Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA

  Ekosistem Danau

  Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam, dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).

  Karakteristik dasar ekosistem perairan tergenang yaitu memiliki arus yang stagnan (bahkan hampir tidak ada arus), organismenya tidak terlalu membutuhkan adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu (khusus perairan tergenang dengan kedalaman lebih dari 100 meter), ada stratifikasi kolom air (pada perairan dalam), substrat dasar umumnya berupa lumpur halus, residence time relatif lebih lama. (Suwignyo, 2003).

  Menurut Effendi (2000) berdasarkan tingkat kesuburannya (trophic status) perairan tergenang khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut: 1.

  Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomassa yang rendah. Perairan ini memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen.

  2. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan

  3. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktifitas tinggi), yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memiliki tingkat kecerahan yang rendah.

  4. Hiper-eutrofik, yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer sangat tinggi.

  5. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik.

  Danau ini diklasifikasikan sebagai danau yang banyak menerima bahan organik dari tumbuhan yang terdapat di daratan sekitarnya. Produktivita primer danau distrofik biasanya rendah. Klasifikasi danau berdasarkan tingkat kesuburannya dapat dilihat pada Gambar 2

  Gambar 2. Klasifikasi danau berdasarkan tingkat kesuburannya.

  Ekosistem Danau Pondok Lapan

  Danau Pondok Lapan adalah sebuah danau buatan yang terdapat di Kabupaten Langkat. Danau ini terletak pada koordinat 3

  o

  30’44,73”LU -

  3

  o

  30’26,29”LU dan 98

  o

  17’65”BT - 98

  

o

  17’29,60”BT. Danau Pondok Lapan terletak di antara perkebunan sawit milik negara dan juga swasta. Danau ini menjadi satu diantara tempat favorit masyarakat Langkat khususnya di Kecamatan Melihat fungsi dan manfaat Danau Pondok Lapan, keberadaanya kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini karena danau ini dibuat untuk pengairan atau irigasi pertanian. Namun masyarakat sekitar tidak memiliki minat untuk bertani, mereka lebih memilih untuk berkebun seperti sawit dan karet. Data-data tentang danau tersebut sangatlah terbatas. Saat ini diperlukan data dasar untuk keperluan seperti penelitian. Sehingga nantinya akan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat serta berkelanjutan.

  Nekton

  Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi dan serangga air besar. Banyaknya spesies nekton di suatu periran dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut (Odum, 1994).

  Ikan merupakan organisme air yang bernafas menggunakan insang bergerak menggunakan sirip (fin). Ikan juga memiliki gelembung udara yang berfungsi sebagai alat mengapung, melayang atau menenggelamkan diri pada dasar perairan. Ikan tersebar diberbagai jenis perairan diseluruh permukaan bumi.

  Ikan mempunyai pola adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baik, sehingga ikan mempunyai penyebaran yang luas. Hal ini dikarenakan ikan memiliki mobilitas yang tinggi (Barus, 2004).

  Ekosistem perairan tawar diakui Bank Dunia kaya akan biodiversitas tetapi selama ini kurang mendapat perhatian dalam proses pembangunan. Akibatnya kegiatan manusia di daratan sekitarnya, seperti konversi hutan menjadi pemukiman transmigran dan limbah industri. Penurunan kekayaan jenis ikan air tawar dipercepat pula oleh kerusakan atau lenyapnya habitat (Wargasasmita, 2002).

  Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton

  Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu komunitas. Keanekaragaman jenis (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beraneka ragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum, 1994).

  Krebs (1972) mengasumsikan bahwa ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis tertentu.

  Identifikasi Morfometrik

  Morfometrik merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan jenis ikan dan menentukan unit stok pada suatu perairan dengan berdasarkan atas perbedaan morfologi spesies yang diamati. Pengukurn morfometrik dapat dilakukan antara

  Evaluasi berbagai karakteristik ikan merupakan bagian penting dari setiap studi aspek biologi yang bertujuan untuk perbaikan genetik dari stok ikan. Variasi fenotipe antara strain dan korelasi antara studi karakteristik baik di alam maupun di dalam ruangan. Memiliki pertumbuhan tertentu berupa karakteristik yag paling menonjol, yang dapat digunakan sebagai indikator untuk meningkatkan reproduksi dalam budidaya (Akhter dkk., 2003).

  Menurut Kusrini dkk., (2008). Pengukuran secara morfometrik merupakan suatu teknik yang lebih baik untuk membedakan bentuk tubuh pada populasi.

  Pengukuran keragaman genetik berdasarkan karakter fenotip dengan metode morfometrik lebih mudah dilakukan dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pengukuran berdasarkan karakter genotipnya. Morfometrik dapat dilakukan dengan tujuan antara lain untuk membedakan strain/spesies/populasi menentukan jarak gnetik dan mencari indikator morfologi untuk tujuan seleksi.

  Pengukuran karakter morfometrik perlu diperhatikan, agar tidak terjadi kesalahan. Hal tersebut penting karena karakter morfometrik salah satu cara identifikasi. Cara pengukuran yang dipakai harus mengikuti kaidah yang berlaku, contoh: untuk mengukur panjang standar diukur dari bagian terdepan moncong atau bibir atas sampai pangkal sirip ekor. Pangkal sirip ekor dapat diketahui dengan cara menekukkan sirip ekornya (Nurdawati dkk., 2007).

  Perbedaan morfologi antar populasi atau spesies digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan anatomis tertentu. deskripsi kualitatif. Deskripsi kualitatif diaggap belum memadai belum memadai, sehingga seringkali diperlukan ekspresi kuantitatif dengan mengambil ukuran dari individu. Manfaat dari studi morfometri secara kuantitatif yaitu dapat membedakan individu antar jenis kelamin atau speiesnya, menggambarkan pola- pola keragaman morfometrik antar populasi maupun spesies (Suci, 2007).

  Karakteristik dan Struktur Komunitas Nekton di Danau

  Pengkajian komunitas biota merupakan dasar dari pengkajian ekosistem secara keseluruhan maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui struktur komunitas ikan berdasarkan keanekaragaman, kelimpahan relatif, dominansi, keseragaman dan indeks similaritas (Odum, 1994). Menurut Kordi (2007) bahwa secara alami, kandungan mineral tawar sangat beragam, tergantung pada sumber dan lokasinya. Dalam ekosistem air tawar, kadar garam yang terlarut dalam air tawar <0.05 %, di mana natrium mempunyai konsentrasi tinggi dibandingkan dengan kalium dan magnesium.

  Menurut Odum (1994) komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi yang terdiri dari spesies yang berbeda yang menempati daerah tertentu.

  Komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti spesies dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, dan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional. Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur komunitas dapat dapat dipelajari melalui komposisi ukuran dan keanekaragaman pada habitat akan berpengaruh pada tingkat spesies sebagai komponen terkecil penyusun populasi yang akan membentuk komunitas.

  Brower,dkk (1990) menyatakan suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi. Jika kelimpahan spesies yang ada atau individu antar spesies secara keseluruhan yang sama banyak, atau hampir sama banyak menurut ukurannya. Pada nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C).

  Welcome (1985), menyatakan bahwa ikan air tawar dapat dibagi kedalam dua golongan. Jenis pertama adalah black fish, ikan ini memiliki kemampuan adaptasi tinggi diseluruh habitat air tawar, ikan black fish tahan terhadap perubahan lingkungan dan umumnya memiliki alat pernafasan tambahan. Jenis kedua adalah white fish (ikan putihan), termasuk jenis ikan yang aktif bermigrasi selama hidupnya dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ikan black

  

fish memiliki kemampuan beradaptasi lebih dari ikan jenis white fish dan dapat

  ditemukan diberbagai tipe habitat. Jenis ikan black fish kebanyakan hidup di aliran sungai.

  Faktor Abiotik Yang Dapat Mempengaruhi Nekton a. Suhu

  Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000).

  Cahaya matahari masuk sampai pada kedalaman tertentu pada semua danau, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding air yang dingin, sehingga lapisan air yang hangat disebut epilimnion dan lapisan air yang dingin disebut hipolimnion. Penampang melintang dari tengah danau dan bagian dimana air keluar dari danau dan menunjukkan bahwa kedalaman termoklin lebih kurang sama sepanjang badan danau, akan tetapi aliran air yang naik dekat bendungan menimbulkan sedikit gangguan (Damanik, dkk., 1987).

  Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai suhu air. Terdapat organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas (euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit (stenoterm). Suhu juga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan dari organisme air (Barus, 2004).

b. Kekeruhan

  Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, yang berakibat produktivitas perairan menjadi turun (Wetzel, 2001).

  Effendi (2003) menyatakan kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmeregulasi ikan seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.

c. Kecerahan

  Effendi (2003) menyatakan kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

  Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.

  Menurut Jubaedah (2006) cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator, atau untuk beruaya. Pada daerah gelap yang penetrasi cahayanya kurang, hanya akan dihuni oleh ikan buas atau predator yang lebih menyukai tempat gelap. Effendi (2003) menyatakan nilai kecerahan waktu pengukran, kekuruhan dan tersuspensi serta ketelitian seseorang yang melakukan pengukuran kecerahan sebaiknya diakukan pada saat cuaca cerah.

  d. Kedalaman

  Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).

  Dengan bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman yang disebut Compensation Depth, yaitu kedalaman tempat oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintesis sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. Kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau busuk dan membahayakan organisme (Wijana, 2010).

  e. Derajat Keasaman (pH)

  Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989).

  Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah.

  Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

f. DO (Dissolved Oxygen)

  Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l

2 O . Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air (Barus, 2004).

  Menurut Sastrawijaya (2000), Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air. Barus antara 6 - 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut.

g. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

  Nilai BOD (Biochemichal Oxgen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisma aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20°C. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD

  5 ). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

  pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisma anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).

  Menurut Brower, dkk., (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O 2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O 2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila 2

  2

  konsumsi O berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l O akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD

h. COD (Chemical Oxygen Demand)

  COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang

  2

  dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg 0 /l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

  COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan

  5

  pengujian BOD tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas air. Oleh karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan dan dapat bersifat toksik bagi Organisme. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang diperlukan. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, COD contoh dapat dihitung, dan dapat dilihat nantinya apa pengaruhnya pada

  2

  makrozoobentos. Semakin tinggi kadar CO maka keanekaragaman bentos

  2

  semakin rendah dan sebaliknya jika kadar CO rendah keanekaragaman bentos semakin tinggi (Siregar, 2011).

Dokumen yang terkait

Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Kepolisian dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Hukum POLRES Tobasa)

0 1 43

Penerapan Budaya Perusahaan pada PT. Pegadaian (Persero) ( Studi Kasus di PT. Pegadaian (Persero) Wilayah I Kota Medan )

0 1 31

Penerapan Budaya Perusahaan pada PT. Pegadaian (Persero) ( Studi Kasus di PT. Pegadaian (Persero) Wilayah I Kota Medan )

0 0 15

EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KOMUNIKASI (Studi Korelasional Kegiatan Employee Relations dalam Bentuk Rapat Rutin dan Kepuasan Komunikasi Karyawan PT INALUM di Kuala Tanjung)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan - Corporate Social Responsibility (CSR) - Praktik Tanggung Jawab Sosial Dan Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Studi Pada PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Kebun Adolina, Kabupaten Deli Serd

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Praktik Tanggung Jawab Sosial Dan Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Studi Pada PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Kebun Adolina, Kabupaten Deli Serdang

0 1 10

Praktik Tanggung Jawab Sosial Dan Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Studi Pada PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Kebun Adolina, Kabupaten Deli Serdang

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perencanaan Sistem Drainase Pada Rencana Kawasan Industri Deli Serdang di Kecamatan Medan Amplas

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Tugas Akhir dengan judul Peranan Sekretaris dalam Perjalanan Dinas Staf Ahli Gubernur pada Sekretariat Staf Ahli Gubernur di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

0 1 9