Biologi pembungaan dan keberhasilan reproduksi Zingiber spectabile dan Tapeinochilos ananassae

i

BIOLOGI PEMBUNGAAN DAN
KEBERHASILAN REPRODUKSI
Zingiber spectabile DAN Tapeinochilos ananassae

Oleh:
Megaria
A24061455

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii

BIOLOGI PEMBUNGAAN DAN
KEBERHASILAN REPRODUKSI
Zingiber spectabile DAN Tapeinochilos ananassae


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Megaria
A24061455

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

iii

RINGKASAN
MEGARIA. Biologi Pembungaan dan Keberhasilan Reproduksi Zingiber
spectabile dan Tapeinochilos ananassae. Dibimbing oleh ENDAH RETNO
PALUPI dan DEBORA HERLINA ADRIYANI.
Zingiberaceae merupakan salah satu tanaman hias tropis yang

keindahannya mampu menyaingi tanaman hias sub tropis. Kurangnya informasi
mengenai karakteristik tanaman serta rendahnya keragaman varietas yang
dibudidayakan di Indonesia menjadi kendala dalam pengembangan tanaman
Zingiberaceae, khususnya untuk bunga potong. Informasi biologi dan fenologi
pembungaan terkait dengan viabilitas polen dan masa reseptif stigma serta sistem
perkawinan tanaman sangat diperlukan untuk melakukan persilangan dalam
rangka meningkatkan keragaman dan memperbaiki karakter bunga.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biologi dan fenologi
pembungaan Zingiber spectabile dan Tapeinochilos ananassae serta mempelajari
keberhasilan reproduksi dari penyerbukan alami (terbuka) dan penyerbukan
buatan, yaitu penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang dari Zingiber
spectabile dan Tapeinochilos ananassae. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian
Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl pada Februari
hingga Agustus 2010.
Bunga Z. spectabile mulai mekar pukul 11.00 dan layu pukul 16.00 pada
hari yang sama. Viabilitas polen pada pukul 08.00 masih rendah sekitar 20 %
tetapi meningkat terus dan mencapai sekitar 62 % pada pukul 12.00. Setelah itu
viabilitas polen mulai menurun. Berdasarkan pengamatan sekresi pada permukaan
stigma dan percobaan penyerbukan silang, pukul 10.00-12.00 merupakan waktu
yang paling tepat untuk penyerbukan. Z. spectabile termasuk tanaman partially

self incompatible (ISI=0.92). Penyerbukan terbuka tidak menghasilkan biji diduga
karena rendahnya penyerbukan yang disebabkan oleh terbatasnya serangga
penyerbuk. Jumlah biji yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri dan penyerbukan
silang masing-masing sebesar 24.0±4.5 dan 11.7±6.3 biji/buah.
Kuncup bunga T. ananassae mulai keluar pukul 07.00 dan mekar pada
hari yang sama atau keesokan harinya. Persentase polen yang berkecambah sangat
rendah. Sekresi di permukaan stigma mulai muncul pada pukul 12.00-14.00.
Jumlah biji hasil penyerbukan paling banyak dihasilkan dari penyerbukan pukul
08.00 dengan rata-rata 12.7 biji/buah. Sedangkan penyerbukan pukul 12.00 dan
14.00 tidak menghasilkan biji, sehingga waktu yang tepat untuk penyerbukan
adalah pukul 09.00-11.00.
Persentase pembentukan buah T. ananassae relatif rendah. Penyerbukan
silang menghasilkan jumlah buah rata-rata 13.3 % dengan 7.3 biji/buah.
Penyerbukan sendiri berhasil membentuk 5.5 biji/buah. Berdasarkan data tersebut,
T. ananassae bersifat completely self compatible (ISI=1).

iv

Judul


: BIOLOGI PEMBUNGAAN DAN KEBERHASILAN
REPRODUKSI
Zingiber
spectabile
DAN
Tapeinochilos ananassae

Nama

: MEGARIA

NIM

: A24061455

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II


Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc.

Ir. Debora Herlina Adriyani, MS.

NIP: 19580518 198903 2 002

NIP: 19530408 198102 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP: 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

v


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 1988. Penulis
merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Bapak Tjhen Mie Hian dan Ibu
Tjong Njuk Khiun.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SD
Budi. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan SLTP di SLTP Methodist
Jakarta kemudian menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di
SMAK Methodist Jakarta pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor dan pada tahun 2007 penulis diterima di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Selama menjalankan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis
bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa ‘Persekutuan Mahasiswa Kristen’
(PMK) Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam kegiatan-kegiatan PMK
seperti menjadi sekretaris dalam Retreat Komisi Kesenian PMK IPB pada tahun
2008, sekretaris Festival Seni PMK IPB pada tahun 2008, dan sekretaris Komisi
Kesenian PMK IPB 2008/2009.
Penulis juga cukup aktif dalam kepanitiaan di dalam Departemen, yaitu
sebagai anggota divisi Publikasi dan Dokumentasi dalam kepanitiaan Agricultural

Career Seminar dan sebagai anggota Komisi Disiplin dalam Masa Perkenalan
Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2008.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, anugerah serta pimpinanNya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penelitian mengenai biologi pembungaan dan keberhasilan
reproduksi Zingiber spectabile dan Tapeinochilos ananassae pada penyerbukan
alami dan buatan didasarkan pada kondisi pasar tanaman hias Indonesia saat ini
yang semakin didominasi oleh tanaman hias daerah subtropis. Kekayaan tanaman
hias tropis Indonesia kurang dikenal dan diminati konsumen karena terbatasnya
informasi dan masih sedikitnya teknologi yang dikembangkan untuk perbaikan
tanaman, khususnya pemuliaan tanaman. Penelitian yang dilaksanakan di Balai
Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung ini diharapkan menghasilkan
informasi yang berguna bagi para pemulia untuk mengembangkan tanaman tropis
Indonesia, terutama famili Zingiberaceae.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Seluruh keluarga, mama, papa, Viana, Veronika Dewi, Rini Puspita, Risa yang
selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian
2. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. selaku pembimbing I dan Ir. Debora Herlina
Adriyani, MS. sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
3. Dr. Desta Wirnas, SP. MSi selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang
telah diberikan.
4. Seluruh Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor atas pengajaran dan bimbingannya.
5. Bapak Dr. Budi Winarto atas bimbingannya selama penelitian di Balai
Penelitian Tanaman Hias Segunung
6. Bapak Suyono Sri Suwarno selaku pembimbing lapang yang memberikan
pengarahan selama penelitian di lapangan
7. Seluruh staf Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung atas kesempatan, kerja
sama, dukungan, bantuan, dan kepercayaan yang telah diberikan

vii

8. Teman-teman seperjuangan di BALITHI Segunung; Ester Yentina, Paramyta
Nila Permanasari, dan Hilaria Primapuspita atas bantuan, dukungan, dan doa

selama penelitian
9. Teman-teman AGH 43; Sadewi Maharani, teman satu bimbingan (Andini
Safitri dan Satrio Tunggul Pratomo), dan Nehemia J. A. Sinaga atas dukungan
dan doa yang telah diberikan
10. Teman-teman Wisma Ananda 1: Vera, Novi, Yoan, Yessica, Diamond; Ian
atas support yang diberikan
11. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2011

Penulis

viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x

PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 4
Tanaman Zingiberaceae............................................................................................... 4
Perbanyakan Tanaman ................................................................................................. 6
Deskripsi Tanaman ...................................................................................................... 7
Struktur Bunga .............................................................................................................. 9
Fenologi Pembungaan ............................................................................................... 10
Keberhasilan Reproduksi dan Penyerbukan ........................................................... 11
Perkembangan Buah dan Biji ................................................................................... 12
BAHAN DAN METODE ............................................................................................. 14
Tempat dan Waktu ..................................................................................................... 14
Bahan dan Alat ........................................................................................................... 14
Metode Penelitian ....................................................................................................... 15
Pengamatan ................................................................................................................. 19
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 20
Kondisi Umum ........................................................................................................... 20
Zingiber spectabile ..................................................................................................... 22
Struktur Braktea dan Bunga .................................................................................. 22

Viabilitas Polen....................................................................................................... 26
Masa Reseptif Stigma ............................................................................................ 27
Keberhasilan Reproduksi ...................................................................................... 30
Tapeinochilos ananassae .......................................................................................... 33
Struktur Braktea dan Bunga .................................................................................. 33
Viabilitas Polen....................................................................................................... 36
Masa Reseptif stigma ............................................................................................. 37
Keberhasilan Reproduksi ...................................................................................... 39
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 43

ix

DAFTAR TABEL

No

Halaman
Karakteristik braktea Z. spectabile pada lima fase
perkembangan…………………………………………………..

23

2

Karakteristik bunga Z. spectabile………………………………

25

3

Perubahan pada stigma dan antera Z. spectabile selama bunga
mekar…………………………………………………………...

28

Jumlah biji Z. spectabile yang dihasilkan pada masing-masing
perlakuan waktu penyerbukan silang…………………………

29

Jumlah buah dan biji/buah pada masing-masing tipe
penyerbukan pada Z. spectabile………………………………..

31

Karakteristik braktea T. ananassae pada lima fase
perkembangan………………………………………………….

33

7

Karakteristik bunga T. ananassae……………………………...

35

8

Persentase polen T. ananassae yang berkecambah pada tiap
waktu pengambilan sampel…………………………………….

37

Perubahan stigma dan antera T. ananassae selama bunga
mekar………………………………………………………….

38

Jumlah biji yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan
waktu penyerbukan pada T. ananassae………………………..

38

Jumlah buah dan biji yang terbentuk dari tiap tipe pnyerbukan
pada T. ananassae……………………………………………...

40

1

4

5
6

9
10
11

x

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman

1

Bentuk daun: (a) lancealate (b) ovate………………………..

5

2

(A) T. ananassae (B) Z. spectabile (C) Larutan stok
Brewbaker and Kwack (D) Mikroskop binokuler
(E) Mikroskop Stereo (F) Haemacytometer…………………

15

Pengamatan diameter braktea: (A) Z. spectabile
(B) T. ananassae…………………………………………….

16

Prosedur penghitungan jumlah polen dengan menggunakan
haemacytometer: (A) Struktur bunga (B) Pengamatan
panjang pistil dan antera pada T. ananassae (C)
Haemacytometer yang ditetesi larutan polen (D) Bagianbagian haemacytometer (E) Kotak-kotak untuk menghitung
jumlah sel yang tampak di bawah mikroskop (F) Polen dalam
haemacytometer dilihat dari bawah mikroskop………………

17

Z. spectabile: (A) Lokasi penelitian (B) Hama ulat yang
menyerang (C) Bunga yang terserang (D) Braktea berwarna
kehitam-hitaman akibat kotoran cacing……………………...

21

T. ananassae: (A) Lokasi penelitian (B) Braktea yang
kehitam-hitaman akibat semut dan kutu daun (C) Kutu daun
famili Aphidae……………………………………………….

21

Perkembangan braktea Z. spectabile: (A) Fase pertama (B)
Fase dua (C) Fase tiga (D) Fase empat (E) Fase lima………..

23

Bunga Z. spectabile: (A) Kuncup (B) Mulai mekar
(C) Mekar…………………………………………………….

24

Bunga Z. spectabile: (A) Bagian-bagian bunga (B) Antera
(C) Stigma……………………………………………………

25

10

Polen Z. spectabile yang dikecambahkan dalam media BK…

26

11

Periode viabilitas polen Z. spectabile berdasarkan
perkecambahan……………………………………………….

27

Perkembangan diameter ovarium Z. spectabile setelah
penyerbukan pada tiga tipe penyerbukan…………………….

30

3
4

5

6

7
8
9

12
13

Perkembangan ovarium Z. spectabile setelah penyerbukan
silang: (A) Ovarium membesar (8-10 minggu) (B) Ovarium
mulai pecah (10-11 minggu) (C) Biji sudah masak pada

xi

ketiga lokus…………………………………………………..

32

Perkembangan braktea T. ananassae: (A) Fase pertama (B)
Fase dua (C) Fase tiga (D) Fase empat (E) Fase lima
(F) Braktea abnormal…………………………………………

34

Bunga T. ananassae: (A) Kuncup (B) Mulai mekar
(C) Mekar penuh……………………………………………..

35

Bunga T. ananassae: (A) Struktur bunga (B) Struktur alat
reproduksi……………………………………………………

36

17

Polen T. ananassae dalam media BK………………………..

36

18

Perkembangan diameter ovarium T. ananassae setelah
penyerbukan………………………………………………….

39

(A) Ovarium yang mulai pecah (B) Biji sudah masak
(C) Butiran biji T. ananassae berwarna hitam………………..

40

14

15
16

19

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan tropis Indonesia menyimpan keanekaragaman hayati, termasuk di
dalamnya flora dan fauna. Keanekaragaman tersebut merupakan sumber daya bagi
perekonomian, pariwisata, kesehatan, dan budaya bangsa. Secara alami,
penyebaran keanekaragaman hayati itu tidak merata di setiap wilayah karena
sangat bergantung pada ekosistem wilayahnya.
Indonesia merupakan salah satu daerah tropis yang memiliki ekosistem
berupa flora dan fauna yang tergolong cukup beragam dibandingkan negaranegara lain di dunia. Famili Zingiberaceae, Heliconiaceae, Musaceae, dan
Costaceae adalah sebagian kecil dari beragamnya jenis tanaman tropis yang ada di
Indonesia. Pemanfaatan tanaman-tanaman tersebut sangat beragam mulai dari
pangan, pengobatan, industri, sampai tanaman hias. Keseluruhan manfaat dari
masing-masing tanaman sangat mendukung perekonomian Indonesia dan yang
mulai ditingkatkan saat ini adalah sebagai tanaman hias.
Tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam dunia bisnis saat ini. Jenis tanaman yang banyak diminati
masyarakat saat ini adalah tanaman yang berasal dari negara-negara subtropis
seperti krisan, mawar, gerbera, anyelir, dan tulip. Rendahnya minat konsumen
akan jenis tanaman hias tropis diakibatkan kurangnya pengenalan akan tanaman
hias tersebut, khususnya di Indonesia. Tanaman hias tropis yang ada di Indonesia
memiliki nilai estetika yang mampu menyaingi keindahan tanaman-tanaman
subtropis. Salah satu yang memiliki potensi cukup tinggi untuk dikembangkan
dan keindahan yang unik adalah dari famili Zingiberaceae.
Famili Zingiberaceae yang berbunga merupakan famili terbesar dalam
ordo Zingiberales, terdiri atas sekitar 50 genus dan lebih dari 1300 spesies.
Tanaman aromatik ini dapat tumbuh di daerah lembab baik wilayah tropis
maupun subtropis dengan populasi utama dan penyebaran spesies terpusat di Asia
Selatan dan Tenggara (Branney, 2005). Walaupun dikatakan famili terbesar,
namun jenis-jenis yang dikenal hanya beberapa saja, diantaranya genus Zingiber
(jahe), Curcuma (temulawak), dan Alpinia (lengkuas).

2

Pemanfaatan tanaman dari famili Zingiberaceae ini belum optimal,
sebagian besar digunakan sebagai obat-obatan, kosmetik, dan bumbu masakan
sedangkan bagian bunganya sangat unik dan menarik. Salah satu kendala dalam
budidaya bunga tanaman ini adalah kurangnya lahan untuk pertanaman dan
dibutuhkan waktu yang cukup lama serta kurangnya informasi mengenai
karakteristik dan teknik budidaya tanaman tersebut. Dilihat dari keunikan
bunganya, famili Zingiberaceae memiliki prospek yang cerah dalam bisnis
tanaman hias. Oleh karena itu perlu diupayakan pengembangan jenis/variasi baru
melalui pemuliaan tanaman baik konvensional maupun mutasi.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan varian baru dan
perbaikan varietas adalah dengan pemuliaan tanaman, baik induksi mutasi
ataupun persilangan konvensional (hibridisasi). Namun teknik mutasi kurang
efektif karena khimera (hasil mutasi) tidak dapat diwariskan, sehingga teknik
yang dilakukan adalah persilangan konvensional. Menurut Suharsono (1996),
persilangan antara dua tanaman yang berbeda dapat menghasilkan suatu tanaman
yang mempunyai sifat-sifat baru yang merupakan kombinasi dari kedua tetuanya.
Persilangan ini sangat penting dalam perakitan tanaman hias baik dalam spesies
yang sama maupun antar spesies. Namun kegiatan ini memerlukan waktu yang
relatif lama.
Informasi yang benar mengenai biologi pembungaan, yang mencakup
struktur stamen maupun stigma yang merupakan organ reproduksi tanaman;
fenologi bunga, yaitu peristiwa yang terjadi dalam pembungaan terkait dengan
responnya terhadap kondisi lingkungan sangat diperlukan dalam penyerbukan
tanaman. Informasi ini diperlukan pemulia dalam menentukan waktu persilangan
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti viabilitas polen dan masa
reseptif stigma; serta sistem perkawinan tanaman tersebut.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.

Mempelajari biologi dan fenologi pembungaan Zingiber spectabile dan
Tapeinochilos ananassae.

2.

Mempelajari keberhasilan reproduksi dari penyerbukan alami (terbuka) dan
penyerbukan buatan, yaitu penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang dari
Zingiber spectabile dan Tapeinochilos ananassae.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Zingiberaceae
Famili Zingiberaceae terdiri atas 1300 spesies yang terbagi ke dalam 50
genus. Tanaman ini ditemukan di sepanjang wilayah tropis dan subtropis, dengan
populasi terbesar dan keragaman spesies terpusat di Asia Tenggara dan Selatan
(Branney, 2005). Beberapa tanaman Zingiberaceae seperti buah pelaga (Elettaria
cardamomum), kunyit (Curcuma longa atau C. domestica), jahe (Zingiber
officinale), dan lengkuas (Alpinia galanga) digunakan sebagai bumbu dan
tanaman obat-obatan.
Menurut Simpson (2006), Zingiberaceae merupakan famili besar yang
biasanya diklasifikasikan ke dalam empat suku, yaitu Hedychieae (daun sejajar
dengan rimpang, mahkota bunga menyamping, tidak menyatu dengan labellum),
Zingibereae (stilus mencuat melewati antera dan terbungkus oleh pembungkus
antera), Alpinieae (daun tegak lurus dengan rhizoma, mahkota bunga kecil dan
menyatu dengan labellum), dan Globbeae (filamen memanjang dan melengkung,
ovarium satu lokus).
Semua jahe-jahean tumbuh dari rhizoma tebal yang merupakan batang
bagian bawah yang termodifikasi sebagai cadangan makanan. Bentuk dan ukuran
rhizoma bervariasi antara genus yang satu dan yang lain. Rhizoma memiliki
sejumlah mata tunas yang dorman selama di atas tanah. Akar jahe-jahean muncul
dari rhizoma dan pada beberapa anggota famili Zingiberaceae dihasilkan umbi di
ujung akar tersebut. Umbi ini terletak di bagian tanah yang sangat dalam, terutama
pada genus Siphonochilus dan berperan sebagai sistem penyimpanan makanan
tambahan yang hilang akibat cekaman iklim (Branney, 2005).
Batang yang terlihat pada sebagian besar tanaman Zingiberaceae bukan
batang secara keseluruhan. Sebaliknya, batang tersebut adalah perpanjangan
pelepah dari daun-daun yang tampak. Menurut Branney (2005), bentuk pelepah
yang menghubungkan struktur ini dinamakan pseudostem (batang semu). Batang
yang sebenarnya umumnya sangat pendek.
Daun famili Zingiberaceae umumnya lanceolate, seperti pada Roscoea,
tetapi ada juga yang berbentuk oval (ovate) (Gambar 1) atau hampir lingkaran

5

seperti pada Kaempferia. Sebagian besar daun Zingiberaceae memiliki tulang
daun yang sangat mencolok dan terkadang berbeda warna dengan helaian daun.
Pada spesies Curcuma, semua urat daun timbul dan memberikan efek menarik di
sepanjang permukaan daun. Daun variegata relatif jarang pada famili ini,
meskipun beberapa kultivar memiliki garis daun berwarna putih atau krem.
Sebagian besar tanaman berwarna merah, perunggu atau keperakan, baik pada
batang maupun pada susunan tulang dan urat daun.

(a)

(b)
Gambar 1. Bentuk daun: (a) lanceolate (b) ovate

Sumber: http://www.smccd.net/accounts/leddy/leafshapes.htm

Belum lama ini, Costaceae diklasifikasikan sebagai Costoideae, subfamili
dari Zingiberaceae. Di Asia, Costaceae hanya Costus dan Tapeinochilos (Larsen
et al., 1999). Secara botani, Costaceae dipisahkan dari Zingiberaceae karena tiga
alasan. Pertama, Costaceae memiliki daun yang tersusun spiral di atas batang,
sedangkan pada Zingiberaceae daun tersusun pada batang secara vertical dalam
dua sisi yang berhadapan. Kedua, pada Costaceae semua stamen menyatu dengan
labellum, sedangkan pada Zingiberaceae hanya stamen bagian dalam yang
menyatu dengan labellum. Terakhir, Costaceae tidak memiliki aroma seperti pada
semua tanaman Zingiberaceae (Branney, 2005).

Syarat Tumbuh
Secara umum daerah dengan tipe iklim A, B, dan C menurut klasifikasi
Schmidt dan Fergusson sesuai untuk budidaya tanaman jahe (Zingiber officinale)
(Suratman et al., dalam Januwati, et al., 1992). Faktor iklim seperti curah hujan,
ketinggian tempat, intensitas cahaya, suhu dan lingkungan perakaran cukup
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jahe.

6

Air sangat berperan dalam perkembangan rimpang, apabila kekurangan
air, perkembangan rimpang akan sangat terhambat. Menurut Januwati et al.
(1992) tanaman jahe tumbuh baik pada curah hujan antara 2500-4000 mm/tahun
dan pada curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun tanaman jahe akan tumbuh subur.
Tanaman jahe dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl, namun ketinggian
yang optimum bagi pertumbuhannya adalah 300-900 m dpl.
Cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi melalui proses
fotosintesis dan reaksi fotoperiodisitas. Namun pengaruh intensitas cahaya
terhadap petumbuhan tanaman lebih besar dibanding pengaruh dari perubahan
dalam mutu penyinaran (Januwati et al., 1992)
Kisaran suhu yang memungkinkan pertumbuhan jahe optimum adalah
25-30 ºC. Suhu di atas 35 ºC akan menghanguskan daun, kemudian daun
mongering, sedangkan makin rendah suhu maka umur tanaman akan semakin
panjang. Struktur tanah yang cocok bagi tanaman jahe adalah tanah lempung
berpasir, liat berpasir dan tanah laterit (Suprapti, 2003). Tanaman jahe dapat
tumbuh pada keasaman tanah (pH) 4.3-7.4, tetapi pH optimum untuk jahe adalah
6.8-7.0 (Januwati et al., 1992)

Perbanyakan Tanaman
Famili Zingiberaceae dapat diperbanyak secara generatif maupun
vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu melalui biji jarang dilakukan karena
relatif sulit. Menurut Branney (2005) hanya Roscoea, Cautleya dan spesies
Hedychium pada topografi yang lebih tinggi yang secara teratur memproduksi biji
ketika ditanam pada kondisi outdoor di Inggris. Biji pada kebanyakan spesies
Zingiberaceae memiliki viabilitas rendah dan keberhasilan perkecambahan yang
menurun seiring dengan lamanya penyimpanan.
Semua jahe-jahean tumbuh dari rhizoma di dalam tanah dan sejauh ini
cara terbaik untuk memperbanyak sebagian besar spesies ini, terutama apabila
tanaman yang dibutuhkan hanya sedikit, adalah melalui pemotongan rhizoma.
Rhizoma beberapa genus seperti Boesenbergia, Kaempferia, Roscoea, dan
beberapa genus Curcuma secara natural memisahkan dirinya sendiri. Tanaman
yang tumbuh baik dari genus-genus di atas memproduksi satu rhizoma dengan

7

banyak titik tumbuh yang berkembang menjadi dua atau lebih tanaman baru di
akhir musim pertumbuhan. Tanaman seperti ini dapat dipisahkan kapan saja
selama masa dormansi, selama tidak ada kerusakan pada jaringan dan tidak ada
pemotongan pada permukaan rhizoma.
Perbanyakan melalui stek juga mungkin dilakukan pada famili
Zingiberaceae. Beberapa genus yang pernah dilaporkan dapat diperbanyak dengan
stek adalah pada genus Globba, Hedychium, dan genus Zingiber yang paling
banyak disebut. Bagian yang digunakan adalah batang semu sekitar 15-45 cm atau
keseluruhan panjangnya, tergantung varietas dan yang memiliki satu atau dua
daun (Branney, 2005). Batang semu yang sudah menghasilkan bunga tidak sesuai
untuk digunakan sebagai bahan perbanyakan melalui stek, tetapi apabila batang
semu telah mengeras, ada kemungkinan dapat digunakan.
Beberapa anggota Zingiberaceae secara alami menghasilkan keturunan,
dengan anakan kecil yang terbentuk dari perbungaan (spika), terutama genus
Globba (Branney, 2005). Sebagian besar spesies Globba menghasilkan umbi
dalam jumlah besar pada bagian dasar perbungaan. Alpinia purpurata tropis dan
Hedychium greenii juga memproduksi anakan yang berkembang dari perbungaan
yang memudar (fading inflorescence).
Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk menumbuhkan sel dan jaringan
dalam medium buatan dalam lingkungan aseptik untuk tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman sempurna atau anakan (Armini, 2008). Beberapa tanaman tidak
siap untuk diperbanyak dengan metode ini, tetapi jahe-jahean dapat diperbanyak
melalui metode kultur jaringan. Peningkatan jumlah jahe-jahean merupakan hasil
dari perbanyakan melalui kultur jaringan di beberapa Negara di Eropa, Asia dan
Amerika. Spesies Curcuma, Globba, Hedychium, dan Kaempferia

telah

diperbanyak dengan metode kultur jaringan dalam jumlah yang sangat besar
(Branney, 2005).

Deskripsi Tanaman
Genus Zingiber awalnya diberi nama Zinziber oleh Miller pada tahun
1974. Pengejaannya berkembang sekitar enam tahun kemudian oleh botanis asal
Jerman, Georg Boehmer (Branney, 2005). Zingiber termasuk genus dengan lebih

8

dari 150 spesies, yang berasal dari Asia Selatan dan Tenggara, terutama Thailand
dan Cina Selatan.
Zingiber merupakan tanaman jahe-jahean berukuran sedang, yaitu dengan
tinggi tanaman mulai dari 30–180 cm. Tanaman ini tumbuh tegak dan biasanya
memiliki batang semu tebal yang menopang daun berbentuk lanceolate. Sebagian
besar spesies memiliki periode pembungaan yang singkat dan muncul langsung
dari rhizoma, tidak jauh dari batang semu. Bunganya berbentuk kerucut,
terkadang sangat panjang, terkadang pendek dan tidak cerah. Sebagian besar
spesies memiliki kumpulan braktea yang tersusun erat (kompak), braktea yang
mekar penuh biasanya berwarna kuning, merah atau cokelat kastanye. Braktea ini
umumnya terlihat sangat mencolok dan memiliki masa pajang yang sangat
panjang. Tanaman ini merupakan salah satu spesies yang dibudidayakan terutama
untuk perdagangan bunga potong (Branney, 2005).
Zingiber spectabile diberi nama oleh William Griffith sebagai Zingiber
yang mengesankan (spectabile), tanaman ini juga terkenal sebagai jahe sarang
lebah untuk menggambarkan perbungaannya yang mengagumkan (Branney,
2005). Zingiber spectabile merupakan tanaman asli dari Thailand Selatan,
semenanjung Malaysia, dan Sumatera, yang tumbuh di hutan tropis yang padat
dan ternaungi.
Tanaman ini bisa mencapai tinggi hingga 3 m. Braktea Z. spectabile
berwarna kuning dan coklat keunguan dengan bintik-bintik kuning pada mahkota
bunga sejatinya (www.plant-group.com). Z. spectabile dengan perubahan warna
braktea selama pendewasaan dan masa pajang sekitar dua minggu menjadi alasan
penggunaan bunga ini sebagai bunga potong (Larsen et al., 1999).
Zingiber spectabile tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi.
Selama pertumbuhannya, tanaman ini memerlukan naungan. Penggunaan
naungan paranet yang meneruskan intensitas cahaya 45% sangat baik untuk
pertumbuhannya.
Kelembaban sekitar tanaman perlu dijaga dengan menggunakan mulsa
jerami untuk mengurangi serangan penyakit yang disebabkan Xanthomonas sp.
Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm juga berguna untuk menghindari cipratan
tanah karena air hujan pada waktu musim bunga, dengan demikian bunga akan

9

tetap bersih sampai waktu panen. Untuk persiapan tanam, lahan perlu
digemburkan menggunakan bahan organik, yaitu sekam, kompos, atau pupuk
kandang. Lahan dibuat bedengan dengan lebar 2 m. Jarak antar tanaman
sebaiknya minimal 1 m x 1 m (Adriyani, 2007).
Genus Tapeinochilos terdiri dari 8-10 spesies berasal dari New Guinea,
Australia, dan Indonesia. Beberapa ahli mengklasifikasikan genus ini ke dalam
famili Costaceae. Spika bunga Tapeinochilos umumnya muncul langsung dari
rhizoma. Spesies ornamental lain memiliki braktea yang bervariasi mulai dari
warna merah dan kuning sampai hampir hitam. Jenis ini termasuk tanaman tropis
karena itu relatif jarang dibudidayakan di wilayah Amerika (Llamas, 2003).
Tapeinochilos ananassae atau dikenal dengan nama bunga kasturi
merupakan spesies yang berasal dari Sulawesi. Spesies tanaman dari famili
Costaceae ini memiliki dua kultivar, yaitu kultivar yang mempunyai braktea
berwarna merah darah (Sekar Sauli) dan kultivar yang mempunyai braktea
berwarna merah jingga (Sekar Manise). Tanaman ini termasuk herba perennial
yang mempunyai rimpang non aromatik. Daun tersusun spiral dengan lamina
tunggal, berbentuk lonjong dengan permukaan licin. Daun terkonsentrasi pada
batang bagian atas. Rangkaian bunga berbentuk seperti bunga pinus, terletak
terminal

pada

tunas

atau

terpisah

dari

batang berasal

dari

rhizoma

(Adriyani, 2007). Braktea muncul dari ujung batang dan tunas samping. Warna
braktea merah dengan helaian yang kaku dan keras serta bagian ujung runcing.
Bunga sejati berwarna kuning (Adriyani dan Suwarno, 2002).

Struktur Bunga
Perbungaan pada famili Zingiberaceae dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu secara terminal (muncul dari ujung batang) dan secara radikal (muncul dari
rhizome). Secara terminal, terdapat tangkai yang panjang dengan braktea di
bagian atas. Hal yang paling jarang adalah ketika perbungaan secara terminal dan
radikal muncul pada tanaman yang sama. Fenomena ini dapat dilihat pada
Zingiber puberulum yang tumbuh liar dan Costus “Eskimo Kiss” (Larsen et al.,
1999).

10

Secara umum perbungaan Zingiberaceae dideskripsikan seperti tombak
atau rangkaian. Ketika braktea tumbuh tumpang tindih (overlap), rangkaian bunga
(spika) tampak seperti bunga pinus. Pembentukan braktea biasanya tersusun spiral
ketika berjumlah banyak; kadang-kadang jumlahnya sedikit, individual, dan
berbentuk seperti mangkok (seperti pada Camptandra). Pada beberapa genus
(Curcuma, Etlingera, Zingiber) braktea utamanya besar dan memiliki warna pink,
kuning, jingga, ungu atau putih yang indah. Keistimewaan ini sering
dimanfaatkan untuk tujuan komersial.
Bunga sejati sangat khas dan biseksual. Mulai dari yang kecil sekali
seperti pada genus Globba sampai tipe besar seperti Alpinia. Bunga jahe-jahean
sangat rapuh dan hanya mampu bertahan sebentar saja. Bunga ini memiliki
ovarium yang kurang baik, yang memungkinkan satu lokus dengan ovul pada tiga
plasenta di sepanjang dinding, atau yang lebih sering, 3 lokus dengan plasenta
aksilar.
Kelopak adalah pipa dengan tiga atau kadang dua helaian. Mahkota terdiri
atas sebuah daun mahkota tipis berbentuk pipa dan tiga daun mahkota yang
hampir serupa, di mana daun mahkota bagian atas biasanya sedikit berbeda
bentuknya. Secara sederhana, bunga Zingiberaceae mirip bunga anggrek yang
memiliki bibir atau “labellum”.
Dua benang sari samping akan berubah menjadi struktur seperti mahkota
pada genus Globba dan Hedychium atau menjadi dua lidah kecil pada Alpinia dan
Zingiber. Benang sari fertil memiliki tangkai sari yang bervariasi panjangnya dan
berakhir pada kotak sari, yang pada kebanyakan spesies membuka dengan celah
membujur (Larsen et al., 1999).

Fenologi Pembungaan
Pada umumnya bunga yang mekar merupakan tanda bahwa bunga siap
untuk diserbuk yang ditandai dengan stigma reseptif. Tanda-tanda lain untuk
mengetahui stigma telah reseptif yaitu dengan melihat ada tidaknya papilla, ada
atau tidaknya sekresi pada permukaan stigma atau munculnya aroma bunga.
Sekresi pada stigma biasanya tidak berwarna (transparan) dan mengandung gula,
protein, dan zat organik lain yang diperlukan untuk perkecambahan serbuk sari.

11

Polen yang berhasil berkecambah di atas stigma akan mulai memanjang masuk ke
dalam saluran stilus menuju bakal buah (Darjanto dan Satifah, 1990).
Polen merupakan jaringan hidup yang memiliki umur terbatas kemudian
mati. Polen yang baik adalah polen dari kuncup bunga yang telah dewasa yang
hampir merekah karena pada saat itu ruang sari pada polen tersebut belum pecah
dan terisi penuh dengan polen yang memiliki daya tumbuh yang tinggi. Suhu yang
tinggi dan cekaman lain selama pendewasaan polen dan penyerbukan diduga
memberi pengaruh buruk terhadap biji yang dihasilkan (Mascarenhas and
Altschuler, 1982). Menurut Darjanto dan Satifah (1990), untuk perkecambahan
serbuk sari (polen) umumnya diperlukan suhu berkisar antara 15 ºC sampai 35 ºC.
Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penguapan air sehingga banyak polen
yang akan mengering.
Viabilitas polen yang digunakan akan mempengaruhi viabilitas benih yang
dihasilkan. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur
sehingga akan menghasilkan buah dengan mutu yang baik dan benih dengan
viabilitas yang tinggi (Widiastuti dan Palupi, 2008)).

Keberhasilan Reproduksi dan Penyerbukan
Keberhasilan reproduksi pada tanaman diartikan sebagai jumlah ovul yang
berkembang sempurna menjadi biji yang viabel dan mampu bertahan hidup dalam
batas waktu tertentu. Menurut Wiens et al. (1987) faktor pembatas dari
keberhasilan reproduksi antara lain faktor lingkungan (cuaca, unsur hara,
serangga, serangan hama dan penyakit) dan faktor genetik (gen dan kromosom).
Penyerbukan adalah peristiwa menempelnya serbuk sari di kepala putik
dengan perantara angin, air, serangga, atau hewan lain. Penyerbukan yang berhasil
akan menyebabkan fertilisasi yang disertai pembentukan buah dan biji
(Mangoendidjojo, 2003). Sistem penyerbukan pada Zingiberaceae belum banyak
diteliti. Proses penyerbukan yang diamati pada beberapa spesies dibantu oleh
kupu-kupu dan ngengat.
Sebagian besar keluarga Zingiberaceae menghasilkan bunga, namun
jarang memproduksi buah/biji. Penyebab kegagalan produksi buah dan biji diduga
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya kegagalan penyerbukan akibat

12

terbatasnya

vektor

penyerbukan.

Menurut

Lelivelt

(1993)

keberhasilan

penyerbukan bergantung pada dua genotip pistil dan induk polen serta jarak
genetik antara genotipenya. Faktor waktu penyerbukan dan cuaca juga
mempengaruhi keberhasilan.
Waktu penyerbukan harus ditentukan agar tepat dan tidak terlambat. Baik
putik maupun benang sari harus dalam keadaan segar, sehat dan telah masak.
Pertumbuhan serbuk sari dipengaruhi oleh suhu udara. Menurut Darjanto dan
satifah (1990), cuaca cerah dan udara yang agak lembab merupakan kondisi yang
baik untuk penyerbukan dan pada iklim dingin bunganya tidak cepat layu
sehingga dapat lebih lama diserbuki.

Perkembangan Buah dan Biji
Pembuahan terjadi apabila serbuk sari yang menempel di kepala putik
berkecambah dan membentuk tabung polen. Tabung polen akan terus memanjang
masuk ke dalam stilus menuju ke ovarium dan kantung embrio. Oleh karena itu
tabung polen harus lebih panjang daripada tangkai putik. Dua inti sperma yang
terdapat dalam tabung polen, satu akan melebur dengan inti sel telur membentuk
zigot dan yang lain melebur dengan inti polar dalam kantung embrio membentuk
endosperma. Peleburan dua inti sperma (generatif) dengan satu inti sel telur dan
dua inti polar disebut pembuahan ganda. Zigot yang terbentuk akan berkembang
menjadi embrio, sedangkan endosperma akan menjadi jaringan yang menyediakan
zat makanan untuk pertumbuhan embrio. Sebelum tumbuh menjadi embrio, zigot
akan mengalami fase istirahat selama beberapa waktu sehingga dalam 1-2 minggu
pertama setelah penyerbukan belum dapat diketahui apakah penyerbukan tersebut
gagal atau akan berlangsung dengan pembuahan (Darjanto dan Satifah, 1990).
Bentuk buah pada Zingiberaceae umumnya bulat dengan bakal buah
tenggelam, beruang tiga dengan bakal biji dalam tiap ruangnya. Endosperma
dikelilingi perisperm dan embrio. Biji banyak dan tidak mempunyai endosperma
besar sehingga banyak biji yang tidak dapat berkecambah pada saat ditanam
(Purseglove dan Tjitrosoepomo dalam Yunira, 2009).
Pemanenan buah Zingiber dilakukan serentak ketika sudah terjadi
perubahan warna pada braktea yaitu dari warna kuning/hijau menjadi merah

13

(Zingiber spectabile) atau dari ungu kemerahan menjadi merah pada Zingiber
ottensi dan ketika setiap braktea sudah membuka sehingga bijinya terlihat.
Pemanenan Alpinia dilakukan secara bertahap setelah buah masak yang ditandai
dengan perubahan warna. Pada Alpinia purpurata ‘Jungle King’ buah akan
berubah warna menjadi merah bila sudah masak, sedangkan pada Alpinia
purpurata ‘Jungle Queen’ menjadi merah muda dan kelopak bunga sudah
mengering serta kulit buah sudah mulai keriput (Yunira, 2009). Masing-masing
benih terbungkus oleh arilus berwarna putih. Pemasakan buah terjadi pada umur
≥ 3 bulan setelah penyerbukan. Genus Alpinia dapat berbunga sepanjang musim
namun jarang menghasilkan buah, sedangkan genus Zingiber dapat menghasilkan
buah/biji pada tiap malainya hanya saja spesies ini berbunga pada musim-musim
tertentu, biasanya pada musim hujan, setelah selesai musim hujan tanaman ini
jarang berbunga.
Biji pada anggota famili Zingiberaceae sebaiknya disemai segera sesudah
dipanen. Biji dapat disebar di pot atau tray, tergantung jumlah yang tersedia.
Sebagian besar biji Zingiberaceae memerlukan penyimpanan pada suhu antara
21–24 ºC pada daerah yang lebih dingin untuk keberhasilan perkecambahan
(Branney, 2005).
Menurut Branney (2005), apabila biji akan disimpan, harus di dalam suhu
rendah dan lingkungan yang kering. Sebelum biji yang telah disimpan disemai,
biji sebaiknya direndam dalam air pada suhu ruang selama 24 jam. Viabilitas
benih yang telah disimpan tetap akan turun jika dibandingkan dengan biji yang
segar (baru dipanen) dan perkecambahannya memakan waktu yang lebih lama dan
rentan terhadap spora.

14

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi)
Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian
dilakukan pada Februari - Agustus 2010.
 
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Zingiberaceae
yang sudah berbunga. Tanaman ini merupakan koleksi Balithi yang ditanam pada
tahun 2007. Spesies yang digunakan antara lain Tapeinochilos ananassae
(Gambar 2A) dan Zingiber spectabile (Gambar 2B). Semua tanaman
Zingiberaceae yang digunakan tumbuh baik pada kondisi iklim di ketinggian
1 100 m dpl. Suhu rata-rata siang hari berkisar antara 24–26 ºC dan pada malam
hari berkisar antara 18 – 20 ºC, dengan kelembaban rata-rata 70 - 90 %.
Alat-alat yang digunakan antara lain jangka sorong, penggaris, label, lup,
mikroskop binokuler untuk mengamati jumlah polen, mikroskop stereo untuk
mengamati struktur bunga, pinset, scalpel atau pisau, sungkup plastik untuk
penyerbukan, gelas objek, dan cawan petri untuk pengamatan viabilitas polen.
Media pengecambahan polen adalah ‘Brewbaker and Kwack’ (BK) dengan
komposisi larutan stok (Gambar 2C) sebanyak 100 ml (dilarutkan dengan
aquades) sebagai berikut: H3BO3 100 mg/l, Ca(NO3)2.4H2O 300 mg/l,
MgSO4.7H2O 200 mg/l dan KNO3 100 mg/l (Brewbaker and Kwack, 1964).
Perkecambahan polen diamati di bawah mikroskop binokuler (Gambar 2D),
sedangkan pengamatan struktur bunga dan menghitung ovul menggunakan
mikroskop stereo (Gambar 2E). Haemacytometer digunakan untuk menghitung
jumlah polen (Gambar 2F).

15

A

B

C

D

E

F

Gambar 2. (A) T. ananassae (B) Z. spectabile (C) Larutan stok Brewbaker and
Kwack (D) Mikroskop binokuler (E) Mikroskop stereo
(F) Haemacytometer

Metode Penelitian
1. Struktur braktea dan bunga
Struktur braktea dan bunga yang diamati adalah dari genus Tapeinochilos
dan Zingiber. Pengamatan struktur braktea dimulai pada saat braktea masih
kuncup sampai mekar untuk mengetahui periode pembukaan braktea, dengan 10
sampel untuk masing-masing kultivar. Struktur bunga diamati pada saat bunga
mekar.
Pengamatan struktur braktea meliputi panjang dan diameter braktea
(Gambar 3A, B), panjang dan diameter tangkai braktea, warna braktea, dan
persentase kemekaran braktea. Pengamatan pada braktea dilakukan setiap minggu
sejak braktea kuncup (persentase membuka 10 %) sampai braktea mekar penuh
(80 - 100 %) pada saat tidak ada lagi bunga biologi yang muncul. Setelah braktea
mekar penuh, helaian braktea dihitung dengan cara dilepas satu per satu untuk
memudahkan perhitungan dan menghindari kesalahan karena helaian braktea yang
rapat satu sama lain.

16

A

B

Gambar 3. Pengamatan diameter braktea: (A) Z. spectabile (B) T. ananassae
Pengamatan struktur bunga meliputi panjang bunga, panjang dan lebar
helaian mahkota bunga, panjang dan lebar labellum, warna bunga, panjang pistil
dan kotak polen, jumlah ovul dan jumlah polen. Pengamatan ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik tiap kultivar. Perhitungan jumlah ovul dilakukan di
bawah mikroskop stereo karena ukuran ovul yang sangat kecil, sedangkan
perhitungan jumlah polen dilakukan dengan menggunakan haemacytometer.
Cara penggunaan haemacytometer sebagai berikut: Sampel bunga diambil,
kemudian pistil dan stamen dipisahkan (Gambar 4A). Polen dari kepala sari yang
terdiri dari dua antera (Gambar 4B) dilarutkan dalam aquades. Larutan polen
kemudian diteteskan ke atas coverglass (Gambar 4C) pada haemacytometer,
kemudian ditutup dengan gelas objek (Gambar 4D) dan dihitung di bawah
mikroskop. Jumlah cairan yang terdapat antara coverglass dan alat ini mempunyai
volume tertentu sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga
tertentu. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm² (Gambar 4E).
Pengamatan dilakukan sebanyak 10 ulangan, dimana setiap ulangan dipilih 5
kotak dari 9 kotak besar secara acak. Jumlah polen yang diperoleh dari kelima
kotak tersebut dijumlahkan dan dikali 2000, kemudian dirata-rata dari 10 ulangan.
Jumlah polen pada satu sampel bunga adalah hasil rata-rata dari 10 ulangan
tersebut (Gambar 4F).

17

A

B

C

D

E

F

Gambar 4. Proseddur penghiitungan ju
umlah poleen dengann menggun
nakan
haemaacytometer: (A) Struk
ktur bunga biologi Z.. spectabilee (B)
Pengam
matan panjjang pistil dan antera pada T. ananassaee (C)
Haemaacytometer yang ditettesi larutann polen (D)) Bagian-b
bagian
Haemaacytometer (E) Kotak
k-kotak untuuk menghittung jumlaah sel
yang taampak di baawah mikro
oskop (F) Poolen dalam haemacytom
meter
dilihatt dari bawahh mikroskop
p
2.

Viabilitas poleen
Penggamatan viaabilitas poleen dilakukaan untuk meengetahui pperiode viab
bilitas

polen, yaiitu masa polen
p
viabel sehingga layak diguunakan unttuk penyerb
bukan
dengan persentase
p
keberhasilaan yang memadai.
m
P
Pengujian
viabilitas polen
p
dilakukan setiap jam
m sejak bunnga mekar pada
p
pukul 08.00 sam
mpai pukul 14.00
dengan metode
m
penggecambahann menggun
nakan larutaan Brewbaaker dan Kwack
K
(BK). Poleen dikecam
mbahkan dalaam 10 ml laarutan stok BK
B + 90 mll aquades seelama
satu jam. Masing-maasing waktuu, diambil lima
l
sampel bunga dann diamati dalam
d
tiga bidanng pandangg di bawahh mikrosko
op. Viabilitas dihitungg dengan rumus
r
sebagai beerikut:
Viabilitas polen =
Poolen yang berkecamba
b
ah ditandaii dengan terbentukny
t
ya tabung polen
p
sepanjangg minimal saama dengann diameter polen
p
tersebuut.

18

3. Penentuan masa reseptif
Masa reseptif stigma ditentukan berdasarkan pengamatan morfologi stigma
(adanya sekresi), fleksibilitas stilus dan pengamatan antera serta percobaan
penyerbukan pada waktu yang berbeda-beda sejak bunga mekar mulai pukul
08.00 setiap satu jam sampai pukul 14.00. Penyerbukan dilakukan pada waktu
yang berbeda mulai dari bunga mekar sampai layu agar diperoleh waktu yang
paling tepat. Waktu penyerbukan yang menghasilkan persentase pembentukan
buah dan biji yang paling tinggi menunjukkan masa reseptif stigma. Masingmasing waktu diserbuki lima sampel bunga dengan tiga ulangan sehingga totalnya
adalah 15 bunga tiap waktu penyerbukan.
4. Penyerbukan
Penyerbukan yang dilakukan adalah penyerbukan buatan, yaitu menyerbuki
kepala putik dengan polen dari satu antera dengan menggunakan pinset. Setelah
dilakukan penyerbukan, kepala putik ditutup dengan sungkup agar terlindung dari
kontaminasi oleh serbuk sari yang lain. Percobaan penyerbukan dilakukan dengan
perincian sbb.:
1. Penyerbukan alami (terbuka): bunga dibiarkan terbuka masing-masing
pada lima sampel dengan tiga ulangan.
2. Penyerbukan buatan: penyerbukan yang dilakukan dengan bantuan
manusia, terdiri dari:
a. Penyerbukan sendiri: bunga diemaskulasi kemudian diserbuk
dengan polen dari bunga yang sama, dilakukan masing-masing
pada lima sampel dengan tiga ulangan.
b. Penyerbukan silang: bunga diemaskulasi kemudian diserbuk
dengan polen dari bunga yang berbeda masing-masing pada
lima sampel dengan tiga ulangan.
Zapata dan Arroyo dalam Tangmitcharoen dan Owens (1997) mengungkapkan
bahwa intensitas self incompatibility (Index of self incompatibility) dapat
ditentukan berdasarkan rumus sbb.:
Index of self incompatibility (ISI) =

19

Index of self incompatibility dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori
yaitu:
1. Completely self incompatible (ISI=0)
2. Mostly self incompatible (0