pengarangan)
waktu (menit)

suhu (0C)

0
30
60
90
120
150

29
74.5
184
294
370
401

Pada 30 menit pertama suhu menunjukkan 74.50C mengalami peningkatan
sebesar 45.50C dari pengukuran suhu pada menit ke-0 dengan peningkatan suhu
sebesar 1.520C per menit. Pada 30 menit kedua suhu menunjukkan 1840C

12

suhu (0C)

mengalami peningkatan sebesar 109.50C dari pengukuran suhu pada 30 menit
pertama dengan peningkatan suhu sebesar 3.650C per menit. Pada 30 menit ketiga
suhu menunjukkan 2940C mengalami peningkatan sebesar 110 0C dari pengukuran
suhu pada 30 menit kedua dengan peningkatan suhu sebesar 3.670C per menit.
Pada 30 menit keempat suhu menunjukkan 3700C mengalami peningkatan sebesar
760C dari pengukuran suhu pada 30 menit ketiga dengan peningkatan suhu
sebesar 2.530C per menit. Pada 30 menit kelima suhu menunjukkan 4010C
mengalami peningkatan sebesar 310C dari pengukuran suhu pada 30 menit
keempat dengan peningkatan suhu sebesar 1.03 0C per menit. Peningkatan suhu
per menit pada proses pengarangan dapat dilihat pada Gambar 1.
4
3
2
1
0
0

30

60
90 120
waktu (menit)

150

Gambar 1. Peningkatan suhu per menit pada proses karbonisasi
Karakteristik Mutu Paving block
Sifat tampak
Paving block yang dihasilkan pada berbagai jenis SBE dengan tingkat kadar
lemak yang berbeda, didapatkan hasil bahwa paving block dengan campuran
100% SBE 0 terlihat masih banyak lubang-lubang yang menyebabkan
penampakan paving block tidak bagus bila dibandingkan dengan SBE 1 dan
RSBE. Hal ini disebabkan karena pada bahan SBE 0 masih memiliki kandungan
kadar lemak yang cukup besar, yaitu 22.22%. Sehingga antara SBE 0 dan air sulit
menyatu karena sifat minyak yang susah berikatan dengan air. Gambar
penampakan paving block dari SBE 0 dapat dilihat pada Gambar 2(a). Untuk
paving block dengan campuran dari 100% RSBE diperoleh penampakan yang
kompak sehingga penampakannya terlihat bagus bila dibandingkan dengan SBE 0
dan SBE 1. Gambar penampakan paving block dari RSBE dapat dilihat pada
Gambar 2(c). Sedangkan pada paving block dengan campuran SBE 1 diperoleh
penampakan yang lebih kompak bila dibandingkan dengan SBE 0. Gambar
penampakan paving block dari SBE 1 dapat dilihat pada Gambar 2(b).

(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Penampakan paving block SBE 0 (a), SBE 1(b), dan RSBE (c)

13
Selain faktor bahan baku yang mengandung minyak yang menyebabkan
adanya rongga-rongga, ada juga faktor proses hidrasi semen. Hal ini yang
menyebabkan adanya lubang pada paving block. Standar mutu paving yang
disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7. Paving block untuk lantai
harus memenuhi persyaratan SNI 03-0691-1996 adalah sifat tampak paving block
untuk lantai harus mempunyai bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak
dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan
jari tangan. Penampakan gambar paving block dari berbagai variasi perlakuan
dapat dilihat pada Lampiran 8.
Ukuran
Pengukuran paving block dilakukan untuk mengetahui dimensi paving block.
Pengukuran terhadap dimensi paving block juga dimaksudkan untuk menghindari
adanya ukuran yang tidak seragam. Menurut British Standart 6717 Part I 1986
tentang Precast Concrete Paving blocks, persyaratan untuk toleransi dimensi pada
paving block yang diijinkan yaitu panjang ± 2 mm, lebar ± 2 mm, tebal ± 3 mm.
Dalam penelitian ini digunakan cetakan yang berukuran 16 cm x 4 cm x 4 cm.
Hasil pengukuran dimensi paving block dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil pengukuran dimensi paving block (16 X 4 X 4) cm
Jenis SBE
spent bleaching earth
sebelum proses in situ
(SBE 0)
spent bleaching earth
setelah proses in situ
(SBE 1)
spent bleaching earth
setelah diarangkan
(RSBE)

Parameter
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tinggi (cm)
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tinggi (cm)
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tinggi (cm)

20
15.96
3.98
3.98
15.99
4.02
4.01
15.99
4.02
4.00

Konsentrasi (%)
40
60
80
15.99
16.05
16.01
3.93
4.00
4.01
4.05
4.02
4.04
16.02
16.04
16.03
4.01
4.03
4.02
4.04
4.03
4.03
16.02
16.04
16.03
4.01
4.03
4.02
4.02
4.01
4.03

100
15.99
3.95
4.00
16.05
4.01
4.03
16.05
4.01
4.01

Dari data tersebut tidak ada ukuran yang melenceng dari toleransi yang telah
disyaratkan. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada
Lampiran 7. Pengukuran dimensi ini dilakukan agar pada saat pemasangan paving
block tidak terjadi perbedaan ukuran yang signifikan antar paving block. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya pembuatan jalan yang terbuat dari paving
block menjadi bergelombang akibat ukuran dimensi yang tidak seragam. Ukuran
dimensi yang tidak seragam ini disebabkan oleh proses pemadatan adukan.
Apabila proses pemadatan dilakukan secara berlebihan, maka adukan akan banyak
keluar dari cetakan.
Kuat tekan
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per
satuan luas (Mulyono 2004). Pengertian kuat tekan batako dianalogikan dengan

14
kuat tekan beton. Mengacu pada pada SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian
kuat tekan beton, yang dimaksud kuat tekan beton adalah besarnya beban
persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan
gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Standar mutu paving yang
disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dalam SNI 03-0691-1996 dijelaskan mengenai mutu dari paving block yang
diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan kuat dan penyerapan air. Kuat
tekan paving block dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Jenis dan kualitas dari semen, pasir, dan bahan penambahan bahan lainnya.
2. Perbandingan jumlah semen dengan pasir.
3. Perbandingan berat air dengan semen.
4. Cara pembuatannya berdasarkan seberapa besar pemadatan paving block.
Pengukuran terhadap kuat tekan paving block dilakukan pada beberapa
umur paving block yaitu 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Hasil pengukuran
nilai kuat tekan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai kuat tekan (MPa)
Komposisi
Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A3B5

7 hari
2.05
3.41
2.83
1.01
0.00
0.00
3.02
1.06
2.14
1.82
1.48
4.93
1.64
1.06
0.79
4.62

14 hari
3.08
9.03
3.20
1.44
0.00
0.83
2.92
1.01
2.24
4.00
1.15
4.33
1.56
1.50
1.79
5.15

21 hari
5.22
9.56
3.77
1.94
0.00
0.00
3.05
1.55
1.94
4.98
1.53
11.76
1.79
2.71
4.33
9.56

28 hari
8.67
15.34
7.21
2.40
0.00
0.09
3.08
2.74
3.66
2.11
1.78
9.91
4.99
15.40
7.29
13.32

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pada faktor jenis bahan (A),
faktor konsentrasi (B), dan interaksi kedua faktor (AB) memiliki pengaruh yang
nyata terhadap kuat tekan. Hasil analisis varian terhadap kuat tekan pada paving
block dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa
formulasi A3B3 dan A1B1 merupakan formulasi yang terbaik dengan nilai ratarata kuat tekan yang tertinggi. Hasil uji lanjut duncan terhadap kuat tekan pada
paving block dapat dilihat pada Lampiran 10.
Nilai uji kuat tekan akan semakin meningkat dengan semakin lamanya umur
paving block. Formulasi yang memenuhi standar yang telah disyaratkan pada SNI
adalah formulasi A1B1, A3B1, A3B3, dan A3B5. Namun hanya pada formulasi
A1B4 yang memiliki nilai kuat tekan yang sama pada setiap waktu pengukuran.

15
Pada formulasi A2B5 dan formulasi A3B1 terjadi penurunan pada pengukuran ke28 hari. Perubahan nilai kuat tekan terhadap umur paving block untuk setiap jenis
bahan dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.
Kuat tekan (MPa)

20.00
15.00

A1B1

10.00

A1B2

5.00

A1B3

0.00

A1B4
7 hari

14 hari

21 hari

28 hari

A1B5

Umur paving block
Gambar 3. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block
berbahan SBE 0
Kuat tekan (MPa)

6.00
5.00
4.00

A2B1

3.00

A2B2

2.00

A2B3

1.00

A2B4

0.00
7 hari

14 hari

21 hari

28 hari

A2B5

Umur paving block
Gambar 4. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block
berbahan SBE 1
Kuat tekan (MPa)

20.00
15.00

A3B1

10.00

A3B2

5.00

A3B3
A3B4

0.00
7 hari

14 hari

21 hari

28 hari

A3B5

Umur paving block
Gambar 5. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan umur paving block
berbahan RSBE
Hasil uji kuat tekan menunjukkan bahwa semakin bertambah umur beton
semakin tinggi kekuatan beton yang dihasilkan. Hal ini jelas berkaitan dengan
proses pengerasan yang terjadi di dalam pasta semen sehubungan dengan
perbedaan reaktivitas masing-masing mineral pembentuk semen. Ketika semen

16
dilarutkan dengan air, maka terjadilah reaksi hidrasi yang menghasilkan berbagai
macam senyawa kimia. Mekanisme reaksi hidratasi dari komponen-komponen
semen adalah sebagai berikut (Sobelev 1997) :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

2Ca3OSiO4 + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O+ 3Ca(OH)2
2Ca2SiO4 + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
Ca3(AlO3)2 + 3CaSO4 + 32H2O → Ca6 (AlO3)2(SO4)3.32H2O
Ca6(AlO3)2(SO4)3.32H2O+Ca3(AlO3)2+4H2O → 3Ca4(AlO3)2SO4).12H2O
2Ca2AlFeO5 + CaSO4 + 16H2O → Ca3(AlO3)2(SO4)3.12H2O + Ca(OH)2 +
2Fe(OH)3

Kuat tekan (MPa)

Senyawa C3S (trikalsium silikat) dan C2S (dikalsium silikat) merupakan
bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen, kedua senyawa ini
menempati 70-80 % dari semen. Senyawa C2S berpengaruh besar terhadap
pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Senyawa C3S
berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah umur lebih dari 7 hari dan
memberikan kekuatan akhir. Reaksi hidratasi (1) dan (3) berlangsung sangat cepat
dalam orde menit, sedangkan reaksi (2), (4) dan (5) berlangsung lambat bisa
dalam orde minggu. Oleh karena itu pengerasan semen yang maksimal bisa
mencapai waktu 28 hari (Sobelev, 2002). Perbedaan nilai kuat tekan antara jenis
bahan pada umur paving block 28 hari dapat dilihat pada Gambar 6.
16
14
12
10
8
6
4
2
0

SBE 0
SBE 1
RSBE
20% 40% 60% 80% 100%
Konsentrasi bahan (%)

Gambar 6. Grafik pengaruh konsentrasi bahan terhadap nilai kuat tekan paving
block pada umur 28 hari
Hasil diatas menunjukkan bahwa jenis bahan SBE 1 (A2) memiliki nilai
rata-rata kuat tekan paving block yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan
bahan-bahan yang lainnya. Hal ini dikarenakan bahan SBE 1 masih mengandung
metanol. Metanol memiliki titik didih pada suhu 64,70C (Perry 1984), sedangkan
panas yang dilepaskan oleh proses hidrasi semen akan menaikkan suhu beton
sampai 85°C pada bagian dalam beton. Hal ini menyebabkan kandungan metanol
yang ada pada bahan SBE 1 menguap. Metanol yang menguap menyebabkan
timbulnya rongga-rongga dalam paving block. Semakin banyak rongga yang
timbul akibat proses hidrasi semen tersebut maka semakin menurun nilai kuat
tekannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Prasetyo (2010) bahwa Semakin rapat
susunan agregat kasar semakin besar nilai kuat tekannya. Semakin tinggi nilai
kemampatan suatu agregat maka semakin kecil pula nilai porinya.
Nilai kuat tekan maksimum paving block diperoleh dari konsentrasi tertentu.
Hal ini disebabkan karena setiap jenis bahan spent bleaching earth yang

17
digunakan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap
konsentrasi bahan untuk menghasilkan nilai kuat tekan yang maksimal. Hal sesuai
dengan pernyataan Suprapto (2008) bahwa pengaruh karakteristik yang berlainan
dari agregat halus mempengaruhi terhadap kualitas beton normal yang dihasilkan
seperti kuat tekan, berat dan penyusutannya. Penambahan bahan spent bleaching
earth yang lebih banyak mempengaruhi lekatan antara semen dengan spent
bleaching earth sehingga mengurangi kekuatan paving block.
Daya serap air
Daya serap air merupakan kemampuan paving block untuk menyerap air
dalam jangka waktu tertentu. Dengan adanya penyerapan air paving block maka
akan membantu mengurangi jumlah air yang berada di jalan yang menggunakan
media paving block karena selain air dapat mengalir ke saluran drainase jalan, air
juga dapat menyerap ke dalam tanah. Hasil pengukuran mutu paving block
terhadap daya serap air dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil pengukuran daya serap air paving block
Sampel
Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A3B5

Daya serap air (%)
4.21
2.66
2.22
3.09
6.24
12.87
6.59
7.01
3.35
5.16
5.60
12.17
6.63
7.94
6.81
18.96

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pada faktor jenis bahan (A),
faktor konsentrasi (B), dan interaksi kedua faktor (AB) memiliki pengaruh yang
nyata terhadap daya serap air. Hasil analisis varian terhadap daya serap air pada
paving block dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji lanjut duncan
menunjukkan bahwa formulasi A1B2 merupakan formulasi yang terbaik dengan
nilai rata-rata daya serap air yang terendah. Hasil uji lanjut duncan terhadap
ketahanan natrium sulfat pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 12.
Daya serap air pada beberapa formulasi telah memenuhi SNI 03-06911996
yaitu tidak lebih dari 10%. Hanya ada 3 formulasi yang tidak memenuhi syarat
SNI yaitu formulasi A3B1, A1B5, dan A3B5. Hal ini juga menunjukkan bahwa
sifat absorben dari spent bleaching earth setelah reaktivasi yang relatif lebih

18

Daya serap air (%)

tinggi dan konsentrasi yang berlebihan akan mengurangi kualitas paving blok
tersebut. Semakin baik mutu dari paving block maka semakin kecil persentase
penyerapan air. Standar mutu paving yang disyaratkan oleh SNI dapat dilihat pada
Lampiran 7.
25
20
15
10
5
0

SBE 0
SBE 1
RSBE
20% 40% 60% 80% 100%
Konsentrasi bahan (%)

Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi bahan dengan nilai resapan air
paving block
Ketahanan terhadap natrium sulfat
Pengujian terhadap natrium sulfat dilakukan untuk mengetahui ketahanan
paving block terhadap pelapukan dan kondisi lingkungan. Paving block yang baik
merupakan paving block yang memiliki permukaan yang rata serta tidak rapuh
ketika disentuh. Kehilangan berat dan retak-retak pada paving block menjadi
parameter ketahanan terhadap natrium sulfat. Penurunan berat paving block
disajikan pada memenuhi SNI 03-0691-1996 karena disyaratkan penurunan berat
tidak lebih dari 1%. Hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil pengukuran ketahanan paving block terhadap
natrium sulfat
Formulasi
Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A3B5

Penambahan bobot (%)
0.89
1.28
0.91
1.48
1.22
1.80
7.53
2.74
5.52
0.47
3.02
2.13
7.57
0.41
11.49
1.60

Keterangan
Bagus
Bagus
Bagus
Retak
Retak
Retak
Retak
Retak
Bagus
Bagus
Bagus
Bagus
Retak
Bagus
Retak
Retak

19

Penambahan bobot (kg)

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pada faktor jenis bahan (A),
faktor konsentrasi (B), dan interaksi kedua faktor (AB) memiliki pengaruh yang
nyata terhadap ketahanan natrium sulfat. Hasil analisis varian terhadap ketahanan
natrium sulfat pada paving block dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil uji lanjut
duncan menunjukkan bahwa formulasi A2B3 dan A3B4 merupakan formulasi
yang terbaik dengan nilai rata-rata ketahanan natrium sulfat yang terendah. Hasil
uji lanjut duncan terhadap ketahanan natrium sulfat pada paving block dapat
dilihat pada Lampiran 14.
Ketahanan terhadap natriu