Persepsi Dan Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Tanaman Kakao Di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah

i

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN
KEGIATAN REHABILITASI TANAMAN KAKAO
DI KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH

AZWAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Persepsi dan Partisipasi Petani
dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Tanaman Kakao di Kabupaten Sigi
Provinsi Sulawesi Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 15 April 2016
Azwar
NIM I351124041

iii

RINGKASAN
AZWAR. 2016. Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Kegiatan
Rehabilitasi Tanaman Kakao di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan TIN HERAWATI.
Berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan
pertumbuhan perekonomian negara, salah satunya adalah Program Gerakan
Nasional Kakao (GERNAS). Salah satu kegiatan dalam program tersebut adalah
kegiatan rehabilitasi tanaman kakao. Persepsi petani terhadap suatu program
merupakan landasan atau dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat

atau berpartisipasi dalam suatu program.
Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui faktor internal dan eksternal, 2)
menganalisis persepsi petani pada kegiatan rehabilitasi tanaman kakao, 3)
menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
tanaman kakao, 4) menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal
dengan persepsi petani dalam kegiatan rehabilitasi tanaman kakao, 5)
menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal dengan partisipasi
petani dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tanaman kakao serta 6)
menganalisis hubungan persepsi dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kecamatan
Palolo Kabupaten Sigi. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 100 orang dan
merupakan petani yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis
statistik deskriptif dan korelasional. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk
menganalisis persepsi dan partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi tanaman kakao, dan korelasi rank Spearman digunakan untuk
menganalisis hubungan antara peubah independent dengan dependent.
Hasil penelitian menunjukkan persepsi dan tingkat partisipasi petani dalam
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tanaman kakao cukup. Karakteristik internal

yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap manfaat keberadaan kegiatan
rehabilitasi tanaman kakao adalah peubah kosmopolitan, yang berhubungan
dengan persepsi terhadap kemudahan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tanaman
kakao terdiri dari luas lahan garapan dan kosmopolitan. Faktor eksternal yang
berhubungan dengan persepsi dalam manfaat kegiatan rehabilitasi adalah
dukungan pasar, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan informasi serta intensitas
penyuluhan. Faktor eksternal yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap
kemudahan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi adalah dukungan kelompok tani dan
intensitas penyuluhan. Karakteristik internal yang berhubungan dengan partisipasi
adalah pengalaman usaha tani, luas lahan garapan dan kosmopolitan. Faktor
eksternal tidak berhubungan nyata dengan partisipasi. Berdasarkan hal tersebut
maka upaya meningkatkan persepsi dan partisipasi petani kakao dalam
pelaksanaan rehabilitasi tanaman kakao dapat dilakukan melalui peningkatan
kosmopolitan, luas lahan garapan, dukungan pasar, ketersediaan informasi serta
meningkatkan intensitas penyuluhan.
Kata kunci: petani, kakao, partisipasi, persepsi, rehabilitasi

SUMMARY
AZWAR. 2015. Farmers' Perceptions and Participation in the Implementation of
Cocoa Plant Rehabilitation in Sigi Regency, Central Sulawesi Province.

Undersupervision of PUDJI MULJONO and TIN HERAWATI.
Development of plantation sector is not out of the dynamics of the national
and global environment. The plantation sector is also affected by the dynamics of
the central government to the regions. This is because the oil sector is considered
as one of the government to alleviate poverty. Various programs launched by the
government to boost economic growth in the country, one of the activities in the
program is the rehabilitation of the cocoa plant. Perception of farmers on a
program is the foundation or primary basis for the emergence of a willingness to
get involved or participating in a program.
This study aims to: 1) determine internal and external factors, 2) analyze the
perception of farmers on the rehabilitation of the cocoa plant, 3) to analyze the
level of participation of farmers in the implementation of the rehabilitation of the
cocoa plant, 4) analyze the relationship between the characteristics of internal and
external perception of farmers in rehabilitation activities cocoa plants, 5) analyze
the relationship between the internal and external characteristics with the
participation of farmers in the implementation of the rehabilitation of the cocoa
plant and 6) analyze the relationship between perception and participation of
farmers in the implementation of the rehabilitation of the cocoa plant.
This research was conducted in February-March 2015 at Palolo District of
Sigi. Number of samples of this study as many as 100 people and the farmers

involved in the rehabilitation of the cocoa plant. Methods of data analysis used in
this research was descriptive statistical analysis and correlation. Descriptive
statistical analysis was conducted to analyze the perceptions and participation of
farmers in the implementation of the rehabilitation of cocoa plants, and Spearman
rank correlation was used to analyze the relationship between the independent
variables with the dependent.
The results showed the perception and level of participation of farmers in
the implementation of the rehabilitation of cocoa plants are enough. Internal
characteristics associated with the perception of farmers on the benefits of the
existence of the rehabilitation of cocoa plants is variable cosmopolitan, related to
the perception of ease of implementation of the rehabilitation of cocoa plants
consist of acreage and cosmopolitan. External factors related to the perception of
the benefits of rehabilitation activities is the support of the market, availability of
labor, availability of information and the intensity of illumination. External factors
related to the perception of farmers to ease the implementation of the
rehabilitation activities support farmer groups and extension intensity. Internal
characteristics associated with participation is the experience of farming, acreage
and cosmopolitan. External factors not related to real participation. Efforts to
improve perception and participation farmers in the implementation the
rehabilitation cacao plants can be done by increasing the cosmopolitan, broad an

arable land support market and availability of information.
Keywords: Cocoa, farmers, participation, perception

v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vii

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN
KEGIATAN REHABILITASI TANAMAN KAKAO
DI KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH


AZWAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM

4


5

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena berkat rahmat
hidayah-Nya tesis yang berjudul Persepsi dan Partisipasi Petani dalam
Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Tanaman Kakao di Kabupaten Sigi Provinsi
Sulawesi Tengah ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata dua (S2) Program Studi Ilmu
Penyuluhan Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Dr Arif
Satria dan jajarannya.
2. Ibu Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr Ir Siti Amanah, MSc.
3. Bapak Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor Prof Dr Ir Sumardjo, MS
4. Dosen Pembimbing Tesis, Prof Dr Ir Pudji Muljono MSi dan Dr Tin Herawati

SP MSi yang senantiasa memberikan masukan dan arahan kepada penulis
dalam penyelesaian penelitian.
5. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Syarifudin dan Ibunda Nirma, kakak
Sofyan beserta istri dan anak Safa, Irjan beserta istri dan anak Atiya dan Sifa
kakakku Erfin, adikku Maharani serta seluruh keluarga besar tercinta, terima
kasih atas segala doa, semangat, dukungan, motivasi, cinta dan kasih
sayangnya selama ini.
6. Kepada teman-teman seperjuangan Pascasarjana Ilmu Penyuluhan
Pembangunan IPB angkatan 2013 Enik, Isni, Delki, Bang Muhib, Nurul, Muji,
Bang Firman, Siti Sawerah, Nila, Ibu Minas, ibu Desi serta sahabat-sahabat
terbaik angkatan 2013, penulis mengucapkan terima kasih atas kebersamaan,
dukungan, diskusi selama menyelesaikan studi. Semoga ilmu yang kita
peroleh selama belajar di IPB bermanfaat di mana pun kita berada.
7. Kepada Keluarga Besar Orenz, Bama, Dika, Kiki, Eko, Juhana, Atus, Sugeng,
terima kasih atas waktu kebersamaannya, dukungan, dan doa kepada penulis.
8. Sahabat Terbaik saya Jasrin, Musba, Yeldi, Riana dan keluarga besar
HIMPAS Uli, Nini, Deca, Tian, Vira, Tika, Renal, Terima Kasih atas
kebersamaan dan motivasinya.

Bogor, 15 April 2016

Azwar

6

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2

TINJAUAN PUSTAKA
Persepsi
Partisipasi
Petani
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi
Karakteristik Individu
Faktor Eksternal
Rehabilitasi Kakao
Hubungan Persepsi dan Partisipasi
Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kerangka Berpikir dan Hipotesis

4
4
4
6
8
9
10
14
17
18
18
20

3

METODE
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Jenis Data
Peubah Penelitian
Definisi Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data

23
23
23
23
25
25
25
28
29
29

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Wilayah Penelitian
Letak Geografis dan Kondisi Topografi
Karakteristik Internal Petani
Faktor Eksternal Petani
Persepsi Petani pada Rehabilitasi Tanaman Kakao
Partisipasi Petani pada Pelaksanaan Rehabilitasi Tanaman Kakao
Hubungan Karakteristik Internal dengan Persepsi Petani
Hubungan Faktor Eksternal dengan Persepsi Petani

31
31
31
32
36
39
41
42
43

8

Hubungan Karakteristik Internal dengan Partisipasi Petani
Hubungan Faktor Eksternal dengan Partisipasi Petani
Hubungan Persepsi dengan Tingkat Partisipasi Petani

45
47
49

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Jumlah populasi dan sampel penelitian
25
Sub variabel, definisi operasional, indikator dan kategori faktor internal
26
Sub variabel, definisi operasional, indikator dan kategori faktor eksternal 27
Sub variabel, definisi operasional, indikator dan kategori persepsi
28
Sub variabel, definisi operasional, indikator dan kategori partisipasi
28
Luas lahan kering di Kecamatan Palolo tahun 2013
32
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik internal
33
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik eksternal
37
Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi
40
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
41
Nilai Koefisien korelasi dan signifikansi hubungan faktor internal dengan
persepsi petani terhadap manfaat program dan pelaksanaan program
42
Nilai Koefisien korelasi dan signifikansi hubungan faktor eksternal dengan
persepsi petani terhadap manfaat program dan pelaksanaan program
44
Nilai Koefisien korelasi dan signifikansi hubungan faktor internal dengan
partisipasi petani dalam pelaksanaan rehabilitasi tanaman kakao
45
Nilai Koefisien korelasi dan signifikansi hubungan faktor eksternal dengan
partisipasi petani dalam pelaksanaan rehabilitasi tanaman kakao
47
Nilai Koefisien korelasi dan signifikansi hubungan persepsi dengan partisipasi
petani dalam pelaksanaan rehabilitasi tanaman kakao
49

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Amanat konsitusi pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa pembangunan
ekonomi ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Perkebunan
merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
Tujuan pembangunan sub sektor perkebunan untuk memperluas lapangan kerja
dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan nilai ekspor non
migas. Sektor ini juga memegang peranan penting dalam meningkatkan
penerimaan devisa. Berdasarkan data Direktorat Jendral Pengelolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian pada tahun 2010-2013 nilai ekspor sektor perkebunan
mencapai 133.37 milliar US$.
Pembangunan sektor perkebunan tidak terlepas dari berbagai dinamika
lingkungan nasional maupun global. Sektor perkebunan juga dipengaruhi oleh
dinamika pemerintahan pusat hingga daerah. Hal ini dikarenakan sektor
perkebunan dianggap sebagai salah satu pilihan pemerintah dalam mengentaskan
kemiskinan. Pemerintah selaku pemegang kebijakan memiliki peranan penting
dalam menyiapkan berbagai aturan guna menjamin kesuksesan program di sektor
perkebunan.
Program-program perkebunan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak
bisa berjalan parsial dalam pelaksanaannya. Keterlibatan masyarakat turut
mempengaruhi kesuksesan sebuah program. Persepsi petani terhadap suatu
program merupakan landasan atau dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk
ikut terlibat atau berpartisipasi dalam suatu program tersebut. Kumba (2003)
mengatakan kesuksesan sebuah program dapat terlaksana melalui peran partisipasi
masyarakat secara langsung dengan mengadopsi kearifan masyarakat lokal yang
bermukim di mana program tersebut akan dilaksanakan.
Program pemerintah dalam wacana pembangunan berkelanjutan
menekankan pada konsep partisipasi masyarakat dimulai dari perencanaan
program, olehnya program yang dijalankan semestinya diadaptasi dari masyarakat
bukan bersifat top down. Partisipasi masyarakat menentukan terselenggaranya
program yang akan dijalankan. Partisipasi dipengaruhi kuat oleh persepsi aktor
partisipator, dengan demikian kondisi sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat
yang akan dijadikan sebagai sasaran program adalah hal penting yang patut
diperhatikan.
Berbagai program dicanangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan
pertumbuhan perekonomian negara, salah satunya adalah Program Gerakan
Nasional Kakao (GERNAS). Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
1643/Kpst/OT. 160/12/2008 tanggal 2 Desember 2008 tentang penyelenggaraan
pembentukan tim kordinasi gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu
kakao adalah salah satu upaya percepatan peningkatan produktivitas dan mutu
hasil kakao nasional melalui pemberdayaan secara optimal seluruh pemangku
kepentingan serta sumber daya yang tersedia. Gerakan ini dilaksanakan mulai
tahun 2009 di 9 provinsi dan 40 kabupaten. Pada umumnya kondisi tanaman di
daerah tersebut sudah tua/rusak dan kurang terawat sehingga mudah terserang

2

hama dan penyakit. Oleh karena itu memerlukan upaya perbaikan secara
menyeluruh agar produktivitas dan mutu kakao dapat ditingkatkan.
Menurut data Kementerian Pertanian (2012) luas areal gerakan nasional
peningkatan produksi dan mutu kakao di Indonesia mencapai 186.500 ha,
diketahui lebih dari 50 persen areal tersebut berada di Pulau Sulawesi. Luas areal
gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao di Sulawesi Tengah pada
tahun 2011 mencapai 21.400 ha, yang terdiri atas peremajaan 6.300 ha,
rehabilitasi 11.350 ha, serta intensifikasi 21.400 ha. Luas areal gerakan nasional
peningkatan produksi dan mutu kakao di Kabupten Sigi pada tahun 2011
mencapai 2500 ha, yang terdiri atas peremajaan 1.100 ha, rehabilitasi 1.100 ha,
dan intensifikasi 400 ha. Peningkatan luas areal ini secara langsung maupun tidak
langsung akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan produksi dan mutu kakao merupakan satu komponen dalam
kegiatan pembangunan pertanian dengan konsep peremajaan, rehabilitasi, dan
intensifikasi tanaman kakao. Hal tersebut dapat terlaksana dengan partisipasi
petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Kegiatan partisipatif dalam
proses pembangunan yaitu melibatkan seluas-luasnya stakeholder pada setiap
kebijakan publik dan tidak terbatas pada lembaga formal semata. Arief (2010)
mengemukakan tanpa partisipasi kemitraan dan perkembangan sebuah program
pasti tidak akan terwujud. Partisipasi masyarakat dalam setiap program
pemerintah diyakini dapat meningkatkan kemandirian yang dibutuhkan
masyarakat dalam proses percepatan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program dipengaruhi oleh bagaimana program tersebut dirancang dan
bagaimana persepsi masyarakat terhadap program yang akan diterapkan.
Persepsi dan partisipasi pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Sejalan dengan hal tersebut penelitian Puspasari (2010) dan Endaryanto (1999)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara beberapa faktor individu
yaitu umur, jumlah tanggungan keluarga dan kekosmopolitan. Hal tersebut
menunjukkan faktor internal sangat mempengaruhi persepsi dan partisipasi petani.
Penelitian Susiatik (1998) mengemukakan persepsi dan partisipasi petani
dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan baik formal maupun non formal,
pendapatan, dan kosmopolitan.
Esensi kegiatan rehabilitasi tanaman kakao di Kabupaten Sigi diharapkan
berdampak pada kemandirian dan kesejahteraan petani. Oleh karena itu,
pentingnya penelitian ini untuk melihat persepsi dan partisipasi petani dalam
kegiatan rehabilitasi kakao, serta sebagai saran dan masukan kepada pemeritah
untuk lebih meningkatkan keunggulan program-program pemberdayaan
selanjutnya yang bergerak di bidang perkebunan.
Perumusan Masalah
Komoditi kakao di Kabupaten Sigi masih menjadi komoditi unggulan
karena selain memberi kontribusi besar bagi pendapatan daerah, juga sebagai
penyedia lapangan kerja bagi masyarakat. Produksi kakao di Kabupaten Sigi pada
tahun 2012 sebesar 18.309 ton, dengan luas areal tanam 27.545 Ha, namun tingkat
produktivitas kakao di Kabupaten Sigi masih sangat rendah dibandingkan dengan
kabupaten lain. Adapun faktor penyebab rendahnya produktivitas kakao yang
dicapai petani saat ini adalah umur tanaman yang sudah tua, serangan Organisme

3

Penganggu Tanaman (OPT) yaitu penggerek buah kakao, penerapan teknologi
budi daya yang belum optimal, dan sumber daya manusia yang belum memadai
dalam pengelolahan usaha tani kakao.
Dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah tersebut pemerintah
menggulirkan program gerakan nasional kakao yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi dan mutu kakao, salah satu kegiatannya adalah
rehabilitasi tanaman kakao. Pola gerakan ini mengoptimalkan sumber daya yang
ada yaitu partisipasi petani dalam program tersebut. Ayode (2010)
mengemukakan partisipasi bergantung dari manfaat sebuah program. Partisipasi
masyarakat sangat tergantung pada persepsi seseorang dalam melihat suatu
program maupun kegiatan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan pertanyaan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana faktor internal dan eksternal petani dalam kegiatan rehabilitasi
tanaman kakao?
2. Bagaimana persepsi petani terhadap kegiatan rehabilitasi tanaman kakao?
3. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan rehabilitasi tanaman
kakao?
4. Bagaimana hubungan karakteristik internal dan eksternal dengan persepsi
petani terhadap kegiatan rehabilitasi tanaman kakao?
5. Bagaimana hubungan karakteristik internal dan eksternal dengan partisipasi
petani dalam pelaksanaan rehabilitasi tanaman kakao?
6. Bagaimana hubungan persepsi dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan
rehabilitasi tanaman kakao?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1. Mengkaji faktor internal dan eksternal petani dalam kegiatan rehabilitasi
tanaman kakao.
2. Menganalisis persepsi petani terhadap kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
3. Menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
tanaman kakao.
4. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal dengan persepsi
petani terhadap kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
5. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal dengan partisipasi
petani dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
6. Menganalisis hubungan persepsi dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai pengembangan ilmu mengenai persepsi dan partisipasi petani dalam
upaya meningkatkan produktivitas tanaman kakao.
2. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran dan masukan bagi pihak penyuluh
dalam rangka membina dan meningkatkan partisipasi petani dalam
pelaksanaan rehabilitasi tanaman kakao.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Persepsi
Walgito (2002) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang
didahului penginderaan dalam bentuk stimulus ke syaraf otak sehingga
membentuk persepsi indivdu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mar’at
(1981) persepsi merupakan proses pengamatan individu dari komponen kognisi,
yang dipengaruhi oleh pengalaman dan proses belajar, cakrawala dan
pengetahuan. Werner dan James (2005) yang dikutip oleh Cepriadi (2012)
menggambarkan persepsi adalah proses yang kita gunakan untuk
menginterpretasikan data-data sensori, data sensoris sampai kepada kita melalui
lima indra kita.
Pembentukan persepsi ada tiga mekanisme yang harus diperhatikan
menurut Letterer seperti yang ditulis oleh Asngari (1984) mekanisme tersebut
adalah: selectivity, closure, interpretation. Dalam konteks ini, persepsi petani
adalah pandangan mereka terhadap suatu obyek (program) yaitu persepsi petani
dalam kemampuan menyeleksi, mengorganisasikan serta menginterpretasikan
stimulus dan mengubahnya dalam bentuk penerimaan atau penolakan. Persepsi
yang baik terhadap suatu obyek atau program sangat diperlukan. Hal ini
disebabkan persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku. Persepsi
petani terhadap lingkungannya merupakan faktor penting karena akan berlanjut
dalam menentukan tindakan partisipasi petani tersebut. Harihanto (2001)
menjelaskan perilaku adalah hasil dari persepsi dan persepsi yang salah bisa
menimbulkan perilaku yang salah.
Krech & Crutchfield yang dikutip oleh Sarwono (1983) menyebutkan ada
dua variabel yang mempengaruhi persepsi, yaitu: 1) peubah struktural, yaitu
faktor-faktor yang terkandung dalam rangsang fisik dan proses neurofisiologik; 2)
peubah fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri pengamat seperti
kebutuhan (needs), suasana hati (moods), pengalaman masa lampau dan sifat-sifat
individual lainnya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi dalam
penelitian ini adalah pandangan atau penilaian petani terhadap obyek atau manfaat
keberadaan program, tingkat kemudahan dilihat hasilnya, melalui penglihatan,
pendengaran, penciuman, penghayatan dan perasaan. Dalam hal ini obyek yang
dimaksud adalah kegiatan rehabilitasi tanaman kakao di Kecamatan Palolo
Kabupaten Sigi.
Partisipasi
Perubahan pembangunan nasional dari demokratisasi ke arah
desentralisasi, meningkatkan kesadaran tentang perlunya peran serta masyarakat
dalam proses pembangunan. Partisipasi muncul sebagai salah satu kata yang
banyak diungkapkan ketika berbicara pembangunan. Amanah (2006)
menjelaskan partisipasi merupakan indikator dari istilah pembangunan
masyarakat yang digunakan pertama kali pada tahun 1930 di AS dan Inggris.
Pembangunan yang bersifat partisipatif mulai dikembangkan di berbagai daerah.
Hal ini terlihat jelas dengan berbagai program pemerintah yang berorentasi pada

5

pemberdayaan masyarakat. Seperti pengembangan pertanian, pelayanan
kesehatan, serta pembangunan infrastruktur desa.
Supriatna (2004) mengemukakan bahwa orentasi pembagunan harus
berpusat pada masyarakat, sehingga pembangunan sosial, pengembangan
kelembagaan, dan pendidikan sosial menumbuhkan partisipasi. Syahyuti (2006)
menjelaskan partisipasi sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan
pembangunan. Keberlanjutan pembangunan tersebut tergantung pada tiga aspek,
yaitu aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Ketiga aspek tersebut
harus diintegrasikan di mana individu dan lembaga harus saling berperan agar
terjadi perubahan.
Menurut Mubyarto (1984) partisipasi adalah kesediaan untuk membantu
suatu program yang sesuai dengan kemampuan seseorang tanpa mengorbankan
kepentingan diri sendiri. Davis et.al (1989) mengartikan partisipasi sebagai
keterlibatan mental dan emosi dalam suatu kelompok untuk mendorong
berkontribusi serta bertanggung jawab dalam mencapai tujuan. Tujuan utama
yang ingin dicapai dalam suatu program yaitu bagaimana melibatkan masyarakat
dalam perencanaan sosial serta mendekatkan pada program dan membuat program
tersebut lebih efektif.
Cosen dan Uphoff (1977) mendefinisikan partisipasi merupakan
keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, keterlibatan
dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan melalui sumbangan
sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi, maupun keterlibatan untuk
menikmati manfaat dan evaluasi dalam pelaksanaan program.
Ndraha (2002) menguraikan beberapa bentuk partisipasi yaitu: (1)
partisipasi melalui hubungan dengan orang lain sebagai awal dalam perubahan
sosial, (2) partisipasi selalu memberi tanggapan serta menyerap setiap informasi,
(3) partisipasi adalah suatu perasaan yang ditumbuhkan sendiri di dalam
masyarakat dalam rangka merencanakan pembangunan dan pengambilan
keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, (5)
partisipasi untuk mengembangkan, memelihara, dan menerima hasil
pembangunan, (6) partisipasi untuk menilai pembangunan, yaitu keterlibatan
masyarakat dalam menilai pembangunan yang sesuai dengan rencana dan hasilnya
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Partisipasi akan tumbuh sebagai suatu tindakan yang nyata, menurut
Mardikanto (1994) diperlukan tiga syarat yaitu:
1. Adanya kemauan untuk berpartisipasi, secara psikologis, kemampuan
berpartisipasi dapat muncul oleh adanya motif dari diri sendiri maupun dari
luar seperti tekanan dan dorongan.
2. Kemampuan untuk berpartisipasi, adanya kemauan untuk berpartisipasi belum
tentu akan menjamin partisipasi yang diharapkan jika yang bersangkutan tidak
memiliki kemampuan yang memadai untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan yang bersangkutan.
3. Kesempatan untuk berpartisipasi, adanya kemauan dan kemampuan untuk
berpartisipasi yang dimiliki masyarakat untuk berpartisipasi saja, sebenarnya
belum menjamin tumbuhnya partisipasi, jika masyarakat tidak diberikan dan
ditunjukkan bagaimana cara berpartisipasi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
partisipasi merupakan keikutsertaan maupun keterlibatan petani dalam suatu

6

program untuk ikut andil mencapai keberhasilan dari program tersebut. Pengertian
partisipasi dalam penelitian ini adalah keterlibatan atau keikutsertaan petani dalam
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tanaman kakao. Konsep partisipasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsep partisipasi yang dikemukakan oleh
Cosen dan Uphoff.
Pentingnya Partisipasi pada Program
Pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu
bentuk perubahan tersebut adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi
masyarakat merupakan salah satu wujud dari perilaku tersebut. Admihardja dan
Hikmat (2001) mengemukakan permasalahan sosial yang terjadi pada masyarakat,
bukan hanya akibat adanya penyimpangan perilaku atau masalah kepribadian,
namun juga sebagai akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru,
implementasi kebijakan yang tidak konsisten dan tidak adanya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Menurut Sajogyo (1979) bahwa indikator
partisipasi masyarakat dalam pembangunan terdiri dari tiga hal yaitu: 1) peluang
ikut serta menentukan kebijakan pembangunan; 2) peluang untuk melaksanakan
rencana pembangunan; dan 3) peluang menilai hasil pembangunan.
Upaya pelaksanaan Otonomi Daerah dengan UU No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat
dalam program pembangunan. Hal ini terlihat jelas peran pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota yang berwenang mengatur dan berdasarkan “aspirasi
masyarakat” untuk mewujudkan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan pembangunan di daerah haruslah menerapkan konsep partisipasi
dan tiap partisipasi, menurut Parwoto (1997) harus memiliki konsep sebagai
berikut 1) proaktif atau sukarela (tanpa disuruh), 2) adanya kesepakatan yang
diambil bersama oleh semua pihak yang terlibat dan yang akan terkena akibat
kesepakatan tersebut, 3) adanya tindakan mengisi kesepakatan tersebut, 4) adanya
pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara antar
unsur/pihak yang terlibat. Hal ini juga sering disebut dengan konsep
pembangunan yang partisipastif, pola konsep ini melibatkan berbagai pelaku
pembangunan yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat, sehingga masyarakat
bukan lagi objek pembangunan tetapi subjek pembangunan.
Terkait dengan kegiatan rehabilitasi tanaman kakao di Kecamatan Palolo
yang merupakan salah satu program Kementerian Pertanian, maka partisipasi
masyarakat petani sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat miskin di perdesaan
sangat diharapkan demi terlaksana dan tercapainya tujuan dari kegiatan tersebut.
Petani
Departemen Pertanian (2002) mendefinisikan petani adalah pelaku utama
agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun polikultur dengan komoditas
tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan atau perkebunan.
Menurut Rodjak (2002), petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok
tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh
kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola usaha tani berarti harus
mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk
kesejahteraan hidup keluarga.
Menurut Mardikanto (1993) petani adalah orang yang mengusahakan atau
terlibat secara langsung atau tidak langsung, atau sewaktu-waktu dalam kegiatan

7

usaha tani dan kesibukan lain yang berhubungan dengan kehidupan dan
penghidupan keluarga petani di perdesaan. Lebih lanjut dijelaskan petani dan
keluarganya merupakan sasaran penyuluhan pertanian, yang harus diubah
perilakunya dalam praktek-praktek bertani dan berusaha tani guna meningkatkan
produksi dan pendapatan masyarakat. Redfield (1982) menjelaskan definisi petani
yaitu orang-orang dengan peradapan tua, penduduk pedesaan yang menguasai dan
mengelolah tanah mereka untuk kehidupannya yang subsistem dan sebagai bagian
dari hidup tradisional, dipengaruhi oleh orang perkotaan yang cara hidupnya
menyerupai mereka tetapi lebih tinggi peradabannya.
Menurut Rogers yang dikutip Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa
di dalam masyarakat terdapat 5 kelompok individu berdasarkan tingkat kecepatan
mengadopsi inovasi. Kelompok tersebut adalah kelompok perintis (inovator),
kelompok pelopor, kelompok penganut dini, kelompok penganut lambat dan
kelompok orang-orang kolot/ naluri. Oleh karena program gernas kakao
merupakan inovasi baru di bidang perkebunan khususnya kakao, maka dalam
masyarakat petani dianalogkan juga terdapat 5 kelompok masyarakat tersebut.
Petani inovator adalah petani yang memanfaatkan beragam sumber informasi
tentang inovasi baru untuk meningkatkan usaha tani termasuk informasi dari
penyuluh pertanian. Petani ini memiliki banyak informasi, sehingga dapat
dijadikan sebagai tempat mencari informasi juga, maka petani ini berperan
sebagai inovator. Petani pelopor adalah petani yang mau memulai dan menjadi
contoh bagi yang lain dalam melaksanakan usaha tani, maka petani ini berperan
sebagai pelopor. Sedangkan untuk 3 kelompok yang lain (penganut dini, penganut
lambat dan kolot), dalam masyarakat petani dikelompokkan sebagai petani biasa,
adalah petani yang mengusahakan usaha taninya belum mengunakan inovasi baru,
maka perannya adalah sebagai petani biasa.
Petani dalam pembangunan pertanian merupakan pelaku utama dalam
usaha tani yang merujuk pada fungsi untuk memenuhi kebutuhan petani. Menurut
Parsons (1960) ada empat jenis fungsi yang penting agar suatu sistem tetap
bertahan. Keempat tersebut adalah: 1) Adaptation yaitu sebuah sistem harus dapat
menanggulangi situasi di luar ketika mengancam keberadaan sistem. Fungsi
adaptasi ini berarti harus mampu menggali segala potensi yang ada baik yang
terletak pada lingkungan eksternal maupun internal. Penyesuaian dengan situasi
yang melingkupi sehingga lingkungan tersebut dapat mencukupi kebutuhan
sistem. Sistem usaha tani agar dapat menanggulangi kebutuhan usaha, kapasitas
petani harus mampu mengidentifikasi potensi baik yang ada di luar dirinya
maupun yang berada di luar misalnya kondisi pasar maupun preferensi konsumen,
2) Goal attainment adalah sistem yang memiliki fungsi untuk mendefinisikan dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem usaha tani agar dapat mencapai
tujuan, tentu harus terus berupaya untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Peluang yang diraih harus didiskripsikan dan didefinisikan secara jelas dalam
bentuk tujuan sehingga peluang tersebut dapat diraih, (3) Integration adalah
sebuah sistem yang harus mengatur komponen, sehingga dapat mengelola
hubungan antara fungsi adaptasi, pencapaian tujuan dan pemeliharaan pola (A, G
dan L). Fungsi pemeliharaan pola ini merupakan suatu pengelolaan yang dapat
mengatasi masalah yang mungkin timbul dalam pencapaian tujuan. Kapasitas
petani dalam melaksanakan usaha tani harus dapat mengatasi masalah muncul
sehingga koordinasi dan pengaturan komponen-komponen sistem usahatani harus

8

dapat dikelola secara baik. (4) Latency yaitu sebuah sistem harus melengkapi,
memelihara dan memperbaiki baik secara individu maupun pola-pola kultural. Hal
ini memiliki makna bahwa fungsi latensi atau pemeliharaan pola adalah menjaga
dan mendorong keberlanjutan sistem. Fungsi latensi dalam usaha tani adalah
menjaga keberlanjutan sistem usaha tani.
Petani sebagai lokomotif pembangunan pertanian harus mampu
menjalankan keempat fungsi tersebut sehingga keberhasilan usaha tani bisa
terwujud. Petani sebagai individu mempunyai banyak dimensi dan karekteristik
yang mampu terlihat dari perilaku dalam menjalankan usaha tani. Menurut
Mardikanto (1993) karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri
seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti umur, jenis kelamin,
posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Kaitannya dengan proses difusi inovasi,
hal ini ditegaskan juga oleh Slamet (1994) bahwa umur, pendidikan, status sosial
ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor individu yang
mempengaruhi proses difusi inovasi.
Kalangan akademisi menjelaskan petani memiliki ciri-ciri yang sangat
beragam. Shanin mengemukakan ciri-ciri masyarakat petani (peasant) sebagai
berikut: a) satuan keluarga (rumah tangga) petani adalah satuan dasar dalam
masyarakat desa yang berdimensi ganda; b) petani hidup dari usaha tani, dengan
mengolah tanah (lahan); c) pola kebudayaan petani berciri tradisional dan khas; d)
petani menduduki posisi rendah dalam masyarakat, mereka adalah “orang kecil”
terhadap masyarakat di atas-desa (Sayogyo, 1984). Wolf (1985) menyebutkan
istilah peasants, yang mempunyai ciri-ciri yaitu, penduduk yang secara
eksistensial terlibat dalam cocok tanam dan membuat keputusan otonom tentang
proses bercocok tanam.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi
Perbedaan dalam melihat sebuah objek dapat mempengaruhi persepsi, hal
ini dikemukakan oleh Berlo (1960) bahwa individu dalam memberikan makna
kepada stimuli seringkali tidak sama antara individu yang satu dengan yang
lainnya, tergantung kepada faktor-faktor tertentu yang ada pada diri dan di luar
individu tersebut yang dapat mempengaruhi persepsinya.
Menurut Mulyana (2002), persepsi manusia terbagi menjadi dua, yaitu
persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi tehadap manusia
(lingkungan sosial). Setiap individu memiliki gambaran yang berbeda mengenai
realitas di sekelilingnya. Beberapa prinsip penting mengenai persepsi antara lain:
a. Persepsi berdasarkan pengalaman
Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas
yang telah dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau
kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan
pembelajaran) masa lalu mereka berkaitan dengan orang, obyek, atau kejadian
serupa. Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek jelas
membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan, atau
pengalaman yang mirip.
b. Persepsi bersifat selektif
Persepsi seseorang pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang
menentukan selektivitas atas rangsangan tersebut. Faktor internal yang
mempengaruhi persepsi yaitu faktor biologis (lapar, haus, dan lain-lain); faktor

9

fisiologis (tinggi, pendek, sehat, sakit, dan sebagainya); faktor sosial budaya
(gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status
sosial, pengalaman masa lalu, kebiasaan); dan faktor psikologis (kemauan,
keinginan, motivasi, pengharapan, dan sebagainya). Faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi yaitu atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti
gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang dipersepsi.
c. Persepsi bersifat dugaan
Data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah
lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan.
d. Persepsi bersifat evaluatif
Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri individu yang
mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang digunakan
untuk memaknai objek persepsi.
e. Persepsi bersifat kontekstual
Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Semua pengaruh yang ada
dalam persepsi seseorang, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling
kuat. Konteks yang melingkupi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek
atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan, dan
persepsi.
Robbins (2001) mengemukakan ada tiga faktor yang dapat membentuk
atau yang memutarbalikkan persepsi seseorang adalah pertama, pelaku persepsi
(perceiver). Seseorang individu memandang pada suatu target dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran ini sarat dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadi dan perilaku persepsi individual tersebut
beberapa karakteristik pribadi yang lebih relevan mempengaruhi pelaku persepsi
adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman, masa lalu, dan
pengharapan (ekspektasi). Kedua, target, karakteristik dalam target yang akan
diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, gerakan bunyi, ukuran dan
atribut-atribut lain dari target membentuk cara seseorang memandangnya.
Hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi, karena
target tidak dipandang dalam keadaan terpencil, seperti kecenderungan untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip. Ketiga, situasi
merupakan konteks di mana kita melihat objek - objek atau peristiwa-peristiwa.
Menurut Suryaningsih et.al (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi masyarakat di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan,
pengetahuan yang turun-temurun serta mata pencaharian sebagai petani. Hal yang
sama juga di jelaskan Asngari (1984), persepsi individu tidak hanya dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu tetapi juga dipengaruhi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, status sosial yang berhubungan dengan individu.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi
Sahidu (1998) mengemukakan bahwa keberadaan kemauan, kemampuan,
dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan
dipegaruhi beberapa faktor di sekitar kehidupan manusia yang saling berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: psikologis individu
(kebutuhan, harapan, motif, pengakuan), terpaan informasi, pendidikan, baik
formal maupun informal, keterampilan, kondisi permodalan yang dimiliki,
teknologi (sarana dan prasarana), kelembagaan (formal maupun informal),

10

kepemimpinan (formal maupun in formal), struktur dan stratifikasi sosial, budaya
lokal (norma, tradisi, adat istiadat), serta peraturan dan pelayanan pemerintah.
Faktor faktor yang mengakibatkan masyarakat tidak berpartisipasi dalam
pembangunan, di antaranya menurut Soekanto (1983) ada tiga komponen yaitu :
1) Faktor sosial budaya, yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat
tradisional statis dan tertutup terhadap suatu perubahan. Hal ini terjadi karena
masih rendahnya pengetahuan masyarakat yang berimplikasi pada rendahnya
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
2) Faktor sosial ekonomi, yaitu adanya ketimpangan distribusi pendapatan
masyarakat khususnya di perdesaan, menyebabkan ketidakmampuan
masyarakat untuk berpartisipasi.
3) Faktor sosial politik, yaitu masih adanya birokrasi politik yang ketat dan kokoh
yang menyebabkan masyarakat semakin tidak berdaya.
Beberapa hasil peneltian (Suroso et.al, 2014, Damanik, 2007 dan
Dorodjatin, 1990), mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dominan
berhubungan dengan partisipasi, yaitu faktor dalam diri individu, dan faktor yang
di luar individu. Hal ini dipertegas oleh Oppenheim (1966) bahwa keseluruhan
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan, diformulasikan sebagai faktor dalam diri individu atau
karakteristik individu (person inner determinant) dan faktor di luar diri individu
atau faktor lingkungan (environmental factor).
Karakteristik Individu
Reksowardoyo (1983) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah
sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek
kehidupannya di dunia atau lingkungan sendiri. Hal yang sama juga dijelaskan
Rakhmat (2001) faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki
seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya.
Slamet (1994) mengemukakan faktor internal tersebut berasal dari dalam
kelompok masyarakat itu sendiri, di mana individu dan kesatuan kelompok ada di
dalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri
sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan.
Menurut Satriani (2013) persepsi yang dimiliki seseorang berbeda karena
pengaruh beberapa faktor, mulai dari pengalaman, latar belakang lingkungan
tempat tinggal, serta motivasi dan lainnya. Persepsi bepengaruh pada
pembentukan pola pikir dan (mindset) dan sikap petani (Budiman et al, 2012).
Muhyadi (1989) persepsi seseorang dalam menerima informasi
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern
(kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu
dan kepribadian).
2. Stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses,
dan lain-lain.
3. Stimulus di mana pembentukan persepsi itu terjadi, baik tempat, waktu,
suasana (sedih, gembira dan lain-lain).
Menurut Ahmad (2009) persepsi adalah proses aktif timbulnya kesadaran
terhadap obyek yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal individu.
Faktor internal meliputi kebutuhan individu, pengalaman, usia, motif, jenis

11

kelamin, pendidikan dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor eksternal
meliputi lingkungan sosial, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam
masyarakat. Gibson et.al (1985) mengemukakan persepsi mempengaruhi sikap
dan perilaku. Hal tersebut mempengaruhi timbulnya partisipasi. Rogers (1960)
menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi adalah: umur, tingkat
pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, sifat kosmopolitan, dan status
sosial eknomi.
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi dan pertisipasi adalah faktor internal dan faktor eksternal: faktor internal
meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman
berusaha tani kakao, kosmopolitan, luas lahan garapan. Faktor eksternal meliputi:
peluang pasar, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan informasi, dukungan
kelompok tani dan penyuluhan.
Umur
Siagian (1995) mengungkapkan bahwa umur berkaitan dengan
produktivitas kerja, maka dengan umur yang semakin tua produktivitas seseorang
cenderung meningkat. Berdasarkan asumsi bahwa tingkat kedewasaan teknis dan
psikologis seseorang dapat dilihat bahwa semakin tua umur seseorang semakin
terampil dalam melaksanakan tugas, semakin kecil tingkat kesalahannya dalam
melakukan pekerjaannya. Hal itu terjadi karena salah satu faktor kelebihan
manusia dari makhluk lainnya adalah kemampuan belajar dari pengalaman,
terutama pengalaman yang berakhir pada kesalahan.
Padmowiharjo (1994) menjelaskan umur adalah faktor psikologis.
Semakin tinggi umur seseorang semakin menurun kerja otot, hal ini
mempengaruhi kerja indera dan tingkat daya belajar. Slamet (1994) menjelaskan
bahwa ada hubungan antara usia dengan keanggotaan seseorang untuk ikut dalam
suatu kelompok atau organisasi. Selain itu ada beberapa fakta juga yang
mengindikasikan bahwa usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk
berperan serta.
Menurut Muis (2012) umur sangat mempengaruhi kemampuan dan
prestasi kerja petani, baik secara fisik maupun mental. Umur juga turut
mempengaruhi kemampuan seseorang (petani) dalam pengambilan keputusan
berusaha tani, termasuk dalam usaha tani kakao. Berdasarkan uraian-uraian di atas
maka dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan umur petani dengan persepsi
dan partisipasi dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
Pendidikan
Menurut Mardikanto (1993) pendidikan adalah proses timbal balik dari
setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam
semesta. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non
formal. Hal yang sama juga dijelaskan Sutarto (2008) pendidikan formal maupun
non formal akan mempengaruhi cara berpikir yang akan diterapkan pada usahanya
yaitu dalam rasionalisasi usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan
yang ada.
Saharuddin (1987) mengemukakan tingkat pendidikan seseorang
sangat mempengaruhi partisipasinya pada tingkat perencanaan, hal ini
disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik
pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Sejalan dengan itu, Mardikanto
(1993) menjelaskan tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi cara dan

12

pola pikir petani dalam melakukan usaha tani. Soekartawi (1998) yang dikutip
oleh Sukmawati (2013) menjelaskan tingkat pendidikan seseorang ternyata
berkontribusi terhadap tingkat adopsi dan inovasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
petani yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi,
begitupun sebaliknya petani yang berpendidikan rendah agak sulit menerima
inovasi dengan cepat.
Winkel (1987) mengemukakan proses pendidikan sekolah yang dalam
penyelenggaraannya menempuh serangkaian kegiatan terencana dan terorganisir.
Sesuai dengan uraian di atas diduga terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
yang dimiliki petani terhadap persepsi dan partisipasi petani dalam pelaksanaan
rehabilitasi tanaman kakao.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Tjiptoherijanto (1996) menjelaskan jumlah tanggungan keluarga adalah
anggota keluarga (istri, anak dan sanak saudara) yang tinggal bersama dan
menjadi tanggungan keluarga dalam satu rumah tapi belum bekerja. Besar kecil
jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi yang dilakukan
dalam suatu rumah tangga. Soekartawi (1999) mengemukakan jumlah anggota
keluarga mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha tani. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga, maka semakin besar pula beban hidup yang ditanggung
atau harus dipenuhi. Besarnya tanggungan keluarga dengan pendapatan yang
relatif kecil sangat berpengaruh pada tingkat partisipasi kerja pada anggota
keluarga. Hal ini memaksa anggota keluarga yang lain untuk mencari tambahan
pendapatan.
Menurut Sajogyo (1984) besarnya jumlah anggota keluarga relatif lebih
tinggi tingkat kebutuhannya, sehingga diperlukan semua anggota keluarga dalam
mencari nafkah. Berdasarkan pendapat tersebut maka dalam penelitan ini diduga
jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan persepsi dan partisipasi petani
dalam kegiatan rehabilitasi tanaman kakao.
Pengalaman Berusaha tani kakao
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dialami seseorang untuk
mendapatkan pengetahuan, keterampilan, pemahaman tentang suatu kejadian
melalui interaksi dengan lingkungan. Gagne (1977) mengemukakan pengalaman
adalah akumulasi dari proses belajar men