Hubungan Pemberian Suplemen Zat Besi dengan Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III

(1)

Oleh:

YURI SHABRINA SUSANI 120100355

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

YURI SHABRINA SUSANI 120100355

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis

ilmiah dengan judul “Hubungan Pemberian Suplemen Zat Besi dengan Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III”. Penulisan karya

tulis ilmiah ini untuk memenuhi syarat memperoleh kelulusan sebagai sarjana kedokteran.

Dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima kritik, saran, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Riza Rivany, Sp.OG (K) selaku dosen pembimbing saya yang sudah membimbing dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

3. Dr. dr. Nelva Karmila Jusuf, Sp.KK (K) dan dr. Sri Amelia, M.Kes selaku dosen penguji yang sudah memberikan kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik lagi.

4. dr. Tina Christina L. Tobing, Sp.A selaku dosen pembimbing akademik.

5. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan dan doa. 6. Dosen FK USU yang mengajarkan dan memberi saran. Serta kepada

para staf pegawai FK USU yang telah membantu untuk segala urusan administrasi.

7. Teman seperjuangan Yudha Prasetya dan Siti Halimah Novita atas dukungan, saran, dan bantuan selama proses pembuatan karya tulis ilmiah ini.

8. Teman-teman sejawat yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan, semangat, dan bantuan selama pembuatan karya tulis ilmiah ini.


(5)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik lagi.

Medan, Desember 2015 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Latar Belakang: Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami anemia. Risiko mengalami anemia selama kehamilan akan meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl. Jenis anemia yang paling sering selama masa kehamilan adalah anemia defisiensi besi. Program pemerintah untuk menanggulangi anemia pada kehamilan dengan cara menganjurkan ibu hamil untuk mengkonsumsi suplemen zat besi selama kehamilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian suplemen zat besi dengan kenaikan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

Metode: Dilakukan penelitian ekperimental dengan desain one group pretest-posttest pada 25 ibu hamil trimester III yang kontrol kehamilan di Rumah Sakit Umum Sundari. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2015 di Rumah Sakit Umum Sundari. Dilakukan pengukuran kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi. Pemberian suplemen zat besi selama 30 hari. Suplemen zat besi yang diberikan adalah Sufas Ferrosus.

Hasil: Analisis menggunakan t-test dependent diperoleh nilai rata-rata kadar hemoglobin sebelum pemberian suplemen zat besi adalah 9,94 g/dl dan rata-rata kadar hemoglobin setelah pemberian suplemen zat besi adalah 10,74 g/dl. Nilai rata-rata perbedaan antara kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi adalah -0,79 g/dl dengan nilai p=0,002 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

Diskusi: Terdapat hubungan antara pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.


(7)

ABSTRACT

Introduction: Generally pregnant women are prone to become anemic. The risk of developing anemia increases with gestation period. Pregnant women are said to be anemic if their hemoglobin level is less than 11 g/dl. The type of anemia suffered by most pregnant women is iron deficiency anemia. Government organized program to encourage the consumption of iron supplement among pregnant women to prevent anemia during pregnancy. The purpose of this study is to find out the relationship between intake of iron supplement and the increase in hemoglobin level in pregnant women who are in third trimester.

Method: This is an experimental research using one group pretest-posttest design. The subject of this research are 25 pregnant women who are in third trimester and undergoing monthly check up in Sundari Hospital. The sampling technique used is consecutive sampling. This research is conducted from September 2015 until October 2015 in Sundari Hospital. Hemoglobin levels of respondents are checked before and after the intake of iron supplement. Respondents consumed iron supplement for 30 days and the iron supplement given was Sulfas Ferrosus. Result: The data obtained were analysed using t-test dependent. The average value (mean) of hemoglobin before taking iron supplement is 9,94 g/dl and the mean hemoglobin after taking iron supplement is 10,74 g/dl. The difference of mean hemoglobin before and after the intake of iron supplement is -0,79 g/dl with p-value 0,002 (<0,05). This indicates that there is a relationship between intake of iron supplement and increased level of hemoglobin in third trimester of pregnant women.

Discussion: There is a relationship between intake of iron supplement and increased level of hemoglobin among pregnant women in third trimester.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Daftar Singkatan ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Hemoglobin... 5

2.1.1. Definisi Hemoglobin ... 5

2.1.2. Fungsi Hemoglobin ... 5

2.1.3. Sintesis Hemoglobin ... 6

2.2. Anemia pada Kehamilan... 6

2.2.1. Definisi ... 6

2.2.2. Klasifikasi ... 7

2.2.3. Etiologi ... 9


(9)

2.2.5. Patofisiologi ... 10

2.2.6. Diagnosis ... 11

2.2.7. Dampak Anemia pada Kehamilan dan Janin... 14

2.2.8. Penatalaksanaan ... 15

2.2.9. Pencegahan ... 16

2.3. Zat Besi ... 16

2.3.1. Definisi Zat Besi ... 16

2.3.2. Metabolisme Besi ... 17

2.3.3. Fungsi Zat Besi ... 18

2.3.4. Sumber Zat Besi ... 19

2.3.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Zat Besi ... 20

2.3.6. Kebutuhan Zat Besi pada Masa Kehamilan ... 20

2.3.7. Suplementasi Zat Besi ... 21

2.3.8. Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24

3.1. Kerangka Teori... 24

3.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 25

3.3. Definisi Operasional ... 25

3.4. Hipotesis ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Rancangan Penelitian ... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

4.3.1. Populasi ... 27

4.3.2. Besar Sampel ... 28

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 28

4.3.4. Kriteria Inklusi ... 28


(10)

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 29

4.5. Cara Kerja ... 29

4.6. Alur Penelitian ... 30

4.7. Pengolahan dan Analisis Data... 31

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Hasil Penelitian ... 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 32

5.1.3. Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Status Anemia ... 35

5.1.4. Perbandingan Nilai Rata-rata Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplemen Zat Besi ... 36

5.2. Pembahasan... 37

5.2.1. Karakteristik Responden ... 37

5.2.2. Perbandingan Nilai Rata-rata Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplemen Zat Besi ... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

6.1. Kesimpulan ... 41

6.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi anemia menurut WHO ... 7

Tabel 2.2 Kandungan besi pada bahan makanan, mg/100 gram ... 19

Tabel 2.3 Absorpsi besi ... 20

Tabel 2.4 Jenis preparat besi oral ... 22

Tabel 3.1 Definisi operasional dan skala pengukuran ... 25

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 32

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Kandungan ... 33

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas ... 33

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 33

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 34

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kunjungan ANC ... 34

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Hemoglobin ... 34

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Hemoglobin Pretest ... 35

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Hemoglobin Posttest ... 35

Tabel 5.10 Rata-rata Kadar Hemoglobin Pretest Berdasarkan Status Anemia ... 36

Tabel 5.11 Rata-rata Kadar Hemoglobin Posttest Berdasarkan Status Anemia ... 36


(12)

Tabel 5.12 Hasil Uji Normalitas Data Pengukuran Hb Sebelum dan

Sesudah Pemberian Suplemen Zat Besi ... 37 Tabel 5.13 Paired Samples Statistics ... 37 Tabel 5.14 Paired Samples Test ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Teori ... 24 Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian... 25 Gambar 4.1 Alur Penelitian ... 30


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP/Informed Consent) Lampiran 4 Output SPSS Hasil Penelitian

Lampiran 5 Data Induk Responden Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Lampiran 7 Surat Ethical Clearance


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ALA : α-aminolevulinat ANC : Antenatal care

DMT-1 : Divalent metal transporter Fe2+ : Ferro

Fe3+ : Ferri

Hb : Hemoglobin

HMB : Hidroksimetilbilan MCH : Mean cell hemoglobin

MCHC : Mean cell hemoglobin concentration MCV : Mean cell volume

PBG : Porfobilinogen

sTfR : Soluble transferrin receptor TIBC : Total iron binding capacity ZPP : Zinc protoporphyrin


(16)

ABSTRAK

Latar Belakang: Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami anemia. Risiko mengalami anemia selama kehamilan akan meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl. Jenis anemia yang paling sering selama masa kehamilan adalah anemia defisiensi besi. Program pemerintah untuk menanggulangi anemia pada kehamilan dengan cara menganjurkan ibu hamil untuk mengkonsumsi suplemen zat besi selama kehamilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian suplemen zat besi dengan kenaikan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

Metode: Dilakukan penelitian ekperimental dengan desain one group pretest-posttest pada 25 ibu hamil trimester III yang kontrol kehamilan di Rumah Sakit Umum Sundari. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2015 di Rumah Sakit Umum Sundari. Dilakukan pengukuran kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi. Pemberian suplemen zat besi selama 30 hari. Suplemen zat besi yang diberikan adalah Sufas Ferrosus.

Hasil: Analisis menggunakan t-test dependent diperoleh nilai rata-rata kadar hemoglobin sebelum pemberian suplemen zat besi adalah 9,94 g/dl dan rata-rata kadar hemoglobin setelah pemberian suplemen zat besi adalah 10,74 g/dl. Nilai rata-rata perbedaan antara kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi adalah -0,79 g/dl dengan nilai p=0,002 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

Diskusi: Terdapat hubungan antara pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.


(17)

ABSTRACT

Introduction: Generally pregnant women are prone to become anemic. The risk of developing anemia increases with gestation period. Pregnant women are said to be anemic if their hemoglobin level is less than 11 g/dl. The type of anemia suffered by most pregnant women is iron deficiency anemia. Government organized program to encourage the consumption of iron supplement among pregnant women to prevent anemia during pregnancy. The purpose of this study is to find out the relationship between intake of iron supplement and the increase in hemoglobin level in pregnant women who are in third trimester.

Method: This is an experimental research using one group pretest-posttest design. The subject of this research are 25 pregnant women who are in third trimester and undergoing monthly check up in Sundari Hospital. The sampling technique used is consecutive sampling. This research is conducted from September 2015 until October 2015 in Sundari Hospital. Hemoglobin levels of respondents are checked before and after the intake of iron supplement. Respondents consumed iron supplement for 30 days and the iron supplement given was Sulfas Ferrosus. Result: The data obtained were analysed using t-test dependent. The average value (mean) of hemoglobin before taking iron supplement is 9,94 g/dl and the mean hemoglobin after taking iron supplement is 10,74 g/dl. The difference of mean hemoglobin before and after the intake of iron supplement is -0,79 g/dl with p-value 0,002 (<0,05). This indicates that there is a relationship between intake of iron supplement and increased level of hemoglobin in third trimester of pregnant women.

Discussion: There is a relationship between intake of iron supplement and increased level of hemoglobin among pregnant women in third trimester.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

5.1. Latar Belakang

Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hemoglobin) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologi tubuh. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami anemia, meskipun anemia yang dialami umumnya akibat perubahan fisiologis tubuh selama kehamilan dimana terjadi peningkatan volume plasma yang berakibat pengenceran kadar Hemoglobin tanpa perubahan bentuk sel darah merah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, anemia pada ibu hamil sebesar 37,1 persen dan proporsinya hampir sama antara ibu hamil di perkotaan dan perdesaan yaitu sebesar 36,4% dan 37,8% (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Pemeriksaan kadar hemoglobin merupakan cara untuk mendeteksi anemia. Pemeriksaan kadar hemoglobin pada ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Risiko anemia akan meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan (Kementerian Kesehatan, 2010). Menurut kriteria WHO, ibu hamil dianggap anemia bila kadar Hb <11,0 g/dL. Anemia dapat diklasifikasikan menjadi ringan (10,0-10,9 g/dL), sedang (7-9,9 g/dL), dan berat (<7 g/dL).

Anemia pada ibu hamil bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam diet, malabsorpsi, kehilangan darah yang banyak saat persalinan atau haid yang lalu, dan penyakit kronik seperti TB paru, cacing usus, dan malaria. (Purbadewi dan Ulvie, 2013)

Anemia bisa menyebabkan komplikasi pada ibu hamil, baik perdarahan bahkan kematian. Angka Kematian Ibu (AKI) berkaitan dengan perdarahan yang dialami, memiliki hubungan dengan anemia pada masa kehamilan. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)


(19)

2012, AKI meningkat menjadi 359 per 100.000.AKI di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Anemia akan meningkatkan risiko terjadinya kematian dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia (Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2012).

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari gangguan selama kehamilan (abortus, persalinan premature, ketuban pecah dini, dan lain-lain), gangguan saat persalinan (gangguan his, partus lama, atonia uteri), gangguan saat nifas (subinvolusi uteri, mudah terkena infeksi, ASI berkurang), dan gangguan terhadap janin (abortus, kematian intrauteri, premature, BBLR, kelahiran dengan anemia, cacat bawaan) (Manuaba, 2007).

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada ibu hamil dilakukan dengan cara pemberian suplemen zat besi selama kehamilan. Di Indonesia, pemberian suplemen zat besi sudah rutin dilakukan melalui pelayanan antenatal untuk ibu hamil. Suplemen zat besi yang diberikan mengandung 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan (Susiloningtyas, 2012). Kementerian Kesehatanmenganjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya (Kementerian Kesehatan, 2010).

Kebutuhan zat besi pada saat kehamilan meningkat dua kali lipat dari kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volume darah meningkat 50% sehingga perlu lebih banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Pertumbuhan janin dan plasenta yang sangat pesat juga memerlukan banyak zat besi. Dalam keadaan tidak hamil, kebutuhan zat besi biasanya dapat dipenuhi dari menu makanan sehat dan seimbang. Tetapi dalam keadaan hamil, suplai zat besi dari makanan masih belum mencukupi sehingga dibutuhkan suplemen berupa tablet besi (Hidayah & Anasari, 2012).

Besi dalam bentuk ferro paling mudah diabsorpsi maka preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam ferro seperti ferro sulfat, ferro glukonat, dan ferro fumarat. Dosis ferro sulfat 325 mg (elemen besi tiap tablet 65 mg), ferro glukonat 325 mg (elemen besi tiap tablet 36 mg), dan ferro fumarat 200 mg (elemen besi tiap tablet 66 mg), 325 mg (elemen besi tiap tablet 106 mg) (Dewoto & Wardhini, 2012). Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi


(20)

satu tablet tambah darah perhari selama kehamilan dan masa nifas (Permenkes, 2014).

Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil (Susiloningtyas, 2012).

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pemberian Suplemen Zat Besi

dengan Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III”

5.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian

adalah “Apakah terdapat hubungan antara pemberian suplemen zat besi dengan

kenaikan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III?”

5.3. Tujuan Penelitian 5.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

5.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengamati perubahan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III sebelum dan sesudah mendapat suplemen zat besi.


(21)

2. Mengetahui nilai rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil trimester III 3. Mengetahui status anemia dan nilai rata-rata kadar hemoglobin ibu

hamil sebelum dan sesudah mendapat suplemen zat besi.

5.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti:

Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai efektivitas pemberian suplemen zat besi terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III serta memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah.

2. Manfaat bagi rumah sakit :

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai efektivitas pemberian zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

3. Manfaat bagi masyarakat:

Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai keuntungan konsumsi suplemen zat besi selama kehamilan.

4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya:

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemoglobin

2.1.1. Definisi Hemoglobin

Sel darah merah berfungsi untuk mengangkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru. Sel darah merah mengandung suatu protein yaitu hemoglobin. Hemoglobin berperan dalam proses pertukaran gas. Tiap molekul hemoglobin A (Hb A), hemoglobin dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan, terdiri dari empat rantai polipeptida, α2β2,

masing-masing dengan gugus heme-nya. Berat molekul Hb A adalah 68.000. Darah orang dewasa normal juga mengandung dua macam hemoglobin lain dalam jumlah kecil yaitu: Hb F dan Hb A2 (Hoffbrand & Moss, 2013).

2.1.2. Fungsi Hemoglobin

Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa karbondioksida ke paru. Sel darah merah memiliki suatu protein yang berperan penting dalam mengikat serta membawa oksigendan karbondioksida. Protein tersebut adalah

hemoglobin. Seiring molekul hemoglobin mengangkut dan melepas oksigen, setiap rantai globin pada molekul hemoglobin tersebut bergerak mendekati satu

sama lain. Kontak antara α1β1 dan α2β2 menstabilkan molekul tersebut. Rantai β bergeser pada saat kontak α1β1dan α2β2 selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada saat oksigen dilepaskan, rantai β ditarik terpisah, memungkinkan masuknya

metabolit 2,3-difosfogliserat yang menyebabkan penurunan afinitas molekul tersebut terhadap oksigen. Pertukaran oksigenterjadi antara saturasi 95% (darah arteri) dengan tekanan oksigen arteri rata-rata 95 mmHg dan saturasi 70% (darah vena) dengan tekanan oksigen vena rata-rata 40 mmHg (Hoffbrand & Moss, 2013).


(23)

2.1.3. Sintesis Hemoglobin

Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimiawi. Dua bahan awal sintesis heme adalah suksini-KoA dan glisin.

Produk reaksi penggabungan dua bahan tersebut adalah asam α-amino-β

-ketoadipat yang didekarboksilasi untuk membentuk α-aminolevulinat (ALA). Rangkaian reaksi ini dikatalis oleh ALA sintase. Sintesis ALA terjadi di mitokondria. Di sitosol, dua molekul ALA disatukan oleh enzim ALA dehidratase untuk membentuk dua molekul air dan satu porfobilinogen (PBG). Pembentukan tetrapirol siklik (suatu porfirin) terjadi melalui kondensasi empat molekul PBG. Keempat molekul ini memadat untuk membentuk hidroksimetilbilan (HMB) yang dikatalis oleh uroporfirinogen I sintase. HMB mengalami siklisasi secara spontan membentuk uroporfirinogen I atau diubah menjadi uroporfirinogen III oleh uroporfirinogen III sintase. Uroporfirinogen III diubah menjadi koproporfirinogen III oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Koproporfirinogen III memasuki mitokondria, tempat senyawa ini diubah menjadi protoporfirinogen III yang kemudian menjadi protoporfirin III. Tahap terakhir sintesis heme adalah penggabungan besi ferro dengan protoporfirin yang dikatalis oleh ferokelatase (heme sintase).

Setiap molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing gugus heme-nya kemudian dibentuk untuk menjadikan satu molekul hemoglobin (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).

2.2. Anemia pada Kehamilan 2.2.1. Definisi

Definisi anemia pada kehamilan berdasarkan WHO (The World Health Organization) adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33% sepanjang masa kehamilan. Sedangkan definisi anemia pada kehamilan berdasarkan CDC (The US Centers for Disease Control and Prevention) adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33% pada trimester pertama atau trimester ketiga atau


(24)

kadar hemoglobin kurang dari 10,5 g/dL atau hematokrit kurang dari 32% pada trimester kedua (WHO, 2011; CDC, 1998).

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena proses pembentukan sel-sel darah merah terganggu akibat kekurangan kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah tidak akan mencukupi kebutuhan untuk membentuk sel-sel darah merah dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal. Keadaan ini yang disebut dengan anemia gizi besi. Menurut Evatt dalam Masrizal (2007), anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferrin, berkurangnya kadar ferritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia pada wanita usia subur akibat kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil (Masrizal, 2007).

2.2.2. Klasifikasi

Tabel 2.1 Klasifikasi anemia menurut WHO Wanita Tidak

Hamil (≥15 tahun)

Wanita Hamil

Tidak anemia ≥ 12 g/dL ≥ 11 g/dL

Anemia ringan 11-11,9 g/dL 10-10,9 g/dL

Anemia sedang 8-10,9 g/dL 7-9,9 g/dL

Anemia berat < 8 g/dL < 7 g/dL


(25)

Klasifikasi anemia pada ibu hamil menurut Prawirohardjo dalam Asyirah (2012) adalah:

1. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Hal ini disebabkan karena kekurangan asupan zat besi dalam makanan, gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi, atau pengeluaran zat besi yang berlebihan akibat perdarahan. Ciri anemia defisiensi besi adalah ukuran sel darah merah lebih besar dari ukuran normal dan berwarna coklat akibat kekurangan ion Fe serta penurunan sintesis hemoglobin. Ketika simpanan zat besi habis, kadar hemoglobin akan menurun sehingga menimbulkan gejala klinis karena jumlah hemoglobin tidak cukup untuk mengangkut oksigen ke jaringan seluruh tubuh.

2. Anemia hemolitik

Penyebab anemia hemolitik adalah penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari proses pembentukannya. Penghancuran sel darah merah secara normal terjadi setelah jangka hidup rata-rata 120 hari pada saat sel dikeluarkan di ekstravaskular oleh makrofage sistem retikuloendotel di sumsum tulang, hati, dan limpa. Metabolisme sel darah merah akan rusak secara perlahan. Pada anemia hemolitik, penghancuran sel darah merah lebih cepat sehingga kemungkinan untuk mengalami anemia menjadi besar. Wanita dengan anemia hemolitik sulit untuk hamil, tetapi jika hamil anemianya akan bertambah berat.

3. Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah sekelompok anemia dengan eritroblas yang besar akibat gangguan maturasi inti sel yang disebut dengan megaloblas. Gangguan maturasi inti sel disebabkan oleh sintesis DNA yang tidak sempurna. Anemia megaloblas disebabkan oleh defisiensi B12, asam folat, gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat, gangguan


(26)

sintesis DNA akibat defisiensi enzim kongenital dan didapat setelah pemberian obat sitostatik tertentu. Pada kehamilan, kebutuhan asam folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama kehamilan menghambat proses absorpsi folat. Karena itu, defisiensi asam folat merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan.

4. Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik terjadi karena sumsum tulang tidak mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebab anemia hipoplastik hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar rontgen, racun, dan obat-obatan.

2.2.3. Etiologi

Defisiensi zat besi bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu kehilangan darah kronik melalui uterus, saluran cerna (ulkus peptikum, varises esophagus, gastrektomi parsial, mengkonsumsi aspirin, karsinoma lambung, caecum, kolon, atau rectum, cacing tambang), dan penyebab lainnya yang jarang terjadi (hematuria, hemoglobinuria, hemosiderosis paru, perdarahan yang ditimbulkan sendiri). Penyebab lainnya adalah kebutuhan zat besi meningkat pada prematuritas, pertumbuhan, kehamilan dan terapi eritropoietin. Selain itu, malabsoprsi dan kurang mengkonsumsi makanan mengandung zat besi juga berperan dalam terjadinya defisiensi zat besi (Hoffbrand & Moss, 2013).

Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu: hipervolemia yang menyebabkan terjadinya pengenceran darah, pertambahan volume plasma yang tidak sebanding dengan pertambahan darah, kurang konsumsi zat besi yang terdapat pada makanan, kebutuhan zat besi yang meningkat saat kehamilan, dan gangguan pencernaan serta absorpsi dari zat besi (Susiloningtyas, 2012).


(27)

2.2.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan terjadinya anemia defisiensi zat besi pada kehamilan menurut Susiloningtyas (2012) dan Lee & Okam (2011), antara lain:

1. Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun 2. Perdarahan akut

3. Pendidikan rendah 4. Pekerja berat

5. Konsumsi tablet tambah darah <90 butir

6. Makan <3 kali dan kurang mengandung zat besi

7. Defisiensi mikronutrient seperti vitamin A, vitamin C, zinc, dan copper.

8. Antasida

9. Bariatric surgery

2.2.5. Patofisiologi

Kehamilan merupakan suatu kondisi yang menimbulkan banyak perubahan anatomi dan fisiologi pada tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologi yang terjadi adalah perubahan pada sistem hematologis. Ketika hamil kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Hal tersebut menyebabkan volume plasma akan bertambah (hipervolemia) dan sel darah merah meningkat. Tetapi, peningkatan volume plasma tidak sebanding dengan peningkatan jumlah sel darah merah sehingga kadar hemoglobin ibu akan menurun akibat hemodilusi. Trimester pertama volume darah mulai meningkat, pada minggu ke-12 volume akan bertambah sebesar 15 persen. Trimester kedua akan terjadi pertambahan volume darah yang sangat cepat dan akan melambat selama trimester ketiga lalu mendatar selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Setelah 32 sampai 34 minggu kehamilan, peningkatan volume darah sekitar 40-45 persen. Peningkatan volume darah selama kehamilan memiliki beberapa fungsi, yaitu:


(28)

1. Memenuhi kebutuhan metabolik uterus yang membesar dengan sistem vaskuler yang mengalami hipertrofi hebat.

2. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk menunjang pertumbuhan plasenta dan janin.

3. Melindungi ibu dan janin terhadap efek buruk gangguan aliran balik vena pada posisi telentang dan berdiri.

4. Melindungi ibu terhadap efek buruk kehilangan darah selama proses persalinan.

Penyebab utama anemia pada kehamilan adalah ekspansi volume plasma. Volume plasma yang terekspansi akan menurunkan kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Namun, jumlah absolut hemoglobin atau sel darah merah dalam sirkulasi tidak menurun ( Abdulmuthalib, 2009; Cunningham et al, 2013).

2.2.6. Diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi pada ibu hamil menurut Pavord et al (2012) dapat dilakukan dengan cara melihat gejala klinis dan melakukan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:

1. Gejala klinis:

Gejala klinis anemia defisiensi besi pada kehamilan tidak spesifik kecuali ibu mengalami anemia yang parah. Gejala yang paling sering adalah fatigue. Gejala lainnya adalah pucat, lemah, sakit kepala, palpitasi, pusing, dispnea, dan irritabel. Gejala pica jarang terlihat. Wanita hamil yang mengalami anemia defisiensi besi akan mengalami gangguan regulasi suhu sehingga merasa kedinginan.

2. Pemeriksaan laboratorium:

a. Darah lengkap, apusan darah dan indeks sel darah merah

Pemeriksaan darah lengkap saat kehamilan biasanya rutin dilakukan. Pada hasil pemeriksaan darah lengkap pada ibu hamil yang


(29)

mengalami anemia akan menunjukkan bahwa kadar hemoglobin, mean cell volume (MCV), mean cell haemoglobin (MCH), dan mean cell haemoglobin concentration (MCHC) akan menurun. Pada kasus anemia defisiensi besi yang ringan, MCV bisa normal.

Apusan darah akan menunjukkan gambaran sel darah merah yang hipokromik mikrositik dengan karakteristik sel darah merah ‘pencill cells’.

b. Serum ferritin

Serum ferritin menjadi tidak normal ketika simpanan besi menurun dan tidak dipengaruhi oleh proses pencernaan zat besi. Pemeriksaan serum ferritin merupakan pemeriksaan terbaik untuk menilai defisiensi zat besi pada kehamilan. Pada awal kehamilan, wanita yang mempunyai ketersediaan zat besi adekuat, serum ferritin akan meningkat dan pada minggu ke 32 akan menurun sebanyak 50 persen dari konsentrasi serum ferritin sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh hemodilusi dan mobilisasi zat besi ketika hamil. Pada trimester ketiga, konsentrasi serum ferritin akan sedikit meningkat. Konsentrasi serum ferritin <15 µg/l pada ketiga trimester mengindikasikan bahwa sudah terjadi penurunan simpanan zat besi. Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan ketika serum ferritin <30 µg/l karena merupakan tanda awal penurunan simpanan zat besi.

c. Serum besi (Fe) dan total iron binding capacity (TIBC)

Pemeriksaan serum Fe dan TIBC tidak dianjurkan karena kurang sensitif dan spesifik untuk menentukan anemia defisiensi zat besi. Konsentrasinya keduanya sangat dipengaruhi oleh proses pencernaan zat besi, diurnal rhythm, dan faktor lainnya seperti infeksi. Hasil pemeriksaan kadar besi serum menurun dan TIBC akan meningkat.


(30)

d. Zinc protoporphyrin (ZPP)

ZPP akan meningkat ketika ketersediaan zat besi menurun. ZPP menggambarkan ketersediaan zat besi untuk jaringan. Serum ini tidak dipengaruhi oleh dilusi plasma dan akan meningkat pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini jarang dilakukan.

e. Soluble transferrin receptor (sTfR)

Pemeriksaan sTfR sensitif untuk mengukur ketersediaan zat besi jaringan dan bukan merupakan acute-phase reactant. Reseptor transferrin merupakan protein yang membawa zat besi ke sel. Pemeriksaan sTfR akurat untuk menilai defisiensi zat besi tetapi pemeriksaan ini mahal.

f. Reticulocyte haemoglobin content dan retikulosit

Defisiensi zat besi menyebabkan penurunan jumlah retikulosit dan konsentrasi retikulosit hemoglobin. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aktivitas eritropoiesis.

g. Bone marrow iron

Pemeriksaan zat besi pada sumsum tulang merupakan gold standard untuk menilai jumlah simpanan zat besi. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan peningkatan aktivitas eritropoietik. Tes ini bersifat invasif jika dilakukan pada ibu hamil.

h. Terapi uji coba zat besi

Pemberian suplementasi zat besi berguna untuk diagnosis sekaligus teraupetik. Kadar ferritin sebaiknya diperiksa untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hemoglobinopati. Tetapi jika anemia mikrositik atau normositik maka diasumsikan bahwa penyebab anemia tersebut akibat defisiensi zat besi. Setelah pemberian zat besi selama dua minggu, kadar hemoglobin diperiksa kembali dan jika meningkat


(31)

maka dapat dipastikan bahwa anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi.

2.2.7. Dampak Anemia pada Kehamilan dan Janin

Bahaya anemia pada kehamilan menurut Manuaba (2007) digolongkan menjadi:

A. Dampak anemia terhadap kehamilan 1. Dampak selama kehamilan:

a. Dapat terjadi abortus b. Persalinan premature

c. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim d. Mudah terjadi infeksi

e. Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %) f. Mola hidatidosa

g. Hiperemesis gravidarum h. Perdarahan antepartum i. Ketuban pecah dini

2. Dampak saat persalinan:

a. Gangguan his (kekuatan mengejan)

b. Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar

c. Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi

d. Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri

e. Perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri

3. Dampak selama masa nifas

a. Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan postpartum


(32)

b. Memudahkan infeksi puerperium c. Pengeluaran ASI berkurang

d. Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan e. Anemia kala nifas

f. Mudah terjadi infeksi mamae

B. Dampak anemia terhadap janin

Walaupun janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim terganggu. Dampak anemia pada janin adalah:

a. Abortus

b. Kematian intrauteri

c. Persalinan prematuritas tinggi d. Berat badan lahir renda e. Kelahiran dengan anemia f. Dapat terjadi cacat bawaan

2.2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anemia dapat diberikan sesuai dengan derajat keparahan anemia pada ibu hamil yang dinilai berdasarkan kadar hemoglobin, terbagi menjadi 3 yaitu (Asyirah, 2012):

1. Anemia ringan

Penatalaksanaan yang diberikan pada ibu hamil dengan anemia ringan adalah kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali dalam sehari.

2. Anemia sedang

Penatalaksanaan pada anemia sedang adalah preparat besi ferrous 600-1000 mg/hari seperti sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus.


(33)

3. Anemia berat

Pemberian preparat parenteral yaitu ferum dextrim sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2x10 ml intramuskular. Transfusi darah pada kehamilan lanjut dapat diberikan walaupun sangat jarang dilakukan karena risiko transfusi bagi ibu dan janin.

2.2.9. Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia menurut Masrizal (2007) adalah:

1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan. Konsumsi pangan hewani seperti daging, ayam, dan ikan dalam jumlah yang cukup. Sumber lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Sumber zat besi dari daging, ayam dan ikan lebih mudah diserap dibandingkan dengan sumber yang lainnya. Selain itu, konsumsi vitamin C yang bisa membantu proses penyerapan dari zat besi dan kurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti fitat, fosfat, tannin.

2. Suplementasi zat besi dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu relatif singkat. Suplemen zat besi yang umum digunakan adalah ferrous sulfat.

3. Fortifikasi makanan dengan besi. Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis gizi kedalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi adalah dapat dilakukan pada populasi yang besar dan relatif murah.

2.3. Zat Besi

2.3.1. Definisi Zat Besi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia sebanyak 3-5 gram pada manusia dewasa (Almatsier, 2004). Besi diperlukan untuk proses pembentukan darah yaitu sintesis hemoglobin. Besi bebas terdapat dalam dua bentuk yaitu ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Konsentrasi oksigen


(34)

yang tinggi akan menyebabkan ferri terikat dengan hemoglobin. Ferro berperan dalam proses transport transmembran, deposisi dalam bentuk ferritin, dan sintesis heme. Dalam tubuh, besi diperlukan untuk pembentukan kompleks besi sulfur dan heme. Kompleks besi sulfur dibutuhkan oleh enzim yang berperan dalam metabolisme energi. Heme tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di sentral cincin yang berperan mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam eritrosit dan mioglobin dalam otot (Susiloningtyas, 2012).

2.3.2. Metabolisme Besi

Besi banyak terdapat pada hemoprotein, seperti hemoglobin, mioglobin, dan sitokrom. Penyerapan besi di duodenum proksimal diatur secara ketat karena tidak ada jalur fisiologis untuk mengeluarkan besi dari tubuh. Enterosit di duodenum proksimal berperan menyerap besi. Besi yang masuk dalam bentuk Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ oleh ferrireduktase yang terdapat pada permukaan enterosit. Pemindahan besi dari permukaan apikal enterosit ke dalam sel tersebut dilakukan oleh divalent metal transporter (DMT1) (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).

Hepcidin adalah polipeptida yang terdiri dari 25 asam amino yang dihasilkan oleh sel hati. Hepcidin merupakan pengatur hormonal utama homeostasis besi. Hepcidin menghambat pelepasan besi dari makrofage dan sel epitel usus melalui interaksinya dengan suatu pengangkut besi transmembran yaitu ferroportin. Kadar hepcidin yang meningkat menurunkan absorpsi besi dan pelepasan besi dari makrofage. Hemojuvelin yang terikat membran adalah ko-reseptor dengan protein morfogenetik tulang yang menstimulasi ekspresi hepcidin (Hoffbrand & Moss, 2013).

Setelah berada di dalam enterosit, besi dapat disimpan sebagai ferritin atau diangkut menembus membran basolateral diperantai oleh kerja protein lain yaitu ferroportin. Protein ini dapat berinteraksi dengan hephaestin yang memiliki aktivitas ferroksidase penting dalam membebaskan besi dari sel. Oleh karena itu, Fe2+ diubah kembali menjadi Fe3+, bentuk yang dapat diangkut oleh transferrin di dalam plasma. Transferrin adalah suatu glikoprotein dan disintesis di hati.


(35)

Transferrin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferrin, khususnya eritroblast dalam sumsum tulang yang menggabungkan besi tersebut ke dalam hemoglobin. Transferrin kemudian kembali digunakan. Ketika sel darah merah dihancurkan dalam makrofage sistem retikuloendotel, besi dilepaskan dari hemoglobin dan masuk ke dalam plasma yang merupakan sumber sebagian besar besi dalam transferrin (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).

Sebagian besi disimpan dalam makrofage sebagai ferritin dan hemosiderin, jumlahnya sangat bervariasi tergantung status besi dalam tubuh secara keseluruhan. Ferritin merupakan kompleks protein-besi yang larut dalam air. Ferirtin terbentuk dari suatu apoferritin. Apoferritin mengandung besi sampai dengan 20% beratnya. Tiap molekul apoferitin dapat mengikat sampai dengan 4.000-5.000 atom besi. Hemosiderin adalah kompleks protein-besi yang tidak larut dengan komposisi yang bervariasi, mengandung sekitar 37% besi berdasarkan berat. Hemosiderin berasal dari pencernaan parsial agregat molekul ferritin oleh lisosom. Besi dalam ferritin dan hemosiderin adalah dalam bentuk Fe3+ (Hoffbrand & Moss, 2013).

2.3.3. Fungsi Zat Besi

Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu: sebagai alat angkut oksigen di dalam tubuh, alat angkut elektron di dalam sel, dan berperan dalam berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Sekitar 80% besi berada di dalam hemoglobin. Selebihnya terdapat di dalam mioglobin dan protein lainnya. Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima, menyimpan, dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Produktivitas kerja menurun pada defisiensi besi disebabkan oleh berkurangnya enzim-enzim yang membutuhkan besi sebagai kofaktor yang terlibat dalam metabolisme energi dan menurunnya hemoglobin darah. Akibat metabolisme energi di dalam otot terganggu akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang menimbulkan rasa


(36)

lelah. Selain itu, besi juga berperan dalam kemampuan belajar, sistem kekebalan, dan sebagai pelarut obat-obatan tertentu (Almatsier, 2004).

Sekitar 70% zat besi yang terdapat dalam tubuh merupakan zat besi fungsional atau esensial dan 30% merupakan zat besi yang nonesensial. Zat besi esensial terdapat pada hemoglobin ± 66%, mioglobin 3%, enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron (sitokromoksidase, suksinil dehydrogenase, dan xantin oksidase) sebanyak 5%, dan transferrin 0,1%. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin sebanyak 25% dan pada parenkim jaringan sekitar 5%. Cadangan zat besi pada wanita hanya 200-400 mg sedangkan pria sekitar 1 gram (Dewoto & Wardhini, 2012).

2.3.4. Sumber Zat Besi

Makanan hewani seperti daging, ayam, dan ikan merupakan sumber zat besi yang baik. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Selain jumlah besi, kualitas besi di dalam makanan (bioavailabilitas) juga perlu diperhatikan. Pada umumnya, besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai bioavailabilitas tinggi, besi di dalam serelia dan kacang-kacangan mempunyai bioavailabilitas sedang, dan besi di dalam sayuran, seperti bayam, mempunyai bioavailabilitas rendah (Almatsier, 2004). Kandungan zat besi pada beberapa bahan makanan adalah:

Tabel 2.2 Kandungan besi pada bahan makanan, mg/100 gram

Bahan Makanan Kandungan Besi

Tempe 10,0

Udang 8,0

Kacang hijau 6,7

Hati sapi 6,6

Bayam 3,9

Sawi 2,9

Ayam 1,5


(37)

2.3.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absoprsi Zat Besi

Tabel 2.3 Absorpsi besi

Faktor yang mendukung absorpsi Faktor yang mengurangi absorpsi

Besi heme Besi anorganik

Bentuk ferro (Fe2+) Bentuk ferri (Fe3+)

Asam (HCl, vitamin C) Basa (antasida, sekresi pankreas) Zat-zat yang melarutkan (gula, asam

amino)

Zat-zat yang mengendapkan (phytates, fosfat, teh) Hepcidin serum menurun (pada

defisiensi besi)

Hepcidin serum meningkat (pada kelebihan besi)

Eritropoiesis inefektif Eritropoiesis menurun

Kehamilan Peradangan

Hemokromatosis herediter

Peningkatan ekspresi DMT-1 dalam eritrosit duodenum

Berkurangnya ekspresi DMT-1 dalam eritrosit duodenum Sumber: Hoffbrand & Moss, 2013

2.3.6. Kebutuhan Zat Besi pada Masa Kehamilan

Jumlah zat besi yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: umur, jenis kelamin (berhubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita), dan jumlah darah dalam tubuh (hemoglobin) walaupun simpanan zat besi memegang peranan yang penting. Dalam keadaan normal, laki-laki dewasa membutuhkan asupan sebesar 10 mg/hari dan wanita sebesar 12 mg/hari. Sedangkan pada wanita hamil dibutuhkan tambahan asupan 5 mg/hari (Dewoto & Wardhini, 2012).

Kebutuhan zat besi selama masa kehamilan yaitu rata-rata 800 mg-1040 mg. Zat besi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin (±300 mg), pembentukan plasenta (±50-75 mg), meningkatkan massa hemoglobin maternal/sel darah merah (±500 mg), diekskresikan lewat usus, urin, dan kulit (±200 mg), dan ketika persalinan (±200 mg). Perhitungan makan 3 kali sehari atau


(38)

1000-2500 kalori akan menghasilkan sekitar 10-15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg yang dapat diabsorpsi. Jika ibu hamil mengkonsumsi 60 mg zat besi, diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsorpsi. Konsumsi selama 90 hari maka total zat besi yang diabsorpsi adalah sebesar 720 mg dan 180 mg dari konsumsi harian (Susiloningtyas, 2012).

2.3.7. Suplementasi Zat Besi

Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui feses, urine, dan kulit. Kehilangan zat besi pada laki-laki dewasa 0,9 mg dan wanita dewasa 0,8 mg. kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda setiap trimester, trimester I naik 0,8 mg/hari dan menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III. Pada trimester II dan III zat besi tidak dapat dipenuhi dari makanan saja walaupun makanan yang dimakan cukup baik kualitas dan bioavailabilitas tinggi. Zat besi harus disuplai dari sumber lain agar kebutuhan ketika masa kehamilan tercukupi (Susiloningtyas, 2012). Pemberian zat besi disesuaikan dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap trimester, yaitu:

1. Trimester I : kebutuhan zat besi ±1 mg/hari ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.

2. Trimester II : kebutuhan zat besi ±5 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan janin 115 mg.

3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan janin 223 mg.

Indikasi pemberian sediaan zat besi adalah pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi paling sering disebabkan oleh kehilangan darah dan pada wanita hamil serta masa pertumbuhan ketika kebutuhan akan zat besi meningkat (Dewoto & Wardhini, 2012).

Besi dalam bentuk ferro paling mudah diabsorpsi maka preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk garam ferro seperti: ferro sulfat, ferro glukonat, dan ferro fumarat. Tidak terdapat perbedaan absorpsi di antara ketiga obat tersebut. Jika ada, mungkin disebabkan oleh perbedaan kelarutan pada asam lambung. Dosis dan jumlah elemen besi yang terdapat di sediaan adalah:


(39)

Tabel 2.4 Jenis preparat besi oral

Preparat Tablet Elemen besi tiap tablet

Ferro sulfat 325 mg 65 mg

Ferro glukonat 325 mg 36 mg

Ferro fumarat 200 mg 66 mg

Ferro fumarat 325 mg 106 mg

Sumber: Dewoto & Wardhini, 2012

Selain sediaan oral, terdapat juga sediaan parenteral yang digunakan jika pemberian oral tidak memungkinkan misalnya pada pasien yang intoleran terhadap sediaan oral atau pemberian oral tidak memberikan respon teraupetik. Sediaan parenteral adalah iron-dextran mengandung 50 mg zat besi setiap mL (larutan 5%) untuk pemberian secara IM dan IV. Respon teraupetik pemberian secara IM tidak lebih cepat dibandingkan dengan pemberian oral. Dosis total yang diberikan berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg zat besi untuk setiap gram kekurangan hemoglobin. Sedangkan pemberian secara IV, dosis permulaan tidak melebihi 25 mg dan diikuti dengan peningkatan bertahan selama 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat diberikan secara perlahan dengan menyuntikkan 25-50 mg/menit. Preparat suntikan lainnya yaitu iron-sucrose dan iron sodium gluconate (Dewoto & Wardhini, 2012).

Di Indonesia, pemberian suplemen zat besi sudah rutin dilakukan melalui pelayanan antenatal untuk ibu hamil. Suplemen zat besi yang diberikan mengandung 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan (Susiloningtyas, 2012). Kementerian Kesehatan (2010) menganjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya. Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi satu tablet tambah darah perhari selama kehamilan dan masa nifas.


(40)

2.3.8. Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi

Efek samping yang sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral. Hal ini bergantung pada jumlah zat besi yang dapat larut dan yang diabsorpsi setiap pemberian. Gejala yang ditimbulkan adalah mual, nyeri lambung, konstipasi, diare, dan kolik. Gangguan ini bersifat ringan dan bisa dikurangi dengan pengurangan dosis atau pemberian sesudah makan walaupun absorpsi akan berkurang. Perubahan warna feses menjadi berwarna hitam.

Pemberian zat besi secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat, dan peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemberian IM. Selain itu, reaksi sistemik bisa juga terjadi dalam waktu 10 menit setelah pemberian. Reaksi yang muncul adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolysis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing, dan kolaps sirkulasi. Reaksi yang timbul dalam 30 menit-24 jam adalah sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit seluruh badan, dan enselofatia. Reaksi sistemik lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok atau henti jantung (Dewoto & Wardhini, 2012).


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Teori

Gambar 3.1 Kerangka Teori Ibu Hamil

Hipervolemia Konsumsi zat besi sedikit

Kebutuhan zat besi meningkat

Gangguan absorpsi

Volume plasma > jumlah eritrosit

Cadangan besi (ferritin) menurun

Hemodilusi Tidak mampu

membentuk eritrosit

Kadar hemoglobin menurun

< 11 g/dL

Anemia defisiensi besi

Dampak terhadap janin Dampak terhadap


(42)

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional dan skala pengukuran Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Suplemen Zat Besi (Sulfas ferosus) Suatu mikroelemen yang dibutuhkan tubuh untuk proses pembentukan darah yaitu sintesis hemoglobin

Dosis 300 mg mengandung zat besi 60 mg

- - Nominal

Hemoglobin Hemoglobin adalah komponen dari sel darah merah yang mempunyai fungsi untuk menyalurkan oksigen ke jaringan (seluruh tubuh) dan membawa kembali karbondioksida dari jaringan ke paru

EasyTouch ≥11 g/dL

10-10,9 g/dL 7-9,9 g/dL

< 7 g/dL

Normal Anemia ringan Anemia sedang Anemia berat Rasio Pemberian Suplemen Zat

Besi

Peningkatan Kadar Hemoglobin


(43)

3.3. Hipotesis

Ada hubungan antara pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan desain one group pretest-posttest, di mana peneliti akan melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian zat besi terhadap ibu hamil trimester III. Ciri dari penelitian eksperimental adalah pemberian intervensi pada satu kelompok sampel penelitian dan diamati efek dar i pemberian intervensi tersebut. Desain one group pretest-posttest termasuk ke dalam kelompok a pre-experimental design karena pada desain penelitian tersebut tidak menggunakan grup kontrol. Penelitian hanya dilakukan pada satu kelompok sampel yang akan diberikan intervensi dan diamati efek yang muncul. Setelah pengamatan selesai dan semua data terkumpul, dilakukan uji statistik untuk menilai hubungan kedua variabel tersebut.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Sundari. Tempat ini dipilih karena merupakan salah satu rumah sakit tipe C di Medan, mempunyai banyak pasien wanita hamil yang memeriksakan kandungan di rumah sakit ini. Penelitian dilakukan dengan melakukan intervensi pemberian zat besi kepada wanita hamil trimester III selama 1 bulan. Waktu penelitian dari bulan September sampai dengan November 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita hamil trimester III yang merupakan pasien di RSU Sundari dan melakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit tersebut.


(45)

4.3.2. Besar Sampel

Besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus kategorik-numerik sebagai berikut (Dahlan, 2013):

[( ) ] Keterangan :

n : Jumlah sampel

Zα : Deviat baku alfa (nilai Z pada α= 0,05 adalah 1,64) Zβ : Deviat baku beta (nilai Z pada β= 0,20 adalah 0,84) S : Simpang baku dari selisih nilai antarkelompok (0,9269)

: Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna (0,5)

[ ]

Besar sampel yang dipakai di dalam penelitian ini sebanyak 25 orang karena hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas diperoleh besar sampel minimal berjumlah 22 orang.

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik non-probabability sampling dengan jenis consecutive sampling. Pada metode ini, semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang dibutuhkan terpenuhi. Tiap subjek penelitian adalah pasien ibu hamil yang melakukan pemeriksakan kandungan di RSU Sundari pada periode September-November 2015.

4.3.4. Kriteria Inklusi

1. Wanita hamil dengan usia kandungan >28 minggu (trimester III). 2. Pasien RSU Sundari yang bersedia menjadi sampel penelitian.


(46)

4.3.5. Kriteria Eksklusi

1. Menggunakan obat yang dapat menaikkan hemoglobin darah. 2. Sudah mendapatkan suplemen zat besi selama kehamilan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yaitu dengan melakukan pengambilan darah pada wanita hamil trimester III di RSU Sundari sebelum dan sesudah diberikan pemberian zat besi. Pemberian zat besi selama satu bulan sejak bulan September. Data yang diteliti adalah hasil pengukuran kadar hemoglobin pada darah semua pasien wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi yaitu wanita hamil trimester III dan pasien RSU Sundari yang bersedia menjadi sampel penelitian.

4.5. Cara Kerja

1. Meminta kesediaan seluruh populasi untuk dijadikan sampel penelitian dan dijelaskan tujuan serta manfaat penelitian yang akan dilaksanakan. 2. Menentukan sampel penelitian disesuaikan dengan kriteria inklusi

yang sudah ditetapkan.

3. Melakukan pengambilan darah dan pengukuran kadar hemoglobin sebelum pemberian zat besi yang dilakukan dengan menggunakan alat EasyTouch di RSU Sundari.

a. Memakai sarung tangan

b. Memasukan kode Hb ke dalam alat pengukur

c. Memasukan strip Hb ke celah di bagian atas alat pengukur. Layar akan memunculkan simbol darah

d. Melakukan desinfeksi ujung jari tangan yang akan diambil darahnya dengan menggunakan alcohol swab dan tunggu hingga kering

e. Menusuk jari yang sudah di desinfeksi dengan hemolet f. Memasukan darah ke dalam lubang yang terdapat pada strip g. Tunggu selama 6 detik, hasil pengukuran Hb akan muncul di layar


(47)

4. Pemberian zat besi (Sulfas ferosus dosis 300 mg) selama 30 hari pada sampel penelitian.

5. Melakukan pengambilan darah dan pengukuran kadar hemoglobin sesudah pemberian zat besi yang dilakukan dengan menggunakan alat EasyTouch dengan cara yang sama di RSU Sundari.

4.6. Alur Penelitian

Gambar 4.1 Alur Penelitian Populasi

Wanita Hamil

Sampel

Wanita hamil trimester III

Pengukuran hemoglobin darah

Pemberian zat besi selama 30 hari

Pengukuran hemoglobin darah


(48)

4.7. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, kedua variabel yaitu zat besi dan hasil pengukuran kadar hemoglobin akan dianalisis dengan uji statistik t-test untuk melihat hubungan antara variabel independen (pemberian zat besi) dengan variabel dependen (peningkatan kadar hemoglobin). Data diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS.


(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

9.1. Hasil Penelitian

9.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Sundari yang berlokasi di Jalan T.B. Simatupang/Jalan P. Baris no 31. RSU Sundari berdiri pada tahun 1987. Pada awalnya, RSU Sundari ini hanyalah tempat praktik bidan di sebuah rumah di lingkungan Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal. Tempat praktik tidak lagi mencukupi untuk memberikan pelayanan kesehatan bersalin akibat banyaknya pasien yang berobat terutama pasien yang mau melahirkan. Setelah mendapat izin, maka didirikan Klinik Bersalin. Pada tahun 1995, Klinik Bersalin Sundari menjadi Rumah Sakit Umum Sundari yang dapat memberikan perlayanan medis sebagai rumah sakit yang bukan hanya tempat bersalin melainkan menjadi sarana untuk pengobatan medis lainnya. Fasilitas di RSU Sundari terdiri dari poli spesialis anak, spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis syaraf, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, spesialis THT, spesialis paru, spesialis kulit dan kelamin, serta poli dokter gigi. Selain itu, RSU Sundari juga memiliki laboratorium yang memadai. Pengambilan data penelitian dilaksanakan di laboratorium RSU Sundari.

9.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 25 ibu hamil trimester III yang merupakan pasien di RSU Sundari.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah %

20-35 19 76

>35 6 24


(50)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui mayoritas responden berusia 20-35 tahun sebanyak 19 orang (76%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Kandungan

Usia Kandungan Jumlah %

29-30 mgg 4 16

31-32 mgg 3 12

33-34 mgg 6 24

35-36 mgg 5 20

37-38 mgg 3 12

39-40 mgg 4 16

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa usia kandungan responden terbanyak adalah usia 33-34 minggu sebanyak 6 orang (24%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas

Paritas Jumlah %

Nulipara 10 40

Primipara 10 40

Multipara 5 20

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki status nulipara dan status primipara masing-masing mempunyai jumlah yang sama yaitu 10 orang (40%).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah %

Tidak Bekerja 19 76

Bekerja 6 24

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden tidak bekerja yaitu sebanyak 19 orang (76%).


(51)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah %

Tidak sekolah 1 4

SMP 2 8

SMA/SMK 10 40

D3 2 8

S1 10 40

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang paling banyak menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA/SMK dan S1 sebanyak 10 orang (40%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kunjungan ANC

Kunjungan ANC Jumlah %

2 minggu 1 4

1 bulan 21 84

Tidak rutin 3 12

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa mayoritas responden melakukan kunjungan ANC setiap 1 bulan sekali sebanyak 21 orang (84%).

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Hemoglobin

Pemeriksaan Hb Jumlah %

Tidak pernah 23 92

Pernah 2 8

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa mayoritas responden tidak pernah melakukan pemeriksaan hemoglobin selama kehamilan sebanyak 23 orang (92%).


(52)

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Hemoglobin Pretest

Hb Pretest Jumlah %

Tidak Anemia 5 20

Anemia Ringan 7 28

Anemia Sedang 13 52

Anemia Berat 0 0

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang paling banyak pada klasifikasi anemia sedang sebanyak 13 orang (52%) saat dilakukan pemeriksaan hemoglobin sebelum pemberian suplemen zat besi.

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Hemoglobin Posttest

Hb Posttest Jumlah %

Tidak Anemia 10 40

Anemia Ringan 7 28

Anemia Sedang 8 32

Anemia Berat 0 0

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang paling banyak pada klasifikasi tidak anemia sebanyak 10 orang (40%) saat dilakukan pemeriksaan hemoglobin setelah pemberian suplemen zat besi.

9.1.3. Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Status Anemia

Berdasarkan hasil perhitungan nilai rata-rata kadar hemoglobin berdasarkan status anemia pada 25 responden sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi sebagai berikut:


(53)

Tabel 5.10 Rata-rata Kadar Hemoglobin Pretest Berdasarkan Status Anemia

Hb Pretest Jumlah Rata-rata Kadar Hb Pretest

Tidak Anemia 5 11,9

Anemia Ringan 7 10,4

Anemia Sedang 13 8,9

Anemia Berat 0 0

Total 25 9,9

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui rata-rata kadar hemoglobin pretest seluruh responden adalah 9,9 g/dl dengan rata-rata pada kategori tidak anemia sebesar 11,9 g/dl, kategori anemia ringan sebesar 10,4 g/dl, dan kategori anemia sedang sebesar 8,9 g/dl.

Tabel 5.11 Rata-rata Kadar Hemoglobin Posttest Berdasarkan Status Anemia

Hb Posttest Jumlah Rata-rata Kadar Hb Posttest

Tidak Anemia 10 11,9

Anemia Ringan 7 10,5

Anemia Sedang 8 9,3

Anemia Berat 0 0

Total 25 10,7

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui rata-rata kadar hemoglobin posttest seluruh responden adalah 10,7 g/dl dengan rata-rata pada kategori tidak anemia sebesar 11,9 g/dl, kategori anemia ringan sebesar 10,5 g/dl, dan kategori anemia sedang sebesar 9,3 g/dl.

9.1.4. Perbandingan Nilai Rata-rata Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplemen Zat Besi

Hasil pengukuran hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi pada 25 responden dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro Wilk. Hasil uji normalitas sebagai berikut:


(54)

Tabel 5.12 Hasil Uji Normalitas Data Pengukuran Hb Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplemen Zat Besi

Pengukuran Hb p-value Distribusi Data

Hb Pretest 0.203 Normal

Hb Posttest 0.197 Normal

Berdasarkan tabel 5.12 menunjukkan bahwa data Hb pretest dan Hb posttest berdistribusi normal karena nilai p-value kedua data tersebut >0.05 sehingga untuk mengetahui nilai rata-rata hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi dapat menggunakan t-test dependent.

Tabel 5.13 Paired Samples Statistics

Pengukuran Hb N Mean SD SE

Hb Pretest 25 9,9 1.30 0.26

Hb Posttest 25 10,7 1.31 0.26

Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui dari 25 responden rata-rata kadar hemoglobin pretest adalah 9,9 g/dl dengan standar deviasi (SD) 1.30 dan rata-rata kadar hemoglobin posttest adalah 10,7 g/dl dengan SD 1.31.

Tabel 5.14 Paired Samples Test

Pengukuran Hb Mean SD SE t p-value

Hb Pretest

-0.79 1.16 0.23 -3.43 0.002

Hb Posttest

Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa perbedaan nilai rata-rata hemoglobin pretest dan hemoglobin posttest adalah sebesar -0,79. Hasil uji t adalah 3.43 dengan p-value 0.002. Nilai p-value<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata hemoglobin sebelum pemberian suplemen zat besi dan sesudah pemberian suplemen zat besi.

9.2. Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden berada pada usia reproduksi sehat yaitu usia 20-35 tahun sebanyak 19 orang (76%). Faktor risiko untuk mengalami anemia akan lebih besar pada usia <20 tahun dan >35


(55)

tahun. Semakin muda dan semakin tua umur ibu hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Usia muda (<20 tahun) membutuhkan gizi yang lebih banyak dikarenakan kebutuhan gizi tersebut digunakan untuk perkembangan dan pertumbuhan diri sendiri dan juga janin. Sedangkan usia lebih tua (>35 tahun) terkait dengan kemunduran fungsi organ akibat pertambahan usia sehingga dibutuhkan tambahan energi untuk mendukung kehamilan yang berlangsung (Kristiyanasari dalam Nurhidayati, 2013).

Pada penelitian ini, usia kandungan semua responden pada trimester III yaitu >28 minggu dengan usia kandungan terbanyak pada minggu ke 33-34 sebanyak 6 orang (24%). Kebutuhan zat besi akan meningkat seiring dengan pertambahan usia kandungan. Pada trimester I kebutuhan zat besi ±1 mg/hari sedangkan pada trimester II dan III kebutuhan zat besi ±5 mg/hari (Susiloningtyas, 2012). Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi hanya dari makanan saja, walaupun makanan mengandung zat besi yang banyak dan absorbsinya tinggi. Oleh karena itu, konsumsi suplemen zat besi sangat dianjurkan (Hadju dalam Fannyet al, 2012).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden memiliki status nulipara dan primipara yang masing-masing berjumlah 10 orang (40%). Multiparitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya anemia dalam kehamilan. Semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi. Jika persediaan besi minimal, maka setiap kehamilan akan menghabiskan persediaan besi di tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Asyirah, 2012).

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas responden menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA/SMK dan S1 yang masing-masing berjumlah 10 orang (40%). Pendidikan ibu memengaruhi status gizi ibu hamil karena tingginya tingkat pendidikan akan ikut menentukan atau memengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi tentang gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan tercipta pola kebiasaan makan yang baik dan sehat (Kartikasari, Mifbakhuddin, & Mustika, 2011).


(56)

Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden tidak bekerja. Jumlah responden yang tidak bekerja sebanyak 19 orang (76%). Jika pekerjaan ibu hamil berat maka membutuhkan asupan gizi lebih banyak. Pekerjaan juga mempengaruhi pendapatan ibu. Pendapatan yang lebih tinggi akan mempengaruhi asupan gizi ibu selama kehamilan karena ibu mampu untuk mengkonsumsi makanan yang lebih bervariasi dan bergizi (Kartikasari, Mifbakhuddin, & Mustika, 2011).

Mayoritas responden melakukan pemeriksaan kehamilan antenatal care (ANC) sekali dalam sebulan yaitu berjumlah 21 orang (84%). Pemeriksaan ANC minimal dilakukan sebanyak 4 kali selama masa kehamilan yaitu sekali saat trimester I dan trimester II, dua kali selama trimester III (Kemenkes, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Vasra, Sastramihardja, & Sabarudin pada tahun 2012, menggambarkan bahwa pelayanan antenatal tidak berperan secara langsung dalam perubahan kadar hemoglobin tetapi pengelolaan anemia termasuk dalam standar pelayanan antenatal. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa hubungan pelayanan antenatal dengan perubahan kadar hemoglobin disebabkan meningkatnya kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi suplemen zat besi (Vasra, Sastramihardja, & Sabarudin, 2012).

Sebanyak 23 orang (92%) responden tidak pernah melakukan pemeriksaan hemoglobin selama kehamilan. Berdasarkan konsep pelayanan antenatal terpadu, salah satu pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar hemoglobin. Pemeriksaan dilakukan sekali pada trimester I dan sekali pada trimester III. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui status anemia ibu hamil (Kemenkes, 2010).

5.2.2 Perbandingan Nilai Rata-rata Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplemen Zat Besi

Analisis statistik menggunakan t-test dependent untuk melihat perbandingan nilai rata-rata hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata hemoglobin sebelum dengan sesudah pemberian suplemen zat besi.


(57)

Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai p=0.002 < p=0.05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk pada tahun 2013.Jumlah responden adalah 35 orang ibu hamil pada trimester II dan III. Metode penelitian yang digunakan sama dengan metode pada penelitian ini yaitu one group pretest-posttest. Sebelum pemberian suplemen zat besi didapatkan responden yang mengalami anemia ringan berjumlah 15 orang (42,9%) dan anemia sedang berjumlah 20 orang (57,1). Sesudah pemberian suplemen zat besi jumlah responden yang mengalami anemia ringan berjumlah 29 orang (82,9%) dan anemia sedang berjumlah 6 orang (17,1%). Nilai p=0.000 < p=0.05 sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai rata-rata antara sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian suplemen zat besi efektif untuk meningkatkan kadar hemoglobin dan dapat menurunkan anemia (Puspitaningrum, Damayanti,& Mutika, 2013).

Penelitian di Vietnam pada tahun 2003 juga menunjukkan hasil yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita hamil pada trimester II dan III yang mendapatkan zat besi (60 mg) dan asam folat (400 µg) dapat menaikkan kadar hemoglobin secara signifikan sebesar 0.4 dan 0.7 g/dl (Aikawaet al, 2008).

Penelitian ini sesuai dengan program pemerintah dalam upaya pencegahan anemia defisiensi besi pada ibu hamil yaitu dengan cara mengkonsumsi suplemen zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. Anemia paling banyak disebabkan oleh defisiensi besi, estimasi ±50 % ibu tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup selama kehamilan sehingga risiko anemia meningkat. Zat besi dibutuhkan untuk proses pembentukan hemoglobin (Susiloningtyas, 2012).


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

10.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara pemberian suplemen zat besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III (p = 0.002). 2. Rata-rata kadar hemoglobin pretest seluruh responden adalah 9.9 g/dl. 3. Rata-rata kadar hemoglobin posttest seluruh responden adalah 10.7

g/dl.

4. Sebelum pemberian suplemen zat besi, responden paling banyak terdapat pada status anemia sedang (52%) dengan nilai rata-rata kadar hemoglobin sebesar 8,9 g/dl.

5. Sesudah pemberian suplemen zat besi, responden paling banyak terdapat pada status tidak anemia (40%) dengan nilai rata-rata kadar hemoglobin sebesar 11,9 g/dl.

10.2. Saran

1. Saran bagi petugas kesehatan:

a. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnya konsumsi suplemen zat besi selama kehamilan.

b. Melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin secara rutin kepada ibu hamil agar mengetahui ibu hamil menderita anemia atau tidak selama kehamilan.

2. Saran bagi ibu hamil:

a. Ibu hamil sebaiknya mengkonsumsi suplemen zat besi minimal 90 tablet selama masa kehamilan.

b. Sebaiknya ibu hamil mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi.


(59)

c. Menambah asupan makanan yang membantu penyerapan zat besi dan mengurangi makanan yang menghambat penyerapan zat besi.

3. Saran bagi peneliti selajutnya:

a. Memperluas cakupan penelitian terutama dalam jumlah sampel dan lokasi penelitian.

b. Mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan zat besi selain dari suplemen zat besi.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulmuthalib. 2008. Kelainan Hematologik. In: Saifuddin, A.B., ed. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 774-778.

Aikawa, R., Jimba, M., Nguen, K.C., & Binns, C.W. 2008. Prenatal Iron Supplementation in Rural Vietnam. European Journal of Clinical Nutrition 62 (8): 946-952.

Alem, M., Enawgaw, B., Gelaw, A., Kena, T., Seid, M., & Olkeba, Y. 2013. Prevalence of Anemia and Associated Risk Factors Among Pregnant Women Attending Antenatal Care in Azezo Health Center Gondar Town, Northwest Ethiopia. J. Interdiscipl Histopathol 1 (3): 137-144.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Asyirah, Sitti. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Tahun 2012. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, & ICF International. 2013. Indonesia Demographic and Health Survey 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. Diunduh dari: http://dhsprogram.com/publications/publication-fr275-dhs-final-reports.cfm


(61)

Center for Disease Control and Prevention (CDC). 1998. Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/mmwr/PDF/rr/rr4703.pdf

Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., & Spong, C.Y. 2012.Obstetri Williams. 23rd ed. Jakarta: EGC. 119-120.

Dahlan, M.S. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Dewoto, H.R. & Wardhini, S. 2007. Obat Antianemia. In: Gunawan, S.G., ed. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Gaya Baru. 794-797.

Fanny, L., Mustamin, H., Dewi, T.,& Kartini, St. 2012. Pengaruh Pemberian Tablet Fe Terhadap Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Puskesmas Tamamaung Tahun 2011. Media Gizi Pangan 8 (1): 7-11.

Hidayah, W. & Anasari, T. 2012. Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia di Desa Pageraji Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmiah Kebidanan 3 (2): 41-53.

Hoffbrand, A.V., & Moss, P.A.H. 2013. Kapita Selekta Hematologi. 6th ed. Pendit, B.U., Setiawan, L., Jakarta: EGC. 16-18, 30-34.

Kartikasari, B.W., Mifbakhuddin, & Mustika, D.N. 2011. Hubungan Pendidikan, Paritas, dan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota Semarang Tahun 2011. Jurnal

Kebidanan 1 (1). Diunduh dari:


(62)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2010. Pedoman Pelayanan Antenatal

Terpadu. Diunduh dari:

http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2013/12/Pedoman-ANC-Terpadu.pdf

Lee, A.I. & Okam, M.M. 2011. Anemia in Pregnancy.In: Connors, J., ed. Hematology/Oncology Clinics of North America. Amerika: Saunders Elsevier. 241-259.

Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.C., & Manuaba, I.B.G.F. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 38-39.

Masrizal. 2007. Studi Literatur Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat II (1): 140-145.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta:

Departemen Kesehatan. Diunduh dari:

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%2041%20 ttg%20Pedoman%20Gizi%20Seimbang.pdf

Murray, R.K., Granner, D.K., & Rodwell, V.W. 2009. Biokimia Harper. Jakarta: EGC. 610-612.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nurhidayati, Rohmah Dyah. 2013. Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Kabupaten

Sukoharjo. Diunduh dari:


(1)

Lampiran 5

DATA INDUK RESPONDEN

No Usia Pendidikan Pekerjaan Hb Pretest

Hb

Posttest Paritas

Kunjungan

ANC Cek Hb

1 37 SMA Tidak

Bekerja 8,5 11,5 2 1x/bulan

Tidak pernah 2 36 Tidak

sekolah

Tidak

Bekerja 11,0 11,3 4

Setiap 2 minggu

Tidak pernah

3 27 SMP Tidak

Bekerja 9,1 11,7 4 1x/bulan

Tidak pernah

4 23 SMK Tidak

Bekerja 8,4 9,9 0

Tidak rutin

Tidak pernah

5 26 SMA Tidak

Bekerja 9,8 9,8 0 1x/bulan

Tidak pernah

6 25 SMA Tidak

Bekerja 11,5 11,0 1

Tidak rutin

Tidak pernah

7 24 S1 Tidak

Bekerja 10,4 13,5 0

Tidak rutin

Tidak pernah

8 35 S1 Tidak

Bekerja 10,9 11,1 3 1x/bulan

Tidak pernah

9 24 D3 Bekerja 10,5 12,9 0 1x/bulan Tidak

pernah

10 28 S1 Bekerja 9,1 10,3 1 1x/bulan Tidak

pernah

11 29 S1 Tidak

Bekerja 8,7 9,3 1 1x/bulan

Tidak pernah

12 38 SMK Tidak

Bekerja 10,1 8,7 4 1x/bulan

Tidak pernah


(2)

13 45 D3 Tidak

Bekerja 11,5 11,5 1 1x/bulan

Tidak pernah

14 29 S1 Bekerja 9,4 10,4 0 1x/bulan Tidak

pernah

15 29 S1 Bekerja 9,8 10,9 0 1x/bulan Tidak

pernah

16 27 SMA Tidak

Bekerja 12,4 13,8 0 1x/bulan

Tidak pernah

17 28 S1 Tidak

Bekerja 10,4 10,6 1 1x/bulan Pernah

18 20 SMK Tidak

Bekerja 13,1 11,5 1 1x/bulan Pernah

19 32 SMK Tidak

Bekerja 8,2 9,3 2 1x/bulan

Tidak pernah

20 28 S1 Tidak

Bekerja 10,6 10,8 0 1x/bulan

Tidak pernah

21 25 S1 Bekerja 8,4 9,3 0 1x/bulan Tidak

pernah

22 38 SMA Tidak

Bekerja 10,0 10,8 4 1x/bulan

Tidak pernah

23 34 SMP Tidak

Bekerja 8,4 9,0 2 1x/bulan

Tidak pernah

24 27 S1 Bekerja 9,2 10,0 1 1x/bulan Tidak

pernah

25 20 SMA Tidak

Bekerja 9,3 9,7 0 1x/bulan

Tidak pernah


(3)

Lampiran 6


(4)

(5)

(6)