Pengaruh Pemberian Suplemen Besi Terhadap Kadar Hemoglobin Dan Tingkat Kelelahan Pada Remaja Putri

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI
TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN DAN TINGKAT
KELELAHAN PADA REMAJA PUTRI

YETI SUSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian
Suplemen Besi Terhadap Kadar Hemoglobin Dan Tingkat Kelelahan Pada Remaja
Putri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016
Yeti Susanti
NIM I151130431

RINGKASAN
YETI SUSANTI. Pengaruh Pemberian Suplemen Besi terhadap Kadar
Hemoglobin dan Tingkat Kelelahan pada Remaja Putri. Dibimbing oleh DODIK
BRIAWAN dan DRAJAT MARTIANTO.
Anemia gizi besi (AGB) merupakan masalah gizi mikro yang paling
banyak terjadi di dunia. Pada remaja putri defisiensi besi meningkat karena
perdarahan menstruasi dan dalam waktu yang bersamaan kadar hemoglobin
menurun. Dampak AGB pada remaja antara lain menimbulkan kelelahan,
mengurangi kemampuan fisik serta kemampuan akademik. Penelitian ini secara
umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian suplemen besi terhadap
perubahan kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan pada remaja putri.
Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimental, dengan sampel
sebanyak 189 remaja putri berusia 15-18 tahun di tiga sekolah
SMA/SMK/sederajat terpilih. Tiga kelompok intervensi menerima suplemen besi

selama 14 minggu di Kabupaten Tasikmalaya pada bulan Maret 2015-Juni 2015.
Kelompok tersebut masing-masing menerima suplemen besi secara mingguan
(M), mingguan dan setiap hari selama menstruasi (M+Mens), serta mingguan
dengan disertai pendidikan gizi (M+PG). Khusus kelompok M+PG diberi
tambahan intervensi pendidikan gizi berupa penyuluhan 1 kali/bulan dengan
metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Indikator status anemia yang
digunakan adalah kadar hemoglobin (Hb), tingkat kelelahan diukur secara
subjektif menggunakan fatigue questionarre (FQ) skala Chalder. Peubah yang
potensial sebagai penggangu diukur pada awal dan selama pelaksanaan
suplementasi, meliputi karakteristik sampel (usia, antropometri status gizi, riwayat
menstruasi, dan konsumsi pangan), serta kepatuhan konsumsi suplemen besi. Uji
paired-sample t-test digunakan untuk membandingkan signifikansi peubah
parametrik sebelum dan sesudah intervensi. Uji kruskal wallis digunakan untuk
membandingkan perbedaan peubah non parametrik pada ketiga kelompok
perlakuan. Uji ANOVA digunakan untuk membandingkan perbedaan peubah
parametrik pada ketiga kelompok perlakuan. Untuk itu dilakukan terlebih dahulu
uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Sminov, sedangkan uji
homogenitas varian menggunakan Levene. Selanjutnya untuk mengoreksi
(adjusted) peubah perancu (confounder) digunakan uji ANCOVA.
Pada penelitian terdapat sampel droup out sebanyak 14 orang (7.4%)

dengan alasan pindah sekolah 2 orang, menolak melanjutkan minum suplemen 8
orang, serta menolak diambil darah ketika endline 4 orang. Sebelum suplementasi,
karakteristik sampel homogen antar kelompok perlakuan. Rata-rata umur sampel
adalah 16.7±0.7 tahun, dan sebagian besar sampel (88.4%) berstatus gizi baik.
Rata-rata umur menarche sampel adalah 13.1±0.9 tahun dengan rata-rata lama
menstruasi 6.6±1.3 hari dan siklus menstruasi 26.5±4.1 hari. Sebagian besar
sampel berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sebelum suplementasi, hasil
analisis Anova untuk asupan zat besi, vitamin A, dan asam folat berbeda nyata
pada ketiga kelompok perlakuan (p0.05) antar kelompok perlakuan yaitu sebesar 3.1±1.4%. Selama suplementasi,
bioavailabilitas besi mengalami penurunan sebesar 0.2%. Bioavailabilitas besi
selama suplementasi berbeda nyata (p>0.05) antar semua kelompok perlakuan,
dengan distribusi rata-rata tiap kelompok secara berurutan adalah M 3.3±1.7%,
M+Mens 2.6±1.2% serta M+PG 2.8±1.2%.
Rata-rata kepatuhan konsumsi suplemen secara signifikan berbeda
(p=0.000), sangat rendah pada kelompok M+Mens (48.8±31.2%) dibandingkan
kelompok M (79.9±15.9%) dan M+PG (81.9±12.8%). Sebelum suplementasi,
hampir keseluruhan sampel (99.4%) berpengetahuan gizi anemia rendah. Setelah
suplementasi dan intervensi pendidikan gizi, terjadi peningkatan skor pengetahuan
gizi anemia sebesar 43.3±17.0 pada kelompok M+PG, sehingga terdapat masingmasing sebanyak 25.9% sampel yang berpengetahuan gizi anemia sedang dan
baik.

Sebelum suplementasi, hasil uji Anova menunjukkan kadar hemoglobin
tidak berbeda nyata (p>0.05) pada ketiga kelompok perlakuan (M 11.66±1.04
g/dl, M+Mens 11.55±1.09 g/dl, M+PG 11.21±1.31 g/dl). Setelah suplementasi
rata-rata kadar hemoglobin pada ketiga kelompok mengalami peningkatan. Uji
Anova kadar hemoglobin sesudah suplementasi antara ketiga kelompok perlakuan
tidak berbeda nyata (p0.05) pada ketiga kelompok perlakuan. Sebelum suplementasi,
terdapat prevalensi anemia dengan distribusi masing-masing adalah 55.6%, 63.5%
dan 63.5% masing-masing untuk kelompok M, M+Mens, dan M+PG secara
berurutan. Suplementasi besi dapat menurunkan prevalensi anemia sebesar 15.8%
(M), 18.0% (M+Mens) dan 4.9% (M+PG). Hasil uji Anova menunjukkan skor
kelelahan sebelum suplementasi berbeda nyata (p0.05).
Kesimpulannya, suplementasi besi secara mingguan disertai pendidikan gizi
(M+PG) efektivitasnya sama dengan kedua suplementasi besi lainnya yaitu
mingguan (M) dan mingguan ditambah selama menstruasi (M+Mens) dalam
peningkatan kadar hemoglobin dan penurunan kelelahan. Suplementasi besi pada
remaja lebih baik dilakukan secara intermittent (M dan M+PG) dengan tambahan
manfaat yaitu tingginya kepatuhan konsumsi suplemen.
Kata kunci: suplementasi besi, remaja, hemoglobin, kelelahan, anemia

SUMMARY

YETI SUSANTI. Effect of Iron Supplementation on Hemoglobin Concentration
and Fatigue Level in Adolescent Girls. Supervised by DODIK BRIAWAN and
DRAJAT MARTIANTO.
Iron deficiency anemia (IDA) is the most common micronutrient problem
in the world, affecting more than two billion or 30% of world population. In
adolescent females, iron deficiency increases due to menstrual bleeding and
decreased hemoglobin (Hb) concentration at the same time. The impacts of IDA
on adolescent are, among others, producing fatigue and decreasing physical
ability, as well as academic ability. This study generally aimed to analyze the
effect of iron supplementation on changes in Hb concentration and fatigue levels
in adolescent girls.
The design of this study was quasi-experimental, with a total sample of
189 adolescents aged 15-18 years in the three chosen senior high
school/equivalent. Three intervention groups have received iron supplements for
14 weeks at March 2015-June 2015 in Tasikmalaya District. The groups received
weekly (M), weekly and daily during menstruation period (M+Mens), and weekly
and nutrition education (M+PG) supplementation respectively. There was an
additional intervention for M+PG group, namely once-a-month nutrition
education. Iron status indicator used in this study was Hb concentration while
fatigue levels were measured subjectively using fatigue questionnaire (FQ) with

Chalder scale. Potential confounding variables were measured at the beginning of
and during supplementation, including sample characteristics (age, pocket money,
anthropometric-based nutritional status, menstrual history, and food
consumption), compliance in iron supplement consumption, and nutritional
knowledge. Paired-sample t-test was used to compare the significance of
parametric variables before and after the intervention. Kruskal-Wallis test was
performed to compare the differences of non-parametric variables in the three
treatment groups. ANOVA test was performed to compare the differences of
parametric variables in all treatment groups. Therefore, prior to that test, the
normality test using Kolmogorov-Smirnov test and homogeneity of variance test
using Levene’s test were performed.
There were 14 people (7.4%) dropped out in this study for the following
reason: changed school (2 people), refused to continue taking supplements (8
people), and refused to have their blood taken at the endline (4 people). Mean age
of the samples was 16.7±0.7 years, and most of them (88.4%) had good nutritional
status. Their mean age of menarche was 13.1±0.9 years, with mean length of
period of 6.6±1.3 days and mean menstrual cycle of 26.5±4.1 days. Before
supplementation, ANOVA results showed the significant differences in iron,
vitamin A, and folic acid intakes in all three treatment groups (p0.05) between the treatment groups; that was 3.1±1.4%. During
supplementation, iron bioavailability decreased by 0.2%. Iron bioavailability

during supplementation was significantly different (p0.05) in all groups (11.66±1.04
g/dl in M group, 11.55±1.09 g/dl M+Mens, and 11.21±1.31 g/dl M+PG). After
supplementation, mean Hb concentrations in all three groups increased. Mean Hb
concentrations in M, M+Mens, and M+PG groups were 12.10±1.08 g/dl,
12.03±1.23 g/dl, and 11.79±1.16 g/dl, respectively. ANOVA test showed that Hb
concentrations after supplementation among the three treatment groups were not
significantly different (p>0.05). The highest increase in Hb concentration was
found in M+PG group (0.63±1.16 g/dl) while the increase in M+Mens group was
0.48±1.04 g/dl, and the lowest increase was found in M group (0.44±1.13 g/dl).
Based on ANOVA test, the mean increase in Hb concentration was not
significantly different (p>0.05) in all three treatment groups. Before
supplementation, anemia prevalence was 55.6% in M group, 63.5% in M+Mens,
and 63.5% in M+PG. Iron supplementation could decrease the prevalence of
anemia by 4.7% in M group, 9.3% in M+Mens group, and 10.9% in M+PG group.
Result of ANOVA test showed that mean fatigue score before supplementation
significantly different (p0.05) between the three treatment
groups.
It can be concluded that weekly iron supplementation as effective as
weekly and daily during menstruation period on hemoglobin change and fatigue
change among adolescent girls. Iron supplementation in adolescents is better

done intermittently (M and M+PG), in benefit addition to the high compliance in
supplement consumption.

Keywords: anemia, adolescent, fatigue, hemoglobin, iron supplementation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI TERHADAP
KADAR HEMOGLOBIN DAN TINGKAT KELELAHAN PADA
REMAJA PUTRI

YETI SUSANTI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: dr Elvina Karyadi, SPGk, PhD

Judul
Nama Mahasiswa
NIM

: Pengaruh Pemberian Suplemen Besi Terhadap Kadar
Hemoglobin dan Tingkat Kelelahan pada Remaja Putri

: Yeti Susanti
: I151130431

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN
Ketua

Dr Ir Drajat Martianto, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 02 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Tesis ini berjudul ―Pengaruh Pemberian Suplemen Besi terhadap Kadar
Hemoglobin dan Tingkat Kelelahan Pada Remaja Putri‖ yang merupakan salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar magister sains (MSi)
pada program magister Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Dodik Briawan MCN
selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Pascasarjana
Ilmu Gizi Masyarakat, juga kepada Bapak Dr Ir Drajat Martianto MS selaku
anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi, saran, dan
kritik yang membangun bagi penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Terima kasih kepada Ibu dr Elvina Karyadi SPGk PhD selaku dosen penguji luar
komisi dalam ujian tertutup yang telah memberikan banyak masukan dan kritik
dalam penyempurnaan tesis ini. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan
kepada Kepala Sekolah, guru dan siswi SMA Sariwangi, MA Y.P Cilenga dan
SMK Islam Tenjonagara sebagai tempat penelitian atas izin, kesediaan,
penerimaan yang sangat kooperatif dan bantuannya selama penelitian. Begitu juga
kepada Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Kepala dan staf
Puskesmas Cigalontang dan Sariwangi atas izin dan bantuannya selama
penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pustanserdik BPPSDM
Kemenkes RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan sebagai peserta Tugas Belajar Dalam Negeri Kementerian
Kesehatan RI tahun 2013.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta,
Bapak Aan Farhan dan Ibu Ida Kodariyah atas segala doa dan motivasi yang
diberikan. Terima kasih yang tak terhingga juga penulis haturkan kepada suami
tercinta Dian Nurdiansyah serta anak-anak tercinta Alfath Zahir dan Ghaisani
Azzahra atas segala pengertian, kasih sayang, semangat dan doa selama
penyelesaian tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat tersayang Yuni,
Mbak Sari, Oci, Nining, Lusi dan Fani yang telah banyak membantu dan selalu
setia menemani. Teman-teman GMS 2013 atas doa, dukungan, dan semangatnya.
Tidak lupa juga ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pengajar dan
staf di Departemen Gizi Masyarakat yang secara tidak langsung telah mendukung
proses studi penulis serta kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah banyak memberi motivasi dan masukan dalam
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
berkepentingan khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2016
Penulis

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis
Kegunaan

1
1
3
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Masalah, konsekuensi dan program penanggulangan anemia
Remaja dan kebutuhan zat besi
Konsumsi pangan dan asupan gizi pada remaja
Penilaian anemia
Supelementasi besi dan kadar hemoglobin
Kelelahan
Faktor resiko anemia

5
5
9
10
12
13
14
15

3 KERANGKA PENELITIAN

17

4 METODE
Desain, tempat dan waktu penelitian
Suplemen besi dan perlakuan intervensi
Jumlah dan teknik penarikan sampel
Pelaksanaan intervensi
Jenis dan cara pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Definisi operasional

19
19
19
20
22
23
24
27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik sampel
Sosial ekonomi keluarga sampel
Kebiasaan makan
Kebiasaan sarapan
Konsumsi pangan sumber zat besi
Asupan zat gizi
Bioavailabilitas zat besi
Suplementasi besi
Kepatuhan konsumsi suplemen
Manfaat dan keluhan setelah konsumsi suplemen
Pengetahuan gizi
Pengaruh suplementasi besi
Kadar hemoglobin
Status anemia

29
29
31
32
33
34
38
40
41
41
45
47
49
49
54

ii

Kelelahan
Implikasi

55
59

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
61
61

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN

69

RIWAYAT HIDUP

96

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka penelitian pengaruh pemberian suplemen besi terhadap
kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan pada remaja putri
2 Tahapan penarikan sampel penelitian pengaruh pemberian suplemen
besi terhadap kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan pada remaja putri
3 Rata-rata jumlah konsumsi suplemen besi menurut kelompok perlakuan
4 Distribusi kategori pengetahuan gizi dan anemia menurut kelompok
perlakuan sebelum dan sesudah suplementasi
5 Distribusi kategori status anemia sampel menurut kelompok perlakuan
sebelum dan sesudah suplementasi

18
21
43
49
54

DAFTAR TABEL
1 Anjuran jumlah porsi makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
pada remaja
2 Indikator terjadinya defisiensi besi pada wanita dewasa
3 Skala pengukuran variabel-variabel penelitian
4 Karakteristik sampel menurut kelompok perlakuan
5 Sosial ekonomi keluarga sampel berdasarkan kelompok perlakuan
6 Sebaran sampel menurut frekuensi makan lengkap dan kelompok
perlakuan sebelum dan selama suplementasi
7 Sebaran sampel menurut kebiasaan sarapan dan kelompok perlakuan
sebelum dan selama suplementasi
8 Sebaran sampel yang mengonsumsi jenis pangan kurang dari 5-7
kali/minggu sebelum dan selama suplementasi
9 Rata-rata konsumsi pangan (g/hari) menurut kelompok perlakuan sebelum
dan selama suplementasi
10 Asupan zat gizi menurut kelompok perlakuan sebelum dan selama
suplementasi
11 Bioavailabilitas besi menurut kelompok perlakuan sebelum dan selama
suplementasi
12 Sebaran sampel menurut tingkat kepatuhan konsumsi suplemen dan
kelompok perlakuan
13 Sebaran sampel menurut alasan suplemen tidak diminum

11
12
25
29
32
32
33
35
36
38
40
44
44

iii

14 Sebaran sampel menurut manfaat konsumsi suplemen dan kelompok
perlakuan
15 Sebaran sampel menurut keluhan setelah konsumsi suplemen dan
kelompok perlakuan
16 Distribusi jawaban pengetahuan gizi dan anemia yang benar dan
tepat berdasarkan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah suplementasi
17 Skor pengetahuan gizi menurut kelompok perlakuan sebelum dan
setelah suplementasi
18 Rata-rata kadar hemoglobin menurut kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah suplementasi
19 Rata-rata kadar hemoglobin sampel anemia menurut kelompok perlakuan
sebelum dan sesudah suplementasi
20 Distribusi sampel berdasarkan jawaban tingkat kelelahan lebih dan
sangat lebih dari biasanya
21 Rata-rata skor kelelahan menurut kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah suplementasi
22 Rata-rata perubahan skor kelelahan menurut status anemia dan kelompok
perlakuan
23 Rata-rata skor kelelahan menurut manfaat lebih bugar yang dirasakan
sampel sesudah suplementasi

45
46
47
48
50
52
56
57
57

58

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Ethical clearence
Formulir Persetujuan Berpartisipasi (Informed Consent)
Formuir skrining sampel penelitian
Handout pendidikan gizi
Leaflet pendidikan gizi
Formulir self reported konsumsi suplemen besi
Formulir monitoring morbiditas (keluhan sakit) selama intervensi
Prosedur pengukuran kadar hemoglobin metode cyanmethemoglobin
menggunakan spektrofotometer
Contoh perhitungan bioavailabilitas besi metode Du et al. (2000)
Uji Anova dan pos hoc kepatuhan konsumsi suplemen
Uji Anova dan pos hoc hemoglobin (Hb)
Uji Ancova dan estimasi selisih hemoglobin (delta Hb)
Uji Anova dan pos hoc skor kelelahan
Uji Ancova dan estimasi selisih skor kelelahan

69
70
72
73
79
81
84
85
86
87
88
91
92
95

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anemia gizi besi (AGB) merupakan masalah gizi mikro yang paling banyak
terjadi di dunia, diderita oleh lebih dari dua milyar atau 30% dari populasi dunia
(Stotzfuz dan Dreyfuss 2004). AGB dapat beresiko terjadi pada semua kelompok
usia, termasuk kelompok remaja. Remaja putri merupakan kelompok yang paling
rentan menderita anemia dibandingkan remaja putra. Hallberg dan Rossander
(1991) menyimpulkan bahwa defisiensi besi meningkat karena perdarahan
menstruasi dan dalam waktu yang bersamaan kadar hemoglobin menurun. Remaja
juga beresiko mengalami anemia dikarenakan periode remaja merupakan periode
terjadinya pertumbuhan pesat kedua setelah bayi (Brown 2011). Prevalensi anemia
gizi pada kelompok usia remaja (15-24 tahun) secara nasional adalah 18.4%
(Kemenkes 2013). Di sisi lain, tingginya angka pernikahan usia dini/remaja (48%)
yang berdampak pada tingginya angka kehamilan pada remaja (48 per 1000
kehamilan) juga berimplikasi terhadap kejadian anemia. Dampak AGB pada remaja
antara lain terganggunya pertumbuhan dan perkembangan, kelelahan, meningkatnya
kerentanan tubuh terhadap infeksi, mengurangi kemampuan fisik serta kemampuan
akademik (Beard 2001, Haas & Brownlie 2001, Halterman et al. 2001, Brown
2011; Stoltzfus & Dreyfuss 2004). Dampak jangka panjang anemia, yaitu jika
remaja anemia tersebut mengalami kehamilan, dapat menyebabkan kematian.
Anemia merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan saat melahirkan, dan
perdarahan merupakan penyebab langsung kematian ibu (28%) (Depkes 2003).
Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi
masalah anemia pada remaja adalah melalui pemberian suplementasi tablet tambah
darah (TTD) berupa zat besi (60 mg FeSO4) dan asam folat (0.25 mg). Pemerintah
Indonesia sejak tahun 1997 telah merintis langkah-langkah baru dalam upaya
mencegah dan menanggulangi anemia gizi wanita usia subur (WUS) dengan
mengintervensi WUS lebih dini lagi yaitu sejak usianya masih remaja, dikarenakan
intervensi yang dilakukan pada saat WUS anemia tersebut hamil tidak banyak
menolong mengatasi masalah anemia. Program penanggulangan anemia gizi pada
WUS ini bertujuan untuk mendukung upaya penurunan AKI, dengan menurunkan
resiko terjadinya perdarahan yang diakibatkan karena kondisi anemia ibu hamil
(Depkes 2003).
Dalam perkembangannya terdapat beberapa perubahan rekomendasi WHO
terhadap program suplementasi besi tersebut, diantaranya jumlah dosis, jenis zat
gizi, lama intervensi dan sasarannya. Dosis dan cara pemberian suplementasi besi
pada remaja putri dan wanita hamil adalah sama. Dalam buku pedoman pemberian
besi bagi petugas (Depkes 1995), disebutkan bahwa dosis dan pemberian tablet besi
pada remaja putri (12-18 tahun) adalah sehari 1 tablet selama 10 hari pada waktu
menstruasi, kemudian aturan pemberian ini mengalami perubahan dengan
dikeluarkannya buku program penanggulangan anemia gizi pada wanita usia subur
(Depkes 2003) menjadi 1 tablet/minggu dan ketika menstruasi diberikan setiap hari
selama 10 hari dengan lama pemberian 4 bulan. Sehingga jumlah total tablet yang
diberikan selama suplementasi adalah 52 tablet/tahun dengan TTD yang tersedia
sama dengan ibu hamil.

2
WHO (2011) telah merekomendasikan konsumsi tablet besi berupa TTD 60
mg elemental besi dan 2.8 mg asam folat untuk WUS menstruasi adalah 1 kali
seminggu selama 12 minggu/3 bulan dengan jeda 3 bulan. Jadi suplementasi
diberikan 2 kali setahun selama 3 bulan. Sehingga jumlah total tablet yang
diberikan selama suplementasi adalah 24 tablet/tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan efek suplementasi besi tehadap peningkatan kadar hemoglobin.
Suplementasi mingguan menghasilkan peningkatan hemoglobin yang sama dengan
suplementasi harian dan selama menstruasi. Hal ini secara rasional dikarenakan
turnover sel usus adalah setiap 5-6 hari dan adanya keterbatasan kapasitas absorpsi
besi.
Risonar et al (2008) mengkaji efek sistem langsung suplementasi besi
mingguan berbasis sekolah pada anak sekolah Philipina, menyimpulkan bahwa
supementasi besi mingguan berbasis sekolah dapat meningkatkan kadar Hb sebesar
0.4 g/dl, mengurangi prevalensi anemia hampir setengahnya (53.7%), dan
menghasilkan tingkat kepatuhan yang tinggi (99.1%). Hasil penelitian Leenstra et
al. (2009) menunjukkan bahwa intervensi mingguan pada remaja putri 12-18 tahun
di Kenya meningkatkan kadar hemoglobin 0.52 g/dl. Joshi dan Gumastha (2013)
Mengkaji dampak suplementasi besi-asam folat mingguan dibandingkan dengan
harian dalam rangka manajemen anemia wanita dewasa menyimpulkan bahwa
suplementasi besi-asam folat mingguan pada penderita anemia gizi besi sama
baiknya dengan suplementasi harian dengan manfaat tambahan yaitu rendahnya
efek samping serta kepatuhan yang lebih baik (Peningkatan Hb sebesar 1.0±0.8 g/dl
pada kelompok mingguan dan 1.0±0.7 g/dl pada kelompok mingguan).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Bani et al (2014) juga menunjukkan dua
jenis metode suplementasi besi yaitu mingguan dan selama periode menstruasi
memberikan hasil yang sama terhadap peningkatan kadar hemoglobin, yaitu
0.9±0.6 (g/dl) pada kelompok mingguan dan 1.1±0.7 (g/dl) pada kelompok
menstruasi. Demikian juga hasil penelitian Sungthong (2002) menyebutkan bahwa
suplementasi besi selama 16 minggu secara mingguan dan harian tidak berbeda
nyata dalam peningkatan kadar hemoglobin, yaitu 6.5±6.0 (d/l) pada kelompok
harian dan 5.7±6.3 (g/l) pada kelompok mingguan.
Selain berhubungan dengan kadar hemoglobin, anemia juga diketahui
berhubungan dengan kelelahan. Defisiensi besi berhubungan dengan meningkatnya
kelelahan, terutama pada wanita. Kelelahan dapat disebabkan karena defisiensi zat
besi (Patterson et al. 2000). Oleh karenanya suplementasi besi dilakukan untuk
mengurangi kelelahan dan meningkatkan kebugaran. Hasil penelitian Verdon et al
(2003) yang menganalisis respon subjektif suplementasi besi selama satu bulan
terhadap kelelahan, menyimpulkan bahwa tingkat kelelahan menurun -1.82/6.37
points (29%) pada kelompok perlakuan besi dibandingkan dengan kelompok
plasebo -0.85/6.46 points (13%) (Perbedaan 0.95 points, 95% CI 0.32-1.62;
P=0.004). Penelitian Dio et al (2012) juga menyimpulkan bahwa suplementasi besi
selama 12 minggu meningkatkan hemoglobin sebesar 0.32 g/dL serta menurunkan
skor rata-rata kelelahan 47.7%. Demikian juga Wiludjeng (2005) menyebutkan
bahwa Suplementasi besi secara signifikan meningkatkan kadar Hb sebesar
1.96±0.93 (g/dl), menurunkan kelelahan sebesar 39.9±37.07 serta pada akhir
intervensi sebanyak 35.30% responden yang mengalami kelelahan menjadi 0%
Keberhasilan program suplementasi tablet besi perlu didukung oleh strategi
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) yang efektif. Karena hasil evaluasi

3
program suplementasi tablet besi tidak selalu berhasil didalam menurunkan
prevalensi anemia. Program suplementasi besi pada remaja saat ini belum disertai
dengan KIE. Sehingga diperlukan pengembangan model suplementasi tablet besi
untuk remaja putri di sekolah antara lain dengan disertai pendidikan gizi (Zavaleta
et al. 2008, Zulaekah & Widajanti 2010, Dwiriani et al. 2011, Jannah 2013).
Penelitian Zavaleta et al (2008) mengenai efikasi dan penerimaan suplementasi besi
pada remaja putri sekolah di Peru menemukan bahwa tingkat kepatuhan kosumsi
tablet besi tinggi setelah adanya motivasi yang kuat di sekolah. Berdasarkan hal
diatas, peneliti merasa tertarik untuk membandingkan efektivitas cara pemberian
tablet besi pada remaja putri di sekolah menengah dengan menggunakan 3 metode
perlakuan berdasarkan cara pemberian, yaitu 1) mingguan (WHO), 2) mingguan
dan selama menstruasi (Kemenkes), serta 3) mingguan disertai pendidikan gizi.
Perumusan Masalah
Sasaran program perbaikan gizi pada kelompok remaja putri merupakan
upaya strategis untuk memutus siklus masalah gizi (inter generation malnutrition
problem) agar tidak meluas ke generasi selanjutnya. Menurut Depkes (2003)
program penanggulangan anemia gizi besi pada WUS termasuk remaja putri
bertujuan untuk mempersiapkan kondisi fisik wanita sebelum hamil agar siap
menjadi ibu yang sehat, dan pada waktu hamil tidak menderita anemia. Upaya
pemerintah untuk menanggulangi anemia belum berjalan baik dan efektif, hal ini
terlihat dari masih tingginya prevalensi anemia pada kelompok rawan AGB (balita,
anak usia sekolah, remaja putri, WUS dan ibu hamil). Berdasarkan WHO (2015)
diketahui prevalensi anemia secara global masih cukup tinggi (WUS 29.4%, ibu
hamil 38.2%, balita 42.6%). Sementara berdasarkan data Riskesdas tahun 2013
diketahui bahwa prevalensi anemia Indonesia juga masih cukup tinggi yaitu lebih
dari 20%, antara lain pada ibu hamil sebesar 37.1%, balita (12-59 bulan) 28.1%,
anak usia sekolah (5-14 tahun) 26.4%, dan remaja (15-24 tahun) 18.4%.
Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa
Barat yang menyumbang angka kematian ibu tinggi. Sama halnya dengan data
nasional dan propinsi, penyebab terbesar kematian ibu di Kabupaten Tasikmalaya
adalah perdarahan yang diakibatkan anemia pada saat sebelum hamil dan ketika
hamil. Berdasarkan hasil survey cepat anemia Kabupaten Tasikmalayan tahun 2013
diketahui bahwa prevalensi anemia besi pada ibu hamil adalah 49.1%, angka ini
lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional dan termasuk dalam kategori
masalah kesehatan berat. Adapun prevalensi anemia pada remaja putri SMP dan
SMA adalah 23.2%, angka ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan angka
nasional dan menjadikannya masalah kesehatan sedang.
Untuk menanggulangi masalah anemia pada remaja putri tersebut, pada
tahun 2014/2015 pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui Dinas Kesehatan
Kabupaten melaksanakan program penanggulangan anemia remaja putri, dengan
pemberian suplementasi tablet besi-folat sesuai dengan aturan Kemenkes yaitu 1
tablet setiap minggu dan 1 tablet setiap hari pada masa menstruasi (Depkes 2003).
Hasil evaluasi program suplementasi tablet besi tidak selalu berhasil dalam
menurunkan prevalensi anemia. Sehingga diperlukan pengembangan model
suplemetasi tablet besi untuk remaja putri di sekolah antara lain dengan disertai
pendidikan gizi.

4
Berdasarkan perumusan masalah diatas penulis merasa tertarik untuk
membandingkan efektivitas supelementasi tablet besi pada remaja putri melalui tiga
cara yaitu 1) mingguan (M), 2) mingguan dan selama menstruasi (M+Mens), 2),
serta 3) mingguan disertai pendidikan gizi (M+PG), karena penelitian dengan
desain ini belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pertanyaan penelitian
ini adalah: Bagaimana pengaruh suplementasi besi terhadap perubahan kadar
hemoglobin? Bagaimana pengaruh suplementasi besi terhadap perubahan tingkat
kelelahan? Bagaimana efektivitas perbedaan tiga cara suplementasi besi pada
remaja putri terhadap perubahan kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian
suplemen besi terhadap perubahan kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan pada
remaja putri.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis karakteristik sampel meliputi umur, riwayat menstruasi, status
gizi, sosial ekonomi keluarga dan konsumsi pangan.
2. Menganalisis tingkat kepatuhan konsumsi suplemen besi pada ketiga
kelompok perlakuan.
3. Mengkaji pengetahuan gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan ketiga
kelompok perlakuan pada saat sebelum dan setelah intervensi.
4. Mengkaji perbedaan efektivitas tiga cara pemberian suplementasi besi
terhadap perubahan kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan.

Hipotesis
1. Suplementasi besi dengan cara mingguan disertai pendidikan gizi (M+PG)
meningkatkan kadar hemoglobin tidak sama dengan mingguan (M) serta
kombinasi mingguan dan selama menstruasi (M+Mens)
2. Suplementasi besi dengan cara mingguan disertai pendidikan gizi (M+PG)
menurunkan tingkat kelelahan tidak sama dengan mingguan (M) serta
kombinasi mingguan dan selama menstruasi (M+Mens).

Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemegang
kebijakan program perbaikan gizi khususnya di pemerintah Kabupaten
Tasikmalaya. Kemudian dapat menjadi masukan bagi perbaikan program
suplementasi besi, khususnya untuk kelompok remaja dan WUS yang tidak hamil
dalam rangka penanggulangan masalah anemia gizi besi. Selain itu, dapat menjadi
rujukan bagi penelitian lebih lanjut mengenai anemia pada remaja dan program
suplementasi besi.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Masalah, Konsekuensi dan Program Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi di
dunia, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Anemia dapat
beresiko terjadi pada semua kelompok usia, dan kelompok yang beresiko tinggi
untuk menderita anemia adalah wanita usia subur (WUS), ibu hamil, anak usia
sekolah dan remaja. Anemia gizi besi (AGB) merupakan anemia yang paling
banyak terjadi dibandingkan zat gizi lain seperti B12 dan asam folat. AGB
merupakan masalah gizi mikro yang paling banyak terjadi di dunia, diperkirakan
terdapat sebanyak dua milyar populasi di dunia (50%) yang menderita anemia,
dengan prevalensi terbesar terjadi di Negara Afrika dan Asia Tenggara (WHO
2015).
WHO (2015) melaporkan berdasarkan kelompok usia, prevalensi anemia
paling besar terjadi pada anak balita yaitu sebesar 42.6%, wanita hamil 38.2%,
WUS 29.4%, wanita tidak hamil 29.0%, bahkan laki-laki pun beresiko menderita
anemia (12.7%). Anemia juga terjadi merata hampir di seluruh Negara di dunia.
Berdasarkan wilayah regional, prevalensi anemia pada balita yang tertinggi terjadi
di Afrika (62.3%), Asia Tenggara (53.8%), Mediterania Timur (48.6%), Amerika
(22.3%), dan Pasific Barat (21.9%). Prevalensi anemia pada wanita hamil tertinggi
juga terjadi di Asia Tenggara (48.7%), Afrika (46.3%), Mediterania Timur (38.9%),
Eropa (25.8%), Amerika (24.9%), dan Pasifik Barat (24.3%). Begitu pula
prevalensi anemia pada WUS tertinggi terjadi di Asia Tenggara (41.9%), Afrika
(38.6%), Mediterania Timur (37.8%), Eropa (22.6%), Pasifik Barat (19.9%), dan
Amerika (16.8%).
Meskipun anemia sudah dikenal sebagai masalah kesehatan masyarakat
selama bertahun-tahun, namun kemajuan dalam penurunan prevalensinya masih
sangat rendah. Berdasarkan klasifikasi masalah kesehatan masyarakat, prevalensi
anemia termasuk berat jika prevelensi ≥ 40%, sedang 20-39%, ringan 5-19.9% dan
normal < 5% (WHO/CDC 2008). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 diketahui
bahwa secara umum prevalensi anemia di Indonesia adalah sebesar 21.7%,
sehingga dapat digolongkan pada masalah kesehatan sedang. Prevalensi anemia
menurut kelompok penderita yaitu wanita hamil 37.1%, pada balita 28.1%, dan
anak usia sekolah (5-14 tahun) 26.4% termasuk kategori sedang (Kemenkes 2013).
Pada remaja wanita diperkirakan prevalensi global anemia adalah
29.4%.(WHO 2015). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Riskesdas 2013
diketahui bahwa prevalensi anemia pada anak remaja usia 15-24 tahun adalah
18.4% dan pada kelompok usia subur adalah 16.9%, sehingga juga dapat
dkategorikan masalah kesehatan sedang.
Anemia gizi besi merupakan suatu keadaan dimana sel-sel darah merah
tidak mampu membawa oksigen yang diperlukan dalam pembentukan energi.
Defisiensi besi merupakan akibat dari keseimbangan negatif besi yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh ketidakcukupan asupan besi (dalam konten
ketidakcukupan asupan besi atau penyerapannya). Wanita usia produktif beresiko
tinggi mengalami defisensi besi karena kehilangan darah selama menstruasi.

6
Anemia pada wanita usia produktif biasanya didiagnosa ketika konsentrasi
hemoglobin dalam darah dibawah 120 g/L (WHO 2011).
Anemia dapat menjadi indikator buruknya kondisi gizi dan kesehatan. WHO
menyebutkan bahwa dampak kesehatan yang paling buruk dari kejadian anemia adalah
meningkatnya resiko kematian ibu dan bayi. Menurut WHO tahun 2010, sebanyak
536.000 wanita meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia sebagian besar adalah komplikasi
yang terjadi saat bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan trias klasik, yaitu
perdarahan (28%), eklamsia (24%) dan infeksi (11%). Perdarahan merupakan
faktor penyebab kematian ibu terbesar.
Menurut Mochtar (2005) Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam
kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Efek
perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Pendarahan yang hebat saat melahirkan dapat disebabkan
oleh keadaan umum ibu yang lemah karena Anemia. Ibu yang mengalami anemia
akan mengalami kekurangan O2 yang mengakibatkan sirkulasi darah yang mengalir
di tubuh menjadi berkurang, lalu menyebabkan tenaga ibu berkurang dan
selanjutnya kontraksi uterus pun juga mengalami kelemahan dan akhirnya terjadi
atonia uteri. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan. Ibu hamil
dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11 gr%. Perdarahan pasca
persalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal
ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.
Menurut Gibson (2005) zat Besi (Fe) merupakan komponen utama dari
hemoglobin (Hb). Besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah,
berperan sebagai pigmen pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh. Zat besi juga sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian
terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Sejumlah 25% besi tubuh
disimpan sebagai cadangan di hati. Cadangan besi ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sel, terutama untuk produksi hemoglobin yang paling penting pada saat
kehamilan trimester III.
Konsekuensi utama anemia adalah terganggunya perkembangan kognitif dan
fisik anak, juga menurunkan performance fisik serta produktivitas kerja pada orang
dewasa (WHO/NHD 2001). Sejalan dengan pendapat Brown (2011), yang
mengatakan dampak anemia pada remaja antara lain terganggunya pertumbuhan
dan pekembangan, kelelahan, meningkatnya kerentanan tubuh terhadap infeksi,
mengurangi performance fisik dan daya tahan tubuh serta mengurangi performance
akademik. Selanjutnya jika remaja belasan tahun ini mengalami kehamilan dengan
kondisi defisiensi besi pada tahap awal kehamilan, maka akan meningkatkan resiko
melahirkan bayi premature dan melahirkan bayi BBLR. Banyak studi yang
menunjukkan menurunnya kemampuan fisik akibat defisiensi zat besi yang
menyebabkan peningkatan konsentrasi asam laktat dalam darah. Mekanismenya adalah
penurunan Hb akan menurunkan transport oksigen dan menurunnya kemampuan otot
untuk menangkap oksigen yang menyebabkan akumulasi laktat karena metabolism
anaerob (Beard 2001). Selain berdampak pada penurunan kemampuan fisik, anemia
juga berakibat pada penurunan performance akademik. Studi oleh Halterman et al.
(2001) pada 5.398 anak usia 6-16 tahun di AS menunjukkan bahwa mereka yang
mengalami defisiensi zat besi (anemia dan non-anemia) memiliki nilai matematika

7
lebih rendah daripada anak yang normal. Anak yang mengalami defisiensi zat besi
mempunyai resiko 2.3-2.4 kali untuk memperoleh nilai matematika di bawah rata-rata
dibandingkan anak normal.
Pendekatan yang integratif dan multisektoral dalam mengenali kompleksitas
penyebab anemia diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada umumnya
strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia adalah melalui satu atau
lebih dari tiga hal berikut: 1) suplementasi zat besi yaitu pemberian tablet/kapsul
zat besi kepada kelompok rawan anemia antara lain ibu hamil, balita, anak sekolah,
dan WUS, 2). Fortifikasi besi pada pangan tertentu seperti tepung terigu, dan 3)
pendidikan gizi untuk meningkatkan jumlah asupan dan bioavailabilitas zat besi
(WHO/FAO 2001). Stoltfus dan Dreyfuss (2004) menyebutkan, intervensi yang
dapat dilakukan untuk mengontrol anemia defisiensi besi antara lain suplementasi
besi, intervensi berbasis pangan, pengontrolan kecacingan, kontrol infeksi malaria
serta intervensi reproduksi dan obstretik.
WHO (2011) dalam buku Guideline: Intermitten iron and folic acid
supplementation in menstruating women menyatakan, suplementasi harian besiasam folat selama 3 bulan telah dijadikan pendekatan standar dalam
penanggulangan dan treatment anemia defisiensi besi pada kelompok wanita tidak
hamil. Meskipun demikian, jaminan keberhasilan efikasi suplementasi harian
tersebut dalam program kesehatan masyarakat masih terbatas. Hal ini dikarenakan
rendahnya tingkat kepatuhan akibat adanya efek samping (seperti konstipasi, bau
serta rasanya yang tidak enak), serta distribusi tablet yang tidak efisien.
Suplementasi besi oral secara intermittent (misalnya sekali, dua kali atau tiga
kali semiggu dalam hari yang tidak berurutan) telah diusulkan sebagai alternatif
yang efektif dalam suplementasi dalam rangka mencegah anemia pada wanita
menstruasi (Angeles-Aggdepa et al. 1997). Usulan ini rasional diterapkan dalam
intervensi tersebut karena turnover sel usus adalah setiap 5-6 hari dan juga adanya
keterbatasan kapasitas absorpsi besi. Suplementansi intermittent mungkin dapat
mengurangi stress oksidatif dan frekuensi efek samping yang berhubungan dengan
suplementasi besi harian. Penelitian juga menunjukkan bahwa suplementasi
intermittent lebih dapat diterima oleh wanita dan meningkatkan tingkat kepatuhan
terhadap program suplementasi.
Review sistematik yang dilakukan Fernandez-Gaxiola dan De-Regiz dalam
WHO (2011) menilai dampak dan keamanan suplementasi besi intermittent untuk
mengurangi anemia pada wanita menstruasi telah dijadikan guideline oleh WHO.
Review tersebut membandingkan intermittent penggunaan suplementasi besi secara
sendiri, atau kombinasi dengan asam folat serta mikronutrient lainnya, versus
dengan tanpa intervensi atau placebo, dan versus dengan pemberian suplemen yang
sama yang diberikan setiap hari kepada remaja putri puber dan menstruasi. Wanita
yang memperoleh suplementasi besi intermittent (secara sendiri, atau kombinasi
dengan asam folat atau mikronutrien lain) mempunyai kadar hemoglobin lebih
tinggi (4.58 g/l, 95% CI 2.56-6.59, 13 studi), dan konsentrasi ferritin (MD 8.32
µg/l, 95% CI 4.97-11.66, 6 studi), serta lebih sedikit untuk meningkatkan anemia
(RR 0.73; 95% CI 0.56-0.95, 10 studi) dibandingkan dengan wanita yang tidak
menerima suplementasi atau placebo.
Intervensi akan efektif jika suplemen besi diberikan 1 kali atau dua kali
dalam seminggu, selama kurang lebih 3 bulan, dengan komposisi suplementasi
berupa tablet besi kurang lebih 60 mg per minggu. Dari sisi pengalaman program,

8
suplementasi mingguan besi-asam folat pada wanita menstruasi telah sukses
diimplementasikan dengan menggunakan mekanisme pemberian yang berbeda di
beberapa Negara (termasuk Kamboja, Mesir, India, Laos, Philipna dan Vietnam)
mencakup lebih dari setengah juta wanita. Secara umum, dilaporkan tingkat
kepatuhan lebih tinggi, dengan penurunan prevalensi anemia antara 9.3%-56.8%.
WHO merekomendasikan suplementasi besi-asam folat secara intermittent sebagai
intervensi kesehatan masyarakat pada wanita menstruasi yang tinggal di wilayah
dimana prevalensi anemia tinggi, untuk meningkatkan konsentrasi hemoglobin dan
status besi serta mengurangi resiko anemia.
Di Indonesia sendiri, menurut Depkes (1997) upaya pencegahan dan
penanggulangan anemia pada dasarnya adalah mengatasi penyebabnya. Pada
anemia berat (kadar Hb < 8 gr %) biasanya ada penyakit yang melatarbelakangi
yaitu antara lain penyakit TBC, infestasi cacing dan malaria, sehingga selain
penanggulangan pada anemianya, harus dilakukan pengobatan terhadap penyakitpenyakit tersebut. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
menanggulangi anemia akibat kekurangan konsumsi besi adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami melalui penyuluhan, terutama
makanan sumber hewani (heme iron) yang mudah diserap seperti hati ikan,
daging dan lain-lain. Selain itu perlu ditingkatkan juga makanan yang banyak
vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayuran) untuk membantu
penyerapan besi dan membantu proses pembentukan Hb.
b. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan besi, asam folat, vitamin A dan
asam amino essensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh
kelompok sasaran.
c. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu untuk
meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat.
Dengan demikian suplementasi besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan
dan penanggulangan anemia yang perlu diikuti dengan cara lainnya.
Pemberian suplementasi besi kepada ibu hamil di Indonesia dimulai sejak
tahun 1974. Kapsul tersebut mengandung 60 mg besi elemental dan 250 µg asam
folat yang didistribusikan oleh bidan melalui kegiatan Posyandu dan pelayanan
Puskesmas. Dosis yang diberikan untuk ibu hamil adalah sehari 1 tablet berturutturut selama minimal 90 hari masa kehamilannya, sampai 42 hari setelah
melahirkan.
Pada tahun 1997 pernah dicanangkan ―Gerakan pekerja wanita sehat dan
produktif (GPWSP)‖ dengan kegiatan berupa pemeriksaan berkala, pemberian
tablet tambah darah (TTD) seminggu sekali selama 16 minggu (setiap tahun) dan
selama diberikan kapsul tiap hari. Program GPWSP ditujukan kepada pekerja
wanita dengan mendistribusikan suplemen melalui pabrik/perusahaan tempat
bekerja (Depkes 1997).
Adapun suplementasi yang diberikan kepada balita adalah berupa sirup besi,
dengan dosis untuk anak usia 6-12 bulan sehari ½ sendok takar (15 mg elemental
iron) berturut-turut selama 60 hari, serta untuk balita usia 12-60 bulan sehari 1
sendok takar (30 mg elemental iron) berturut-turut selama 60 hari. Suplementasi
untuk anak usia sekolah (6-12 tahun) adalah berupa tablet dengan dosis sehari ½
tablet (30 mg elemental iron & 0.125 mg asam folat) 2 kali seminggu selama 3
bulan.

9
Dosis pemberian tablet besi untuk remaja putri (12-18 tahun)/WUS di
Indonesia adalah sehari 1 tablet (60 mg elemental iron & 0.25 mg asam folat)
selama 10 hari pada waktu menstruasi (Depkes 1997). Meskipun program
penanggulangan anemia khususnya pada remaja/WUS telah dilakukan sejak lama,
namun hal ini tidak dapat menurunkan prevalensi anemia secara signifikan. Sejak
tahun 2003, pemerintah mencanangkan strategi operasional program
penanggulangan anemia gizi pada wanita usia subur dijabarkan dalam 3 kegiatan
pokok, yaitu 1) komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), 2) suplementasi tablet
tambah darah (TTD), dan 3) pemantapan jaringan distribusi. Sasaran program
penanggulangan anemia gizi pada WUS dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1)
sasaran langsung (WUS usia 15-45 tahun) meliputi ibu hamil/nifas, catin wanita,
pasangan usia subur (PUS), remaja putri, pekerja wanita dan WUS tidak hamil. 2)
sasaran tidak langsung terdiri dari keluarga dan masyarakat, tokoh
agama/masyarakat, LSM, kader pos obat desa (POD), warung/toko obat dan tempat
penjual obat lain, tenaga kesehatan dan perusahaan obat.
Selain melalui pemantapan kegiatan strategi operasional tersebut, dosis
pemberian tablet besi pun mengalami perubahan yaitu menjadi 1 tablet setiap
minggu dan 1 tablet setiap hari pada masa menstruasi. Review dari berbagai studi
yang telah dilakukan, menyebutkan bahwa pemberian suplementasi harian ataupun
selama menstruasi menghasilkan efektivitas yang sama dalam hal peningkatan
kadar hemoglobin. Namun program suplementasi besi di beberapa negara tidak
selalu menunjukkan ha

Dokumen yang terkait

Hubungan Pemberian Suplemen Zat Besi dengan Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III

0 50 79

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN PENGETAHUAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI MAN 1 Hubungan Asupan Protein, Zat Besi dan Pengetahuan terhadap Kadar Hemoglobin pada Remaja Putri di MAN 1 Surakarta.

0 7 23

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN PENGETAHUAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI MAN 1 Hubungan Asupan Protein, Zat Besi dan Pengetahuan terhadap Kadar Hemoglobin pada Remaja Putri di MAN 1 Surakarta.

0 4 18

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, VITAMIN C DAN SENG DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI Hubungan Tingkat Asupan Protein, Zat Besi, Vitamin C Dan Seng Dengan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Sma Batik 1 Surakarta.

0 1 18

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, VITAMIN C DAN SENG DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI Hubungan Tingkat Asupan Protein, Zat Besi, Vitamin C Dan Seng Dengan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Sma Batik 1 Surakarta.

0 12 18

PENGARUH PEMBERIAN GLISIN TERHADAP NILAI HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA YANG MENDAPAT SUPLEMEN ZAT BESI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 11

PENGARUH PEMBERIAN JUS JAMBU TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI MAN 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pemberian Jus Jambu Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Man 1 Bantul Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 2 9

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMENTASI BESI FOLAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI ANEMIA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SLEMAN

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN - PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN TABLET BESI DAN OBAT CACING TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 LASEM KABUPATEN REMBANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 7

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN TABLET BESI DAN OBAT CACING TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 LASEM KABUPATEN REMBANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 13