Terapi kanker serviks Tinjauan Pustaka 1. Definisi

2008. Sistem FIGO mengklasifikasikan penyakit mulai dari stadium I sampai IV, klasifikasi kanker serviks berdasarkan FIGO dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut International Federation of Gynecology and Obstetric FIGO Stadium FIGO Patologi Karsinoma in situ kanker pranvasif 1 Kanker serviks yang terbatas hanya pada serviks penyebaran ke corpus diabaikan I A Invasi kanker didiagnosa dengan mikroskopi I A1 Invasi minimal, semua lesi yang dapat dilihat dengan mikroskop I A2 Kedalaman invasi stroma 3,00 mm atau kurang dan 7,00 mm atau kurang pada penyebaran yang mendatar I B Kedalaman invasi stroma lebih dari 3,00 mm dan tidak lebih dari 5,00 dan 7,00 mm atau kurang pada penyebaran yang mendatar I B1 Secara klinik lesi dapat dilihat 4,00 cm atau kurang dengan pembesaran maksimal I B2 Secara klinik lesi dapat dilihat 4,00 atau lebih dengan pembesaran maksimal II Karsinoma menyerang di luar serviks tetapi belum meluas ke dinding pelvis dan ⅓ distal vagina IIA Tanpa ada keterlibatan parametrium yang nyata IIB Melibatkan parametrium nyata III Tumor meluas ke dinding pelvis danatau meliputi ⅓ distal vagina danatau menyebabkan hydronephrosis atau tidak berfungsinya ginjal III A Tumor meluas ke ⅓ distal vagina, tidak menyebar ke dinding pelvis III B Tumor menyebar ke dinding pelvis danatau menyebabkan hydroneprosis atau tidak berfungsinya ginjal VI A Tumor menyerang mukosa dari kandung kemih atau rectum danatau sudah keluar dari pelvis. Edema bulosa pada kandung kemih saja tidak boleh dimasukkan pada stadium T4 IV B Menyebar ke organ yang lain Greer, et al , 2008

7. Terapi kanker serviks

Penyebaran utama invasi karsinoma serviks yaitu dengan perluasan secara langsung dan penyebaran melalui kelenjar limfa. Terapi kanker serviks harus mempunyai sasaran yang tepat tidak hanya pada letak tumor, tetapi juga jaringan disekeliling tumor dan kelenjar limfa. Terapi dilakukan dengan histerektomi radikal, limfadenoktomi pelvis, radiasi dengan kemoterapi yang sesuai atau kombinasi dari semuanya Decherney, 2007. Secara umum dikenal 3 terapi yang biasa dilakukan untuk penanganan kanker, yaitu : a. Terapi pembedahan Pembedahan digunakan baik dalam diagnosis maupun penentuan stadium tumor. Berdasarkan pengalaman, pembedahan radikal memberikan kemungkinan penyembuhan yang optimal dan tetap menjadi pilihan pada beberapa jenis kanker Davey, 2006. b. Radiasi Radioterapi Radioterapi memegang peranan yang penting dalam pengobatan berbagai kanker. Radiasi pengion menginduksi kerusakan DNA, yang memicu apoptosis kematian sel terprogram. Dosis radiasi dibagi difraksi untuk memungkinkan pemulihan jaringan normal sehingga mengurangi efek samping Davey, 2006. Radiasi dapat diberikan sebelum pembedahan sebagai upaya untuk menyusutkan lesi serviks yang sangat besar dan menjadikannya dapat diatasi dengan prosedur pembedahan yang lebih terbatas Hacker and George, 2001. c. Terapi Sitostatika Terapi sitostatika bekerja dengan mekanisme sebagai berikut, merusak DNA dari sel-sel yang membelah dengan cepat, yang dideteksi oleh jalur P53Rb, sehingga memicu apoptosis, merusak apparatus spindle , mencegah kejadian pembelahan sel dan menghambat sintesis DNA. Terapi tersebut dapat memperpanjang hidup tapi tidak menyembuhkan. Beberapa jenis kemoterapi yang tersedia adalah : 1. Antagonis folat, analog purin dan pirimidin : obat-obat ini menghambat sintesis DNA metotreksat, 5-fluorourasil dan hidroksiurea. 2. Obat pengalkilasi alkylating agent , bekerja dengan merusak DNA. Obat yang termasuk golongan ini adalah siklofosfamid, melfalan dan platina. 3. Obat yang dapat berinteraksi dengan topoisomerase I dan topoisomerase II mengadakan interkalasi dengan DNA untai ganda dan membentuk kompleks dengan topoisomerase II yang mudah membelah, yaitu enzim inti sel penting yang yang menyebabkan pembelahan DNA untai ganda. 4. Alkaloid dan taksan menghambat fungsi mikrotubulus dan mengganggu mitosis . Contohnya adalah alkaloid vinka dan taksan Davey, 2006. Terapi sitostatika untuk kanker serviks dapat berupa sitostatika sebagai agen tunggal maupun sitostatika kombinasi, di bawah ini merupakan regimen sitostatika yang digunakan untuk kanker serviks yang telah bermetastasis yaitu, 1. Kombinasi terapi pilihan pertama: cisplatinpaclitaxel kategori 1, cisplatintopotecan kategori 1, cisplatingemcitabine kategori 2B, carboplatinpaclitaxel Greer, et al , 2008. 2. Terapi agen tunggal pilihan pertama: cisplatin, carboplatin, paclitaxel, topotecan kategori 2B Greer, et al, 2008. Diantara obat kemoterapi yang digunakan pada kanker serviks, cisplatin menunjukkan aktivitas yang paling konsisten sebagai agen tunggal. Cisplatin adalah agen tunggal untuk kanker serviks yang dievaluasi paling ekstensif. Dosis 100 mgm 2 menunjukkan respon yang lebih besar daripada dosis 50 mgm 2 31 vs 21, tapi dosis yang lebih besar berhubungan dengan meningkatnya resiko toksisitas. Taksan dilaporkan mempunyai aktivitas pada kanker serviks. Pada penelitian dari paclitaxel taxol dengan dosis 170 mgm 2 selama 24 jam menunjukkan respon objektif rata-rata 17 dan pada penelitian paclitaxel lain dengan dosis 250 mgm 2 selama 3 jam menunjukkan respon rata-rata 27 Dennis, et al , 2001. 3. Terapi pilihan kedua: semua agen yang masuk dalam kategori 2B, docetaxel, ifosfamid, vinorelbin, irinotecan, mitomycin, 5-FU, epirubicin Greer, 2008. Ifosfamid menghasilkan respon rata-rata antara 33 - 50 pada berbagai dosis. Dosis 1,5 gm 2 selama 30 menit untuk 5 hari menghasilkan respon 40 dan 20. Kampotensin, irinotecan {CPT- 11Captosar} dan topotecan Hycamptin. Hasil dari respon objektif rata- rata adalah 21 dan 19 Dennis, et al , 2001.

8. Efek samping terapi sitostatika

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill). Terhadap Beberapa Mikroba Patogen Secara In Vitro

11 95 60

Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana Mill.) dan Uji Aktivitasnya terhadap Pertumbuhan Rambut Tikus Putih

16 123 80

Karakteristik Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-heptana

12 125 84

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGHANCUR AMPROTAB TERHADAP SIFAT FISIK TABLET EKSTRAK DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) SECARA GRANULASI BASAH.

0 6 20

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK KEMANGI (Ocimum sanctum L.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN MENGGUNAKAN AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGIKAT.

0 0 18

PENGARUH PENGGUNAAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET EKSTRAK Pengaruh Penggunaan Gelatin sebagai Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik Tablet Ekstrak Etanolik TanamanCeplukan (Physalis angulata L.) dengan Metode Granulasi Basah.

0 0 15

PENGGUNAAN AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT Penggunaan Amilum Manihot sebagai Bahan Pengikat dan Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik Tablet Ekstrak Daun Dewa (Gynura pseudochina [Lour.] DC).

0 0 16

Pengaruh Penggunaan Polyviniylpolypyrrolidon Sebagai Bahan Penghancur Terhadap Sifat Fisik Granulat Dan Mutu Kimia Fisisk Tablet Parasetamol Yang Dibuat Secara Granulasi Basah - Ubaya Repository

0 1 1