Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu

MODEL PENDUGAAN DEBiT BERDASARKAN DATA CUACA
Dl DAERAH ALfRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU

Oleh:

DIDIK KUSWRDI

PROGRAM PASCASARJANA
iNSTlTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2002

DIdlk Kuswadi. Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah
AIiran Sungal (DAS) Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh Soedodo Hardjoamidjojo
dan M,Yanuar J. Purwanto.

RINGKASAN
Air mempunyai peranan khas dalam ekosistsrn yaitu sebagai zat yang
dibutuhkan oleh setiap rnakluk hidup dan sebagai media angkut. Air terdapat dalam
tiga lokasi, yaitu air di kedalaman tanah, air di permuban tanah, dan air di atas
permukaan tanah. Walaupun kandungan materi air di atmosfer merupakan porsi


yang terkecil, tetapi sangat potensial terhadnp peluang kandungan air di bawah dan
permukaan tanah. Proses pemindahan air antar daerah di dalam dan permukaan
tanah sangat dipengaruhi oleh curah hujan.

Secara ideal suatu luasan tertefitu terutama di daratan memerlukan curah
hujan dengan frekuensi dan kuantitas tertentu. Penyimpangan dari batas nilai
frekuensi dan kuantitas curah hujan dapat menjadi faktor pembatas pada aktivitas
budidaya, bahkan dapat menyebabkan malapetaka seperti banjir dan kekeringan.

Salah satu peluang untuk rnenyelesaikan persoalan banjir adalzh mengetahui
jumlah limpasan permukaan yang disebabkan nleh hujan.
Model tangki atau storage type merupakan satah satu model hidrologi yang
telah banyak digunakan di banyak negara. Ciri ~ t a m a model ini adalah

kesederhanaan strukturnya sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi sesuai

dengan kebutuhan seperti menduga besarnya limpaaan permukaan.
Tujuan penelitian ini adalah pambuatan model pendugaan debit sungai pada '


Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu berdasarkan data cuaca khususnya nilai
temperatur minimum awan yang diperoleh dari citra sensor satelit cuaca d m

kelembaban relatif udara (Relative Humidity) dengan pendekatan menggunakan

model tangki.
Ada dua tahapan dalam pendugaan debit berdasarkan penelitian ini, yaitu
penyusunan model curah hujan dan penyusunar; model debit. Model curah hujan
disusun berdasarkan masukan data cuaca. Data cuaca diperoleh dari citra satelit

cuaca dan stasiun klimatologi. Data yang digunakan datam penyusunan model curah
hujan adalah suhu minimum awan (T) dan kelembaban relatif udara (RH) sebagai
variabel bebas, serta curah hujan sebagai variabel tak bebas. Model curah hujan
dibangun dengan bantr~atlSoftware Eureka. Katibrasi model dilakukan dengan

membandingkan antara curah hujan dcgaan dengan cutah hujan aktual. Hasil
kalibrasi model curah hujan harus menghasilkan nilai koefisien determinasi (R') lebih

dari O,6. Validasi model dilakukan dengan membandingkan nilai curah hujan dugaan
dengan curah hujan aktual berdasarkan masukan data T dan RH yang lain. Hasil

validasi model curah hujan harus menghasilkan nilai curah hujan dugaan mendekati
nilai curah hujan aktual dengan nilai R' lebih dari 0,6.Pendugaan debit dilakukan
dengan menerapkan model tangki. blasukan model tangki berupa curah hujan

harian dan evapotranspirasi aktual harian. Curah hujan harian diperoleh dari
perhitungan menggunakan model curah hujan dengan masukan suhu minimum

awan (T) dan kelernbaban relatif udara (RH). Evapotranspirasi aktual harian
diperoleh dari hasil perkalian antara evapotranspirasi potensial acuan harian dengan
koefisien tanaman pada masing-masing tata guna lahan. Evapotranspirasi potensiai

acuan dihitung menggunakan metoda Penman-Monteith. Keluaran model berupa
debit harian dugaan. Kalibrasi model debit berdasarkan masukan data tahun 1998

dilakukan dengan merubah parameter dalam model tangki hingga diperoleh nilai
debi dugaan mendekati nilai debit aktual. Hasil kalibrasi harus menunjukkan nilai R'
lebih dari 0 , 6 . Vaiidasi model dilakukan dengan menerapkan parameter model tangki
hasil kalibrasi model uniuk rnenghitung debit dengan masukan data curah hujan dan
evapotranspirasi aktual tahun 1999. Hasil validasi model harus menghasilkan nila~
debi dugaan mendekati nilai debit aktual dengan nilai R~ lebih dari 0,6.Jika semua


kondisi di atas tercapai, maka model pendugaan debi berdasarkan data cuaca

dapat diterapkan pada CAS Ciliwung Hulu.
Model curah hujan yang disusun berdasarkan masukan suhu minimum awan
(T) dan kelembaban relatif udara (RH) adalah :

CH = - 18,377 - 0,518 T + 0,255 RH
Model tersebut layak digunakan sebagai masukan model tangki, karena hasil
kalibrasi dan validasi model menunjukkan nilai koefisien determinasi ( R ~ )sebesar
0,72 dan 0,86.
Debit dugaan harian dalam satu tahun yang dihitung menggunakan model

tangki mendekati nilai debit aktual hasil pengarnatan. Kalibrasi model menghasilkar,
nilai koefisien determinasi (R*) sebesar 0,6.Sedangkan validasi model debl
menghasilkan nilai R~ sebesar 0,62 dan 0,65.

SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang betjudul :
"MODEL PENDUGAAN DEBIT BERDASARKAN DATA CUACA Dl DAERAH

ALlRAN SUNGAI ClLlWUNG (DAS) ClLlWUNG HULU"

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 2 Mei 2002

Penulis

Didik Kuswadi
NRP 99301rTEP

MODEL PENDUGAAN DEBIT BERDASARKAN DATA CUACA
D1 DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ClLlWUNG HULU

Oleh :

DlDlK KUSWADI


Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Magister Sains
Pada
Program Studi llmu Keteknikan Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2002

Judul Penelitian

: MODEL PENDUGAAN DEBIT BERDASARKAN DATA
CUACA Dl DAERAH ALlRAN SUNGAI (DAS) ClLtWUNG
HULU

Nama Mahasiswa


: Didik Kuswadi

Nomor Pokok

: 99301

Program Studi

: llmu Keteknikan Pertanian

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

-

Prof.Dr.lr. Sododo Hardwrn~d~o~o.
MSc.
Ketua


5

Ir. M. Yanuar . Purwanto, MS.
A W Q ~

Ketua Program Studi
Iimu Keteknikan Pertanian

Dr.lr. Kudann Born Seminar. MSc

1 7 MAY 232
Lulus Tanggal :8 MARET 2002

Penulis lahir pada tanggal 16 Januari 1969 di Madiun Propinsi Jawa Timur dari
orang tua Bapak Paimin dan Ibu Suratml. Tahun 1981 lulus dari Sekolah Oasar

Negeri Ngepeh Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun, tahun 1984 luIus dari
Sekolah Menengah Pertama Negeri t Caruban Kabupaten Madiun, dan tahun 1987
lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Caruban. Pada tahun 1992 memperoleh


gelar sajana pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penulis bekeja sebagai staf pengajar pada Program Studi Tata Air Pertanian,

Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Bandar Lampung sejak I Februari
1994.

Sejak bulan September 1999 penulia mengikuti pendidikan S2 pada Program
Studi Keteknikan Pertanian Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan
Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPs) Ditjen Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Nasionat.

Penulis Menikah tahun

1998 dengan lis Xlsyah M 8 ? ~ t iSE
, dan telah

dikaruniai seorang putra Moch. Febdansylh Trisnedi.


PRAKATA

Dengan mengucapkan Syukur Alhamdullilah dan berkst rahmat Allah S W
penulis dapat mgnyelesaikan seluruh rangkaian penelitian ini dengan b i k .
Tesis ini menitik-beratkan pada pembuatan model debi yang didasarkan pada

masukan data cuaca (suhu minimum awan dan keiembaban relatif udara) untuk
menduga curah hujan sehingga diharapkan bemanfaat ddalam peringatan dini

terhadap banjir yang terjadi.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan rasa

hormat yang paling tulus kepada:
I.Departemen Pendidikan Nasional dar~Direktur ?ascasajana lnstitut Pertanian

Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menerima Beasiswa
Pendidikan Program Pascasajana (BPPs) Ditjen Pendidikan Tingqi.
2. Prof.Dr.lr. Soedodo Hardjoamidjojo, MSc. (Ketua Komisi) dan Ir. M. Yanuar J.
Puwanto, MS. (Anggota Komisi) yang telah banyak memberikan bimbingan dan
petunjuk serta saran-saran yang sapgat besar manfaatnya, mulai dari persiapan


sampai penulisa laporan.
3. Ayahanda Paimin dan lbunda Suratmi, Bapak msttua Drs.

H. M. Komarudin

Saleh, MSi. dan lbunda mertua Hj. Tiing, SPd., serta adik-adik: Wawang,
Superrnitah, Mariyono, Linda, Asep, Dedi, Nurdin yang senantiasa membantu

dan rnemberi dorongan dan doa.
4. lstri tercinta lis Aisyah Marwati, SE, dan ananda tersayang Moch. Febriansyah
Trisnadi atas segala pengertian, pengorbanan, ketabahan, kesabaran, dan doa

yang tulus selama penulis tugas belajar di IPB.
5. Rekan-rekan mahasiswa program studi lln~uKeteknikan Pertanian PPs IPB,
teman-teman sepejuangan , atas segala dukungan dan kajasamanya.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya alam di kawasan daerah aliran sungai. Akhirnya semoga

Allah SVVT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada klita semua.
Amin.

Bogor, April 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Teks

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................
ix

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................

xii

PENDAHULUAN ..............................................................................

1

t

1 .1. Latar Belakapg .............................................................................
1
1.2. Tujuan Perielitian ........................................................................
I!

2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
2.1.

Dasar Penginderaan Satelit Cuaca ............................................

2.2.

Pembentukan Awan ....................................................................
5

2.2.1. AwanOrografik .......................................................................

4

6

2.2.2. Awan Konveksi ......................................................................... 7

2.3. Pendugaan Curah Hujan ............................................................. 7
2.4. Hubungan Curah Hujan dengan Limpasan (runoff) .................... 9
2.5. Sistem dan Model........................................................................
10
2.6. Perkernbangan Model Pendugaan Rul~off............................... 12

Ill

DESKRlPSl D.4ERAH PENELlTlAN .............................................. 14
3.1.

1V

V

Letak Geografis .....................................................................14
3.2. Bentuk dan Hidrologi DAS .................................................. 14
3.3. lklim ........................................................................................
15
3.4. FisiografiLahan ......................................................................... 17
3.5. Jenis Tanah .................................................................................
18
3.6. Penggunaan Lahan ................................................................19
PELAKSANAAN PENELITIAN ..............................................................
21
4.1. Tempat dan Waktu Penelitjar! ................................................. 21
4.2. Bahan dan Alat Penelitian ........................................................
21
4.3. Prosedur Penelitian ......................................................................
21
4.3.1. PengumpulanData ................................................................
21
4.3.2. Analisis Data .............................................................................
22
HASlL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 34
5.1. Analisis Model Curah Hujan ...................................................... 34
vii

5.2. Evapotranspirasi Aktual ....................................:.....# ....................

................................................................
5.4. Analisis Model Tangki ....................................
.............................
5.4.1. Masukan dan Keluaran Model ..................................................
5.3. Karaktsristik Infiltrasi

5.4.2. Kalibrasi dan Validasi Model ...................................................
5.5. Analisis Aliran Permukaan (Surface RunofflSro).Aliran Bawah
Permukaan (Sub Surface Runoff). d m Aliran Dasar (Baseflow)
5.6. Model Pendugaan debit ............................................................

.

5.6.1 Penyusunan Model Curah Hujan

...........................................

5.6.2. Penyusunan Model Debit ..........................................................

VI

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
6.1. Kesimpulan ................................................................................

6.2. Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul label

Halaman

1.

Luas Masing-masing Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu ..................

14

2.

Keadaan lklim DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan Pengukuran pada
............
Stasiun Klimatologi Citeko ................................
.
.

16

3.

Curah Hujan Rata-rata Butanan pada DAS Ciliwung Hulu ...........

17

4.

Luas dan Kelas Lereng DAS Ciliwung Hulu

5.

Penyebaran Jenis Tanah DAS Ciliwung Hulu

6.

Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu

7.

Nilai Ko&isien Tanaman pada berbagai Tata Guna Lahan ..........

8.

Nilai Koefisien Lubang lnfiltrasi ( 2 ,) dan Lubang Perkolasi (z2) pada
berbagai Tata Guna Lahan .................................................. 40

9.

Nilai Parameter Model Berdasarkan Data Tahun 1998 ...............

..............................

18

......................
.
...

18

..................
......

.......

20
27

43

I 0. Persentase Aliran Permukaan. Aliran Bawah Permu~aan.dan
Aliran Dasar untuk Setiap Tata Guna Lahan ............................. 51

15.

Grafrk Hasil Simulasi Validasi Data Tahun 1999 DAS Ciliwung Hulu
Berdasarkan Masukan Curah Hujan Duyaan ............................... 47

16.

Ptoting Debit Dugaan Berdasarkan Masukan Curah Hujan Dugaan
dengan Debit b,Mual untuk Mengetahui Nilai R
' DAS Ciliwung Hulu
Tahun 1999 .......................................................................... 47

17a. Grafik ABran Pemukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,
dan Totaf Lirnpasan pada Tata Gune Lahan Sawah di DAS Ciliwung
48
Hulu ....................................................................................
17b.

Grafik Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,
dan Total Limpasan pada Tata Guna Lahan Kutan di DAS Ciliwung
Hulu ....................................................................................
49

17c. Grafik Alifan ~ermukaan,Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,
dan Total Limpasan pada Tata Guna Lahan Perkebunan di DAS
Ciliwung Hulu ........................................................................49
17d.

GraRk Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,
dan Total Limpasan pada Tata Gilna Iahan Pertanian Dataran
Tinggi di DAS Ciliwung Hulu ..................................................... 50

17e. Grafik Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,
dan Total Limpasan pada Tata Guna Lahan Pemukimanl
Pekarangan di DAS Ciliwung Hulr~.............................................

50

Nornor

Juduf Lampiran

Halaman

....... . . ... ........,, , . . . .

59

......... ........ ..... ..
.
........... ... ...

60

Tabel Nilai Tinggi Awan, Luas Awan. Suhu Minimum Awan, dan
Kelembaban Udara Ta hun 1998 .................... ... . . . ..... .... . .. . ...

61

Peta Jaringan Stasiun Hujan dengan Poligon Thiessen Daerah
Aliran Sungai Ciliwung Hulu .. ..... . . ..,,............ . . ......

62

5.

Tabel Hasil Parhitungan Evapotranspirasi Potensial Acuan (1998)

63

6.

Tabel Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Potensial Acusn (1999)

64

7.

Hasit Perhitungan Laju lnfiltrasi di OAS Ciliwung Hulu

......... ... ... .

65

8.

Hasil Perfiitungafl Curah Hujan Rata-rata DAS Ciliwung Hulu
Tahun 7998 .... . . .. . ....... ... . . . . . ... ....... ........ ....... ... . . .. . ..............

66

Hasil Perhitungan Curah Hujan Rata-rata DAS Ciliwung Hulu
Tahun f 989 ... ............ ... ...... ........................... ............... ... ..

74

10.

Hasil Perhitungan Curah Hujan Dugaan Tahun 1998 . . . . . . ............

82

11.

Hasil Perhitungan Curah Hujan Dugaan Tahun 1999 ....... . . .. . ... ...

90

12.

Hasil Perhitungan Debit dengan Model Tangki pada DAS Ciliwung
Hulu Tahun 1998 .... . . . . . . . . ....... ... . . ............. . .. . . ... ....... ... . .. . . . . . .

98

Hasil Perhitungan Debit dengan Model Tangki pada DAS Ciliwung
Hulu Tahun 1998 . . . .. . .......... ... . . .. . .......... . .. . . .......... . .. , . . . . ... ....

106

1

Peta Tata Guna Lahan DAS Ciliwung Hulu

2.

Sfruktur Program Model Tangki

3.
4.

9.

13.

.

.

I.

1-1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang termasuk drrlam kategori

dapat dipulihkan (renewable). Oalam ekosistern, air mempunyai peranan yang khas

yaitu merupakan rat yang dibutuhkan oleh setiap makluk hidup dan sebagai media
angkut. Air mernpunyai mobilitas yang tinggi dalam biosfer. Peredaran air di dalam
biosfer biasa dikenal' dengan daur hidralogi.
Air terdapat dalam tiga lokasi yaitu air di kedalaman tanah, air di permukaan

tanah dan air di atas permukaan tanah yaag berupa uap air dan awan. Proses
pemindahan air antar daerah di dalam tanah terutama di dekat permukaan tanah
sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Secara umum, untuk daerah tertentu selalu

terjadi p,oses kesetirnbangan antara curah hujan dan himpunan materi air berupa
debi, evapotranspirasi, penarnbahan air di daiam tanah dan kebasahan tanah

(Sosrodarsono dan Takeda, 1980). Curah hujan dan evapotranspirasi adala h dua

proses yang terkait penuh di dalam proses cuaca yang dari waktu ke waktu hampir
selalu beriring dengan distribusi energi. Walaupun kandungan materi air di atmosfer
merupakan porsi yang terkecil, tetapi sangat potensial terhadap peluang kandungan

air di bawah dan perrnukaan tanah. Secara ideal suatu luasan dasrah tertentu
terutama di daralan memerlukar~ wrah hujan dengan frekuensi dan kuantitas

tertentu. Penyimpangan dari batas nilai frekuensi dan kusntitas curah hujan dapat

menjadi faMor pembatas pada aktivitas budidaa, bahkan dapat menyebabkan
malapetaka seperti banjir dan kekeringan.

2
Splah satu peluang untuk menyelesaikan persoatan banjir adalah mengetahui

jumlah limpasan permukaan yang disebabkan oleh hujan. Peringatan dini terhadap
banjir akan lebih

efektif apabita dapat diketahui potensi awan yang akan menjadi

hujan, karena akfivitas awan penumbuh hujan (awan hujan) dapat menentukan
kondisi curah hujan atau debit debi air sungai pada daerah tertentu secara tidak
langsung. Peluang awan hujan drtentukan oleh kondisi cuac,a dan kondls~daerah
sekiarnya yang potensial berperan serta membentuk awan hujan. Dari tinjauan

cuaca, peluang awan hujan ditentukan oleh: (1) nilai labilitas udara, (2) kandungan
uap air di udara, dan (3) interaksi antara udara daerah tersebut dengan udara
sekitarnya. Dengan pengamatan awan dan kemudian dihubungkan dengan limpasan
(debi) sungai yang mungkin terjadi merupakan cara yang paling baik untuk
melaksanakan peringatan dinilmitigasi terhadap banjir.
Pembentukan awan hujan dan badai guntur merupakan citra dari distribusi

energi pada permukaan bumi dan atmosfer dalam usaha menuju kesetimbangan
energi. Sebagian citra kesetimbangan tersebut dapat dideteksi oleh satelit cuaca

menggunakan berbagai sensor dengan gslombang elektromagnetik tertentu untuk
memantau energi pancaran dari permukaan burni dan atmosfer ke antariksa. Sistem
penginderaan sensor tersebut dikenal sebagai penginderaan jauh (remote sensing)

yang sudah menjzdi andalan yang praktis, efektif dan efisien karena cukup akurat
dengan coverage yang luas serta kontinyu dalarn ruang (Werbowetzki, 1981).

1.2.

Tujuan Penelincian

Tujuan peneiitian ini adalah pembuatan model pendugaan debit sungai pada

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu berdasarkan data cuaca khususnya ni!ai

3
temperatur minimum awan yang diperoleh dad citra sensor satelit cuaca dan
kelembaban udara relatif (Relative Humidity) dengan pendekatan menggunakan
Model Tangki.

II.

2.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Pengindsraan Satelit Cuaca
Pengukuran besaran parameter cuaca oloh satelit cuaca dilakukan dengan

mendeteksi energi

gelombang elektromagnetik yang

berasal dari

obyek

penginderaannya yaitu atmosfer dan pemukaan burni. Penginderaan dilakukan oleh
sistem pengindera ,(sensor) tanpa melakukan sentuhan langsung ke obyek.

Umumnya satelit cuaca membawa beberapa sensor yang tanggap terhadap
beberapa parameter cuaca tertentu. Tiap jenis sensor memiliki kemampuan dan
perilaku pra-proses tertsntu terhadap obyek pendeteksiannya (Anderson,1974).
Usaha mengenali dan mengukur nilai parameter cuaca dengan penginderaan

jauh dapat dilakukan karena sifat parameter cuaca terlentu memiliki pancaran
gelombang elektromagnetik pada kisaran tertentu. Proses pemantauan pada sensor
ditantukan oleh kisaran panjang gelombang dan karakteristik meteri yang berada di
atmosfer yang tercermin dalam bentuk suhu, tekanan udara, kandungan uap air,
awan dan gerakan udara serta endapan, aerosol dan polusi. Semua parameter ini
terlibat dalam proses ilsis tanggap energi, seperti penyerapan, emisi, hamburan,

refleksi dan refraksi (Werbgwetzki, 198 1).
Salah satu satelit cuaca yang dikalola oleh National Ocean and Atmospheric
Administration adalah NOAA. Orbit dari satelit NOAA adalah selaras dengan

matahari dan b~rad8 dekat kutub dengan ketinggian 1450 km, sehingga
memungkinkan urltck menghasitkan liputan yang lebih luas pada tiap citra (Schwalb,
I982).

5
Satelit NOAA membawa instrumen radiometer beresdlusi sangat tinggi dengan

dua saluran, merupakan instrumen penyiam yang merekam pada bagian saluran
merah (0,6 p m

- 0,7pm) dan infra merah termal (10,5 pm - 1 2 3 pm). Citra infra

merah NOAA memperagakan kemampakan dingin pada rona putih dan kenampakan

hangat dengan rona hitam. Penampakan w a n berwarna putih karena lebih dingin
dari pemukaan sehingga memudahkan untuk menginterpretasikan cuaca. Satelit
NOAA menyajikan liputan harian untuk spektrum tampak dan dua kali sehari untuk
inframerah temal (Warbowetzki,l981).

2.2.

Pembentukan Awan
Proses pembentukan awan, dari udara yang mengalami pendinginan dan

penurunan tekanan dengan ketinggian dapat tejadi pada berbagai proses yang

berasal dari permukaa,i (Baker, 1974). Permukaan menjadi sangat penting dan
berpengaruh terhadap jenis maupun proses pembentukan awan, dan berperan
terhadap kejadian hujan. Awan diklasifikasikan menurut metode pembentukan dan

ketinggian dasar awan (Hoobs and Deepek,1961).
Dasar pembentukan awan adalah peluang terkumpulnya titik-titik air akibat
proses pengembunan' uap air di lapisan udara tertentu. Untuk jenis awan yang
potensial menghasilkan hujan perlu ukuran titik-titik air memenuhi syarat tertentu
sehingga dapat jatu h sampai permukaan bumi (Simpson and Dennis,1972). Proses

pembentukan titik air ukuran besar tertentu yang berpeluang hujzn merupakan

proses bedanjut antara kandungan uap air di udara lokal dan interaksi konstruktif
dengan udara dari sirkulasi umurn. Kondisi udara lokal ditentukan oleh tanggap

energi dari permukaan bumi. Sirkulasi udara umum ditentukan oleh distribusi pola

tekanan dari sel tekaitan tinggi menuju sel tekanan rendah secara horizontal.

tnteraksi udara lokal dan udara sirkulasi umum menentukan tingkat labilitas udara,
seperti: labil, netral, dart stabil. Pelnbentukan awan yang potensial menghasilkan

hujan ada pada profil vertikal udara labil yang cukup tebal dan dukungan kandungan
uap air yang cukup tinggi, sehingga terjadi proses gerakan udara ke atas dan

pengembunan sampai lapisan yang cukup tinggi, Tingkat kelabilan tingkat udara dan
ketembabannya menentukan peluang pcngsmbunan uap air atau kstebalan awa11

yang akan terkntuk (Anderson, 1974).
Batasan mengenai suhu dasar awan (levd kondensasi) akan beheda antara
tempat yang satu dengan tempat yang lain. Hal ini dipangaruhi oleh korldisi topografi

dan kandungan uap air pada suatu tempat. Pada umumnya udara akan

terkondensasi pada suhu O°C,khususnya awan yang didominasi oleh air (Hoobs
dan Deepak, 1981).

Wilayah lndonesia dengan kandisi suhu dan kelembaban yang tinggi, maka

udara dapat terkondensasi dengan suhu yang lebih tinggi. Proses yang
mendominasi kejadian hujan di Indonesia dipengaruhi oleh pembentukan awan
secara konveksi dan orograf~.Hal ini berkaitan dengan posisi lintang dan bujur

Indonesia yang berada di kawasan tropis, dan topografi yang brupa pegunungan.
2.2.1. Awan Orografik

Proses ini diawali dengan udsra lernbab yang dipaksa naik oleh hambatan,
seperti bukit atau pegunungan hingga level tertentu. Udara lembab tersebut akan
terkondensasi setelah melalui paras kondensasi. Pada bagian iereng hadap angin
(winwerb), curah hujan akan banyak terjadi, sehingga daerah tersebut merupakan

dasrah basah. Sedangkan daerah belakang angin akan menjadi daerah yang relatif

Persamaan di atas dapat dijadikan dalam bentuk regresi untuk perioda dan

daerah tertentu sebagai berikut:

keterangan:
: ditentukan dari faktor lain
g
81
: koefisien
fI
: peubah betus

Oari dua persamaan di atas ternyata faktor lain sebagai bagian yang ikut
berperan dalam hubungan tersebut pedu diperkirakan dari unsur-unsur yang cukup

handal terlibat dalam parubahan nilai kecerahati a w n dan suhu. Birzarri (1986)
menyatakan bahwa akumulasi curah hujan pada perioda dan luasan tertentu
dimmuskan sebagai berikut:

keterangan:
R
: curah hujan
: luas daerah yang tertutup awan
C
h
: ketinggian dari awan yang menutupi daerah tersebut
i
: perioda waktu

Suroso (1990) telah metakukan analisis antara curah

hujan dengan data

terkait dari stasiun-stasiun pengamatan hujan di Jawa Barat yang k r u p hirnpunan

data: kanal cahaya tampak darr infra n~erahdari NOAA-10 dan NOAA-9, dan kondisi

lokal yang dianggap ikut berperan terhadap pemhntukan awan dar~hujan berupa:
garis lintang, ketinggian dari muka laut, kedudukan niatahari dan faktor musirnan.

Salah satu hasil analisis berupa model curah hujan harian di lokasi panelitian yang
menunjukkan hubungan positif antara curah hujan dengan seluruh peubah penduga

dengan nilai koefisien determinasi ( R ~lebih
) dari 80%. Sedangkan menurut Widodo
(1998) nilai koefisien korelasi hubungan curah hujan dengan suhu puncak awan di

Kabupaten Bandung dan sekitarnya sebesar 84,5% dan koefisien determinasi

sebesar 7.13%yang berarti pengaruh variabef suhu puncak w a n sebagai variabel

tak tergantung terhadap penrbahan nilai variabl curah hujannya sebagai variabel
tergantung sebesar 71,5%, sedangkan sisanya (28,5%) dipengaruhi oleh variabel

lain.
2.4.

Hubungan Curah Hujan dsngan Llrnpasan (runoff)
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

hidrologi, karena jurnlah kedalaman hujan (minfall depth) ini yang dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran

antara (intefiow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater

flow) (Sri Harto, 1993). Chow (1 964) dalam O'Donnel (1 973) menggambarkan
proses pengatiran air

pada

suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) seperti pada

Gambar 1.

(

Evapotnnspirasi

-

Curah Hujan

Total Runoff
Perkolasi

Simpanan Air Tanah
Gambar I. Sistem Aliran Sungai (O'DonneI, 1973)
Sebagian air hujan yang jatuh akan ditangkap oleh tajuk tanaman berupa intersepsi.
Air yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan menjadi aliran permukaan dan

sebagian lainnya meresap ke dalan~tsnah melalui proses infilirasi. Dari proses
infiltrasi, sebagian akan menjadi aliran bawah permukaan dan sebagian lagi a kan

masuk terus ke lapisan tanah yang lebih dalam melalui proses perkolasi. Dari aliran
bawah bemukaan, sebagian akan mengalir langsung (prompt subsurface flow) dan

sebagian layi akan mengalir tertunda (delayed subsurface flow).
Aliran permukaan bersama-sama dengan aliran bawah perrnukaan yang
mengalir langsung serta hujan yang jatuh langsung di atas permukaan sungai

(channel precipitation) membentuk limpasan langsung (diect runoff). Sementara itu

air yang masuk melalui proses perkolasi akan menjadi aliran air bumi (groundwater
flow). Aliran air bumi bersama-sama dengan aliran bawah permukaan tertunda yang

tidak masuk ke saluran bergabuny menjadi ahan dasar (base flow). Akhirnya aliran
dasar dan limpasan langsung bersatu menuju sungai.

2.5.

Sistem dan Model
Sistem adalah susunan kornponen-komponen fisik yang berhubungan

sedemikian rupa sehingga membentuk dan bertindak sebagai suatu kesatuan

secara keseluruhan (Distefano, Stebberud, dan Williamt,, 1985). Sedangkan
menurut Menetsch dan Park (1976), model adalah suatu perangkat elemen-elemen
yang saling berhubi~ny~n
yang diorganisir untuk mencapai satu tujuan atau
beberapa tujuan.
Menetsch dan Park (1976) menyatakan bahwa unsur-unsur penyusun sistern
terdiri dari tiga kelcrmpok utama, yaitu: rnasukan, proses, dan keluaran. Setiap
kelompok akan meliputi berbagai elemen-elemen penyusun yang saling bergantung

satu sama lain. Dengan dernikian maka sistem dapat marupakan suatu rangkaian
proses sebab akibat yang rumit.

Model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata (real world

system) yang mempunyai kelakuan seperti sistem dunia nyata dalam ha!-hal
tertentu. Suatu model yang baik akan menggambarkan dengan baik s e m u a aspek

yang penting dari kelakuan dunia nyata dalam masalah-masalah tertentu (Menetsch
dan Park, 1976).
Keuntungan dari model adalah lebih sederhana jika dibandingkan dengan
keadaan sebenarnya dan model masih dapat digunakan untuk menduga dan
menerangkan fenomena-fenomena dengan akurat. Jika terdapat ketidak-sesuaian

antara model dergan sistem yang sebenamya. maka model masih mungkin untuk
disesuaikan (De 'flit, 1982).

Model banyak menggunakan variabel dan parameter baik sebagai suatu

masukan maupun sebagai suatu keluaran.

Menurut Clarke (1973) di dalam Sri

Harto (1993) parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang
memifiki nilai tetap tidak tergantung waktu, sedangkan variabel adalah besaran yang

menandai suatu sistem yang dapat diukur dan memiliki nilai berbeda pada wa!:tu

berbeda.
Salall satu parameter hasil yang didapat atau model keluaran dapat

diklasifikasikan atas stokastik atau dcterministik. Stokastik model apabila variabel di
dalam model matematik sebagai variabel acak yang memiliki peluans penyebaran,
sedangkan jika seluruli variabel bebas atau lepas dari variasi acak disebut model
deterrninistik. Black box system atau white box system terrnasuk ke kriteria

klasifikasi pendekatan dan model pemecahan yang dibedakan atas hubungan

horizontal

atau hubungan vertikal.

Black box system

yaitu dengan sistem

12
mengubah input ke dalam output sedangkan pendekatan white box system diindikasi
hubungan vertikal yang dikaitkan der~ganhukum flsika dan dibuat dengan sintesis ke

dalam operasi sistem (Haan et al, 1982).
2.6.

Perkembangan Model Pendugaan Runoff

Dalam penyusunan suatu model hidrologi, titik analisis dipusatkan pada proses
pengalihragaman (transformasi) hujan rnenjadi debit (total limpasan) melalui sistzrn
DAS. Banyak model yang telah dikembangkan untuk menentukan besarnya total

-

limpasan menggunakan data hujan (rainfall run off model) seperti SSARR lrllodel
(19581, Stanford Model Series (1959-1966), Dawdy and O'Donnet Model ( t965),

Kozak Model (1968), Mero Model (1969), USDHI, Model (1970) dan berbagai model
yang lain yang sebagian besar umumnya sulii diterapkan karena banyaknya input

(masukan) parameter yang diperlukan.
Sebuah tangki dengan saluran pengeluaran disisi mewakili limpasan, saluran
pengeluaran bawah mewakili infiltrasi, dan koniponen simpanan dapat mewakili

proses limpasan didalam suatu atau sebagian daerah eiiran sungai. Beberapa tangki
serupa yang pararel dapat mewakili suatu daerah aliran sungai

yang besar

(Linsey et.al, 1982).

Struktur model tangki cowk dianalogikan sebagai bentuk slruktur air bawah
permukaan yang dapat menunjukkan beberapa komponen dari debit sungaiflotal
limpasan

(Sugawara,

1961).

Banyak

penelitian teiah

dilakukan

dengan

menggunakan model tangki. Selain oleh Sugawara sendiri sebagai penemunya yang

menganalisa limpasan pada beberapa sungai di Jepang (1961) dan berhasil dengan
baik, model tangki juga digunakan luas pada berbagai DAS, seperti DAS Ciliwung,

DAS Cidanau.

Yoshida et.al. (1998) rnelakukan analisis drainase dengan model penelusuran
banjir di DAS Ciliwung. Cheam Sar (2000) mdakukan analisis hubungan rainfallrunof dengan menggunakan model tangki di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian Cheam

Sar (2000) menghasilkan kesimpulan bahwa dobit yang dihitung dengan model
iangki mendekati debit aktual dengan nilai koefisien determinasi ( R ~sebesar
)
0.67.

Sutoyo (I
999) menggunakan model tangki untuk menduga debit sungai
bsrdasarkan hujan pada DAS Cidanau. qarmailis (2001) rnelakukan analisis

pengaruh pengelolaan lahan berdasarltan ketersediaan air dengan menggunakar;
model tangki. Hasil dari penelitian Harmailis (2001) menyatakan bahwa
memperbanyak tata guna lahan hutan merupakan tindakan yang efektif untuk
meningkatkan ketersediaan air. Heryansyah (2001) rnenerapkan model tangki pada
aliran limpasan dan kualitas air untuk manajemen tata guna lahan.

111. DESKRlPSl DAEUAH PENELITIAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6D02'-6"55'

Lintang Selatan, dan pada posisi 106°3S'-10700' Sujur Timur seFta berada pada

ketinggian 333-3.002 m di atas pemukaan laut. Secara administratif, DAS Ciliwun~:

Hulu terletak dt Wilayah 50g0r yaitu Kewrnatan Cisarua, Ciawi, Cipayung,
Megamendung, .dan Kedung Halang. DAS Ciliwung Hulu dikelilingi olch Sub DAS
Cisadane di sebelah Selatan dan Barat, Sub EAS Cibeet di sebelah Utara, DAS

Citarum di sebelah Timur, dan berhulu di sebelah selatan yaitu berada di gunung

Gede-Pangrango (desa Telaga).
Bentuk dan Hidrologi DAS

3.2.

DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (I)
Sub DAS Tugu, ( 2 )
Sub DAS Cisarua, (3) Sub DAS Cibogo, (4) Sub DAS Cisukabirus, ( 5 ) Sub DAS
Ciesek, (6) Sub DAS Ciseuseupan, dan (7) Sub DAS Katulampa. Luas DAS
Ciliwung Hulu secara keseluruhan adalah 14.964 ha dan luas masing masing Sub
DAS dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel I.Luas Masing-masing Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu

?

No
1

2
3
4
5

6
7
.Jumlah

Sub DAS
Sub OAS Tugu
Sub DAS ~ i s a r u a
Sub DAS Cibogo
Sun DAS Cisukabirus
Sub DAS Ciesek
Sub DAS Ciseuseupan
Sub DAS Katulampa

Luas

Ha
5.028
1.843
2.429
2.453
1.120
596
14.964

%

1

33,60
10117

1

12.32
1623
16,39

13,80
7,49
100

Sumber : Hasil Perhitungan dari Peta Rupabumi 1999, skala 1:25.000 (Irianto, 2000)

Sungsi Ciliwung berawal dari desa Tugu melalui wilayah Bogor, Depok,
Jakarta dan berrnuara di Jeluk Jakarta. Panjang sungai Ciliwung dari hulu sampai di
SPAS Katulampa adalah f6,5 krn dengan kerniringafl rata-rata 13,5%. Ketinggian

sungai Ciliwung di hulu 2908 dpl dan di Katutampa sebesar 350 dpl.
Bentuk DAS Ciliwung Hulu secara keselunrhan menyerupai kipas dengan
anak-anak sungai n~engalirke sungai utarna dari bagian kiri dan kanan. Bentuk
topografi DAS Ciliwung Hulu umumnya kasar-sangat kasar, bentuk lereng terjal-

sangat terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Anak-anak
sungai pada DAS Ciliwung Hulu mengalir terkonsentrasi ke satu titik di sekitar
Katulampa dengan bentuk outlet menyerupai leher botol terdiri atas:

a. Sub DAS Tugu: dengan anak sungai Cilember, Cimandala, Cimegamendung,
Cikoneng, Cicambana, Citameang, Cisampay;

b. Sub DAS Cisarua: dengan anak sungai Citeko, Cisarua, Cijulung;
c. Sub DAS Cibogo;

d.

Sub DAS Cisukabirus;

e. Sub DAS Ciesek: dengan anak sungai Cinangka, Cirangrang, Ciyuntur, Ciesek,
Cipaseban;
f.

Sub DAS Cissuseupan: dengan anak sungai Cigadog, Cijambe, Ciseuseupan;

g. Sub DAS Katulampa.

Kondisi iklim DAS Ciliwung diperoleh berdasarkan pengamatan data

klimatologi di Stasiun Meteorologi Citeko. Hasil perhitungan data klimatologi tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2 .

Tabel 2. Keadaan lklirn DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan 'Pengukuran pada Stasiun
Klimatologi Citeko

No

1

2

'"Ian

Januari
Februari

Maks
"C
24,5
23,8

Suhu
Min

Rata-rata
RH
LPM

20,2

Rerata
"C
22,4

18,3

21,l

"C

3

Maret

25,8

4

April

26,O

18,3
19,l

22,l
22,6

5
6

Mei
Juni
Juli
Agustus
September

22,l
22,O

7
8

9
10
11

.I2

Oktober
Nopember
Desember

26,2

18,O

25,8

18,l

256

17,8
17,5

26,3
26,9
25,8
25,4

26,3

17,7
18,l
18,2
17,9

22,l

€To

q(

O
h

Knot

mm

84,7

32,7

83,O
840

28,3

3,7
42

33
3,4

860
82,O

47,3
59,O
44,O

42
4,1

3,6
3,5
3,6
3,3

81,3

21-7
21,9
22,3
22.0
21,8

KA

82,7
76,7
77,7
84,3
863
80,3

36,O

44,7
74,7

44,3
45,3
28,O

39,3

32
3,7
4,9
3,6

33
3,8
3,1
4,8

33
4-3
42

38
32

4,1

Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
Pada Tabel 2 terlihat bahwa suhu udara rnaupun kelembaban nisbi udara tidak
mengalami fluktuasi yang besar sepanjang tahun. Suhu rata-rata bulanan tertinggi

terjadi pada bulan April yaitu 22,6OC, sedangkan suhu rata-rata bulanan terendah
terjadi pada bulan Febcuari dan Desember yaitu sebesar 21 ,l°C. Suhu maksimum

bulanan sebesar 26,g°C terjadi pada bulan Septam ber dan suhu minimum bulanan
sebesar 17,5OC tejadi pada bulan Agustus. Kelembaban nisbi udara rata-rata
bulanan tertinggi terjadi pada bulan Nopember sebesar 86,3%, sedangkan

kelernbaban nisbi udara rata-rata bulanan terendah tejadi pada bulan September

sebsir 77 7% Kxecs!ar a-zi7

seksar

4 3 krlcl sedar,;45%). DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng yang agak terjal sampai terjal

sebesar 54,68%, dan pada bagian selatan didominasi oleh kelerengan >40%.

Wilayah ini diDentuk oleh beberapa pegcnungan antara lain G.Gede-Pangrango, G.
Mandalawangi, G. Kencong. Distribusi kelas kemiringan lahan pada DAS Ciliwung
Hulu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas dan Ketas Lereng DAS Ciliwung Hulu.

--

-.- .---- - - - 2.494;00

> 45

.Jumlah

16P

-.

1oo,oo--.

14.964,OO

1

- .-

.

Sumber : Hasil Perhitungan dari Peta Rupabumi 1999, skala 1 :25.000
(trianto, 2000)

3.5.

Jenis Tanah
Berdasarkan peta lembar Bogor (4986) dan lembar Jakarta dan Kepulauan

Setibu (19921, geologi pada DAS Ciliwung Hulu didorninasi oleh endapan vulkanik
dsri Gunung Gede-Pangrango. Sebaran jenis tanah secara lengkap dapat dilihat
\

pada Tabel 5.
Jenis tanah yang ada di wiiayah DAS Ciliwung Hulu merupakan hasil

perombakan dari bahan induk tufa vulkanik. Jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu
didominasi oleh jenis tanah Asosiasi Typic Hapludonds-Typic Troposammens dan

Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts yaitu sebesar 43,64'/0 dari seluruh

luas DAS.
Tabel 5 . Penyebaran Jenis Tanah DAS Ciliwung Hulu.
Jenis Tanah

tuasan
Ha

%
Kompleks Typic Troporthens-Typic Fluvaquents
282,OO
1,88
Typic Hapludents
1.641,OG
10,97
Typic Dystropepts
1.879,OO
12,56
Typic Humitropepts
245,OO
1.64
Typic Eutropepts
2.206,OO
14,74
Typic Hapludonds
2.154,OO
14,39
Typic Troposammens
27,OO
Asosiasi Typic Hapludonds-Typic Troposammens
3.680,QO
24,59
Asosiasi Andic Humttropepts-Typic Dystropepts
2.850,OO
Jumlah
14.964,OO
100,OO
Sumber : 1. Peta Tanah Semi Detail DAS Ciliwung Hulu, Puslitanak (1992)

2. ?eta Tanah Semi Detail Bogor-Depok, LPT (1979)

3.8.

Penggunaan Lahan
Secara umum pola penggunaan lahan di daerah ini dipengaruhi oleh jenis

tanah, kemiringan lahan, status kepemilikan tanah, dan faktor lingkungan lainnya.
Berdasarkan Peta Tataguna Lahan hasil perhitungan dari Citra Digital dan Landsat,

secara umum penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu dikelornpokkan menjadi
lima ( 5 ) jenis, yaitu (1) Sawah, (2) hutan, (3) Perkebunan, (4) Pertanian Dataran

Tinggi, dan (5) PernukimanlPekarangan.
Pola ~ e n ~ ~ i r n alahan
a n pada DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh pertanian
dan pekebunan yaitu seluas 60,599'0, sedangkan luas kawasan hutan sebesar
35,48% dari seluruh luas DAS. Tataguna lahan DAS Ciliwung Hulu selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penggunaan k h a n DAS Ciliwung Hulu
Luas (Ha)

Penggunaan Laqan

Jumlah

Tugu

Cisarua

Cibogo

birus

Hutan

1745,OO

1248,25

280,50

1026,50

1084,75

Perkbunan

1405,75

351,s

596,50

166,80

467,50

PemukimanlPe-.arangan

146,50

69,50

23,OO

19,25

Sawah

697,25

281,OO

287,oO

316,75

Pertanian dai - - g g ~

1033,OO

503,OO

334,OO

Jumlah

5027,N

2453,45

I521,OO

Ciesek

Ciseuseupan

Kafularnpa

247,30

Ha

%

5385,oO

36,03
2t ,59

323505

52,oO

t11,50

121,75

612,75

181,25

2497,95

16,69

313,75

669,25

210,OO

275,25

3338,25

22,31

1843,05

2429,251

1121,75

568,OO

86,OO

Sumkc: : Hasii 'erhitungan dari Citra Digital dan Landsat 1999 dalam trianto (2000)

507,75

14964,O

338

100,OO

IV.

PELAKSANAAN PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penetitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu
yang mencakup wilayah Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan

mulai bulan April hingga bulan Agustus 2001, dan dilanjutkan dengan pengolahan

data dan pembuatan laporan.
4.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan: Data suhu awan dari satelit, Data iklirn dari berbagai
stasiun Wimatologi, Data Debit sungail Feta Topografr, Peta Jenis Tanah, Peta
Administrasi Wilayah, Peta Tata Guna Lahan. Sedangkan alat yang digunakan
meliputi: Seperangkst Personal Computer (PC)

dengan sejumlah software

pendukung, scaner, double ring infiltmmeter, mistar, ember, stopwatch,

serta

peralatan tuilis menulis.

4.3. Prosedur Penelitian
4.3.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi: (1) Data cuaca mencakup suhu awan dari satetit

cuaca (NOAA), data curah hujan dari masing-masing stasiun penakar hujan yang
berada pada areal DAS Ciliwung Hulu, temperatur, kelembaban relatif, lama

penyinaran matahari, kecepatan argin, (2) Data fisik DAS mencakup infiltrasi, tata

guna lahan, dan data debit sungai. Data suhu awan, data curah hujan, data iklim,
dan data debit sungai rnerupakan data harian.

4.3.2. Analisis Data
(1)

Anafisis S~rhuAwan
Penentuan suhu awan didasarkan pada hasil penelhian yang dilakukan oleh

Slamet Widodo Sugiarto (2001), yaitu menggunakan Somare ER Mapper 5.5
dengan data masukan dad liputan satelit NOAA-14. Data yang diperoleh berupa
data harian b e h n t u k citra Putau Jawa.
Tahap kegiatan pengolahan data citra adalah rangkaian pengolahan denga.1
fasilitas pada Sohare ER Mapper 5.5. Beberapa fasilitas tersebut meliputi importing

data dari satu format menjadi format lain, koreksi geometri, dan perhitungan niiai

radiance value pada band 3 dengan persamaan sebagvi berikut:

RV3 = [band 3 x Slope] +intercept ............. . . . . . ... ..... . . . .. . . .

(4)

Band 3 adalah nilai gradasi warna dari obyek yang terekam oleh NOAA-14.
Nilai slope dan intercept pada band 3 masing-masing adalah
-0.001 526 dan 1.517761.

jnformasi radiance v a l u ~dari perhitungan di atas akan digunakan untuk
menduga nilai su hu dari masing-masing obyek yang terdeteksr. Konversi dilakukan
dari nilai RV3 (radiance value pada band 3) yang telah dihitung di atas menjadi
dugaan nilai suhu menggunakan persamaan sebagai berikut:

keterangan:
T(E) = suhu ("C)

C,

=1,1910659xt0~5(m~/m2sr'.cm')

C2 = 1,438833 m.K
= nilai radiance pada band 3 (RV 3)
E
V
a

= Centralwave band 3 : 2638,6521cm-'
= natural number: 2,7188282
Persamaan di atas merupakan fungsi dari radiance value pada band 3, dan

dikoreksi oleh nilai konstanta (faklor koreksi) instrurnentasi pada band 3 yang

terdapat di satelit NOAA. Hasil perhitungan suhu awan yang telah dilakukan oleh
Sugiarto (200 t ) dapat ditihat pada Lampiran 3.

(2)

Pnalisis Curah Hujan
Untuk membuat model matematis estimasi curah hujan di wilayah ini

digunakan data rata-rata curah hujan harian, data rata-rata suhu minimum awan
(%), dan data ketembaban retatif udara (RH).

Data curah hujan dikumpulkan dari 3 stasiui! penangkar hujan yang ada di
DAS Ciliwung Hulu yaitu Sta. Ciawi, Sta. Citeko, dan Sta. Gunung Mas. Curah hujan
wilayah dihitung dengan menggunakan metoc'a "Poligon Thiessen". Peta jaringan
stasiun hujan dengan poligon Thisssen pada DAS Ciliwung Hulu disajikan pada

Lampiran 4. Curah hujan wilayah dengan metoda poligon Thiessen dihitung
menggunakan persamaan:

keterangan:
P = curah hujan wilayah (mm)
Pi = curah hujan pada stasiun ke-i (mm)
WI = faktor pembobot stasiun ke-i ; = ( ~ i l x)
Ai = luas poligon ke-i
CAI = jumlah 11 las poligon
i
= 1 , 2 , 3,..., n
n = jumlah stasiun penakar hujan
Penyusunan model hubungan antara curah hujan dengan suhu minimum

awan dan kelembaban retatif udara derrgan bantuan sohare Eureka. Model
matematis yang diperoleh dilakukan pengujian untuk mengetahui hubungan yang
signifikan antara variabel bebas dengan variabl tak bebas. Model dianggap valid
apabila hubungan antara curah hujan model dengan curah hujan aktual mendekati
surnbu y=x, dengan koefisien determinasi (R')

2 0,6 yang berarti bahwa hasil

keluaran model telah menggambarkan kebenaran 1 60% terhadsp data curah hujan

aktual. Nilai koefisien RZdiperoleh dengan persamaan (Fleming, 1975) :

keterangan:
Y, : curah hujan data ke-i

-yi : curah hujan model ke-l

Y : rata-rata curah hujan data
Validasi model menggunakan masukkan suhu minimum awan dan

kelembaban relati aktual. Suhu minimum awan dihitung menggunakan persamaan

curah hujan (CH) yang uihasilkan oleh Widodo (1998) dengan R ~ 0,72,
=
yaitu :

keterangan:
CH : curah hujan (mmlhari)
T
: suhu minimum awan (K)

(3)

Anallsis Evapotranspirasi
Penentuan besarnya evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan

metoda Penman-Monteith dengan menggunakan aplikasi program komputer

CROPWAT. Data masukan adalah data herian yang meliputi: suhu maksimum dan
minimum, kelembaban udara rata-rata, kecepatan angin, lama penyinaran matahari.
Persamaan empiris Penman f ermodifikasi disajikan sebagai berikut:

ETo

= c [ W.Rn + (1-W) f(u) (ea - ed) ]

.....................(9)

keterangan:
€To
: nilai evapotranspirasi potensial acuan (mmlhari)
: faktor pemberat yang berhubungan dengan temperatur
W
Rn
: radiasi netto dalam ekivalen evaporasi (mmlhari)
F(u)
: fungsi hubungan angin
: psrbedaan antara tekanan us^ jenuh pada suhu udara
(ea-ed)
dengan tekanan uap sktual rata-rata udara (mbar)
c
: faktor koreksi

rata-rata

Tekanan Uap (ea-ed)
Data yang dibutuhkan meliputi suhu maksimum, suhu minimum, RH
,,
RH,

dan

atau dapat menggunakan kombinasi suhu maksimum, suhu minimum, suhu

bola basah dan suhu bola kering. Selajn itu depat juga menggunakan kombinasi
suhu maksimum, suhu minimum, dan suhu titik beku.

Fungsi angin f(u)

Fungsi hubungan angin didefinisikan menurut persamaan berik~lt:
f(u) = 0,27[l+(U1100)] .....................................................................
(10)

dimana U adalah kecepatan angin harian dalam kmlhari pada ketinggian 2 meter

Fir ktor pembra f ( I -

Nilai ( I -W) ~nerupakar~hktor pemkrat akibat dari kecepatan ilnglli dan

kelembaban. Nilai ini 'xrhubungan dengan ketinggian dan temperatur.
Faktor pemberat W
Nilai W nierupakan faktor pemberat sebagai akibat dari pengaruh radiasi.
Nilai W berhubungan dengan suhu dan ketinggian.
Radiasi Neffo(Rn)

Radiasi netto adalah selisih antara radiasi yang datang dan radiasi yang
dipantutkan. Rumus yang digunakan adalah:

keteranga~i:
R,, : radiasi gelombang pendek netto
R,, : radiasi gelombang panjang nee2

Data yang diperiukan mencakup posisi derajat lintang, ketinggian, suhu ratarata pada bulan yang bersangkutan, RA, rata-rata lama penyinamn matahari aktual
(n).

Faktor Koreksi (c)

Faktor koreksi merupakan nilai perbandingan antara kecepatan angin di

siang hari dengan kecepatan angin di malam hari. Cata yang dibutuhkan meliputi
kelembaban relatif maksimum, radiasi sinar matahari, kecepatan angin siang hari,
kecepatan nagin malam hari.

Nilai evapotranspirasi aktual harian diperoleh 'dengan mengalikan nilai

evapotranspirasi potensial acuan (€To) sebagaimana diperoleh dari Persamaan 8,

dengan koeftsien tanaman (Kc). Nila~koefisien tanaman pada berbagai tata guna

lahan disajikan pada Tabel 7.
No.

~abell7.Nilai Koefisien Tanaman pada berbagai Tata Guna Lahan
Koefisien Tanaman
Tata Guna Lahan
Tanaman Penutup Lahan
Musim Musim
Musim Hujan Musim Kemarau Hu.an Kemarau

Hutan Primer dan Se