Hubungan antara penerimaan diri dengan Interaksi sosial pada wanita obesitas
. l
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN
INTERAKSI SOSIAL PADA WANITA YANG MENGALAMI
OBESITAS
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
•111
ゥエ・イョセN@
Oleh:
dari
T 1.
g
'Jo. 1nctuk
ldasifikasi
.
.
: GゥOcBZtャ{セH[@
. ..\ ..0, .....\.
:.J.
, ッNvゥZイQセ[ァ」F@
·· ............................................ .
ANDI SAKINAH TENRIPADA MUKHSIN
NIM : 205070000482
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/ 1430 H
'.\'1
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DlRI DE NGAN INTERAKSI
SOSIAL PADA WANITA YANG MENGALAMI OBESITAS
----
u111.
ustO|kaヲャセ[NLZゥ@
Unlveraitas .Islam Ncgeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SYAHID J/i,KARTA .
Mセ@
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
ANDI SAKINAH TENRIPADA MUKHSIN
NIM : 205070000482
Di bawah Bimbingan :
Pembimbing I
Pembimbing II
Yufi Adriani, M.Psi, Psi
NIP. 198209182009012006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
I
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN
INTERAKSI SOSIAL PADA WANITA OBESITAS telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 September 2009. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program
Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 10 Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Pembantu Dekan/
Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar Ph.D
NIP. 130 885 522
Anggota:
Penguji I
セM
Neneng Tali Sumiati, M.Si, Psi
NIP. 150 300 679
Pembimbing I
Ora. ·ana Muti'ah, M.Si
NIP. 19671029 1996032001
Pembimbing II
Yufi Adriani, M.Psi, Psi
NIP. 19820918200912006
MOTTO
セ@
セOuZ。ᆱカィMオ@
セᄋ@
セ@
HZjヲYᆪセI@
l(arya ini kupersembahkan untuk
Allah Ar-Rahman dan Rasul-Nya yang kucinta
Mamaku, Ayahku, Adikku dan Sahabat setiaku
Abstraksi
(A)
Fakultas Psikologi
(B)
September 2009
(C)
Andi Sakinah Tenripada Mukhsin
(D)
Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan lnteraksi Sosial Pada
Wanita Yang Mengalami Obesitas
(E)
xiv + 70 Halaman
(F)
Slim is beauty. Ungkapan itu sering kali diinterpretasikan sebagai
suatu standar kecantikan, bahwa perempuan dapat dikatakan cantik
apabila memiliki tubuh yang langsing (Annastasia Melliana, 2006).
Karena cantik di zaman ini identik dengan tubuh minim lemak atau
langsing, maka ada sebagian wanita, yang kemudian amat merasa
terganggu dan tidak nyaman dengan penampilan fisiknya yang terlalu
gemuk. Obesitas atau yang biasa di kenal sebagai kegemukan
merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan wanita.
Menurut mereka, kegemukan menjadi permasalahan yang cukup
berat, karena keinginan untuk tampil sempurna seringkali diartikan
dengan memiliki tubuh langsing dan proporsional. Sehingga banyak
diantara mereka menjadi kurang percaya diri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami
obesitas.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan
metode penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan di Universitas
Moestopo (Beragama) sebanyak 60 orang, yang diambil dengan teknik
non-probability sampling dengan bentuk teknik accidental sampling.
lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert.
Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik
yang meliputi korelasi Product Moment Pearson untuk menguji
validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen
pengumpul data, dan Uji Korelasi Spearman untuk pengujian hipotesis
penelitian.
Jumlah item valid untuk skala penerimaan diri sebanyak 32 item, dan
untuk skala interaksi sosial sebanyak 35 item. Reliabilitas skala
penerimaan diri adalah 0,9308, dan untuk skala interaksi sosial adalah
0,9371. Berdasarkan uji korelasional Spearman, diperoleh hasil r hitung
(0.514) > r tabel (0.254 ). Terdapat hubungan antara penerimaan diri
dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas.
(G)
Bahan Bacaan: 21 (dari tahun 1969 - 2008) + 8 pustaka online + 1
skripsi + 1 Majalah
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Penerimaan Diri
dengan lnteraksi Sosial Pad a Wanita yang Mengalami Obesitas".
Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, alas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya
hidup di bawah naungan Islam.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Jahja Umar, Ph.D Dekan Fakultas Psikologi, beserta jajarannya di
Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak hal untuk penulis
jadikan sebagai bekal kehidupan.
2. Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si dosen pembimbing I yang telah banyak
membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis selama belajar
dan menyelesaikan penulisan skripsi ini di Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Yufi Adriani, M.Psi, Psi dosen pembimbing II yang tidak pernah
bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang
membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Neneng Tati Sumiati, M.Psi, Psi dosen pembimbing seminar
proposal skripsi atas segala dukungan, arahan, saran, dan
motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Seluruh Dosen, Staff Administrasi, dan Tata Usaha Fakultas
Psikologi UIN atas segala bantuan selama penulis menuntut ilmu.
6. Drs. Andi Mukhsin Rahman, M.Si dan Dra. Erlina Tallu Rahim
orang tuaku yang baik alas segenap kasih sayang dan limpahan
kesabaran telah membesarkan, membimbing dan mengajarkan penulis
akan arti setiap langkah hidup yang harus dijalani. Semoga Allah
meridhai segala yang telah penulis lakukan.
7. Andi Adnan Mukhsin adikku yang baik, yang juga memberikan
semangat kepada penulis agar skripsi ini cepat terselesaikan.
8. Teruntuk sahabat-sahabat penulis Widia, Uris, Mesti, lka, Ayu,
Septi, Berry, Jelita, Pipit, Thania, Ega, Rurry, Nju, lis. Sangat
bersyukur memiliki kalian, benar-benar menjadi warna dalam hidup
penulis dan tak pernah berenti memberikan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini kepada penulis. May our friendship last
forever.
9. Teruntuk sahabatku Mohammad Iqbal yang selama ini banyak
membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Memberikan
semangat, motivasi dan sumbangan pikiran kepada penulis.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebaga
balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Dan
semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkah yang penulis lakukan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait.
Jakarta, 1O Desember 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISi
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO.................................................
iv
ABSTRAKSI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
KATA PENGANTAR......................................
vii
DAFTARISI.. ... .... .. ...... .. .. ........ .. . . .. .. .. ... .. .
ix
DAFTAR TABEL. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
DAFT AR GAMBAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
BABIPENDAHULUAN
1-11
1.1
Latar Belakang Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2
ldentifikasi Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3
Pembatasan dan Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3.1 Pembatasan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3.2 Perumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
Tujuan dan Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
1.4.1 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
9
1.4
ix
1.5
1.4.2 Manfaat Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
1.4.2.1
Manfaat Teoritis. . . . . . . . . . . . . . . . ..
9
1.4.2.2
Manfaat Praktis. . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
Sistematika Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1
2.2
10
12-41
Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.1.1
Definisi Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.1.2 Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri. . . . . . ..
13
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri.
14
2.1.4 Dampak Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
19
2.1.5 Proses Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
20
Interaksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
2.2.1
Definisi lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
2.2.2 Syarat terjadinya lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . ..
27
2.2.3 Macam-macam lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . .
29
2.2.4 Faktor-faktor yang Mendasari Berlangsungnya lnteraksi
2.3
Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
Obesitas ..................................... .
34
x
Definisi Obesitas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
34
2.3.2 Tingkatan Golongan dalam Obesitas. . . . . . . . . ..
36
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Obesitas. . . . . . . . . . . . ..
36
2.4
Kerangka Berpikir............................... .
39
2.5
Hipotesis ..................................... ..
41
2.3.1
BAB 3 METODE PENELITIAN
42-57
3.1
Metode dan Pendekatan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
3.2
Variabel Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
3.3
Populasi dan Sampel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
43
Populasi. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . .
43
3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel. . . . . . .
43
Definisi Variabel. .............................. ..
44
3.4.1
Definisi Konseptual. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
44
3.4.2 Definisi Operasional. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
45
Teknik Pengumpulan Data ....................... ..
46
3.5.1
Metode dan lnstrumen Penelitian. . . . . . . . . . . . . .
49
Teknik Analisis Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
54
3.6.1
54
3.3.1
3.4
3.5
3.6
Analisis Validitas dan Reliabilitas. . . . . . . . . . . . . . .
xi
3. 7
3.6.2 Analisis data kontrol penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . .
55
3.6.3 Analisis data variable penelitian. . . . . . . . . . . . . . . .
55
Prosedur Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
57
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
4.1
4.2
58-64
Gambaran Umum Responden Penelitian. . . . . . . . . . . . . .
58
4.1.1
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia. .
58
Distribusi Penyebaran Skor Responden. . . . . . . . . . . . . . .
59
4.2.1
Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala
Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
4.2.2 Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala
Interaksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
60
4.2.3 Uji Persyaratan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
61
4.2.3.1 Uji Normalitas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
61
4.2.4 Uji Hipotesis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
63-67
5.1
Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
63
5.2
Diskusi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
5.3
Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
65
5.3.1
65
Saran Teoritis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.3.2 Saran Praktis ................... .
DAFTAR PUSTAKA
66
68-70
xii
LAMPI RAN
Lampiran 1
Blue Print Skala Penerimaan Diri
Lampiran 2
Blue Print Skala lnteraksi Sosial
Lampiran 3
Angket Kuesioner
Lampiran 4
Reliabilitas dan Validitas Penerimaan Diri
Lampiran 5
Reliabilitas dan Validitas lnteraksi Sosial
Lampiran 6
Tests of Normaity
Lampiran 7
Nonparametric Correlations
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Bobot Skala Liker! ............................ .
45
Tabel 3.2
Blue Print Try Out Penerimaan Diri ............... .
46
Tabel 3.3
Blue Print Try Out lnteraksi Sosial. .............. ..
48
Tabel 3.4
Kategori Tingkat Hubungan .................... ..
51
Tabel 4.1
Distribusi Respnden Berdasarkan Usia ........... ..
54
Tabel 4.2
Kategorisasi Skar Penerimaan Diri ............... .
55
Tabel 4.3
Kategorisasi Skar lnteraksi Sosial. ............... .
56
Tabel 4.4
Uji Normalitas Penerimaan Diri dengan lnteraksi sosial
57
Tabel 4.5
Nonparametric Correlations ..................... .
60
xiv
DAFT AR GAMBAR
Gambar 4.1 Scatterplot Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
58
Gambar 4.2 Scatterplot lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
xv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pada masa ini peran masyarakat dan media, sangat membawa pengaruh
yang besar dalam mendorong seseorang untuk begitu peduli pada
penampilan dan image tubuhnya. Contohnya saja, sejak dulu di dalam
masyarakat sudah terlihat pola-pola, bahwa cantik, ganteng, keren, langsing,
akan lebih populer, disukai dan banyak mendapatkan peluang untuk
bersosialisasi. Berbagai media dan iklan bermunculan di mana-mana untuk
memperkenalkan keampuhan produk mereka yang tentu saja banyak
mendapat sambutan hangat dari masyarakat, baik tua, muda, pria maupun
wanita. Kehadiran media, tidak dipungkiri semakin mendorong pribadi
seseorang untuk meletakkan standard ideal di dalam dirinya bahwa cantik itu
adalah wanita yang bertubuh langsing. Kecantikan dan kesempurnaan fisik,
menjadi ukuran bagi seseorang sehingga banyak yang berusaha mengejar
kecantikan dan kesempurnaan, dengan bantuan kosmetik, pusat kebugaran,
fashion, ke salon untuk menata rambut mode terkini, sampai dengan
melakukan koreksi wajah dan tubuh. Bagi wanita agaknya kegemukan
merupakan suatu masalah besar yang harus diatasi. Maka tidak aneh bila
2
berbagai produk makanan atau ramuan yang diiklankan dapat menghambat
bahkan menurunkan berat badan sangat laku di pasaran.
Sedangkan pada jaman dahulu orang jawa kuno mengenal salah satu tipe
kecantikan yang di simbolkan lewat patung Dewi Parwati. lstri Dewa Siwa ini
digambarkan bertubuh gendut, dada besar, pinggang melar, dengan
pandangan mata teduh. Bahkan masyarakat Maori masih percaya bahwa
wanita gemuk adalah lambang kecantikan. Namun, cantik di zaman ini identik
dengan tubuh minim lemak. Malah kalau bisa, bebas lemak. (Taklukan
Obesitas, Maja/ah Femina No: 41, 2009).
Slim is beauty. Ungkapan itu sering kali diinterpretasikan sebagai suatu
standar kecantikan, bahwa perempuan dapat dikatakan cantik apabila
memiliki tubuh yang langsing (Annastasia Melliana, 2006). Karena cantik di
zaman ini identik dengan tubuh minim lemak atau langsing, maka ada
sebagian wanita, yang kemudian amat merasa terganggu dan tidak nyaman
dengan penampilan fisiknya yang terlalu gemuk. Mereka merasa punya
kekurangan yang fatal dan sulit diperbaiki, mereka merasa buruk rupa.
Begitu besarnya perhatian mereka akan kekurangan dan keburukan (yang
padahal orang lain tidak memandangnya demikian), sehingga seluruh daya
upaya, tenaga dan biaya, digunakan untuk menutupi kekurangan. Namun
3
semua itu tidak memberikan hasil yang maksimal. Hingga akhirnya tidak bisa
kerja, tidak bisa sosialisasi, bahkan tidak bisa menikmati hidup.
Obesitas atau yang biasa di kenal sebagai kegemukan merupakan suatu
masalah yang cukup merisaukan di kalangan wanita. Menurut mereka,
kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk
tampil sempurna seringkali diartikan dengan memiliki tubuh langsing dan
proporsional. Sehingga banyak diantara mereka menjadi kurang percaya diri.
Dalam Davison, Gerald. C (2006) dikatakan bahwa, tubuh kurus yang ideal
berdasarkan standar sosiokultural kemungkinan merupakan sarana yang
membuat orang-orang mempelajari rasa takut menjadi gemuk atau bahkan
merasa gemuk. Selain menciptakan bentuk fisik yang tidak diinginkan,
menjadi gemuk memiliki berbagai konotasi negatif, seperti ketidak suksesan
dan kurang memiliki kontrol diri. Orang lain memandang orang-orang yang
mengalami obesitas sebagai orang yang kurang cerdas dan dicap sebagai
orang yang kesepian, pemalu dan haus kasih-sayang. Dejong & Kleck
(1986).
Menu rut Spigelman & Schutz (1981) disebutkan bahwa para wanita di
Amerika Utara dituntut untuk bertubuh langsing, karena obesitas merupakan
pemicu penilaian yang kurang baik bagi wanita maupun pria. Dalam sebuah
4
kasus, ratusan pengunjung mendatangi acara pekan musim panas, para
penyelenggara mengadakan pertunjukan bayangan atau siluet yang dimana
ditampilkan wanita dan pria masing-masing yang bertubuh obesitas dan
langsing. Ternyata para penonton memberikan respon yang kurang bagus
kepada bayangan wanita bertubuh obesitas dibandingkan pria yang bertubuh
obesitas. (Lips, Hillary. M, 2003).
Gambaran masyarakat tentang fenomena wanita obesitas yang telah di
jelaskan diatas dalam hubungannya pada penerimaan diri wanita obesitas itu
sendiri, ditanggapi dengan berbagai macam, ada yang sudah mati rasa
menerima ejekan dari orang lain tetapi ada juga yang menjadi benci pada
dirinya sendiri karena mereka ingin sekali mendapatkan pengakuan dari
masyarakat namun ha! itu sulit sekali didapatkan oleh wanita obesitas.
Mereka (wanita obesitas) yang sudah menerima dirinya sendiri, kebanyakan
mencari kelebihan lain yang ada didalam diri mereka. Seperti mengasah
personality dan knowledge. Berpenampilan menarik yang bisa bagus
dipandang oleh orang lain. (Taklukan Obesitas, Majalah Femina No: 41,
2009). Di tempat lain ada seorang wanita yang berprofesi sebagai penulis
menceritakan pengalaman pribadi mengenai tubuh obesitasnya. Sejak usia
11 tahun sampai dengan 33 tahun ia nyaris menghancurkan kesehatannya
dan sempat ingin bunuh diri. Setiap berkaca ia selalu menghina dirinya
sendiri dan tidak pernah melihat sesuatu yang baik yang ada pada dirinya.
5
(www.pearlsong.com/MakingLoveonObesitv.pdf). Menurut Psikolog Raina
Adam (2009) mengatakan setiap orang ingin mendapat pengakuan dan
penghargaan. Namun, hal yang demikian ini sulit didapat oleh orang obesitas.
(Taklukan Obesitas, Majalah Femina No: 41, 2009).
Penerimaan diri wanita obesitas nanti akan mempengaruhi ke dalam interaksi
sosial. Brehm (1999) menyatakan dalam lnteraksi sosial, bentuk fisik adalah
hal yang pertama kali dinilai dari seseorang perempuan. Masyarakat tidak
akan menilai seseorang perempuan dari kecerdasan intelektualnya atau
kelebihan lain di balik bentuk fisiknya terlebih dahulu. Budaya kesan pertama
(first impression culture) di masyarakat kita menunjukkan bahwa lingkungan
sering kali menilai seseorang berdasarkan kriteria luar, seperti tampilan fisik.
Tampilan yang baik sering diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi,
kesempatan yang lebih luas untuk dapat menarik pasangan dan kualitas
positif lainnya. Orang cenderung menilai orang gemuk sebagai orang yang
malas dan suka memanjakan diri sendiri, sedangkan orang langsing dinilai
sebagai orang yang teratur dan disiplin Annastasia Melliana (2006). Dalam
sebuah kasus disebutkan ada seorang wanita obesitas yang bekerja sebagai
staf disalah satu lembaga konsultasi kehumasan, mengatakan, dibanding
rata-rata koleganya, ia agak sulit membuat klien mengingat dirinya. Karena
pada umumnya seorang Public Relation memiliki bentuk tubuh yang tinggi,
langsing, dan cantik. Katanya "sementara, saya bertubuh subur. Saya perlu
6
usaha yang lebih keras agar orang mengingat saya", ujarnya. Sehingga
wanita obesitas tersebut memerlukan usaha yang keras agar orang lain bisa
mengingat mereka. (Tak/ukan Obesitas, Maja/ah Femina No: 41, 2009).
Pada nantinya obesitas tidak hanya membuat daya tarik seseorang menjadi
kurang baik, tetapi menjadi sebuah dilema yang menimbulkan rasa rendah
diri, mudah iri pada orang lain dan kurang percaya diri. Hal ini yang menjadi
pemicu penerimaan diri yang kurang baik atau negatif. Namun ada juga yang
sudah bisa menerima dirinya dengan baik. Sehingga mereka bisa lebih
leluasa untuk berinteraksi sosial. Disisi lain ada juga yang sudah bisa
menerima dirinya sendiri tetapi masih saja membutuhkan waktu untuk
berinteraksi sosial. Jika kita melihat di media televisi, ada beberapa artis yang
yang memiliki bentuk tubuh obesitas, akan tetapi mereka memiliki tingkat
kepercayaan diri yang tinggi dan berani tampil di depan orang banyak.
Bahkan ketika mereka di wawancarai tentang keadaan bentuk tubuhnya,
mereka tidak terlalu mempermasalahkan bentuk tubuh mereka. Peneliti
melihat ada dua perbedaan antara wanita yang bertubuh obesitas dalam
penerimaan diri pada interaksi sosialnya. Yang menjadi menarik perhatian
peneliti untuk meneliti apakah ada hubungannya antara penerimaan diri
dengan interaksi sosial pada wanita obesitas dan berdasarkan uraian di alas
peneliti ingin mengetahui tentang "HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN
7
DIR/ OENGAN INTERAKS/ SOS/AL PADA WANITA YANG MENGALAMI
OBESITAS".
1.2
ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
beberapa masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penerimaan diri wanita yang mengalami obesitas?
2. Bagaimana interaksi sosial wanita yang mengalami obesitas?
3. Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial
pada wanita yang mengalami obesitas?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap wanita obesitas
1.3
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis membatasi masalah
penelitian pada hubungan antara interaksi sosial dan penerimaan diri pada
wanita yang mengalami obesitas. Untuk memperjelas pokok masalah
penelitian, penulis memberi batasan sebagai berikut:
8
a.
Penerimaan Diri
ialah suatu sikap kemampuan individu untuk mau merasa puas dengan
dirinya sendiri dan mau menerima keterbatasan dirinya tanpa merasa
bersalah. Menurut Kubler-Ross (1969) ialah fase dimana seseorang
mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap
nasibnya dan selalu mengekspresikan perasaannya, kecemburuannya
akan kehidupan.
b.
lnteraksi Sosial
lnteraksi sosial disini menurut definisi-definisi dari beberapa tokoh yaitu,
hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial
terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara
verbal, fisik, atau emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh
mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial.
c. Obesitas
Obesitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pengukuran secara umum, yaitu: tinggi badan dikurangi 110. jadi subjek
yang dipakai obesitas sedang yang kelebihan 41-100%. Rentangan
tersebut termasuk dalam tingkatan obesitas sedang.
9
1.3.2 Perumusan Masalah
Terkait dengan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara penerimaan diri
dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas?
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami
obesitas
1.4.2
Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
I.
Dapat memberikan gambaran penerimaan diri wanita yang mengalami
obesitas.
2.
Untuk mengetahui interaksi sosial pada wanita obesitas.
3.
Memperkaya khasanah ilmu psikologi terutama psikologi sosial dan
psikologi klinis.
1.4.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini jika hipotesisnya teruji, maka diharapkan nantinya dapat
digunakan sebagai pertimbangan dan acuan ataupun masukan baik bagi
wanita obesitas sehingga wanita tersebut mempunyai penerimaan diri yang
akan mempengaruhi proses intreaksi sosialnya.
10
1.5
Sistematika Penulisan
Agar dalam penyusunan penelitian ini lebih terarah dan sistematis, maka
penulis membuat sistematika penulisan yang terdiri dari :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2: KAJIAN PUSTAKA
Membahas mengenai Penerimaaan Diri (Self Acceptance), Definisi
Penerimaan Diri, Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri, Faktorfaktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri, Dampak Penerimaan
Diri, Proses Penerimaan Diri, lnteraksi Sosial, Syarat Terjadinya
lnteraksi Sosial, Definisi lnteraksi Sosial, Macam-macam lnteraksi
Sosial, Macam-macam lnteraksi Sosial, Obesitas, Definisi Obesitas,
Tingkatan Golongan dalam Obesitas, Faktor-faktor Penyebab
Obesitas, Kerangka Berpikir.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Meliputi Pendekatan dan Metode Penelitian, Populasi, Sampel dan
Teknik Pengambilan Sampel, Teknik Pengumpulan Data dan
Metode Pengolahan Data.
11
BAB 4 : HASIL PENELITIAN
Meliputi Gambaran Umum Subjek dan Hasil pengumpulan data dari
kuesioner.
BAB 5 : PENUTUP
Berisi kesimpulan. Diskusi dan Saran.
12
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penerimaaan Diri (Self Acceptance)
2.1.1 Definisi Penerimaan diri
Chaplin (2006) mendefinisikan penerimaan diri (self acceptance) sebagai
sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas
dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan sendiri.
"Degree to wich an a individual, having considered his personal
characteristic, is able and willing to live with them" Hurlock (1973). Hurlock
mendefinisikan penerimaan diri sebagai tingkat kemampuan individu untuk
mempertimbangkan karateristik dirinya serta mampu dan mau menerimanya
tanpa merasa bersalah.
Dalam Hurlock (1971 ), Jersild (1971) mendefinisikan penerimaan diri adalah
penilaian yang realistis terhadap potensi yang dimilikinya, memahami
karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi yang ada dengan
sesungguhnya.
Menurut Kubler-Ross (1969) Penerimaan diri adalah fase dimana seseorang
mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap nasibnya
dan selalu mengekspresikan perasaannya, kecemburuannya akan
13
kehid upan. (http://a yura/. wordpress. com/2009/06/08/pendekatan-spiritualterhadappenerimaan-acceptance-keadaan-sakitl)
Jadi penerimaan diri menurut penulis ialah suatu sikap kemampuan individu
untuk mau merasa puas dengan dirinya sendiri dan mau menerima
keterbatasan dirinya tanpa merasa bersalah. Menurut Kubler-Ross (1969)
ialah fase dimana seseorang mencapai tahap ia tidak merasa depresi,
maupun marah terhadap nasibnya dan selalu mengekspresikan
perasaannya, kecemburuannya akan kehidupan
2.1.2 Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri
Dalam Hurlock (1973:544) menyebutkan lima kondisi yang dapat membantu
dalam pembentukan penerimaan diri, yaitu :
a. Aspirasi yang realistis
Untuk dapat menerima diri harus realistis mengenai diri sendiri dan
tidak memilih tujuan yang tidak mungkin. lni bukan berarti tidak
memiliki ambisi atau tujuan. Tetapi ini berarti bahwa tujuan yang
ditetapkan sesuai dengan potensi yang dimiliki.
b. Keberhasilan
Jika tujuan sudah realistis, kesempatan untuk sukes semakin tinggi.
Untuk dapat menerima diri harus mengembangkan keberhasilan untuk
meningkatkan potensi yang dimiliki. Keberhasilan ini termasuk
14
memberikan inisiatif mengenai apa yang ingin dikatakan dan
dilakukan, teliti dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan.
c. Self Insight
Mampu dan mau menghargai diri sendiri dengan realistis dan
mengakui serta menerima kelemahan seperti halnya kelebihan dapat
meningkatkan penerimaan diri.
d. Social Insight
Mampu untuk melihat diri sendiri seperti orang lain melihatnya. lni
dapat menjadi pembimbing dalam bertingkah laku karena
memungkinkan untuk menyesuaikan dengan lingkungan.
e. Konsep diri yang stabil
lndividu dapat merasa bahagia dan tidak bahagia diwaktu yang
berbeda, hal ini menjadikan ambivalent mengenai dirinya. Untuk
mencapai konsep diri yang stabil, lebih penting bagi individu untuk
selalu memandang dirinya dengan menyenangkan.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri
Terdapat beberapa faktor yang menentukan bagaimana seseorang dapat
menyukai dan menerima dirinya sendiri, dimana faktor tersebut berperan
penting bagi terwujudnya penerimaan dalam diri setiap individu (dalam
Hurlock, 1974: 435) faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:
15
1. Self Understanding (pemahaman diri)
Pemahaman akan diri sendiri adalah persepsi tentang diri sendiri yang
dapat timbul jika seseorang mengenali kemampuan dan
ketidakmampuannya serta mau kemampuannya tersebut. Dimana
individu dapat memahami dirinya sendiri tidak hanya tergantung pada
kemampuan intelektual dirinya saja, melainkan juga pada setiap
kesempatannya untuk mengenali dirinya sendiri. Pemahaman diri dan
penerimaan diri berjalan secara berdampingan. lndividu yang
memahami dirinya dengan baik, maka akan menerima keadaan dirinya
sendiri dan tidak ada keinginan untuk berpura-pura menjadi orang lain,
begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti semakin orang dapat memahami
dirinya sendiri, maka senantiasa ia dapat menerima dirinya.
2. Realistic expectations (harapan yang realistis)
Ketika harapan seseorang akan sesuatu hal adalah realistis, maka
kesempatan untuk mencapainya akan terwujud sesuai dengan
harapannya. Hal ini dapat memberikan kepuasan pada diri sendiri
yang sangat berkaitan dengan penerimaan diri. Adanya harapan yang
realistis bisa timbul bila individu menentukan sendiri harapannya
dengan disesuaikan pemahaman mengenai kemampuannya, dan
bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya. Jadi,
ketika individu memiliki harapan, seharusnya ia telah
16
mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam mencapai tujuan
terse but.
3. Absence of environmental obstacies (tidak adanya hambatan
lingkungan)
Ketidakmampuan individu untuk mencapai tujuannya dapat
ditimbulkan dari lingkungan. Jika lingkungan sekitarnya menghalangi
individu menunjukkan potensinya atau untuk mengekspresikan dirinya,
maka penerimaan dirinya tentu akan sulit tercapai. Sebaliknya, apabila
didalam lingkungan individu memberikan dukungan seperti orang tua,
guru, dan teman-teman, maka individu dapat mencapai tujuannya,
merasa puas atas apa yang telah diraihnya, dan harapannya pun
menjadi realistis.
4. Favorable social attitudes (tingkah laku sosial yang sesuai)
Ketika individu menunjukan tingkah laku yang dapat diterima oleh
masyarakat, maka hal tersebut akan membantu dirinya untuk dapat
menerima diri. Yang dimaksud favourable social attitudes disini adalah
tidak adanya prasangka terhadap diri atau anggota keluarganya,
pengakuan individu terhadap kemampuan sosial orang lain, tidak
memandang buruk terhadap orang lain, serta adanya kesediaan
individu untuk menerima kebiasaan atau norma lingkungan.
17
5. Absence of severe emotional stress (tidak adanya stress emosional
yang berat)
Stress menandai kondisi tidak seimbang dalam diri individu yang
menyebabkan individu bertingkah \aku yang dipandang tidak sesuai
oleh lingkungannya. Perubahan pandangan ini dapat menyebabkan
pandangan individu terhadap dirinya juga berubah kearah yang
negatif, sehingga berpengaruh terhadap penerimaan dirinya. Se\ain
itu, tidak adanya gangguan stress emosional yang berat
memungkinkan seseorang untuk melakukan yang terbaik dan tidak
hanya mementingkan kepentingan dirinya saja.
6. Preponderance of successes (kenangan akan keberhasi\an)
Kegagalan yang dia\ami o\eh individu akan menimbulkan penolakan
dalam dirinya, sedangkan keberhasilan dapat berpengaruh pada
penerimaan dirnya. Seseorang yang berhasil atau gaga\ akan
mendapatkan penilaian sosial dari lingkungannya. Penilaian sosial
inilah yang akan diingat oleh individu karena dapat menjadi suatu
penilaian tambahan mengenai dirinya. Ketika seseorang mengalami
kegagalan, maka ketika ia mengingat keberhasilan dapat membantu
memunculkan penerimaan diri. Sebaliknya, kegagalan yang dialami
dapat mengakibatkan penolakan diri.
18
7. Identification with well-adjusted people (identifikasi dengan orang yang
memiliki penyesuaian diri yang baik)
Seseorang yang mengidentifkasikan dirinya dengan orang yang
mampu beradaptasi dengan baik, maka hal ini dapat membantu
dirinya untuk mengambangkan sikap-sikap yang positif dalam
hidupnya dan bersikap baik yang bisa menimbulkan penilaian diri dan
penerimaan diri yang baik.
8. Self perspective (perspektif diri)
Seseorang yang mampu memperhatikan pandangan orang lain
terhadap dirinya seperti ia memandang dirinya sendiri adalah
seseorang yang memiliki pemahaman diri yang cukup baik daripada
seseorang yang memiliki perspektif yang sempit mengenai dirinya, hal
inilah yang membuat ia dapat menerima dirinya dengan baik.
Perspektif diri yang luas diperoleh melalui pengalaman dan belajar.
Dalam hal ini, usia dan tingkat pendidikan memegang pernan penting
bagi seseorang untuk dapat mengembangkan perspektif dirinya.
9. Good childhood training (pola asuh masa kecil yang baik)
Meskipun ada bermacam cara penyesuaian diri yang dilakukan
seseorang untuk membuat perubahan dalam hidupnya, namun yang
menentukan penyesuaian diri seseorang dalam hidupnya adalah pola
asuh dimasa kecil. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis
19
dimana di dalammya terdapat peraturan yang mengajarkan kepada
anak bagaimana ia menerima dirinya sebagai individu dan cenderung
berkembang untuk menghargai dirinya sendiri. Konsep diri mulai
terbentuk pada masa kanak-kanak dimana pola asuh diterapkan,
sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri tetap ada meskipun
usia individu terus bertambah.
10. Stable self-concept (konsep diri yang stabil)
Konsep diri yang stabil adalah satu cara bagaimana seseorang
mampu melihat dirinya sendiri dengan cara yang sama dari waktu ke
waktu. Hanya pada konsep diri yang sesuai seseorang mampu
menerima dirinya sendiri. Karena apabila individu memilki konsep diri
yang tidak stabil, bisa saja pada satu waktu ia menyukai dirinya, pada
waktu lain ia membenci dirinya sendiri. lni akan membuatnya kesulitan
untuk menunjukkan siapa dirinya kepada orang lain karena ia sendiri
merasa bertentangan terhadap dirinya sendiri.
2.1.4 Dampak Penerimaan diri
Hurlock (1973: 340-341) membagi dampak dari penerimaan diri menjadi dua
macam, yaitu:
a. Dalam penyesuaian diri
20
Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali kelebihan dan
kekurangannya secara akurat dan realistik. lni akan membangun
tingkah laku untuk penyesuaian diri yang baik. Selain itu mereka juga
lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang
dapat menerima dirinya. Dengan demikian, orang yang memiliki
penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga
ia dapat menggunakan semua potensinya secara efektif.
b. Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan diri
orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri dapat menyamakan
dengan orang lain dan membangun hubungan yang baik pula. lni
menandakan bahwa oang yang memiliki penerimaan diri dapat
mengadakan penyesuaian sosial yang baik.
2.1.5 Proses Penerimaan Diri
Proses penerimaan seseorang memiliki keunikan pada masing-masing
individu. Beberapa orang mengalami reaksi tertentu dan langsung melompat
pada reaksi selanjutnya, ada juga yang tidak mengalami kemajuan dan
berhenti pada tahap tertentu di individu tersebut. Ada juga yang menerima
dan menyesuaikan lebih cepat (dalam Gargiulo, 1985).
21
Proses penerimaan Kubler-Ross (dalam Gargiulo, 1985) dimaksudkan untuk
lebih dapat melihat bagaiman proses seseorang menerima suatu keadaan,
sebelum ia mampu untuk menerima dirinya sendiri. Berikut adalah tahapan
proses penerimaan diri:
1. Primary Phase
a. Shock (Keterkejutan)
Pada periode ini ditandai dengan tingkah laku, seperti menangis
berlebihan dan rasa ketidakberdayaan.
b. Denial (penolakan)
Yaitu sikap lari dari kenyataan (menolak) yang terjadi pada dirinya.
Dampak dari penolakan yang terjadi biasanya adalah dengan
merasionalisasi keadaan dengan sebaliknya. Penolakan dapat
bertahan jika orang tersebut terus-menerus menyalahkan takdir yang
terjadi pada dirinya. Tetapi, penolakan juga bisa menjadi hal yang
positif jika pada tahap ini orang yang bersangkutan belajar untuk
memahami keadaan yang dialaminya dengan baik.
c. Grief and Depression (sedih dan depresi)
Menurut Ross (dalam Gargiulo, 1985) perasaan kecewa akan
menghancurkan konsep ideal tentang hal yang berkaitan dengan
rasa kecewa tersebut pada diri seseorang. Sedih merupakan reaksi
yang penting dan berguna dan tidak harus disangkal. Perasaan ini
22
juga dapat sebagai tanda adanya perubahan konsep ideal. Pada
tahapan ini tidak memiliki batas waktu, ada yang terus menerus
merasa sedih sepanjang hidupnya. Depresi seringkali merupakan
penyebab dari proses kesedihan, depresi juga merupakan rasa
marah yang mendalam. Rasa depresi juga bisa timbul karena
seseorang merasa yakin bahwa sesuatu hal yang buruk tidak akan
menimpa dirinya. Moses (1977) dalam Gargiulo (1985) meyakini
kebanyakan orang memiliki rasa kemarahan pada dirinya.
Karenanya ketika sesuatu yang buruk itu terjadi, mereka akan marah
terhadap dirinya sendiri dan merasa lemah dan merasa tidak mampu
akan dirinya. Hal inilah yang membuat mereka depresi. Banyak
masyarakat berpendapat bahwa depresi merupakan perasaan yang
tidak pantas dan tidak dapat ditoleransi padahal depresi merupakan
suatu proses yang wajar dan penting yang dialami oleh setiap orang.
Depresi dapat diubah menjadi hal yang pantas dan masuk akal,
karena keadaan ini memungkinkan seseorang untuk menerima
segala yang tidak mungkin untuk di rubah (dalam Gargiulo, 1985).
2. Secondary phase
a. Ambivalence (perasaan yang bertentangan)
Adanya perasaan yang saling bertentangan antara penerimaan dan
menolak terhadap kenyataan yang dihadapi. Semakin kuat perasaan
23
frustasi pada kenyataan, maka perasaan ini akan menjadi biasa
terjadi dalam orang tersebut.
b. Guilt (perasaan bersalah)
Moses (dalan Gargiulo, 1985) percaya bahwa inti dari rasa bersalah
ialah apa yang menyebabkan rasa bersalah. Hal itulah yang
menyebabkan rasa sakit. Rasa bersalah dalam diri seseorang
biasanya karena memandang apa yang ia jalani sebagai sebuah
hukuman. Rasa bersalah identik dengan kata-kata pengandaian,
misalkan "seandainya saya tidak mengalami hal ini. .. " reaksi yang
umumnya terjadi pada tahap ini adalah keinginan untuk membayar
rasa bersalah tersebut. Rasa bersalah merupakan hal yang normal
dan penting, jika dirasakan tidak secara irasional dan berlebihan.
Apabila rasa bersalah tersebut dapat di mengerti dan diterima maka
akan melaju ke tahap selanjutnya.
c. Anger (rasa marah)
Marah merupakan sebuah penghadang untuk menuju penerimaan.
Penyebab marah ada dua tipe. Pertama, mengekspresikan keadilan
dan bertanya "kenapa saya?''. Kedua, merubah marah itu kepada
orang lain, jauh dari orang lain dengan alasan harus ada yang
disalahkan atas hal yang menimpanya. Wentworth (1974) dalam
Gargiulo (1985) meninjau bahwa kemarahan tidaklah menyelesaikan
24
apapun. Perasaan marah hanyalah bersifat merusak. Lebih dari
memikirkan objek yang menjadi kemarahannya, maka yang
dibutuhkan adalah bimbingan dan petunjuk. Jika perasaan ini
semakin meningkat maka dukungan dan penyadaran bahwa
perasaan itu adalah hal yang normal dan alami dari lingkungannya
sangat dibutuhkan (Gargiulo, 1985).
d. Shame and Embarrassment (perasaan malu dan keadaan
memalukan)
Perasaan ini timbul ketika menghadapi lingkungan sosial yang
menolak, menghasihani atau mengejek.
3. Tertiary Phase
a. Bargaining (tawar-menawar)
ialah strategi tersendiri yang biasanya tidak di ketahui oleh banyak
orang. Dimana seseorang mulai membuat "perjanjian" dengan Tuhan
atau pihak yang di pandang mampu untuk memberikan yang
diinginkan.
b. Adaptation and Reorganization
Merupakan proses yang bertahap yang membutuhkan waktu,
berkurangnya rasa cemas serta reaksi emosional lainnya. Tahap ini
seseorang akan mulai merasa nyaman dengan situasi yang ada dan
25
berani untuk menunjukkan rasa percaya dirinya. Hal lainnya adalah
mengorganisir kembali, sehingga meningkatkan prodiktifitas dirinya.
2.2
lnteraksi Sosial
2.2.1 Definisi Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto (2006) interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orangorang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang perorangan dengan kelompok manusia. Mereka saling menegur,
berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Walaupun
orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak
saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masingmasing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahanperubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan,
yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan
dan sebagainya.
Menurut H. Bonner yang dikutip dalam Abu Ahmadi (2002) interaksi sosial
merupakan, hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan
26
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan
individu yang Jain atau sebaliknya.
Chaplin (2006) mendefinisikan interaksi sosial ialah proses interpersonal
yang terus berlangsung antara dua atau lebih pribadi.
Menurut Amin Nurdin dan Ahmad Arori (2006) interaksi sosial adalah adanya
hubungan dua orang atau lebih yang perilaku atau tindakannya direspon oleh
orang lain.
Sears, David. 0 (1970) menyatakan bahwa lnteraksi sosial terjadi ketika dua
orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau
emosional. Berbicara dengan seorang terapis, debat pendapat di kelas,
marah karena berargumen dengan teman, dan menabrak seseorang dalam
lift yang penuh sesak merupakan contoh dari interaksi sosial.
Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, interaksi sosial adalah
kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar
individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Pendapat lain
dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004), interaksi sosial
adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh
mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial.
27
http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentukciri.html.
Jadi interaksi sosial dari berbagai definisi dapat disimpulkan ialah hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dimana
kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki
kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua
orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau
emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan
pembentukan struktur sosial.
2.2.2 Syarat Terjadinya lnteraksi Sosial
Menurut Sears, David. 0 (1970) syarat terjadinya interaksi sosial ialah Ketika
dua orang berinteraksi, mereka saling mempengijlruhi: yaitu tiap orang saling
Si
mempengaruhi satu dengan yang lain. Cara orang saling mempengaruhi
sangat beragam. Orang lain dapat membuat kita merasa bahagia atau sedih,
memberitahukan sebuah kabar terkini atau mengkritik pendapat kita,
membantu kita untuk menyelesaikan sesuatu masalah atau menyelesaikan
dengan cara kita sendiri, membuat kita tertawa atau membuat kita terjaga di
malam hari pada saat khawatir, memberikan saran atau beritahukan sebuah
rahasia, membawa kita hadiah, atau membuat kita menghabiskan uang.
28
セ@
,
PERPUSTt\KAAN UTAMA ··1
UIN SYAHID JAKARTA
1
Seperti contoh-contoh ini menggambarkan, pengaru
a a 1 セイ。Qzウ@
sostal
yang melibatkan perasaan, keyakinan dan perilaku. lntinya adalah bahwa
dua orang telah saling mempengaruhi satu sama lain.
Menurut Soerjono Soekanto (2006) suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kontak sosial
(Social Contact) dan komunikasi.
a.
Kontak Sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya "kontak" antara
pasukan kita dengan pasukan musuh. Suatu kontak dapat bersifat
primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan
hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti misalnya
apabilaorang-orang tersebut berjabat tangan, sambil senyum, dan
seterusnya. Sedangkan kontak sekunder memerlukan suatu perantara.
Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui
alat-alat misalnya telepon, telegraf, radio dan seterusnya.
b.
Komunikasi adalah tindakan seseorang menyampaikan pesan kepada
orang lain. Arti terpenting komunikasi adalah seseorang memberikan
tafsiran pada perilaku orang lain (yang terwujud pembicaraan, gerakgerak badaniah atau sikap ), perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
29
memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh
orang lain tersebut.
2.2.3 Macam-macam lnteraksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
1. lnteraksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. lnteraksi
positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. lnteraksi negatif,
jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya
(bermusuhan).
2. lnteraksi antara individu dan kelompok
lnteraksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk
interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan
kondisinya.
3. lnteraksi sosial antara kelompok dan kelompok
lnteraksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan
kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk
membicarakan suatu proyek.
http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentukciri.html.
30
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Berlangsungnya lnteraksi Sosial
Abu Ahmadi (2002) dan W. A. Gerungan (2004):
1.
Faktor lmitasi
lmitasi adalah meniru orang lain mulai dari sikap, perilaku, gaya, cara berfikir,
penampilan, keterampilan, kemampuan, dan lain-lain. lmitasi yang baik perlu
didahului oleh penerimaan, penghormatan, pengaguman pada sesuatu yang
hendak ditiru tersebut. (http://organisasi.orglunsur-faktor-psiko/ogipendorong-interaksi-sosial-imitasi-sugesti-simpati-empati-identifikasi).
Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan
sikap-sikap, ide-ide dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok
masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang itu dapat lebih melebarkan
dan meluaskan hubungan-hubungannya dengan orang lain. (W. A. Gerungan
: 2004)
2.
Faktor Sugesti
Yang dimaksud dengan sugesti di sini ialah pengaruh psychis, baik yang
datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang baik pada umumnya
diterima tanpa adanya daya kritik. Karena itu dalam psikologi sugesti ini
dibedakan adanya :
1.
Auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang dating dari dirinya sendiri.
2.
Hetero-sugesti yaitu sugesti yang dating dari orang lain.
31
Dalam lapangan psikologi social hetero sugesti akan lebih menonjol daripada
auto sugesti. (Abu Ahmadi: 2002). Terdapat beberapa keadaan tertentu
serta syarat-syarat yang memudahakn sugesti terjadi :
a. Sugesti karena hambatan berpikir;
hambatan berpikir yang dimaksud adalah sugesti itu akan diterima
oleh orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Oleh karena itu
apabila seseorang bersikap kritis maka sugesti yang dilakukan akan
sulit diterima. Makin kurang daya kemampuan seseorang menerima
kritik, maka makin mudah pula orang tersebut menerima sugesti.
b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-belah (disosiasi);
orang akan mudah menerima sugesti dari orang lain apabila
kemampuan berpikirnya terpecah belah. Karena itu orang yang
sedang mengalami kebingungan pada umumnya akan mudah
menerima apa yang dikemukakan oleh orang lain tanpa difikir
terlebih dahulu.
c. Sugesti karena otoritas atau prestise
Dalam W. A Gerungan (2004) disebutkan bahwa orang cenderung
menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila
pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam
bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau
32
memiliki prestise sosial yang tinggi. Hal ini dipergunakan pula pada
bidang propaganda ketika massa lebih cenderung untuk menerima
suatu ucapan apabila ucapan itu berasal dari seorang ahli dalam
bidang tersebut, atau mempunyai prestise sosial yang tinggi
berkaitan dengan bidang itu sehingga dapat dipercaya.
d. Sugesti karena mayoritas
Dalam W. A Gerungan (2004) disebutkan bahwa orang lebih
cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan itu
didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya,
kelompoknya, atau masyarakatnya.
e. Sugesti karena "will to believe"
Dalam W. A Gerungan (2004) yang terjadi dalam sugesti will to
believe ialah diterimanya suatu sikap pandangan tertentu karena
sikap pandangan itu sebenarnya sudah terdapat padanya tetapi
dalam keadaan terpendam. Dalam hal ini, isi dari sugesti akan
diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang
yang bersangkutan sudah terdapat sua
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN
INTERAKSI SOSIAL PADA WANITA YANG MENGALAMI
OBESITAS
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
•111
ゥエ・イョセN@
Oleh:
dari
T 1.
g
'Jo. 1nctuk
ldasifikasi
.
.
: GゥOcBZtャ{セH[@
. ..\ ..0, .....\.
:.J.
, ッNvゥZイQセ[ァ」F@
·· ............................................ .
ANDI SAKINAH TENRIPADA MUKHSIN
NIM : 205070000482
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/ 1430 H
'.\'1
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DlRI DE NGAN INTERAKSI
SOSIAL PADA WANITA YANG MENGALAMI OBESITAS
----
u111.
ustO|kaヲャセ[NLZゥ@
Unlveraitas .Islam Ncgeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SYAHID J/i,KARTA .
Mセ@
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
ANDI SAKINAH TENRIPADA MUKHSIN
NIM : 205070000482
Di bawah Bimbingan :
Pembimbing I
Pembimbing II
Yufi Adriani, M.Psi, Psi
NIP. 198209182009012006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
I
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN
INTERAKSI SOSIAL PADA WANITA OBESITAS telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 September 2009. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program
Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 10 Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Pembantu Dekan/
Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar Ph.D
NIP. 130 885 522
Anggota:
Penguji I
セM
Neneng Tali Sumiati, M.Si, Psi
NIP. 150 300 679
Pembimbing I
Ora. ·ana Muti'ah, M.Si
NIP. 19671029 1996032001
Pembimbing II
Yufi Adriani, M.Psi, Psi
NIP. 19820918200912006
MOTTO
セ@
セOuZ。ᆱカィMオ@
セᄋ@
セ@
HZjヲYᆪセI@
l(arya ini kupersembahkan untuk
Allah Ar-Rahman dan Rasul-Nya yang kucinta
Mamaku, Ayahku, Adikku dan Sahabat setiaku
Abstraksi
(A)
Fakultas Psikologi
(B)
September 2009
(C)
Andi Sakinah Tenripada Mukhsin
(D)
Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan lnteraksi Sosial Pada
Wanita Yang Mengalami Obesitas
(E)
xiv + 70 Halaman
(F)
Slim is beauty. Ungkapan itu sering kali diinterpretasikan sebagai
suatu standar kecantikan, bahwa perempuan dapat dikatakan cantik
apabila memiliki tubuh yang langsing (Annastasia Melliana, 2006).
Karena cantik di zaman ini identik dengan tubuh minim lemak atau
langsing, maka ada sebagian wanita, yang kemudian amat merasa
terganggu dan tidak nyaman dengan penampilan fisiknya yang terlalu
gemuk. Obesitas atau yang biasa di kenal sebagai kegemukan
merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan wanita.
Menurut mereka, kegemukan menjadi permasalahan yang cukup
berat, karena keinginan untuk tampil sempurna seringkali diartikan
dengan memiliki tubuh langsing dan proporsional. Sehingga banyak
diantara mereka menjadi kurang percaya diri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami
obesitas.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan
metode penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan di Universitas
Moestopo (Beragama) sebanyak 60 orang, yang diambil dengan teknik
non-probability sampling dengan bentuk teknik accidental sampling.
lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert.
Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik
yang meliputi korelasi Product Moment Pearson untuk menguji
validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen
pengumpul data, dan Uji Korelasi Spearman untuk pengujian hipotesis
penelitian.
Jumlah item valid untuk skala penerimaan diri sebanyak 32 item, dan
untuk skala interaksi sosial sebanyak 35 item. Reliabilitas skala
penerimaan diri adalah 0,9308, dan untuk skala interaksi sosial adalah
0,9371. Berdasarkan uji korelasional Spearman, diperoleh hasil r hitung
(0.514) > r tabel (0.254 ). Terdapat hubungan antara penerimaan diri
dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas.
(G)
Bahan Bacaan: 21 (dari tahun 1969 - 2008) + 8 pustaka online + 1
skripsi + 1 Majalah
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Penerimaan Diri
dengan lnteraksi Sosial Pad a Wanita yang Mengalami Obesitas".
Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, alas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya
hidup di bawah naungan Islam.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Jahja Umar, Ph.D Dekan Fakultas Psikologi, beserta jajarannya di
Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak hal untuk penulis
jadikan sebagai bekal kehidupan.
2. Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si dosen pembimbing I yang telah banyak
membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis selama belajar
dan menyelesaikan penulisan skripsi ini di Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Yufi Adriani, M.Psi, Psi dosen pembimbing II yang tidak pernah
bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang
membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Neneng Tati Sumiati, M.Psi, Psi dosen pembimbing seminar
proposal skripsi atas segala dukungan, arahan, saran, dan
motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Seluruh Dosen, Staff Administrasi, dan Tata Usaha Fakultas
Psikologi UIN atas segala bantuan selama penulis menuntut ilmu.
6. Drs. Andi Mukhsin Rahman, M.Si dan Dra. Erlina Tallu Rahim
orang tuaku yang baik alas segenap kasih sayang dan limpahan
kesabaran telah membesarkan, membimbing dan mengajarkan penulis
akan arti setiap langkah hidup yang harus dijalani. Semoga Allah
meridhai segala yang telah penulis lakukan.
7. Andi Adnan Mukhsin adikku yang baik, yang juga memberikan
semangat kepada penulis agar skripsi ini cepat terselesaikan.
8. Teruntuk sahabat-sahabat penulis Widia, Uris, Mesti, lka, Ayu,
Septi, Berry, Jelita, Pipit, Thania, Ega, Rurry, Nju, lis. Sangat
bersyukur memiliki kalian, benar-benar menjadi warna dalam hidup
penulis dan tak pernah berenti memberikan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini kepada penulis. May our friendship last
forever.
9. Teruntuk sahabatku Mohammad Iqbal yang selama ini banyak
membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Memberikan
semangat, motivasi dan sumbangan pikiran kepada penulis.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebaga
balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Dan
semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkah yang penulis lakukan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait.
Jakarta, 1O Desember 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISi
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO.................................................
iv
ABSTRAKSI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
KATA PENGANTAR......................................
vii
DAFTARISI.. ... .... .. ...... .. .. ........ .. . . .. .. .. ... .. .
ix
DAFTAR TABEL. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
DAFT AR GAMBAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
BABIPENDAHULUAN
1-11
1.1
Latar Belakang Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2
ldentifikasi Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3
Pembatasan dan Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3.1 Pembatasan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3.2 Perumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
Tujuan dan Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
1.4.1 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
9
1.4
ix
1.5
1.4.2 Manfaat Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
1.4.2.1
Manfaat Teoritis. . . . . . . . . . . . . . . . ..
9
1.4.2.2
Manfaat Praktis. . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
Sistematika Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1
2.2
10
12-41
Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.1.1
Definisi Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.1.2 Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri. . . . . . ..
13
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri.
14
2.1.4 Dampak Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
19
2.1.5 Proses Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
20
Interaksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
2.2.1
Definisi lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
2.2.2 Syarat terjadinya lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . ..
27
2.2.3 Macam-macam lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . .
29
2.2.4 Faktor-faktor yang Mendasari Berlangsungnya lnteraksi
2.3
Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
Obesitas ..................................... .
34
x
Definisi Obesitas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
34
2.3.2 Tingkatan Golongan dalam Obesitas. . . . . . . . . ..
36
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Obesitas. . . . . . . . . . . . ..
36
2.4
Kerangka Berpikir............................... .
39
2.5
Hipotesis ..................................... ..
41
2.3.1
BAB 3 METODE PENELITIAN
42-57
3.1
Metode dan Pendekatan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
3.2
Variabel Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
3.3
Populasi dan Sampel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
43
Populasi. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . .
43
3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel. . . . . . .
43
Definisi Variabel. .............................. ..
44
3.4.1
Definisi Konseptual. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
44
3.4.2 Definisi Operasional. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
45
Teknik Pengumpulan Data ....................... ..
46
3.5.1
Metode dan lnstrumen Penelitian. . . . . . . . . . . . . .
49
Teknik Analisis Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
54
3.6.1
54
3.3.1
3.4
3.5
3.6
Analisis Validitas dan Reliabilitas. . . . . . . . . . . . . . .
xi
3. 7
3.6.2 Analisis data kontrol penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . .
55
3.6.3 Analisis data variable penelitian. . . . . . . . . . . . . . . .
55
Prosedur Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
57
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
4.1
4.2
58-64
Gambaran Umum Responden Penelitian. . . . . . . . . . . . . .
58
4.1.1
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia. .
58
Distribusi Penyebaran Skor Responden. . . . . . . . . . . . . . .
59
4.2.1
Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala
Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
4.2.2 Statistik Deskriptif Penyebaran Skor Responden Skala
Interaksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
60
4.2.3 Uji Persyaratan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
61
4.2.3.1 Uji Normalitas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
61
4.2.4 Uji Hipotesis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
63-67
5.1
Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
63
5.2
Diskusi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
5.3
Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
65
5.3.1
65
Saran Teoritis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.3.2 Saran Praktis ................... .
DAFTAR PUSTAKA
66
68-70
xii
LAMPI RAN
Lampiran 1
Blue Print Skala Penerimaan Diri
Lampiran 2
Blue Print Skala lnteraksi Sosial
Lampiran 3
Angket Kuesioner
Lampiran 4
Reliabilitas dan Validitas Penerimaan Diri
Lampiran 5
Reliabilitas dan Validitas lnteraksi Sosial
Lampiran 6
Tests of Normaity
Lampiran 7
Nonparametric Correlations
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Bobot Skala Liker! ............................ .
45
Tabel 3.2
Blue Print Try Out Penerimaan Diri ............... .
46
Tabel 3.3
Blue Print Try Out lnteraksi Sosial. .............. ..
48
Tabel 3.4
Kategori Tingkat Hubungan .................... ..
51
Tabel 4.1
Distribusi Respnden Berdasarkan Usia ........... ..
54
Tabel 4.2
Kategorisasi Skar Penerimaan Diri ............... .
55
Tabel 4.3
Kategorisasi Skar lnteraksi Sosial. ............... .
56
Tabel 4.4
Uji Normalitas Penerimaan Diri dengan lnteraksi sosial
57
Tabel 4.5
Nonparametric Correlations ..................... .
60
xiv
DAFT AR GAMBAR
Gambar 4.1 Scatterplot Penerimaan Diri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
58
Gambar 4.2 Scatterplot lnteraksi Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
xv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pada masa ini peran masyarakat dan media, sangat membawa pengaruh
yang besar dalam mendorong seseorang untuk begitu peduli pada
penampilan dan image tubuhnya. Contohnya saja, sejak dulu di dalam
masyarakat sudah terlihat pola-pola, bahwa cantik, ganteng, keren, langsing,
akan lebih populer, disukai dan banyak mendapatkan peluang untuk
bersosialisasi. Berbagai media dan iklan bermunculan di mana-mana untuk
memperkenalkan keampuhan produk mereka yang tentu saja banyak
mendapat sambutan hangat dari masyarakat, baik tua, muda, pria maupun
wanita. Kehadiran media, tidak dipungkiri semakin mendorong pribadi
seseorang untuk meletakkan standard ideal di dalam dirinya bahwa cantik itu
adalah wanita yang bertubuh langsing. Kecantikan dan kesempurnaan fisik,
menjadi ukuran bagi seseorang sehingga banyak yang berusaha mengejar
kecantikan dan kesempurnaan, dengan bantuan kosmetik, pusat kebugaran,
fashion, ke salon untuk menata rambut mode terkini, sampai dengan
melakukan koreksi wajah dan tubuh. Bagi wanita agaknya kegemukan
merupakan suatu masalah besar yang harus diatasi. Maka tidak aneh bila
2
berbagai produk makanan atau ramuan yang diiklankan dapat menghambat
bahkan menurunkan berat badan sangat laku di pasaran.
Sedangkan pada jaman dahulu orang jawa kuno mengenal salah satu tipe
kecantikan yang di simbolkan lewat patung Dewi Parwati. lstri Dewa Siwa ini
digambarkan bertubuh gendut, dada besar, pinggang melar, dengan
pandangan mata teduh. Bahkan masyarakat Maori masih percaya bahwa
wanita gemuk adalah lambang kecantikan. Namun, cantik di zaman ini identik
dengan tubuh minim lemak. Malah kalau bisa, bebas lemak. (Taklukan
Obesitas, Maja/ah Femina No: 41, 2009).
Slim is beauty. Ungkapan itu sering kali diinterpretasikan sebagai suatu
standar kecantikan, bahwa perempuan dapat dikatakan cantik apabila
memiliki tubuh yang langsing (Annastasia Melliana, 2006). Karena cantik di
zaman ini identik dengan tubuh minim lemak atau langsing, maka ada
sebagian wanita, yang kemudian amat merasa terganggu dan tidak nyaman
dengan penampilan fisiknya yang terlalu gemuk. Mereka merasa punya
kekurangan yang fatal dan sulit diperbaiki, mereka merasa buruk rupa.
Begitu besarnya perhatian mereka akan kekurangan dan keburukan (yang
padahal orang lain tidak memandangnya demikian), sehingga seluruh daya
upaya, tenaga dan biaya, digunakan untuk menutupi kekurangan. Namun
3
semua itu tidak memberikan hasil yang maksimal. Hingga akhirnya tidak bisa
kerja, tidak bisa sosialisasi, bahkan tidak bisa menikmati hidup.
Obesitas atau yang biasa di kenal sebagai kegemukan merupakan suatu
masalah yang cukup merisaukan di kalangan wanita. Menurut mereka,
kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk
tampil sempurna seringkali diartikan dengan memiliki tubuh langsing dan
proporsional. Sehingga banyak diantara mereka menjadi kurang percaya diri.
Dalam Davison, Gerald. C (2006) dikatakan bahwa, tubuh kurus yang ideal
berdasarkan standar sosiokultural kemungkinan merupakan sarana yang
membuat orang-orang mempelajari rasa takut menjadi gemuk atau bahkan
merasa gemuk. Selain menciptakan bentuk fisik yang tidak diinginkan,
menjadi gemuk memiliki berbagai konotasi negatif, seperti ketidak suksesan
dan kurang memiliki kontrol diri. Orang lain memandang orang-orang yang
mengalami obesitas sebagai orang yang kurang cerdas dan dicap sebagai
orang yang kesepian, pemalu dan haus kasih-sayang. Dejong & Kleck
(1986).
Menu rut Spigelman & Schutz (1981) disebutkan bahwa para wanita di
Amerika Utara dituntut untuk bertubuh langsing, karena obesitas merupakan
pemicu penilaian yang kurang baik bagi wanita maupun pria. Dalam sebuah
4
kasus, ratusan pengunjung mendatangi acara pekan musim panas, para
penyelenggara mengadakan pertunjukan bayangan atau siluet yang dimana
ditampilkan wanita dan pria masing-masing yang bertubuh obesitas dan
langsing. Ternyata para penonton memberikan respon yang kurang bagus
kepada bayangan wanita bertubuh obesitas dibandingkan pria yang bertubuh
obesitas. (Lips, Hillary. M, 2003).
Gambaran masyarakat tentang fenomena wanita obesitas yang telah di
jelaskan diatas dalam hubungannya pada penerimaan diri wanita obesitas itu
sendiri, ditanggapi dengan berbagai macam, ada yang sudah mati rasa
menerima ejekan dari orang lain tetapi ada juga yang menjadi benci pada
dirinya sendiri karena mereka ingin sekali mendapatkan pengakuan dari
masyarakat namun ha! itu sulit sekali didapatkan oleh wanita obesitas.
Mereka (wanita obesitas) yang sudah menerima dirinya sendiri, kebanyakan
mencari kelebihan lain yang ada didalam diri mereka. Seperti mengasah
personality dan knowledge. Berpenampilan menarik yang bisa bagus
dipandang oleh orang lain. (Taklukan Obesitas, Majalah Femina No: 41,
2009). Di tempat lain ada seorang wanita yang berprofesi sebagai penulis
menceritakan pengalaman pribadi mengenai tubuh obesitasnya. Sejak usia
11 tahun sampai dengan 33 tahun ia nyaris menghancurkan kesehatannya
dan sempat ingin bunuh diri. Setiap berkaca ia selalu menghina dirinya
sendiri dan tidak pernah melihat sesuatu yang baik yang ada pada dirinya.
5
(www.pearlsong.com/MakingLoveonObesitv.pdf). Menurut Psikolog Raina
Adam (2009) mengatakan setiap orang ingin mendapat pengakuan dan
penghargaan. Namun, hal yang demikian ini sulit didapat oleh orang obesitas.
(Taklukan Obesitas, Majalah Femina No: 41, 2009).
Penerimaan diri wanita obesitas nanti akan mempengaruhi ke dalam interaksi
sosial. Brehm (1999) menyatakan dalam lnteraksi sosial, bentuk fisik adalah
hal yang pertama kali dinilai dari seseorang perempuan. Masyarakat tidak
akan menilai seseorang perempuan dari kecerdasan intelektualnya atau
kelebihan lain di balik bentuk fisiknya terlebih dahulu. Budaya kesan pertama
(first impression culture) di masyarakat kita menunjukkan bahwa lingkungan
sering kali menilai seseorang berdasarkan kriteria luar, seperti tampilan fisik.
Tampilan yang baik sering diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi,
kesempatan yang lebih luas untuk dapat menarik pasangan dan kualitas
positif lainnya. Orang cenderung menilai orang gemuk sebagai orang yang
malas dan suka memanjakan diri sendiri, sedangkan orang langsing dinilai
sebagai orang yang teratur dan disiplin Annastasia Melliana (2006). Dalam
sebuah kasus disebutkan ada seorang wanita obesitas yang bekerja sebagai
staf disalah satu lembaga konsultasi kehumasan, mengatakan, dibanding
rata-rata koleganya, ia agak sulit membuat klien mengingat dirinya. Karena
pada umumnya seorang Public Relation memiliki bentuk tubuh yang tinggi,
langsing, dan cantik. Katanya "sementara, saya bertubuh subur. Saya perlu
6
usaha yang lebih keras agar orang mengingat saya", ujarnya. Sehingga
wanita obesitas tersebut memerlukan usaha yang keras agar orang lain bisa
mengingat mereka. (Tak/ukan Obesitas, Maja/ah Femina No: 41, 2009).
Pada nantinya obesitas tidak hanya membuat daya tarik seseorang menjadi
kurang baik, tetapi menjadi sebuah dilema yang menimbulkan rasa rendah
diri, mudah iri pada orang lain dan kurang percaya diri. Hal ini yang menjadi
pemicu penerimaan diri yang kurang baik atau negatif. Namun ada juga yang
sudah bisa menerima dirinya dengan baik. Sehingga mereka bisa lebih
leluasa untuk berinteraksi sosial. Disisi lain ada juga yang sudah bisa
menerima dirinya sendiri tetapi masih saja membutuhkan waktu untuk
berinteraksi sosial. Jika kita melihat di media televisi, ada beberapa artis yang
yang memiliki bentuk tubuh obesitas, akan tetapi mereka memiliki tingkat
kepercayaan diri yang tinggi dan berani tampil di depan orang banyak.
Bahkan ketika mereka di wawancarai tentang keadaan bentuk tubuhnya,
mereka tidak terlalu mempermasalahkan bentuk tubuh mereka. Peneliti
melihat ada dua perbedaan antara wanita yang bertubuh obesitas dalam
penerimaan diri pada interaksi sosialnya. Yang menjadi menarik perhatian
peneliti untuk meneliti apakah ada hubungannya antara penerimaan diri
dengan interaksi sosial pada wanita obesitas dan berdasarkan uraian di alas
peneliti ingin mengetahui tentang "HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN
7
DIR/ OENGAN INTERAKS/ SOS/AL PADA WANITA YANG MENGALAMI
OBESITAS".
1.2
ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
beberapa masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penerimaan diri wanita yang mengalami obesitas?
2. Bagaimana interaksi sosial wanita yang mengalami obesitas?
3. Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial
pada wanita yang mengalami obesitas?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap wanita obesitas
1.3
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis membatasi masalah
penelitian pada hubungan antara interaksi sosial dan penerimaan diri pada
wanita yang mengalami obesitas. Untuk memperjelas pokok masalah
penelitian, penulis memberi batasan sebagai berikut:
8
a.
Penerimaan Diri
ialah suatu sikap kemampuan individu untuk mau merasa puas dengan
dirinya sendiri dan mau menerima keterbatasan dirinya tanpa merasa
bersalah. Menurut Kubler-Ross (1969) ialah fase dimana seseorang
mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap
nasibnya dan selalu mengekspresikan perasaannya, kecemburuannya
akan kehidupan.
b.
lnteraksi Sosial
lnteraksi sosial disini menurut definisi-definisi dari beberapa tokoh yaitu,
hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial
terjadi ketika dua orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara
verbal, fisik, atau emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh
mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial.
c. Obesitas
Obesitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pengukuran secara umum, yaitu: tinggi badan dikurangi 110. jadi subjek
yang dipakai obesitas sedang yang kelebihan 41-100%. Rentangan
tersebut termasuk dalam tingkatan obesitas sedang.
9
1.3.2 Perumusan Masalah
Terkait dengan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara penerimaan diri
dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami obesitas?
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
penerimaan diri dengan interaksi sosial pada wanita yang mengalami
obesitas
1.4.2
Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
I.
Dapat memberikan gambaran penerimaan diri wanita yang mengalami
obesitas.
2.
Untuk mengetahui interaksi sosial pada wanita obesitas.
3.
Memperkaya khasanah ilmu psikologi terutama psikologi sosial dan
psikologi klinis.
1.4.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini jika hipotesisnya teruji, maka diharapkan nantinya dapat
digunakan sebagai pertimbangan dan acuan ataupun masukan baik bagi
wanita obesitas sehingga wanita tersebut mempunyai penerimaan diri yang
akan mempengaruhi proses intreaksi sosialnya.
10
1.5
Sistematika Penulisan
Agar dalam penyusunan penelitian ini lebih terarah dan sistematis, maka
penulis membuat sistematika penulisan yang terdiri dari :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2: KAJIAN PUSTAKA
Membahas mengenai Penerimaaan Diri (Self Acceptance), Definisi
Penerimaan Diri, Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri, Faktorfaktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri, Dampak Penerimaan
Diri, Proses Penerimaan Diri, lnteraksi Sosial, Syarat Terjadinya
lnteraksi Sosial, Definisi lnteraksi Sosial, Macam-macam lnteraksi
Sosial, Macam-macam lnteraksi Sosial, Obesitas, Definisi Obesitas,
Tingkatan Golongan dalam Obesitas, Faktor-faktor Penyebab
Obesitas, Kerangka Berpikir.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Meliputi Pendekatan dan Metode Penelitian, Populasi, Sampel dan
Teknik Pengambilan Sampel, Teknik Pengumpulan Data dan
Metode Pengolahan Data.
11
BAB 4 : HASIL PENELITIAN
Meliputi Gambaran Umum Subjek dan Hasil pengumpulan data dari
kuesioner.
BAB 5 : PENUTUP
Berisi kesimpulan. Diskusi dan Saran.
12
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penerimaaan Diri (Self Acceptance)
2.1.1 Definisi Penerimaan diri
Chaplin (2006) mendefinisikan penerimaan diri (self acceptance) sebagai
sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas
dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan sendiri.
"Degree to wich an a individual, having considered his personal
characteristic, is able and willing to live with them" Hurlock (1973). Hurlock
mendefinisikan penerimaan diri sebagai tingkat kemampuan individu untuk
mempertimbangkan karateristik dirinya serta mampu dan mau menerimanya
tanpa merasa bersalah.
Dalam Hurlock (1971 ), Jersild (1971) mendefinisikan penerimaan diri adalah
penilaian yang realistis terhadap potensi yang dimilikinya, memahami
karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi yang ada dengan
sesungguhnya.
Menurut Kubler-Ross (1969) Penerimaan diri adalah fase dimana seseorang
mencapai tahap ia tidak merasa depresi, maupun marah terhadap nasibnya
dan selalu mengekspresikan perasaannya, kecemburuannya akan
13
kehid upan. (http://a yura/. wordpress. com/2009/06/08/pendekatan-spiritualterhadappenerimaan-acceptance-keadaan-sakitl)
Jadi penerimaan diri menurut penulis ialah suatu sikap kemampuan individu
untuk mau merasa puas dengan dirinya sendiri dan mau menerima
keterbatasan dirinya tanpa merasa bersalah. Menurut Kubler-Ross (1969)
ialah fase dimana seseorang mencapai tahap ia tidak merasa depresi,
maupun marah terhadap nasibnya dan selalu mengekspresikan
perasaannya, kecemburuannya akan kehidupan
2.1.2 Kondisi yang Mendukung Penerimaan Diri
Dalam Hurlock (1973:544) menyebutkan lima kondisi yang dapat membantu
dalam pembentukan penerimaan diri, yaitu :
a. Aspirasi yang realistis
Untuk dapat menerima diri harus realistis mengenai diri sendiri dan
tidak memilih tujuan yang tidak mungkin. lni bukan berarti tidak
memiliki ambisi atau tujuan. Tetapi ini berarti bahwa tujuan yang
ditetapkan sesuai dengan potensi yang dimiliki.
b. Keberhasilan
Jika tujuan sudah realistis, kesempatan untuk sukes semakin tinggi.
Untuk dapat menerima diri harus mengembangkan keberhasilan untuk
meningkatkan potensi yang dimiliki. Keberhasilan ini termasuk
14
memberikan inisiatif mengenai apa yang ingin dikatakan dan
dilakukan, teliti dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan.
c. Self Insight
Mampu dan mau menghargai diri sendiri dengan realistis dan
mengakui serta menerima kelemahan seperti halnya kelebihan dapat
meningkatkan penerimaan diri.
d. Social Insight
Mampu untuk melihat diri sendiri seperti orang lain melihatnya. lni
dapat menjadi pembimbing dalam bertingkah laku karena
memungkinkan untuk menyesuaikan dengan lingkungan.
e. Konsep diri yang stabil
lndividu dapat merasa bahagia dan tidak bahagia diwaktu yang
berbeda, hal ini menjadikan ambivalent mengenai dirinya. Untuk
mencapai konsep diri yang stabil, lebih penting bagi individu untuk
selalu memandang dirinya dengan menyenangkan.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri
Terdapat beberapa faktor yang menentukan bagaimana seseorang dapat
menyukai dan menerima dirinya sendiri, dimana faktor tersebut berperan
penting bagi terwujudnya penerimaan dalam diri setiap individu (dalam
Hurlock, 1974: 435) faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:
15
1. Self Understanding (pemahaman diri)
Pemahaman akan diri sendiri adalah persepsi tentang diri sendiri yang
dapat timbul jika seseorang mengenali kemampuan dan
ketidakmampuannya serta mau kemampuannya tersebut. Dimana
individu dapat memahami dirinya sendiri tidak hanya tergantung pada
kemampuan intelektual dirinya saja, melainkan juga pada setiap
kesempatannya untuk mengenali dirinya sendiri. Pemahaman diri dan
penerimaan diri berjalan secara berdampingan. lndividu yang
memahami dirinya dengan baik, maka akan menerima keadaan dirinya
sendiri dan tidak ada keinginan untuk berpura-pura menjadi orang lain,
begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti semakin orang dapat memahami
dirinya sendiri, maka senantiasa ia dapat menerima dirinya.
2. Realistic expectations (harapan yang realistis)
Ketika harapan seseorang akan sesuatu hal adalah realistis, maka
kesempatan untuk mencapainya akan terwujud sesuai dengan
harapannya. Hal ini dapat memberikan kepuasan pada diri sendiri
yang sangat berkaitan dengan penerimaan diri. Adanya harapan yang
realistis bisa timbul bila individu menentukan sendiri harapannya
dengan disesuaikan pemahaman mengenai kemampuannya, dan
bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya. Jadi,
ketika individu memiliki harapan, seharusnya ia telah
16
mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam mencapai tujuan
terse but.
3. Absence of environmental obstacies (tidak adanya hambatan
lingkungan)
Ketidakmampuan individu untuk mencapai tujuannya dapat
ditimbulkan dari lingkungan. Jika lingkungan sekitarnya menghalangi
individu menunjukkan potensinya atau untuk mengekspresikan dirinya,
maka penerimaan dirinya tentu akan sulit tercapai. Sebaliknya, apabila
didalam lingkungan individu memberikan dukungan seperti orang tua,
guru, dan teman-teman, maka individu dapat mencapai tujuannya,
merasa puas atas apa yang telah diraihnya, dan harapannya pun
menjadi realistis.
4. Favorable social attitudes (tingkah laku sosial yang sesuai)
Ketika individu menunjukan tingkah laku yang dapat diterima oleh
masyarakat, maka hal tersebut akan membantu dirinya untuk dapat
menerima diri. Yang dimaksud favourable social attitudes disini adalah
tidak adanya prasangka terhadap diri atau anggota keluarganya,
pengakuan individu terhadap kemampuan sosial orang lain, tidak
memandang buruk terhadap orang lain, serta adanya kesediaan
individu untuk menerima kebiasaan atau norma lingkungan.
17
5. Absence of severe emotional stress (tidak adanya stress emosional
yang berat)
Stress menandai kondisi tidak seimbang dalam diri individu yang
menyebabkan individu bertingkah \aku yang dipandang tidak sesuai
oleh lingkungannya. Perubahan pandangan ini dapat menyebabkan
pandangan individu terhadap dirinya juga berubah kearah yang
negatif, sehingga berpengaruh terhadap penerimaan dirinya. Se\ain
itu, tidak adanya gangguan stress emosional yang berat
memungkinkan seseorang untuk melakukan yang terbaik dan tidak
hanya mementingkan kepentingan dirinya saja.
6. Preponderance of successes (kenangan akan keberhasi\an)
Kegagalan yang dia\ami o\eh individu akan menimbulkan penolakan
dalam dirinya, sedangkan keberhasilan dapat berpengaruh pada
penerimaan dirnya. Seseorang yang berhasil atau gaga\ akan
mendapatkan penilaian sosial dari lingkungannya. Penilaian sosial
inilah yang akan diingat oleh individu karena dapat menjadi suatu
penilaian tambahan mengenai dirinya. Ketika seseorang mengalami
kegagalan, maka ketika ia mengingat keberhasilan dapat membantu
memunculkan penerimaan diri. Sebaliknya, kegagalan yang dialami
dapat mengakibatkan penolakan diri.
18
7. Identification with well-adjusted people (identifikasi dengan orang yang
memiliki penyesuaian diri yang baik)
Seseorang yang mengidentifkasikan dirinya dengan orang yang
mampu beradaptasi dengan baik, maka hal ini dapat membantu
dirinya untuk mengambangkan sikap-sikap yang positif dalam
hidupnya dan bersikap baik yang bisa menimbulkan penilaian diri dan
penerimaan diri yang baik.
8. Self perspective (perspektif diri)
Seseorang yang mampu memperhatikan pandangan orang lain
terhadap dirinya seperti ia memandang dirinya sendiri adalah
seseorang yang memiliki pemahaman diri yang cukup baik daripada
seseorang yang memiliki perspektif yang sempit mengenai dirinya, hal
inilah yang membuat ia dapat menerima dirinya dengan baik.
Perspektif diri yang luas diperoleh melalui pengalaman dan belajar.
Dalam hal ini, usia dan tingkat pendidikan memegang pernan penting
bagi seseorang untuk dapat mengembangkan perspektif dirinya.
9. Good childhood training (pola asuh masa kecil yang baik)
Meskipun ada bermacam cara penyesuaian diri yang dilakukan
seseorang untuk membuat perubahan dalam hidupnya, namun yang
menentukan penyesuaian diri seseorang dalam hidupnya adalah pola
asuh dimasa kecil. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis
19
dimana di dalammya terdapat peraturan yang mengajarkan kepada
anak bagaimana ia menerima dirinya sebagai individu dan cenderung
berkembang untuk menghargai dirinya sendiri. Konsep diri mulai
terbentuk pada masa kanak-kanak dimana pola asuh diterapkan,
sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri tetap ada meskipun
usia individu terus bertambah.
10. Stable self-concept (konsep diri yang stabil)
Konsep diri yang stabil adalah satu cara bagaimana seseorang
mampu melihat dirinya sendiri dengan cara yang sama dari waktu ke
waktu. Hanya pada konsep diri yang sesuai seseorang mampu
menerima dirinya sendiri. Karena apabila individu memilki konsep diri
yang tidak stabil, bisa saja pada satu waktu ia menyukai dirinya, pada
waktu lain ia membenci dirinya sendiri. lni akan membuatnya kesulitan
untuk menunjukkan siapa dirinya kepada orang lain karena ia sendiri
merasa bertentangan terhadap dirinya sendiri.
2.1.4 Dampak Penerimaan diri
Hurlock (1973: 340-341) membagi dampak dari penerimaan diri menjadi dua
macam, yaitu:
a. Dalam penyesuaian diri
20
Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali kelebihan dan
kekurangannya secara akurat dan realistik. lni akan membangun
tingkah laku untuk penyesuaian diri yang baik. Selain itu mereka juga
lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang
dapat menerima dirinya. Dengan demikian, orang yang memiliki
penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga
ia dapat menggunakan semua potensinya secara efektif.
b. Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan diri
orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri dapat menyamakan
dengan orang lain dan membangun hubungan yang baik pula. lni
menandakan bahwa oang yang memiliki penerimaan diri dapat
mengadakan penyesuaian sosial yang baik.
2.1.5 Proses Penerimaan Diri
Proses penerimaan seseorang memiliki keunikan pada masing-masing
individu. Beberapa orang mengalami reaksi tertentu dan langsung melompat
pada reaksi selanjutnya, ada juga yang tidak mengalami kemajuan dan
berhenti pada tahap tertentu di individu tersebut. Ada juga yang menerima
dan menyesuaikan lebih cepat (dalam Gargiulo, 1985).
21
Proses penerimaan Kubler-Ross (dalam Gargiulo, 1985) dimaksudkan untuk
lebih dapat melihat bagaiman proses seseorang menerima suatu keadaan,
sebelum ia mampu untuk menerima dirinya sendiri. Berikut adalah tahapan
proses penerimaan diri:
1. Primary Phase
a. Shock (Keterkejutan)
Pada periode ini ditandai dengan tingkah laku, seperti menangis
berlebihan dan rasa ketidakberdayaan.
b. Denial (penolakan)
Yaitu sikap lari dari kenyataan (menolak) yang terjadi pada dirinya.
Dampak dari penolakan yang terjadi biasanya adalah dengan
merasionalisasi keadaan dengan sebaliknya. Penolakan dapat
bertahan jika orang tersebut terus-menerus menyalahkan takdir yang
terjadi pada dirinya. Tetapi, penolakan juga bisa menjadi hal yang
positif jika pada tahap ini orang yang bersangkutan belajar untuk
memahami keadaan yang dialaminya dengan baik.
c. Grief and Depression (sedih dan depresi)
Menurut Ross (dalam Gargiulo, 1985) perasaan kecewa akan
menghancurkan konsep ideal tentang hal yang berkaitan dengan
rasa kecewa tersebut pada diri seseorang. Sedih merupakan reaksi
yang penting dan berguna dan tidak harus disangkal. Perasaan ini
22
juga dapat sebagai tanda adanya perubahan konsep ideal. Pada
tahapan ini tidak memiliki batas waktu, ada yang terus menerus
merasa sedih sepanjang hidupnya. Depresi seringkali merupakan
penyebab dari proses kesedihan, depresi juga merupakan rasa
marah yang mendalam. Rasa depresi juga bisa timbul karena
seseorang merasa yakin bahwa sesuatu hal yang buruk tidak akan
menimpa dirinya. Moses (1977) dalam Gargiulo (1985) meyakini
kebanyakan orang memiliki rasa kemarahan pada dirinya.
Karenanya ketika sesuatu yang buruk itu terjadi, mereka akan marah
terhadap dirinya sendiri dan merasa lemah dan merasa tidak mampu
akan dirinya. Hal inilah yang membuat mereka depresi. Banyak
masyarakat berpendapat bahwa depresi merupakan perasaan yang
tidak pantas dan tidak dapat ditoleransi padahal depresi merupakan
suatu proses yang wajar dan penting yang dialami oleh setiap orang.
Depresi dapat diubah menjadi hal yang pantas dan masuk akal,
karena keadaan ini memungkinkan seseorang untuk menerima
segala yang tidak mungkin untuk di rubah (dalam Gargiulo, 1985).
2. Secondary phase
a. Ambivalence (perasaan yang bertentangan)
Adanya perasaan yang saling bertentangan antara penerimaan dan
menolak terhadap kenyataan yang dihadapi. Semakin kuat perasaan
23
frustasi pada kenyataan, maka perasaan ini akan menjadi biasa
terjadi dalam orang tersebut.
b. Guilt (perasaan bersalah)
Moses (dalan Gargiulo, 1985) percaya bahwa inti dari rasa bersalah
ialah apa yang menyebabkan rasa bersalah. Hal itulah yang
menyebabkan rasa sakit. Rasa bersalah dalam diri seseorang
biasanya karena memandang apa yang ia jalani sebagai sebuah
hukuman. Rasa bersalah identik dengan kata-kata pengandaian,
misalkan "seandainya saya tidak mengalami hal ini. .. " reaksi yang
umumnya terjadi pada tahap ini adalah keinginan untuk membayar
rasa bersalah tersebut. Rasa bersalah merupakan hal yang normal
dan penting, jika dirasakan tidak secara irasional dan berlebihan.
Apabila rasa bersalah tersebut dapat di mengerti dan diterima maka
akan melaju ke tahap selanjutnya.
c. Anger (rasa marah)
Marah merupakan sebuah penghadang untuk menuju penerimaan.
Penyebab marah ada dua tipe. Pertama, mengekspresikan keadilan
dan bertanya "kenapa saya?''. Kedua, merubah marah itu kepada
orang lain, jauh dari orang lain dengan alasan harus ada yang
disalahkan atas hal yang menimpanya. Wentworth (1974) dalam
Gargiulo (1985) meninjau bahwa kemarahan tidaklah menyelesaikan
24
apapun. Perasaan marah hanyalah bersifat merusak. Lebih dari
memikirkan objek yang menjadi kemarahannya, maka yang
dibutuhkan adalah bimbingan dan petunjuk. Jika perasaan ini
semakin meningkat maka dukungan dan penyadaran bahwa
perasaan itu adalah hal yang normal dan alami dari lingkungannya
sangat dibutuhkan (Gargiulo, 1985).
d. Shame and Embarrassment (perasaan malu dan keadaan
memalukan)
Perasaan ini timbul ketika menghadapi lingkungan sosial yang
menolak, menghasihani atau mengejek.
3. Tertiary Phase
a. Bargaining (tawar-menawar)
ialah strategi tersendiri yang biasanya tidak di ketahui oleh banyak
orang. Dimana seseorang mulai membuat "perjanjian" dengan Tuhan
atau pihak yang di pandang mampu untuk memberikan yang
diinginkan.
b. Adaptation and Reorganization
Merupakan proses yang bertahap yang membutuhkan waktu,
berkurangnya rasa cemas serta reaksi emosional lainnya. Tahap ini
seseorang akan mulai merasa nyaman dengan situasi yang ada dan
25
berani untuk menunjukkan rasa percaya dirinya. Hal lainnya adalah
mengorganisir kembali, sehingga meningkatkan prodiktifitas dirinya.
2.2
lnteraksi Sosial
2.2.1 Definisi Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto (2006) interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orangorang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang perorangan dengan kelompok manusia. Mereka saling menegur,
berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Walaupun
orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak
saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masingmasing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahanperubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan,
yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan
dan sebagainya.
Menurut H. Bonner yang dikutip dalam Abu Ahmadi (2002) interaksi sosial
merupakan, hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan
26
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan
individu yang Jain atau sebaliknya.
Chaplin (2006) mendefinisikan interaksi sosial ialah proses interpersonal
yang terus berlangsung antara dua atau lebih pribadi.
Menurut Amin Nurdin dan Ahmad Arori (2006) interaksi sosial adalah adanya
hubungan dua orang atau lebih yang perilaku atau tindakannya direspon oleh
orang lain.
Sears, David. 0 (1970) menyatakan bahwa lnteraksi sosial terjadi ketika dua
orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau
emosional. Berbicara dengan seorang terapis, debat pendapat di kelas,
marah karena berargumen dengan teman, dan menabrak seseorang dalam
lift yang penuh sesak merupakan contoh dari interaksi sosial.
Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, interaksi sosial adalah
kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar
individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Pendapat lain
dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004), interaksi sosial
adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh
mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial.
27
http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentukciri.html.
Jadi interaksi sosial dari berbagai definisi dapat disimpulkan ialah hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dimana
kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki
kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. lnteraksi sosial terjadi ketika dua
orang atau lebih saling mempengaruhi baik secara verbal, fisik, atau
emosional, yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan
pembentukan struktur sosial.
2.2.2 Syarat Terjadinya lnteraksi Sosial
Menurut Sears, David. 0 (1970) syarat terjadinya interaksi sosial ialah Ketika
dua orang berinteraksi, mereka saling mempengijlruhi: yaitu tiap orang saling
Si
mempengaruhi satu dengan yang lain. Cara orang saling mempengaruhi
sangat beragam. Orang lain dapat membuat kita merasa bahagia atau sedih,
memberitahukan sebuah kabar terkini atau mengkritik pendapat kita,
membantu kita untuk menyelesaikan sesuatu masalah atau menyelesaikan
dengan cara kita sendiri, membuat kita tertawa atau membuat kita terjaga di
malam hari pada saat khawatir, memberikan saran atau beritahukan sebuah
rahasia, membawa kita hadiah, atau membuat kita menghabiskan uang.
28
セ@
,
PERPUSTt\KAAN UTAMA ··1
UIN SYAHID JAKARTA
1
Seperti contoh-contoh ini menggambarkan, pengaru
a a 1 セイ。Qzウ@
sostal
yang melibatkan perasaan, keyakinan dan perilaku. lntinya adalah bahwa
dua orang telah saling mempengaruhi satu sama lain.
Menurut Soerjono Soekanto (2006) suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kontak sosial
(Social Contact) dan komunikasi.
a.
Kontak Sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya "kontak" antara
pasukan kita dengan pasukan musuh. Suatu kontak dapat bersifat
primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan
hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti misalnya
apabilaorang-orang tersebut berjabat tangan, sambil senyum, dan
seterusnya. Sedangkan kontak sekunder memerlukan suatu perantara.
Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui
alat-alat misalnya telepon, telegraf, radio dan seterusnya.
b.
Komunikasi adalah tindakan seseorang menyampaikan pesan kepada
orang lain. Arti terpenting komunikasi adalah seseorang memberikan
tafsiran pada perilaku orang lain (yang terwujud pembicaraan, gerakgerak badaniah atau sikap ), perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
29
memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh
orang lain tersebut.
2.2.3 Macam-macam lnteraksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
1. lnteraksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. lnteraksi
positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. lnteraksi negatif,
jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya
(bermusuhan).
2. lnteraksi antara individu dan kelompok
lnteraksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk
interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan
kondisinya.
3. lnteraksi sosial antara kelompok dan kelompok
lnteraksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan
kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk
membicarakan suatu proyek.
http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentukciri.html.
30
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Berlangsungnya lnteraksi Sosial
Abu Ahmadi (2002) dan W. A. Gerungan (2004):
1.
Faktor lmitasi
lmitasi adalah meniru orang lain mulai dari sikap, perilaku, gaya, cara berfikir,
penampilan, keterampilan, kemampuan, dan lain-lain. lmitasi yang baik perlu
didahului oleh penerimaan, penghormatan, pengaguman pada sesuatu yang
hendak ditiru tersebut. (http://organisasi.orglunsur-faktor-psiko/ogipendorong-interaksi-sosial-imitasi-sugesti-simpati-empati-identifikasi).
Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan
sikap-sikap, ide-ide dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok
masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang itu dapat lebih melebarkan
dan meluaskan hubungan-hubungannya dengan orang lain. (W. A. Gerungan
: 2004)
2.
Faktor Sugesti
Yang dimaksud dengan sugesti di sini ialah pengaruh psychis, baik yang
datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang baik pada umumnya
diterima tanpa adanya daya kritik. Karena itu dalam psikologi sugesti ini
dibedakan adanya :
1.
Auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang dating dari dirinya sendiri.
2.
Hetero-sugesti yaitu sugesti yang dating dari orang lain.
31
Dalam lapangan psikologi social hetero sugesti akan lebih menonjol daripada
auto sugesti. (Abu Ahmadi: 2002). Terdapat beberapa keadaan tertentu
serta syarat-syarat yang memudahakn sugesti terjadi :
a. Sugesti karena hambatan berpikir;
hambatan berpikir yang dimaksud adalah sugesti itu akan diterima
oleh orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Oleh karena itu
apabila seseorang bersikap kritis maka sugesti yang dilakukan akan
sulit diterima. Makin kurang daya kemampuan seseorang menerima
kritik, maka makin mudah pula orang tersebut menerima sugesti.
b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-belah (disosiasi);
orang akan mudah menerima sugesti dari orang lain apabila
kemampuan berpikirnya terpecah belah. Karena itu orang yang
sedang mengalami kebingungan pada umumnya akan mudah
menerima apa yang dikemukakan oleh orang lain tanpa difikir
terlebih dahulu.
c. Sugesti karena otoritas atau prestise
Dalam W. A Gerungan (2004) disebutkan bahwa orang cenderung
menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila
pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam
bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau
32
memiliki prestise sosial yang tinggi. Hal ini dipergunakan pula pada
bidang propaganda ketika massa lebih cenderung untuk menerima
suatu ucapan apabila ucapan itu berasal dari seorang ahli dalam
bidang tersebut, atau mempunyai prestise sosial yang tinggi
berkaitan dengan bidang itu sehingga dapat dipercaya.
d. Sugesti karena mayoritas
Dalam W. A Gerungan (2004) disebutkan bahwa orang lebih
cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan itu
didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya,
kelompoknya, atau masyarakatnya.
e. Sugesti karena "will to believe"
Dalam W. A Gerungan (2004) yang terjadi dalam sugesti will to
believe ialah diterimanya suatu sikap pandangan tertentu karena
sikap pandangan itu sebenarnya sudah terdapat padanya tetapi
dalam keadaan terpendam. Dalam hal ini, isi dari sugesti akan
diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang
yang bersangkutan sudah terdapat sua