Simulasi Debit Puncak dan Distribusi Aliran Sungai Ciliwung Hulu

SIMULASI DEBIT PUNCAK DAN DISTRIBUSI ALIRAN
SUNGAI CILIWUNG HULU

PRAWIRA ADI PUTRA NASUTION

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Simulasi Debit Puncak dan
Distribusi Aliran Sungai Ciliwung Hulu adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Prawira Adi Putra Nasution
NIM A14090006

ABSTRAK
PRAWIRA ADI PUTRA NASUTION. Simulasi Debit Puncak dan Distribusi
Aliran Sungai Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan DWI
PUTRO TEJO BASKORO.
Data debit aliran sungai Ciliwung Hulu tersedia dari hasil pengukuran tinggi
muka air pada Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa. Debit aliran ini
merupakan sumbangan aliran dari sub DAS Ciliwung Hulu. Data debit aliran tiap
sub DAS belum tersedia, sehingga diperlukan pendugaan debit aliran masingmasing sub DAS. Penelitian bertujuan untuk mensimulasikan sumbangan aliran
tiap sub DAS di DAS Ciliwung Hulu. Pendugaan debit puncak dilakukan
menggunakan aplikasi HEC-WMS v.8.1 dengan metode Soil Conservation Service
– Curve Number (SCS-CN). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa debit
puncak keluaran model memiliki korelasi yang erat dengan debit puncak
pengukuran lapang yaitu R2 = 0,701. Nilai RMSE sebesar 15,55 dengan nilai debit
puncak lapang terkecil adalah 8,23 m3/s dan terbesar 102,26 m3/s. DAS Ciliwung
Hulu dibagi menjadi enam sub DAS yaitu sub DAS Tugu (4897 ha), Ciesek (2564
ha), Cisarua (2293 ha), Cisukabirus (1729 ha), Cibogo (1285 ha), dan

Ciseuseupan (1207 ha). Nilai CN rata-rata tertimbang masing-masing sub DAS
adalah 74,0 pada Ciesek, 72,5 (Tugu), 71,0 (Cisukabirus), 70,7 (Cibogo), 69,3
(Cisarua), dan 67,9 (Ciseuseupan). Berdasarkan hasil simulasi, sub DAS yang
memiliki sumbangan debit aliran terbesar adalah Tugu (39%), kemudian 29%
(Ciesek), 11% (Cisukabirus), 9% (Cisarua), 7% (Cibogo), dan 3% (Ciseuseupan).
Kata Kunci: aliran sungai, aliran langsung, debit puncak, HEC-WMS v.8.1,
SCS-CN

ABSTRACT
PRAWIRA ADI PUTRA NASUTION. Simulation of Peak and Distribution
Discharge of Upper Ciliwung Watershed. Supervised by YAYAT HIDAYAT and
DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Daily discharge data of Ciliwung Watershed have been measured based on
water level on Water Level Stations of Katulampa. Discharge of Ciliwung
Watershed is contributed by its sub-watershed discharge. Discharge data of each
sub-watersheds are not recorded, therefore sub-watershed discharge needs to
simulate. The aim of this study is to simulate contribution of each sub-watershed
discharge of Upper Ciliwung Watershed. The peak discharge was estimated using
HEC-WMS v.8.1 with Soil Conservation Service - Curve Number (SCS-CN)
method. The result showed that the simulated peak discharges has a good

correlation with observed peak discharges, with the value of R2 is 0,701. RMSE is
15,55 with the lowest peak discharge is 8,23 m3/s and highest is 102,26 m3/s. The
Upper Ciliwung Watershed is divided into six sub-watersheds, which are Tugu
(4897 ha), Ciesek (2564 ha), Cisarua (2293 ha), Cisukabirus (1729 ha), Cibogo
(1285 ha), and Ciseuseupan (1207 ha). CN of sub-watersheds are 74,0 for Ciesek,
72,5 (Tugu), 71,0 (Cisukabirus), 70,7 (Cibogo), 69,3 (Cisarua), and 67,9
(Ciseuseupan). The result showed that Tugu sub-watershed contributed the
highest discharge (39%), then followed by 29% (Ciesek), 11% (Cisukabirus), 9%
(Cisarua), 7% (Cibogo), and 3% (Ciseuseupan).
Keywords: stream flow, direct runoff, peak discharge, HEC-WMS v.8.1, SCS-CN

SIMULASI DEBIT PUNCAK DAN DISTRIBUSI ALIRAN
SUNGAI CILIWUNG HULU

PRAWIRA ADI PUTRA NASUTION

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Simulasi Debit Puncak dan Distribusi Aliran Sungai Ciliwung Hulu
Nama
: Prawira Adi Putra Nasution
NIM
: A14090006

Disetujui oleh

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Dr Ir D. P. Tejo Baskoro, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Simulasi Debit Puncak
dan Distribusi Aliran Sungai Ciliwung Hulu berhasil diselesaikan. Skripsi ini
merupakan tugas akhir yang penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya
selama ini.
2. Bapak Yayat Hidayat dan Bapak Dwi Putro Tejo Baskoro selaku

pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis
dalam proses belajar meneliti dan menulis.
3. Bapak Wahyu Purwakusuma selaku penguji dalam sidang skripsi saya.
4. Seluruh keluarga besar HMIT khususnya Ilmu Tanah 46, terima kasih
atas semangat dan dukungan yang diberikan selama ini.
5. Pihak lain yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat baik
sekarang atau kemudian hari.

Bogor, Januari 2015
Prawira Adi Putra Nasution

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA


2

Aliran Permukaan

2

Debit Puncak Aliran Sungai

2

Model Hidrologi HEC WMS

3

METODE

4

Tempat dan Waktu Penelitian


4

Bahan

4

Alat

4

Pengolahan Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Penggunaan Lahan


6

Kelompok Hidrologi Tanah

7

Bilangan Kurva Aliran Permukaan

8

Dimensi dan Jaringan Sungai

9

Debit Puncak Aliran Sungai

10

Validasi Model


12

Simulasi Distribusi Aliran Sub DAS

13

Pembangunan Fasilitas Retensi Air

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2012
Kelompok Hidrologi Tanah DAS Ciliwung Hulu
Nilai bilangan kurva aliran permukaan pada amc kondisi II
Nilai bilangan kurva aliran permukaan rata-rata tertimbang
Parameter karakteristik DAS
Debit puncak hasil pengukuran dan keluaran model
Distribusi debit puncak aliran sub DAS Ciliwung Hulu

7
8
9
9
10
11
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2012
Satuan peta tanah DAS Ciliwung Hulu
Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu
Hyetograf dan hidrograf debit DAS Ciliwung Hulu pada tanggal 3
Maret 2012 (CH = 32.5 mm)
Hyetograf dan hidrograf debit DAS Ciliwung Hulu pada tanggal 18
Februari 2012 (CH = 43.2 mm)
Scatter plot debit puncak keluaran model dan pengukuran lapang
Persentase sumbangan aliran sungai harian sub DAS Ciliwung Hulu

6
7
10
12
12
13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4

Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP) / Curve Number (CN) 1)
aliran permukaan untuk berbagai komplek tanah - penutup tanah
(AMC:II, dan Ia=0,2S).
Hyetograf curah hujan harian dan hidrograf debit DAS Ciliwung Hulu
tahun 2012
CN Report hasil perhitungan HEC-WMS
Persentase distribusi debit puncak aliran sub DAS Ciliwung Hulu

18
19
20
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau menjadi masalah
yang tidak kunjung selesai. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014)
mencatat persentase kejadian bencana alam terbesar yang terjadi di Indonesia
dalam kurun waktu tahun 1815-2014 adalah banjir, yakni 37% dari total bencana
alam yang terjadi. Salah satu kasus banjir yang sering menjadi sorotan publik
adalah banjir yang terjadi di Jakarta.
Banjir di Jakarta bukanlah masalah baru, namun berbagai upaya yang telah
dilakukan belum mampu menyelesaikannya. Pada dasarnya banjir disebabkan
oleh ketidakmampuan DAS menahan dan menyerap air sehingga terjadi aliran
permukaan yang berlebihan. Menurut Indarto (2010) kemampuan DAS menyerap
air ditentukan oleh dua faktor, yaitu hujan dan karaktersistik DAS yang
mencakup: ukuran dan betuk DAS, kemiringan lahan, topografi, tanah dan
vegetasi, jaringan sungai dan pola drainase, dan kondisi kadar lengas tanah pada
saat terjadinya hujan.
Sinukaban (2007) menyatakan DAS Ciliwung merupakan salah satu
penyumbang banjir terbesar untuk wilayah Jakarta. Posisi Jakarta yang berada di
bagian hilir DAS Ciliwung menjadi wilayah terdampak banjir paling parah. Dari
berbagai macam faktor penyebab banjir, faktor penggunaan lahan dan pengelolaan
lahan adalah faktor yang paling penting untuk ditata.
Pemerintah DKI Jakarta berencana untuk meminimalkan banjir kiriman ke
Jakarta dengan cara membangun waduk di hulu DAS Ciliwung. Pendugaan debit
aliran dan distribusinya di hulu DAS diperlukan untuk mengetahui sub DAS mana
yang memiliki sumbangan debit aliran terbesar, sehingga penataan penggunaan
lahan dan penerapan teknik konservasi diharapkan dapat mengurangi dampak
banjir yang diberikan. Pendugaan debit aliran DAS dapat diduga dengan beberapa
cara, salah satunya adalah dengan menggunakan model hidrologi.
Watershed Modeling System (WMS) merupakan salah satu model hidrologi
yang mampu memperkirakan debit dan laju aliran pada suatu wilayah. Model ini
digunakan untuk menduga debit aliran sungai pada sub DAS Ciliwung Hulu,
sehingga prioritas wilayah sub DAS untuk pembangunan bendungan berdasarkan
debit aliran tertinggi dapat diketahui.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mensimulasikan sumbangan aliran
tiap sub DAS di DAS Ciliwung Hulu terhadap debit aliran yang dihasilkan di
outlet Katulampa.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Aliran Permukaan
Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau
bumi. Dalam Bahasa Inggris dikenal kata runoff yang berarti bagian air hujan
yang mengalir ke sungai atau saluran, danau atau laut, berupa aliran di atas
permukaan tanah atau aliran di bawah permukaan tanah. Akan tetapi dalam
hidrologi istilah runoff digunakan untuk aliran di atas permukaan tanah bukan
aliran di bawah permukaan tanah (Arsyad 2010).
Aliran sungai berasal dari air hujan yang masuk ke dalam sungai dalam
bentuk aliran permukaan, aliran air bawah permukaan, air bawah tanah, dan butirbutir hujan yang langsung jatuh di permukaan sungai. Debit aliran sungai akan
naik setelah terjadi hujan kemudian akan turun kembali setelah hujan selesai.
Gambar tentang naik dan turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf
(Arsyad 2010).
Menurut Mori et al (1978), aliran sungai dipengaruhi oleh elemen-elemen
meteorologi dan elemen-elemen daerah pengaliran. Ada 7 elemen meteorologi
yaitu: jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi
curah hujan dalam daerah pengaliran, arah pergerakan curah hujan, curah hujan
terdahulu dan kelembaban tanah, dan kondisi meteorologi lain yang
mempengaruhi enam elemen yang telah disebutkan, seperti suhu, kecepatan angin,
kelembaban relatif, dan lain-lain. Sedangkan elemen-elemen daerah pengaliran
yang dimaksud ada 5, yaitu landuse, daerah pengaliran, kondisi topografi dalam
daerah aliran, jenis tanah, dan faktor lain yang memberikan pengaruh secara tidak
langsung terhadap limpasan seperti, jaringan sungai-sungai, drainasi buatan, dan
lain-lain.
Debit Puncak Aliran Sungai
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi
pengelola sumberdaya air. Debit puncak diperlukan untuk merancang bangunan
pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan
alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim
kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran
potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai
(Asdak 2010).
Menurut Subarkah (1978) untuk menentukan besarnya debit sungai
berdasarkan hujan, hubungan antara hujan dengan aliran sungai perlu ditinjau.
Besarnya aliran di dalam sungai ditentukan terutama oleh besarnya hujan,
intensitas hujan, luas daerah hujan, lama waktu hujan, luas daerah aliran sungai
dan ciri-ciri daerah aliran.
Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menduga debit
puncak, salah satuya adalah pendugaan jumlah aliran permukaan dengan metode
Soil Conservation Service – Curve Number (SCS-CN) yang dikembangkan oleh
Dinas Konservasi Tanah Amerika Serikat (1973) dalam Arsyad (2010):

3

dimana,
Q
: jumlah aliran permukaan (mm)
P
: jumlah curah hujan (mm)
S
: simpangan kelembaban tanah tersedia (mm)
CN adalah bilangan kurva yang nilainya berkisar antara 0-100. Prinsip
perhitungan nilai rata-rata tertimbang luas adalah menghitung nilai rata-rata secara
proporsional, yang setiap variasi berkontribusi dengan bobotnya (Suhendy 2011).
Nilai CN ditetapkan dengan menggunakan Persamaan 3 berikut:




dimana,
CNTA : bilangan kurva rata-rata tertimbang
CNi : bilangan kurva untuk setiap poligon penggunaan lahan – jenis tanah
_(KHT)
Ai
: luas setiap poligon penggunaan lahan – jenis tanah (KHT)
Model Hidrologi HEC WMS
Suatu model adalah replikasi sistem dengan perbandingan tertentu, suatu
konsep, sesuatu yang mengandung hubungan empiris, atau suatu seri persamaan
matematis atau statistik yang menggambarkan sistem. Model bukanlah suatu
representasi yang sempurna dari sistem yang dimodelkan, tetapi dapat sebagai alat
yang sangat berguna untuk mempelajari dan memahami karakteristik sistem dan
memprediksi perilaku sistem atau DAS terhadap masukan atau faktor eksternal.
Perilaku sistem tersebut biasanya sulit diprediksi dengan hanya mengandalkan
data pengukuran dan observasi lapang (Indarto 2010).
Harto (2009) mengelompokkan model dalam hidrologi dapat menjadi tiga,
yaitu model fisik (phisical model), model analog (analog model), dan model
matematik (mathematical model). Model fisik adalah representasi fisik dari
prototip (DAS), sederhana dalam komponen dan struktur, akan tetapi memiliki
kemiripan sifat dengan prototipnya, misalnya DAS experimental (experimental
catchment) atau simulator hujan (rainfall simulator). Model analog adalah model
yang disusun dengan similaritas sifat-sifat alat elektronik (resistor, kapasitor) yang
menyerupai sifat tanggapan masing-masing unsur penyusun DAS, atau masingmasing proses dalam transformasi hujan menjadi aliran. Sedangkan model
matematik merupakan abstraksi dari sifat dan struktur sistem DAS yang ideal.
Model matematik ini berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan
komputer yang canggih, sehingga hitung-hitungan dan solusi matematik yang

4
tadinya tidak (belum) dapat dikerjakan secara manual, sekarang dapat diselesaikan
dengan (relatif) sangat mudah dengan bantuan komputer.
Menurut Indarto (2010) pada prinsipnya model hidrologi digunakan untuk
melakkukan simulasi prilaku sistem fisik tersebut, dengan menggunaan masukan
data yang terukur dan didapatkan output model yang semirip mungkin dengan
output sistem yang ditiru tersebut. Hal ini dilakukan dengan meminimalisasi
tingkat kesalahan yang mungkin terjadi melalui uji coba beberapa nilai parameter
sampai diperoleh tingkat ketidakpastian yang minimal antara data terukur dan
termodelkan.
Watershed Modeling System (WMS) merupakan model hidrologi yang
dikembangkan oleh Aquaveo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
hidrologi (Aquaveo 2008). Pemodelan DAS dilakukan dengan cepat dan akurat.
WMS mendukung lumped parameter, regresi, dan pemodelan hidrologi 2
dimensi, juga dapat digunakan untuk model kuantitas maupun kualitas air. WMS
saat ini juga dapat mendukung program Hydrologic Engineering Center 1 (HEC1), HEC – River Analys System (HEC-RAS), HEC – Hydrologic Modeling System
(HEC-HMS), dan model lainnya (Aquaveo 2014).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu dengan outlet Bendung
Katulampa. DAS Ciliwung Hulu memiliki luas 15.072 hektar yang secara
geografis terletak pada 106° 50' 13,22" - 107° 00' 15,61" BT dan 6° 37' 32,12" 6° 46' 8,90" LS.
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Oktober 2014 di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan berupa data sekunder meliputi peta kontur skala
1:25.000, peta tanah skala 1:250.000, peta penggunaan lahan tahun 2012 skala
1:250.000, data intensitas hujan stasiun Citeko tahun 2012, dan data debit aliran
harian yang diukur Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa tahun
2012.
Masing-masing data diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG),
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung, Direktorat
Jenderal Planologi Kehutanan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Jawa Barat, dan Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA)
Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane.
Alat
Alat yang digunakan adalah ArcGIS 9.3 untuk pengolahan peta, dan HECWMS v.8.1 digunakan untuk simulasi debit puncak aliran sungai.

5

Pengolahan Data
Debit aliran sungai diduga dengan mengguakan metode SCS-CN yang
dijalankan menggukan model HEC-WMS v.8.1. Data masukan yang digunakan
diolah dengan cara berikut:
DEM (Digital Elevation Model)
DEM dibuat menggunakan peta topografi skala 1:25.000. DEM yang
digunakan sebagai masukan model adalah DEM dalam bentuk ASCII (American
Standard Code for Information Interchange).
Konversi peta topografi menjadi DEM menggunakan ArcGIS 9.3 dilakukan
dengan 2 tahap. Tahap pertama adalah mengkonversi peta topografi shapefile
(format data vektor) ke dalam bentuk raster (grafis bitmap) dengan menggunakan
extension 3D Analyst Tools – Raster Interpolaton – Topo to Raster. Tahap
berikutnya data raster dikonversi ke dalam bentuk ASCII (format data teks)
dengan menggunakan Convertion Tools – From Raster – Raster to ASCII.
Bilangan Kurva Aliran Permukaan
Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP) atau Curve Number (CN)
ditentukan dengan metode yang dikembangkan oleh SCS (Soil Conservation
Service). Nilai CN untuk tiap jenis penggunaan lahan dan kelompok hidrologi
tanah ditentukan menggunakan tabel SCS-CN (Lampiran 1).
Nilai CN tersebut dimasukkan berupa data numerik (file tbl) yang dipanggil
sebagai atribut peta dalam proses perhitungan melalui Compute GIS Attributes
pada menu Calculator. Nilai CN untuk perhitungan model secara otomatis
dihitung dalam model HEC-WMS. Hasil akhir nilai CN merupakan nilai rata-rata
tertimbang luas yaitu nilai rata-rata secara proporsional, yang setiap variasi
penggunaan lahan dan jenis tanah berkontribusi dengan bobotnya.
Pemilihan Kejadian Hujan
Data hujan yang dijadikan masukan adalah data intensitas hujan per jam.
Data intensitas hujan yang digunakan untuk validasi model adalah data hujan yang
memiliki debit tunggal hasil pengukuran di SPAS Katulampa pada hari yang
sama. Jumlah kejadian hujan yang dipilih untuk mewakili validasi model
sebanyak 37 kejadian hujan.
Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan debit hasil pengukuran
lapang dan perhitungan model menggunakan metode trial and error. Validitas
model diidentifikasi menggunakan koefisien determinasi (R2) (Persamaan 4) dan
nilai RMSE (Root Mean Square Error) (Persamaan 5).



( ∑

(

(

̅

̅

)∑

) ∑

(

(

̅

̅

)

) )

6

dimana:
̅
̅

√ ∑

= debit hasil pengamatan lapang (m3/s)
= debit hasil simulasi (m3/s)
= debit hasil pengamatan lapang rata-rata (m3/s)
= debit hasil simulasi rata-rata (m3/s)

Pendugaan Distribusi Aliran Sungai
Pendugaan distribusi aliran sungai didasarkan pada nilai debit puncak dan
volume keluaran model yang dilakukan pada enam sub DAS yaitu Ciseuseupan,
Ciesek, Cisukabirus, Cibogo, Tugu, dan Cisarua.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2012 terdiri dari
sembilan tipe penggunaan lahan yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan
kering sekunder/ bekas tebangan, hutan tanaman, lahan terbuka, perkebunan/
kebun, permukiman/ lahan terbangun, pertanian lahan kering, pertanian lahan
kering campur semak/ kebun campuran, dan semak belukar. Sebaran penggunaan
lahan di DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2012
Penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh pertanian lahan
kering yaitu 6485 ha atau sebesar 43,0% dari total luas DAS sedangkan
penggunaan lahan yang paling sedikit adalah lahan terbuka yaitu 20 ha atau

7
sebesar 0,1% dari total luas DAS. Luas wilayah untuk tiap penggunaan lahan
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2012
No.

Penggunaan Lahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hutan lahan kering primer
Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan
Hutan tanaman
Lahan terbuka
Perkebunan / Kebun
Permukiman / Lahan terbangun
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering campur semak / Kebun campuran
Semak belukar
Total

Luas
(ha)
%
3.2
488
10.4
1564
27.1
4090
0.1
20
3.6
545
10.7
1607
43.0
6485
1.5
231
0.3
40
15072
100.0

Kelompok Hidrologi Tanah
Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) merupakan parameter yang digunakan
untuk menilai potensi aliran permukaan. Kelompok Hidrologi Tanah ditentukan
berdasarkan sifat-sifat fisik tanah dan laju infiltrasi konstan tanah. Hasil analisis
data atribut peta tanah di DAS Ciliwung Hulu terdapat empat jenis tanah, yaitu
andosol, regosol, latosol, dan litosol yang terdapat dalam lima satuan peta tanah,
yaitu andosol coklat kekuningan, asosiasi andosol coklat dan regosol coklat,
litosol coklat, latosol coklat tua kemerahan, dan asosiasi latosol coklat kemerahan
dengan latosol coklat (Gambar 2).

Gambar 2 Satuan peta tanah DAS Ciliwung Hulu
Rachim dan Suwardi (1999) mendeskripsikan tanah andosol sebagai tanah
yang memiliki ciri berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan

8
organik dan liat amorf, berat jenis kurang dari 0,85 g/cm3 dan pada kapasitas
lapang kelembaban tanah lebih dari 15%. Nilai laju infiltrasi konstan tanah pada
kebun sayuran di tanah andosol sukaresmi dalam penelitian Kusumawardani
(2011) adalah 140 mm/jam, sehingga andosol coklat kekuningan dimasukkan
dalam kelompok A.
Tanah regosol dideskripsikan oleh Rachim dan Arifin (2011) sebagai tanah
yang memiliki solum tipis hingga tebal dengan warna kelabu hingga kuning,
bertekstur pasir dengan kadar liat < 40%, tanpa struktur atau berbutir tunggal, dan
memiliki kepekaan besar terhadap erosi. Tanah regosol memiliki asosiasi dengan
tanah andosol, aluvial, dan litosol. Berdasarkan karakteristik tersebut asosiasi
andosol coklat dan regosol coklat dimasukkan dalam kelompok A.
Rachim dan Arifin (2011) menyatakan bahwa tanah litosol merupakan tanah
yang memiliki solum tipis (< 0,5 m) tanpa horison atau berhorison eluviasi dan
eluviasi lemah, pada umumnya memiliki tekstur berpasir tanpa struktur dengan
warna yang beragam. Karakter tanah dengan solum yang tipis dengan tekstur
berpasir menjadikan litosol coklat dimasukkan ke dalam kelompok C.
Tanah latosol dideskripsikan sebagai tanah yang mulai berkembang tetapi
belum matang, memiliki solum tebal berwarna merah hingga kuning dengan
kroma yang tetap. Memiliki tekstur liat, struktur remah hingga gumpal lemah
dengan konsistensi gembur. Latosol coklat tua kemerahan, dan asosiasi latosol
coklat kemerahan dan latosol coklat dimasukkan ke dalam kelompok B.
Tabel 2 Kelompok Hidrologi Tanah DAS Ciliwung Hulu
No
1
2
3
4
5

Satuan Peta Tanah
Andosol coklat kekuningan
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Litosol coklat
Latosol coklat tua kemerahan
Asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat

KHT
A
A
C
B
B

Bilangan Kurva Aliran Permukaan
Hasil analisis penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah digunakan
untuk menentukan nilai Bilangan Kurva Aliran Permukaan atau Curve Number
(CN). Nilai CN jenis penggunaan lahan pada tiap kelompok hidrologi tanah
diperoleh dari tabel Bilangan Kurva Aliran Permukaan pada keadaan kandungan
air tanah sebelumnya / antecedent moisture condition (amc) kondisi II atau berada
pada kelembaban tanah rata-rata. Nilai CN untuk kesembilan jenis penggunaan
lahan (Tabel 3) dijadikan sebagai parameter masukan atribut peta (GIS Attribute).

9
Tabel 3 Nilai bilangan kurva aliran permukaan pada amc kondisi II
Lucode Penggunaan Lahan 2012
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hutan lahan kering primer
Hutan lahan kering sekunder / bekas
tebangan
Hutan tanaman
Lahan terbuka
Perkebunan / kebun
Permukiman / lahan terbangun
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering campur semak /
kebun campuran
Semak belukar

A
25

KHT
B
C
55
70

D
77

36
45
49
55
77
65

60
66
69
69
85
75

73
77
79
78
90
82

79
83
84
83
92
86

62
25

71
59

78
75

81
83

Keterangan: Lucode = landuse code (kode yang diberikan untuk setiap penggunaan lahan)

Berdasarkan hasil perhitungan luas poligon pada CN tiap penggunaan lahan
dan kelompok hidrologi tanah menggunakan HEC-WMS, maka dihasilkan nilai
CN rata-rata tertimbang DAS Cliwung Hulu sebesar 71,1022 (Tabel 4). Nilai ini
kemudian dijadikan data masukan precipitation loss methods (metode kehilangan
presipitasi) pada model.
Tabel 4 Nilai bilangan kurva aliran permukaan rata-rata tertimbang
KHT
A
A
D
C
A
B
A
A
A

Deskripsi Penggunaan Lahan

CN

Pertanian lahan kering
65
Permukiman / lahan terbangun
77
Hutan tanaman
83
Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan
73
Pertanian lahan kering campur semak / kebun campur
62
Hutan lahan kering primer
55
Semak belukar
25
Perkebunan / kebun
55
Lahan terbuka
49
CN (rata-rata tertimbang) =
71.1022

Luas
(km2)
65.393
15.756
40.906
15.349
2.367
4.938
0.356
5.447
0.204

CN x
Luas
4250.545
1213.245
3395.167
1120.488
146.772
271.601
8.909
299.601
9.978

Dimensi dan Jaringan Sungai
DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi enam wilayah sub DAS didasarkan
pada delineasi wilayah DAS yang menuju ke sungai utama. Keenam sub DAS
tersebut adalah Ciseuseupan, Ciesek, Cisukabirus, Cibogo, Tugu, dan Cisarua
(Gambar 3).
Sub DAS yang memiliki wilayah terluas adalah sub DAS Tugu yaitu 4897
ha atau sekitar 32% dari total luas wailayah DAS Ciliwung Hulu. Sedangkan sub
DAS yang memiliki wilayah terkecil adalah sub DAS Ciseuseupan yaitu 1207 ha
atau sekitar 8% dari total luas wilayah DAS Ciliwung Hulu.

10

Gambar 3 Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu
Parameter masukan karakteristik DAS berupa dimensi dan jaringan sungai
terdiri dari luas daerah tangkapan air hujan (A), panjang saluran (L), kemiringan
aliran saluran (Ss), bentuk sungai (SHAPE), lebar dasar sungai (W), kemiringan
talud saluran (Z), kekasaran saluran manning (N), dan Bilangan Kurva Aliran
Permukaan rata-rata tertimbang (CN). Nilai parameter (A), (L), (Ss), dan (CN)
diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan WMS, sedangkan (SHAPE), (W),
(Z) dan (N) diperoleh dari hasil penelitian Irianto (2000).
Tabel 5 Parameter karakteristik DAS
Parameter
2 (*)

DAS
Ciliwung
Hulu

Sub DAS Ciliwung Hulu
O1

O2

O3

O4

O5

O6

O7

A (km )

150.72

12.071

25.644

17.286

12.847

48.966

22.932

10.971

L (m) (*)

20501.23

10448.0

12059.0

14071.0

11652.0

12808.0

14246.0

8362.9

(*)

0.2692

0.093

0.2691

0.3945

0.2015

0.2719

0.3605

0.1417

(**)

Trap

Trap

Trap

Trap

Trap

Trap

Trap

Trap

24.30

4.70

10.00

5.30

4.60

11.70

9.70

24.30

0.14

0.60

0.30

0.60

0.55

0.30

0.40

0.14

0.03

0.03

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

0.03

Ss (m/m)
SHAPE
W (m)

(**)

Z (m/m) (**)
N

(**)
(*)

71.1
67.9
74.0
71.0
70.7
72.5
69.3
CN
Keterangan: O1=Ciseuseupan; O2=Ciesek; O3=Cisukabirus; O4=Cibogo; O5=Tugu;
O6=Cisarua; O7=Wilayah pertemuan anak sungai.
(*) hasil perhitungan WMS (**) Sumber: Irianto, 2000. Trap = Trapesium.

Debit Puncak Aliran Sungai
Debit puncak aliran diprediksi menggunakan 37 kejadian hujan (Tabel 6).
Pada tabel tersebut dapat dilihat nilai galat debit yang semakin mendekati 0 (nol)

66.7

11
memiliki arti debit puncak keluaran model semakin mirip dengan debit puncak
hasil pengukuran.
Tabel 6 Debit puncak hasil pengukuran dan keluaran model
Q0
QpL
QpM
Galat
3
3
3
(m /s)
(m /s)
(m /s)
Debit
07/01/12
7.91
1
25.90
18.33
10.66
-0.42
14/01/12
13.98
2
26.50
17.81
17.46
-0.02
17/01/12
10.32
3
21.10
27.19
10.34
-0.62
18/01/12
12.27
4
23.80
27.19
13.30
-0.51
30/01/12
16.80
5
24.00
29.22
17.95
-0.39
02/02/12
12.27
6
17.70
17.30
12.27
-0.29
04/02/12
12.27
7
15.50
25.25
12.27
-0.51
07/02/12
12.68
8
23.30
25.25
13.42
-0.47
13/02/12
11.07
9
32.40
35.06
19.80
-0.44
18/02/12
11.07
10
43.20
29.92
43.99
0.47
24/02/12
12.27
11
24.70
34.29
13.98
-0.59
26/02/12
11.07
12
29.90
42.39
16.66
-0.61
27/02/12
14.43
13
20.90
46.83
14.44
-0.69
29/02/12
13.54
14
27.10
40.69
16.07
-0.61
03/03/12
11.86
15
32.50
21.63
22.03
0.02
03/04/12
8.23
16
43.90
43.26
51.01
0.18
04/04/12
11.46
17
48.50
67.31
54.51
-0.19
15/04/12
11.07
18
46.00
45.03
66.23
0.47
30/05/12
6.15
19
40.00
25.89
31.19
0.20
07/06/12
6.42
20
33.20
36.62
16.23
-0.56
11/09/12
3.77
21
36.40
27.86
25.19
-0.10
06/10/12
4.87
22
22.30
8.23
5.03
-0.39
10/10/12
6.15
23
19.40
22.80
6.15
-0.73
18/10/12
4.41
24
17.60
17.30
4.41
-0.75
19/10/12
6.42
25
19.30
19.94
6.42
-0.68
22/10/12
5.36
26
34.70
44.14
23.36
-0.47
12/11/12
7.00
27
19.50
8.90
7.00
-0.21
17/11/12
7.60
28
23.50
29.22
8.41
-0.71
19/11/12
12.68
29
48.00
50.58
66.38
0.31
24/11/12
14.43
30
41.50
30.62
22.44
-0.27
25/11/12
15.35
31
24.10
27.19
16.51
-0.39
28/11/12
19.39
32
15.00
26.54
19.39
-0.27
10/12/12
12.68
33
21.90
21.63
12.84
-0.41
18/12/12
8.23
34
15.70
17.30
8.23
-0.52
23/12/12
11.86
35
43.10
69.60
42.49
-0.39
24/12/12
22.80
36
62.10
102.26
130.27
0.27
26/12/12
14.43
37
17.40
15.35
14.43
-0.06
Keterangan: CH = Curah hujan harian; Q0 = Debit awal; QpL = Debit puncak hasil
pengukuran; QpM = Debit puncak keluaran model;
Galat debit = (QpM-QpL)/QpL
No

Tanggal

CH (mm)

Nilai galat debit 37 kejadian yang dimodelkan beragam, dan pada umumnya
memiliki kencenderungan debit model lebih rendah dari hasil pengukuran.
Terdapat 30 kejadian yang memiliki nilai galat negatif, sedangkan 7 kejadian lain
bernilai positif. Nilai galat negatif memiliki arti bahwa nilai debit puncak keluaran
model memiliki kecenderungan lebih rendah dari nilai debit puncak hasil

12
pengukuran. Sedangkan nilai galat positif memiliki arti bahwa nilai debit puncak
keluaran model cenderung lebih tinggi dari nilai debit puncak hasil pengukuran.
Nilai galat debit terkecil hasil keluaran model adalah -0,02 yang terdapat pada dua
kejadian yaitu tanggal 14/01/2012 dengan nilai QpM = 17,46 m3/s dan QpL =
17,81 m3/s dan tanggal 03/03/2012 dengan nilai QpM = 21,63 m3/s dan QpL =
22,03 m3/s. Sedangkan nilai galat terbesar adalah -0,75 terdapat pada tanggal
18/10/2012 dengan nilai QpM = 4,41 m3/s dan QpL = 17,30 m3/s.
Nilai debit keluaran model kurang baik pada kondisi curah hujan rendah, hal
ini ditandai dengan debit puncak keluaran model yang nilainya tidak jauh berubah
dari nilai debit awal hasil pengukuran yang dijadikan sebagai parameter masukan
debit awal model. Seperti contoh pada tanggal 02/02/2012 (curah hujan = 17,7
mm), pada kejadian hujan tersebut tidak ada perubahan debit awal dan debit
puncak pada model, yaitu konstan bernilai 12,27 m3/s sedangkan debit puncak
hasil pengukuran mencapai 17,30 m3/s.
Debit model yang baik ditunjukkan dengan kemiripan pola hidrograf yang
dihasilkan seperti pada Gambar 4. Sebaliknya, debit model yang semakin jauh
kemiripannya dengan debit hasil pengukuran lapang dapat dinyatakan bahwa debit
kuluaran model tersebut kurang baik (Gambar 5). Ketidaksamaan pola hidrograf
tiap kejadian hujan ini disebabkan oleh adanya keragaman curah hujan wilayah.

50

0

50

0

45

5

45

5

40

10

40

10

35

15

35

15

30

20
25

35

40

10

40

45

5

45

50

0

50
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
0:00
1:00
2:00
3:00
4:00
5:00
6:00
7:00

30

7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
0:00
1:00
2:00
3:00
4:00
5:00
6:00
7:00
curah hujan (mm)

debit lapang (m3/s)

25

15

15

0

20

galat debit = 0,47

35

30

5

25
20

20

10

debit (m3/s)

galat debit = 0,02

25

30

curah hujan (mm)

debit model (m3/s)

Gambar 4 Hyetograf dan hidrograf debit DAS
Ciliwung Hulu pada tanggal 3 Maret
2012 (CH = 32.5 mm)

curah hujan (mm)

02/18/2012

curah hujan (mm)

debit (m3/s)

03/03/2012

debit lapang (m3/s)

debit model (m3/s)

Gambar 5 Hyetograf dan hidrograf debit DAS
Ciliwung Hulu pada tanggal 18 Februari
2012 (CH = 43.2 mm)

Validasi Model
Hasil analisis korelasi antara debit puncak hasil pengukuran dengan model
menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 70,1% (Gambar 6).
Nilai R2 ini menerangkan bahwa debit hasil pengukuran dan perhitungan model
memiliki korelasi yang kuat. Pada evaluasi model digunakan RMSE untuk
mempresentasikan rata-rata kuadrat simpangan (selisih) antara nilai debit keluaran
model terhadap nilai debit hasil pengukuran.

13
Nilai RMSE model adalah 15,55 dengan nilai debit puncak hasil
pengukuran terkecil adalah 8,23 m3/s dan terbesar 102,26 m3/s. Nilai tersebut
menggambarkan terdapat selisih rata-rata sebesar 15,55 m3/s antara debit puncak
hasil pengukuran dengan keluaran model yang dihasilkan.

140
120
R2 = 0,701
RMSE =15,55

Qp Lapang (m3/s)

100
80
60
40
20
0
0

20

40

60
80
100
Qp Model (m3/s)

120

140

Gambar 6 Scatter plot debit puncak keluaran model dan pengukuran lapang
Simulasi Distribusi Aliran Sub DAS
Simulasi distribusi aliran tiap sub DAS didasarkan pada nilai debit puncak
yang terjadi pada saat kejadian hujan. Simulasi yang dilakukan menggunakan data
hujan yang sama untuk tiap sub DAS, sehingga pengaruh curah hujan wilayah
tidak dihitung dalam penelitian ini. Selain itu karena keterbatasan data, nilai debit
awal untuk setiap sungai pada masing-masing sub DAS juga tidak dimasukkan,
sehingga nilai debit model untuk simulasi distribusi aliran lebih kecil dari debit
model yang dihasilkan untuk proses validasi. Dengan demikian simulasi debit
aliran pada setiap sub DAS hanya mempertimbangkan debit aliran langsung
(direct runoff).
Simulasi yang dijalankan dengan menggunakan input curah hujan ≤ 24,0
mm dalam simulasi ini tidak menghasilkan debit keluaran model. Dari 37
simulasi, terdapat 17 kejadian hujan dengan curah hujan 24,0 mm (Tabel 7).
Sedangkan 20 kejadian lainnya memiliki pola distribusi yang mirip dilihat
berdasarkan persentase sumbangan aliran yang diberikan (Lampiran 4). Curah
hujan ≤ 24,0 mm yang disimulasikan tiap sub DAS tidak menghasilkan debit
keluran model karena air hujan terhitung masuk ke dalam tanah tanpa
menghasilkan aliran langsung.

14
Tabel 7 Distribusi debit puncak aliran sub DAS Ciliwung Hulu

No

Tanggal

CH
(mm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

07/01/12
14/01/12
17/01/12
18/01/12
30/01/12
02/02/12
04/02/12
07/02/12
13/02/12
18/02/12
24/02/12
26/02/12
27/02/12
29/02/12
03/03/12
03/04/12
04/04/12
15/04/12
30/05/12
07/06/12
11/09/12
06/10/12
10/10/12
18/10/12
19/10/12
22/10/12
12/11/12
17/11/12
19/11/12
24/11/12
25/11/12
28/11/12
10/12/12
18/12/12
23/12/12
24/12/12
26/12/12

25.9
26.5
21.1
23.8
24.0
17.7
15.5
23.3
32.4
43.2
24.7
29.9
20.9
27.1
32.5
43.9
48.5
46.0
40.0
33.2
36.4
22.3
19.4
17.6
19.3
34.7
19.5
23.5
48.0
41.5
24.1
15.0
21.9
15.7
43.1
62.1
17.4

QpL
(m3/s)

Q0
(m3/s)

QpLQ0
(m3/s)

QpM
O1
(m3/s)

QpM
O2
(m3/s)

QpM
O3
(m3/s)

QpM
O4
(m3/s)

QpM
O5
(m3/s)

QpM
O6
(m3/s)

QpM
O7
(m3/s)

18.33
17.81
27.19
27.19
29.22
17.3
25.25
25.25
35.06
29.92
34.29
42.39
46.83
40.69
21.63
43.26
67.31
45.03
25.89
36.62
27.86
8.23
22.8
17.3
19.94
44.14
8.9
29.22
50.58
30.62
27.19
26.54
21.63
17.3
69.6
102.26
15.35

7.91
13.98
10.32
12.27
16.80
12.27
12.27
12.68
11.07
11.07
12.27
11.07
14.43
13.54
11.86
8.23
11.46
11.07
6.15
6.42
3.77
4.87
6.15
4.41
6.42
5.36
7.00
7.60
12.68
14.43
15.35
19.39
12.68
8.23
11.86
22.80
14.43

10.42
3.83
16.87
14.92
12.42
5.03
12.98
12.57
23.99
18.85
22.02
31.32
32.4
27.15
9.77
35.03
55.85
33.96
19.74
30.2
24.09
3.36
16.65
12.89
13.52
38.78
1.9
21.62
37.9
16.19
11.84
7.15
8.95
9.07
57.74
79.46
0.92

0.03
0.04
0.26
1.69
0.00
0.19
0.06
0.37
2.20
2.33
2.92
1.31
0.35
0.92
0.72
2.95
1.44
0.00
1.67
6.42
-

1.95
2.34
4.59
10.54
1.62
1.90
1.62
4.11
15.68
12.63
21.71
7.69
4.04
9.28
8.02
16.71
7.82
1.10
8.71
33.59
-

0.48
0.65
1.58
4.89
0.32
0.74
0.38
1.41
7.43
6.46
10.55
3.88
1.42
3.89
3.25
8.29
3.91
0.19
4.48
17.87
-

0.27
0.36
0.92
3.18
0.16
0.49
0.24
0.93
4.57
4.27
6.27
2.50
0.89
2.31
1.93
5.43
2.62
0.10
2.99
11.40
-

2.22
2.80
5.90
16.04
1.66
2.76
1.66
5.43
23.39
20.34
32.11
12.14
5.36
12.95
11.07
26.27
12.58
1.12
14.10
53.66
-

0.24
0.35
1.17
4.87
0.11
0.64
0.29
1.20
7.26
0.36
10.29
4.00
1.15
3.42
2.79
8.67
4.10
0.05
4.77
19.16
-

0.00
0.01
0.19
1.51
0.00
0.12
0.02
0.28
2.18
2.26
3.14
1.26
0.26
0.84
0.65
2.88
1.32
0.00
1.57
6.74
-

Keterangan: CH = Curah hujan harian; QpL = Debit puncak hasil pengukuran;
Q0 = Debit awal; QpL-Q0=Debit aliran langsung; QpM O=Ciseuseupan;
QpM O2=Ciesek; QpM O3=Cisukabirus; QpM O4=Cibogo; QpM O5=Tugu;
QpM O6=Cisarua; QpM O7 = Wilayah pertemuan anak sungai.

Diurutkan berdasarkan wilayah sub DAS terluas hingga terkecil adalah sub
DAS Tugu (4897 ha), Ciesek (2564 ha), Cisarua (2293 ha), Cisukabirus (1729 ha),
Cibogo (1285 ha), dan Ciseuseupan (1207 ha). Sedangkan nilai CN rata-rata
tertimbang masing-masing sub DAS adalah Ciesek (74,0), Tugu (72,5),
Cisukabirus (71,0), Cibogo (70,7), Cisarua (69,3), dan Ciseuseupan (67,9)
(Lampiran 3).
Dari hasil simulasi distribusi aliran tiap sub DAS Ciliwung Hulu, sub DAS
penyumbang beban debit aliran sungai terbesar hingga terkecil pada DAS

QpM
Akumulasi
di outlet
Katulampa
(m3/s)
5.18
6.54
14.61
42.72
3.86
6.83
4.26
13.72
62.71
48.65
86.97
32.79
13.48
33.60
28.43
71.19
33.79
2.55
38.29
148.84
-

15
Ciliwung Hulu adalah sub DAS Tugu (39%), sub DAS Ciesek (29%), sub DAS
Cisukabirus (11%), sub DAS Cisarua (9%), sub DAS Cibogo (7%), sub DAS
Ciseuseupan (3%). Nilai ini diperoleh dari rata-rata persentase sumbangan debit
puncak aliran tiap sub DAS (Gambar 7).
70%

60
66.7

67.9

74

71

70.7

72.5

69.3

65

60%

70

50%

75

39%

40%
32%

80

29%

30%

85
17%

20%
10%

8%

7%
2%

15%
11% 11%

9%

90
9%

7%

95

3%

0%

100
Wilayah Ciseuseupan
pertemuan
anak sungai

Ciesek

Luas Sub DAS (%)

Cisukabirus

Cibogo

Tugu

Debit Aliran Sungai (%)

Cisarua

CN

Gambar 7 Persentase sumbangan aliran sungai harian sub DAS Ciliwung Hulu
Curah hujan, luas DAS, dan kualitas lahan (CN) merupakan faktor yang
paling mempengaruhi debit aliran sungai. Nilai CN merepresentasikan
kemampuan lahan dalam meresapkan air. Semakin besar nilai CN, semakin besar
pula debit aliran sungai yang dihasilkan. Sehingga untuk memperkecil nilai CN
dapat dilakukan upaya pengelolaan penggunaan lahan berbasis konservasi tanah
dan air pada suatu DAS yang berdampak pada penurunan debit aliran sungai.
Dalam penelitian ini, sub DAS yang memiliki nilai CN tertinggi adalah sub DAS
Ciesek. Sub DAS Ciesek menjadi sub DAS prioritas yang perlu dikelola sehingga
nilai CN dapat diperkecil dan debit aliran sungai dapat diminimalkan.
Pembangunan Fasilitas Retensi Air
Berdasarkan hasil simulasi model diperoleh sumbangan debit puncak aliran
sungai terbesar bagi sungai Ciliwung Hulu berasal dari sub DAS Tugu. Jika
fasilitas retensi air ingin dibangun di hulu DAS Ciliwung, sub DAS ini menjadi
salah satu prioritas utama untuk mengatur debit aliran sungai Ciliwung Hulu.
Berkaitan dengan upaya untuk meminimalkan banjir kiriman ke Jakarta,
pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor berencana akan
membangun waduk di hulu DAS Ciliwung yang berlokasi di Desa Ciawi dan
Sukamahi. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor (2014) berencana
akan membangun waduk Ciawi pada koordinat 106° 52' 51,9317" BT dan 6° 39'
26,6804" LS dengan kapasitas volume tampungan sebesar 11,8x106 m3 dan

16
waduk Sukamahi akan dibangun dengan kapasitas volume tampungan yang lebih
kecil yaitu 2,6x106 m3 pada koordinat 106° 52' 51,5020" BT dan 6° 40' 7,6935"
LS.
Hasil penelitian ini sesuai dengan kajian yang telah dilakukan oleh Dinas
Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor. Berdasarkan model, rencana
pembangunan waduk Ciawi berlokasi di sungai pertemuan sub DAS Tugu, sub
DAS Ciesek, dan sub DAS Cibogo. Lokasi ini akan mengatur debit aliran sungai
sekitar 55% dari total debit sungai Ciliwung Hulu (39% berasal dari sub DAS
Tugu, 9% berasal dari sub DAS Cisarua, dan 7% berasal dari sub DAS Cibogo).
Sedangkan waduk Sukamahi berlokasi di hilir sub DAS Cisukabirus. Lokasi ini
akan mengatur debit aliran sungai sekitar 11% dari total debit sungai Ciliwung
Hulu.
Salah satu hal penting dari fasilitas retensi air adalah pengaturan debit dan
volume aliran sungai. Dalam hal perencanaan pembuatan waduk, batas maksimal
tampungan sangat perlu diperhatikan. Spillway (pintu air) merupakan salah satu
bangunan pengontrol tampungan air waduk. Spillway berfungsi melimpahkan
kelebihan air dari debit yang akan dibuang sehingga kapasitas waduk dapat
dipertahankan sampai batas maksimal.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

Nilai debit puncak keluaran model berkorelasi erat dengan debit puncak
lapang DAS Ciliwung Hulu dengan nilai koefisien determinasi (R2) 70,1%
dan RMSE sebesar 15,55.
Sub DAS penyumbang beban debit aliran sungai terbesar hingga terkecil
pada DAS Ciliwung Hulu adalah sub DAS Tugu (39%), sub DAS Ciesek
(29%), sub DAS Cisukabirus (11%), sub DAS Cisarua (9%), sub DAS
Cibogo (7%), sub DAS Ciseuseupan (3%).
Saran

Disarankan adanya penelitian lanjut berkaitan dengan debit aliran sungai
Ciliwung Hulu dengan data masukan yang lebih kompleks, sehingga dihasilkan
hasil model yang lebih baik.

17

DAFTAR PUSTAKA
Aquaveo LLC. 2008. WMS 8.1 Tutorials. Utah (US): Aquaveo LLC.
Aquaveo LLC. 2014. Intoducing WMS 9.1 [internet]. [diunduh 30 Maret 2014].
Tersedia pada: http://www.aquaveo.com/software/wms-watershed-modelingsystem-introduction.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Press.
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2014. Data dan informasi
bencana Indonesia [Internet]. [diunduh 31 Maret 2014]. Tersedia pada:
http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.
Harto Br S. 2009. Hidrologi; Teori, Masalah, Penyelesaian. Yogyakarta (ID):
Nafiri.
[HEC] Hydrologic Engineering Center. 1998. HEC-1 Flood Hydrograph Package
User’s Manual. Davis (US): US ARMY CORPS OF ENGINEERS.
Indarto. 2010. Hidrologi; Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Irianto S. 2000. Kajian hidrologi daerah aliran sungai ciliwung menggunakan
model HEC-1 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kusumawardani M. 2011. Karakteristik infiltrasi tanah pada penggunaan lahan
pertanian dan pemukiman di desa sukaresmi, kecamatan megamendung,
kabupaten bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mori K, Ishii H, Somatani A, Hatakeyama A. 1978. Hidrologi untuk Pengairan.
Taulu L, penerjemah; Sosrodarsono S, Takeda K, editor. Jakarta (ID): Penerbit
PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Manual on Hidrology.
Rachim D A., Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor (ID):
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sinukaban N. 2007. Soil and Water Conservation. Bogor (ID): Direktorat Jenderal
RLPS.
Subarkah I. 1978. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung (ID):
Idea Dharma.
Suhendy CCV. 2011. Kemampuan lahan untuk menyimpan air di kota Ambon. J
Agroforestri. 6:1.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP) / Curve Number (CN) 1)
aliran permukaan untuk berbagai komplek tanah - penutup tanah
(AMC:II, dan Ia=0,2S).
No.

Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi

1

permukiman
luas kapling (m2)

2
3

4
5
6

7
8

9

10

persentase rata-rata
kedap air 2)
75% tertutup rumput
kondisi sedang: 50-75% tertutup rumput
bera-larikan menurut lereng
tanaman semusim: (dalam baris)
menurut lereng -buruk
menurut lereng -baik
menurut kontur -buruk
menurut kontur -baik
kontur dan teras -buruk
kontur dan teras -baik
padi-padian
menurut lereng -buruk
menurut lereng -baik
menurut kontur -buruk
menurut kontur -baik
kontur dan teras -buruk
kontur dan teras -baik
leguminosa 4) ditanam rapat
menurut lereng -buruk
menurut lereng -baik
menurut kontur -buruk
menurut kontur -baik
kontur dan teras -buruk
kontur dan teras -baik

Kelompok Hidrologi Tanah
A
B
C
D

77
61
57
54
51
98

85
75
72
70
68
98

90
83
81
80
79
98

92
87
86
85
84
98

98
76
72
89
81

98
85
82
92
88

98
89
87
94
91

98
91
89
95
94

39
49
77

61
69
86

74
79
91

80
84
94

72
67
70
65
66
62

81
78
79
75
74
71

88
85
84
82
80
78

91
89
88
86
82
81

65
63
63
61
61
59

76
75
74
73
72
70

84
83
82
81
79
78

88
87
85
84
82
81

66
58
64
55
63
51

77
72
75
69
73
67

85
81
83
78
80
76

89
85
85
83
83
80

19
No.

Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi

11

padang rumput pengembalaan
buruk
sedang
baik
menurut kontur -buruk
menurut kontur -sedang
menurut kontur -baik
padang rumput dipotong -baik
hutan
buruk
sedang
baik
perumahan petani

12
13

14

1)

2)
3)
4)

Kelompok Hidrologi Tanah
A
B
C
D
68
49
39
47
25
6
30

77
72
75
69
59
35
58

85
81
83
81
75
70
71

89
85
85
88
83
79
78

45
36
25
59

66
60
55
74

77
73
70
82

83
79
77
86

Keterangan:
Dibuat oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika Serikat (1973) dalam Arsyad (2010)
Bilangan kurva dihitung berdasarkan asumsi bahwa aliran perukaan dari rumah dan jalan
masuk diarahkan ke jalan umum dan sejumlah minimum air dari atap diarahkan ke
halaman berumput yang menyatakan infiltrasi dapat terjadi
Areal sisa yang tidak kedap air (pekarangna berumput) dianggap berada sebagai rumput
yang baik
Di bagian yang lebih panas bilangan kurva 95 dapat digunakan
Dalam barisan rapat atau disebar

70

0

60

30

50

60

40

90

30

120

20

150

10

180

0
01/12

210
02/12

03/12

04/12

05/12

06/12

07/12

CH citeko (mm)

08/12

09/12

10/12

Debit (m3/s)

11/12

12/12

Curah hujan (mm)

Debit (m3/s)

Lampiran 2 Hyetograf curah hujan harian dan hidrograf debit DAS Ciliwung
Hulu tahun 2012

20
Lampiran 3 CN Report hasil perhitungan HEC-WMS
O1 (Ciseuseupan)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

CN

Luas
(km2)

CN x
Luas

A

Permukiman / lahan terbangun

77

2.929

225.504

A

Pertanian lahan kering

65

9.142

594.255

CN rata-rata tertimbang = 68.027
O2 (Ciesek)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

CN

Luas
(km2)

CN x
Luas

A

Permukiman / lahan terbangun

77

2.993

230.466

A

Pertanian lahan kering

65

9.487

616.623

D

Hutan tanaman

83

11.135

924.224

A

Pertanian lahan kering campur semak / kebun campur

62

2.029

125.81

CN

Luas
(km2)

CN x
Luas

CN rata-rata tertimbang = 73.9792
O3 (Cisukabirus)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

A

Pertanian lahan kering

65

5.965

387.729

A

Permukiman / lahan terbangun

77

0.660

50.817

D

Hutan tanaman

83

3.503

290.74

C

Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan

73

5.762

420.626

B

Hutan lahan kering primer

55

1.396

76.784

CN

Luas
(km2)

CN x
Luas

CN rata-rata tertimbang = 70.8866
O4 (Cibogo)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

A

Pertanian lahan kering

65

8.633

561.13

A

Permukiman / lahan terbangun

77

0.358

27.533

D

Hutan tanaman

83

3.806

315.863

C

Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan

73

0.051

3.729

CN rata-rata tertimbang = 70.6978

21

O5 (Tugu)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

CN

Luas
(km2)

CN x
Luas

A

Permukiman / Lahan terbangun

77

6.137

472.523

A

Pertanian lahan kering

65

15.253

991.415

D

Hutan tanaman

83

19.072

1582.979

A

Semak belukar

25

0.382

9.549

A

Perkebunan / kebun

55

5.093

280.097

C

Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan

73

2.699

197.035

A

Pertanian lahan kering campur semak / kebun campur

62

0.102

6.315

A

Lahan terbuka

49

0.229

11.229

CN rata-rata tertimbang = 72.5226
O6 (Cisarua)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

CN

Luas
(km2)

CN x
Luas

A

Pertanian lahan kering

65

7.284

473.439

A

Permukiman / Lahan terbangun

77

1.132

87.198

D

Hutan tanaman

83

3.680

305.477

C

hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan

73

7.001

511.041

B

Hutan lahan kering primer

55

3.423

188.269

A

Perkebunan / Kebun

55

0.412

22.649

CN rata-rata tertimbang = 69.2514
O7 (Wilayah pertemuan anak sungai)
KHT

Deskripsi Penggunaan Lahan

A

Pertanian lahan kering

A

Permukiman / lahan terbangun
CN rata-rata tertimbang = 66.6822

CN

Luas
(km2)

CN x A

65

9.433

613.146

77

1.538

118.425

22
Lampiran 4 Persentase distribusi debit puncak aliran sub DAS Ciliwung Hulu
No

Tanggal

CH
(mm)

QpL
(m3/s)

QpM
O1
(m3/s)

QpM
O2
(m3/s)

QpM
O3
(m3/s)

QpM
O4
(m3/s)

QpM
O5
(m3/s)

QpM
O6
(m3/s)

QpM
O7
(m3/s)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

07/01/12
14/01/12
17/01/12
18/01/12
30/01/12
02/02/12
04/02/12
07/02/12
13/02/12
18/02/12
24/02/12
26/02/12
27/02/12
29/02/12
03/03/12
03/04/12
04/04/12
15/04/12
30/05/12
07/06/12
11/09/12
06/10/12
10/10/12
18/10/12
19/10/12
22/10/12
12/11/12
17/11/12
19/11/12
24/11/12
25/11/12
28/11/12
10/12/12
18/12/12
23/12/12
24/12/12
26/12/12

25.9
26.5
21.1
23.8
24.0
17.7
15.5
23.3
32.4
43.2
24.7
29.9
20.9
27.1
32.5
43.9
48.5
46.0
40.0
33.2
36.4
22.3
19.4
17.6
19.3
34.7
19.5
23.5
48.0
41.5
24.1
15.0
21.9
15.7
43.1
62.1
17.4

18.33
17.81
27.19
27.19
29.22
17.3
25.25
25.25
35.06
29.92
34.29
42.39
46.