Struktur Komunitas Plankton Di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI DANAU PONDOK

LAPAN DESA NAMAN JAHE KECAMATAN SALAPIAN

KABUPATEN LANGKAT

FAHMI FADHLI RAIS

110302047

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI DANAU PONDOK

LAPAN DESA NAMAN JAHE KECAMATAN SALAPIAN

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

FAHMI FADHLI RAIS

110302047

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI DANAU PONDOK

LAPAN DESA NAMAN JAHE KECAMATAN SALAPIAN

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

FAHMI FADHLI RAIS

110302047

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Struktur Komunitas Plankton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Nama : Fahmi Fadhli Rais

Nim : 110302047

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Yunasfi, M. Si Ketua

Ahmad Muhtadi, S. Pi, M. Si Anggota

Mengetahui :

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Fahmi Fadhli Rais

NIM : 110302047

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Struktur Komunitas Plankton di

Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Mei 2015

Fahmi Fadhli Rais NIM. 110302047


(6)

ABSTRAK

FAHMI FADHLI RAIS. Struktur Komunitas Plankton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh YUNASFI dan AHMAD MUHTADI.

Pada ekosistem perairan plankton memegang peranan utama di dalam rantai makanan. Hal ini dikarenakan peran plankton sebagai produsen (fitoplankton) dan konsumen tingkat I (zooplankton) di perairan yang dapat dimanfaatkan organisme lainnya termasuk ikan. Penelitian ini difokuskan pada struktur komunitas plankton dan pengukuran faktor fisika dan kimia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Maret 2015. Metoode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling dengan menentukan stasiun untuk maksud dan tujuan tertentu. Pengambilan plankton dilakukan dengan menggunakan alat pengambilan sampel air modifikasi Van Dorn water sampler kemudian disaring dengan plankton net no. 25. Keanekaragaman plankton pada perairan tersebut termasuk kategori sedang dengan nilai H' 2,121. Jenis plankton yang ditemukan dengan kelimpahan tinggi adalah Scenedesmus sp., Chodatella sp. dan Ankistrodesmus sp. Dari jenis zooplankton adalah Cyclops sp.

Branchionus sp. dan Nauplius sp. Berdasarkan koefisien saprobiknya diketahui

bahwa perairan tersebut tergolong tercemar sedang dengan nilai 1,158 dan termasuk kedalam fase β meso/oligosaprobik.


(7)

ABSTRACT

FAHMI FADHLI RAIS. Structure Community Plankton in Pondok Lapan Lake Hamlet Pulka at Salapian District of Langkat. Guided by YUNASFI and AHMAD Muhtadi.

Plankton in aquatic ecosystems play a major role in the food chain. This is because the role of plankton as producers (phytoplankton) and consumer level I (zooplankton) in the waters of other organisms that can be used include fish. This research focused on plankton community structure and measurement of physical and chemical factors. This research was conducted in January-March 2015. Metoode research is purposive random sampling to determine the station's intent and purpose. Intake of plankton carried out by using a modified water sampling Van Dorn water sampler and then filtered with a plankton net no. 25. Diversity of plankton in these waters including the medium category with a value H '2.121. Types of plankton are found in high abundance is Scenedesmus sp., Chodatella sp. and Ankistrodesmus sp. Of the types of zooplankton are Cyclops sp. Branchionus sp. and Nauplius sp. Based saprobiknya coefficient is known that these waters classified as moderately polluted 1,158 value and included into the β phase of meso / oligosaprobik.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 08 Juni 1993 dari Ayahanda M. Rais dan Ibunda Nurmisbah. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD IT Al-Fitriah Medan pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan pendidikan menengah pertama dari tahun 2004-2007 di SMP Swasta Harapan Mandiri Medan, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 13 Medan dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kementrian Kelautan dan Perikanan Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan Jatiluhur, Jawa Barat.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Struktur Komunitas Plankton di Danau

Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat”

yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda M. Rais dan Ibunda Nurmisbah yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakanda Rizka Septia Rais, Adinda Fajarul Fadhel Rais, M. Fatih Abdillah Rais, Syazkia Salsabila Rais dan Syazwina Dinda Damara Rais.

Terlepas dari keterbatasan penulis sebagai makhluk yang lemah, penulis mengemukakan bahwa penyelesaian skripsi ini tidak mungkin tercapai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ahmad Muhtadi, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.


(10)

2. Selanjutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan usulan penelitian ini dari awal sampai akhir.

3. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan seluruh masyarakat yang ada di Danau Pondok Lapan.

4. Terimakasih kepada Mardiah Hasibuan, Nurul Azmi, Meyna Melia Utari, Tri Woro Widyastuti, Desy Ariska, Muhammad Ma’rufi, Syafrida Siregar, Ahmad Rizky, Dede Yuanda, Amrullah Angga dan seluruh teman-teman seperjuangan di angkatan 2011 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2015


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATAPENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Kerangka Pemikiran ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau ... 6

Ekologi Plankton ... 11

Fitoplankton ... 11

Zooplankton ... 11

Faktor Abiotik Yang Mempengaruhi Plankton ... 14

a. Suhu ... 14

b. Dissolved Oxygen (DO) ... 15

c. Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 16

d. Penetrasi Cahaya... 16

e. Derajat Keasaman (pH) ... 17

f. Kandungan Nitrat dan Fosfat ... 18

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Alat dan Bahan ... 21


(12)

a. Stasiun I ... 22

b. Stasiun II ... 23

c. Stasiun III ... 23

d. Stasiun IV ... 24

Metode Penelitian ... 25

Pengambilan Sampel ... 25

Faktor Biologi Perairan... 25

Plankton ... 25

Faktor Fisika Kimia Perairan ... 25

a. Suhu Air ... 25

b. Dissolve Oxygen (DO) ... 25

c. Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 26

d. Penetrasi Cahaya... 26

e. Derajat Keasaman (pH) ... 26

f. Kandungan Nitrat dan Fosfat ... 26

Analisis Data ... 27

a. Kelimpahan Populasi (N) ... 27

b. Indeks Diversitas Shannon’s (H') ... 27

c. Indeks Evennes / Indeks Keseragaman (E) ... 28

d. Indeks Dominansi (C) ... 28

e. Kemiripan Habitat Antar Stasiun ... 29

f. Kemiripan Habitat Antar Spesies ... 29

g. Indeks Saprobik ... 29

h. Principal Component Analysis (PCA) ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... 31

Hasil Identifikasi Plankton ... 31

Kelimpahan Populasi (N) ... 32

Indeks Diversitas Shannon’s (H'), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) ... 32

Faktor Fisika Kimia Perairan ... 34

Kemiripan Habitat Antar Stasiun ... 35

LQI dan FBI di Danau Pondok Lapan ... 35

Kemiripan Habitat Antar Spesies ... 35

Koefisien Saprobik ... 35

Principal Component Analysis (PCA) ... 36

Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

2. Peta Lokasi Penelitian di Danau Lapan ... 22

3. Stasiun I ... 23

4. Stasiun II ... 23

5. Stasiun III ... 24

6. Stasiun IV ... 24

7. Grafik Komposisi Kelimpahan pada Setiap Stasiun Pengamatan ... 39

8. Grafik Indeks Similaritas Canberra Berdasarkan Kesamaan Sifat Fisika Kimia Perairan ... 42

9. Grafik Koefisien Matrik Canberra Berdasarkan Kesamaan Individu (Plankton) ... 43


(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Klasifikasi Ukuran Plankton ... 10

2. Kategori Saprobik dan Deskripsinya ... 20

3. Hubungan Antara Koefisien Saprobik (X), Tingkat Pencemaran, Fase Saprobik dan Bahan Pencemar. ... 30

4. Klasifikasi Plankton yang Ditemukan... 31

5. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/L)... 32

6. Keanekaragaman dan Keseragaman Plankton ... 32

7. Nilai Indeks Dominasi ... 33

8. Nilai Faktor Fisika Kimia Perairan ... 34

9. Nilai Indeks Similaritas Canberra berdasarkan Sifat Fisika dan Kimia.. 35

10. Nilai Indeks Matrik Canberra ... 35


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel ... 50

2. Foto Alat dan Bahan Penelitian ... 51

3. Foto Plankton Hasil Penelitian ... 52

4. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 ... 54

5. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Menggunakan Refluks ... 55


(16)

ABSTRAK

FAHMI FADHLI RAIS. Struktur Komunitas Plankton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh YUNASFI dan AHMAD MUHTADI.

Pada ekosistem perairan plankton memegang peranan utama di dalam rantai makanan. Hal ini dikarenakan peran plankton sebagai produsen (fitoplankton) dan konsumen tingkat I (zooplankton) di perairan yang dapat dimanfaatkan organisme lainnya termasuk ikan. Penelitian ini difokuskan pada struktur komunitas plankton dan pengukuran faktor fisika dan kimia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Maret 2015. Metoode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling dengan menentukan stasiun untuk maksud dan tujuan tertentu. Pengambilan plankton dilakukan dengan menggunakan alat pengambilan sampel air modifikasi Van Dorn water sampler kemudian disaring dengan plankton net no. 25. Keanekaragaman plankton pada perairan tersebut termasuk kategori sedang dengan nilai H' 2,121. Jenis plankton yang ditemukan dengan kelimpahan tinggi adalah Scenedesmus sp., Chodatella sp. dan Ankistrodesmus sp. Dari jenis zooplankton adalah Cyclops sp.

Branchionus sp. dan Nauplius sp. Berdasarkan koefisien saprobiknya diketahui

bahwa perairan tersebut tergolong tercemar sedang dengan nilai 1,158 dan termasuk kedalam fase β meso/oligosaprobik.


(17)

ABSTRACT

FAHMI FADHLI RAIS. Structure Community Plankton in Pondok Lapan Lake Hamlet Pulka at Salapian District of Langkat. Guided by YUNASFI and AHMAD Muhtadi.

Plankton in aquatic ecosystems play a major role in the food chain. This is because the role of plankton as producers (phytoplankton) and consumer level I (zooplankton) in the waters of other organisms that can be used include fish. This research focused on plankton community structure and measurement of physical and chemical factors. This research was conducted in January-March 2015. Metoode research is purposive random sampling to determine the station's intent and purpose. Intake of plankton carried out by using a modified water sampling Van Dorn water sampler and then filtered with a plankton net no. 25. Diversity of plankton in these waters including the medium category with a value H '2.121. Types of plankton are found in high abundance is Scenedesmus sp., Chodatella sp. and Ankistrodesmus sp. Of the types of zooplankton are Cyclops sp. Branchionus sp. and Nauplius sp. Based saprobiknya coefficient is known that these waters classified as moderately polluted 1,158 value and included into the β phase of meso / oligosaprobik.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau adalah badan perairan tergenang yang memiliki arus relatif kecil, memiliki inlet dan outlet maupun tidak. Proses terbentuknya danau ada beberapa macam yaitu secara alami maupun buatan. Danau secara alami terjadi secara tektonik, vulkanik, tektovulkanik dan gletser. Danau secara buatan terjadi karena pengerukan oleh manusia.

Danau Pondok Lapan merupakan danau yang terbentuk secara buatan. Pada awalnya danau ini dibuat sebagai sumber air irigasi persawahan. Pemanfaatan danau yang ditujukan dalam pembangunannya tidak sesuai lagi karena sudah tidak ada masyarakat disekitar danau tersebut yang bersawah. Pada saat sekarang ini kegiatan yang dilakukan di sekeliling danau adalah perkebunan. Danau Pondok Lapan juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai area memancing dan pernah dijadikan obyek wisata oleh masyarakat sekitar tetapi kurang diminati masyarakat. Kegiatan yang dilakukan di danau tersebut pasti memiliki pengaruh, baik positif maupun negatif pada lingkungan perairann dalam hal ini organisme perairan tersebut.

Dalam lingkungan perairan, terdapat berbagai macam organisme yang hidup di dalamnya. Mulai dari organisme mikro sampai organisme makro. Kehidupan organisme tersebut saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, termasuk interaksi abiotik dan biotik. Komponen abiotik di perairan diantaranya adalah air, tanah, udara, cahaya matahari dan lain sebagainya. Komponen biotik dalam perairan ada bermacam-macam salah satunya adalah plankton.


(19)

Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan, pergerakannya melayang-layang dipengaruhi oleh arus air. Plankton dibagi menjadi 2 yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton yang bersifat tumbuhan, memiliki klorofil sehingga dapat berfotosintesis. Zooplankton adalah plankton yang bersifat hewani dan merupakan konsumen utama dalam tingkatan trofik.

Pada ekosistem perairan plankton memegang peranan utama di dalam rantai makanan. Hal ini dikarenakan peran plankton sebagai produsen (fitoplankton) dan konsumen tingkat I (zooplankton) di perairan yang dapat dimanfaatkan organisme lainnya termasuk ikan. Dengan demikian, melihat fungsi dan peran plankton yang sangat penting diperlukan kajian tentang Struktur Komunitas Plankton di perairan, dalam hal ini di Perairan Danau Pondok Lapan.

Perumusan Masalah

Belum diketahuinya informasi mengenai struktur komunitas plankton di Danau Pondok Lapan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui : 1. Bagaimana struktur komunitas plankton di Danau Pondok Lapan?

2. Bagaimana pengaruh faktor fisika kimia perairan terhadap keanekaragaman plankton di Danau Pondok Lapan?

3. Bagaimana status perairan Danau Pondok Lapan?

Kerangka Pemikiran

Kegiatan perkebunan di sekitar Danau Pondok Lapan secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan ekologis biota di danau tersebut terutama plankton. Aktivitas tersebut dapat mempengaruhi Hidrologi danau tersebut dan berpengaruh pada organisme perairan (plankton) dan kualitas


(20)

perairan. Kualitas perairan berperan penting terhadap kehidupan plankton dan berpengaruh terhadap struktur komunitas plankton. Sehingga dapat diketahui status perairan danau tersebut dari data plankton. Berdasarkan keterangan di atas, kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Batas Kajian

: Proses

…….… : Ekosistem Danau : Data pendukung

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perkebunan

Hidrologi Danau

Organisme Perairan (Plankton)

Kualitas Air

Status Perairan Danau Pondok Lapan Ekosistem Danau

Struktur Komunitas


(21)

Tujuan Penelitian

4. Untuk mengetahui struktur komunitas plankton di Danau Pondok Lapan.

5. Untuk mengetahui pengaruh faktor fisika kimia perairan terhadap keanekaragaman plankton di Danau Pondok Lapan.

6. Untuk mengetahui status perairan Danau Pondok Lapan.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi awal mengenai keanekaragaman plankton yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data pemantauan dan pengolahan ekosistem Danau Pondok Lapan oleh berbagai pihak yang membutuhkan data tentang kondisi lingkungan perairan Danau Pondok Lapan.

2. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya maupun instansi yang membutuhkan.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).

Asal mula sebuah danau dapat bermacam-macam. Ada yang terbentuk karena terjadi patahan di permukaan bumi yang kemudian diikuti peristiwa klimat. Beberapa danau lain timbul akibat gejala vulkan, karena belokan sungai yang terlalu dalam, karena depresi tanah kapur dan ada juga danau buatan (Soeriaatmadja, 1989).

Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0,001-0,01 meter/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung lama. Arus air danau dapat bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim (Effendi, 2003).

Berdasarkan zona danaunya Soegianto (2005), menggolongkan danau menjadi tiga zona yang berbeda yaitu :

a. Zona literal yaitu dekat dengan pantai dimana tumbuhan berakar dapat dijumpai.


(23)

b. Zona limnetik yaitu lapisan permukaan perairan terbuka, sinar matahari mampu menembus zona ini kemudian didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas.

c. Zona profundal yaitu zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan dihuni oleh organisme yang membuat liang di dasar perairan.

Berdasarkan suhu air, air di danau memiliki beberapa lapisan, dengan permukaan air hangat mengambang di atas air dingin di kedalaman sejenisnya. Diantara kedua lapisan terjadi perubahan suhu cepat, yang disebut termoklin. Berdasarkan lapisannya danau secara efektif dibagi menjadi dua bagian terpisah, danau atas disebut epilimnion, dan danau yang lebih rendah disebut hypolimnion. Lapisan antara keduanya disebut termoklin yang berjalan secara teknis disebut

metalimnion. Meskipun banyak limnologi menggunakan kata "termoklin" untuk

merujuk baik dengan massa air (metalimnion) dan gradien suhu saling melintasi berdasarkan massa air (Colinvaux, 1986).

Danau sering diklasifikasikan berdasarkan produksi bahan organiknya. Danau oligotrofik merupakan danau yang dalam dan tidak banyak mengandung nutrien, dan fitoplankton pada zona limnetiknya tidak begitu produktif. Danau eutrofik merupakan danau yang umumnya lebih dangkal, dan kandungan nutrien pada airnya tinggi. Sebagai akibatnya fitoplankton menjadi sangat produktif dan air sering sekali menjadi keruh (Campbell, 2000).

Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona


(24)

benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston (Barus, 2004).

Danau Pondok Lapan terletak pada koordinat 3º30’44,73”LU -3º30’26,29”LU dan 98º17’65”BT - 98º17’29,60”BT. Secara adminstrasi Danau Pondok Lapan terletak di Dusun Pulka Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Berdasarkan proses terbentuknya, danau ini terbentuk secara buatan. Tujuan awal dari pembuatan Danau Pondok Lapan adalah sebagai sumber air untuk mengairi lahan pertanian masyarakat sekitar. Ekosistem di sekitar danau ini hanya terdiri atas lahan perkebunan.

Pemanfaatan Danau Pondok Lapan pada saat sekarang ini hanya sebagai lokasi memancing bagi warga desa tersebut maupun warga dari luar daerah. Sebelumnya danau ini pernah dijadikan arena rekreasi keluarga tetapi tidak berjalan dikarenakan pemanfaatannya yang kurang maksimal. Danau ini juga pernah dijadikan lokasi budidaya keramba jaring tancap, tetapi karena sistem pembudidayaan yang kurang maksimal juga maka kegiatan tersebut tidak berlangsung lama. Informasi yang didapat terkait ketidak berhasilan kegiatan keramba jaring tancap di danau tersebut karena ikan yang dibudidayakan hilang begitu saja, tidak diketahui kemana perginya. Dilihat dari lokasi danau tersebut bisa saja hilangnya ikan tersebut karena terdapat banyak hama seperti biawak.


(25)

Plankton

Defenisi Plankton dan Pembagiannya

Victor Hensen (1887) memakai istilah plankton untuk semua organisme yang melayang dalam air. Plankton ini diambil dari bahasa Yunani yang berarti suatu yang terapung. Lambat laun ahli limnologi mulai menginsafi bahwa organisme akuatik plankton ini dapat mengimbangi ukurannya yang kecil dengan jumlahnya yang besar (Sastrodinoto, 1980).

Plankton didefenisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan hewani (hewan) yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas, sehingga sebagian besar geraknya secara pasif mengikuti pergerakan arus air. Plankton berbeda dengan nekton, yang juga merupakan organisme pelagik, namun dapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawan gerakan massa air. Plankton juga memiliki perbedaan dengan benthos yang terdiri dari organisme yang hidup di dasar perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012).

Menurut Basmi (1995) plankton dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yakni :

1. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas :

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang telah mati.


(26)

c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus dan debris. Disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas :

a. Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar. b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.

c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau. d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup,terdiri atas: a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik. b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik.

c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun batiplankton terdiri dari zooplankton seperti mysid dari jenis Crustaceae dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar.

4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:

a. Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. b. Allogenik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut

terbawa oleh sungai atau arus). Hal ini biasanya dapat diketahui sekitar muara sungai.


(27)

Berdasarkan batasan ukurannya, plankton dikelompokkan menjadi megaplankton, makroplankton, mikroplankton, nannoplankton dan ultraplankton. Megaplankton mencakup hewan berukuran besar dengan kemampuan gerak terbatas, misalnya ubur-ubur. Makroplankton adalah plankton yang dapat dilihat dengan mata telanjang, biasanya berukuran 1 mm sampai 10 mm. Mikroplanklton merupakan plankton yang berukuran 0,075 mm sampai nkurang dari 1 mm. Nannoplankton, berukuran antara 5 μm sampai kurang dari 0,075 mm, yang hampir seluruhnya berupa bakteri dan flagellata autrof. Ultraplankton merupakan makanan-makanan flagellata dengan ukuran lebih kecil 5 μm (Asriyana dan Yuliana, 2012). Menurut Margalef (1995) dan Dussart (1965) diacu Hariyadi dkk (1998) membuat penggolongan atau klasifikasi plankton berdasarkan atas ukurannya, sebagai berikut :

Kalsifikasi Margalef (Untuk Plankton Air Tawar)

Dussart (Untuk Plankton Air Tawar dan Laut)

Ultraplankton < 5 μm -

Ultranannoplankton - < 2 μm

Nannoplankton 5 - 50 μm 2 - 20 μm

Microplankton 50 - 500 μm 20 - 200 μm Mesoplankton 500 -1000 μm 200 - 2000 μm

Macroplankton > 1000 μm -

Megaplankton - > 2000 μm

Berdasarkan siklus hidup plankton, dikenal dengan holoplankton dan meroplankton. Holoplankton merupakan plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton merupakan plankton yang hanya sebagian dari seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik. Plankton mempunyai alat gerak (misalnya flagelata dan ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan melakukan


(28)

gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi gerakan air disekelilingnya (Barus, 2004).

Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy dan Kurniati, 1996). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004).

Secara umum keberadaan plankton di perairan akan dipengaruhi oleh tipe perairannya (mengalir atau tergenang), kualitas fisika dan kimia perairan (misal: suhu, kecerahan, arus, pH, kanfungan CO2 bebas, kandungan unsur-unsur hara), dan adanya kompetitor dan/atau pemangsa plankton. Pada perairan tergenang, keberadaan plankton akan berbeda dari waktu ke waktu dan berbeda pula dalam menempati ruang atau kolom air. Pada perairan mengalir unsur waktu dan ruang relatif tidak berperan nyata, kecuali jika ada kasus-kasus pencemaran sungai oleh aktifitas manusia (Hariyadi dkk., 1998).

Fitoplankton

Fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang, mengapung dalam air serta memiliki kemampuan gerak terbatas. Fitoplankton berperan sebagai salah satu bioindikator yang mampu menggambarkan kondisi suatu perairan, kosmopolit dan perkembangannya bersifat dinamis karena


(29)

dominasi satu spesies dapat diganti dengan yang lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan kualitas perairan yang tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan menyebabkan perubahan pula pada struktur komunitas komponen biologi, khususnya fitoplankton (Prabandani dkk., 2007). Fitoplankton hanya dapat ditemukan di daerah yang menerima sinar matahari dengan panjang gelombang 0,4 – 0,8 µm, yakni sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia (Krismono dan Sugianti, 2007).

Menurut Wetzel (2001) analisis dan karakteristik evaluasi pertumbuhan temporal dan spasial fitoplankton kadang-kadang sulit karena berbagai faktor lingkungan. Termasuk sifat fisiologis individu masing-masing spesies alga, dan besarnya perubahan yang dapat terjadi di keduanya. Jelas, organisme dan lingkungan sangat dinamis. Kehidupan fitoplankton dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, cahaya matahari serta suhu. Unsur hara diduga biasanya berasal dari limbah domestik masyarakat sekitar dan dekomposisi serasah tumbuhan di sekitar danau (Astuti dan Satria, 2009).

Fitoplankton merupakan sumber makanan utama bagi hampir semua hewan yang ada di laut. Konsentrasi dari pigmen hijau fotosintesis (klorofil-a) di perairan estuari, pantai dan laut merupakan indikator kelimpahan dan biomassa dari tumbuhan mikroskopis (fitoplankton) sebagai algae uniselular. Di samping itu, klorofil-a biasanya juga digunakan sebagai ukuran kualitas perairan yaitu sebagai petunjuk ketersediaan nutrient di perairan (Afdal dan Riyono, 2007).

Zooplankton

Berbeda dengan total keanekaragaman hayati hewan ekosistem air tawar, baik representasi dan keanekaragaman spesies phyletic komunitas zooplankton


(30)

sangat jauh lebih rendah di air tawar daripada di habitat laut. Perbedaan tersebut kemungkinan berhubungan sangat kuno seperti kedalaman, dan keberlanjutan evolusi ditemukan di lautan. Bahkan dalam danau kuno komunitas zooplankton tidak diperkaya spesies (Wetzel, 2001).

Zooplankton seperti halnya organisme lain hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik pada kondisi perairan yang sesuai seperti perairan laut, sungai dan waduk. Zooplankton merupakan plankton berupa hewan, pada mulanya organisme tersebut diklasifikasikan kedalam kelompok zooplankton tetapi dengan seiring perkembangan penelitian maka terungkap sifat mikrotrofik maka ada tingkatan yang mampu memproduksi makanan sendiri (fotosintesis). Peranan zooplankton menempati posisi penting dalam rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan di perairan (Barus, 2004).

Handayani (2008) menyatakan zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora besar kecil dapat mempengaruhi kompleksitas tidaknya rantai makanan dalam ekosistem perairan. Zooplankton herbivora mempunyai peranan yang penting dalam proses ini, karena berfungsi sebagai penghubung antara produsen dengan konsumen pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Keadaan tersebut mengakibatkan kepadatan zooplankton herbivora amat bergantung pada kepadatan fitoplankton, sehingga populasi zooplankton yang tinggi akan tercapai bila populasi fitoplankton juga tinggi atau sebaliknya (korelasi positif). Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kekeruhan, arus, sifat fisik dan


(31)

kimia perairan. Populasi zooplankton ini akan mengalami fluktuasi konsenttrasi yang berhubungan dengan waktu, tempat dan kedalaman peraiaran (Barus, 2004).

Faktor Fisika Kimia yang Mempengaruhi Plankton

Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor iklim, fisika dan kimia (Suin, 2002).

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang bersifat ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Alga dari filum Chlorophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu berturut-turut 30ºC-35ºC dan 20ºC-30ºC, dan filum Cyanophyta dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi (di atas 30ºC) dibandingkan kisaran suhu pada filum Chlorophyta dan diatom (Effendi, 2003). Kelimpahan diatoma di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika kimia perarian, diantaranya adalah suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan diatomae berkisar antara 20-30 ºC (Anshorullah dkk., 2008).

Suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organisme. Suhu air biasanya diukur dengan menggunakan thermometer air raksa (Hg) dengan satuan ºC. Ketelitian skala thermometer sebaiknya tidak kurang dari


(32)

0,1 ºC. Suhu air yang baik bagi kepentingan perikanan adalah ± 27 ºC dengan fluktuasi 3 ºC (Hariyadi dkk., 1998)

Dissolve Oxygen (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 % saja (Barus, 2004).

Plankton merupakan organisme air yang membutuhkan oksigen untuk melaksanakan aktivitas fisiologis dan biologis. Kandungan oksigen terlarut yang terdapat di suatu badan perairan tentu saja sangat mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton membutuhkan oksigen untuk dikonsumsi terutama pada saat proses respirasi. Agar dapat hidup, hewan maupun tumbuhan air memerlukan oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan atmosfer tertentu. Pada tekanan atmosfer normal (1 atm) dan suhu 20 oC, kadar maksimum oksigen terlarut dalam air adalah 9 ppm (mg/l) (Soegianto, 2005).

Banyak oksigen terlarut dari udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air. Oksigen yang berasal dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuhan-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya yang sampai kebadan air tersebut. Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air sangat menentukan kehidupan hewan air (Suin, 2002). Kandungan Oksigen dari aliran yang bergelombang dan beroksigen tinggi berbeda cukup besar dengan


(33)

kandungan oksigen dari pool yang airnya tenang dan tidak mengalir (Mc.Naughton, 1990).

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik (termasuk proses respirasi pada keadaan aerob). Jadi BOD mengaambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikrooragnisme yang terjadi di perairan. Dalam hal BOD, proses yang terjadi bukan hanya proses biologi (oleh mikroorganisme), tetapi juga proses penguraian secara kimia (Hariyadi dkk., 1998).

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 20 ºC. Dari hasil penelitian diketahui dibutuhkan waktu 20 hari bagi mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap lama, sementara dari hasil penelitian pengukuran yang dilakukan dalam 5 hari jumlah senyawa organik yang terurai sudah mencapai 70 % maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5) (Barus, 2004).

Penetrasi Cahaya

Menurut Haerlina (1987), penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton). Penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di


(34)

dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terdapat di dalam air (Barus, 2004).

Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Suin, 2002).

Penetrasi cahaya diamati secara visual dengan alat bantu yang disebut keping sechi (Secchi disc). Menurut Tyler (1968) Secchi disc merupakan bagian dari standar peralatan dalam pengukuran penetrasi cahaya. Keadaan cuaca, kekeruhan air dan waktu pengamatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Pengukuran kecerahan dilakukan sebaiknya pada saat cuaca cerah antara pukul 09.00-15.00 dan matahari tidak tertutup awan (Hariadi dkk., 1998).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu: kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989).

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan


(35)

pengukuran pH tanah. Pada pengukuran pH air, cara pengambilan sampelnya harus benar sehingga pH yang diperoleh benar (Suin, 2002). Nilai pH air yang normal adalah netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahnnya sebelum dibuang (Kristanto, 2002).

Kandungan Nitrat dan Fosfat

Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel dan cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat pada kisaran 0,9-0,35 mg/L dan ortofosfat sebesar 0,09-1,8 mg/L (Astuti dkk., 2009).

Menurut Hasan dkk (2013) tinggi rendahnya kandungan nitrat dan fosfat di perairan berasal dari aktifitas perkebunan yang masuk kedalam perairan. Pada bagian yang jauh dari perkebunan seperti bagian tengah dan outlet danau kandungan nitrat dan fosfat jauh lebih sedikit karena banyak dimanfaatkan makrofita atau menjadi sedimen karena diikat oleh logam-logam yang ada. Jika Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak dan pemupukan. Secara


(36)

alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi

sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts dan Sri, 1987).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Menurut Jones dan Bachmann diacu Effendi (2003) menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yang berasal dari detergen. Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/ldalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l.

Sistem Saprobik

Kolkwitz dan Marsson (1902) menyusun konsep “Indikator biologi terhadap tingkat pencemaran perairan” yang mereka namakan “Sistem Saprobik”. Sistem ini digunakan atas zona-zona yang berbeda kandungan organik, dimana masing-masing zona tersebut ternyata ditandai dengan karakteristik spesies hewan dan tumbuhan yang spesifik. Konsep ini didasarkan pada kenyataan, bahwa limbah (limbah organik lainnya) yang masuk ke perairan, maka lama waktu dan persebarannya ternyata akan menimbulkan kondisi lingkungan yang berbeda-beda di dalam perairan (Basmi, 1999).


(37)

Koefisien saprobik adalah suatu indeks yang erat kaitannya dengan tingkat pencemaran. Hal inilah yang akan mengindikasikan tingkat kualitas air di suatu perairan. Koefisien saprobik ini akan terlihat setelah mengetahui struktur komunitas fitoplankton di suatu perairan tersebut (Wijaya dan Riche, 2009). Kategori Saprobik dan deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kategori Saprobik dan Deskripsinya

Kategori Deskripsi

Polisaprobik (Buruk)

Sedikit atau tidak ada oksigen terlarut (DO); Populasi bakteri padat; H2S Tinggi; Bila ada hewan, mereka tahan terhadap NH3

dan NH4 +

.

α-mesosaprobik

(Bagus) Oksigen terlarut (DO) meningkat; tidak ada H2S; Bakteri masih cukup tinggi; Bila ada NH3 maka segera teroksidasi.

β-mesosaprobik (Lebih bagus)

Oksigen terlarut (DO) tinggi; Bakteri sangat menurun; Amonia (NH3) menghasilkan produk akhir, yaitu Nitrat (NO3

-).

Oligosaprobik Penguraian bahan organik sudah sempurna; Oksigen terlarut (DO) tinggi; Jumlah bakteri sangant rendah.


(38)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Maret 2015 di perairan Danau Pondok Lapan Dusun Pulka Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi jenis plankton akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Sedangkan pengukuran nitrat dan fosfat dilakukan di BTKLPP.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan air contoh dan identifikasi terhadap plankton adalah plankton net no. 25, GPS (Global Positioning System), ember plastik volume 5 liter, botol film, Secchi disc, termometer, pH meter, botol sampel air, botol sampel BOD5, cool box, botol Winkler, labu Erlenmeyer, pipet tetes, kamera digital, mikroskop cahaya, SRC (Sedgewick Rafter Count) dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm (memiliki volume 1 ml), kertas label, pipet tetes, tisu, alat tulis, perahu, dan buku identifikasi plankton. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lugol, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, dan Amilum. Buku yang digunakan sebagai pedoman identifikasi plankton adalah Freshwater Needham (1962), Edmondson (1963) dan Mizuno (1979). Foto alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.


(39)

Deskripsi Area

Lokasi pengambilan sampel air berada di Danau Pondok Lapan Dusun Pulka Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas ± 6 ha. Aktivitas di sekitar danau adalah perkebunan dan danau ini juga dijadikan area memancing. Lokasi penelitian di Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

a. Stasiun I

Stasiun I merupakan outletatau daerah keluaran air Danau Pondok Lapan, yang secara geografis terletak pada 3o30’27,02” LU dan 98o17’22,47” BT. Lokasi stasiun I dapat dilihat pada Gambar 3.


(40)

Gambar 3. Stasiun I

b. Stasiun II

Stasiun II merupakan daerah outlet atau daerah keluaran air danau yang berjarak sekitar 100 meter dari stasiun I, terletak di Danau Pondok LapanKecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’43,97” LU dan 98o17’25,24” BT. Lokasi stasiun II dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun II

c. Stasiun III

Stasiun III merupakan daerah kontrol yang terletak sekitar 50 meter dari staiun II, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten


(41)

Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’38,05” LU dan 98o17’26,95” BT. Lokasi stasiun III dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Stasiun III

d. Stasiun IV

Stasiun IV ini merupakan daerah perkebunan yang berjarak sekitar 60 meter dari stasiun III, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’30,90” LU dan 98o17’28,81” BT. Lokasi stasiun IV dapat dilihat pada Gambar 6.


(42)

Metode Penelitian

Penentuan lokasi dilakukan dengan metode “Purposive Random

Sampling”, yaitu pemilihan stasiun secara acak dengan maksud atau tujuan

tertentu, dengan menentukan empat stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan pada 4 titik yang berada pada masing-masing stasiun.

Pengambilan Sampel Faktor Biologi Perairan Plankton

Pengumpulan data plankton dilakukan pada setiap stasiun dengan mengambil air sebanyak 25 liter kemudian disaring dengan menggunakan

plankton net no. 25. Volume yang tinggal adalah 50 ml kemudian dimasukkan ke

dalam botol sampel. Karena sampel yang diperoleh tidak langsung diamati, maka sampel-sampel tersebut diawetkan dengan lugol sebanyak 4-6 tetes pada setiap botol sampel, kemudian masing-masing botol sampel diberi label.

Faktor Fisika Kimia Perairan Suhu

Sampel air diambil, kemudian dituang ke dalam labu Erlenmeyer dan diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama 10 menit kemudian dibaca skalanya.

Dissolve Oxygen (DO)

Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan Metode Winkler. Sampel air diambil dari dalam kolom perairan sekitar 0,5 meter – 1 meter dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut (Lampiran 2).


(43)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) Pengukuran BOD

5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang diambil dari masing-masing kedalaman dimasukkan ke dalam botol winkler sebelum diinkubasi diukur nilai DO awal . Kemudian, diinkubasi selama 5 hari pada suhu 200C. Setelah 5 hari diukur nilai DO akhir, kemudian nilai BOD

5

dihitung dengan cara mengurangkan DO awal dengan DO akhir, bagan kerja terlampir. Pengukuran BOD dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan (Lampiran 3).

Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya diukur dengan menggunakan secchi disk yang dimasukkan ke dalam badan air sampai secchi disk antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air.

Derajat Keasaman (pH)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari masing-masing kedalaman sampai angka yang tertera pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

Kandungan Nitrat dan Fosfat

Pengukuran kandungan Nitrat dan Fosfat dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan alat spektrofotometer.


(44)

Analisis Data

Data plankton yang diperoleh, diolah dengan menghitung kelimpahan populasi (N), indeks diversitas Shannon-Wiener (H’), indeks evenness/keseragaman (E), indeks dominasi (C), kemiripan habitat anatar stasiun, kemiripan habitat antar spesies dan analisis korelasi dengan persamaan sebagai berikut :

Kelimpahan Populasi (N) (modifikasi dari APHA 1995)

Perhitungan kelimpahan plankton dilakukan untuk mengetahui berapa besar kelimpahan setiap genus tertentu yang ditemukan selama pengamatan. Nilai kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

� = ������

������

Keterangan :

N : Kelimpahan plankton (sel/l) n : jumlah sel yang teramati (sel) Vs : Volume contoh air yang disaring (l)

Acg : Luas penampang permukaan Sedwgwick Rafter Counting Cell (mm2) Aa : Luas amatan (mm2)

Vt : Volume air yang tersaring (50 ml)

As : Volume konsentrasi dalam Sedgwick Rafter Counting Cell (ml)

Indeks Diversitas Shannon’s (H’) (Ludwig dan Reynold, 1988)

Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

H’ = -

pi ln

pi

Keterangan :

H’ : Indeks Diversitas

pi : Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3,…) s

i = 1 S


(45)

S : Jumlah jenis ln : Logaritma nature

pi : Ʃ ni/N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Indeks Evenness / Indeks Keseragaman (E) (Brower dan Zar, 1990)

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran jumlah individu antar spesies maka semakin besar derajat keseimbangan komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

E = H

H′m aks

; H

′ maks = Ln S Keterangan :

E : Keseragaman

H’ : Indeks Diversitas Shannon-Wiener

H’max : Keanekaragaman spesies maximum

Indeks Dominansi (Odum, 1971)

Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan simpson adalah sebagai berikut:

C =

(

��

)

2

Keterangan :

C : Indeks Dominansi Simpson ni : Jumlah Individu Spesies ke-i N : Jumlah Individu Semua Spesies

Nilai indeks dominasi berkisar antara 0 - 1; indeks 1 menunjukan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun). Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang dominansi.


(46)

Kemiripan Habitat Antar Stasiun (Krebs, 1989)

Kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Similaritas Canberra :

Ic = 1 -

�∑ ∣���−���∣ ���−��� � �=� Keterangan :

Ic = Indeks Similaritas Canberra

n = Jumlah Parameter yang Dibandingkan

X1j dan X2j = Nilai Parameter ke-i dan ke-j Pada Daerah yang Berbeda

Kemiripan Habitat Antar Spesies (Krebs, 1986)

Kemiripan habitat antar spesies berdasarkan kesamaan individu (Plankton) di perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Matrik Canberra:

C =

�∑ �

|���−���|

���+���

��

Keterangan :

C : Perbedaan Koefisien Matrik Canberra antara Sampel j dan k n : Jumlah Spesies dalam Sampel

Xij, Xik : Jumlah Individu dalam Spesies i dalam Setiap Sampel

Koefisien Saprobik (Basmi, 1999)

Tingkat pencemaran Danau Pondok Lapan dihitung berdasarkan perhitungan koefisien saprobik (X) dengan rumus:

� =�+ 3� − � −3�

�+�+�+�

Keterangan :

X : Koefisien Saprobik, berkisar antara -3,0 s/d 3,0 A : Jumlah organisme dari kelompok Cyanophyta B : Jumlah organisme dari kelompok Euglenophyta C : Jumlah organisme dari kelompok Cryshophyta D : Jumlah organisme dari kelompok Chlorophyta

i = 1


(47)

Nilai koefisien saprobik yang menjelaskan hubungan tingkat pencemaran perairan dengan kisaran nilai koefisien saprobik yang terdiri dari lima tingkat yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara koefisien saprobik (X), tingkat pencemaran, fase saprobik, dan bahan pencemar (Dresscher dan Van Der Mark, 1976 diacu Soewignyo dkk., 1986).

Bahan Pencemar Tingkat Pencemar Fase Saprobik Koefisien Saprobik

Bahan Organik

Sangat Berat Polisaprobik -3,0 – 2,0

Poli/Mesosaprobik -2,0 – 1,5

Cukup Berat α Meso/Polisaprobik -1,5 – 1,0

α Mesosaprobik -1,0 – 0,5

Bahan Organik dan Anorganik

Sedang α/β Mesosaprobik -0,5 – 0,0

β/α Mesosaprobik 0,0 – 0,5

Ringan β Mesosaprobik 0,5 – 1,0

β Meso/Oligosaprobik 1,0 – 1,5 Bahan Organik dan

Anorganik Sangat Ringan

Oligo/Mesosaprobik 1,5 – 2,0

Oligosaprobik 2,0 – 3,0

Principal Component Analysis (PCA)

Pada dasarnya AKU adalah suatu metode untuk mengekspresikan kembali data multivariat. Jika seorang peneliti memiliki sejumlah besar variabel, maka dengan AKU ini peneliti tersebut dapat melakukan orientasi kembali terhadap data yang dikumpulkan sedemikian rupa sehingga bisa diperoleh dimensi yang lebih sedikit namun memberikan informasi sebesar-besarnya dari data aslinya, dengan perkataan lain AKU adalah metode untuk mentransformasikan variabel lama menjadi variabel baru (Soedibjo, 2008).


(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil Identifikasi Plankton

Penelitian yang dilakukan Di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat menemukan 10 kelas plankton, 6 dari kelas fitoplankton dan 4 dari kelas zooplankton. Jumlah genus plankton yang diperoleh adalah sebanyak 52 genus. Klasifikasi plankton yang diperoleh disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Plankton yang Ditemukan

Jenis Kelas Genus Jenis Kelas Genus

Fitoplankton Bacillariophyceae Achnanthes Selenastrum

Cocconeis Staurastrum

Coscinidiscus Tetraedron

Cyclotella Tribonema

Cymatopleura Cyanophyceae Chroococcus

Cymbella Coccochloris

Diatoma Gleotrichia

Melosira Lyngbya

Navicula Merismopedia

Nitzschia Oscillatoria

Pinnularia Phormidium

Synedra Dinophyceae Peridinium Chlorophyceae Ankistrodesmus Glenodinium

Chlorella Euglenophyceae Phacus Chodatella Xanthophyceae Arachnochloris

Cloeobatrys Botrydiopsis

Closterium Zooplankton Cladocera Bosmina

Coelastrum Moina

Cosmarium Nauplius

Euastrum Sida

Eudorina Simocephalus

Gloeocystis Copepoda Cyclops

Keriochlamys Diaptomus

Microsterias Imbrichaeta Euglypha Polyedriopsis Rotifera Brachionus

Scenedesmus Keratella

Diketahui pada Tabel 3. jumlah genus paling banyak ditemukan jenis fitoplankton dan zooplankton masing-masing dari kelas Chlorophyceae


(49)

berjumlah 18 genus dan dari kelas Cladocera sebesar 5 genus. Sedangkan yang paling sedikit dijumpai masing-masing dari kelas Euglenophyceae dan Imbrichaeta yaitu berjumlah 1 genus.

Kelimpahan Populasi (N)

Nilai kelimpahan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan didapat kelimpahan tertinggi pada setiap stasiun terjadi pada bulan Februari. Nilai kemlimpahan pada bulan februari masing-masing stasiun adalah Stasiun 1 sebesar 1727 ind/L; Stasiun 2 sebesar 1089 ind/L; Stasiun 3 sebesar 1472 ind/L dan Stasiun 4 sebesar 610 ind/L. Kelimpahan terendah terjadi pada bulan Maret. Nilai kelimpahan dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai kelimpahan per jenis terlampir pada Lampiran 6.

Tabel 4. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/L)

Stasiun

I II III IV

Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar 309 1727 220 252 1089 274 398 1472 118 381 610 240

Indeks Diversias Shannon’s (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominasi (C)

Keanekaragaman dan Keseragaman plankton yang didapat dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keanekaragaman dan Keseragaman Plankton

Stasiun

I II III IV

Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar

H' 2.377 0.977 2.506 2.801 1.312 2.429 2.710 1.042 2.661 2.775 1.338 2.649 E 0.748 0.311 0.788 0.824 0.424 0.746 0.797 0.354 0.888 0.833 0.427 0.813


(50)

Keanekaragaman tertinggi dalam penelitian didapat pada bulan Januari dari setiap stasiun, kecuali pada stasiun 1. Pada Januari di stasiun 2 nilai keanekaragaman adalah 2,801 yang merupakan nilai tertinggi daripada bulan-bulan lainnya. Sedangkan keanekaragaman terendah terjadi pada bulan-bulan Februari di seluruh stasiun.

Nilai Keseragaman plankton yang didapat berkisar antara 0,311 – 0,888. Keseragaman tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan nilai rata-rata sebesar 0,82. Nilai keseragaman terendah terjadi pada bulan Februari dengan rata-rata nilai sebesar 0,379.

Indeks dominasi plankton yang didapat di Danau Pondok Lapan dengan nilai tertinngi terjadi pada bulan Februari dengan nilai tertinggi adalah 0,620 yang terdapat pada stasiun 1. Sedangkan indeks dominasi terendah juga ditemukan pada stasiun 1 di bulan Januari. Nilai Indeks Dominaasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Indeks Dominasi

Stasiun I

Januari 0.018

Februari 0.620

Maret 0.144

Stasiun II

Januari 0.092

Februari 0.460

Maret 0.143

Stasiun III

Januari 0.103

Februari 0.551

Maret 0.096

Stasiun IV

Januari 0.090

Februari 0.503


(51)

Faktor Fisika Kimia Perairan

Hasil pengamatan didapat nilai pengukuran parameter fisika kimia perairan Danau Pondok Lapan. Nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Faktor Fisika Kimia Perairan

No. Parameter Satuan Stasiun

I II III IV

1 Suhu

◦C

Kisaran 29 – 30 30 30 - 31 31

Rata-rata 30.3 30 30.7 31

2 Kecerahan

Cm

Kisaran 80 – 90 98 - 111.5 113 - 119 95 - 103

Rata-rata 86.3 106.8 116.7 100.3

3 pH

Kisaran 6.6 - 7.9 6.6 - 6.8 6.8 - 7 6.7 - 7

Rata-rata 6.9 6.7 6.9 6.9

4 DO

mg/L

Kisaran 5.6 - 7.4 3.2 - 3.5 5.4 - 6.2 5.2 - 6

Rata-rata 6.7 3.4 5.9 5.7

5 BOD

mg/L

Kisaran 2.4 - 2.6 1.1 - 1.5 1.6 - 2.2 1.7 - 1.8

Rata-rata 2.5 1.3 2.0 1.8

6 Nitrat

mg/L

Kisaran 1 1 1 1

Rata-rata 1 1 1 1

7 Fosfat

mg/L

Kisaran 0.03 - 0.05 0.03 0.03 0.03

Rata-rata 0.037 0.03 0.03 0.03

Kemiripan Habitat Antar Stasiun

Indeks similaritas Canberra menunjukkan bahwa persentase tertinggi didapat antara stasiun 3 dengan stasiun 4 dengan nilai 97,849%. Antara stasiun 1 dengan stasiun 2 didapat indeks terendah yaitu sebesar 87,243%. Hasil yang didapat menunjukkan kemiripan antar stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia dinyatakan hampir sama antar stasiun. Nilai Indeks Similaritas Canberra dapat dilihat pada Tabel 9.


(52)

Tabel 9. Nilai Indeks Similaritas Canberra berdasarkan Sifat Fisika dan Kimia Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

Stasiun I 87.243 93.543 95.909

Stasiun II 92.009 93.072

Stasiun III 97.849

Stasiun IV

Kemiripan Habitat Antar Spesies

Hasil Indeks Matrik Canberra untuk menentukan kemiripan habitat antar spesies didapat dengan nilai sebesar 40,361% - 56,794%. Nilai tersebut menunjukkan kemiripan habitat antara stasiun satu dengan stasiun lainnya tidak besar. Nilai Indeks Matrik Canberra tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Indeks Matrik Canberra

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

Stasiun I 56.468 49.663 56.794

Stasiun II 40.361 41.629

Stasiun III 46.385

Stasiun IV

Koefisien Saprobik

Nilai dari koefisien saprobik yang di dapat dalam penelitian sebesar 1,158.

Nilai ini menunjukkan bahwa fase saprobik pada lokasi penelitian adalah

β Meso/Oligosaprobik yang memiliki nilai koefisien saprobik berkisar 1,0 – 1,5. Tingkat pencemar dari fase saprobik β Meso/Oligosaprobik adalah ringan dan bahan pencemar yang masuk kedalam perairan adalah bahan organik dan anorganik.

Principal Component Analysis (PCA)

Hasil analisis statistik hubungan kelimpahan plankton dengan faktor fisika kimia perairaan didapat bahwa kelimpahan dari plankton berhubungan searah


(53)

dengan suhu, pH dan fosfat. Nilai korelasi yang paling tinggi antara kelimpahan dengan parameter fisika kimia perairan adalah pada parameter fosfat sebesar 0,666. Nilai korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 11. Nilai Korelasi antar Variabel.

Variables Kelimpahan Kecerahan Suhu pH DO BOD Pospat

Kelimpahan 1 0.117 0.513 0.519 0.275 0.258 0.666

Kecerahan 0.117 1 0.071 -0.109 -0.375 -0.467 -0.318

Suhu 0.513 0.071 1 0.808 0.493 0.203 0.592

pH 0.519 -0.109 0.808 1 0.647 0.413 0.601

DO 0.275 -0.375 0.493 0.647 1 0.857 0.445

BOD 0.258 -0.467 0.203 0.413 0.857 1 0.448

Pospat 0.666 -0.318 0.592 0.601 0.445 0.448 1

Pembahasan

Plankton yang ditemukan di Danau Pondok Lapan genus terbanyak berasal dari kelas Chlorophyceae yaitu sebanyak 18 genus. Lalu diikuti oleh kelas Bacillariophyceae ditemukan sebanyak 12 genus. Banyaknya genus yang ditemukan dari kelas tersebut karena jenis plankton tersebut memiliki toleransi yang tinggi. Menurut Barus (2004), kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari diatom dan kelompok ganggang hijau. Anggota kelas Diatomae yang sering dijumpai adalah Stephanodiscus, Cyclotella,

Melosira dan Synedra, sedangkan dari kelas Chlorophyceae yang sering dijumpai

adalah Scenedesmus, Coelastrum, Euglena, Chlamydomonas, dan Pandorina. Jenis zooplankton yang didapat pada penelitian berjumlah 9 genera. Masing-masing genera adalah Bosmina sp., Moina sp., Nauplius sp., Sida sp.,

Simocephalus sp., Cyclops sp., Diaptomus sp., Euglypha sp. Brachionus sp. dan Keratella sp. Genus dari zooplankton yang memiliki kelimpahan tinggi

berturut-turut adalah Cyclops sp., Brachionus sp. dan Nauplius sp. Ketiga jenis ini juga ditemukan pada semua stasiun pengamatan. Hal ini karena jenis-jenis dari


(54)

zooplankton ini memiliki penyebaran yang luas dalam lingkungan perairan. Nursyahra dan Abizar (2012), Cyclops, Nauplius, Asramoeba, Difflugia, Branchionus, Lepadella, Lycane, Notholca, Proales dan Testudinella merupakan kelompok zooplankton yang memiliki penyebaran yang luas dan beberapa jenis tersebut dapat hidup di berbagai tipe perairan.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat fitoplankton yang didapat terdiri dari kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae, Euglenophyceae dan Xanthophyceae. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah dari kelas Chlorophyceae yang berasal dari filum Cyanophyta. Hal ini dikarenakan suhu di perairan tersebut rata-rata sebesar 30ºC. Effendi (2003), alga dari filum Chlorophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu berturut-turut 30ºC-35ºC dan 20ºC-30ºC, dan filum Cyanophyta dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi (di atas 30ºC) dibandingkan kisaran suhu pada filum Chlorophyta dan diatom. Kelimpahan diatoma di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika kimia perarian, diantaranya adalah suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan diatomae berkisar antara 20-30 ºC (Anshorullah dkk., 2008).

Pada sampling yang dilakukan pada bulan Januari, Februari dan Maret diadapat kelimpahan plankton tertinggi dari genus Chodatella sp. Kemudian pada bulan Februari kelimpahan tertinggi adalah genus Scenedesmus sp. Pada bulan Maret tetap dari genus Scenedesmus sp. tetapi tidak berbeda signifikan dengan genus Ankistrodesmus sp. dalam hal tersebut memungkinkan penyebaran plankton merata. Juga bisa dikatakan perairan mengalami penyuburan. Sesuai dengan literatur Henderson-Sellers dan Markland (1987) menyatakan bahwa salah satu


(55)

ciri terjadinya peningkatan kesuburan perairan adalah terjadinya perubahan jenis fitoplankton yang dominan.

Nilai kelimpahan plankton pada penelitian yang dilakukan berkisar 1231 – 2256 ind/L kelimpahan tertinggi terjadi di stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4. Nilai kelimpahan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Grafik 1. Nilai rata-rata kelimpahan pada Danau Pondok Lapan adalah sebesar 1772 ind/L. Berdasarkan kuantitas plankton yang didapat, maka tingkat kesuburan perairan Danau Pondok Lapan adalah oligotrofik. Welch (1952) menyatakan bahwa perairan oligotrofik ditandai dengan kuantitas plankton yang rendah (kurang dari 2000 ind/L) dengan jumlah jenis sedikit, jarang terjadi blooming dan biasanya didominasi oleh blue green algae (Cyanophyceae). Perairan mesotrofik kuantitas planktonnya cukup banyak (2000-15000 ind/L) dengan jumlah jenis yang bervariasi.

Stasiun 1 merupakan area yang memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan stasiun lainnya. Pada stasiun ini total kelimpahan plankton yang didapat sebesar 2208 ind/L. Nilai kelimpahan jauh berbeda dari stasiun lainnya. Kelimpahan pada stasiun ini tinggi dikarenakan lokasi ini merupakan bagian outlet perairan sehingga nutrisi yang ada pada stasiun lainnya terbawa ke lokasi ini dan menyebabkan perairan kaya akan nutrisi. Hayati dkk., (2012), tingginya nilai kelimpahan plankton karena masuknya bahan organik kedalam perairan dan faktor parameter perairan yang tinggi seperti nitrat dan fosfat.


(56)

Gambar 7. Grafik Komposisi Nilai Kelimpahan pada Setiap Stasiun Pengamatan Jenis plankton yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian dengan kelimpahan tertinggi adalah genus Scenedesmus sp. dari kelas Chlorophyceae. Dapat dilihat pada Lampiran 6, nilai kelimpahan dari scenedesmus jauh lebih besar dibandingkan jenis lainnya. Hal ini dikarenakan kelas Chlorophyceae memang umum ditemukan di perairan tawar. Barus (2004), kelompok fitoplankton yang mendominasi di perairan tawar umumnya berasal dari kelas Chlorophyceae.

Nilai keanekaragaman setiap bulannya berbeda-beda. Nilai keanekaragaman pada bulan Januari sebesar 2,666, nilai keanekaragaman pada bulan Februari sebesar 1,167 dan pada bulan Maret sebesar 2,561. Menunjukkan bahwa keanekaraman rendah terjadi pada bulan Februari dan pada bulan Januari dan Maret keanekaragamannya sedang. Berdasarkan kriteria Mason (2002), nilai keanekaragaman (Hꞌ) < 2,302 menyatakan keanekaragaman rendah, 2,203 < Hꞌ < 6,907 menyatakan keanekaragaman sedang, dan Hꞌ > 6,907 menyatakan keanekaragaman tinggi.

Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar

I II III IV

Stasiun

Series1 309 1727 220 252 1089 274 398 1472 118 381 610 240 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 K el im pa ha n

Grafik Kelimpahan


(57)

Dari hasil penelitian keanekaragaman plankton pada bulan Januari dan Maret masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,614. Keanekaragam yang terjadi dalam penelitian ini dikarenakan penyebaran dari jenis plankton cukup merata, tidak ada satu jenis yang melimpah. Odum (1994), kenaekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebarannya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah. Indeks keanekaragaman yang tinggi menunjukan stasiun tersebut sangat cocok dengan pertumbuhan plankton dan indeks keanekaragaman yang rendah menunjukan stasiun tersebut kurang cocok bagi pertumbuhan plankton.

Nilai indeks keseragaman merata terjadi pada bulan Januari dan Maret dengan nilai indeks keseragaman rata-rata pada bulan Januari dan Maret sebesar 0,800 dan 0,809. Sedangkan pada bulan Februari nilai indeks keseragaman sebesar 0,379, sehingga diketahui terjadi persebaran tidak merata pada bulan ini. Terjadi kelimpahan yang jauh lebih tinggi antara satu jenis dengan jenis lainnya pada bulan Februari. Yulianda dan Damar (1994), bahwa nilai keseragaman (E) berkisar 0 – 1 semakin kecil nilai E artinya semakin kecil keseragaman suatu populasi dan ada kecendrungan bahwa suatu jenis mendominasi populasi tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, dari nilai keseragaman yang didapat bahwa keseragaman perairan pada semua stasiun cukup rendah yang terjadi pada bulan Februari. Hal ini dikarenakan persebaran yang kurang merata dari setiap spesies. Sedangkan keseragaman tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari pada semua stasiun, sehingga menunjukkan bahwa tidak adanya spesies yang mendominasi dan persebaran setiap spesies merata. Michael (1984), 0< E < 0,4


(58)

menunjukkan keseragaman rendah, 0,4< E <0,6 menunjukkan keseragaman sedang dan E >0,6 menunjukkan keseragaman tinggi, artinya penyebaran individu tersebut mendekati merata atau tidak ada spesies yang mendominasi.

Nilai indeks dominasi menunjukkan bahwa tidak ada terjadi dominasi yang besar, karena nilai dominasi tertinggi adalah sebesar 0,620 pada bulan Februari di stasiun 1. Pada bulan Januari nilai dominasi sangat rendah yaitu sebesar 0,018 artinya penyebaran sangat merata begitu juga pada bulan Maret dengan nilai terndah 0,096 pada stasiun 3. Odum (1971), nilai dominasi 1 menunjukkan dominasi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun), indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang dominasi.

Berdasarkan hasil penelitian komposisi plankton dari bulan Januari sampai Maret selalu berubah-ubah. Di bulan Januari komposisi dari genus Choldatella cukup tinggi, pada bulan Februari terjadi dominasi yang sangat besar dari genus Scenedesmus sehingga menyebabkan nilai dominasi meningkat. Pada bulan Maret kelimpahan Scenedesmus menurun, dan Ankistrodesmus kelimpahannya meningkat sedangkan Chodatella kelimpahannya menurun tetapi tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan siklus hidrologi danau yang menyebabkan pertukaran air setiap 19 hari sekali, sehingga komposisi dari plankton berubah. Wijaya dan Hariyati (2009), Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan selalu berubah seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya terutama perubahan arus.

Dari hasil penelitian kemiripan habitat antar stasiun diukur berdasarkan faktor fisika kimia perairan. Didapat nilai yang sangat tinggi dari hasil penelitian


(59)

yaitu dengan nilai diatas 90% antara stasiun 1 dengan stasiun lainnya. Kecuali antar stasiun 1 dengan stasiun 2 nilai indeks similaritas Canberra sebesar 87,243%, dengan nilai ini juga bisa dikatakan antara stasiun 1 dengan stasiun 2 mirip. Nilai pada stasiun ini lebih kecil dibandingkan stasiun lainnya dikarenakan dikedua stasiun ini terdapat outlet sehingga pencampuran air berbeda antara stasiun 1 dan stasiun 2. Grafik dendogram Ic dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Indeks Similaritas Canberra Beradasarkan Kesamaan Sifat Fisika Kimia Perairan.

Berdasarkan hasil penelitian indeks matrik Canberra tertinggi terjadi pada stasiun 1 dengan stasiun 4 dengan nilai 56,794% dan terndah pada stasiun 2 dengan stasiun 3. Tetapi nilai yang didapat tidak jauh berbeda karena kisaran nilai indeks matrik Canberra pada Danau Pondok Lapan sebesar 40,361% - 56,794%. Berarti antara stasiun yang satu dengan stasiun lainya memiliki kemiripan hanya sekitar 50%, sehingga jika melakukan penelitian selanjutnya tidak bisa mengurangi stasiun yang ada. Grafik Koefisien Matrik Canberra pada Gambar 9.


(60)

Gambar 9. Grafik Koefisien Matrik Canberra Berdasarkan Kesamaan Individu (Plankton).

Dari hasil penelitian koefisien saprobik yang didapat adalah sebesar 1,158. Nilai ini menunjukkan bahwa fase saprobik adalah β Meso/Oligosaprobik. (Dresscher dan Van Der Mark, 1976 diacu Soewignyo dkk., 1986) perairan danau Pondok Lapan mengalami pencemaran ringan. Bahan pencemar yang masuk kedalam perairan adalah bahan organik dan anorganik. Danau Pondok Lapan memang masih terlihat alami, aktivitas masyarakat yang ada disana hanya perkebunan dan pemancingan. Limbah perkebunan yang masuk ke danau sangat kecil.

Fase saprobik yang didapat pada penelitian ini adalah

β Meso/Oligosaprobik. Dalam hal ini diketahui perairan lokasi penelitian memiliki tingkat pencemaran bahan organik dan anorganik ringan. Bahan pencemar organik

didalamnya sudah mengalami penguraian. Wijaya dan Riche (2009), kategori β -Mesosaprobik memiliki oksigen terlarut (DO) yang tinggi, bakteri lebih kecil daripada α -Mesosaprobik dan pada kondisi ini ammonia (NH3)telah menghasilkan produk akhir


(61)

terjadi penguraian, oksigen terlarut (DO) tinggi dan jumlah bakteri sangat rendah. Sehingga berdasarkan kategori saprobiknya perairan Danau Pondok Lapan ini termasuk kedalam kategori danau yang bagus.

Berdasarkan hasil penelitian, pada lokasi penelitian nilai dari parameter lingkungan yaitu nitrat rata-rata adalah 1 mg/L. Untuk nilai fosfat menunjukkan rendah, yaitu sebesar 0,032 mg/L. Sehingga pertumbuhan fitoplankton pada lokasi penelitian tergolong belum cukup optimum. Astuti dkk., (2009), konsentrasi nitrat dan fosfat termasuk rendah di bawah baku mutu air untuk kegiatan perikanan. Untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat pada kisaran 0,9-0,35 mg/L dan ortofosfat sebesar 0,09-1,8 mg/L.

Dari Gambar 10 diketahui hubungan antara kelimpahan dengan faktor fisika dan kimia terjadi keterkaitan. Kelimpahan sangat berhubungan dengan pospat karena berada pada kuadrant yang sama begitu juga dengan suhu dan pH. Sedangkan untuk DO dan BOD tetap ada hubungan tetapi tidak begitu besar. Pada Tabel 9 seluruh parameter yang diukur berkorelasi positif dengan nilai kelimpahan. Berarti semua parameter memiliki hubungan. Jika terdapat nilai negatif berarti tidak ada hubungan antara kelimpahan dengan parameter tersebut. Ismunarti (2013), jika tidak adanya hubungan antara kelimpahan dengan parameter lingkungan lainnya kemungkinan diakibatkan oleh adanya beberapa genus saja di beberapa stasiun. Selain itu juga dikarenakan tidak adanya perbedaan parameter tersebut di stasiun penelitian.


(62)

Gambar 10. Variabel Axes PCA

Kelimpahan Kecerahan

Suhu

pH

DO

BOD Pospat

-1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1

-1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1

F

2

(

2

2

.3

2

%

)

F1 (52.58 %)


(63)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian di Danau Pondok Lapan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasrkan hasil penelitian fitoplankton yang paling banyak didapatkan berasal dari genus Scenedesmus sebesar 3848 ind/L. Zooplankton dari genus Cyclops sebesar 160 ind/L. Keanekaragaman plankton di Danau Pondok Lapan tergolong kategori sedang. Untuk nilai keseragaman plankton menunjukkan kategori sedang juga.

2. Dari hasil penelitian parameter yang saling mempengaruhi kehidupan plankton adalah fosfat, pH dan suhu dengan nilai korelasi berturut-turut sebesar 0,666, 0,519, dan 0,513.

3. Berdasarkan hasil penelitian di perairan Danau Pondok Lapan dari koefisien saprobik diketahui status perairan Danau Pondok Lapan tergolong kedalam tingkat pencemaran sedang dengan bahan pencemar yang masuk kedalam perairan adalah bahan organik dan anorganik. Fase saprobik adalah β meso/oligosaprobik.

Saran

Perlu dilakukan pengontrolan dalam kegiatan masyarakat disekitar danau untuk membatasi akivitas masyarakat. Sehingga keseimbangan ekosistem perairan Danau Pondok Lapan tetap alami dan air terus dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya yang lebih spesifik agar mendapatkan hasil yang lebih jelas.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Alaert, G. Dan S. Sri. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. Anshorullah, A., E. Widyastuti dan A. S. Siregar. 2008. Distribusi Diatomae

Planktonik pada Musim yang Berbeda di Perairan Waduk Wadaslintang Wonoboso. Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV.

APHA (American Public Health Association). 1995. Standard Method for The Exammination of Water and Wastewater 19th ed. APHA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works Association) and WPFC (Water Pollution Control Federation), Washington D.C.

Astuti, L. P., A. Warsa dan H. Satria. 2009. Kualitas Air dan Kelimpahan Plankton di Danau Sentani, Kabupaten Jayapura. [Jurnal] Perikanan (J.

Fish Sci.) Vol. XI, No. 1: 66-77 ISSN: 0853-6384.

Astuti, L. P. dan H. Satria. 2009. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton di Danau Sentani, Papua. [Jurnal] LIMNOTEK, Vol. XVI, No. 2: 88-98. Barus, T. A, 2001. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan

Danau. Fakultas MIPA USU, Medan.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan.

Basmi, J. 1995. Ekologi Plankton. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.

Basmi, J. 1999. Planktonologi: Plankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.

Brower, J. E. dan J. H. Zar. 1990. Field and Laboratory Method from General Ecology. 3rd ed. Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, Lowa.

Campbell, R. dan Mitchell. 2000. Biologi. Edisi ke-5 Jilid ke-3. Erlangga, Jakarta. Colinvaux, P. 1986. Ecology. John Wiley and Sons, New York.

Djarijah, A. S. 1996. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Yogyakarta.

Edmondson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. Jhon Wiley & Sons, Inc. New York.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Handayani, S. 2008. Hubungan Kuantitatif Antara Fitoplankton dengan Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon – Banten. [Jurnal] Ilmu dan Budaya Vol. 28 No. 13


(1)

Lampiran 3. Foto Plankton Hasil Penelitian

Filum

: Chlorophyta

Kelas

: Chlorophyceae

Ordo

: Chlorococcales

Famili

: Scenedesmaceae

Genus

: Scenedesmus sp.

Filum

: Chlorophyta

Kelas

: Chlorophyceae

Ordo

: Chlorococcales

Famili

: Chodatellaceae

Genus

: Chodatella sp.

Filum

: Cyanobacteria

Kelas

: Cyanophyceae

Ordo

: Oscillatoriales

Famili

: Oscillatoriaceae

Genus

: Lynbya sp.


(2)

Lampiran 2. Lanjutan

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Copepoda

Ordo

: Cyclopoida

Famili

: Cyclopoidaceae

Genus

: Cyclops sp.

Filum

: Rotifera

Kelas

: Monogonanta

Ordo

: Ploimida

Famili

: Brachionidae

Genus

: Keratella sp.


(3)

Lampiran 3. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan

Oksigen (DO) (Suin, 2002)

1 ml MnSO

4

1 ml KOH-KI

Dikocok

Didiamkan

1 ml H

2

SO

4

Dikocok

Didiamkan

Diambil sebanyak 100 ml

Dititrasi Na

2

S

2

O

3

0,0125 N

Ditambahkan 5 tetes amilum

Dititrasi dengan Na

2

S

2

O

3

0,0125 N

Dihitung volume Na

2

S

2

O

3

0,0125 N

yang terpakai masukkan

kedalam rumus

(DO=1000/100xVolume Na

2

S

2

O

3

xNormalitas Na

2

S

2

O

3

x8)

Sampel Air

Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat

Larutan Sampel Berwarna Coklat

Sampel Berwarna

Kuning Pucat

Sampel Berwarna

Biru

Sampel Bening


(4)

Sampel Air

Sampel Air

DO akhir

DO awal

Diinkubasi selama 5 hari

pada temperatur 20

o

C

Dihitung nilai

DO awal

Dihitung nilai DO akhir

Lampiran 4. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD

5

(Suin, 2002)

Sampel Air

Keterangan :

a.

Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan nilai

DO


(5)

Lampiran 5. Data Kelimpahan Plankton (ind/L)

No. Kelas dan

Genus

Stasiun

Total

I II III IV

Fitoplankton

Bacillariophyceae

1 Achnanthes 2 4 4 6 16

2 Cocconeis 0 0 0 12 12

3 Coscinidiscus 8 6 4 12 30

4 Cyclotella 10 12 24 16 62

5 Cymatopleura 4 4 0 4 12

6 Cymbella 36 20 24 24 104

7 Diatoma 2 0 2 0 4

8 Melosira 0 6 18 28 52

9 Navicula 0 2 6 2 10

10 Nitzschia 0 6 4 4 14

11 Pinnularia 0 2 0 0 2

12 Synedra 0 6 4 6 16

Chlorophyceae

13 Ankistrodesmus 20 54 22 40 136

14 Chlorella 8 6 10 14 38

15 Chodatella 238 206 322 146 912

16 Cloeobatrys 2 8 12 8 30

17 Closterium 10 4 4 8 26

18 Coelastrum 0 2 0 0 2

19 Cosmarium 0 2 8 2 12

20 Euastrum 0 10 6 4 20

21 Eudorina 36 28 42 20 126

22 Gloeocystis 26 38 38 18 120

23 Keriochlamys 10 2 0 4 16

24 Microsterias 0 2 0 0 2

25 Polyedriopsis 2 4 2 0 8

26 Scenedesmus 1388 810 1146 534 3878

27 Selenastrum 4 6 2 4 16

28 Staurastrum 6 12 6 6 30

29 Tetraedron 2 4 0 0 6

30 Tribonema 2 8 2 8 20

Cyanophyceae

31 Chroococcus 38 12 24 6 80

32 Coccochloris 0 2 10 2 14

33 Gleotrichia 2 2 2 2 8


(6)

Lampiran 5. Lanjutan

35 Merismopedia 2 0 0 0 2

36 Oscillatoria 40 60 56 66 222

37 Phormidium 10 2 2 10 24

Dinophyceae

38 Peridinium 150 12 18 42 222

39 Glenodinium 0 2 6 2 10

Euglenophyceae

40 Phacus 4 2 0 0 6

Xanthophyceae

41 Arachnochloris 16 8 8 12 44

42 Botrydiopsis 36 148 62 46 292

Zooplankton

Cladocera

43 Bosmina 0 0 0 2 2

44 Moina 0 0 0 4 4

45 Nauplius 8 6 0 2 16

46 Sida 2 0 0 0 2

47 Simocephalus 2 0 2 4 8

Copepoda

48 Cyclops 42 38 32 48 160

49 Diaptomus 0 2 0 2 4

Imbrichaeta

50 Euglypha 0 2 0 0 2

Rotifera

51 Brachionus 30 4 18 10 62

52 Keratella 2 2 2 4 10