Struktur Komunitas Plankton Di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

  Ekosistem Danau

  Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).

  Asal mula sebuah danau dapat bermacam-macam. Ada yang terbentuk karena terjadi patahan di permukaan bumi yang kemudian diikuti peristiwa klimat. Beberapa danau lain timbul akibat gejala vulkan, karena belokan sungai yang terlalu dalam, karena depresi tanah kapur dan ada juga danau buatan (Soeriaatmadja, 1989).

  Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0,001-0,01 meter/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung lama. Arus air danau dapat bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim (Effendi, 2003).

  Berdasarkan zona danaunya Soegianto (2005), menggolongkan danau menjadi tiga zona yang berbeda yaitu : a.

  Zona literal yaitu dekat dengan pantai dimana tumbuhan berakar dapat dijumpai. b.

  Zona limnetik yaitu lapisan permukaan perairan terbuka, sinar matahari mampu menembus zona ini kemudian didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas.

  c.

  Zona profundal yaitu zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan dihuni oleh organisme yang membuat liang di dasar perairan.

  Berdasarkan suhu air, air di danau memiliki beberapa lapisan, dengan permukaan air hangat mengambang di atas air dingin di kedalaman sejenisnya.

  Diantara kedua lapisan terjadi perubahan suhu cepat, yang disebut termoklin. Berdasarkan lapisannya danau secara efektif dibagi menjadi dua bagian terpisah, danau atas disebut epilimnion, dan danau yang lebih rendah disebut hypolimnion.

  Lapisan antara keduanya disebut termoklin yang berjalan secara teknis disebut

  

metalimnion . Meskipun banyak limnologi menggunakan kata "termoklin" untuk

  merujuk baik dengan massa air (metalimnion) dan gradien suhu saling melintasi berdasarkan massa air (Colinvaux, 1986).

  Danau sering diklasifikasikan berdasarkan produksi bahan organiknya. Danau oligotrofik merupakan danau yang dalam dan tidak banyak mengandung nutrien, dan fitoplankton pada zona limnetiknya tidak begitu produktif. Danau eutrofik merupakan danau yang umumnya lebih dangkal, dan kandungan nutrien pada airnya tinggi. Sebagai akibatnya fitoplankton menjadi sangat produktif dan air sering sekali menjadi keruh (Campbell, 2000).

  Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston (Barus, 2004).

  º

  Danau Pondok Lapan terletak pada koordinat 3 30’44,73”LU -

  º º º

  3 30’26,29”LU dan 98 17’65”BT - 98 17’29,60”BT. Secara adminstrasi Danau Pondok Lapan terletak di Dusun Pulka Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Berdasarkan proses terbentuknya, danau ini terbentuk secara buatan. Tujuan awal dari pembuatan Danau Pondok Lapan adalah sebagai sumber air untuk mengairi lahan pertanian masyarakat sekitar. Ekosistem di sekitar danau ini hanya terdiri atas lahan perkebunan.

  Pemanfaatan Danau Pondok Lapan pada saat sekarang ini hanya sebagai lokasi memancing bagi warga desa tersebut maupun warga dari luar daerah.

  Sebelumnya danau ini pernah dijadikan arena rekreasi keluarga tetapi tidak berjalan dikarenakan pemanfaatannya yang kurang maksimal. Danau ini juga pernah dijadikan lokasi budidaya keramba jaring tancap, tetapi karena sistem pembudidayaan yang kurang maksimal juga maka kegiatan tersebut tidak berlangsung lama. Informasi yang didapat terkait ketidak berhasilan kegiatan keramba jaring tancap di danau tersebut karena ikan yang dibudidayakan hilang begitu saja, tidak diketahui kemana perginya. Dilihat dari lokasi danau tersebut bisa saja hilangnya ikan tersebut karena terdapat banyak hama seperti biawak.

  Plankton Defenisi Plankton dan Pembagiannya

  Victor Hensen (1887) memakai istilah plankton untuk semua organisme yang melayang dalam air. Plankton ini diambil dari bahasa Yunani yang berarti suatu yang terapung. Lambat laun ahli limnologi mulai menginsafi bahwa organisme akuatik plankton ini dapat mengimbangi ukurannya yang kecil dengan jumlahnya yang besar (Sastrodinoto, 1980).

  Plankton didefenisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan hewani (hewan) yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas, sehingga sebagian besar geraknya secara pasif mengikuti pergerakan arus air. Plankton berbeda dengan nekton, yang juga merupakan organisme pelagik, namun dapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawan gerakan massa air. Plankton juga memiliki perbedaan dengan benthos yang terdiri dari organisme yang hidup di dasar perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012).

  Menurut Basmi (1995) plankton dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yakni :

  Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

  b.

  Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari c.

  Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus dan debris. Disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

  2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas : a.

  Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar.

  b.

  Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.

  c.

  Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau.

  d.

  Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

  3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup,terdiri atas: a.

  Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik.

  b.

  Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik.

  c.

  Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun batiplankton terdiri dari zooplankton seperti mysid dari jenis Crustaceae dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar.

  4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas: a.

  Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.

  b.

  Allogenik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh sungai atau arus). Hal ini biasanya dapat diketahui sekitar muara sungai.

  Berdasarkan batasan ukurannya, plankton dikelompokkan menjadi megaplankton, makroplankton, mikroplankton, nannoplankton dan ultraplankton.

  Megaplankton mencakup hewan berukuran besar dengan kemampuan gerak terbatas, misalnya ubur-ubur. Makroplankton adalah plankton yang dapat dilihat dengan mata telanjang, biasanya berukuran 1 mm sampai 10 mm. Mikroplanklton merupakan plankton yang berukuran 0,075 mm sampai nkurang dari 1 mm.

  Nannoplankton, berukuran a ntara 5 μm sampai kurang dari 0,075 mm, yang hampir seluruhnya berupa bakteri dan flagellata autrof. Ultraplankton merupakan makanan- makanan flagellata dengan ukuran lebih kecil 5 μm (Asriyana dan

  Yuliana, 2012). Menurut Margalef (1995) dan Dussart (1965) diacu Hariyadi dkk (1998) membuat penggolongan atau klasifikasi plankton berdasarkan atas ukurannya, sebagai berikut :

  Margalef (Untuk Dussart (Untuk Plankton

  Kalsifikasi Plankton Air Tawar)

  Air Tawar dan Laut) Ultraplankton

  • Ultranannoplankton -

  < 5 μm

  < 2 μm Nannoplankton 5 - 2 - 50 μm 20 μm Microplankton 50 - 20 - 500 μm 200 μm Mesoplankton 500 - 200 - 1000 μm 2000 μm Macroplankton

  > 1000 μm

  • Megaplankton > 2000 μm

  Berdasarkan siklus hidup plankton, dikenal dengan holoplankton dan meroplankton. Holoplankton merupakan plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton merupakan plankton yang hanya sebagian dari seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik. Plankton mempunyai alat gerak (misalnya flagelata dan ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi gerakan air disekelilingnya (Barus, 2004).

  Ekologi Plankton

  Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy dan Kurniati, 1996). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004).

  Secara umum keberadaan plankton di perairan akan dipengaruhi oleh tipe perairannya (mengalir atau tergenang), kualitas fisika dan kimia perairan (misal: suhu, kecerahan, arus, pH, kanfungan CO bebas, kandungan unsur-unsur hara),

  

2

  dan adanya kompetitor dan/atau pemangsa plankton. Pada perairan tergenang, keberadaan plankton akan berbeda dari waktu ke waktu dan berbeda pula dalam menempati ruang atau kolom air. Pada perairan mengalir unsur waktu dan ruang relatif tidak berperan nyata, kecuali jika ada kasus-kasus pencemaran sungai oleh aktifitas manusia (Hariyadi dkk., 1998).

  Fitoplankton

  Fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang, mengapung dalam air serta memiliki kemampuan gerak terbatas. Fitoplankton berperan sebagai salah satu bioindikator yang mampu menggambarkan kondisi dominasi satu spesies dapat diganti dengan yang lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan kualitas perairan yang tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan menyebabkan perubahan pula pada struktur komunitas komponen biologi, khususnya fitoplankton (Prabandani dkk., 2007). Fitoplankton hanya dapat ditemukan di daerah yang menerima sinar matahari dengan panjang gelombang 0,4 – 0,8 µm, yakni sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia (Krismono dan Sugianti, 2007).

  Menurut Wetzel (2001) analisis dan karakteristik evaluasi pertumbuhan temporal dan spasial fitoplankton kadang-kadang sulit karena berbagai faktor lingkungan. Termasuk sifat fisiologis individu masing-masing spesies alga, dan besarnya perubahan yang dapat terjadi di keduanya. Jelas, organisme dan lingkungan sangat dinamis. Kehidupan fitoplankton dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, cahaya matahari serta suhu. Unsur hara diduga biasanya berasal dari limbah domestik masyarakat sekitar dan dekomposisi serasah tumbuhan di sekitar danau (Astuti dan Satria, 2009).

  Fitoplankton merupakan sumber makanan utama bagi hampir semua hewan yang ada di laut. Konsentrasi dari pigmen hijau fotosintesis (klorofil-a) di perairan estuari, pantai dan laut merupakan indikator kelimpahan dan biomassa dari tumbuhan mikroskopis (fitoplankton) sebagai algae uniselular. Di samping itu, klorofil-a biasanya juga digunakan sebagai ukuran kualitas perairan yaitu sebagai petunjuk ketersediaan nutrient di perairan (Afdal dan Riyono, 2007).

  Zooplankton

  Berbeda dengan total keanekaragaman hayati hewan ekosistem air tawar, sangat jauh lebih rendah di air tawar daripada di habitat laut. Perbedaan tersebut kemungkinan berhubungan sangat kuno seperti kedalaman, dan keberlanjutan evolusi ditemukan di lautan. Bahkan dalam danau kuno komunitas zooplankton tidak diperkaya spesies (Wetzel, 2001).

  Zooplankton seperti halnya organisme lain hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik pada kondisi perairan yang sesuai seperti perairan laut, sungai dan waduk. Zooplankton merupakan plankton berupa hewan, pada mulanya organisme tersebut diklasifikasikan kedalam kelompok zooplankton tetapi dengan seiring perkembangan penelitian maka terungkap sifat mikrotrofik maka ada tingkatan yang mampu memproduksi makanan sendiri (fotosintesis).

  Peranan zooplankton menempati posisi penting dalam rantai makanan dan jaring- jaring kehidupan di perairan (Barus, 2004).

  Handayani (2008) menyatakan zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora besar kecil dapat mempengaruhi kompleksitas tidaknya rantai makanan dalam ekosistem perairan. Zooplankton herbivora mempunyai peranan yang penting dalam proses ini, karena berfungsi sebagai penghubung antara produsen dengan konsumen pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Keadaan tersebut mengakibatkan kepadatan zooplankton herbivora amat bergantung pada kepadatan fitoplankton, sehingga populasi zooplankton yang tinggi akan tercapai bila populasi fitoplankton juga tinggi atau sebaliknya (korelasi positif). Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kekeruhan, arus, sifat fisik dan kimia perairan. Populasi zooplankton ini akan mengalami fluktuasi konsenttrasi yang berhubungan dengan waktu, tempat dan kedalaman peraiaran (Barus, 2004).

  Faktor Fisika Kimia yang Mempengaruhi Plankton

  Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor iklim, fisika dan kimia (Suin, 2002).

  Suhu

  Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang bersifat ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Alga dari filum Chlorophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu berturut-turut 30ºC-35ºC dan 20ºC-30ºC, dan filum Cyanophyta dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi (di atas 30ºC) dibandingkan kisaran suhu pada filum Chlorophyta dan diatom (Effendi, 2003). Kelimpahan diatoma di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika kimia perarian, diantaranya adalah suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan diatomae berkisar antara 20-30 ºC (Anshorullah dkk., 2008).

  Suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organisme. Suhu air biasanya diukur dengan menggunakan thermometer air raksa

  0,1 ºC. Suhu air yang baik bagi kepentingan perikanan adalah ± 27 ºC dengan fluktuasi 3 ºC (Hariyadi dkk., 1998)

  Dissolve Oxygen (DO)

  Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 % saja (Barus, 2004).

  Plankton merupakan organisme air yang membutuhkan oksigen untuk melaksanakan aktivitas fisiologis dan biologis. Kandungan oksigen terlarut yang terdapat di suatu badan perairan tentu saja sangat mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton membutuhkan oksigen untuk dikonsumsi terutama pada saat proses respirasi. Agar dapat hidup, hewan maupun tumbuhan air memerlukan oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan

  o

  atmosfer tertentu. Pada tekanan atmosfer normal (1 atm) dan suhu 20

  C, kadar maksimum oksigen terlarut dalam air adalah 9 ppm (mg/l) (Soegianto, 2005).

  Banyak oksigen terlarut dari udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air. Oksigen yang berasal dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuhan-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya yang sampai kebadan air tersebut. Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air sangat menentukan kehidupan hewan air (Suin, 2002). Kandungan Oksigen dari aliran yang bergelombang dan beroksigen tinggi berbeda cukup besar dengan kandungan oksigen dari pool yang airnya tenang dan tidak mengalir (Mc.Naughton, 1990).

  Biochemical Oxygen Demand (BOD)

  BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik (termasuk proses respirasi pada keadaan aerob). Jadi BOD mengaambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikrooragnisme yang terjadi di perairan. Dalam hal BOD, proses yang terjadi bukan hanya proses biologi (oleh mikroorganisme), tetapi juga proses penguraian secara kimia (Hariyadi dkk., 1998).

  Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 20 ºC. Dari hasil penelitian diketahui dibutuhkan waktu 20 hari bagi mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap lama, sementara dari hasil penelitian pengukuran yang dilakukan dalam 5 hari jumlah senyawa organik yang terurai sudah mencapai 70 % maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD

  5 ) (Barus, 2004).

  Penetrasi Cahaya

  Menurut Haerlina (1987), penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton). Penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terdapat di dalam air (Barus, 2004).

  Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Suin, 2002).

  Penetrasi cahaya diamati secara visual dengan alat bantu yang disebut keping sechi (Secchi disc). Menurut Tyler (1968) Secchi disc merupakan bagian dari standar peralatan dalam pengukuran penetrasi cahaya. Keadaan cuaca, kekeruhan air dan waktu pengamatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Pengukuran kecerahan dilakukan sebaiknya pada saat cuaca cerah antara pukul 09.00-15.00 dan matahari tidak tertutup awan (Hariadi dkk., 1998).

  Derajat Keasaman (pH)

  Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu: kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam- garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989).

  Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan pengukuran pH tanah. Pada pengukuran pH air, cara pengambilan sampelnya harus benar sehingga pH yang diperoleh benar (Suin, 2002). Nilai pH air yang normal adalah netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahnnya sebelum dibuang (Kristanto, 2002).

  Kandungan Nitrat dan Fosfat

  Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel dan cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat pada kisaran 0,9-0,35 mg/L dan ortofosfat sebesar 0,09-1,8 mg/L (Astuti dkk., 2009).

  Menurut Hasan dkk (2013) tinggi rendahnya kandungan nitrat dan fosfat di perairan berasal dari aktifitas perkebunan yang masuk kedalam perairan. Pada bagian yang jauh dari perkebunan seperti bagian tengah dan outlet danau kandungan nitrat dan fosfat jauh lebih sedikit karena banyak dimanfaatkan makrofita atau menjadi sedimen karena diikat oleh logam-logam yang ada. Jika Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts dan Sri, 1987).

  Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Menurut Jones dan Bachmann diacu Effendi (2003) menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yang berasal dari detergen.

  Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/ldalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l.

  Sistem Saprobik

  Kolkwitz dan Marsson (1902) menyusun konsep “Indikator biologi terhadap tingkat pencemaran perairan” yang mereka namakan “Sistem Saprobik”.

  Sistem ini digunakan atas zona-zona yang berbeda kandungan organik, dimana masing-masing zona tersebut ternyata ditandai dengan karakteristik spesies hewan dan tumbuhan yang spesifik. Konsep ini didasarkan pada kenyataan, bahwa limbah (limbah organik lainnya) yang masuk ke perairan, maka lama waktu dan persebarannya ternyata akan menimbulkan kondisi lingkungan yang berbeda-beda

  Koefisien saprobik adalah suatu indeks yang erat kaitannya dengan tingkat pencemaran. Hal inilah yang akan mengindikasikan tingkat kualitas air di suatu perairan. Koefisien saprobik ini akan terlihat setelah mengetahui struktur komunitas fitoplankton di suatu perairan tersebut (Wijaya dan Riche, 2009).

  Kategori Saprobik dan deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kategori Saprobik dan Deskripsinya

  Kategori Deskripsi Sedikit atau tidak ada oksigen terlarut (DO); Populasi bakteri Polisaprobik padat; H S Tinggi; Bila ada hewan, mereka tahan terhadap NH 2 3 (Buruk) + dan NH 4 . α-mesosaprobik Oksigen terlarut (DO) meningkat; tidak ada H S; Bakteri masih 2 (Bagus) cukup tinggi; Bila ada NH 3 maka segera teroksidasi. - Oksigen terlarut (DO) tinggi; Bakteri sangat menurun; Amonia

  β-mesosaprobik (Lebih bagus) (NH 3 ) menghasilkan produk akhir, yaitu Nitrat (NO 3 ).

  Penguraian bahan organik sudah sempurna; Oksigen terlarut (DO) Oligosaprobik tinggi; Jumlah bakteri sangant rendah.

Dokumen yang terkait

II. Pemutaran Film KB - Pengaruh Pemutaran Film Kb Terhadap Perilaku Partisipasi Masyarakat Ber-Kb Di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2014

0 1 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film - Pengaruh Pemutaran Film Kb Terhadap Perilaku Partisipasi Masyarakat Ber-Kb Di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2014

0 6 36

BAB II ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KAPASITAS ASSOCIATION - Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia Dengan Asean Dalam Pendirian Sekretariat Asean Di Jakarta Terkait Dengan Host Country Agreement (Hca)

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN - Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia Dengan Asean Dalam Pendirian Sekretariat Asean Di Jakarta Terkait Dengan Host Country Agreement (Hca)

0 0 21

Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia Dengan Asean Dalam Pendirian Sekretariat Asean Di Jakarta Terkait Dengan Host Country Agreement (Hca)

0 9 11

BAB II SISTEM PERPAJAKAN DALAM DUNIA USAHA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Definisi Pajak - Analisis Yuridis Mengenai Kewajiban Pajak Terhadap Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Elektronik Di Jejaring Sosial

1 21 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. - Analisis Yuridis Mengenai Kewajiban Pajak Terhadap Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Elektronik Di Jejaring Sosial

0 0 17

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN - Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 17

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 13