Asam Lemak Dari Nannochloropsis Sp. Dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi Pada Skala Laboratorium Dan Skala Lapangan.
PRODUKSI ASAM LEMAK DARI NANNOCHLOROPSIS SP.
DENGAN PERLAKUAN NITROGEN TERBATASI PADA
SKALA LABORATORIUM DAN SKALA LAPANGAN
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Produksi Asam
Lemak dari Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi pada Skala
Laboratorium dan Skala Lapangan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dian Noverita Widyaningrum
NIM P051110101
RINGKASAN
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM. Produksi Asam Lemak dari
Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi pada Skala
Laboratorium dan Skala Lapangan. Dibimbing oleh MULYORINI
RAHAYUNINGSIH dan DWI SUSILANINGSIH.
Nannochloropsis sp. telah dikenal dalam industri akuakultur karena nilai
nutrisinya yang tinggi termasuk komponen asam lemak jenuh. Aplikasi alga
secara komersial membutuhkan kerapatan sel yang tinggi, pertumbuhan yang kuat
dan dominan di lingkungan dengan kandungan lemak tinggi dari sumber-sumber
alga. Pada kenyataannya, Nannochloropsis sp. memiliki ukuran sel yang kecil dan
pertumbuhan lambat, sehingga secara khusus memerlukan peningkatan kondisi
kultur dan kultivasi.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan lemak
menggunakan strategi media dengan pembatasan sumber nitrogen pada media dan
mengamati komposisi profil asam lemak. Pembatasan sumber nitrogen dipilih
karena nitrogen merupakan sumber komponen penting untuk kultivasi mikroalga.
Nitrogen akan mempengaruhi metabolism sel untuk pertumbuhan dan sintesis
komponen-komponen seperti protein dan asam lemak.
Pengamatan skala laboratorium terhadap pola pertumbuhan menunjukkan
bahwa kultur Nannochloropsis sp. dengan pembatasan nitrogen mencapai fase
stasioner lebih cepat dibandingkan dengan kultur kontrol. Kandungan lemak
tertinggi ditemukan pada perlakuan pengurangan nitrogen 50 % (37,5 mg/L),
yaitu berdasarkan bobot kering sel. Sebagai tambahan, kandungan protein dan
karbohidrat berbeda sedikit pada setiap perlakuan. Penentuan fase stasioner
dengan pengurangan nitrogen yang paling baik menghasilkan kandungan lemak
paling tinggi digunakan untuk pembesaran kultivasi di skala lapangan.
Pengamatan kultivasi di laboratorium menunjukkan kandungan lemak
dalam sel dan yield lemak tidak berbeda nyata. Analisis lebih lanjut menunjukkan
bahwa komposisi asam lemak Nannochloropsis sp. mengandung asam palmitat
18,1 % pada fase eksponensial dengan konsentrasi nitrogen 75 %. Berdasarkan
komposisi tersebut, minyak Nannochloropsis sp. dapat digunakan sebagai sumber
biodiesel dan produk komersial lainnya seperti bahan kosmetik dan makanan.
Kata kunci : Nannochloropsis sp., konsentrasi nitrogen, kandungan lemak, asam
lemak, produk komersial
SUMMARY
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM. Production of Fatty Acid from
Nannochloropsis sp. by using Nitrogen Limited Treatment at Laboratory Scale
and Field Scale. Supervised by MULYORINI RAHAYUNINGSIH and DWI
SUSILANINGSIH.
Nannochloropsis is well recognized in aquaculture industry due to its high
nutritional value including saturated fatty acids compounds. The requirement for
commercial cultivation scale application of the algae needs high cell densities,
strong or dominant growth in the environment with high oil content of the algae
sources. In fact, Nannochloropsis have small size of cells and slow growth that
particularly need an improvement culture and cultivation conditions.
The research was intended for enhancing the cell’s lipid content using
manipulating medium strategies by limitation of nitrogen sources in the medium
and observed the composition of the fatty acid profiles. Limitation nitrogen
sources was chosen because of nitrogen is an important compound source for
cultivation of microalgae. Nitrogen will affect the cell metabolism for growth and
synthesizes the storage compounds including protein, fatty acid.
Laboratory scale observation on growth pattern showed that
Nannochloropsis sp. cultures with nitrogen limitation reach stationary phase faster
comparing to control culture. The highest lipid content was found at 37,5 mg/l or
50 % nitrogen reduction treatment, namely 60 % base dry weight cells. In
addition, the protein and carbohidrates content were slightly different in each
treatment. Determination of the stationary phase with best nitrogen limitation for
highest lipid content was used for further scaling up in outdoor scale.
An observation in laboratory resulted lipid content intact cells and yields
were not significally different. And further analyzes showed that fatty acid
composition of the Nannochloropsis sp. lipid is consisting palmitic acid 18,1 % at
exponential phase with 75 % nitrogen concentration. Considering the
composition, in the future Nannochloropsis’s oil might be available for sources of
biodiesel and other commercial products such as cosmetic material and food.
Key words : Nannochloropsis sp., nitrogen concentration, lipid content, fatty acid,
commercial products
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKSI ASAM LEMAK DARI NANNOCHLOROPSIS SP.
DENGAN PERLAKUAN NITROGEN TERBATASI PADA
SKALA LABORATORIUM DAN SKALA LAPANGAN
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Desember 2014 ini
adalah produksi asam lemak dari mikroalga dengan judul Produksi Asam Lemak
dari Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi pada Skala
Laboratorium dan Skala Lapangan. Sumber dana penelitian ini berasal dari
Program karyasiswa, Kemeterian Riset dan Teknologi. Sebagian hasil penelitian
ini sedang dalam proses publikasi di Malaysian Journal of Microbiology (MJM).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Mulyorini Rahayuningsih,
MSi dan Ibu Dr Dwi Susilaningsih, MPharm selaku pembimbing yang telah
banyak memberi arahan dan masukan mulai dari awal sampai akhir. Penghargaan
dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Djumali
Mangunwidjaja, DEA atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi, terima
kasih kepada Bapak Prof Suharsono, DEA selaku Ketua Program Studi PS
Bioteknologi.
Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan di
Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI atas
bantuannya. Terima kasih pada seluruh sahabat dan rekan-rekan bioteknologi IPB
atas kebersamaan selama ini.
Ungkapan terima kasih yang tak berhingga juga disampaikan kepada
suami tercinta Armadi SP, ayahanda Muhamad Sidik, ibunda Faridah, Adik
Yuliar Adi Widyanugroho dan Dyah Ayu Yulia Widyaningrum serta seluruh
keluarga atas doa, kesabaran, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang tak
terbalaskan. Semoga selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Amin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Dian Noverita Widyaningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga
Faktor-faktor pertumbuhan mikroalga
Pemanenan
Pemisahan
Pengeringan
Ekstraksi minyak
Transesterifikasi
Profil asam lemak
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Bahan mikroba
Bahan kimia dan lainnya
Alat
Metode
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala laboratorium dengan
nitrogen terbatasi
Studi kinetika
Yield lemak
Analisa kandungan lemak
Persiapan biomassa basah
Ekstraksi lemak
Analisa kandungan protein
Persiapan sampel protein
Analisa protein
Standar protein
Analisa kandungan karbohidrat
Persiapan sampel karbohidrat
1
1
2
3
3
3
4
4
5
5
5
5
6
7
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
11
12
12
12
12
12
12
Analisa karbohidrat
Standar karbohidrat
12
13
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala lapangan
Transesterifikasi dan analisa profil asam lemak
13
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap pertumbuhan mikroalga
Nannochloropsis sp.
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap kandungan lemak, protein
dan karbohidrat pada Nannochloropsis sp.
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap profil asam lemak
14
14
5 SIMPULAN DAN SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
35
18
22
DAFTAR TABEL
1 Standar biodiesel Indonesia SNI 04-7182-2006
8
2 Laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. pada berbagai 17
konsentrasi nitrogen
3 Perbedaan bobot biomassa kering kultivasi skala lapangan pada fase 18
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner pada berbagai konsentrasi
nitrogen
4 Yield lemak pada skala laboratorium dan lapangan dari fase 22
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner
13 Pengelompokan 136 individu berdasarkan daerah distribusi spasial 32
DAFTAR GAMBAR
1 Jalur biosintesis trigliserida
6
2 Reaksi transesterifikasi
7
3 Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi 15
nitrogen
4 Kultur nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi nitrogen
16
5 Kandungan lemak Nannochloropsis sp. skala laboratorium dalam 19
konsentrasi nitrogen 25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
6 Kandungan lemak Nannochloropsis sp. skala lapangan dalam 19
konsentrasi nitrogen 25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
7 Kandungan protein Nannochloropsis sp. dalam konsentrasi nitrogen
20
25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
8 Kandungan karbohidrat Nannochloropsis sp. dalam konsentrasi nitrogen 21
25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
9 Profil asam lemak Nannochloropsis sp.
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Komposisi media F/2 dalam 100 ml
Diagram alir strategi penelitian
Tahapan persiapan prekultur Nannochloropsis sp.
Persiapan kultivasi di bioreaktor (lapangan) 80 L
Uji ANOVA dan Duncan biomassa kering dari sampel skala
lapangan pada fase eksponensial
27
28
28
29
29
6 Uji ANOVA dan Duncan biomassa kering dari sampel skala 32
lapangan pada fase akhir eksponensial
7 Uji ANOVA dan Duncan biomassa kering dari sampel skala 33
lapangan pada fase stasioner
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroalga merupakan salah satu bahan baku biodiesel karena kandungan lemak
yang tinggi di dalam selnya antara 1-85 % per berat kering bergantung pada jenis dan
lingkungannya. Kemampuan mikroalga mensintesa lemak yang tinggi dikarenakan
mikroalga memiliki daya fotosintesa yang tinggi dan lebih efisien bila
dibandingkan tanaman lainnya. Laju fotosintesis alga adalah 6-20 %, sedangkan
tanaman 0,1-8 % berbasis konversi cahaya matahari menjadi biomassa. Mikroalga
dapat mensisntesa berbagai jenis bahan biofuel terbarukan selain minyak seperti
metana yang diproduksi secara anaerobik dari biomassa alga, senyawa
hidrokarbon (Banerjee et al. 2002) dan biohidrogen yang diproduksi secara
fotobiologi (Gavrilescu and Chisti 2005). Mikroalga merupakan sunlight-driven
cell factories yang mengubah CO2 menjadi biofuel, makanan dan aktivitas biologi
lainnya yang bernilai tinggi.
Diketahui kandungan minyak dari berbagai bahan baku biodiesel dari
berbagai sumber dalam satuan L/ha adalah jagung sebesar 172, kedelai sebesar
446, kanola sebesar 1190, jatropa sebesar 1892, kelapa sebesar 2689, kelapa sawit
sebesar 5950, mikroalga (70% minyak dari biomassa kering) sebesar 1369000 dan
mikroalga (30 % minyak dari biomassa kering) sebesar 58700. Beberapa jenis
mikroalga memiliki kandungan minyak yang berbeda-beda berdasarkan persen
berat kering biomassa seperti Botryococcus braunii sebesar 25-75, Chlorella sp.
sebesar 28-32, Crypthecodinium cohnii sebesar 20, Cylindrotheca sp. 16-37,
Dunaliella primolecta sebesar 23, Isochrysis sp. sebesar 25-33, Monallanthus
salina lebih besar dari 20, Nannochloropsis sp. sebesar 31-68, Neochloris
oleoabundans sebesar 35-54, Nitzschia sp. 45-47, Phaeodactylum tricornutum
sebesar 20-30 dan Tetraselmis sueica sebesar 15-23 (Chisti 2007).
Mikroalga yang digunakan pada penelitian ini adalah Nannochloropsis sp.
yang berasal dari pantai Semarang dan merupakan mikroalga dengan kandungan
lemak kasar 42,2 % berdasarkan biomassa kering (Susilaningsih et al. 2009).
Nannochloropsis sp. merupakan eukariot, berukuran kecil, nonmotil dan pada
umumnya hidup di air laut. Media kultur yang digunakan adalah media laut F/2.
Mikroalga ini dapat dikultur secara autotrof dalam laboratorium, area terbuka atau
bioreaktor tertutup. Nannochloropsis sp. merupakan bahan baku yang potensial
untuk biodiesel karena reproduksinya cepat, siklus hidup pendek dan mampu
mengakumulasikan asam lemak dalam jumlah banyak ketika dikulturkan pada
kondisi optimal. Kondisi optimal untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. yaitu
pH 8,0 (pengenceran dengan buffer Tris-HCl), perlu penerangan/cahaya terusmenerus tidak ada penghambatan untuk memperoleh cahaya (photo-inhibition),
interval suhu 25±5 oC, adanya sumber karbon organik, adanya urea sebagai
sumber nitrogen tambahan (10 mM), tingkat aliran udara kecil dengan gelembung
besar bisa lebih efisien untuk transfer massa CO2.
2
Produktivitas minyak tergantung pada kondisi pertumbuhan alga dan
metabolisme sintesa minyak dalam biomassa. Mikroalga dengan produktivitas
minyak tinggi mampu memproduksi biodiesel. Mikroalga mudah didapat di
perairan dengan nitrogen tinggi. Nitrogen dalam media bisa berupa nitrat, nitrit,
ammonia atau urea. Penyerapan dan pemanfaatan nitrogen secara berurutan dari
yang terbesar adalah ammonia, urea, nitrat dan nitrit. Hal ini dikarenakan
ammonia secara langsung digunakan untuk sintesis asam amino, sedangkan
sumber nitrogen lainnya harus dikonversi terlebih dahulu menjadi ammonia untuk
sintesis asam amino. Mikroalga juga tumbuh dengan baik dengan adanya urea dan
nitrat. Penelitian menunjukkan bahwa pada Chlorella kandungan lemak
maksimum ditemukan dengan penggunaan sodium nitrat (Junying et al. 2013).
Nitrogen adalah komponen penting untuk komposisi, pembentukkan dan
berfungsinya protein dan DNA dalam sel mikroalga. Dalam kondisi kandungan
nitrogen rendah (stress nitrogen), fotosintesis tetap berjalan meskipun lajunya
menurun sampai nitrogen sel berada di bawah ambang batas. Aliran karbon tetap
oleh fotosintesis, tetapi dialihkan dari jalur sintesis protein ke sintesis lemak atau
kabohidrat (Adetola 2011). Pada saat proses produksi lemak meningkat,
trigliserida menjadi paling dominan.
Lemak banyak diproduksi saat mikroalga berada di fase stasioner dimana
nutrisi dari media mulai berkurang. Hal inilah yang kemudian menjadi ide dasar
untuk melakukan rekayasa nutrisi, sehingga diperoleh lemak yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kultur mikroalga pada kandungan nutrisi normal.
Kandungan lemak dapat ditingkatkan dengan memodifikasi faktor pertumbuhan
seperti persentase nitrogen dalam media, intensitas cahaya, suhu, salinitas,
konsentrasi CO2 dan teknik pemanenan.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis lebih lanjut mengenai profil
asam lemak metil ester (FAME) Nannochloropsis sp. untuk mengetahui karakter
minyak Nannochloropsis sp.. Pengetahuan tentang profil asam lemak dari bahan
baku biomassa potensial diperlukan untuk menentukan komposisi terbaik dari
biodiesel (Kaur et al. 2012). Asam lemak yang sering terdapat pada biodiesel
adalah asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat
(Knothe 2008).
Bahan baku minyak sangat mempengaruhi sifat-sifat biodiesel. Bahan baku
yang berasal dari sumber berbeda memberikan profil dan sifat-sifat asam lemak
yang bervariasi secara signifikan. Oleh karena itu, untuk menentukan komposisi
biodiesel terbaik perlu mempelajari profil asam lemak bahan baku biomassa yang
potensial (Kaur et al. 2012).
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pola
produksi asam lemak dengan pembatasan nitrogen pada skala laboratorium dan
skala lapangan (80 L).
3
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah asam lemak dari Nannochloropsis sp. yang
ditumbuhkan pada media dengan nitrogen terbatasi memiliki persentasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mikroalga
Salah satu sumber biodiesel yang paling mendapat perhatian adalah
mikroalga (Lannan 2011). Biomassa mikroalga adalah salah satu sumber energi
yang baik. Pembakaran sejumlah bahan bakar fosil akan meningkatkan CO2 di
atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Biomassa akan memanfaatkan
CO2 di atmosfer melalui fotosintesa. Dari berbagai biomassa, alga (makro atau
mikro) memiliki efisiensi fotosintesa lebih besar dibandingkan biomassa lainnya.
Alga memproduksi minyak 7 sampai 31 kali lebih besar dari minyak palm
(Hossain et al. 2008). Produktivitas minyak tergantung pada laju pertumbuhan
mikroalga dan kandungan minyak dalam biomassa. Mikroalga dengan
produktivitas minyak tinggi mampu memproduksi biodiesel (Chisti 2007). Pada
kondisi keterbatasan nutrisi, total lemak bisa mencapai lebih dari 40 %.
Mikroalga adalah organisme mikroskopik uniseluler atau multiseluler,
biasanya diameter maksimum 50 µm. Mikroalga tumbuh subur pada kondisi
lingkungan yang luas seperti habitat salin atau alkalin, wilayah artik yang dingin,
hot springs dan tanah kering (Adetola 2011). Mikroalga bisa termasuk
mikroorganisme prokariot atau eukariot. Mikroalga prokariot terdiri dari
sianobakter atau alga biru-hijau dan mirip dengan bakteri. Sel prokariot mikroalga
tidak mempunyai organel terikat membran seperti plastid, nukleus atau
mitokondria jadi melakukan fotosintesa di dalam sitoplasma bukan dalam
organel-organel. Sel eukariot memiliki organel-organel untuk proses fotosintesa.
Sebagian besar mikroalga memiliki inti yang membantu fungsi sel untuk
melakukan metabolisme, bertahan dan reproduksi (Adetola 2011). Mikroalga
dapat bersifat autotrof, heterotrof atau miksotrof. Mikroalga utotrof menggunakan
cahaya dalam proses fotosintesa sebagai sumber energi. Mikroalga heterotrof
menggunakan karbon organik dari luar sebagai sumber energi seperti glukosa,
asetat dan tidak memerlukan cahaya matahari untuk pertumbuhannya. Beberapa
spesies mikroalga merupakan miksotrof yang mampu berfotosintesa dan
menggunakan nutrisi dari luar untuk energi. Autotrof atau heterotrof tergantung
pada sumber apa yang tersedia.
4
Pertumbuhan mikroalga
Pertumbuhan mikroalga terdiri dari empat fase yaitu fase lag, logaritmik
atau eksponensial, stasioner dan kematian. Fase lag adalah fase adaptasi terhadap
kondisi lingkungan (media tumbuh). Pada fase ini sel tetap hidup tetapi tidak
berkembang biak. Lamanya fase tergantung pada inokulan yang dimasukkan.
Kultur yang diinokulasikan pada fase logaritmik akan mengalami fase lag yang
singkat. Sebaliknya kultur yang diinokulasikan berasal dari fase tua akan
mengalami fase lag yang lebih lama karena membutuhkan waktu untuk menyusun
enzim-enzim yang tidak aktif lagi. Fase logaritmik/eksponensial ditandai dengan
naiknya laju pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali
lipat. Pada fase ini, sel yang sedang aktif berkembang biak. Fase stasioner
ditandai dengan seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian. Jumlah sel
cenderung tetap diakibatkan sel telah mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel baru
dihambat oleh keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas lainnya. Fase
kematian ditandai dengan berkurangnya kepadatan sel karena laju kematian lebih
tinggi dari laju pertumbuhan.
Faktor-faktor pertumbuhan mikroalga
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga
antara lain 1) Nutrisi. Nutrisi utama yang diperlukan untuk produksi biodiesel
adalah nitrogen dan fosfor. Biomassa mikroalga mengandung nitrogen 7 % dan
fosfor 1 %. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada media pertumbuhan yang
memiliki kandungan nitrogen rendah mendorong alga untuk memproduksi lemak
lebih banyak (Mata et al. 2010; Illman et al. 2000; Hu et al. 2008). 2)
Pengadukan. Pengadukan diperlukan agar kultur memperoleh cahaya matahari
secara merata. Tanpa pengadukan, kultur di bagian atas akan menyerap semua
cahaya matahari dan menghalangi perolehan cahaya untuk kultur di permukaan
bawah bioreaktor. Pengadukan juga dapat mencegah kultur menempel pada
dinding bioreaktor. 3) Konsentrasi sel. Konsentrasi sel berkaitan dengan sinar
matahari yang dapat diserap. Jika kultur terlalu padat, maka kultur tidak merata
memperoleh sinar matahari. Konsentrasi sel optimal untuk pertumbuhan biomassa
maksimum berkaitan dengan kedalaman fotobioreaktor, spesies dan laju
pengadukan. 4) Kedalaman fotobioreaktor. Kedalaman fotobioreaktor tergantung
pada intensitas sinar matahari. Kedalaman fotobioreaktor ini penting untuk
menjaga pengadukan dan keseimbangan bahan kimia dalam media (Lannan
2011).
5
Pemanenan
Pemisahan
Pemisahan bertujuan untuk memisahkan media pertumbuhan dan
mikroalga dengan cara tercepat, efesiensi energi dan cara yang paling murah.
Terdapat beberapa cara pemanenan yaitu sedimentasi gravitasi, flotasi, flokulasi,
sentrifugasi dan filtrasi.
Sedimentasi gravitasi secara alami mikroalga mengendap di bawah.
Flotasi merupakan kebalikan dari sedimentasi. Mikroalga akan mengambang dan
biasanya diinduksi oleh gelembung air mikro untuk membantu pergerakkan
mikroalga ke permukaan (Brennan and Owende 2010; Greenwell et al. 2010).
Flokulasi membuat mikroalga menggumpal, sehingga mudah dipanen. Flokulasi
biasanya dilakukan dengan menambahkan garam logam ke media pertumbuhan.
Garam-garam logam ini antara lain ferrik klorida, aluminium sulfat. Garam-garam
logam bekerja dengan cara mengurangi muatan negatif antara sel-sel mikroalga,
sehingga memungkinkan terjadinya agregasi (Brennan and Owende 2010).
Sentrifugasi dengan putaran antara 5.000 sampai 10.000 per menit yang secara
cepat memisahkan mikroalga dan media pertumbuhan. Filtrasi menggunakan
filter, dapat digunakan dengan atau tanpa penambahan tekanan, dapat digunakan
untuk sel mikroalga dengan konsentrasi rendah (Greenwell et al. 2010).
Pengeringan
Biomassa mikroalga yang dipisahkan dari media pertumbuhan masih
mengandung air. Beberapa mikroalga dikeringkan untuk memperpanjang waktu
penyimpanan atau untuk ekstraksi minyak. Metode pengeringan antara lain 1)
Menggunakan cahaya matahari (sun drying). Metode ini paling murah tetapi
memerlukan waktu pengeringan yang lama dan tempat yang luas. 2)
Menggunakan oven (thermal drying). Metode ini dapat merusak lemak yang akan
digunakan untuk biodiesel. Suhu di atas 60 oC akan menurunkan nilai trigliserida.
3) Spray drying. Metode ini dapat merusak pigmen. 4) Freeze drying.
Ekstraksi minyak
Ekstraksi minyak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak dari suatu
bahan yang mengandung minyak. Minyak dan lemak merupakan salah satu
komponen utama yang terkandung dalam bahan alami selain protein, karbohidrat
dan air. Minyak dan lemak adalah salah satu kelompok lipida. Lipida yaitu
senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik non polar seperti eter, kloroform dan hidrokarbon lainnya.
Minyak dan lemak dapat larut dalam pelarut-pelarut tersebut karena minyak dan
lemak memiliki polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Lipida penyusun
utama minyak dan lemak adalah trigliserida (> 95 %). Triasilgliserida merupakan
6
ester dari asam-asam lemak (RCOOH) dan trihidrik alkohol gliserol (C3H5(OH)3).
Biosintesis TAG dalam alga dapat terjadi melalui jalur gliserol (Gambar 1).
Proses biosintesis triasilgliserida dimulai dengan molekul glycerol-3phosphate (G-3-P). Pada dua langkah pertama, grup alcohol (OH-) dihilangkan
dan diganti dengn grup acyl (C16, C18 etc.). Ini membentuk phosphatidic acid
(PA). Pada langkah ketiga, grup oxygen-phosphite dihilangkan dan diganti dengan
grup alkohol dan menghasilkan diacylglyceride (DAG). Pada langkah keempat,
grup alkohol dihilangkan dan diganti dengan grup acyl ketiga dan membentuk
triacylgliceride (TAG) (Lannan 2011).
Gambar 1 Jalur biosintesis triasilgliserida
(Sumber : Greenwell et al. 2010)
Ekstraksi lemak dilakukan menggunakan metode Bligh and Dyer (1959)
dengan sedikit modifikasi yaitu menggunakan teknik sonikasi. Sonikasi untuk
memecah dinding sel mikroalga. Pelarut yang sering digunakan dan digunakan
juga dalam penelitian ini adalah metanol dan kloroform. Penambahan air diakhir
ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen nonlipid.
Metanol dipilih karena murah dan mudah didapat, memiliki reaktifitas
yang tinggi dibandingkan alkohol rantai panjang dan pemisahan gliserol mudah
dilakukan. Alkohol meskipun ramah lingkungan dan toksisitasnya rendah namun
sulit untuk memisahkan gliserol dan biodiesel. Alkohol rantai panjang memiliki
metode yg mahal dan sulit untuk diaplikasikan pada skala industri.
Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi kimia antara trigliserida dan alkohol dengan
melibatkan katalis. Pada proses ini trigliserida dikonversi menjadi digliserida,
digliserida dikonversi menjadi monogliserida dan diikuti dengan konversi
monogliserida menjadi gliserol. Katalis akan mempercepat terjadinya konversi.
Gliserol yang diperoleh masih mengandung pengotor lainnya seperti alkohol, air
dan sabun (Lannan 2011). Gambar berikut menunjukkan reaksi transesterifikasi
7
Gambar 2 Reaksi transesterifikasi
(Sumber : Chisti 2007)
Selama reaksi lemak mikroalga dan alkohol dicampur. Lemak (sekarang
biodiesel) dipisahkan dari lapisan air yang mengandung gliserol. Biodiesel
kemudian dituang dan dicuci menggunakan air untuk menghilangkan beberapa
kontaminan sebelum siap digunakan (Lannan 2011). Reaksi transesterifikasi
melibatkan katalis. Katalis-katalis yang digunakan antara lain berupa enzim
lipase, asam dan alkali. Proses enzimatik digunakan untuk memproduksi FAME
dari minyak. Beberapa parameter menunjukkan pengaruh terhadap hasil dan laju
reaksi. Parameter-parameter tersebut termasuk manfaat pelarut, suhu, tipe dan
konsentrasi alkohol, jumlah enzim, kandungan air dan laju pencampuran. Katalis
alkali antara lain kalium hidroksida. Salah satu kelemahan reaksi katalis alkali
adalah saponifikasi. Ini disebabkan oleh asam lemak yang bereaksi dengan
alkohol. Saponifikasi juga menghasilkan produk sampingan. Saponifkasi dapat
dihindari dengan katalis alkali anhidrat dan alkohol anhidrat kurang dari 5%. Hal
ini memerlukan biaya. Penggunaan katalis asam tidak menimbulkan saponifikasi
tetapi reaksi lebih lambat dibandingkan jika menggunakan katalis alkali (Ren
2012).
Profil asam lemak
Profil asam lemak mempengaruhi sifat dari biodiesel. Mikroalga yang
berbeda memiliki profil asam lemak yang berbeda. Oleh karena itu, untuk
menentukan komposisi biodiesel terbaik perlu mempelajari profil asam lemak dari
bahan baku biomassa yang potensial. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kadar lemak dan komposisi asam lemak selama kultivasi
mikroalga adalah fase pertumbuhan kultur.
Komposisi
biodiesel
dianalisis
menggunakan
analisis
gas
chromatographic mass spectrometric (GC-MS). Biodiesel yang dihasilkan harus
memenuhi standard yang ditentukan untuk aplikasi. Standar biodiesel Indonesia
dapat dilihat pada tabel 1 berdasarkan SNI 04-7182-2006.
8
Tabel 1. Standar biodiesel Indonesia SNI 04-7182-2006
Parameter dan Unit
Densitas 40 oC, kg/m3
Viskositas kinematik 40 oC, mm2/s (cSt)
Angka setana
Titik nyala
Cloud point
Rust copper (3 hari, 50 oC)
Residu karbon (%-b)
- Sampel asli
- Dalam 10 % air destilata
Air dan sedimen
Suhu distilasi, %-Vol
Sulphated ash, %-b
Kandungan sulphur, ppm-b (mg/kg)
Kandungan fosfor, ppm-b (mg/kg)
Nilai asam, mg-KOH/g
Gliserol bebas, %-b
Gliserol total, %-b
Kandungan ester alkil, %-b
Jumlah iodin , %-b (g-I2/100g)
Uji halpen
Ambang Batas
850-890
2,3-6,0
Min 51
Min 100
Max 18
Max no.3
Metode uji
ASTM D 1298
ASTM D 445
ASTM D 613
ASTM D 93
ASTM D 2500
ASTM D 130
Max 0,05
Max 0,3
Max 0,05
Max 360
Max 0,02
Max 100
Max 10
Max 0,8
Max 0,02
Max 0,24
Min 96,5
Max 115
Negative
ASTM D 4 530
ASTM D 2709
ASTM D 1160
ASTM D 874
ASTM D 5453
FBI-A05-03
FBI-A01-03
FBI-A02-03
FBI-A02-03
FBI-A03-03
FBI-A04-03
FBI-A06-03
(Sumber: Setyaningsih 2012)
Setiap parameter tersebut di atas memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti
-
-
-
-
-
Densitas
mempengaruhi nilai panas dan konsumsi bahan bakar. Nilai densitas
berbanding terbalik dengan panjang rantai dan berbanding lurus dengan
jumlah ikatan ganda.
Viskositas kinematik
mempengaruhi atomisasi bahan bakar, kesempurnaan pembakaran, injeksi
bahan bakar dan umum digunakan sebagai indikator kualitas biodiesel selama
penyimpanan. Viskositas kinematik dipengaruhi oleh asam lemak rantai
panjang dan alkohol, jumlah ikatan ganda dan konten kontaminan.
Angka setana
Angka setana berkaitan erat dengan api bahan bakar, waktu selama injeksi
bahan bakar dan pembakaran dan emisi yang dihasilkan. Angka setana
didasarkan pada dua senyawa yaitu heksadekana dengan angka setana 100 dan
heptametilnonan dengan angka setana 15. Semakin panjang rantai asam lemak
karbon dan lebih jenuh molekul, semakin tinggi angka setana.
Titik Nyala
Titik nyala dari cairan yang mudah menguap adalah suhu terendah dimana ia
dapat menguap untuk membentuk campuran ignitable di udara.
Residu karbon
Karbon akan membentuk deposito di akhir injektor dan camber pembakaran
dalam, dan itu mempengaruhi terhadap pembentukan polimer.
9
-
-
-
-
Kadar Air
Air dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan dapat
menyebabkan penyumbatan filter dan aliran bahan bakar ke mesin. Air dapat
menyebabkan korosi kromium dan logam seng di injektor.
Kadar Abu Sulfat
Komponen ini dapat dioksidasi selama proses pembakaran untuk membentuk
abu dan dapat membentuk deposito di mesin.
Konten Sulfur
Sulfur terkait erat dengan dampak negatif lingkungan, efisiensi dan umur
catalytic converter oksidasi, daya pelumas bahan bakar dan kekuatan pompa
injeksi.
Jumlah Pencemaran
Jumlah kontaminan didefinisikan sebagai komponen larut yang
mempertahankan setelah penyaringan. Contoh: sabun dan sedimen.
Pencemaran bisa menyebabkan penyumbatan pada filter dan pompa injeksi.
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2013 sampai Desember 2014 di
Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Bahan
Bahan mikroba
Mikroba yang digunakan adalah mikroalga hijau (Chlorophyta) jenis
Nannochloropsis sp. yang diisolasi dari pantai Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
dan merupakan koleksi dari Laboratorium Bioenergi & Bioproses, Pusat
Penelitian Bioteknologi, LIPI. Mikroalga tersebut dikultur secara berkala guna
keperluan stok bibit dan sediaan analisa-analisa yang diperlukan.
10
Bahan kimia dan lainnya
Bahan-bahan kimia yang digunakan merupakan bahan pereaksi untuk uji
lemak (Bligh and Dyer 1979), uji protein (Bradford 1976), uji karbohidrat
(metode asam sulfat) dan kelengkapan lainnya seperti kloroform, methanol,
akuades, asam sulfat, fenol 5 %, D(+) glukosa, bovine serum albumin, buffer
fosfat, seton 80 %, heksan, boron florida (BF3) dan media F/2. Secara rinci bahan
yang digunakan disajikan pada lampiran 1.
Alat
Alat yang digunakan merupakan rangkaian alat untuk kultivasi berupa
fotobioreaktor skala laboratorium (botol 1 L dan galon 5 L, lampu TDL 40 watt)
dan lapangan (fotobioreaktor berbentuk tabung I volume 80 L. Alat kelengkapan
uji dan analisa berupa spektrofotometer UV-visible UV-1700 PharmaSpec
Shimadzu, sonikator labsonic, sentrifuse Hitachi Micro Ultracentrifuge CS
150NX kapasitas 50 ml dan Hitachi himac CT 6EL kapasitas 1 ml, Gas
Chromatography Mass Spectrocopy GCMS-QP2010 ULTRA Shimadzu, laminar
air flow Sanyo, lemari asam, neraca analitik
Metode
Penelitian mengenai asam lemak pada Nannochloropsis sp. dan informasi
terkaitnya dilakukan dengan strategi pendekatan limitasi nitrogen yang dilakukan
pada skala laboratorium dan skala lapangan dengan variabel pengamatannya
adalah pertumbuhan mikroalga, kandungan lemak, asam lemak dan aspek yang
terkait pada proses kultivasi dengan perlakuan tertentu. Bagan alir strategi
penelitian tercantum pada lampiran 2 dan secara rinci metode yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala laboratorium dengan nitrogen terbatasi
Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga laut. Nannochloropsis sp.
ditumbuhkan pada media F/2 dengan air laut. Komposisi F/2 dapat dilihat pada
lampiran 2. Kultivasi sampel dilakukan dalam empat variasi konsentrasi nitrogen
(NaNO3) dalam media yaitu 25 % (18,75 mg/L), 50 % (37,5 mg/L), 75 % (56,25)
dan 100 % (75 mg/L) sebagai kontrol masing-masing sebanyak 500 ml. Setiap
konsentrasi dibuat tiga ulangan. Sampel diinkubasi selama 30 hari atau sampai
fase kematian dari kurva pertumbuhannya dengan penyinaran menggunakan
lampu dan pada suhu 30 oC. Lampu digunakan sebagai pengganti cahaya matahari
yang diperlukan untuk fotosintesis mikroalga.
11
Pengukuran sampel dilakukan setiap hari yang meliputi pengukuran
pertumbuhan sel hingga diperoleh kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp.,
analisis lemak, analisis protein dan analisis karbohidrat. Pengukuran pertumbuhan
sel dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-visible UV-1700 PharmaSpec
Shimadzu pada panjang gelombang 680 nm. Analisis lemak dilakukan
menggunakan metode Bligh and Dyer (Bligh and Dyer 1959). Analisis protein
dilakukan menggunakan metode Bradford (Bradford 1976). Analisis karbohidrat
dilakukan menggunakan metode asam sulfat.
Studi Kinetika
Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan cara membuat regresi dan
persaman dari fase eksponensial tiap perlakuan dengan rumus:
µ = (lnN-lnN0)/(t-t0)
µ adalah laju pertumbuhan spesifik (hari-1), N0 adalah bobot kering awal
eksponensial (t0), N adalah jumlah sel pada hari (t) fase eksponensial.
Yield Lemak
Yield lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
YL = WL / WDB
YL adalah yield lemak (Yield of lipid), WL adalah bobot lemak hasil ekstraksi
(Weight of lipid) dan WDB adalah bobot biomassa kering yang digunakan untuk
ekstraksi (weight of dry biomass).
Analisa kandungan lemak
Persiapan biomassa basah
Kultur Nannochloropsis sp. dengan berbagai konsentrasi nitrogen masingmasing diambil tujuh mililiter dan disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama
20 menit dan pada suhu 4 oC. Kultur akan terpisah menjadi dua bagian yaitu
media pertumbuhan dan biomassa basah. Biomassa basah inilah yang akan
digunakan untuk analisis lemak.
Ekstraksi lemak
Biomassa basah dicampur dengan 2,1 ml metanol dan selanjutnya
disonikasi untuk memecah sel selama 4 menit sebanyak 3 kali dengan selang
waktu 1 menit. Kloroform sebanyak 2,1 ml dicampurkan ke dalam sampel,
kemudian dishaker selama 1 jam. Kloroform ditambahkan kembali sebanyak 2,1
ml dan dishaker selama 1 jam. Selanjutnya 2,1 ml akuades ditambahkan dan
sampel dishaker selama 15 menit. Sampel diinkubasi semalam pada suhu 4 oC.
Sampel akan terpisah menjadi 3 lapisan. Lapisan atas mengandung air dan
12
metanol, lapisan tengah merupakan biomassa dan lapisan bawah mengandung
lemak dan kloroform. Lemak pada lapisan bawah dipisahkan dari kloroform
melalui penguapan (Bligh and Dyer 1959) dan dihitung bobotnya.
Analisa kandungan protein
Persiapan sampel protein
Kultur sebanyak 7 ml disonikasi untuk memecah sel selama 4 menit
sebanyak 3 kali dengan jeda waktu 1 menit. Kultur disentrifugasi dengan
kecepatan 6000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC, sehingga diperoleh pelet.
Pelet dicampur dengan 10 ml buffer fosfat pH 7.0 dan disentrifugasi
dengan kecepatan 600 rpm selama 20 menit, sehingga diperoleh pelet. Pelet
dicampur dengan 7 ml aseton 80 %, kemudian diaduk menggunakan pengaduk
magnet dan disentrifugasi. Supernatan hasil sentrifugasi digunakan sebagai
sampel untuk analisis protein.
Analisa protein
Sebanyak 0,1 ml sampel protein dicampur dengan 1 ml larutan Bradford
(Bradford 1976), kemudian diinkubasi selama 2 menit pada suhu 30 oC. Sampel
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Blanko
sampel berupa aseton 80 % dan diberi perlakuan sama dengan sampel.
Standard protein
Standar protein menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) dalam
berbagai konsentrasi yaitu 0, 20, 40, 60, 80, 100, 150 dan 200 ppm. Sebanyak 0,1
ml dari setiap konsentrasi BSA dicampur dengan satu mililiter larutan Bradford,
kemudian diinkubasi selama dua menit pada suhu 30 oC. Sampel diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi 0
ppm pada BSA digunakan sebagai blanko standar protein.
Analisis kandungan karbohidrat
Persiapan sampel karbohidrat
Kultur mikroalga sebanyak tujuh mililiter divortex dan disonikasi selama
empat menit. Kultur sebanyak 0,5 ml dicampur dengan 0,5 ml asam perklorik dan
diinkubasi selama 2 jam pada suhu 30 oC. Sampel direbus tim selama 20 menit
hingga mendidih untuk menghilangkan asam. pH larutan dibuat 7.0 selanjutnya
larutan ini digunakan sebagai sampel untuk analisis karbohidrat.
Analisis karbohidrat
Sebanyak 0,5 ml sampel dicampur dengan 0,5 ml fenol 5 % dalam
akuabides dan 2,5 ml asam sulfat. Larutan sampel divortex dan diinkubasi selama
13
10 menit pada suhu 30 oC. Larutan sampel diinkubasi dalam water bath pada suhu
40 oC selama 20 menit, kemudian diukur menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 490 nm. Blanko sampel berupa akuaides dan diberi perlakuan
sama dengan sampel.
Standard karbohidrat
Standar karbohidrat menggunakan D-Glukosa dalam berbagai konsentrasi
yaitu 0, 20, 40, 60, 80, 100, 150 dan 200 ppm. Sebanyak 0,5 ml dari setiap
konsentrasi D-glukosa dicampur dengan 0,5 ml fenol 5 % dalam akuabides dan
2,5 ml asam sulfat. Larutan standar divortex dan diinkubasi selama 10 menit pada
suhu ruang. Larutan standar diinkubasi dalam water bath pada suhu 40 oC selama
20 menit, kemudian diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 490 nm. Konsentrasi 0 ppm dari D-glukosa digunakan sebagai blanko.
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala lapangan
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala lapangan ini menggunakan bioreaktor
berbentuk tabung I. Volume total kultur adalah 80 L. Prekultur Nannochloropsis
sp. dari setiap perlakuan disiapkan sebanyak 20 % dari volume total kultur di
bioreaktor. Prekultur ditumbuhkan dalam media F/2 dengan konsentrasi nitrogen
(NaNO3) 100 % dari komposisi media dan ditempatkan di galon. Prekultur
ditempatkan di luar laboratorium dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk
fotosintesis, namun tidak langsung di bawah terik matahari. Prekultur tidak
ditumbuhkan dalam laboratorium dengan tujuan untuk proses adaptasi sebelum di
kultivasi pada skala lapangan. Prekultur ditumbuhkan secara bertahap dari skala 1
liter dalam botol, kemudian diperbesar di skala 5 liter dalam galon (Lampiran 3).
Selanjutnya prekultur diinokulasikan ke bioreaktor. Persiapan kultivasi di
bioreaktor meliputi aerasi media, penambahan prekultur dan penutupan bioreaktor
menggunakan kain untuk proses adaptasi mikroalga terhadap intensitas cahaya
matahari yang lebih besar (Lampiran 4).
Prekultur Nannochloropsis sp. yang telah mencapai fase eksponensial,
selanjutnya dikultivasi di bioreaktor. Bioreaktor dilengkapi dengan gelembung
udara untuk membantu aerasi. Nannochloropsis sp. dikultur sampai fase stasioner.
Suhu pertumbuhan antara 30-34 oC. Sampel diambil saat mencapai fase
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner. Selanjutnya dilakukan
transesterifikasi dan analisis profil asam lemak menggunakan GCMS.
Transesterifikasi dan analisa profil asam lemak
Hasil ekstraksi lemak yang telah dipekatkan sebanyak 0,1 g dilarutkan
dalam 4 ml NaOH 2 % dalam metanol, kemudian direfluks pada suhu 80 0C
selama 20 menit. Sampel ditambah dengan katalis asam boron florida (BF3) dan
direfluks kembali pada suhu dan waktu yang sama. Setelah proses trasesterifikasi
14
selesai, sampel ditambahkan dengan 4 ml NaCl 5 % dan dikocok selama 1 menit.
Sampel ditambah dengan 4 ml n-heksan dan dikocok selama 1 menit. Sampel
dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan hingga terpisah sempurna
menjadi dua fase. Fase atas merupakan biodiesel dan fase bawah merupakan
gliserol. Biodiesel diambil dan selanjutnya dikarakterisasi profil FAME
menggunakan GCMS.
Profil asam lemak dianalisis menggunakan GCMS-QP2010 ULTRA
Shimadzu. Kolom dengan tebal 0,25 µm dan panjang 20 cm. Laju kolom 1,23
ml/menit. Suhu pertama adalah 100 oC selama 1 menit, kemudian naik 10 oC
setiap satu menit hingga 230 oC.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap pertumbuhan mikroalga
Nannochloropsis sp.
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap pertumbuhan diamati selama
kultivasi Nannochloropsis sp. pada skala laboratorium. Nannchloropsis sp.
ditumbuhkan pada media pertumbuhan dengan empat variasi konsentrasi nitrogen,
kemudian diamati pertumbuhannya.
Lama pertumbuhan setiap mikroalga berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengukuran viabilitas sel dan membuat kurva pertumbuhan, sehingga
diketahui waktu yang diperlukan untuk setiap fase pertumbuhan yaitu fase
adaptasi (lag), eksponensial (log), stasioner dan kematian. Pengetahuan ini
penting untuk menentukan waktu pemanenan dan akan digunakan untuk
menentukan waktu pemanenan pada saat kultivasi di skala lapangan. Berdasarkan
kurva pertumbuhan, pada perlakuan kontrol (100 % konsentrasi nitrogen)
Nannochloropsis sp. mengalami fase lag yang singkat yaitu satu hari. Pada hari
kedua Nannochloropsis sp. telah memasuki fase eksponensial hingga hari ke-11.
Fase stasioner dimulai dari hari ke -12. Namun, dengan adanya pengurangan
konsentrasi nitrogen sebanyak 25 %, 50 % dan 75 % Nannochloropsis sp. lebih
cepat mengalami fase stasioner yaitu mulai hari ke-9 (Gambar 3). Hal ini
merupakan keuntungan karena mempercepat waktu pemanenan dan menunjukkan
bahwa konsentrasi nitrogen mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Nitrogen
merupakan komponen penting yang perperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel (Li et al. 2008). Dengan kandungan nitrogen yang dibatasi dalam
media pertumbuhan mikroalga menyebabkan kemampuan sel untuk mensintesis
komponen-komponen yang mengandung nitrogen, seperti protein, asam nukleat
dan klorofil terganggu. Hal ini menyebabkan sel tidak tumbuh dengan baik yang
ditunjukkan dengan jumlah sel yang sedikit, pertumbuhan (fase eksponensial)
yang singkat dan lebih cepat memasuki fase stasioner.
15
Kurva pertumbuhan memperlihatkan lamanya setiap fase yang dialami
oleh mikroalga. Fase pertumbuhan ada empat yaitu fase adaptasi atau fase lag,
fase pertumbuhan atau eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Setiap
mikroalga memiliki waktu yang berbeda dalam setiap fasenya. Fase lag disebut
sebagai fase adaptasi terhadap kondisi lingkungan (media tumbuh). Pada fase ini
sel tetep hidup tetapi tidak berkembang biak. Lamanya fase tergantung pada
inokulan yang dimasukkan. Mikroalga yang diinokulasikan pada fase logaritmik
akan mengalami fase lag yang singkat. Sebaliknya jika mikroalga yang
diinokulasikan berasal dari fase stasioner, maka akan mengalami fase lag yang
lebih lama karena membutuhkan waktu untuk menyusun enzim-enzim yang tidak
aktif lagi. Fase logaritmik/eksponensial ditandai dengan naiknya laju
pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat. Pada fase
ini, sel sedang aktif berkembang biak. Fase stasioner ditandai dengan
seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian. Jumlah sel cenderung tetap
diakibatkan sel telah mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel baru dihambat oleh
keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas lainnya. Fase kematian
ditandai dengan berkurangnya kepadatan sel karena laju kematian lebih tinggi dari
laju pertumbuhan (Pelczar and Chan 1986).
Gambar 3 Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi
nitrogen
Nannochloropsis sp. sebagaimana mikroorganisme hidup lainnya
memerlukan nutrisi untuk hidup. Di laut, nutrisi yang diperlukan telah tersedia
dalam jumlah melimpah yang merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan kimia.
Namun, dalam pengkulturan mikroalga diperlukan penambahan nutrisi. Media
tumbuh mikroalga terdiri dari unsur-unsur makro dan mikro. Unsur-unsur makro
(makro nutrient) seperti N, P, K, S dan Mg. Unsur-unsur mikro (mikro nutrient)
seperti Si, Zn, Cu, Mn, Co, Na dan Fe. Kebutuhan unsur-unsur tersebut tidak
sama untuk setiap jenis mikroalga. Namun, unsur N dan P merupakan dua unsur
yang harus ada dalam media pertumbuhan alga. Nitrogen merupakan komponen
utama pembentuk asam amino yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroalga. Sedangkan pospor merupakan penyusun materi genetik (DNA, RNA).
16
Nannochloropsis sp. ditumbuhkan dalam empat variasi konsentrasi
nitrogen. Sumber nitrogen yang digunakan berupa nitrat (NO3-) yang berasal dari
sodium nitrat (NaNO3) yang merupakan salah satu komposisi media F/2. Keempat
variasi konsentrasi nitrat tersebut adalah 25 % (18,75 mg/L), 50 % (37,5 mg/L),
75 % (56,25 mg/L) dan 100 % (75 mg/L) sebagai kontrol. Kultur
Nannochloropsis sp. dalam berbagai konsentrasi nitrat menunjukkan pertumbuhan
yang berbeda-beda yang dapat dilihat dari kerapatan sel (OD) dan warna kultur.
Pada gambar 4 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi nitrogen, maka warna
kultur semakin pekat dan kerapatan sel semakin besar. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh nitrogen terhadap pertumbuhan sel mikroalga. Kultur dengan
pertumbuhan sel yang lebih rendah akan memberikan warna kultur yang lebih
terang, sebaliknya kultur dengan pertumbuhan sel yang lebih tinggi akan
memberikan warna kultur yang lebih pekat. Warna kultur ini dipengaruhi oleh
adanya klorofil dalam sel.
Natrium (Na) dalam NaNO3 yang terkandung dalam media berperan
dalam pembentukan klorofil, sehingga akan berpengaruh terhadap fotosintesis
Nannochloropsis sp.. Fotosintesis yang berjalan baik akan ditandai dengan
meningkatnya pigmentasi atau kepekatan sel mikroalga dan secara visual kultur
akan terlihat lebih hijau (pekat).
25%
50%
75%
100%
Gambar 4 Kultur Nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi nitrogen
Mikroalga dapat mengasimilasi beberapa sumber nitrogen seperti
ammonium, nitrat dan urea. Nitrogen dalam media bisa berupa nitrat (NO3-) dan
ammonium (NH4+). Amonium dan nitrat masuk ke dalam sel melalui membran
plasma. Ammonium transporter (Amt) akan membawa ammonium ke dalam sel,
sedangkan nitrat transporter (Nit) membawa nitrat. Nitrat direduksi menjadi nitrit
oleh enzim nitrat reduktase. Kemudian, nitrat tranporter akan membawa nitrit ke
dalam kloroplas dan merubahnya menjadi ammonium. Sedangkan ammonium
akan dibawa ke kloroplas dengan bantuan Amt. Melalui beberapa proses,
ammonium digunakan untuk membentuk glutamat dan akhirnya menjadi
biomassa. Jika nitrogen yang terkandung dalam media pertumbuhan sedikit atau
lebih kecil dari komposisi normal media yang diperlukan, maka akan
17
mempengaruhi proses pembentukan biomassa, sehingga biomassa yang dihasilkan
lebih sedikit.
Pada tabel 2 diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis
sp. dari yang tertinggi ke terendah secara berurutan adalah sampel dengan
konsentrasi nitrogen 50 %, 75 %, 100 % dan 25 %. Tabel 2 menjelaskan bahwa
berdasarkan analisis ANOVA dan uji Duncan bobot biomassa kering pada fase
eksponensial dari sampel dengan konsentrasi nitrogen 25 %, 50 % dan 75 % tidak
berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa bobot biomassa kering yang
dihasilkan relatif sama. Sementara pada konsentrasi nitrogen 100 % memiliki
bobot biomassa kering yang berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi nitrogen
lainnya. Kultur dengan konsentrasi nitrogen 100 % artinya tidak ada pengurangan
unsur nitrogen pada kultur tersebut. Kultur dengan nutrisi yang lengkap
mengalami pertumbuhan yang baik. Mikroalga yang ditumbuhkan pada media
pertumbuhan yang optimal (tidak ada pengurangan nutrisi) akan menghasilkan
biomassa yang lebih banyak dibandingkan dengan kultur pada konsentrasi
nitrogen rendah. Pada fase akhir eksponensial baik kontrol maupun sampel
memiliki bobot biomassa kering yang relatif sama atau tidak berbeda nyata. Pada
fase ini pertumbuhan masih terjadi, namun sudah mulai melambat. Demikian juga
pada fase stasioner, bobot kering tidak berbeda nyata terhadap kontrol dan semua
sampel. Pada fase stasioner ini, nutrisi mulai habis dan jumlah sel hidup dan mati
hampir sama, sehingga produksi biomassa menurun dan tidak berbeda nyata.
Kultur Nannochloropsis sp. dengan konsentrasi nitrogen 50 % memiliki
laju pertumbuhan spesifik tertinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. Namun,
bobot biomassa keringnya tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hal ini menunjukkan
terjadinya perubahan metabolisme dalam sel saat dibatasi nitrogennya.
Tabel 2 Laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. pada berbagai
konsentrasi nitrogen
Konsentrasi nitrogen Laju pertumbuhan spesifik µ (per hari)
25 %
0,308
50 %
0,632
75 %
0,488
100 %
0,390
18
Tabel 3 Perbedaan bobot biomassa kering kultivasi skala lapangan pada fase
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner pada berbagai konsentrasi
nitrogen
Nilai
Konsentrasi nitrogen
Eksponensial Akhir eksponensial
Stasioner
25 %
0.243a
0.050c
0.2157d
50 %
0.160a
0.109c
0.2483d
75 %
0.147a
0.059c
0.3200d
100 % (kontrol)
0.410b
0.116c
0.3403d
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
Hasil diperoleh berdasarkan uji ANOVA dengan taraf nyata 0,05
dan uji Duncan (Lampiran 5,6,7)
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap kandungan lemak, protein dan
karbohidrat pada Nannochlorop
DENGAN PERLAKUAN NITROGEN TERBATASI PADA
SKALA LABORATORIUM DAN SKALA LAPANGAN
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Produksi Asam
Lemak dari Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi pada Skala
Laboratorium dan Skala Lapangan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dian Noverita Widyaningrum
NIM P051110101
RINGKASAN
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM. Produksi Asam Lemak dari
Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi pada Skala
Laboratorium dan Skala Lapangan. Dibimbing oleh MULYORINI
RAHAYUNINGSIH dan DWI SUSILANINGSIH.
Nannochloropsis sp. telah dikenal dalam industri akuakultur karena nilai
nutrisinya yang tinggi termasuk komponen asam lemak jenuh. Aplikasi alga
secara komersial membutuhkan kerapatan sel yang tinggi, pertumbuhan yang kuat
dan dominan di lingkungan dengan kandungan lemak tinggi dari sumber-sumber
alga. Pada kenyataannya, Nannochloropsis sp. memiliki ukuran sel yang kecil dan
pertumbuhan lambat, sehingga secara khusus memerlukan peningkatan kondisi
kultur dan kultivasi.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan lemak
menggunakan strategi media dengan pembatasan sumber nitrogen pada media dan
mengamati komposisi profil asam lemak. Pembatasan sumber nitrogen dipilih
karena nitrogen merupakan sumber komponen penting untuk kultivasi mikroalga.
Nitrogen akan mempengaruhi metabolism sel untuk pertumbuhan dan sintesis
komponen-komponen seperti protein dan asam lemak.
Pengamatan skala laboratorium terhadap pola pertumbuhan menunjukkan
bahwa kultur Nannochloropsis sp. dengan pembatasan nitrogen mencapai fase
stasioner lebih cepat dibandingkan dengan kultur kontrol. Kandungan lemak
tertinggi ditemukan pada perlakuan pengurangan nitrogen 50 % (37,5 mg/L),
yaitu berdasarkan bobot kering sel. Sebagai tambahan, kandungan protein dan
karbohidrat berbeda sedikit pada setiap perlakuan. Penentuan fase stasioner
dengan pengurangan nitrogen yang paling baik menghasilkan kandungan lemak
paling tinggi digunakan untuk pembesaran kultivasi di skala lapangan.
Pengamatan kultivasi di laboratorium menunjukkan kandungan lemak
dalam sel dan yield lemak tidak berbeda nyata. Analisis lebih lanjut menunjukkan
bahwa komposisi asam lemak Nannochloropsis sp. mengandung asam palmitat
18,1 % pada fase eksponensial dengan konsentrasi nitrogen 75 %. Berdasarkan
komposisi tersebut, minyak Nannochloropsis sp. dapat digunakan sebagai sumber
biodiesel dan produk komersial lainnya seperti bahan kosmetik dan makanan.
Kata kunci : Nannochloropsis sp., konsentrasi nitrogen, kandungan lemak, asam
lemak, produk komersial
SUMMARY
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM. Production of Fatty Acid from
Nannochloropsis sp. by using Nitrogen Limited Treatment at Laboratory Scale
and Field Scale. Supervised by MULYORINI RAHAYUNINGSIH and DWI
SUSILANINGSIH.
Nannochloropsis is well recognized in aquaculture industry due to its high
nutritional value including saturated fatty acids compounds. The requirement for
commercial cultivation scale application of the algae needs high cell densities,
strong or dominant growth in the environment with high oil content of the algae
sources. In fact, Nannochloropsis have small size of cells and slow growth that
particularly need an improvement culture and cultivation conditions.
The research was intended for enhancing the cell’s lipid content using
manipulating medium strategies by limitation of nitrogen sources in the medium
and observed the composition of the fatty acid profiles. Limitation nitrogen
sources was chosen because of nitrogen is an important compound source for
cultivation of microalgae. Nitrogen will affect the cell metabolism for growth and
synthesizes the storage compounds including protein, fatty acid.
Laboratory scale observation on growth pattern showed that
Nannochloropsis sp. cultures with nitrogen limitation reach stationary phase faster
comparing to control culture. The highest lipid content was found at 37,5 mg/l or
50 % nitrogen reduction treatment, namely 60 % base dry weight cells. In
addition, the protein and carbohidrates content were slightly different in each
treatment. Determination of the stationary phase with best nitrogen limitation for
highest lipid content was used for further scaling up in outdoor scale.
An observation in laboratory resulted lipid content intact cells and yields
were not significally different. And further analyzes showed that fatty acid
composition of the Nannochloropsis sp. lipid is consisting palmitic acid 18,1 % at
exponential phase with 75 % nitrogen concentration. Considering the
composition, in the future Nannochloropsis’s oil might be available for sources of
biodiesel and other commercial products such as cosmetic material and food.
Key words : Nannochloropsis sp., nitrogen concentration, lipid content, fatty acid,
commercial products
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKSI ASAM LEMAK DARI NANNOCHLOROPSIS SP.
DENGAN PERLAKUAN NITROGEN TERBATASI PADA
SKALA LABORATORIUM DAN SKALA LAPANGAN
DIAN NOVERITA WIDYANINGRUM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Desember 2014 ini
adalah produksi asam lemak dari mikroalga dengan judul Produksi Asam Lemak
dari Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Nitrogen Terbatasi pada Skala
Laboratorium dan Skala Lapangan. Sumber dana penelitian ini berasal dari
Program karyasiswa, Kemeterian Riset dan Teknologi. Sebagian hasil penelitian
ini sedang dalam proses publikasi di Malaysian Journal of Microbiology (MJM).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Mulyorini Rahayuningsih,
MSi dan Ibu Dr Dwi Susilaningsih, MPharm selaku pembimbing yang telah
banyak memberi arahan dan masukan mulai dari awal sampai akhir. Penghargaan
dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Djumali
Mangunwidjaja, DEA atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi, terima
kasih kepada Bapak Prof Suharsono, DEA selaku Ketua Program Studi PS
Bioteknologi.
Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan di
Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI atas
bantuannya. Terima kasih pada seluruh sahabat dan rekan-rekan bioteknologi IPB
atas kebersamaan selama ini.
Ungkapan terima kasih yang tak berhingga juga disampaikan kepada
suami tercinta Armadi SP, ayahanda Muhamad Sidik, ibunda Faridah, Adik
Yuliar Adi Widyanugroho dan Dyah Ayu Yulia Widyaningrum serta seluruh
keluarga atas doa, kesabaran, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang tak
terbalaskan. Semoga selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Amin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Dian Noverita Widyaningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga
Faktor-faktor pertumbuhan mikroalga
Pemanenan
Pemisahan
Pengeringan
Ekstraksi minyak
Transesterifikasi
Profil asam lemak
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Bahan mikroba
Bahan kimia dan lainnya
Alat
Metode
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala laboratorium dengan
nitrogen terbatasi
Studi kinetika
Yield lemak
Analisa kandungan lemak
Persiapan biomassa basah
Ekstraksi lemak
Analisa kandungan protein
Persiapan sampel protein
Analisa protein
Standar protein
Analisa kandungan karbohidrat
Persiapan sampel karbohidrat
1
1
2
3
3
3
4
4
5
5
5
5
6
7
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
11
12
12
12
12
12
12
Analisa karbohidrat
Standar karbohidrat
12
13
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala lapangan
Transesterifikasi dan analisa profil asam lemak
13
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap pertumbuhan mikroalga
Nannochloropsis sp.
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap kandungan lemak, protein
dan karbohidrat pada Nannochloropsis sp.
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap profil asam lemak
14
14
5 SIMPULAN DAN SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
35
18
22
DAFTAR TABEL
1 Standar biodiesel Indonesia SNI 04-7182-2006
8
2 Laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. pada berbagai 17
konsentrasi nitrogen
3 Perbedaan bobot biomassa kering kultivasi skala lapangan pada fase 18
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner pada berbagai konsentrasi
nitrogen
4 Yield lemak pada skala laboratorium dan lapangan dari fase 22
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner
13 Pengelompokan 136 individu berdasarkan daerah distribusi spasial 32
DAFTAR GAMBAR
1 Jalur biosintesis trigliserida
6
2 Reaksi transesterifikasi
7
3 Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi 15
nitrogen
4 Kultur nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi nitrogen
16
5 Kandungan lemak Nannochloropsis sp. skala laboratorium dalam 19
konsentrasi nitrogen 25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
6 Kandungan lemak Nannochloropsis sp. skala lapangan dalam 19
konsentrasi nitrogen 25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
7 Kandungan protein Nannochloropsis sp. dalam konsentrasi nitrogen
20
25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
8 Kandungan karbohidrat Nannochloropsis sp. dalam konsentrasi nitrogen 21
25 %, 50 %, 75 % dan 100 %
9 Profil asam lemak Nannochloropsis sp.
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Komposisi media F/2 dalam 100 ml
Diagram alir strategi penelitian
Tahapan persiapan prekultur Nannochloropsis sp.
Persiapan kultivasi di bioreaktor (lapangan) 80 L
Uji ANOVA dan Duncan biomassa kering dari sampel skala
lapangan pada fase eksponensial
27
28
28
29
29
6 Uji ANOVA dan Duncan biomassa kering dari sampel skala 32
lapangan pada fase akhir eksponensial
7 Uji ANOVA dan Duncan biomassa kering dari sampel skala 33
lapangan pada fase stasioner
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroalga merupakan salah satu bahan baku biodiesel karena kandungan lemak
yang tinggi di dalam selnya antara 1-85 % per berat kering bergantung pada jenis dan
lingkungannya. Kemampuan mikroalga mensintesa lemak yang tinggi dikarenakan
mikroalga memiliki daya fotosintesa yang tinggi dan lebih efisien bila
dibandingkan tanaman lainnya. Laju fotosintesis alga adalah 6-20 %, sedangkan
tanaman 0,1-8 % berbasis konversi cahaya matahari menjadi biomassa. Mikroalga
dapat mensisntesa berbagai jenis bahan biofuel terbarukan selain minyak seperti
metana yang diproduksi secara anaerobik dari biomassa alga, senyawa
hidrokarbon (Banerjee et al. 2002) dan biohidrogen yang diproduksi secara
fotobiologi (Gavrilescu and Chisti 2005). Mikroalga merupakan sunlight-driven
cell factories yang mengubah CO2 menjadi biofuel, makanan dan aktivitas biologi
lainnya yang bernilai tinggi.
Diketahui kandungan minyak dari berbagai bahan baku biodiesel dari
berbagai sumber dalam satuan L/ha adalah jagung sebesar 172, kedelai sebesar
446, kanola sebesar 1190, jatropa sebesar 1892, kelapa sebesar 2689, kelapa sawit
sebesar 5950, mikroalga (70% minyak dari biomassa kering) sebesar 1369000 dan
mikroalga (30 % minyak dari biomassa kering) sebesar 58700. Beberapa jenis
mikroalga memiliki kandungan minyak yang berbeda-beda berdasarkan persen
berat kering biomassa seperti Botryococcus braunii sebesar 25-75, Chlorella sp.
sebesar 28-32, Crypthecodinium cohnii sebesar 20, Cylindrotheca sp. 16-37,
Dunaliella primolecta sebesar 23, Isochrysis sp. sebesar 25-33, Monallanthus
salina lebih besar dari 20, Nannochloropsis sp. sebesar 31-68, Neochloris
oleoabundans sebesar 35-54, Nitzschia sp. 45-47, Phaeodactylum tricornutum
sebesar 20-30 dan Tetraselmis sueica sebesar 15-23 (Chisti 2007).
Mikroalga yang digunakan pada penelitian ini adalah Nannochloropsis sp.
yang berasal dari pantai Semarang dan merupakan mikroalga dengan kandungan
lemak kasar 42,2 % berdasarkan biomassa kering (Susilaningsih et al. 2009).
Nannochloropsis sp. merupakan eukariot, berukuran kecil, nonmotil dan pada
umumnya hidup di air laut. Media kultur yang digunakan adalah media laut F/2.
Mikroalga ini dapat dikultur secara autotrof dalam laboratorium, area terbuka atau
bioreaktor tertutup. Nannochloropsis sp. merupakan bahan baku yang potensial
untuk biodiesel karena reproduksinya cepat, siklus hidup pendek dan mampu
mengakumulasikan asam lemak dalam jumlah banyak ketika dikulturkan pada
kondisi optimal. Kondisi optimal untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. yaitu
pH 8,0 (pengenceran dengan buffer Tris-HCl), perlu penerangan/cahaya terusmenerus tidak ada penghambatan untuk memperoleh cahaya (photo-inhibition),
interval suhu 25±5 oC, adanya sumber karbon organik, adanya urea sebagai
sumber nitrogen tambahan (10 mM), tingkat aliran udara kecil dengan gelembung
besar bisa lebih efisien untuk transfer massa CO2.
2
Produktivitas minyak tergantung pada kondisi pertumbuhan alga dan
metabolisme sintesa minyak dalam biomassa. Mikroalga dengan produktivitas
minyak tinggi mampu memproduksi biodiesel. Mikroalga mudah didapat di
perairan dengan nitrogen tinggi. Nitrogen dalam media bisa berupa nitrat, nitrit,
ammonia atau urea. Penyerapan dan pemanfaatan nitrogen secara berurutan dari
yang terbesar adalah ammonia, urea, nitrat dan nitrit. Hal ini dikarenakan
ammonia secara langsung digunakan untuk sintesis asam amino, sedangkan
sumber nitrogen lainnya harus dikonversi terlebih dahulu menjadi ammonia untuk
sintesis asam amino. Mikroalga juga tumbuh dengan baik dengan adanya urea dan
nitrat. Penelitian menunjukkan bahwa pada Chlorella kandungan lemak
maksimum ditemukan dengan penggunaan sodium nitrat (Junying et al. 2013).
Nitrogen adalah komponen penting untuk komposisi, pembentukkan dan
berfungsinya protein dan DNA dalam sel mikroalga. Dalam kondisi kandungan
nitrogen rendah (stress nitrogen), fotosintesis tetap berjalan meskipun lajunya
menurun sampai nitrogen sel berada di bawah ambang batas. Aliran karbon tetap
oleh fotosintesis, tetapi dialihkan dari jalur sintesis protein ke sintesis lemak atau
kabohidrat (Adetola 2011). Pada saat proses produksi lemak meningkat,
trigliserida menjadi paling dominan.
Lemak banyak diproduksi saat mikroalga berada di fase stasioner dimana
nutrisi dari media mulai berkurang. Hal inilah yang kemudian menjadi ide dasar
untuk melakukan rekayasa nutrisi, sehingga diperoleh lemak yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kultur mikroalga pada kandungan nutrisi normal.
Kandungan lemak dapat ditingkatkan dengan memodifikasi faktor pertumbuhan
seperti persentase nitrogen dalam media, intensitas cahaya, suhu, salinitas,
konsentrasi CO2 dan teknik pemanenan.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis lebih lanjut mengenai profil
asam lemak metil ester (FAME) Nannochloropsis sp. untuk mengetahui karakter
minyak Nannochloropsis sp.. Pengetahuan tentang profil asam lemak dari bahan
baku biomassa potensial diperlukan untuk menentukan komposisi terbaik dari
biodiesel (Kaur et al. 2012). Asam lemak yang sering terdapat pada biodiesel
adalah asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat
(Knothe 2008).
Bahan baku minyak sangat mempengaruhi sifat-sifat biodiesel. Bahan baku
yang berasal dari sumber berbeda memberikan profil dan sifat-sifat asam lemak
yang bervariasi secara signifikan. Oleh karena itu, untuk menentukan komposisi
biodiesel terbaik perlu mempelajari profil asam lemak bahan baku biomassa yang
potensial (Kaur et al. 2012).
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pola
produksi asam lemak dengan pembatasan nitrogen pada skala laboratorium dan
skala lapangan (80 L).
3
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah asam lemak dari Nannochloropsis sp. yang
ditumbuhkan pada media dengan nitrogen terbatasi memiliki persentasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mikroalga
Salah satu sumber biodiesel yang paling mendapat perhatian adalah
mikroalga (Lannan 2011). Biomassa mikroalga adalah salah satu sumber energi
yang baik. Pembakaran sejumlah bahan bakar fosil akan meningkatkan CO2 di
atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Biomassa akan memanfaatkan
CO2 di atmosfer melalui fotosintesa. Dari berbagai biomassa, alga (makro atau
mikro) memiliki efisiensi fotosintesa lebih besar dibandingkan biomassa lainnya.
Alga memproduksi minyak 7 sampai 31 kali lebih besar dari minyak palm
(Hossain et al. 2008). Produktivitas minyak tergantung pada laju pertumbuhan
mikroalga dan kandungan minyak dalam biomassa. Mikroalga dengan
produktivitas minyak tinggi mampu memproduksi biodiesel (Chisti 2007). Pada
kondisi keterbatasan nutrisi, total lemak bisa mencapai lebih dari 40 %.
Mikroalga adalah organisme mikroskopik uniseluler atau multiseluler,
biasanya diameter maksimum 50 µm. Mikroalga tumbuh subur pada kondisi
lingkungan yang luas seperti habitat salin atau alkalin, wilayah artik yang dingin,
hot springs dan tanah kering (Adetola 2011). Mikroalga bisa termasuk
mikroorganisme prokariot atau eukariot. Mikroalga prokariot terdiri dari
sianobakter atau alga biru-hijau dan mirip dengan bakteri. Sel prokariot mikroalga
tidak mempunyai organel terikat membran seperti plastid, nukleus atau
mitokondria jadi melakukan fotosintesa di dalam sitoplasma bukan dalam
organel-organel. Sel eukariot memiliki organel-organel untuk proses fotosintesa.
Sebagian besar mikroalga memiliki inti yang membantu fungsi sel untuk
melakukan metabolisme, bertahan dan reproduksi (Adetola 2011). Mikroalga
dapat bersifat autotrof, heterotrof atau miksotrof. Mikroalga utotrof menggunakan
cahaya dalam proses fotosintesa sebagai sumber energi. Mikroalga heterotrof
menggunakan karbon organik dari luar sebagai sumber energi seperti glukosa,
asetat dan tidak memerlukan cahaya matahari untuk pertumbuhannya. Beberapa
spesies mikroalga merupakan miksotrof yang mampu berfotosintesa dan
menggunakan nutrisi dari luar untuk energi. Autotrof atau heterotrof tergantung
pada sumber apa yang tersedia.
4
Pertumbuhan mikroalga
Pertumbuhan mikroalga terdiri dari empat fase yaitu fase lag, logaritmik
atau eksponensial, stasioner dan kematian. Fase lag adalah fase adaptasi terhadap
kondisi lingkungan (media tumbuh). Pada fase ini sel tetap hidup tetapi tidak
berkembang biak. Lamanya fase tergantung pada inokulan yang dimasukkan.
Kultur yang diinokulasikan pada fase logaritmik akan mengalami fase lag yang
singkat. Sebaliknya kultur yang diinokulasikan berasal dari fase tua akan
mengalami fase lag yang lebih lama karena membutuhkan waktu untuk menyusun
enzim-enzim yang tidak aktif lagi. Fase logaritmik/eksponensial ditandai dengan
naiknya laju pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali
lipat. Pada fase ini, sel yang sedang aktif berkembang biak. Fase stasioner
ditandai dengan seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian. Jumlah sel
cenderung tetap diakibatkan sel telah mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel baru
dihambat oleh keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas lainnya. Fase
kematian ditandai dengan berkurangnya kepadatan sel karena laju kematian lebih
tinggi dari laju pertumbuhan.
Faktor-faktor pertumbuhan mikroalga
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga
antara lain 1) Nutrisi. Nutrisi utama yang diperlukan untuk produksi biodiesel
adalah nitrogen dan fosfor. Biomassa mikroalga mengandung nitrogen 7 % dan
fosfor 1 %. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada media pertumbuhan yang
memiliki kandungan nitrogen rendah mendorong alga untuk memproduksi lemak
lebih banyak (Mata et al. 2010; Illman et al. 2000; Hu et al. 2008). 2)
Pengadukan. Pengadukan diperlukan agar kultur memperoleh cahaya matahari
secara merata. Tanpa pengadukan, kultur di bagian atas akan menyerap semua
cahaya matahari dan menghalangi perolehan cahaya untuk kultur di permukaan
bawah bioreaktor. Pengadukan juga dapat mencegah kultur menempel pada
dinding bioreaktor. 3) Konsentrasi sel. Konsentrasi sel berkaitan dengan sinar
matahari yang dapat diserap. Jika kultur terlalu padat, maka kultur tidak merata
memperoleh sinar matahari. Konsentrasi sel optimal untuk pertumbuhan biomassa
maksimum berkaitan dengan kedalaman fotobioreaktor, spesies dan laju
pengadukan. 4) Kedalaman fotobioreaktor. Kedalaman fotobioreaktor tergantung
pada intensitas sinar matahari. Kedalaman fotobioreaktor ini penting untuk
menjaga pengadukan dan keseimbangan bahan kimia dalam media (Lannan
2011).
5
Pemanenan
Pemisahan
Pemisahan bertujuan untuk memisahkan media pertumbuhan dan
mikroalga dengan cara tercepat, efesiensi energi dan cara yang paling murah.
Terdapat beberapa cara pemanenan yaitu sedimentasi gravitasi, flotasi, flokulasi,
sentrifugasi dan filtrasi.
Sedimentasi gravitasi secara alami mikroalga mengendap di bawah.
Flotasi merupakan kebalikan dari sedimentasi. Mikroalga akan mengambang dan
biasanya diinduksi oleh gelembung air mikro untuk membantu pergerakkan
mikroalga ke permukaan (Brennan and Owende 2010; Greenwell et al. 2010).
Flokulasi membuat mikroalga menggumpal, sehingga mudah dipanen. Flokulasi
biasanya dilakukan dengan menambahkan garam logam ke media pertumbuhan.
Garam-garam logam ini antara lain ferrik klorida, aluminium sulfat. Garam-garam
logam bekerja dengan cara mengurangi muatan negatif antara sel-sel mikroalga,
sehingga memungkinkan terjadinya agregasi (Brennan and Owende 2010).
Sentrifugasi dengan putaran antara 5.000 sampai 10.000 per menit yang secara
cepat memisahkan mikroalga dan media pertumbuhan. Filtrasi menggunakan
filter, dapat digunakan dengan atau tanpa penambahan tekanan, dapat digunakan
untuk sel mikroalga dengan konsentrasi rendah (Greenwell et al. 2010).
Pengeringan
Biomassa mikroalga yang dipisahkan dari media pertumbuhan masih
mengandung air. Beberapa mikroalga dikeringkan untuk memperpanjang waktu
penyimpanan atau untuk ekstraksi minyak. Metode pengeringan antara lain 1)
Menggunakan cahaya matahari (sun drying). Metode ini paling murah tetapi
memerlukan waktu pengeringan yang lama dan tempat yang luas. 2)
Menggunakan oven (thermal drying). Metode ini dapat merusak lemak yang akan
digunakan untuk biodiesel. Suhu di atas 60 oC akan menurunkan nilai trigliserida.
3) Spray drying. Metode ini dapat merusak pigmen. 4) Freeze drying.
Ekstraksi minyak
Ekstraksi minyak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak dari suatu
bahan yang mengandung minyak. Minyak dan lemak merupakan salah satu
komponen utama yang terkandung dalam bahan alami selain protein, karbohidrat
dan air. Minyak dan lemak adalah salah satu kelompok lipida. Lipida yaitu
senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik non polar seperti eter, kloroform dan hidrokarbon lainnya.
Minyak dan lemak dapat larut dalam pelarut-pelarut tersebut karena minyak dan
lemak memiliki polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Lipida penyusun
utama minyak dan lemak adalah trigliserida (> 95 %). Triasilgliserida merupakan
6
ester dari asam-asam lemak (RCOOH) dan trihidrik alkohol gliserol (C3H5(OH)3).
Biosintesis TAG dalam alga dapat terjadi melalui jalur gliserol (Gambar 1).
Proses biosintesis triasilgliserida dimulai dengan molekul glycerol-3phosphate (G-3-P). Pada dua langkah pertama, grup alcohol (OH-) dihilangkan
dan diganti dengn grup acyl (C16, C18 etc.). Ini membentuk phosphatidic acid
(PA). Pada langkah ketiga, grup oxygen-phosphite dihilangkan dan diganti dengan
grup alkohol dan menghasilkan diacylglyceride (DAG). Pada langkah keempat,
grup alkohol dihilangkan dan diganti dengan grup acyl ketiga dan membentuk
triacylgliceride (TAG) (Lannan 2011).
Gambar 1 Jalur biosintesis triasilgliserida
(Sumber : Greenwell et al. 2010)
Ekstraksi lemak dilakukan menggunakan metode Bligh and Dyer (1959)
dengan sedikit modifikasi yaitu menggunakan teknik sonikasi. Sonikasi untuk
memecah dinding sel mikroalga. Pelarut yang sering digunakan dan digunakan
juga dalam penelitian ini adalah metanol dan kloroform. Penambahan air diakhir
ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen nonlipid.
Metanol dipilih karena murah dan mudah didapat, memiliki reaktifitas
yang tinggi dibandingkan alkohol rantai panjang dan pemisahan gliserol mudah
dilakukan. Alkohol meskipun ramah lingkungan dan toksisitasnya rendah namun
sulit untuk memisahkan gliserol dan biodiesel. Alkohol rantai panjang memiliki
metode yg mahal dan sulit untuk diaplikasikan pada skala industri.
Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi kimia antara trigliserida dan alkohol dengan
melibatkan katalis. Pada proses ini trigliserida dikonversi menjadi digliserida,
digliserida dikonversi menjadi monogliserida dan diikuti dengan konversi
monogliserida menjadi gliserol. Katalis akan mempercepat terjadinya konversi.
Gliserol yang diperoleh masih mengandung pengotor lainnya seperti alkohol, air
dan sabun (Lannan 2011). Gambar berikut menunjukkan reaksi transesterifikasi
7
Gambar 2 Reaksi transesterifikasi
(Sumber : Chisti 2007)
Selama reaksi lemak mikroalga dan alkohol dicampur. Lemak (sekarang
biodiesel) dipisahkan dari lapisan air yang mengandung gliserol. Biodiesel
kemudian dituang dan dicuci menggunakan air untuk menghilangkan beberapa
kontaminan sebelum siap digunakan (Lannan 2011). Reaksi transesterifikasi
melibatkan katalis. Katalis-katalis yang digunakan antara lain berupa enzim
lipase, asam dan alkali. Proses enzimatik digunakan untuk memproduksi FAME
dari minyak. Beberapa parameter menunjukkan pengaruh terhadap hasil dan laju
reaksi. Parameter-parameter tersebut termasuk manfaat pelarut, suhu, tipe dan
konsentrasi alkohol, jumlah enzim, kandungan air dan laju pencampuran. Katalis
alkali antara lain kalium hidroksida. Salah satu kelemahan reaksi katalis alkali
adalah saponifikasi. Ini disebabkan oleh asam lemak yang bereaksi dengan
alkohol. Saponifikasi juga menghasilkan produk sampingan. Saponifkasi dapat
dihindari dengan katalis alkali anhidrat dan alkohol anhidrat kurang dari 5%. Hal
ini memerlukan biaya. Penggunaan katalis asam tidak menimbulkan saponifikasi
tetapi reaksi lebih lambat dibandingkan jika menggunakan katalis alkali (Ren
2012).
Profil asam lemak
Profil asam lemak mempengaruhi sifat dari biodiesel. Mikroalga yang
berbeda memiliki profil asam lemak yang berbeda. Oleh karena itu, untuk
menentukan komposisi biodiesel terbaik perlu mempelajari profil asam lemak dari
bahan baku biomassa yang potensial. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kadar lemak dan komposisi asam lemak selama kultivasi
mikroalga adalah fase pertumbuhan kultur.
Komposisi
biodiesel
dianalisis
menggunakan
analisis
gas
chromatographic mass spectrometric (GC-MS). Biodiesel yang dihasilkan harus
memenuhi standard yang ditentukan untuk aplikasi. Standar biodiesel Indonesia
dapat dilihat pada tabel 1 berdasarkan SNI 04-7182-2006.
8
Tabel 1. Standar biodiesel Indonesia SNI 04-7182-2006
Parameter dan Unit
Densitas 40 oC, kg/m3
Viskositas kinematik 40 oC, mm2/s (cSt)
Angka setana
Titik nyala
Cloud point
Rust copper (3 hari, 50 oC)
Residu karbon (%-b)
- Sampel asli
- Dalam 10 % air destilata
Air dan sedimen
Suhu distilasi, %-Vol
Sulphated ash, %-b
Kandungan sulphur, ppm-b (mg/kg)
Kandungan fosfor, ppm-b (mg/kg)
Nilai asam, mg-KOH/g
Gliserol bebas, %-b
Gliserol total, %-b
Kandungan ester alkil, %-b
Jumlah iodin , %-b (g-I2/100g)
Uji halpen
Ambang Batas
850-890
2,3-6,0
Min 51
Min 100
Max 18
Max no.3
Metode uji
ASTM D 1298
ASTM D 445
ASTM D 613
ASTM D 93
ASTM D 2500
ASTM D 130
Max 0,05
Max 0,3
Max 0,05
Max 360
Max 0,02
Max 100
Max 10
Max 0,8
Max 0,02
Max 0,24
Min 96,5
Max 115
Negative
ASTM D 4 530
ASTM D 2709
ASTM D 1160
ASTM D 874
ASTM D 5453
FBI-A05-03
FBI-A01-03
FBI-A02-03
FBI-A02-03
FBI-A03-03
FBI-A04-03
FBI-A06-03
(Sumber: Setyaningsih 2012)
Setiap parameter tersebut di atas memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti
-
-
-
-
-
Densitas
mempengaruhi nilai panas dan konsumsi bahan bakar. Nilai densitas
berbanding terbalik dengan panjang rantai dan berbanding lurus dengan
jumlah ikatan ganda.
Viskositas kinematik
mempengaruhi atomisasi bahan bakar, kesempurnaan pembakaran, injeksi
bahan bakar dan umum digunakan sebagai indikator kualitas biodiesel selama
penyimpanan. Viskositas kinematik dipengaruhi oleh asam lemak rantai
panjang dan alkohol, jumlah ikatan ganda dan konten kontaminan.
Angka setana
Angka setana berkaitan erat dengan api bahan bakar, waktu selama injeksi
bahan bakar dan pembakaran dan emisi yang dihasilkan. Angka setana
didasarkan pada dua senyawa yaitu heksadekana dengan angka setana 100 dan
heptametilnonan dengan angka setana 15. Semakin panjang rantai asam lemak
karbon dan lebih jenuh molekul, semakin tinggi angka setana.
Titik Nyala
Titik nyala dari cairan yang mudah menguap adalah suhu terendah dimana ia
dapat menguap untuk membentuk campuran ignitable di udara.
Residu karbon
Karbon akan membentuk deposito di akhir injektor dan camber pembakaran
dalam, dan itu mempengaruhi terhadap pembentukan polimer.
9
-
-
-
-
Kadar Air
Air dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan dapat
menyebabkan penyumbatan filter dan aliran bahan bakar ke mesin. Air dapat
menyebabkan korosi kromium dan logam seng di injektor.
Kadar Abu Sulfat
Komponen ini dapat dioksidasi selama proses pembakaran untuk membentuk
abu dan dapat membentuk deposito di mesin.
Konten Sulfur
Sulfur terkait erat dengan dampak negatif lingkungan, efisiensi dan umur
catalytic converter oksidasi, daya pelumas bahan bakar dan kekuatan pompa
injeksi.
Jumlah Pencemaran
Jumlah kontaminan didefinisikan sebagai komponen larut yang
mempertahankan setelah penyaringan. Contoh: sabun dan sedimen.
Pencemaran bisa menyebabkan penyumbatan pada filter dan pompa injeksi.
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2013 sampai Desember 2014 di
Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Bahan
Bahan mikroba
Mikroba yang digunakan adalah mikroalga hijau (Chlorophyta) jenis
Nannochloropsis sp. yang diisolasi dari pantai Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
dan merupakan koleksi dari Laboratorium Bioenergi & Bioproses, Pusat
Penelitian Bioteknologi, LIPI. Mikroalga tersebut dikultur secara berkala guna
keperluan stok bibit dan sediaan analisa-analisa yang diperlukan.
10
Bahan kimia dan lainnya
Bahan-bahan kimia yang digunakan merupakan bahan pereaksi untuk uji
lemak (Bligh and Dyer 1979), uji protein (Bradford 1976), uji karbohidrat
(metode asam sulfat) dan kelengkapan lainnya seperti kloroform, methanol,
akuades, asam sulfat, fenol 5 %, D(+) glukosa, bovine serum albumin, buffer
fosfat, seton 80 %, heksan, boron florida (BF3) dan media F/2. Secara rinci bahan
yang digunakan disajikan pada lampiran 1.
Alat
Alat yang digunakan merupakan rangkaian alat untuk kultivasi berupa
fotobioreaktor skala laboratorium (botol 1 L dan galon 5 L, lampu TDL 40 watt)
dan lapangan (fotobioreaktor berbentuk tabung I volume 80 L. Alat kelengkapan
uji dan analisa berupa spektrofotometer UV-visible UV-1700 PharmaSpec
Shimadzu, sonikator labsonic, sentrifuse Hitachi Micro Ultracentrifuge CS
150NX kapasitas 50 ml dan Hitachi himac CT 6EL kapasitas 1 ml, Gas
Chromatography Mass Spectrocopy GCMS-QP2010 ULTRA Shimadzu, laminar
air flow Sanyo, lemari asam, neraca analitik
Metode
Penelitian mengenai asam lemak pada Nannochloropsis sp. dan informasi
terkaitnya dilakukan dengan strategi pendekatan limitasi nitrogen yang dilakukan
pada skala laboratorium dan skala lapangan dengan variabel pengamatannya
adalah pertumbuhan mikroalga, kandungan lemak, asam lemak dan aspek yang
terkait pada proses kultivasi dengan perlakuan tertentu. Bagan alir strategi
penelitian tercantum pada lampiran 2 dan secara rinci metode yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala laboratorium dengan nitrogen terbatasi
Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga laut. Nannochloropsis sp.
ditumbuhkan pada media F/2 dengan air laut. Komposisi F/2 dapat dilihat pada
lampiran 2. Kultivasi sampel dilakukan dalam empat variasi konsentrasi nitrogen
(NaNO3) dalam media yaitu 25 % (18,75 mg/L), 50 % (37,5 mg/L), 75 % (56,25)
dan 100 % (75 mg/L) sebagai kontrol masing-masing sebanyak 500 ml. Setiap
konsentrasi dibuat tiga ulangan. Sampel diinkubasi selama 30 hari atau sampai
fase kematian dari kurva pertumbuhannya dengan penyinaran menggunakan
lampu dan pada suhu 30 oC. Lampu digunakan sebagai pengganti cahaya matahari
yang diperlukan untuk fotosintesis mikroalga.
11
Pengukuran sampel dilakukan setiap hari yang meliputi pengukuran
pertumbuhan sel hingga diperoleh kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp.,
analisis lemak, analisis protein dan analisis karbohidrat. Pengukuran pertumbuhan
sel dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-visible UV-1700 PharmaSpec
Shimadzu pada panjang gelombang 680 nm. Analisis lemak dilakukan
menggunakan metode Bligh and Dyer (Bligh and Dyer 1959). Analisis protein
dilakukan menggunakan metode Bradford (Bradford 1976). Analisis karbohidrat
dilakukan menggunakan metode asam sulfat.
Studi Kinetika
Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan cara membuat regresi dan
persaman dari fase eksponensial tiap perlakuan dengan rumus:
µ = (lnN-lnN0)/(t-t0)
µ adalah laju pertumbuhan spesifik (hari-1), N0 adalah bobot kering awal
eksponensial (t0), N adalah jumlah sel pada hari (t) fase eksponensial.
Yield Lemak
Yield lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
YL = WL / WDB
YL adalah yield lemak (Yield of lipid), WL adalah bobot lemak hasil ekstraksi
(Weight of lipid) dan WDB adalah bobot biomassa kering yang digunakan untuk
ekstraksi (weight of dry biomass).
Analisa kandungan lemak
Persiapan biomassa basah
Kultur Nannochloropsis sp. dengan berbagai konsentrasi nitrogen masingmasing diambil tujuh mililiter dan disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama
20 menit dan pada suhu 4 oC. Kultur akan terpisah menjadi dua bagian yaitu
media pertumbuhan dan biomassa basah. Biomassa basah inilah yang akan
digunakan untuk analisis lemak.
Ekstraksi lemak
Biomassa basah dicampur dengan 2,1 ml metanol dan selanjutnya
disonikasi untuk memecah sel selama 4 menit sebanyak 3 kali dengan selang
waktu 1 menit. Kloroform sebanyak 2,1 ml dicampurkan ke dalam sampel,
kemudian dishaker selama 1 jam. Kloroform ditambahkan kembali sebanyak 2,1
ml dan dishaker selama 1 jam. Selanjutnya 2,1 ml akuades ditambahkan dan
sampel dishaker selama 15 menit. Sampel diinkubasi semalam pada suhu 4 oC.
Sampel akan terpisah menjadi 3 lapisan. Lapisan atas mengandung air dan
12
metanol, lapisan tengah merupakan biomassa dan lapisan bawah mengandung
lemak dan kloroform. Lemak pada lapisan bawah dipisahkan dari kloroform
melalui penguapan (Bligh and Dyer 1959) dan dihitung bobotnya.
Analisa kandungan protein
Persiapan sampel protein
Kultur sebanyak 7 ml disonikasi untuk memecah sel selama 4 menit
sebanyak 3 kali dengan jeda waktu 1 menit. Kultur disentrifugasi dengan
kecepatan 6000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC, sehingga diperoleh pelet.
Pelet dicampur dengan 10 ml buffer fosfat pH 7.0 dan disentrifugasi
dengan kecepatan 600 rpm selama 20 menit, sehingga diperoleh pelet. Pelet
dicampur dengan 7 ml aseton 80 %, kemudian diaduk menggunakan pengaduk
magnet dan disentrifugasi. Supernatan hasil sentrifugasi digunakan sebagai
sampel untuk analisis protein.
Analisa protein
Sebanyak 0,1 ml sampel protein dicampur dengan 1 ml larutan Bradford
(Bradford 1976), kemudian diinkubasi selama 2 menit pada suhu 30 oC. Sampel
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Blanko
sampel berupa aseton 80 % dan diberi perlakuan sama dengan sampel.
Standard protein
Standar protein menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) dalam
berbagai konsentrasi yaitu 0, 20, 40, 60, 80, 100, 150 dan 200 ppm. Sebanyak 0,1
ml dari setiap konsentrasi BSA dicampur dengan satu mililiter larutan Bradford,
kemudian diinkubasi selama dua menit pada suhu 30 oC. Sampel diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi 0
ppm pada BSA digunakan sebagai blanko standar protein.
Analisis kandungan karbohidrat
Persiapan sampel karbohidrat
Kultur mikroalga sebanyak tujuh mililiter divortex dan disonikasi selama
empat menit. Kultur sebanyak 0,5 ml dicampur dengan 0,5 ml asam perklorik dan
diinkubasi selama 2 jam pada suhu 30 oC. Sampel direbus tim selama 20 menit
hingga mendidih untuk menghilangkan asam. pH larutan dibuat 7.0 selanjutnya
larutan ini digunakan sebagai sampel untuk analisis karbohidrat.
Analisis karbohidrat
Sebanyak 0,5 ml sampel dicampur dengan 0,5 ml fenol 5 % dalam
akuabides dan 2,5 ml asam sulfat. Larutan sampel divortex dan diinkubasi selama
13
10 menit pada suhu 30 oC. Larutan sampel diinkubasi dalam water bath pada suhu
40 oC selama 20 menit, kemudian diukur menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 490 nm. Blanko sampel berupa akuaides dan diberi perlakuan
sama dengan sampel.
Standard karbohidrat
Standar karbohidrat menggunakan D-Glukosa dalam berbagai konsentrasi
yaitu 0, 20, 40, 60, 80, 100, 150 dan 200 ppm. Sebanyak 0,5 ml dari setiap
konsentrasi D-glukosa dicampur dengan 0,5 ml fenol 5 % dalam akuabides dan
2,5 ml asam sulfat. Larutan standar divortex dan diinkubasi selama 10 menit pada
suhu ruang. Larutan standar diinkubasi dalam water bath pada suhu 40 oC selama
20 menit, kemudian diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 490 nm. Konsentrasi 0 ppm dari D-glukosa digunakan sebagai blanko.
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala lapangan
Kultivasi Nannochloropsis sp. skala lapangan ini menggunakan bioreaktor
berbentuk tabung I. Volume total kultur adalah 80 L. Prekultur Nannochloropsis
sp. dari setiap perlakuan disiapkan sebanyak 20 % dari volume total kultur di
bioreaktor. Prekultur ditumbuhkan dalam media F/2 dengan konsentrasi nitrogen
(NaNO3) 100 % dari komposisi media dan ditempatkan di galon. Prekultur
ditempatkan di luar laboratorium dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk
fotosintesis, namun tidak langsung di bawah terik matahari. Prekultur tidak
ditumbuhkan dalam laboratorium dengan tujuan untuk proses adaptasi sebelum di
kultivasi pada skala lapangan. Prekultur ditumbuhkan secara bertahap dari skala 1
liter dalam botol, kemudian diperbesar di skala 5 liter dalam galon (Lampiran 3).
Selanjutnya prekultur diinokulasikan ke bioreaktor. Persiapan kultivasi di
bioreaktor meliputi aerasi media, penambahan prekultur dan penutupan bioreaktor
menggunakan kain untuk proses adaptasi mikroalga terhadap intensitas cahaya
matahari yang lebih besar (Lampiran 4).
Prekultur Nannochloropsis sp. yang telah mencapai fase eksponensial,
selanjutnya dikultivasi di bioreaktor. Bioreaktor dilengkapi dengan gelembung
udara untuk membantu aerasi. Nannochloropsis sp. dikultur sampai fase stasioner.
Suhu pertumbuhan antara 30-34 oC. Sampel diambil saat mencapai fase
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner. Selanjutnya dilakukan
transesterifikasi dan analisis profil asam lemak menggunakan GCMS.
Transesterifikasi dan analisa profil asam lemak
Hasil ekstraksi lemak yang telah dipekatkan sebanyak 0,1 g dilarutkan
dalam 4 ml NaOH 2 % dalam metanol, kemudian direfluks pada suhu 80 0C
selama 20 menit. Sampel ditambah dengan katalis asam boron florida (BF3) dan
direfluks kembali pada suhu dan waktu yang sama. Setelah proses trasesterifikasi
14
selesai, sampel ditambahkan dengan 4 ml NaCl 5 % dan dikocok selama 1 menit.
Sampel ditambah dengan 4 ml n-heksan dan dikocok selama 1 menit. Sampel
dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan hingga terpisah sempurna
menjadi dua fase. Fase atas merupakan biodiesel dan fase bawah merupakan
gliserol. Biodiesel diambil dan selanjutnya dikarakterisasi profil FAME
menggunakan GCMS.
Profil asam lemak dianalisis menggunakan GCMS-QP2010 ULTRA
Shimadzu. Kolom dengan tebal 0,25 µm dan panjang 20 cm. Laju kolom 1,23
ml/menit. Suhu pertama adalah 100 oC selama 1 menit, kemudian naik 10 oC
setiap satu menit hingga 230 oC.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap pertumbuhan mikroalga
Nannochloropsis sp.
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap pertumbuhan diamati selama
kultivasi Nannochloropsis sp. pada skala laboratorium. Nannchloropsis sp.
ditumbuhkan pada media pertumbuhan dengan empat variasi konsentrasi nitrogen,
kemudian diamati pertumbuhannya.
Lama pertumbuhan setiap mikroalga berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengukuran viabilitas sel dan membuat kurva pertumbuhan, sehingga
diketahui waktu yang diperlukan untuk setiap fase pertumbuhan yaitu fase
adaptasi (lag), eksponensial (log), stasioner dan kematian. Pengetahuan ini
penting untuk menentukan waktu pemanenan dan akan digunakan untuk
menentukan waktu pemanenan pada saat kultivasi di skala lapangan. Berdasarkan
kurva pertumbuhan, pada perlakuan kontrol (100 % konsentrasi nitrogen)
Nannochloropsis sp. mengalami fase lag yang singkat yaitu satu hari. Pada hari
kedua Nannochloropsis sp. telah memasuki fase eksponensial hingga hari ke-11.
Fase stasioner dimulai dari hari ke -12. Namun, dengan adanya pengurangan
konsentrasi nitrogen sebanyak 25 %, 50 % dan 75 % Nannochloropsis sp. lebih
cepat mengalami fase stasioner yaitu mulai hari ke-9 (Gambar 3). Hal ini
merupakan keuntungan karena mempercepat waktu pemanenan dan menunjukkan
bahwa konsentrasi nitrogen mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Nitrogen
merupakan komponen penting yang perperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel (Li et al. 2008). Dengan kandungan nitrogen yang dibatasi dalam
media pertumbuhan mikroalga menyebabkan kemampuan sel untuk mensintesis
komponen-komponen yang mengandung nitrogen, seperti protein, asam nukleat
dan klorofil terganggu. Hal ini menyebabkan sel tidak tumbuh dengan baik yang
ditunjukkan dengan jumlah sel yang sedikit, pertumbuhan (fase eksponensial)
yang singkat dan lebih cepat memasuki fase stasioner.
15
Kurva pertumbuhan memperlihatkan lamanya setiap fase yang dialami
oleh mikroalga. Fase pertumbuhan ada empat yaitu fase adaptasi atau fase lag,
fase pertumbuhan atau eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Setiap
mikroalga memiliki waktu yang berbeda dalam setiap fasenya. Fase lag disebut
sebagai fase adaptasi terhadap kondisi lingkungan (media tumbuh). Pada fase ini
sel tetep hidup tetapi tidak berkembang biak. Lamanya fase tergantung pada
inokulan yang dimasukkan. Mikroalga yang diinokulasikan pada fase logaritmik
akan mengalami fase lag yang singkat. Sebaliknya jika mikroalga yang
diinokulasikan berasal dari fase stasioner, maka akan mengalami fase lag yang
lebih lama karena membutuhkan waktu untuk menyusun enzim-enzim yang tidak
aktif lagi. Fase logaritmik/eksponensial ditandai dengan naiknya laju
pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat. Pada fase
ini, sel sedang aktif berkembang biak. Fase stasioner ditandai dengan
seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian. Jumlah sel cenderung tetap
diakibatkan sel telah mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel baru dihambat oleh
keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas lainnya. Fase kematian
ditandai dengan berkurangnya kepadatan sel karena laju kematian lebih tinggi dari
laju pertumbuhan (Pelczar and Chan 1986).
Gambar 3 Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi
nitrogen
Nannochloropsis sp. sebagaimana mikroorganisme hidup lainnya
memerlukan nutrisi untuk hidup. Di laut, nutrisi yang diperlukan telah tersedia
dalam jumlah melimpah yang merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan kimia.
Namun, dalam pengkulturan mikroalga diperlukan penambahan nutrisi. Media
tumbuh mikroalga terdiri dari unsur-unsur makro dan mikro. Unsur-unsur makro
(makro nutrient) seperti N, P, K, S dan Mg. Unsur-unsur mikro (mikro nutrient)
seperti Si, Zn, Cu, Mn, Co, Na dan Fe. Kebutuhan unsur-unsur tersebut tidak
sama untuk setiap jenis mikroalga. Namun, unsur N dan P merupakan dua unsur
yang harus ada dalam media pertumbuhan alga. Nitrogen merupakan komponen
utama pembentuk asam amino yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroalga. Sedangkan pospor merupakan penyusun materi genetik (DNA, RNA).
16
Nannochloropsis sp. ditumbuhkan dalam empat variasi konsentrasi
nitrogen. Sumber nitrogen yang digunakan berupa nitrat (NO3-) yang berasal dari
sodium nitrat (NaNO3) yang merupakan salah satu komposisi media F/2. Keempat
variasi konsentrasi nitrat tersebut adalah 25 % (18,75 mg/L), 50 % (37,5 mg/L),
75 % (56,25 mg/L) dan 100 % (75 mg/L) sebagai kontrol. Kultur
Nannochloropsis sp. dalam berbagai konsentrasi nitrat menunjukkan pertumbuhan
yang berbeda-beda yang dapat dilihat dari kerapatan sel (OD) dan warna kultur.
Pada gambar 4 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi nitrogen, maka warna
kultur semakin pekat dan kerapatan sel semakin besar. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh nitrogen terhadap pertumbuhan sel mikroalga. Kultur dengan
pertumbuhan sel yang lebih rendah akan memberikan warna kultur yang lebih
terang, sebaliknya kultur dengan pertumbuhan sel yang lebih tinggi akan
memberikan warna kultur yang lebih pekat. Warna kultur ini dipengaruhi oleh
adanya klorofil dalam sel.
Natrium (Na) dalam NaNO3 yang terkandung dalam media berperan
dalam pembentukan klorofil, sehingga akan berpengaruh terhadap fotosintesis
Nannochloropsis sp.. Fotosintesis yang berjalan baik akan ditandai dengan
meningkatnya pigmentasi atau kepekatan sel mikroalga dan secara visual kultur
akan terlihat lebih hijau (pekat).
25%
50%
75%
100%
Gambar 4 Kultur Nannochloropsis sp. pada berbagai konsentrasi nitrogen
Mikroalga dapat mengasimilasi beberapa sumber nitrogen seperti
ammonium, nitrat dan urea. Nitrogen dalam media bisa berupa nitrat (NO3-) dan
ammonium (NH4+). Amonium dan nitrat masuk ke dalam sel melalui membran
plasma. Ammonium transporter (Amt) akan membawa ammonium ke dalam sel,
sedangkan nitrat transporter (Nit) membawa nitrat. Nitrat direduksi menjadi nitrit
oleh enzim nitrat reduktase. Kemudian, nitrat tranporter akan membawa nitrit ke
dalam kloroplas dan merubahnya menjadi ammonium. Sedangkan ammonium
akan dibawa ke kloroplas dengan bantuan Amt. Melalui beberapa proses,
ammonium digunakan untuk membentuk glutamat dan akhirnya menjadi
biomassa. Jika nitrogen yang terkandung dalam media pertumbuhan sedikit atau
lebih kecil dari komposisi normal media yang diperlukan, maka akan
17
mempengaruhi proses pembentukan biomassa, sehingga biomassa yang dihasilkan
lebih sedikit.
Pada tabel 2 diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis
sp. dari yang tertinggi ke terendah secara berurutan adalah sampel dengan
konsentrasi nitrogen 50 %, 75 %, 100 % dan 25 %. Tabel 2 menjelaskan bahwa
berdasarkan analisis ANOVA dan uji Duncan bobot biomassa kering pada fase
eksponensial dari sampel dengan konsentrasi nitrogen 25 %, 50 % dan 75 % tidak
berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa bobot biomassa kering yang
dihasilkan relatif sama. Sementara pada konsentrasi nitrogen 100 % memiliki
bobot biomassa kering yang berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi nitrogen
lainnya. Kultur dengan konsentrasi nitrogen 100 % artinya tidak ada pengurangan
unsur nitrogen pada kultur tersebut. Kultur dengan nutrisi yang lengkap
mengalami pertumbuhan yang baik. Mikroalga yang ditumbuhkan pada media
pertumbuhan yang optimal (tidak ada pengurangan nutrisi) akan menghasilkan
biomassa yang lebih banyak dibandingkan dengan kultur pada konsentrasi
nitrogen rendah. Pada fase akhir eksponensial baik kontrol maupun sampel
memiliki bobot biomassa kering yang relatif sama atau tidak berbeda nyata. Pada
fase ini pertumbuhan masih terjadi, namun sudah mulai melambat. Demikian juga
pada fase stasioner, bobot kering tidak berbeda nyata terhadap kontrol dan semua
sampel. Pada fase stasioner ini, nutrisi mulai habis dan jumlah sel hidup dan mati
hampir sama, sehingga produksi biomassa menurun dan tidak berbeda nyata.
Kultur Nannochloropsis sp. dengan konsentrasi nitrogen 50 % memiliki
laju pertumbuhan spesifik tertinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. Namun,
bobot biomassa keringnya tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hal ini menunjukkan
terjadinya perubahan metabolisme dalam sel saat dibatasi nitrogennya.
Tabel 2 Laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. pada berbagai
konsentrasi nitrogen
Konsentrasi nitrogen Laju pertumbuhan spesifik µ (per hari)
25 %
0,308
50 %
0,632
75 %
0,488
100 %
0,390
18
Tabel 3 Perbedaan bobot biomassa kering kultivasi skala lapangan pada fase
eksponensial, akhir eksponensial dan stasioner pada berbagai konsentrasi
nitrogen
Nilai
Konsentrasi nitrogen
Eksponensial Akhir eksponensial
Stasioner
25 %
0.243a
0.050c
0.2157d
50 %
0.160a
0.109c
0.2483d
75 %
0.147a
0.059c
0.3200d
100 % (kontrol)
0.410b
0.116c
0.3403d
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
Hasil diperoleh berdasarkan uji ANOVA dengan taraf nyata 0,05
dan uji Duncan (Lampiran 5,6,7)
Pengaruh nitrogen terbatasi terhadap kandungan lemak, protein dan
karbohidrat pada Nannochlorop